2. Definisi Kompetensi Peradilan
• Kompetensi badan peradilan adalah
kekuasaan atau kewenangan dari
suatu badan peradilan untuk
mengadili atau memeriksa suatu
perkara.
3. Jenis Kompetensi Peradilan
• Kewenangan atau kompetensi badan-
badan peradilan berdasarkan pada
doktrin di Indonesia dibedakan
menjadi 2 macam yaitu :
1.Kewenangan mengadili secara
absolut (Atribusi kekuasaan).
2.Kewenangan mengadili secara relatif
(Distribusi kekuasaan).
4. Atribusi Kekuasaan
• Kewenangan mengadili berdasarkan
pembagian kekuasaan (Atribusi
Kekuasaan) antara badan-badan
peradilan berdasarkan Undang-
Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman terdiri dari :
Lanjut
5. Atribusi Kekuasaan
• Peradilan Umum (UU No. 2 Tahun 1986 jo UU
No. 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No.
2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum).
• Peradilan Agama (UU No. 7 Tahun 1989 jo UU
No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU
No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).
• Peradilan Militer ( UU No. 31 Tahun 1997
tentang Peradilan Militer).
• Peradilan Tata Usaha Negara ( UU No. 5 Tahun
1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan
atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara).
6. Kewenangan Absolut Badan Peradilan
• Kompetensi absolut Peradilan Umum
(Pengadilan Negeri) adalah memeriksa dan
menyelesaikan perkara pidana yang
dilakukan oleh orang-orang sipil dan
perkara perdata, kecuali apabila undang-
undang menetapkan lain.
• Kompetensi absolut Peradilan Militer
adalah memeriksa dan memutus perkara
pidana yang dilakukan oleh anggota TNI.
Lanjut
7. Kewenangan Absolut Badan Peradilan
• Kompetensi absolut Peradilan Agama adalah
memeriksa dan memutus perkara perdata bagi
yang beragama Islam yang mencakup :
– Perkawinan.
– Kewarisan, wasiat dan hibah menurut hukum Islam.
– Wakaf, Infak, dan sadaqah.
– Ekonomi syariah.
• Kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara
adalah memeriksa dan memutus perkara sebagai
akibat dikeluarkannya keputusan pejabat tata
usaha negara (KTUN) yang bersifat konkrit,
individual dan final.
8. Definisi Kompetensi Relatif
• Kompetensi Relatif (Distribusi kekuasaan)
adalah kewenangan mengadili perkara
berdasarkan pembagian daerah hukum
pengadilan yang sejenis. Di dalam Hukum
acara perdata, kewenangan relatif tersebut
diatur dalam pasal 118 HIR/Pasal 142
RBG, yaitu tentang susunan dan
kedudukan Peradilan umum (Pengadilan
Negeri).
9. Susunan Kedudukan Peradilan Umum
• Adapun susunan kedudukan Pengadilan
Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah
Agung yaitu :
• Pengadilan Negeri (PN) berkedudukan di
kota/ibukota kabupaten dan pejabat
didalamnya diantaranya : Ketua
Pengadilan Negeri, Wakil Ketua
Pengadilan Negeri, Hakim Anggota,
Panitera, Panitera Pengganti, dan juru sita.
Lanjut
10. Susunan Kedudukan Peradilan Umum
• Pengadilan tinggi berkedudukan di ibukota
Provinsi dan pejabat di dalamnya
diantaranya : Ketua Pengadilan Tinggi,
Wakil Ketua Pengadilan Tinggi, Hakim
Tinggi, Panitera/sekretaris, yang bertugas
mengadili perkara pidana dan perdata pada
tingkat banding/Peradilan ulangan.
Lanjut
11. Susunan Kedudukan Peradilan Umum
• Mahkamah Agung berkedudukan di
Jakarta (ibukota negara), kewenangan
Mahkamah Agung yaitu :
– Memeriksa dan memutuskan perkara pada
tingkat kasasi. juga peninjauan kembali.
– Menyelesaikan sengketa kewenangan
mengadili pengadilan di bawahnya.
– Uji materiil terhadap peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang.
– Mengadakan pengawasan di lingkungan
peradilan.
12. Tugas Hakim dalam Acara Perdata
• Dalam mengadili perkara, hakim bertugas :
1. Menerima, memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
kepadanya. Hakim tidak aktif mengejar perkara
(nemo judex sine actore).
2. Konsekuensinya adalah hakim tidak boleh
menolak perkara yang diajukan
kepadanya dengan dalih hukum tidak atau kurang
lengkap, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya (curia ius novit).
Lanjut
13. Tugas Hakim dalam Acara Perdata
3. Hakim harus memperhatikan serta berusaha
jangan sampai putusan-putusan yang
dijatuhkan menimbulkan perkara baru. Untuk
itu hakim harus berusaha menemukan
kebenaran yang sesungguhnya dalam perkara
yang dihadapinya, dalam batas-batas yang
ditentukan oleh para pihak yang berperkara.
4. Hakim harus berusaha agar peradilan dapat
berjalan secara sederhana, cepat dan biaya
ringan.
Lanjut
14. Tugas Hakim dalam Acara Perdata
5. Hakim tidak boleh memeriksa dan
mengadili perkara yang mengandung
kepentingannya sendiri. Tidak
seorangpun dapat menjadi hakim
yang baik dalam perkaranya sendiri
(Nemo judex indoneus in propria
causa), Pasal 374 ayat (1) HIR /
Pasal 702 ayat (1) RBG.
Lanjut
15. Tugas Hakim dalam Acara Perdata
6. Hakim harus memberikan pertimbangan tentang benar tidaknya suatu
peristiwa/fakta yang diajukan kepadanya dan kemudian memberikan atau
menentukan hukumnya, dan cara yang ditempuh adalah :
• Menkonstatir, yaitu hakim haruslah menkonstatir benar tidaknya
peristiwa / fakta yang diajukan para pihak. mengkonstatir artinya adalah
melihat, mengakui atau membenarkan telah terjadi peristiwa yang
diajukan. Yang harus di konstatir adalah peristiwanya, akan tetapi untuk
sampai pada tahap konstateringnya hakim harus melakukan pembuktian
terlebih dahulu.
• Menkualifisir, yaitu peristiwa yang sudah di konstatir sebagai fakta yang
benar-benar terjadi harus dikualifisir. Menkualifisir berarti menilai
peristiwa/fakta yang benar-benar terjadi termasuk hubungan hukum apa.
Untuk menemukan hukumnya hakim melakukan penerapan hukum
terhadap peristiwanya.
• Menkonstituir,yaitu hakim harus memberikan hukumnya untuk peristiwa
tersebut dengan memperhatikan kepastian, kemanfaatan dan keadilan.