Dokumen tersebut membahas tentang kewajiban perusahaan terhadap karyawan dan hak-hak karyawan, serta etika bisnis yang baik sesuai dengan budaya Indonesia. Disebutkan pula jenis-jenis stakeholder perusahaan dan hubungan antara perusahaan dengan stakeholder."
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
STAKEHOLDER PRIMER DAN SEKUNDER
1. Nama : Antoni Butarbutar (51116120011)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
Forum & Quis Minggu 6: Business Ethics & GG
Ethical decision making: Employer Responsibility and Employee Rights
Stakeholder yang ada di Lingkungan Perusahaan
Pengertian Stakeholder secara umum dapat disederhanakan sebagai suatu masyarakat,
kelompok, kumunitas ataupun individu manusia yang memiliki hubungan dan kepentingan
terhadap suatau organisasi atau perusahaan. Suatu masyarakat, kelompok, komunitas ataupun
individu tersebut dapat dikatakan sebagai stakeholder jika mereka memiliki karekteristik
seperti memiliki kekuasaan dan kepentingan terhadap organisasi atau perusahaan.
Atau definisi dari stakeholder yakni orang yang memiliki minat maupun kepentingan di
dalam suatu perusahaan. Hal ini bisa menyangkut kepentingan finansial atau kepentingan
lainnya, bila orang tersebut terkena pengaruh dari apa yang terjadi pada perusahaan, baik itu
dampak negatif atau positif orang tersebut dapat dikatakan sebagai stakeholder.
Contoh Stakeholder
Adapun beberapa contoh stakeholder misalnya seperti pegawai atau karyawan, pelanggan,
staff dan supplier. Adapun organisasi yang hanya memiliki stakeholder dan tidak memiliki
shareholder “orang yang memiliki saham” misalnya seperti Universitas. Universitas
umumnya tidak memiliki saham akan tetapi hanya memiliki stakeholder yang banyak
misalnya mahasiswa, dosen, satpam, staff, akademik dan sebagainya.
Pengertian Stakeholder Menurut Para Ahli
Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai
stakeholder ini. Beberapa definisi yang penting dikemukakan seperti:
Freeman “1984” yang mendefinisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang
dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu.
Biset “1998” secara singkat mendefenisikan stakeholder merupakan orang dengan suatu
kepentingan atau perhatian pada permasalahan, stakeholder ini sering diidentifikasi dengan
suatu dasar tertentu sebagaimana dikemukakan Freeman “1984” yakni dari segi kekuatan dan
kepentingan relatif stakeholder terhadap issu, Grimble and Wellard “1996” dari segi posisi
penting dan pengaruh yang dimiliki mereka.
2. Hubungan Perusahaan Dengan Stakeholder
Hubungan perusahaan dengan para stakeholder akan mengalami perubahan yang dinamis
seiring dengan berjalannya waktu. Adapun beberapa pakar yang mengamati terjadinya
pergeseran pada bentuk yang asalnya Inactive, menjadi Reactive lalu menjadi Proactive dan
akan menjadi Interactive, berikut dibawah ini penjelasan tentang pola hubungannya seperti:
Inactive “Hubungan Tidak Aktif”
Pada hubungan ini pihak perusahaan sangat meyakini bahwa mereka dapat mengambil dan
membuat keputusan secara sepihak saja, tanpa mempertimbangkan pengaruh atau dampak
yang akan timbul terhadap pihak lain.
Reactive “Hubungan Yang Reaktif”
Pada hubungan ini pihak perusahaan sangat cenderung untuk mempertahankan diri dan hanya
bertindak saat dipaksa untuk melakukan sesuatu.
Proactive “Hubungan Yang Proaktif”
Pada hubungan ini pihak perusahaan cenderung untuk menantisipasi terhadap berbagai
macam kepentingan para stakeholders. Hal seperti ini biasanya pihak perusahaan memiliki
departemen yang berfungsi untuk melakukan indentifikasi terhadap issu atau permasalahan
yang menjadi perhatian khusus bagi para pemangku kepentingan “stakeholder”. Akan tetapi
perhatian mereka dan para stakeholder hanya dipandang sebagai permasalahan yang harus
dikelola, bukan dipandang sebagai sumber dari keunggulan yang kompetitif.
Interactive “Hubungan Yang Interaktif”
Pada hubungan ini pihak perusahaan menggunakan pendekatan bahwa pihak perusahaan
perlu memiliki hubungan berkelanjutan seperti saling menghormati, saling percaya dan saling
terbuka dengan para stakeholder. Dengan begitu pihak perusahaan akan menganggap bahwa
memiliki hubungan yang baik dengan para stakeholder dan akan menjadi sumber keunggulan
yang kompetitif bagi perusahaan.
Hubungan yang dimiliki oleh perusahaan dengan para stakeholder dapat diharapkan bersifat
Interactive. Jadi interaksi ini nantinya dapat membantu perusahaan dalam mempelajari
ekspektasi masyarakat banyak, mengembangkan solusi dan mendapatkan dukungan dari para
stakeholders.
3. Macam-Macam Stakeholder
Berdasarkan kekuatan, posisi penting dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu
stakeholder dapat dikategorikan ke dalam beberapa kelompok yakni stakeholder primer,
sekunder dan stakeholder kunci.
Stakeholder Utama “Primer”
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung
dengan suatu kebijakan, program dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu
utama dalam proses pengambilan keputusan.
Contoh:
Masyarakat dan tokoh masyarakat, masyarakat yang terkait dengan proyek yakni masyarakat
yang di identifikasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak “kehilangan
tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian” dari proyek ini. Sedangkan tokoh
masyarakat ialah anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah itu
sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat. Di sisi lain, stakeholders utama ialah
juga pihak manajer publik yakni lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam
pengambilan dan implementasi suatu keputusan.
Stakeholder Pendukung “Sekunder”
Stakeholder pendukung “sekunder” ialah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan
secara langsung terhadap suatu kebijakan, program dan proyek tetapi memiliki kepedulian
“concern” dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap
masyarakat dan keputusan legal pemerintah. Yang termasuk dalam stakeholder pendukung
“sekunder” yaitu:
Lembaga “Aparat” pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab
langsung.
Lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara
langsung dalam pengambilan keputusan.
Lembaga swadaya masyarakat “LSM” setempat, LSM yang bergerak di bidang yang
bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki concern “termasuk
organisasi massa yang terkait”.
Perguruan tinggi yakni kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam
penmgambilan keputusan pemerintah serta pengusaha “Badan Usaha” yang terkait sehingga
mereka juga masuk dalam kelompok stakeholder pendukung.
Pengusaha “Badan Usaha” yang terkait.
4. Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal
pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud ialah unsur eksekutif sesuai
levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek
level daerah kabupaten. Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu:
Pemerintah kabupaten, DPR kabupaten, Dinas yang membawahi langsung proyek yang
bersangkutan.
Berikut ini beberapa cara menjaga norma etika bisnis yang baik sesuai dengan budaya
dan etika Bangsa Indonesia:
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main
curang dan menekan pihak lain serta menggunakan keuntungan tersebut walaupun
keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus
memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Sebagai
contoh dalam kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga
yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi
pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang
berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan
teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah
dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan
teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang
erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-
kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. 5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu
memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku
bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal
mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat
sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh)
karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi"
serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi
lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang
dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara
golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu
berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama
ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya
memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam
dunia bisnis.
8. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap
orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya
semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun
pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas
semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
9. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati.
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman
dan kenyamanan dalam berbisnis.
10. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif
yang berupa peraturan perundang-undangan.
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi”
terhadap pengusaha lemah.
6. ETHICAL DECISION MAKING: EMPLOYER RESPONSIBILITY AND EMPLOYEE
RIGHT
Kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain
kewajiban adalah suatu yang sepatutnya diberikan. Seorang filosof berpendapat bahwa selalu
ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban. Pandangan yang disebut “teori
korelasi” itu mengatakan bahwa setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain
dan sebaliknya setiap hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi
hak tersebut.
A. KEWAJIBAN KARYAWAN
Ada 3 kewajiban yang umum dari karyawan :
1. Kewajiban ketaatan
Bagi orang yang memiliki ikatan kerja dengan perusahaan, salah satu implikasi dari statusnya
sebagai karyawan adalah bahwa ia harus mematuhi perintah dan petunjuk dari atasannya.
Tetapi, karyawan tidak perlu dan malah tidak boleh mematuhi perintah yang menyuruh dia
melakukan sesuatu yang tidak bermoral. Selain itu karyawan tidak wajib juga mematuhi
perintah atasannya yang tidak wajar, walaupun dari segi etika tidak ada keberatan. Kemudian,
karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan,
tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati, ketika ia menjadi karyawan di
perusahaan itu.
2. Kewajiban konfidensialitas
Kewajiban konfidensialitas adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat
konfidensial dan kareana itu rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi.
Konfidensialitas berasal dari kata Latin confidere yang berarti mempercayai. Dalam konteks
perusahaan konfidensialitas memegang peranan penting. Karena seseorang bekerja pada
suatu perusahaan, bisa saja ia mempunyai akses kepada informasi rahasia. Sehingga tidak
perlu dipertanyakan lagi mengapa karyawan harus menyimpan rahasia perusahaan karena
alasan etika mendasari kewajiban ini yaitu bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi
rahasia itu. Membuka rahasia itu berarti sama saja dengan mencuri. Milik tidak terbatas pada
barang fisik saja, tetapi meliputi juga ide, pikiran, atau temuan seseorang. Dengan kata lain,
disamping milik fisik terdapat juga milik intelektual. Jadi, dasar untuk kewajiban
konfidensialitas dari karyawan adalah intellectual property rights dari perusahaan. Alasan
kedua adalah bahwa membuka rahasia perusahaan bertentangan dengan etika pasar bebas.
3. Kewajiban loyalitas
Kewajiban loyalitas pun merupakan konsekuensi dari status seseorang sebagai karyawan
perusahaan. Dengan mulai bekerja di suatu perusahaan, karyawan harus mendukung tujuan-
tujuan perusahaan, karena sebagai karyawan ia melibatkan diri untuk turut merealisasikan
tujuan-tujuan tersebut, dan karena itu pula ia harus menghindari segala sesuatu yang
7. bertentangan dengannya. Dengan kata lain, ia harus menghindari apa yang bisa merugikan
kepentingan perusahaan.
Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik kepentingan
artinya konflik antara kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Karyawan
tidak boleh menjalankan kegiatan pribadi, yang bersain dengan kepentingan perusahaan.
Karena bahay konflik kepentingan potensial itu, beberapa jenis pekerjaan tidak boleh
dirangkap.
Dalam konteks ini termasuk juga masalah etis seperti menerima komisi / hadiah selaku
karyawan perusahaan. Masalh komisi berkaitan erat dengan apa yang sekarang dikenal
sebagai triade “Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)”. Jalan keluar dari permasalahan ini
sebagian besar tergantung dari sikap yang diambil perusahaan bersangkutan. Begitupun
tantang hadiah yang diberikan oleh perusahaan / intansi lain kepada karyawan waktu
menjalankan tugasnya. Hal itu dimaksudakan untuk mempengaruhi karyawan tersebut. Jalan
keluarnya pun dengan membuat peraturan yang jelas dalam kode etik perusahaan / dengan
cara lain.
Selain memiliki kewajiban karyawan pun memiliki hak.Hak itu dicantumkan dalam kontrak
kerja, dimana pasti ada ketentuan bahwa karyawan wajib memberitahaukan satu, dua, tiga
bulan sebelumnya (tergantung posisinya dan kesulitan mencari pengganti), jika ia mau
meninggalkan perusahaan. Kewajiban loyalitas memang tidak meniadakan hak karyawan
untuk pindah kerja.
B. MELAPORKAN KESALAHAN PERUSAHAAN
Dalam etika, whistle blowing mendapat arti khusus yaitu menarik perhatian dunia luar
dengan melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Dalam rangka bisnis
whistle blowing dibagi menjadi whistle blowing internal dan whistle blowing eksternal.
Whistle blowing internal dimengerti pelaporan kesalahan di dalam perusahaan sendiri dengan
melewati atasan langsung. Sedangkan whistle blowing eksternal adalah pelaporan kesalahan
perusahaan kepada instansi di luar perusahaan, entah kepada instansi pemerintah atau kepada
masyarakat melalui media komunikasi.
Pelaporan kesalahan perusahaan itu dinilai dengan cara yang sangat berbeda. Di satu pihak
seorang whistle blower bisa dipuji sebagai pahlawan, karena ia menempatkan nilai-nilai
moral yang benar dan luhur di atas kesejahteraan pribadi. Dilain pihak justru disebut sebagai
penghianat, karena ia mengekspos kejelekan dari perusahaannya. Ia dianggap melanggar
kewajiban loyalitas dengan sangat merugikan kepentingan perusahaan.
Dari sudut pandang etika jelas bertentangan dengan kewajiban loyalitas. Kalau memang
diperbolehkan whistle blowing dapat dipandang sebagai pengecualian dalam bidang
kewajiban loyalitas. Dasarnya adalah kewajiban lain yang lebih mendesak. Jadi, kadang-
kadang mungkin ada kewajiban untuk melaporkan suatu kesalahan demi kepentingan orang
banyak. Meskipun sulit sekali untuk memastikan kapan situasi seperti itu secara obyektif
terealisasi. Pada kenyataannya hati nurani si pelapor harus memutuskan hal itu, setelah
8. mempertimbangkan semua faktor terkait. Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila
memenuhi syarat berikut :
1. Kesalahan perusahaan harus besar
2. Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar
3. Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi
pihak ketiga, bukan karena motif lain.
4. Penyelesdaiaan masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan
perusahaan dibawa keluar.
5. Harus ada kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.
Adanya whistle blowing selalu menunjukan bahwa perusahaan gagal dalam menjalankan
kegiatannya sesuai dengan tuntutan etika. Asalkan perusahaan mempunyai kebijakan etika
yang konsisten dan konsekuen, semua kesulitan sekitar pelaporan kesalahan tidak perlu
terjadi.
C. KEWAJIBAN PERUSAHAAN TERHADAP KARYAWAN
Berturut-turut akan dibicarakan tentang kewajiban perusahaan untuk tidak diskriminasi,
untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, untuk memberi imbalan kerja yang pantas
dan untuk tidak memberhentikan karyawan dengan semena-mena. Kewajiban perusahaan
biasanya sepadan dengan hak karyawan.
1. Perusahaan tidak boleh mempraktekan diskriminasi
Diskriminasi adalah masalah etis yang baru nampak dengan jelas dalam paro kedua dari abad
ke 20. Biasanya mengenai warna kulit dan gender (jenis kelamin). Di Indonesia diskriminasi
timbul berhubungan dengan status asli / tidak asli, pribumi / non-pribumi, dari para warga
negara dan agama.
a. Diskriminasi dalam konteks perusahaan
Istilah diskriminasi berasal dari bahas Latin “discernee” yang berarti membedakan,
memisahkan, memilah. Dalam konteks perusahaan diskriminasi dimaksudkan membedakan
antara pelbagai karyawan karena alasan tidak relevan yang berakar dari prasangka.
Membedakan antara karyawan tentu sering terjadi karena alasan yang sah. Dalam menerima
karyawan baru, perusahaan sering menentukan syarat seperti mempunyai pengalaman kerja
sekian tahun, memiliki ijazah S-1 (malah bisa ditambah dengan IPK minimal 2,75),
menguasai bahasa Inggris, baik lisan maupun tertulis dll. Dalam hal imbalan, bisa terjadi
bahwa suatu karyawan mendapat bonus akhir tahun karena lebih berprestasi daripada
karyawan lainnya. Hal-hal diatas adalah alasan yang relevan.
9. Bila beberapa karyawan diperlakukan dengan cara yang berbeda, karena alasan yang tidak
relevan. Biasanya alasan itu berakar dalam suatu pandangan stereotip terhdap ras, agama atau
jenis kelamin bersangkutan. Dengan kata lain, latar belakang terjadinya diskriminasi adalah
pandangan rasisme, sektarianisme / seksisme.
b. Argumentasi etika melawan diskriminasi
1) Dari pihak utilitarisme dikemukakan argumen bahwa diskriminasi merugikan
perusahaan itu sendiri. Terutama dalm rangka pasar bebas, menjadi sangat mendesak bahwa
perusahaan memiliki karyawan berkualitas yang menjamin produktivitas terbesar dan mutu
produk terbaik. Sumber daya manusia menjadi kunci dalam kompetisi di pasar bebas. Jika
perusahaan memperhatikan faktor-faktor lain selain kualitas karyawan ia bisa ketinggalan
dalam kompetisi dengan perusahaan lain. Karena itu perusahaan harus menghindari
diskriminasi demi kepentingannya sendiri.
2) Deontologi berpendapat bahwa diskriminasi melecehkan martabat dari orang yang
didikriminasi.Berarti tidak menghormati martabat manusia yang merupakan suatu
pelanggaran etika yang berat.
3) Teori keadilan berpendapat bahwa praktek diskriminasi bertentangan dengan
keadilan, khususnya keadilan distributif / keadilan membagi. Keadilan distributif menuntut
bahwa kita memperlakukan semua orang dengan cara yang sama, selama tidak ada alasan
khusus untuk memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda. Pikiran itu sudah dikenal
sebagai prinsip moral keadilan distributif.
c. Beberapa masalah terkait
Tidak bisa disangkal, penilaian terhadap diskriminasi bisa berubah karena kondisi historis,
sosial / budaya dalam masyarakat. Karena keterkaitan dengan faktor sejarah dan sosio-budaya
ini, masalah diskriminasi tidak bisa ditangani dengan pendekatan hitam putih. Artinya
tergantung dengan tempatnya sehingga bersifat relativitas.
Dalam konteks perusahaan, favoritisme dimaksudkan kecenderungan untuk
mengistimewakan orang tertentu (biasanya sanak saudara) dalam menyeleksi karyawan,
menyediakan promosi, bonus, fasilitas khusus dll. Seperti diskriminasi, favoritisme pun
memperlukan orang dengan cara tidak sama, tapi berbeda dengan diskriminasi, favoritisme
tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru prefensi dan bersifat positif
(mengutamakan orang-orang tertentu). Favoritisme terjadi, bila perusahaan mengutamakan
karyawan yang berhubungan famili, berasal dari daerah yang sama, memeluk agama yang
sama, dll. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa menghindari favoritisme selalu merupakan
pilihan terbaik dari sudut pandang etika. Dengan itu pula lebih mudah dihindari nepotisme,
yang bertentangan dengan keadilan distributif. Tetapi sulit untuk ditentukan pada saat mana
favoritisme pasti melewati ambang toleransi etika.
Untuk menanggulangi akibat diskriminasi, kini lebih banyak dipakai istilah affirmative action
“aksi afirmatif”. Melalui aksi itu orang mencoba mengatasi / mengurangi ketertinggalan
golongan yang dulunya di diskriminasi.
10. 2. Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja
a. Beberapa aspek keselamatan kerja
Keselamatan kerja dapat terwujud bilamana tempat kerja itu aman. Dan tempat kerja itu aman
kalau bebas dari risiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau
bahkan mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat.
Tempat kerja bisa dianggap sehat kalau bebas dari risiko terjadinya gangguan kesehatan /
penyakit.
Di Indonesia masalah keselamatan dan kesehatan kerja dikenal sebagai K3 dan banyak
perusahaan mempunyai Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3).
Sedangkan di Amerika Serikat didirikan Occupational Safety and Health Administration
(OSHA) untuk mengawaasi pelaksanaan UU yang bertujuan untuk to assure as far as possible
every working man and woman in the nation safe and healthful working conditions.
b. Pertimbangan etika
Tiga pendasaran segi etika dari masalah perlindungan kaum pekerja.
1) The right of survival (hak untuk hidup)
2) Manusia selalu diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai
sarana belaka.
3) Kewajiban etis harus sejalan dengan cost benefit analysis. Masyarakat sendiri dan
terutama ekonomi negara akan mengalami kerugian besar jika proses produksi tidak
berlangsung dalam kondisi aman dan sehat.
Kebebasan si pekerja adalah faktor yang membenarkan moralitas pekerjaan beresiko. Si
pekerja sendiri harus mengambil resiko dengan sukarela. Tetapi supaya si pekerja sungguh-
sungguh bebas dalam hal ini, perlu beberapa syarat :
1) Harus tersedia pekerjaan alternatif.
2) Diberi informasi tentang resiko yang berkaitan dengan pekerjaannya sebelum si
pekerja mulai bekerja.
3) Perusahaan selalu wajib berupaya, agar risiko bagi pekerja seminimal mungkin.
c. Dua masalah khusus
Si pekerja sendiri harus mengambil keputusan, setelah diberi informasi tentang risiko bagi
pekerja. Mereka sendiri harus mempertimbangkan kesejahteraan ekonomis mereka (gaji yang
lebih tinggi) dan resiko bagi keturunannya. Jika tidak sanggup bisa mengajukan permohonan
untuk dipindahkan ke bagian produksi lain dengan konsekuensi gaji yang lebih rendah.
Begitupun dengan kebijakan yang diterapkan suatu perusahaan, terkadang secara tidak
langsung terlihat memaksakan kepada para pekerja jika didukung juga oleh suasana resesi
ekonomi saat mencari pekerjaan lain menjadi sulit. Sehingga membuat para pekerja tidak
memiliki alternatif lain dan akhirnya bertahan dengan resiko yang tidak kecil.
11. 3. Kewajiban memberi gaji yang adil
Motivasi seseorang untuk bekerja tidak lepas dari untuk mengembangkan diri, memberi
sumbangsih yang berguna bagi pembangunan masyarakat namun yang sangat penting adalah
untuk memperoleh upah atau gaji. Namun dalam gerakan sosial zaman industri upah yang
adil sering menjadi pokok perjuangan yang utama.
a. Menurut keadilan distributive
Gaji / upah merupakan kasus jelas yang menuntut pelaksanaan keadilan, khususnya keadilan
distributif. Di kebanyakan negara modern, dilema antara liberalisme dan sosialisme ini
sekarang tidak dirasakan lagi. Tanpa banyak kesulitan, langsung diakui bahwa dalam
menentukan gaji yang adil, baik prestasi maupun kebutuhan harus berperan. Prinsip pertama
adalah bagian yang sama. Supaya adil, gaji semua karyawan memang tidak perlu sama, tetapi
perbedaan juga tidak boleh terlalu besar. Jelas pemerataan pendapatan adalah tuntutan etis
yang berkaitan dengan prinsip ini. Prinsip-prinsip hak, usaha dan kontribusi kepada
masyarakat ikut pula menentukan gaji yang adil. Dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia
masalah gaji yang adil disinggung juga. Adil tidaknya gaji menjadi lebih kompleks lagi, jika
kita akui bahwa imbalan kerja lebih luas daripada take home pay saja. Fasilitas khusus seperti
rumah, kendaraan, bantuan beras dll harus dipandang sebagai imbalan kerja. Lebih penting
lagi adalah asuransi kerja, jaminan kesehatan, prospek pensiun dll. Gaji yang relatif rendah
bisa mencukupi asalkan dikompensasi oleh jaminan sosial yang baik serta fasilitas-fasilitas
lain.
b. Tujuh faktor khusus
Berikut adalah usulan dari Thomas Garrett dan Richard Klonoski supaya gaji / upah itu adil /
fair :
1) Peraturan hokum.
Di sini yang paling penting adalah ketentuan hukum tentang upah minimum sebagai salah
satu perjuangan sosialisme dalam usahanya memperbaiki nasib kaum buruh. Adanya upah
minimum berarti bahwa kebutuhan diakui sebagai kriteria untuk menentukan upah.
2) Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu / daerah tertentu.
Dalam semua sektor industri, gaji / upah tidaklah sama. Karena itu rupanya suatu kriteria
yang baik adalah : gaji / upah bisa dinilai adil, jika rata-rata diberika dalam sektor industri
bersangkutan asalkan keadaan di sektor itu cukup mantap. Namun gaji yang sama belum
tentu menjamin daya beli yang sama. Karena perbedaaan daya beli itu di Indonesia upah
minimum ditetapkan sebagau upah minimum regional (UMR).
3) Kemampuan perusahaan.
Perusahaan kuat yang menghasilkan laba besar, harus memberi gaji yang lebih besar pula
daripada perusahaan yang mempunyai marjin laba yang kecil saja. Di sini berlaku pandangan
12. sosialistis tentang hak karyawan mengambil bagian dalam laba. Harus dinilai tidak etis, bila
perusahaan mendapat untung besar dengan menekan gaji karyawan.
4) Sifat khusus pekerjaan tertentu.
Beberapa tugas dalam perusahaan hanya bisa dijalani oleh orang yang mendapat pendidikan /
pelatihan khusus, kadang-kadang malah pendidikan sangat terspesialisasi. Kelangkaan tenaga
mereka boleh diimbangi dengan tingkat gaji yang lebih tinggi.
5) Perbandingan dengan upah / gaji lain dalam perusahaan.
Kalau pekerjaan tidak mempunyai sifat khusus, seperti menuntut pengalaman lebih ama /
mengandung resiko tertentu, maka gaji / upah harus sama. Sehingga berlaku prinsip equal
pay for equal work.
6) Perundingan upah / gaji yang fair.
Perundingan langsung antara perusahaan dan para karyawan merupakan cara yang ampuh
untuk mencapai gaji dan upah yang fair. Tentu saja, perundingan seperti itu menuntut
keterbukaan cukup besar dari pihak perusahaan. Lebih bagus bila perundingan gaji itu
dilakukan untuk suatu sektor industri sehingga dihasilkan kesepakatan kerja bersama.
7) Senioritas dan imbalan rahasia.
Senioritas sebagai kriteria untuk menentukan gaji karena dilihat dari pengalamannya bekerja
dengan waktu yang begitu lama dan kesetiaannya pada perusahaan, zaman sekarang sudah
tidak diperhitungkan lagi. Zaman modern sekarang lebih memperhatikan prestasi dan hak.
Pembayaran sama untuk pekerjaan yang sama memang dilatarbelakangi suasana modern itu
dan karenanya dapat di mengerti jika tekanan pada senioritas akan berkurang. Pembayaran
khusus / kenaikan gaji yang dirahasiakan terhadap teman-teman sekerja pun tidak etis karena
tidak mengadakan kontrol sosial dan akan merusak suasana kerja. Jelas, disini berlaku
prosedur yang terbuka dan demokratis untuk menjamin mutu etis sebuah sistem.
4. Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena-mena.
Menurut Garret dan Klonoski ada tiga alasan yang lebih konkrit untuk memberhentikan
karyawan, yaitu :
a. Majikan hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat
b. Majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya.
c. Majikan harus membatasi akibat negatif bagi karyawan sampai seminimal mungkin.
13. Contoh Kasus
Enron Corporation didirikan pada 1930 sebagai Northern Natural Gas Company, sebuah
konsorsium dari Northern American Power and Light Company, Lone Star Gas Company,
dan United Lights and Railways Corporation. Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada
akhir 2001, ketika terungkapkan bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung
terutama oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara
kreatif. Operasinya di Eropa melaporkan kebangkrutannya pada 30 November 2001, dan dua
hari kemudian, pada 2 Desember 2001, dunia ekonomi dikejutkan dengan berita yang berasal
dari kota minyak Houston di Texas, Amerika. Enron, perusahaan ketujuh terbesar di
Amerika, perusahaan energi perdagangan terbesar di dunia menyatakan dirinya bangkrut.
Saat itu, kasus itu merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan
4.000 pegawai kehilangan pekerjaan mereka, yang lebih mengejutkan lagi, kebangkrutan ini
disebabkan oleh kesalahan fatal dalam sistem akuntan mereka.
Selama tujuh tahun terakhir, Enron melebih-lebihkan laba bersih dan menutup-tutupi utang
mereka. Auditor independen, Andersen (yang dahulu dikenal sebagai Arthur Andersen),
dituding ikut berperan dalam "menyusun" pembukuan kreatif Enron. Lebih buruk lagi, kantor
hukum yang menjadi penasihat Enron, Vinson & Eikins, juga dituduh ikut ambil bagian
dalam korupsi skala dunia ini dengan membantu membuka partnership-partnership
kontroversial yang dianggap sebagai biang keladi dari kehancuran Enron. Terakhir, bank
investasi besar di Wallstreet seperti Salomon Smith Barney unit, Credit Suisse First Boston,
Merrill Lynch, Goldman Sachs, J.P. Morgan Chase and Lehman Bros, ikut meraup 214 juta
dolar AS dalam komisi sebagai penjual saham dan obligasi dari Enron.
Kejatuhan Enron bermula dari dibukanya partnership-partnership yang bertujuan untuk
menambah keuntungan pada Enron. Partnership-partnership yang diberi nama "special
purspose partnership" memang memiliki karateristik yang istimewa. Enron mendirikan
kongsi dengan seorang partner dagang. Partner dagang mereka biasanya hanya satu untuk
setiap partnership dan kongsi dagang ini menyumbang modal yang sangat sedikit, sekitar 3%
dari jumlah modal keseluruhan. Lalu mengapa Enron berminat untuk berpartisipasi dalam
partnership dimana Enron menyumbang 97% dari modal? Ternyata secara hukum perusahaan
di Amerika, apabila induk perusahaan berpartisipasi dalam partnership dimana partner
dagang menyumbang sedikitnya 3% dari modal keseluruhan, maka neraca partnership ini
tidak perlu dikonsolidasi dengan neraca dari induk perusahaan. Tetapi, partnership ini harus
dijabarkan secara terbuka dalam laporan akhir tahunan dari induk perusahaan agar pemegang
14. saham dari induk perusahaan maklum dengan keberadaan operasi tersebut, Lalu dari mana
Enron membiayai partnership-partnership tersebut?
Inilah hebatnya Enron. Enron membiayai dengan "meminjamkan" saham Enron (induk
perusahaan) kepada Enron (anak perusahaan) sebagai modal dasar partnership-partnership
tersebut. Secara singkat, Enron sesungguhnya mengadakan transaksi dengan dirinya sendiri.
Entah Enron berubah menjadi tamak atau kreativitas mereka semakin menjadi-jadi, Enron
tidak pernah mengungkapkan operasi dari partnership-partnership tersebut dalam laporan
keuangan yang ditujukan kepada pemegang saham dan Security Exchange Commission
(SEC), badan tertinggi pengawasan perusahaan publik di Amerika. Lebih jauh lagi, Enron
bahkan memindahkan utang-utang sebesar 690 juta dolar AS yang ditimbulkan induk
perusahaan ke partnership-partnership tersebut. Akibatnya, laporan keuangan dari induk
perusahaan terlihat sangat atraktif, menyebabkan harga saham Enron melonjak menjadi 90
dolar AS pada bulan Februari 2001.
Perhitungan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut, Enron telah melebih-
lebihkan laba mereka sebanyak 650 juta dolar AS. Bulan September 2001, pemerintah AS
mulai mencium adanya ketidakberesan dalam laporan pembukuan Enron. Satu bulan
kemudian, Enron mengumumkan kerugian sebesar 600 juta dolar AS dan nilai aset Enron
menyusut 1,2 triliun dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh
tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan
mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa
perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen. Yang
menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah Andersen, sebagai auditor independen yang
ditunjuk untuk memeriksa kesehatan dari pembukuan Enron mengetahui keberadaan
"akuntan kreatif" yang diterapkan Enron dan pura-pura tidak mengetahuinya?
Hukum perusahaan Amerika menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka Amerika, harus
diperiksa pembukuannya oleh auditor independen dari Certified Public Accounting Firm
(kantor akuntan bersertifikat). Di dunia ini ada lima kantor akuntan publik bersertifikat yang
sangat berpengaruh. Sedemikian besarnya lima kantor itu, sehingga mereka dikenal sebagai
The Big Five atau Lima Besar. Mereka adalah Price Waterhouse Coopers, Deloitte& Touche,
Ernst & Young, KPMG dan Andersen. Berbeda dengan negara industri besar lain seperti
Jepang dan Jerman, di Amerika selain mengaudit perusahaan-perusahaan besar terkemuka,
"Lima Besar" juga memberikan konsultasi yang bertujuan untuk memberi nilai tambah
15. terhadap perusahaan tersebut. Tidak jarang, "Lima Besar" menerima uang lebih banyak dari
jasa konsultasi daripada jasa audit, seperti kasus Enron di mana Andersen menerima 27 juta
dolar AS dari konsultasi dan 25 juta dolar AS dari audit. Akibatnya, timbul kesangsian akan
kejujuran dan kejernihan dari laporan audit mereka terhadap pumbukuanEnron. Yang lebih
mengejutkan dunia akuntan adalah peristiwa penghancuran dokumen yang dilakukan oleh
David Duncan, ketua partner dari Andersen untuk Enron. Panik karena menerima undangan
untuk diminta kesaksiannya di Dewan Perwakilan Rakyat Amerika (Congress), Duncan
memerintahkan anak buahnya untuk menghancurkan ratusan kertas kerja (workpapers) dan
e-mail yang berhubungan dengan-Enron. Kertas kerja adalah dukumen penting dalam dunia
profesi akuntan yang berhubungan dengan laporan keuangan dari klien. Secara umum,
setiap kertas kerja, komunikasi dan laporan keuangan harus
didokumentasikan dengan baik selama 6 tahun. Baru setelah 6 tahun, dokumen tersebut bisa
dihancurkan.
Peristiwa penghancuran dokumen ini memberi keyakinan pada publik dan Congress bahwa
Andersen sebenarnya mengetahui bisnis buruk dari Enron, tetapi tidak mau
mengungkapkannya dalam laporan audit mereka, karena mereka takut kehilangan Enron
sebagai klien.Korban pertama dari kehancuran Enron adalah ribuan pegawainya. Tidak hanya
mereka kehilangan pekerjaan, tetapi juga tabungan pensiunan mereka. Dalam hukum
perpajakan Amerika, setiap pekerja bisa menabung sebanyak-bayaknya 12,000 dolar AS
setahun dan tidak akan dikenai pajak. Baru ketika pekerja menginjak usia 60, ia berhak
mengambil dana tersebut dan membayar pajak seperti layaknya penghasilan biasa. Selama
berada dalam tabungan pensiunan, uang tersebut akan ditanamkan dalam bentuk saham dan
obligasi dengan harapan si penabung akan meraup bunga sebanyak-banyaknya bila ia siap
pensiun. Karena biasanya perusahan sendiri yang mengadministrasi tabungan pegawai-
pegawai mereka, perusahaan akan menanamkan uang tersebut dalam bentuk saham dan
perusahaan-perusahaan tersebut. Regulasi tabungan masa tua ini dikenal dengan nama
401(k), sesuai dengan pasal yang mengatur masalah hukum perpajakan untuk pensiunan
Enron juga menerapkan sistem ini dan menanamkan seluruh tabungan pensiunan dari
pegawai-pegawainya dalam bentuk saham perusahaan. Yang menyedihkan adalah kenyataan
saham Enron bernilai 80 dolar AS per lembar pada bulan Februari 2001 tetapi berharga hanya
26 sen per lembarnya saat perusahaan itu mengumumkan kepailitan Enron. Berarti, tabungan
dari para pegawai yang bekerja keras selama hidupnya bernilai kosong sekarang ini.Yang
lebih menyakitkan, para eksekutif Enron yang menerima saham Enron sebagai bagian dari
16. paket kompensasi mereka, dapat dengan leluasa menjual saham tersebut ketika saham itu
berharga 80 dolar AS selembarnya, membuat mereka menjadi para milarder. Perbedaan
penjualan saham ini disebabkan oleh peraturan perusahaan dan hukum perpajakan di
Amerika. Pada pekerja dipaksa untuk menahan saham-saham tersebut walaupun harganya
sudah jatuh, sedangkan para eksekutif berhak menjual saham tersebut kapan pun.
Pada hari Jumat, 24 Januari 2002 Clifford Baxter bekas wakil komisaris Enron bunuh diri
dengan menembak kepalanya. Polisi Houston menemukan mayat Baxter di dalam mobil
Mercedesnya yang diparkir di rumah mewahnya di Houston. Baxter sendiri telah resmi
berhenti bekerja untuk Enron pada bulan Mei 2001 karena tidak tahan melihat bisnis kerja
Enron yang tidak beretika. Polisi menegaskan bahwa Baxter, yang juga dinyatakan sebagai
terdakwa dalam puluhan kasus pengadilan yang diajukan pemegang saham Enron, dipanggil
oleh Congress untuk memberikan kesaksiannya. Tidak tahan dengan tekanan yang bertambah
setiap harinya, Baxter, walau banyak pihak yakin Baxter tidak akan dikirim ke penjara,
mengakhiri hidupnya dengan menyedihkan.
Keberanian akuntan-akuntan Andersen untuk "meridhoi" sistem pembukuan terpisah dari
Enron tidak berarti banyak bila Congress menyetujui pemisahan divisi "akunting/auditing"
dan "konsultasi" yang diterapkan oleh Lima Besar. Proposal pemisahan ini sudah diajukan
oleh bekas ketua komisi sekuritas dan perdagangan Amerika (Securities and Exchange
Commission) Arthur Levitt pada tahun 1999. Proposal itu ditolak mentah-mentah oleh
anggota Congress yang menerima bantuan finansial selama kampanye mereka dari Wall
Street dan Lima Besar. Bantuan finansial itu ternyata masih dalam limit yang legal. Dengan
demikian, Congress bisa bekerja lebih adil bila ada peraturan lebih ketat dalam penerimaan
bantuan kampanye dari perusahaan dan industri. Hal ini juga berlaku untuk Gedung Putih.
Walaupun sampai saat ini belum ada bukti keterlibatan Gedung Putih dengan kehancuran
Enron, jumlah uang kontribusi yang sangat besar dari Enron untuk sebuah partai atau seorang
calon politikus, cukup menarik kecurigaan dari publik.Enron adalah contoh dari bisnis yang
dibangun berdasarkan ilusi (House of cards). Hampir seluruhnya terbuat dari kebohongan
satu ditutupi dengan kebohongan yang lain. Sayangnya, banyak pihak yang rela ikut
berpartisipasi dalam drama besar ini karena mereka tahu bila kebohongan itu sudah terlalu
besar dan melibatkan hampir setiap orang, maka tidak ada pihak lain yang terlihat
"tidakberdusta". Dengan singkat, kisah Enron bisa diartikan sebagai perkawinan antara
ketamakan dari eksekutif perusahaan dan kehausan kekuasaan dari para politikus.Satu hal
yang harus disadari oleh setiap orang di seluruh dunia ialah kebijakan untuk mengambil
17. makna dari fiasko besar ini. Walaupun skandal Enron menyeret hampir seluruh jajaran
institusi terkemuka Amerika, kita tetap harus memiliki keyakinan (faith) bahwa masih lebih
banyak orang Amerika dan instituti-institusinya yang berpijak pada hukum dan norma yang
ada. Akuntan adalah salah satu profesi tertua dan paling konservatif di dunia, para akuntan
memegang teguh kode etika yang diterapkan dan mereka bangga akan kebersihan dari nama
baik akuntan yang sudah ratusan tahun umurnya. Pemerintah dan Congress Amerika, lengkap
dengan dinamika dan ketidak sempurnaannya, tetap harus dihargai sebagai salah satu badan
legislatif dan eksekutif yang paling terbuka dan paling efisien. Masih banyak anggota
kongres dan jajaran kabinet yang benar-benar bekerja untuk menjadikan Amerika sebagai
negara yang bersih dan teratur. Terakhir, walau dengan kehancuran dari perusahaan bernilai
66 triliun dolar AS, Amerika tetap harus diakui sebagai ekonomi terbesar di dunia. Pasar
bebas dan kapitalisme yang diterapkan di sana tetap berlaku sebagai sistem terbaik dari dunia
perdagangan dan finansial, karena level dari transparansi dan independen yang sangat tinggi.
Kesimpulan yang dapat diambil dari contoh kasus tersebut :
1. Pihak manajemen Enron telah melakukan berbagai macam pelanggaran praktik bisnis
yang sehat melakukan (Deception, discrimination of information, coercion, bribery) dan
keluar dari prinsif good corporate governance. Akhirnya Enron harus menuai suatu
kehancuran yang tragis dengan meninggalkan hutang milyaran dolar.
2. KAP Andersen sebagai pihak yang seharusnya menjungjung tinggi independensi, dan
profesionalisme telah melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari
tanggungjawab terhadap profesi maupun masyarakat diantaranya melalui Deception,
discrimination of information, coercion, bribery. Akhirnya KAP Andersen di tutup disamping
harus mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum.
Daftar Pustaka
http://abidshoftskill.blogspot.co.id/2015/04/kewajiban-karyawan-dan-perusahaan.html
Dalimunthe, Rita F. 2004. Etika Bisnis. Dalam Website Google: Etika Bisnis dan
Pengembangan Iptek.