Trauma abdomen merupakan masalah kesehatan penting yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas tinggi. Diagnosis dini trauma abdomen sangat penting untuk menentukan tindakan selanjutnya seperti observasi, operasi, atau perawatan intensif. Beberapa tes diagnostik seperti FAST, CT scan, DPL, dan röntgen dapat membantu mendiagnosis trauma abdomen.
1. Trauma
Abdomen
Zahra Rizqika Aliyya Safitri
RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN
DOKTER PEMBIMBING KLINIK :
DR. W. P. BUDI SETIAWAN, SP.B., FINACS
2. -(Arif Putera, 2014).
Trauma abdomen merupakan
suatu mekanisme yang
menimbulkan kerusakan pada
struktur seperti luka atau
cedera pada abdomen
3. epidemiologi
Trauma abdomen merupakan kasus emergency dengan tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.
Trauma adalah salah satu penyebab kematian paling umum pada populasi muda
(kelompok usia antara 1 dan 45 tahun).
Trauma tumpul abdomen sangat umum, dan prevalensi cedera intra-abdomen
dilaporkan setinggi 12-15%.
Mekanisme yang mengakibatkan trauma tumpul abdomen kebanyakan adalah
tabrakan kendaraan bermotor (73%), tabrakan sepeda motor (7%), tabrakan pejalan
kaki (6%), dan jatuh (6%)
4. anatomy 1) Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung
empedu, sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan
dan kelenjar suprarenal kanan.
2) epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian hepar.
3) hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal
pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar
suprarenal kiri.
4) lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejenum.
5) Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
6) Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7) Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureter kanan.
8) Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan).
9) Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri
5. Blunt Trauma
jatuh
pukulan
kekerasan fisik
injury post-excercise
benturan
ledakan
deselerasi
seat belt injury
KLL
trauma
tumpul
(Sjamsuhidajat, 2017).
trauma abdomen
tanpa penetrasi ke
rongga peritoneum
7. deselerasi
hal ini di karenakan perbedaan
gerak di antara struktur.
pergerakan pada struktur yang
berdekatan dengan lokasi benturan
Trauma akselerasi atau deselerasi cepat
menyebabkan rusaknya organ
intraabdomen yang tidak mempunyai
kelenturan (noncomplient organ) seperti
hati, limpa, ginjal dan pankreas.
terjadi tenaga potong dan menyebabkan
robeknya organ berongga, organ padat,
organ visceral dan pembuluh darah
8. kompresi
eksternal
terjadi akibat adanya suatu objek yang diam
kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraluminal yang menyebabkan cedera
organ berongga (hollow viscus)
Efek dari mekanisme ini adalah sobeknya bagian
subkapsular pada organ padat visera dan terjadi
hematom.
contoh kasus : tekanan dengan objek eksternal
yang terfiksasi, seperti pada kasus seat belt injury.
crushing
: remuk / tumbukan
tumbukan antara dinding anterior abdomen
dengan columna vertebralis
trauma berat pada organ vicera karna tumbukan
9. Kembali ke Halaman Agenda
Pola cedera
organ lunak
pada trauma
tumpul abdomen
10. tanda dan
gejala
nyeri, perdarahan
gastrointestinal, hipovolemia
01
tenderness, rigid, rebound tenderness (curiga trauma
peritoneum)
02
03
distensi abdomen, bowel sound pada regio thorax
(curiga trauma diafragma)
krepitasi regio thorax bawah (curiga cedera hepar
atau lien)
04
05
konsistensi abdomen yang keras (curiga perdarahan
intraabdominal)
12. Penetrating Trauma
high velocity (64%)
low velocity (5%)
luka tusuk (31%)
luka tembak
trauma
penetrasi
(Sjamsuhidajat, 2017).
trauma abdomen dengan
penetrasi ke dalam rongga
peritoneum
13. mekanisme
0 laserasi
penetrating trauma
luka tembak, karna kecepatanya, menyebabkan terjadinya efek temporary cavitation yang akan
menutup kembali segera setelah energi kinetik dari peluru. namun organ abdomen yang bersifat
lebih lunak seperti limpa dan hepar, akan lebih mudah untuk mengalami ruptur setelah mengalami
mekanisme temporary cavitation ini. --> organ yang terkena bisa lebih banyak
luka tusuk dengan (pisau atau pedang), kavitas yang terbentuk bersifat permanen karena kecepatan
energi kinetik yang relatif lebih rendah daripada luka tembak --> organ yang terkena bisa lokal
Luka tusuk maupun luka tembak dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan karena
laserasi atau terpotong. luka tusuk dan luka
tembak akan membuat luka terbuka.
14. luka tembak luka tusuk
usus halus (50%) hepar (40%)
kolon (40%) usus halus (30%)
hepar (30%) diafragma (20%)
struktur vaskular abdomen (25%) kolon (15%)
organ yang
sering terkena
pentrating trauma
gaster
memberikan rangsang peritoneal
akibat sifat kimia, onset cepat,
dan hebat.
kolon
memberikan rangsang peritoneal
akibat adanya feses, onset
lambat
dapat menyebabkan peritonitis
sampai sepsis bila mengenai organ
berongga pada intraabdominal
15. — (Pietzman, 2013)
Salah satu akibat dari mekanisme trauma abdomen adalah perdarahan.
Perdarahan intraabdominal dapat terjadi dengan atau tanpa adanya
tanda-tanda yang dapa diamati oleh pemeriksa.
Perdarahan intraabdominal bisa bersifat sangat fatal karena biasanya
memiliki progresi yang cepat Perdarahan masif intraabdomen dapat
menyebabkan syok hipovolemik dan hemoragik, serta peritonitis
18. primary
survey
check airway, breathing, dan
circulation secara cepat
A
sirkulasi merupakan masalah terbesar pada trauma abdomen.
Gejala klinis perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan
darah < 10% karena masih dapat dikompensasi oleh tubuh.
B
takikardi,
nadi lemah,
turgor kulit buruk,
akral dingin,
CRT <2s,
penurunan tekanan darah,
penurunan tekanan vena sentral
C
menyelamatkan
pasien dari
ancaman kematian
tanda
syok
19. secondary
survey
anamnesis
Anamnesis dan
pemeriksaan fisik
merupakan dasar
diagnosis cedera
intraabdomen
Pada pasien dengan
hipotensi paska
trauma, sangat
penting untuk
mengevaluasi
apakah pasien
tersebut mengalami
cedera abdomen
atau tidak.
kronologi kejadian
kecepatan kendaraan
tipe tabrakan (arah berlawanan/ samping/
gesekan/ tertabrak dari belakang/ terbaik),
penyok kendaraan,
jenis pengaman yang digunkanan, ada tidaknya
airbag,
posisi pasien dalam kendaraan,
keadaan penumpang lainnya.
bila dalam KLL tanyakan
bila pasien jatuh dari ketinggian, ditanyakan: pasien
jatuh dari ketinggian berapa meter, posisi jatuh.
20. secondary
survey
anamnesis
waktu terjadinya trauma,
jenis senjata yang digunakan,
jarak pasien dari pelaku,
jumlah tikaman/tembakan,
arah tusukan,
bagaimana terjadinya kecelakaan dan apakah ada
catatan perdarahan eksternal di tempat kejadian.
Pada pasien trauma penetrans, ditanyakan:
Tanyakan pula riwayat AMPLE (Alergy, Medication, Past
illness, Last meal, Environment) penting diketahui untuk
mengetahui kondisi penyerta pasien yang mengalami
trauma.
21. px. fisik
ada tidaknya jejas,
laserasi,
distended
bagian usus/omentum yang keluar,
jika pasien adalah wanita perlu dilihat apakah ada
tanda dan status kehamilan
1.
2.
3.
4.
5.
inspeksi
apakah ada bising usus atau tidak --> Pada robekan (perforasi) usus, bising usus
selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.
auskultasi
dapat menyebabkan pergerakan peritoneum dan dapat merangsang iritasi
peritoneum,
Bila rangsang peritoneum positif, rangsang peritoneum dikatakan positif jika
pasien mengeluh kesakitan saat dilakukan perkusi abdomen, yang kemudian
mengarah pada kemungkinan terjadi peritonitis. maka tidak perlu dilakukan
pemeriksaan rebound tenderness atau nyeri tekan lepas karena dapat
menimbulkan rasa nyeri.
Perkusi:
Palpasi: pemeriksaan ini dapat memperjelas dan membedakan nyeri superfisial dan
nyeri profunda, serta menilai ada tidaknya kehamilan dan perkiraan usia kehamilan.
Perkusi dan palpasi
22. inspeksi : perbedaan panjang kaki, eksternal rotasi, open/close fractur.
--> menekan krista iliaka ke arah bawah medial, hanya boleh dilakukan satu kali
agar tidak terjadi perdarah lebih lanjut, tidak boleh dilakukan pada pasien syok
dan fraktur pelvis yang jelas
Penilaian Stabilitas
Pelvis
laki-laki : genital, scrotum sampai ke anus
perempuan : vulva
Darah pada meatus urethra --> suspek cedera urethra.
sign : gross hematuria, jejas luas di perianal
Pemeriksaan
Urethra, Perineum,
dan Rektum
Pada trauma tumpul, pemeriksaan RT atau colok dubur bertujuan untuk
memeriksa tonus sphincter dan memeriksa integritas mukosa rektum,
menentukan posisi prostat (prostat letak tinggi menandakan adanya ruptur
urethra) dan mengidentifikasi adanya fraktur tulang pelvis.
Pada trauma penetrans bertujuan untuk emmeriksa tonus sphincter dan
mencari adanya darah dari perforasi usus. Jika tanda hematom perineum dan
prostat letak tinggi positif, maka tidak boleh dilakukan pemasangan kateter
urine
Rectal Touche
23. bila yang terkena organ solid (tidak berongga)
hepar atau lien pecah --> perdarahan
pucat, anemis, perdarahan disertai hemodinamik
yang tidak stabil --> curiga syok hipovolemik
nyeri abdomen ringan sampai berat
rebound tenderness dan defans muskular
auskultasi bising usus menurun
mual muntah
penurunan kesadaran
gaster, usus halus atau kolon pecah --> peritonitis
nyeri seluruh lapang abdomen
bising usus menurun
palpasi ada defans muskular, nyeri tekan lepas
penurunan kesadaran
1.
2. bila yang terkena organ berlumen (berongga)
tanda
dan
gejala
24. alkohol dan obat lain
cedera otak dan spinal cord
cedera tulang costa, tulang belakang --> diikuti dengan
kelainan sensorik/motorik/otonom --> memengaruhi
pemeriksaan abdomen
faktor yang
bisa
memengaruhi
penilaian
26. FAST
FAST (focused abdominal scan for trauma
Untuk melihat adanya cairan intraperitoneal
bebas seperti di abdomen.
Indikasi : adalah pada kondisi pasien trauma
tumpul tidak stabil.
Keuntungan : Diagnosis dini, mudah, noninvasif,
cepat, dapat diulang, sensitivitas 86-97%, dan
tidak memerlukan transport pasien
Kerugiannya : hasil yang optimal tergantung
keahlian operator, hasil dapat terganggu
udara usus dan udara subkutan, tidak dapat
mendeteksi cedera diafragma, usus, dan
pankreas.
27. CT Scan
CT SCAN
gold standard --> mencari cairan
bebas/ruptur organ
Indikasi : melihat cedera pada organ
seperti ginjal, derajat cedera hati dan
limpa terutama pada pasien yang memiliki
hemodinamik stabil, dan trauma penetrans
di flank/punggung.
Keuntungan : sangat spesifik untuk tipe
cedera, 92-98% sensitif, dan noninvasif.
Kekurangan : memerlukan biaya dan
waktu, diperlukan transpor pasien untuk
melakukan pemeriksaan ini.
28. DPL
DPL (Diagnostic Peritoneal lavage)
Indikasi : pada kasus trauma tumpul yang tidak stabil
dan trauma penetrasi (apakah terdapat cairan, feses,
dll)
Keuntungan : diagnosis dini, cepat, sensitivitas 98%,
mendeteksi cedera usus, tidak memerlukan transport
pasien.
kerugian : invasif, spesifisitas rendah, dan tidak dapat
mendeteksi adanya cedera diafragma dan
retroperitoneal.
Indikator untuk DPL positif adalah 5 mL darah segar
pada aspirasi awal, adanya empedu, isi enterik atau
bakteri, sel darah merah lebih dari 100.000/mm3 atau
sel darah putih lebih dari 500/mm3 dari aspirat, dan
keluarnya cairan lavage dari kateter
29. xray
X Ray
kemampuan terbatas
hanya melihat komposisi
tulang / gas, tidak bisa
menilai organ
intraabdomen
bisa untuk melihat apakah ada fraktur pelvis yang dapat
memperburuk perdarahan intraabdomen
dapat melihat fraktur costa bagian bawah untuk
melihat kemungkinan adanya cedera organ hepar/lien
30. laparotomi eksplorasi
Laparotomi eksplorasi
langkah diagnostik terakhir--> invasif.
menemukan dan menghentikan
perdarahan, juga dapat memperbaiki
kerusakan organ
dilakukan ketika telah dilakukan segala pemeriksaan
penunjang sesuai algoritma namun hasil masih
meragukan
pasien tidak stabil, ada cairan intraabdominal pada FAST
adanya tanda peritonitis (defans muscular, nyeri lepas, rigiditas?)
DPL>10ml gross blood (menunjukan pasien dapat mengarah ke syok
1.
2.
3.
indikasi
pada blunt
trauma
indikasi pada
penetrating
trauma
pasien tidak stabil
adanya tanda peritonitis (defans muscular, nyeri lepas, rigiditas?)
luka tembak anterior
eviserasi (keluarnya organ intraabdomen ketempat luka (usus, omentum, dll)
1.
2.
3.
4.
31. laparotomi
eksplorasi pada
penetrating
trauma
Jika positif, maka langsung dilakukan laparotomi eksplorasi.
Jika meragukan, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang
DPL.
Jika DPL positif maka dilakukan laparotomi, jika negatif, maka
dilakukan observasi.
Jika tidak menembus peritoneum, maka tidak perlu melakukan
laparotomi dan cukup observasi saja
Pada trauma tajam --> dilakukan eksplorasi luka dan dinilai apakah luka
menembus peritoneum atau tidak.
32. gol. darah dan cross match
terutama pada keadaan pasien tidak
stabil
01
darah lengkap
pada perdarahan, nilai hb dan trombosit
menurun
02
fungsi hati
peningkatan SGOT dan SGPT menandakan cedera hepar
LDH dan bilirubin juga dapatmenandakan cedera hepar walau tidak spesifik
03
amilase
peningkatan kadar amilase 3-6 jam setelah trauma memiliki
akurasi cukup besar untuk menilai cedera pankreas
04
px. lab
33. urinalisis
indikasi : trauma masif pada abdomen dan flank,
hematuria
05
faktor pembekuan
menunjukkan pemanjangan PT dan APTT, untuk menilai adanya koagulopati
indikasi : kelainan darah, dalam terapi (warfarin dan heparin)
06
fungsi hati
peningkatan SGOT dan SGPT menandakan cedera hepar
LDH dan bilirubin juga dapatmenandakan cedera hepar walau tidak spesifik
07
alcohol or other drug testing
karna hal ini memengaruhi tingkat kesadaran pasien
08
px. lab
34. naso gastric
tube (NGT)
mengeluarkan isi lambung.
dekompresi lambung
mengurangi distensi abdomen
kurangi bahaya aspirasi
Tujuan pemasangan NGT
untuk monitor urine output sebagai indeks perfusi jaringan.
mengatasi retensi urin
dekompresi kandung kemih sebelum DPL
Tujuan pemasangan kateter urine
KI : ruptur traktur urethra
Gross hematuria adalah suatu tanda terjadinya trauma saluran
genitourinarius dan organ intraabdominal non-renal. Tidak adanya
hematuri tidak menyingkirkan kemungkinan cedera traktur
genitourinarius.
Urinary
catheter
37. 1. Arifputera A, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius. jilid 1 : 227-228
2. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual Edisi Bahasa
Indonesia. 9th Ed. Jakarta: IKABI. 2014.
3. Beal, A. L., Ahrendt, M. N., Irwin, E. D., Lyng, J. W., Turner, S. V, Beal, C. A., Byrnes, M. T. and Beilman, G. A. 2016. ‘Prediction of blunt
traumatic injuries and hospital admission based on history and physical exam’, World Journal Of Emergency Surgery. World Journal of
Emergency Surgery, 11(1), p. 46.
4. Doherty GM. Current Diagnosis and Treatment : Surgery. 14th Edition. USA: Mc Grow Hill. 2015
5. Erfantalab-Avini, P., Hafezi-Nejad, N., Chardoli, M. and Rahimi-Movaghar, V. (2011) ‘Evaluating clinical abdominal scoring system in
predicting the necessity of laparotomy in blunt abdominal trauma’, Chinese Journal of Traumatology English Edition. The Editorial Board
of Biomedical and Environmental Sciences, 14(3), pp. 156–160. doi: 10.3760/cma.j.issn.1008-1275.2011.03.006.
6. Guillon F. Epidemiology of Abdominal Trauma. CT of the Acute Abdomen, Medical Radiology. Diagnostic Imaging. Berlin: Springer-
Verlag. 2011. h.15-26
7. Ikegami, Y., Suzuki, T., Nemoto, C., Tsukada, Y. and Tase, C. 2014. ‘Usefulness of initial diagnostic tests carried out in the emergency
department for blunt trauma’, Acute Medicine & Surgery, 1(2), pp. 70–75.
8. Indradiputra, I. M. U. and Hartono, T. (2016) ‘Tatalaksana Konservatif Pasien Dewasa dengan Trauma Tumpul Ginjal Derajat IV
Terisolasi’, 43(2), pp. 123–126.
9. Iqbal, Y., Taj, M. N., Ahmed, A., Rehman, Z. U. and Akbar, Z. (2014) ‘ORIGINAL ARTICLE VALIDITY OF THE FAST SCAN FOR DIAGNOSIS
OF INTRAABDOMINAL INJURY IN BLUNT ABDOMINAL TRAUMA Yasmeen Iqbal , Muhammad Naeem Taj *, Anis Ahmed **, Zia Ur Rehman ,
Zakia Akbar ***’, 26(1), pp. 52–56.
10. Mehta N, Babu S, Venugopal K. An experience with blunt abdominal trauma: evaluation, management and outcome. Clinics and
Practice. 2014; 599(4): 34-9
11. Mattox & Ernest Moore & David Feliciano (2013) Trauma, Seventh Edition.
12. Mudhaffar, Hormbrey P. 2014. Abdominal Trauma. BMJ : 348
13. Peitzman, Andrew B. 2013. The Trauma Manual, Trauma and Acute Care Surgery. Philadelphia. Lippincot Manual
14. Sliwinski, S., Bechstein, W. O., Schnitzbauer, A. A., & Malkomes, P. tri zia. (2020). Penetrating abdominal trauma. Chirurg, 91(11), 979–
988. https://doi.org/10.1007/s00104-020-01272-x
15. Spring. 2007. Ed Insider : Dealing with The Damage of Abdominal Trauma. Philadelphia : Lippincot
16. Sjamsuhidajat R., Prasetyono TO, Rudiman R., et al. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah Vol 1-3. Edisi 4. Jakarta: EGC.
17. van der Vlies, C. H., Olthof, D. C., Gaakeer, M., Ponsen, K. J., van Delden, O. M. and Goslings, J. C. (2011) ‘Changing patterns in
diagnostic strategies and the treatment of blunt injury to solid abdominal organs.’, International journal of emergency medicine.
Springer Open Ltd, 4(1), p. 47. doi: 10.1186/1865-1380-4-47.
0 DAFTAR PUSTAKA