2. Apabila dalam suatu perkara, terdapat penjual
dan pembeli dikalahkan (dibatalkan) oleh
putusan hakim, maka penjual wajib memberikan
ganti rugi kepada pembeli.
Terdapat 3 (tiga) keadaan Ganti Rugi menurut BW :
1. Si Pembeli harus menyerahkan seluruh
barangnya, termasuk :
a. Pengembalian harga pembelian;
b. Pengembalian bunga atas harga barang;
c. Mengganti biaya-biaya peradilan;
d. Penggantian lain-lain yang telah dikeluarkan atas
jual-beli barang tersebut;
3. 2. Si Pembeli menyerahkan sebagian barang-
barangnya;
• Bila bagian itu sangat penting, karena tanpa
bagian tersebut jual beli tidak layak terjadi;
• Bila jual beli tidak gagal, pembeli dapat menuntut
ganti rugi untuk bagian barang tertentu tersebut.
3. Hakim dapat menentukan (memutuskan) adanya
beban atau biaya atas suatu barang yang dijual
tersebut;
4. CACAT TERSEMBUNYI (Psl 1504 BW) :
Keadaan barang yang mengakibatkan barang itu
tidak dapat dipakai untuk keperluan yang
dimaksudkan atau mengurangi daya pemakaian
yang sedemikian rupa, sehingga seandainya si
pembeli semula tahu keadaan, ia akan membelinya
barang tersebut atau membelinya dengan harga yang
lebih rendah.
Cara Pemakaian Barangnya, tergantung dari kebiasaan,
kecuali bila ditegaskan dalam pemakaiannya.
Dalam Pasal 1505 BW :
Penjual tidak bertanggung jawab atas cacat yang
kelihatan
5. Bila Terjadi Cacat Tersembunyi, Pembeli :
1. Dapat mengembalikan barangnya dan menuntut
pengembalian seluruh uang pembeliannya;
2. Dapat menuntut sebagian uang pembeliannya
dikembalikan, sesuai hasil Keputusan Hakim;
Catatan :
Hakim dalam memutuskan perkara tersebut tidak
wajib tergantung pada pendapat para ahli, jadi dapat
langsung memberikan keputusan sendiri (selain
waktunya semakin lama, juga sulitnya mencari tenaga
ahli dibidangnya).
Bagi Penjual (Psl 1508 BW) :
• Penjual harus mengembalikan harga jualnya;
• Penjual harus mengembalikan semua kerugian yang
diderita oleh pembeli.
6. Tenggang Waktu :
• Di Belanda, berlaku 6 (enam) minggu sejak terjadi
pembelian, diketahui adanya cacat tersembunyi.
• Di Indonesia, tenggang waktunya diserahkan kepada
putusan Hakim.
Berikutnya terkait dengan Kewajiban Pembeli :
1. Membayar harga barang yang dibeli;
2. Tempatnya dapat di tempat si penjual dan/atau di tempat
lain yang telah ditentukan dan disepakati bersama;
3. Pembayaran dan Penyerahan Barang secara bersama-sama
(Kontan/Tunai);
Bagi Barang Tidak Bergerak, Penyerahannya :
1. Secara Hukum, pada saat balik nama di hadapan PPAT
dan/atau Notaris;
2. Secara Fakta, maka tanah/bangunan harus dalam keadaan
kosong, dan Pembeli baru dipersilahkan masuk.
7. Persetujuan Jual Beli, sama dengan Persetujuan Timbal
Balik;
Artinya, bahwa hak dan kewajiban antara Penjual dan
Pembeli sama dihadapan hukum
Bagi si Penjual (Psl 1518, 1145 & 1139 BW);
Bagi si Pembeli (Psl 1516, 1496 s.d. 1512 BW).
Hak Membeli Kembali (Psl 1519 BW) :
Penjual dapat menjanjikan, bahwa ia berhak membeli
kembali barangnya yang telah dijualnya, dan harus
disebutkan dalam surat perjanjian jual-belinya. Maka
konsekuensi logisnya bahwa penjual dapat menuntut
kembali barangnya, walau barang tersebut sudah
dijual lagi ke orang lain.
Psl 1520 BW :
Batas waktu Hak Membeli Kembali tersebut maksimal
5 (lima) tahun, di atas 5 (lima) tahun maka pembelinya
dapat menjadi pemilik tetap barang tersebut.
8. 2. TUKAR MENUKAR (BARTER) – Psl 1541 BW:
Suatu perjanjian dimana kedua belah pihak
mengikatkan dirinya untuk saling memberikan
suatu barang secara timbal balik, sebagai ganti suatu
barang yang lainnya. Hal ini biasa disebut dengan
istilah Barter.
Perjanjian ini merupakan perjanjian konsensual,
perjanjian tersebut sudah mengikat pada detik
tercapainya kata sepakat mengenai barang-barang
yang menjadi obyek dalam perjanjian.
Masing-masing pihak mendapatkan hak untuk
menuntut diserahkannya hak milik atas barang yang
menjadi obyek perjanjian.
Pemindahan hak milik (levering), perbuatan hukum
(penyerahan hak milik secara yuridis), masing-
masing harus merupakan pemilik barang yang mau
dipertukarkan.
9. Psl 1977 BW :
Besitter berlaku sebagai title sempurna bagi benda
bergerak untuk mempermudah lalu lintas perdagangan,
maka untuk benda bergerak besitter dapat melakukan
jual-beli (Jadi tidak usah pemilik barang).
Kewajiban untuk menanggung (vrijwaring warranty)
akan kenikmatan dan terhadap cacat-cacat tersembunyi,
berlaku bagi seseorang yang telah memberikan
barangnya di dalam tukar-menukar.
Kelalaian dalam menunaikan kewajiban tersebut
merupakan “wan prestasi”, sehingga hal tersebut dapat
digunakan alasan untuk menuntut ganti-rugi atau
pembatalan perjanjian (Psl 1546 BW).
Bila pihak lain menerima barang yang bukan miliknya
maka dia tidak dapat dipaksa untuk menyerahkan yang
telah ia janjikan, melainkan hanya untuk mengembalikan
barang yang telah diterimanya (Psl 1453 BW).
10. Psl 1545 BW :
Jika suatu barang tertentu yang telah diperjanjikan
untuk ditukar musnah diluar kesalahan pemiliknya,
maka persetujuan dianggap “gugur”, dan bagi siapa
saja dari para pihaknya telah memenuhi persyaratan/
persetujuan, maka dia dapat menuntut kembali barang
yang telah ia berikan dalam tukar-menukar.
Hukum Adat :
Tukar menukar dengan barang lain bersifat Riil
Sedangkan BW :
Tukar menukar merupakan suatu persetujuan
(consensus), dimana para pihak mengikatkan diri
untuk saling memberikan suatu barang sebagai
pengganti barang lainnya.
11. 3. SEWA-MENYEWA :
Merupakan suatu perjanjian konsensual, artinya bahwa
perjanjian itu sah dan mengikat pada detik tercapainya kata
sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya yaitu “barang dan
harga”. (Psl 1548 BW).
Satu pihak ada yang menyerahkan barangnya untuk
dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan pihak yang lain
wajib membayar “harga sewa”. Jadi barang yang
diserahkan tidak untuk dimiliki seperti dalam proses “jual-
beli”, tetapi hanya untuk dipakai dan dinikmati
kegunaannya (penyerahan kekuasaannya) saja.
Apabila sewa-menyewa tidak ditentukan waktunya, maka
sepanjang sudah diketahui dan disepakati barang dan
harganya, maka waktunya dapat 1 jam, 1 hari, 1 bulan atau
1 tahun dan seterusnya.
Pihak pemilik barang tidak dapat menghentikan sewanya
sewaktu-waktu dengan dalih hendak memakainya sendiri,
keculai bila sudah diperjanjikan sebelumnya (Psl 1579 BW),
mengingat terkait dengan ketentuan “waktu tertentu” tidak
ada aturannya.
12. Kewajiban Pihak Pemilik :
1. Menyerahkan barang yang disewakan;
2. Memelihara barang miliknya, sehingga dapat dipakai untuk
keperluan yang dimaksudkan dalam sewa-menyewa;
3. Memberikan kenikmatan/ketentraman selama proses sewa-
menyewa berlangsung;
4. Perbaikan dan/atau pembetulan barang yang berat/besar;
5. Menanggung terhadap cacat dari barang yang disewakan;
6. Menanggung kerugian yang diakibatkan dari cacat barang yang
disewakan;
7. Menanggulangi/menangkis tuntutan hukum dari pihak 3
(terkait dengan gangguan psikis, keamanan, pelemparan,
membuang sampah dll).
• Kewajiban Penyewa :
1. Membayar biaya uang sewa;
2. Memakai barang sewa dengan sebaik-baiknya;
3. Melengkapi barang sewa secukupnya;
13. Resiko dalam Sewa-Menyewa :
Kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh
suatu peristiwa yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak
yang menimpa barang yang menjadi obyek perjanjian, maka
resiko dipikul oleh Pemilik Barang (Psl 1553 BW).
Apabila barang yang disewa itu musnah, karena suatu
peristiwa yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak, maka
perjanjian sewa-menyewa tersebut “gugur demi hukum”
(Psl 1460 BW).
Gugur demi hukum dimaksud, adalah masing-masing pihak
tidak dapat menuntut sesuatu apapun, sehingga kerugian
sepenuhnya dipikul oleh pihak pemilik barang.
Pada azasnya setiap pemilik barang “wajib” menanggung
resiko atas barang miliknya. Apabila selama waktu sewa, si
penyewa mendapat gangguan dari pihak 3 berdasar atas suatu
hak yang dikemukakan oleh pihak 3 tersebut, si penyewa dapat
menuntut ganti rugi kepada pemilik barang, terkait dengan
pengurangan uang sewa yang sepadan dengan gangguan yang
diterimanya.
14. Mengulang Sewakan Terhadap Barang Sewaan
Apabila tidak diperjanjikan dan/atau diijinkan oleh
pemilik barang, maka pada prinsipnya “tidak
diperbolehkan” mengulang sewakan barang yang
disewa ataupun melepas sewanya kepada orang lain.
Mengulang Sewakan :
Si Penyewa bertindak sendiri sebagai pihak yang
menyewakan dalam suatu perjanjian sewa menyewa
yang ke dua kepada pihak 3.
Melepas Sewa :
Si Penyewa mengundurkan diri sebagai penyewa dan
menyuruh orang lain (pihak 3) untuk menggantikan
dirinya sebagai penyewa, sehingga pihak 3 dapat
langsung berhadapan dengan pemilik barang.
15. Bila penyewa melakukan hal yang dilarang,
pihak pemilik barang dapat meminta
pembatalan perjanjian sewa menyewa disertai
ganti rugi.
Penyewa dapat menyewakan lagi kepada
pihak 3 bila diperbolehkan dalam perjanjian
yang asli, apabila tidak maka perjanjian sewa
menyewa kedua tersebut dapat dibatalkan oleh
pemilik barang (Psl 1559 BW).
Dengan demikian maka bila sewa menyewa
yang asli batal maka sewa menyewa yang ke
dua juga batal.
16. Bentuk Sewa-Menyewa :
1. Tertulis, (Psl 1570 BW);
2. Lisan, (Psl 1571 jo Psl 1587 BW);
• Dalam Proses Jual-Beli, Tidak Memutuskan Kewajiban &
Hak Sewa-Menyewa :
Penjualan barang sebagai obyek yang disewakan, tidak
menyebabkan putusnya perjanjian sewa-menyewa (Psl
1576 BW).
Hal ini untuk melindungi pihak penyewa dari pemilik
baru, apabila barang yang disewakan dipindah-tangankan
kepada orang lain.
Pemindah-tanganan hak milik, dapat melalui jual beli,
tukar-menukar, hibah dan warisan.
Pemilik baru wajib menghormati hak penyewa, sebab
dimungkinkan dalam perjanjian sewa-menyewa aslinya
telah dicantumkan janji-janji khusus untuk kepentingan si
penyewa.
17. Apabila terjadi perjanjian pertanggungan (borgocht =
guaranty) dimana pihak 3 menanggung pembayaran
sewanya dengan dijualnya barang yang disewakan,
maka penanggungannya menjadi hapus.
Sita Barang Bergerak (Pand Beslag) :
Pada prinsipnya pemilik barang diberi hak utama
(privilege) atas benda atau barang-barang penyewa
yang menghiasi rumah sewaan untuk menjamin atas
pembayaran tunggakan uang sewanya.
Barang orang lain atau penyewa, yang dipakai di
rumah sewaan dapat juga disita (Psl 1140 dan 1152
BW).
Penyitaan yang dilakukan oleh pemilik atas barang-
barang perabotan rumah, disebut “Pand Beslag”.
18. Berakhirnya Sewa-Menyewa :
1. Pada Waktu Tertentu yang telah diperjanjijan;
2. Diperhentikan dengan memperhatikan waktu tertentu
secara lisan;
Bila perjanjian sewa-menyewa dibuat tertulis dengan
menyebutkan tenggang waktu tertentu, maka
perjanjian sewa-menyewa berakhir sesuai dengan
batas waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
Bila tidak menyebutkan waktu tertentu, maka sewa-
menyewa berakhir bila salah satu pihak
memberitahukan kepada pihak lainnya dengan
memperhatikan kebiasaan yang berlaku. Sehingga
bila tenggang waktu tersebut terlampaui, maka
penyewa dapat diusir sewaktu-waktu.
19. Beberapa Catatan Khusus terkait Pasal-Pasal di BW yang
mengatur berakhirnya sewa-menyewa :
Psl 1572 BW : Penyewa tidak dapat secara diam-diam dalam
menyatakan persewaan baru, dan bila tenggang
waktunya habis si penyewa masih dibiarkan
menggunakan untuk menguasai barangnya, terbentuklah
persewaan baru secara lisan (persangkaan).
Psl 1573 BW : Larangan sewa-menyewa secara diam-diam,
bila tenggang waktunya habis.
Psl 1575 BW : Sewa-menyewa tidak terhenti dengan
meninggalkan salah satu pihak, maka hak-hak dan
kewajibannya beralih pada ahli waris.
Psl 1580 BW : Pemilik tidak dapat menghentikan perjanjian
sewa-menyewa dengan alasan mau dipakai sendiri,
kecuali bila ditentukan dalam perjanjian. Bila mau
dipakai sendiri, harus melihat dan mempertimbangkan
tenggang waktu sesuai dengan kebiasaan yang berlaku.
20. 4. SEWA BELI (HUURKOOP) :
Sewa Beli, hampir sama dengan jual-beli dari pada
dengan sewa-menyewa. Sewa Beli ini tercipta dalam
praktek (kebiasaan) yang sudah diakui sah
berdasarkan “Yurisprodensi”.
Dalam Hire Purchase Act Tahun 1965 dikatakan :
bahwa suatu perjanjian sewa-menyewa dengan hak
optie dari si penyewa untuk membeli barang yang
disewakan untuk memperoleh hak milik.
Sewa-Beli berasal dari praktek, dimana seseorang
calon pembeli tidak mampu membayar harga barang
secara kontan, sehingga si penjual bersedia menerima
harga barangnya dengan cicilan/diangsur, tetapi
diperlukan jaminan bila barangnya belum terbayar
lunas tidak akan dijual oleh si pembeli. Jadi sebelum
harga lunas si pembeli masih sebagai penyewa.
21. Perbedaan dengan jual-beli cicilan (koop of
afbetaling = creadite sale) barang menjadi milik
pembeli (sejak cicilan pertama), walaupun
harga barang melalui cicilan/diangsur.
Setelah barang diterima, boleh dijual kepada
orang lain asal sisa pembayarannya harus
dilunasi. Dalam sewa beli penjual percaya
bahwa pembeli akan memenuhi janji
melakukan pembayaran, supaya penjual tidak
kuatir akan dirugikan dengan penjualan
barang pada pihak 3, pembeli sementara
sebagai penyewa/pemakai sebelum lunas.
Perjanjian sewa-beli ini tidak diatur dalam BW.
22. 5. LEASING :
Perjanjian sewa-menyewa yang telah berkembang
di kalangan pengusaha, dimana lesor (pihak yang
menyewakan barang) biasanya perusahaan
leasing/menyewakan suatu perangkat alat
perusahaan (mesin-mesin termasuk service,
pemeliharaan dll) kepada lessie (pihak penyewa)
untuk suatu jangka waktu tertentu.
Barang yang disewakan sering kali bukan milik
lesor sendiri, tetapi dibeli secara cicilan dari
perusahaan atau leveransir.
Biasanya Perusahaan baru yang tidak punya banyak
modal dapat menyewa alat-alat perusahaan atas
perjanjian leasing. Dia dapat pinjaman/kredit dari
para pengusaha, perusahaan leasing, lessor diberi
hak optie yaitu memilih memperpanjang sewa-
menyewa atau membeli alat-alat yang disewa
dengan harga murah.