Dokumen tersebut membahas tentang etika profesi khususnya dalam bidang procurement. Secara garis besar dibahas mengenai pengertian etika, profesi, etika profesi, kode etik, fungsi kode etik profesi, prinsip dan etika yang berlaku dalam procurement serta cara menangani konflik kepentingan.
BE & GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Ethics and Conflict of Interests Universitas Mercu Buana, 2017
1. Nama : Antoni Butarbutar (51116120011)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
Ethics and conflict of interests
Pengertian Etika
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang bearti adat
istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang
buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan sebagai
kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai yang mengenai yang
benar dan salah yang dianut masyarakat.
Pengertian Profesi
Profesi adalah suatu pekerjaan yang melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian
(expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian yang diperoleh dari
lembaga pendidikan khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung
jawabkan. Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut professional, sedangkan
professional sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan orang yang menyandang suatu
profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn
profesinya.
Pengertian Etika Profesi
Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan
untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan
keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap
masyarakat.
Kode etik profesi adalah system norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode
etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa
yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan jasa sebaik-baiknya
kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak
professional.
Pengertian Kode Etik
kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok
masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik
yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
2. Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan
suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman
berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional
Fungsi Kode Etik Profesi
Kode etik profesi itu merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang
professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari
kode etik profesi:
a) Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi
mampu mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
b) Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada
masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan
pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial).
c) Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan
etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada
suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi
atau perusahaan.
Prinsip, Kebijakan serta Etika Profesi dari Procurement
Prinsip Procurement
1. Efektif
Segala pekerjaan yang bersangkutan dengan pengadaan barang &
jasa haruslah dilakukan dengan efektif, dimana semuanya harus
sesuai dengan target yang telah ditetapkan. (efektif = melakukan
sesuatu yang benar)
2. Efisien
Kata efisien sering kita dengar, efisien ini memiliki arti bekerja “dengan” benar. Jadi segala sesuatu
pekerjaan pengadaan barang & jasa haruslah dikerjakan “dengan” benar, yaitu sesuai dengan SOP dan
ketentuan yang berlaku.
3. 3. Kompetitif
Kompetitif bisa dilihat dari proses tendering, dimana pada saat proses tendering haruslah kita
transparan dalam pengumpulan dokumen-dokumen yang bersangkutan. Sehingga pemenang tender
haruslah supplier / organisasi yang benar-benar berkompeten.
Kebijakan Procurement
1. Melakukan proses pengadaan barang & jasa dengan efektif dan efisien sehingga dapat memenuhi
kebutuhan perusahaan.
2. Melakukan pengadaan barang & jasa dengan system centralized procurement dimana keseluruhan
regulasi, intepretasi dan implementasi dijadikan satu panduan dalam pengadaan barang dan jasa
tersebut.
3. Melakukan proses pengadaan barang & jasa berdasarkan prinsip QCD (Quality, Cost dan Delivery).
4. Memprioritaskan supplier distributor resmi (produsen), dalam rangka untuk meminimalisasi cost.
5. Menciptakan iklim persaingan yang sehat, tertip serta terkendali dengan cara meningkatkan
transparansi dalam pelaksanaan pengadaan barang & jasa.
Etika Procurement
1. Menjunjung tinggi profesi pengadaan.
2. Melaksanakan prinsip pengadaan secara konsekuen dalam pengambilan keputusan secara terbuka,
transparan, efisien, efektif, tidak diskriminatif, persaingan sehatm akuntable dan kredibel.
3. Melakukan kegiatan sesuai peratutan, kaidah, kompetensi dan kewenangan.
4. Melakukan tugas dab tanggung jawab secara profesional, tertib, patuh dan taat asas.
5. Menegakkan kehormatan, integritas, kejujuran dan martabat profesi pengadaan.
6. Menghindari konflik kepentingan.
7. Tidak melakukan dan tidak kompromi terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme.
8. Memegang teguh rahasia jabatan.
9. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan (conflict of interest)
10. Mencegah dan menghindari praktik persaingan tidak sehat.
11. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang telah ditetapkan.
12. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan.
13. Menghargai hak para pihak.
14. Tidak menerima, tidak memberi, tidak meminta, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk
memberi imbalan atau menerima hadiah berupa apa saja kepada dan dari siapapun yang diketahui
dan patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang & jasa.
4. 15. Tidak memalsukan dokumen atau menggunakan dokumen yang tidak sah.
16. menghindari loyalitas ganda.
17. Tidak melakukan inside trading (praktik kepentingan bisnis pribadi dalam perusahaan).
18. Meningkatkan pengetahuan pribadi.
Konflik Kepentingan (Conflict of Interest)
Salah satu faktor penyebab korupsi adalah adanya konflik kepentingan yang dilakukan oleh para
Penyelenggara, baik swasta maupun penyelenggara Negara. Pemahaman yang tidak seragam
mengenai konflik kepentingan menimbulkan penafsiran yang beragam dan berpengaruh terhadap
performa kinerja para Penyelenggara. Untuk itu maka disusunlah Panduan Penanganan
Konflik Kepentingan ini dengan maksud untuk:
• Menyediakan kerangka acuan bagi penyelenggara swasta maupun negara untuk mengenal,
mengatasi dan menangani konflik kepentingan;
• Menciptakan budaya pelayanan publik yang dapat menangani situasi-situasi konflik kepentingan
secara transparan dan efisien tanpa mengurangi kinerja Penyelenggara swasta maupun Negara yang
bersangkutan;
• Mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di kalangan penyelenggara swasta maupun negara.
Apa yang Dimaksud dengan Konflik Kepentingan?
Konflik kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara swasta maupun negara yang
mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundangundangan memiliki atau
diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga
dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.
Bentuk-bentuk Konflik Kepentingan
Beberapa bentuk konflik kepentingan yang sering terjadi dan dihadapi oleh Penyelenggara Swasta
maupun negara antara lain adalah:
• Situasi yang menyebabkan seseorang menerima gratifikasi atau pemberian/penerimaan hadiah atas
suatu keputusan/jabatan;
• Situasi yang menyebabkan penggunaan asset jabatan/instansi untuk kepentingan pribadi/golongan;
• Situasi yang menyebabkan informasi rahasia jabatan/ instansi dipergunakan untuk kepentingan
pribadi/golongan;
5. • Perangkapan jabatan di beberapa lembaga/instansi/perusahaan yang memiliki hubungan langsung
atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan
untuk kepentingan jabatan lainnya;
• Situasi dimana seorang penyelenggara swasta maupun negara memberikan akses khusus kepada
pihak tertentu misalnya dalam rekrutmen pegawai tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya;
• Situasi yang menyebabkan proses pengawasan tidak mengikuti prosedur karena adanya pengaruh
dan harapan dari pihak yang diawasi;
• Situasi dimana kewenangan penilaian suatu obyek kualifikasi dimana obyek tersebut merupakan
hasil dari si penilai;
• Situasi dimana adanya kesempatan penyalahgunaan jabatan
• Post employment (berupa trading influence, rahasia jabatan);
• Situasi dimana seorang penyelenggara swasta maupun negara menentukan sendiri besarnya
gaji/remunerasi;
• Moonlighting atau outside employment (bekerja lain diluar pekerjaan pokoknya);
• Situasi untuk menerima tawaran pembelian saham pihak masyarakat,
• Situasi yang memungkinkan penggunaan diskresi yang menyalahgunakan wewenang.
Sumber Penyebab Konflik Kepentingan
Sumber penyebab konflik kepentingan antara lain adalah:
1. Kekuasaan dan kewenangan Penyelenggara Swasta maupun negara yang diperoleh dari prosedur
maupun peraturan perundangundangan;
2. Perangkapan jabatan, yaitu seorang Penyelenggara Swasta maupun negara menduduki dua atau
lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan
akuntabel;
3. Hubungan afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh seorang Penyelenggara Swasta maupun negara
dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan
pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya;
4. Gratifikasi, yaitu pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-
cuma dan fasilitas lainnya;
5. Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan
pelaksanaan kewenangan penyelenggara swasta maupun negara yang disebabkan karena aturan,
struktur dan budaya organisasi yang ada;
6. kepentingan pribadi (Vested Interest), yaitu keinginan/kebutuhan seorang penyelenggara swasta
maupun negara mengenai suatu hal yang bersifat pribadi.
6. Cara Mengatasi dan menangani Konflik Berorganisasi
Mengatasi dan Menangani Konflik
Kemampuan untuk menghadapi dan menangani konflik adalah salah satu kunci sukses manajerial
dalam satu organisasi. Kapan saja kita berharap membuat perubahan, pasti ada potensi terjadinya
konflik. Lagipula, kita tidak hanya harus menangani situasi dimana konflik antara diri kita sendiri dan
satu atau lebih anggota staff lainnya, tetapi juga terhadap waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan konflik atas diri kita atau, yang tersulit dari semuanya, untuk meletakkan arah tujuan
di antara ladang “perpolitikan” dimana dua dari pesaing kita atau atasan kita terjebak dalam
pergumulan ini.
Konflik, dalam arti sebenarnya, merupakan suatu perbedaan pendapat yang terjadi dari kemungkinan
dua atau lebih arah tujuan dan tindakan yang tidak hanya tidak dapat dihindari tapi juga sebagai suatu
hal yang patut diperhitungkan dalam hidup. Yang justru membantu kemungkinan-kemungkinan yang
berbeda yang sudah direncanakan sebagaimana mestinya, dan kemungkinan tujuan tindakan lainnya
yang mungkin diartikan secara umum dari beberapa pilihan tindakan yang sudah diuji pada tahap awal
sebelumnya atau bahkan sudah didiskusikan terlebih dahulu dari beberapa tindakan alternatif yang
sudah dikenal.
Kebanyakan konflik memiliki dua komponen yaitu rasional dan emosional, dan terletak di suatu
tempat di sepanjang dua gambaran antara konflik kepentingan di satu
sisi dan bentrokan kepribadian di sisi lain.
Contohnya, ketika seorang penjual rumah mencari harga tertinggi, sementara pembeli berharap bisa
membayar serendah mungkin.Ada juga gambaran konflik kepentingan antara atasan dan karyawan
tentang gaji. Dari kedua contoh kasus konflik di atas, adalah dari kedua belah pihak untuk
menyelesaikan konflik – sebaliknya, jika tidak, pihak pertama, pasti tidak akan tercapai target
penjualan yang diinginkan dan pasti juga tidak akan terjadi titik temu pada pihak kedua. Agar dapat
terjadi solusi negosiasi yang sesuai dan yang diinginkan, maka:
1. Mendengarkan dan memahami dari masing-masing kebutuhan (jangan buang-buang waktu
mengulang-ulang sudut pandang anda) – belajar untuk jujur – apa adanya.
2. Cari pertukaran; misalnya, adakah sesuatu yang bisa saya alihkan atau serahkan kepada pihak lain
yang artinya lebih pada pihak mereka daripada “memberatkan “(membebani )diri sendiri?
3. Fokus pada isu dan kenyataan, serta hindari menilai konflik sebagai sesuatu yang terlalu pribadi.
Namun, itu semua terlalu mudah bagi keinginan emosional
untuk'mengalahkan perusak' pikiran menyelinap masuk dan, setelah itu, mungkin juga menyebar
dari satu pihak ke pihak yang lain.
Beberapa konflik berakar pada kepribadian para ‘kontestan', misalnya, seorangintrovert
(tertutup) mungkin membenci perilaku flamboyan seorang ekstrovert (terbuka); atau dua wakil
kepala perusahaan dengan gaya manajemen yang berbeda mungkin merasa sulit untuk bisa saling
bekerja sama.
7. Konflik bisa berubah menjadi kekuatan yang membahayakan dan merusak ketika “kejayaan”
seseorang dipertaruhkan untuk memperoleh hasil. Konflik semakin berkembang, semakin
‘kejayaan(‘kemenangan”) dipertaruhkan. Semakin pahit konflik terjadi semakin sulit untuk mencapai
suatu pemecahan(hasil).Pengambilan keputusan menjadi “cacat’ karena tidak ada satu pihak pun
yang berani dan mau membuat satu konsesi karena takut( mungkin “dibenarkan”)bahwa hal tersebut
akan dimanfaatkan oleh pihak lain sebagai kemenangan dan jembatan untuk kemajuan lebih lanjut.
Pada dasarnya ada sikap yang mungkin yang dapat dipakai oleh para pihak dalam setiap konflik dalam
hal ini, didasarkan pada perubahan dari apakah mereka percaya bahwa mereka dapat
menghindari konfrontasi, dan apakah mereka percaya bahwa mereka dapat mencapai kesepakatan.
Sikap yang paling kondusif untuk menyelesaikan konflik, tentu saja, jika salah satu
pihak menyediakan waktu lebih mendalam pada pemecahan masalah, dan beberapa kompromi
cepat, atau memberi dan mengambil berbagai kemungkinan jawabannya.
Konflik harus diakui dan ditangani sedini mungkin. Jika Anda memiliki masalah dengan
seseorang, segera pergi untuk berbicara dengan dia, sebelum membangun kepahitan. Jika
kepahitan telah terjadi, anda perlu untuk memilih waktu terbaik; dan meluangkan waktu untuk
membuat segala sesuatu menjadi jelas bahwa Anda benar-benar berniat menyelesaikan konflik.
Beberapa teman dari kedua belah pihak mungkin diperlukan untuk bertindak sebagai
katalis(membantu/menengahi secara netral tanpa melibatkan diri terlalu dalam), untuk
meyakinkan kedua belah pihak bahwa niat tulus, dan atau bertindak sebagai
‘konsultan proses'mediator.
Dalam konflik antara beberapa anggota staf, terutama mereka yang melapor kepada Anda, pekerjaan
Anda sebagai seorang manajer, mungkin saja untuk melangkah sebagai 'konsultan proses', untuk
mencoba memahami sudut pandang masing-masing individu dan untuk membawa masing-
masing menjadi suatu pernyataan 'pemecahan masalah' pikiran. Mengatur tahap pertemuan
untuk menyelesaikan konflik, prinsip-prinsip berikut bisa dijadikan acuan diskusi seperti:
1. Setiap pihak saling berbicara satu dan lain, seterbuka mungkin tentang segala realitas-kenyataan
sesuai dengan permasalahan yang menjadi keprihatian dan perhatian mereka.
2. Meletakan tujuan, pandangan dan perasaan mereka, secara terus terang, tetapi tetap tenang,dan
hindarilah pengulangan yang merugikan.
3. Menempatkan konflik dalam konteks tujuan yang lebih tinggi demi kepentingan organisasi secara
keseluruhan.
4. Lebih memfokuskan diri pada langkah tindak lanjut berikutnya dari pada kejadian-kejadian yang
sudah lewat.
5. Mendengarkan; menyimak dari setiap pihak; dari setiap sudut pandang secara seksama yang
mencari pengertian. Meyakinkan bahwa pemahaman mereka sudah benar.
6. Mencoba untuk menghindari tindakan menyerang atau bertahan.
7. Mencoba membangun ide masing-masing.
8. percaya itikad baik masing-masing dan mencoba untuk bertindak dengan itikad baik.
8. 9. merencanakan beberapa tindakan yang jelas untuk mengikuti
pembahasan, menentukan siapa yang akan melakukan apa dan kapan.
10. Menetapkan tanggal dan waktu untuk meninjau kemajuan dan mempertahankan ini dari semua
biaya ataupun resiko.
Sejumlah struktur yang berguna dapat digunakan untuk membantu individu atau kelompok
untuk mengatasi keengganan menempatkan konflik 'pada tempatnya'. struktur ini memiliki
nilai ganda seperti:
1. Memungkinkan perasaan yang kuat dan prasangka yang timbul untuk diungkapkan dalam
bentuk yang lebih bersahabat daripada kata yang diucapkan. Perasaan menjadi
data faktual (meskipun mungkin menyakitkan);
2. Dan, Menjaga keseimbangan, seperti apa yang kita suka, apa yang kita tidak suka, apa yang kita
lakukan dan apa yang orang lain lakukan.
Menangani Konflik Organisasi
Konflik dan kegagalan(frustasi) sering menjadi pusat perhatian saat sekolah, perguruan tinggi atau
suatu departemen yang sedang berjalan. Setiap kasus konflik cenderung terjadi di setiap bentuk
organisasi, dan mereka bisa dianggap semakin kritis.
Seringkali tidak ada pendapat yang koheren tentang bagaimana sesuatu harus dilakukan – hanya
sikap negatif umum lainnya terhadap cara dimana hal-hal mesti dilakukan.
Hal ini bisa menjadi halangan bagi atasan, kepala departemen, dan timbul perasaan bahwa para staff
bekerja bukan untuk anda tetapi untuk melawan anda. Anda merasa salah paham karena seseorang
dan berusaha sendirian membuat organisasi bekerja sesuai keinginan anda. Anda mungkin, benar,
merasa perlu membawa kunci permasalahan kepada para staff guna menguji cara dimana sekolah
atau departemen beroperasi dan, dengan harapan, untuk mendapatkan komitmen; suatu bentuk
kesepakatan praktis. Masalahnya, adalah bahwa setiap pertemuan tersebut dapat turun ke
dalam kekacauan dengan semua argumen lama dan prasangka berlebihan.
Menyajikan sebuah struktur yang bisa membantu dalam penyaluran tinjauan
ulang praktis sekolah sebagai satu organisasi. Hal ini barangkali diubah agar sesuai dengan
keadaan tertentu, tetapi setiap perubahan yang dilakukan pasti selalu menyoroti isu-isu
kontroversial. “Tinjauan ulang sekolah’ menggunakan beberapa teknik yang mungkin bermanfaat:
1. Teori “gap” - meminta orang untuk menyatakan pandangan ideal mereka dan
membandingkannya dengan persepsi mereka yang sebenarnya(.' gap 'antara keduanya adalah apa
yang kemudian harus dijembatani)
2. Mengkategorikan dan mengukur pandangan dari apa yang salah dengan
memfokuskan analisis struktur laporan - selalu, tentu saja, dengan
kemungkinan merumuskan pernyataan kelompok yang tidak sesuai persis dengan salah
satu alternatif.
3. Mengkonkritkan seputar pernyataan kasus – kasus yang ditangani .
9. Untuk beberapa tinjauan sekolah adalah:
1. Memeriksa secara transparan dimana sekolah dan para staff-nya beroperasi.
2. Diagnosa masalah dan peluang untuk peningkatan.
3. Hasil dari diagnosa masalah dan peluang yang terjadi, tetapkan sasaran tujuan untuk
perbaikan organisasi.
4. Setelah tinjauan kedua, sebagai tinjauan hasil akhir, uji dan evaluasi setiap kemajuan dan
pencapaian organisasi.
Merupakan tanggung jawab bagi tim atas seperti wakil atasan dan kepala-kepala departemen untuk
mengatur tahap-tahap peninjauan(evaluasi/review). Sedangkan anggota kelompok yang lain,
tanggung jawabnya terutama kepada kelompok-kelompok senior, dalam organisasi agar bisa bebas
mencetuskan ide-ide proses mereka sendiri.
Salah satu akibat dari cara ini adalah untuk menarik keluar suasana panas dari pembicaraan yang
timbul dan memungkinkan untuk mendudukkan masalah untuk dibuat serasional mungkin bisa
diterima oleh semua pihak. Pasti selalu ada kekhawatiran bahwa seseorang akan terluka melalui
proses ini, khususnya bagi atasan yang merasa bertanggung jawab atas seluruh proses review yang
berlangsung. Untuk alasan inilah pentingnya bahwa rapat-rapat review harus dilakukan menyeluruh
mulai dari tingkat yang paling atas dari suatu kelompok unit kerja, dengan itikad baik, keinginan murni
untuk memahami perasaan setiap orang.
Penting juga, mungkin untuk melibatkan banyak pihak- atau banyak orang – untuk review semacam
ini. Dua belah pihak adalah ideal. Sekali pihak ketiga atau lebih terlibat, penanganan yang lebih besar
mesti dilakukan agar masalah yang timbul tidakmeningkat ketingkat yang lebih serius. Dalam rapat
melibatkan atasan, wakil kepala dan kepala-kepala departemen, ada resiko saling menyalahkan jika
komunikasi gagal disampaikan secara tepat dan proporsional.
Mencegah Konflik yang Tidak Perlu.
Perilaku tertentu besar kemungkinannya memprovokasi tingkat konflik yang tidak perlu terjadi. Untuk
meminimalisasi(mengurangi)akibat yang mungkin bisa merusak karena konflik yang terjadi, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Menjaga, mempertahankan sebanyak mungkin komunikasi dengan berbagai pihak yang terlibat,
dimana gagasan-gagasannya, kepentingan-kepentingannya atau perilaku-perilaku yang timbul, yang
bisa menjadi konflik bagi anda sendiri.
2. Jangan menunda pembicaraan untuk menuntaskan masalah, dengan harapan bahwa hal itu akan
hilang dengan sendirinya – yang biasanya justru akan membuatnya menjadi bertambah parah.
3. Menahan diri dari godaan untuk membicarakan orang dibelakang punggung mereka. Jangan
pernah mencoba membuat “sekelompok” pendapat sendiri. Bicarakanlah dengan pihak/orang lain.
10. 4. Jika anda melihat gejala atau tanda konflik antar departemen, coba untuk membuat proyek, dari
sumber-sumber yang netral dan peka, secara individu; diambil dari berbagai departemen yang ada,
yang bisa bekerja bersama-sama. Sebagai prinsip dasarnya, hal ini bagus dilakukan untuk mencegah
terciptanya batasan yang kaku antar departemen. Dimana ada kompetisi dari sumber-sumber langka
– akan jauh lebih membuahkan hasil jika bertanya antar departemen, untuk mempertemukan, untuk
memproses satu kebijakan dari kepala organisasi dan kepala departemen daripada melanjutkan
menggunakan cara-cara tradisional yang mengundang tuntutan atau gugatan dari tiap departemen,
dan demikian menutup tingkat perlawanan.
5. Hindari semua fenomena orientasi “menang-kalah’, dan dari semua itu coba untuk melihat dari
semua sudut perselisihan, mengingat hampir semua staff hanya akan berperilaku negatif, jika mereka
sudah merasa terancam atau “diserang”.
6. Hindari pengaturan situasi konflik melalui struktur ‘hadiah”, dan jika mereka sudah berada pada
situasi seperti itu, ubahlah. jika dua guru melihat diri mereka sebagai yang bersaing untukmendukung
Anda, banyak upaya mereka mungkin diarahkan ke kegiatan 'politik' dan mereka mungkin masing-
masing menjadi bulan-bulanan waktu untuk 'memamerkan' diri mereka di depan muka anda,
daripadamemahami dengan tenang dengan pekerjaan mereka yang sesungguhnya. Pastikan anda
melihat hasil kerja yang baik dan benar, daripada sanjungan atau sekedar ‘pamer’muka.
Satu-satunya cara untuk menjadi manajer konflik yang efektif; dari berbagai pihak dan konflik itu
sendiri antara masing-masing staff, yang perlu dilatih dan dikembangkan sikap dan perilaku tertentu
yaitu kontrol diri dan praktek nyata.
Pertama, kita perlu belajar menghadapi segala tantangan situasi, mampu berkata “TIDAK” ketika
perbedaan pendapat muncul. Kita mesti bisa menunjukkan dengan cara , sikap, perilaku kita sendiri
bahwa kita terbuka dengan berbagai kemungkinan alasan, pembicaraan-pembicaraan logis dan
pemecahan masalah.
Kedua, kita mesti bisa menyampaikan ide-ide kita dan perasaan-perasaan kita dengan jelas, singkat,
tenang, dan jujur.
Ketiga, kita perlu membangun kemampuan untuk mendengarkan, yang mencakup kemampuan
menunjukkan kepada seseorang bahwa kita mengerti/memahami apa yang sudah dikatakan, dengan
“memainkannya kembali”. Kita juga perlu belajar membangun kebiasaan bertanya daripada
memberikan atau membuat pernyataan, ingatlah bahwa seorang penjual produk atau penjual jasa
yang sukses, adalah mereka yang lebih banyak bertanya.
Keempat, kita butuh kemampuan dalam mengevaluasi segala hal, segala aspek permasalahan,
mengerti/memahami tekanan yang timbul dari pihak lain, yang mungkin ‘berputar-putar’ diluar batas
sudut pandang yang mungkin secara normal dapat kita ambil.
Yang terakhir, kita juga perlu belajar mengeluarkan pikiran; menumbuhkan tujuan bersama yang
seharusnya membantu tiap-tiap pihak diluar segala perbedaan yang ada diantara mereka, apakah itu
tentang metode yang digunakan untuk melihat pencapaian tujuan yang akan datang daripada
mempertahankan pertentangan-pertentangan yang sudah lewat