SlideShare a Scribd company logo
1 of 77
Download to read offline
JURNAL KEPENDIDIKAN INTERAKSI
Volume 9, Nomor 1, Januari 2014
Harsono Pembentukan Karakter melalui Pembelajaran Sastra 1-5
M. Khoiri Kesalahan Penanda Kohesi dalam Skripsi Mahasiswa 6-10
M. Tauhed
Supratman
Korupsi dalam Cerpen Indonesia
11-14
Yanti Linarsih Etika Tawar-Menawar di Pasar 15-21
Kusyairi Motivasi Belajar Intrinsik dalam Novel 22-27
Sri Indriati
Hasanah
Sumber Belajar Matematika dari Lingkungan Alam Sekitar
Berbasis Pondok Pesantren
28-31
Moh. Zayyadi Pengaruh Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir
Terhadap Hasil Belajar
32-34
Hasan Basri Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal Pemahaman
Konsep Pokok Bahasan Limit Fungsi Trigonometri Pada Siswa
Kelas XII IPA SMAN 5 Malang
35-39
Ukhti Raudhatul
Jannah
Strategi Pengajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Bilangan Bulat
40-43
Wildona Zumam Issues of Feminism in the Patriarchal Societies As Portrayed In The
Life of Madurese Women
44-46
Tjitra Ramadhani Laura’s Interpersonal Relationships with Men In “Goodnight &
Goodbye” By Timothy Harris
47-54
R. Agus
Budiharto
Moral Values Application in” Robinson Crusoe” by Daniel Defoe
55-61
Masyithah
Maghfirah Rizam
Perubahan Sosial Etnik Madura dalam Lirik Lagu
Kontemporer Berbahasa Madura
62-71
Rasyid
Arafiq
Analisis Kesalahan Siswa SMA dalam Menyelesaikan
Soal Matematika
72-75
1
1
PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI
PEMBELAJARAN SASTRA
Harsono
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura
Jalan raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan
email: hf.ayya@gmail.com
Abstrak: Hal yang paling mendasar dalam pembelajaran sastra adalah pendidikan karakter.
Pembelajaran apresisasi sastra diharapkan mampu memberikan pencerahan untuk
memunculkan karakter pada peserta didik. Melalui metode penelitian deskriptif kualitatif
dan menggunakan pendekatan hermeneutik diperoleh beberapa hasil. Pertama, secara hakiki
sastra merupakan media pencerahan jiwa dan pola pikir yang menjadi bagian mendasar di
dalam pendidikan karakter. Kedua, pembelajaran bersastra yang relevan untuk
pengembangan karakter adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik tumbuh
kesadaran untuk membaca dan menulis sebagai bagian terpenting dari prasyarat
pembentukan karakter. Ketiga, karya sastra yang dipandang relevan untuk pembentukan
karakter adalah bahasanya indah; mengharukan pembaca, membawakan nilai-nilai luhur
kemanusiaan; serta mendorong pembaca untuk berbuat baik kepada sesama manusia dan
makhluk lain. Ketiga hal tersebut digambarkan dalam novel Ranah 3 Warna Karya A.Fuadi.
.Kata kunci: pendidikan karakter, pembelajaran sastra, ranah 3 warna
PENDAHULUAN
Nilai pendidikan dalam sebuah karya
sastra berkaitan dengan penanaman nilai
pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang
tidak cukup hanya diperkenalkan oleh guru
dalam mata pelajaran saja tetapi guru harus
mengajarkan karakter dari segi pengetahuan,
perasaan, dan perilaku. Pendidikan karakter
membangun moral baik dari segi kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. Karya sastra
yang mengandung nilai pendidikan dan sarat
pendidikan karakter akan mampu memperluas
pemahaman, perasaan, dan sikap pembaca.
Noor (2011, 64:65) menyatakan bahwa karya
sastra mengandung penerapan moral dalam
sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai
dengan pandangan tentang moral. Melalui
cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh
itulah pembaca diharapkan dapat mengambil
hikmah dari pesan-pesan moral yang
disampaikan atau diamanatkan. Salah satu
bentuk karya sastra yang mengupas kehidupan
manusia dan masyarakat adalah novel. Salah
satu novel yang menggambarkan nilai
kehidupan berupa pendidikan karakter Ranah
3 Warna karya A. Fuadi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian deskriptif kualitatif dan
menggunakan pendekatan hermeneutik. Teori
hermeneutik yang dijadikan acuan dalam
penelitian ini adalah teori hermeneutik
Gadamer. Alasan yang mendukung
digunakannya hermeneutik sebagai rancangan
penelitian ini karena sumber data dalam
penelitian ini berupa teks. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-
kata, paparan kebahasaan yang berkaitan
dengan nilai-nilai pendidikan karakter yang
bersumber dari novel Ranah 3 Warna Karya A.
Fuadi.
HASIL
Dalam penelitian ditemukan nilai
pendidikan karakter novel Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi antara lain:
Pertama, secara hakiki novel Ranah 3
Warna merupakan media pencerahan jiwa dan
pola pikir yang menjadi bagian terpenting di
dalam pendidikan karakter. Hal ini didasarkan
pada nilai pendidikan karakter yang dimiliki
tokoh utama. Dengan kegiatan mengapresiasi
tokoh utama, dapat digunakan untuk bertukar
pikiran, perasaan, pendapat, imajinasi, dan
sebagainya sehingga terjadi kegiatan sambut-
menyambut antara penulis dan pembaca.
Kedua, novel Ranah 3 Warna dapat
dijadikan pembelajaran bersastra yang
relevan untuk pengembangan karakter. Hal
ini terungkap pada karakter tokoh utama
berupa karakter relegius , jujur, tanggung
jawab, percaya diri, berfikir logis, kritis,
kreatif, inovatif, cerdas , tangguh, ingin tahu,
2 | INTERAKSI. Volume 9, No. 1, Januari 2014, hlm 1-5
peduli, santun, dan demokratis, peduli
lingkungan dan nasionalis. Relevansi tersebut
bisa dilakukan dengan kegiatan bersastra yang
dilakukan serempak dengan kegiatan
merasa, berpikir, berimajinasi, dan
sebagainya. Kegiatan bersastra serta
kegiatan berbuat itu terjadi dalam konteks,
berupa tempat, waktu, dan suasana. Di
dalamnya terdapat tanah, air, udara, cahaya,
tumbuhan, binatang; manusia dengan
masyarakat dan budayanya, serta Tuhan dan
alam ciptan-Nya. Bagian-bagian yang ada di
dalam pembelajaran bersastra itulah yang
dimaksud dengan konteks-konteks belajar.
Ketiga, novel Ranah 3 Warna adalah
karya sastra yang dipandang relevan untuk
pembentukan karakter karena bahasanya
indah; mengharukan pembaca, membawakan
nilai-nilai luhur kemanusiaan; serta
mendorong pembaca untuk berbuat baik
kepada sesama manusia dan makhluk lain.
PEMBAHASAN
Nilai Pendidikan Karakter dalam
Hubungannya dengan Tuhan Yang Maha
Esa
Dalam hubungannya dengan Tuhan
Yang Maha Esa, nilai karakter yang terdapat
dalam novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi
adalah relegius. Relegius adalah sikap yang
berkaitan dengan nilai, pikiran, perkataan, dan
tindakan seseorang yang diupayakan
berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan
dan/atau ajaran agamanya (Kemendiknas,
2010:8). Tanda yang paling tampak bagi
seseorang yang beragama dengan baik adalah
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
dalam kehidupan sehari-hari, baik itu berupa
hubungan manusia dengan Tuhannya dan
hubungan manusia dengan makhluk ciptaan
lainnya. Dalam novel Ranah 3 Warna terdapat
35 data yang menunjukkan sikap religius,
salah satunya dapat dilihat dalam data berikut.
Ya Tuhan, aku berprasangka baik
untuk semua keputusanMu. Lambat
laun, hatiku menjadi sejuk dan
tenteram. Aku menengadah ke langit
Bandung yang kembali mendung sore
itu. Gerumbul awan sore di mataku
masih berbentuk benua
Amerika.Hanya Tuhan yang tahu apa
ini hanya akan jadi mimpi atau nanti
menjadi nyata. Biarkan Tuhan yang
memutuskan mana yang terbaik
untukku. Dia Maha Tahu, Dia Maha
Mengerti, Dia Maha Adil. Insya Allah,
Tuhan tahu yang terbaik buatku. Dan
sungguh Dia selalu memberi yang
terbaik (Fuadi, 2012:208).
Perwujudan nilai karakter relegius
tokoh utama adalah meyakini bahwa Allah
Maha Tahu apa yang diinginkan dirinya dan
tokoh utama meyakini bahwa Allah Maha
Mengerti. Tokoh utama meyakini bahwa Allah
Maha Adil. Dia menempatkan semua manusia
pada posisi yang sama dan sederajat. Tidak
ada yang ditinggikan hanya karena keturunan,
kekayaan, atau karena jabatannya. Dekat
jauhnya posisi seseorang dengan Allah hanya
diukur dari seberapa besar mereka berusaha
meningkatkan taqwanya. Semakin tinggi
taqwanya, semakin tinggi pula posisinya,
semakin mulia dan dimuliakan oleh Allah
SWT. Sehingga tokoh utama berkeyakinan
bahwa hanya Allah yang mengetui apa yang
terbaik pada dirinya.
Nilai Pendidikan Karakter dalam
Hubungannya dengan Diri Sendiri
Dalam hubungannya dengan diri
sendiri, nilai karakter yang terdapat dalam
novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi adalah
karakter jujur, tanggung jawab, percaya diri,
berfikir logis, berfikir kritis, berfikir kreatif,
berfikir inovatif, cerdas, tangguh, dan ingin
tahu. Paparan berikut hanya dituliskan nilai
karakter berfikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif ,dan cerdas. Karena kedua nilai
karakter tersebut sering muncul pada diri
tokoh utama.
Berfikir Logis, Kritis, Kreatif, dan Inovatif
Berfikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif adalah berfikir dan melakukan sesuatu
secara kenyataan atau logika untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dan
termutakhir dari apa yang telah dimiliki
(Kemendiknas, 2010:9). Dalam novel Ranah 3
Warna terdapat 23 data yang menunjukkan
k
ka
ar
ra
ak
kt
te
er
r berfikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif, salah satunya dapat dilihat dalam data
berikut.
Kalau aku masih ingin kuliah di
universitas negeri, aku harus
mengambil keputusan besar. Aku
akhirnya harus memilih dengan
realistis. Kemampuan dan waktu yang
Harsono, Pembentukan Karakter Melalui | 3
aku punya saat ini tidak cocok dengan
impianku. Dengan berat hati aku
kuburkan impian tinggiku dan aku
hadapi kenyataan bahwa aku harus
mengambil jurusan IPS. Selamat jalan,
ITB (Fuadi, 2012:10-11).
Data tersebut menggambarkan tokoh
utama yang mempunyai berfikir logis, kritis,
kreatif, dan inovatifnya dengan mampu
berfikir dan mengambil keputusan yang
diperoleh melalui analisa kemampuan dirinya
untuk masuk ke ITB. Tokoh utama mampu
berfikir realistis bahwa dirinya dengan waktu
yang sedikit tidak mungkin mengikuti ujian
masuk ITB. Dengan karakter berfikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatifnya dia harus
mengambil jurusan IPS daripada masuk
jurusan teknik ITB.
Cerdas
Cerdas adalah memiliki
perkembangan akal budi sempurna; dapat
berpikir, mengerti, memahami, dan merasa
segala sesuatu dengan sempurna serta dapat
mewujudkannya dalam perkataan dan atau
tindakan (Kemendiknas, 2010:9). Dalam novel
Ranah 3 Warna terdapat 15 data yang
menunjukkan karakter cerdas, salah satunya
dapat dilihat dalam data berikut.
Aku cepat-cepat memberi latar
belakang, ‘’ Pak Danang, tulisan ini
saya persiapkan dengan latar belakang
teoritis yang kuat yang saya pelajari di
kampus. Juga telah melalui sebuah
diskusi kritis dengan senior saya.
Intinya, saya punya argument ilmiah
bahwa kalau Palestina didukung
dengan tekanan diplomasi PBB dan
negara Arab, dan tidak ada halangan
dari Amerika Serikat, maka Palestina
akan berhasil menjadi negara yang
berdaulat(Fuadi, 2012:149).
Data tersebut menggambaran tokoh
tokoh utama mampu berargumentasi dan
meyakinkan Pak Danang agar tulisannya dapat
dimuat dengan menggunakan kata-kata yang
efektif. Dalam data tersebut tokoh utama
menggunakan Rational Persuasion: adalah
siasat meyakinkan orang lain dengan
menggunakan argumen yang logis dan
rasional. Tokoh utama meyakinkan Pak
Danang bahwa artikelnya layak dimuat dengan
argumentasi bahwa Palestina akan menjadi
negara yang berdaulat jika didukung dengan
diplomasi PBB dan negara dan tidak ada
halangan dari Amerika Serikat. Kemampuan
tokoh utama dengan rational persuasion
merupakan nilai pendidikan karakter cerdas
yang dimiliki tokoh utama.
Nilai Pendidikan Karakter dalam
Hubungannya dengan Sesama
Data nilai pendidikan karakter dalam
hubungannya dengan antar sesama berupa
karakter peduli, santun, dan demokratis.
Karakter santun dan demokratis merupakan
nilai pendidikan karakter yang sering muncul.
Santun
Santun merupakan kebiasaan
berperilaku sopan santun, berbudi bahasa halus
sebagai perwujudan rasa hormat kepada orang
lain (Gunawan, 2012:34). Dalam novel Ranah
3 Warna terdapat 1
18
8 data yang menunjukkan
karakter s
sa
an
nt
tu
un
n, salah satunya dapat dilihat
dalam data berikut.
Maaf, Den Kasep, bulan ini belum
belum dapat arisan. Mungkin bulan
depan ya,Dik,’’ kata Ibu Tin, seorang
istri jenderal dengan logat Sunda yang
halus. Ibu Tin salah satu langganan
terbaikku. Sebelumnya dia telah
membeli kain bordir kerancang dan
kapalo peniti, mukena, dan cairan
pembersih serbaguna.
‘’Terima kasih Bu. Bulan depan saya
kunjungi lagi, ‘’ kataku pamit (Fuadi,
2012:119).
Data tersebut merupakan gambaran
tokoh utama yang bertutur kata Ibu Tin
menurut norma yang berlaku dengan
mengucapkan terima kasih karena Ibu Tin
adalah langganan terbaik tokoh utama. Tutur
kata tokoh utama disampaikan dengan santun
dan tidak menyalahi prinsip kesantunan
berbahasa. Santun berbahasa merupakan salah
satu dari nilai pendidikan karakter yang
dimiliki tokoh utama.
Demokratis
Demokratis adalah cara berfikir,
bersikap dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain
(Gunawan:2012:34). Dalam novel Ranah 3
Warna terdapat 1
18
8 data yang menunjukkan
karakter d
de
em
mo
ok
kr
ra
at
ti
is
s, salah satunya dapat
dilihat dalam data berikut.
Aku mengeleng-geleng dan
mengacungkan jari.
4 | INTERAKSI. Volume 9, No. 1, Januari 2014, hlm 1-5
‘’ Rus, itu terlalu biasa. Aku usul kita
bikin sekalian yang benar-benar
monumental. Bagaimana kalau di
puncak tertinggi Saint-Raymond?
Namanya Mont Laura. Baru kemarin
aku meliput para atlet ski lokal yang
meluncur di puncaknya. Ada dataran
di puncak bukit itu yang sering dipakai
untuk kegiatan pramuka, lengkap
dengan tiang bendera. Dan ada jalan
mobil sampai pinggang bukit sehingga
tidak terlalu terjal untuuk mendaki,
‘’kataku (Fuadi, 2012:391).
Karakter tokoh utama demokratis
diwujudkan dengan mengusulkan
keinginannya melalui musyawarah dengan
teman-temannya dan tidak memaksakan
kehendaknnya kepada orang lain. Tokoh
utama mau menerima pendapat orang lain,
tidak memaksakan kemauan sendiri, berusaha
untuk memperoleh titik tengah bila terjadi
perbedaan pendapat.
Nilai Pendidikan Karakter dalam
Hubungannya dengan Lingkungan
Data nilai pendidikan karakter dalam
hubungannya dengan lingkungan berupa
karakter peduli lingkungan.
. P
Pe
ed
du
ul
li
i l
li
in
ng
gk
ku
un
ng
ga
an
n
merupakan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk meperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi dan selalu member bantuan bagi orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan
(Gunawan, 2012:34). Karakter peduli
lingkungan dalam Ranah 3 Warna
ditampakkan pada sikap dan perilaku tokoh
utama yang memperhatikan lingkungannya
seperti data berikut,
Sabtu pagi ini Ferdinand
membangunkan kami lebih awal untuk
bergotong royong. Dengan skop kami
menggali salju yang menutupi jalan
dari tangga rumah sampai ke jalan
besar. Ferdinand dan Mado
melambaikan tangan ke tetangga di
kiri-kanan yang juga sibuk bekerja
seperti kami (Fuadi, 2012:375).
Data tersebut menggambaran tokoh
utama yang peduli lingkungan dengan
menunjukkan kepedulian dan membantu
menggali salju. Banyanknya salju yang
turunyang menutupi jalan dari tangga rumah
sampai ke jalan besa menggerakkan tokoh
utama untuk membersihkannya. Sebagai
wujud karakternya. ia mempunyai tanggung
jawab terhadap lingkungannya .
Nilai Pendidikan Karakter dalam
Hubungannya dengan Kebangsaan
Data nilai pendidikan karakter dalam
hubungannya dengan kebangsaan berupa
karakter nasionalis .
. Nasionalis adalah cara
berfikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsanya (Gunawan, 2012:35).
Acara ditutup dengan Raisa tampil ke
depan. Seragam jas biru tua semakin
melengkapi aura percaya dirinya yang
besar. Dia mengayunkan kedua
tangannya, memimpin kami semua
melantunkan lagu Padamu Negeri.
Bait terakhir, ‘’bagimu negeri jiwa
raga kami…’’ kami nyanyikan
panjang dengan sepenuh hati.
Badanku rasanya ringan terbang
melayang , meresapi sensasi yang sulit
aku lukiskan. Bahkan ketika nyanyian
telah berakhir, di dadaku masih terus
bergaung lirik, ‘’bagimu negeri jiwa
raga kami…’’. Rasanya aku bahkan
siap mati demi bangsa ini (Fuadi,
2012:228).
Lirik ‘’bagimu negeri jiwa raga kami’’
membangkitkan karakter dan jiwa nasionalis
tokoh utama. Dia merasa siap mati demi
bangsa Indonesia. Gambaran karakter
nasionalis tokoh utama yang membumbung
tinggi tentang arti cinta tanah air. Dia siap
mengorbankan jiwa dan raganya untuk
Indonesia.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas
dapat disimpulkan bahwa novel Ranah 3
Warna karya A. Fuadi merupakan novel yang
bagus karena tidak hanya bersifat menghibur
saja tetapi juga memiliki nilai pendidikan
karakter yang tinggi.Hal ini didasarkan pada
tiga hal. Pertama, secara hakiki novel Ranah
3 Warna merupakan media pencerahan jiwa
dan pola pikir yang menjadi bagian
terpenting di dalam pendidikan karakter.
Karena tema utama yang diusung dalam
Harsono, Pembentukan Karakter Melalui | 5
novel tersebut adalah perjuangan Alif Fikri
dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
ada sehingga memunculkan nilai karakter
pada dirinya. Kedua, novel Ranah 3 Warna
dapat dijadikan media pembelajaran
bersastra yang relevan untuk
pengembangan karakter yang dengan sesuai
dengan tiga kriteria pemilihan bahan ajar
sastra yaitu, aspek bahasa, psikologis, dan
latar belakang budaya siswa. Ketiga, novel
Ranah 3 Warna adalah karya sastra yang
dipandang relevan untuk pembentukan
karakter karena bahasanya indah;
mengharukan pembaca, membawakan nilai-
nilai luhur kemanusiaan; serta mendorong
pembaca untuk berbuat baik kepada sesama
manusia dan makhluk lain.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah disajikan pada
bagian terdahulu, dapat disarankan bahwa
novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi
merupakan salah satu novel yang
mengandung nilai pendidikan karakter.
DAFTAR RUJUKAN
Fuadi,A. 2012. Ranah 3 Warna. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Gunawan, Heri, 2012. Pendidikan Karakter,
Konsep dan Implementasi. Bandung:
Alfabeta.
Muhlas, Samani dan Hariyanto, 2011. Konsep
dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung : Remaja Rosdakar
Namun, di sisi lain, di dalam novel
tersebut terdapat nilai-nilai karakter yang juga
penting untuk dikembangkan dalam diri
peserta didik yang masih sedikit dimunculkan
dalam novel, seperti karakter gemar
membaca. Karena karakter tersebut
merupakan karakter yang penting untuk
dikembangkan pada diri seseorang. Oleh
karena itu, perlu adanya upaya-upaya untuk
memunculkan lebih banyak tentang karakter-
karakter yang perlu dikembangkan tersebut di
dalam novel.
Noor, Rohinah M.2011. Pendidikan Karakter
Berbasis Sastra, Solusi Pendidikan
Moral yang Efektif. Yokyakarta: Ar
Ruz Media.
Surachmad, Winarno. 1990. Pengantar
Penelitian Ilmiah:Dasar Metode dan
Teknik. Bandung:Tarsito.
6
6
KESALAHAN PENANDA KOHESI DALAM SKRIPSI
MAHASISWA
M. Khoiri
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura
Jalan raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan
Abstrak; Penanda kohesi paragraf dalam skripsi mahasiswa sebagai karya ilmiah ternyata
kesalahannya masih ditemukan. Oleh karena itu diperlukan metode deskripsi untuk
mengungkapkan kesalahan-kesalahannya. Sehingga setelah dianalisis ditemukan (1) kesalahan
pengulangan disebabkan pemilihan kosa kata tidak tepat, (2) kesalahan penggantian
disebabkan penulis skripsi kurang teliti dan kurang cermat menggunakan kata ganti ataupun
kata tunjuk, dan (3) kesalahan kata/frase karena pengaruh bahasa percakapan yang tidak
baku dan juga penulis tidak cermat merangkai frase-frasenya.
Kata kunci: kesalahan, penanda kohesi, skripsi
PENDAHULUAN
Skripsi sebagai salah satu karya ilmiah
yang idealnya merupakan karya hasil
keterampilan menulis terbaik mahasiswa.
Penyusunannya harus mengikuti langkah-
langkah untuk mengorganisasi dan mengatur
gagasan melalui garis pemikiran yang
konseptual dan prosedural yang disepakati
oleh para ilmuwan. Dengan demikian, secara
kualitas baik isi maupun sistematikannya akan
menjadi cerminan intelektual mereka.
Skripsi adalah karya seorang ilmuwan
(yang berupa hasil penelitian) yang ingin
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni yang diperolehnya melalui
kepustakaan, kumpulan pengalaman,
penelitian, dan pengetahuan orang lain
sebelumnya. Sehingga bukan sekedar
pertanggungjawaban peneliti dalam
penggunaan sumber daya (uang, alat, dan
bahan) yang digunakan dalam penelitian
(Dwiloka, 2005:2).
Selain itu, penulis karya ilmiah juga
harus memerhatikan penguasaan bahasa.
Aspek-aspek penguasaan bahasa meliputi:
pertama, penguasaan secara aktif sejumlah
besar perbendaharaan kata (kosa kata) bahasa.
Kedua, penguasaan kaidah-kaidah sintaksis
bahasa itu secara aktif. Ketiga, kemampuan
menemukan gaya yang paling cocok untuk
menyampaikan gagasan-gagasan. Keempat,
tingkat penalaran (logika) yang dimiliki
seseorang.
Selanjutnya, hal yang dilakukan
penulis adalah menyatukan kalimat-kalimat
yang baik menjadi satu kesatuan pikiran yang
disebut paragraf. Yakni, himpunan dari
kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu
rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan.
Hal ini dilakukan karena pembentukan
paragraf sekurang-kurangnya mempunyai
tujuan; memudahkan pengertian dan
pemahaman dengan menceraikan suatu tema
dan tema yang lain, dan (2) memisahkan dan
menegaskan perhentian secara wajar dan
formal, untuk memungkinkan kita berhenti
lebih lama daripada perhentian pada akhir
kalimat (Keraf, 2004:69-70).
Meskipun demikian, paragraf yang
baik harus memenuhi beberapa syarat, di
antaranya adalah kepaduan bentuk (kohesif)
dan kepaduan makna (koheren). Paragraf yang
baik adalah paragraf yang semua unsur
kebahasaannya menjamin kepaduan bentuk
bagi keberadaan paragraf itu. Kalimat-kalimat
dan unsur-unsur kebahasaan lainnya menjamin
keberadaan paragraf itu. Adapun kepaduan
makna di dalam sebuah paragraf ditunjukkan
dengan kehadiran ide dan pikiran yang satu
dan yang tidak terpecah-pecah di dalam
paragraf itu (Rahardi, 2009:117).
Berkaitan dengan uraian di atas,
penulis telah melakukan penelitian di kampus
Universitas Madura Pamekasan. Penelitian ini
berkaitan dengan dua hal, yakni paragraf dan
skripsi. Tentang paragraf, hal-hal yang akan
7 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 6 - 10
dikaji adalah tentang beberapa penanda kohesi
paragraf. Adapun tentang skripsi, salah satu
bagian yang akan diteliti adalah bagian latar
belakang pada bab pendahuluan. Sehingga
penelitian ini difokuskan pada permasalahan
tentang penggunaan penanda kohesi paragraf
dalam skripsi mahasiswa nonbahasa di
Universitas Madura Pamekasan, baik
kesalahan pengulangan, kesalahan
penggantian, maupun kesalahan kata atau frase
transisinya.
Berdasarkan permasalahan di atas,
secara umum penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan secara obyektif tentang
kesalahan penanda kohesi paragraf dalam
skripsi mahasiswa nonbahasa Universitas
Madura Pamekasan, baik kesalahan
pengulangan, kesalahan penggantian, maupun
kesalahan kata atau frase transisinya. Dengan
demikian, hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan baik secara teoritis (bagi
pengembangan ilmu linguistik (untuk
mendukung teori tentang menulis skripsi))
maupun praktis, yakni untuk (1) peserta didik
yakni dalam pengajaran bahasa Indonesia,
khususnya penulisan karya ilmiah (skripsi), (2)
pendidik dalam memberikan pemahaman bagi
peserta didik bahwa menulis skripsi harus
mematuhi kaidah penulisan bahasa secara baik
dan benar, (3) bagi mahasiswa sebagai
tambahan wawasan dalam mendalami ilmu
linguistik, dan (4) bagi lembaga pendidikan
sebagai tambahan bahan bacaan atau referensi
perpustakaan dan pengembangan bahan ajar.
METODE
Pendekatan penelitian dilaksanakan
berdasarkan teknik sampling yakni,
merupakan penelitian dengan pendekatan
sampel. Dengan pendekatan ini peneliti akan
menajamkan pembahasan pada sampel yang
akan diteliti, yakni skripsi mahasiswa
nonbahasa di Universitas Madura Pamekasan;
khususnya pada subjudul latar belakang.
Selain itu, penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan rancangan penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif. Sehingga
peneliti melakukan analisis dokumen
(documentary analysis) yakni, peneliti bekerja
secara objektif dan sistematis untuk
mendeskripsikan data yang berupa kesalahan-
kesalahan penanda kohesi pada latar belakang
dalam skripsi mahasiswa nonbahasa di
Universitas Madura Pamekasan.
Penelitian ini dilaksanakan di
Universitas Madura Pamekasan. Hal ini
disebabkan perguruan tinggi ini dapat
dijangkau oleh peneliti baik dari segi jarak,
biaya, waktu dan ketersediaan data. Adapun
waktu yang ditempuh untuk melakukan
penelitian adalah semester genap tahun
akademik 2012/2013. Sedangkan sumber data
yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah skripsi mahasiswa nonbahasa di
Universitas Madura Pamekasan tahun
akademik 2011/2012. Teknik pengambilan
sampel dilakukan peneliti dengan sampel
bertujuan (purposive sample).
Peneliti mengambil sampel skripsi
mahasiswa nonbahasa sebanyak 16 buah
dengan rincian: Fakultas Hukum sebanyak 2
buah, Fakultas Ekonomi sebanyak 4 buah
(Jurusan Manajemen dan Jurusan Akuntansi),
Fakultas Ilmu Administrasi sebanyak 2 buah,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
sebanyak 2 buah (Jurusan Matematika),
Fakultas Pertanian sebanyak 2 buah, dan
Fakultas Teknik sebanyak 4 buah (Jurusan
Teknik Sipil dan Jurusan Informatika).
Adapun Prosedur pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dalam dua
tahap, yakni persiapan dan pelaksanaannya.
Dalam tahap persiapan, peneliti
mempersiapkan instrumen penelitian yang
digunakan. Sedangkan dalam tahap
pelaksanaannya, peneliti menggunakan atau
mengoperasionalkan instrumen pengumpulan
data yang telah dipersiapkan sebelumnya.
HASIL PENELITIAN
Sesuai dengan jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini, yakni 16 buah
skripsi. Skripsi ini diambil dari masing-masing
program studi sebanyak 2 buah. Selain itu,
yang menjadi kriteria untuk kelayakan skripsi
ini untuk diteliti adalah skripsi yang ditulis
oleh mahasiswa terbaik pertama dan kedua di
masing-masing program studi pada tahun
kelulusan/wisuda tanggal 9 Pebruari 2013.
Dalam penelitian ini peneliti
menemukan beberapa hal yang berkaitan
dengan kesalahan penanda kohesi. Pertama,
kesalahan penanda kohesi pengulangan,
misalnya ‘Gerakan KB Nasional’ sebagaimana
Khoiri, Kesalahan Penanda Kohesi Dalam Skripsi | 8
dalam kutipan “Gerakan KB Nasional” telah
mempunyai landasan hukum yang kokoh
berupa Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992
tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera.” Penanda ini
digunakan untuk menyatakan hubungan
dengan kalimat/paragraf sebelumnya. Namun,
yang diulang bukan kata ‘gerakan’ tetapi
‘program’. Oleh karena itu, agar tampak
kohesif lebih baik kata’gerakan’ diubah
dengan kata ‘program’. Sehingga penulisannya
menjadi “Program KB Nasional telah
mempunyai landasan hukum yang kokoh
berupa Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992
tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera.”
Kedua, kesalahan penanda kohesi
penggantian, baik berupa kata tunjuk maupun
kata ganti, berupa “kita, tersebut, di mana, di
tengah, pada awalnya sepenuhnya, di masa
lalu, angka ini, mengubah arah, semua, di
mana, -nya, selama ini, di antaranya, -nya,
pimpinan, mereka, fungsi tersebut, pimpinan
atau manajer, mereka para karyawannya,
tersebut, output pengeluaran, itu dengan,
keempat kelompok, empat, di samping, maka
dari ini, kelompok yang pertama, pada, standar
akuntansi ini, pemerintah ini, keduanya, semua
aspek, balita ini. Sebagai contoh dalam kutipan
“Hal tersebut yang mendasari penulis dalam
menyusun tugas akhir pembuatan aplikasi
sistem pendukung keputusan gizi pada balita
ini.” Kata ‘ini’ dalam kalimat tersebut tidak
tepat dikarenakan tidak ada referensi atau
rujukan secara langsung pada anak atau benda
yang sesuai untuk menyatakan hubungan
dengan kata ‘ini’. Sehingga kata ini lebih baik
dihilangkan. Dalam hal ini penulisannya “Hal
tersebut yang mendasari penulis dalam
menyusun tugas akhir pembuatan aplikasi
sistem pendukung keputusan gizi pada balita.”
Ketiga, kesalahan penanda kohesi kata
atau frase transisi, berupa dan, juga, yang, baik
... dan, tidak lagi ... melainkan, yang, jika,
antara lain adalah, ikut, selama ini, sampai
dengan saat ini, tidak dapat dipungkiri lagi,
sedangkan, meskipun, berkaitan pula, sejak,
seperti, namun, disebabkan karena, padahal,
tetapi, daripada, bila, dari, menyebutkan,
kemudian, antara, dan, baik itu ... dan juga,
kembali, sebenarnya, namun dari ...
melainkan, sebagai, dan, menyangkut,
sebenarnya, apabila ... berarti, mungkin,
adalah, oleh, apabila...justru, diperlukan,
kemudian, atau dan, oleh, sementara, tidak
semata-mata, dari, sehingga, yang sudah, agar
mampu, meski ... sekalipun, semakin
meningkat pula, yang, khususnya...,
apabila...berarti, sebagai, jika..berarti, yang,
maupun, sebagai, selanjutnya, apabila...maka,
baik...sampai, dari, adalah...ternyata, hingga,
sampai-sampai, kalau, yang, dari, sudah
barang tentu. Sebagai contoh dalam kutipan
“Perubahan itu dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, baik
kualitas dalam materi pelajaran, pendidik dan
peserta didik.” Penanda ini kurang tepat
penggunaannya jika yang dimaksudkan untuk
menyatakan perbandingan. Oleh karena itu
lebih baik digandengkan dengan yang lain,
yakni ‘maupun’. Sehingga penulisannya
menjadi “Perubahan itu dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, baik
kualitas dalam materi pelajaran, pendidik
maupun peserta didik”.
PEMBAHASAN
Pembahasan tentang kesalahan
penggunaan penanda kohesi yang terdapat
pada latar belakang skripsi mahasiswa
nonbahasa Universitas Madura Pamekasan
meliputi: (1) kesalahan penggunaan penanda
kohesi pengulangan (repetisi), (2) kesalahan
penggunaan penanda kohesi penggantian
(substitusi), dan (3) kesalahan penggunaan
penanda kohesi kata atau frase transisi
(konjungsi). Berikut ini adalah penjelasan
masing-masing.
Kesalahan Penggunaan Penanda Kohesi
Pengulangan
Penanda kohesi pengulangan (repetisi)
dapat berupa pengulangan bentuk dasar utuh,
sebagian, dan sinonim (Rani, 2007:25).
Berdasarkan pada hasil temuan penelitian,
hanya terdapat sebuah pengulangan sebagian,
yaitu ‘gerakan KB nasional’. Bentuk ini
merupakan pengulangan dari bentuk dalam
paragraf sebelumnya yaitu ‘program KB
nasional’. Bentuk kesalahan seperti ini dapat
terjadi dikarenakan misalnya penulis skripsi
cenderung menyamakan antara kata ‘gerakan’
dan ‘program’ yang dalam hal ini jelas
keduanya berbeda. Ada kemungkinan bahwa
penguasaan kosa kata yang dimiliki penulis
skripsi masih terbatas.
9 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 6 - 10
Kesalahan Penggunaan Penanda Kohesi
Penggantian
Penanda kohesi penggantian biasanya
berupa kata ganti (orang dan milik) dan kata
tunjuk (Rani, 2007:26). Berdasarkan pada
temuan penelitian terdapat beberapa kesalahan
penanda kohesi kedua bentuk ini. Pertama,
kesalahan penanda kohesi kata ganti (orang
dan milik) misalnya ‘kita’. Kata ini biasanya
digunakan untuk menyatakan yang berbicara
bersama dengan orang lain termasuk yang
diajak bicara, namun dalam hal ini penulis
tidak menjelaskan siapa yang diajak bicara.
Sehingga kata ini tidak jelas rujukannya.
Menurut hemat peneliti bahwa bentuk kata
ganti pertama jamak ini ditunjukan untuk guru.
Adapun kesalahan kata ganti milik orang
ketiga misalnya ‘-nya’ terjadi karena penulis
tidak cermat bahwa sebelum kata ini
digunakan terdapat beberapa pihak yang
berkaitan yakni ‘masyarakat, perorangan, atau
badan usaha’. Sehingga yang digunakan
seharusnya berbentuk jamak dan tidak
berbentuk tunggal.
Kedua, kesalahan penanda kohesi
penggantian berupa kata tunjuk misalnya, kata
‘pembelajaran tersebut’. Kata ini biasanya
digunakan untuk menyatakan hal yang telah
disebutkan sebelumnya. Namun, peneliti tidak
menemukan hal yang dapat dijadikan rujukan
pada sebuah proses pembelajaran atau jenis
pembelajaran dalam kalimat atau paragraf
sebelumnya.
Kesalahan Penggunaan Penanda Kohesi
Kata atau Frase Transisi
Menurut Rani (2007:26-32), penanda
kohesi yang berupa kata atau frase transisi ini
dapat dikelompokkan menjadi bentuk
tambahan (aditif), pertentangan (kontras),
perbandingan (komparatif), sebab-akibat
(efek), waktu (kronologis), ringkasan dan
simpulan, urutan proses dan rincian, misalan
atau contoh, dan keragu-raguan (dubitatif).
Berdasarkan temuan penelitian, pertama,
kesalahan berupa tambahan (aditif) ini
misalnya ‘dan’. Kata ‘dan’ biasanya digunakan
untuk penghubung satuan bahasa (kata, frasa,
klausa, dan kalimat) yang setara. Namun
dalam kalimatnya penanda ini tidak tepat
karena antara klausa pertama dan kedua tidak
setara.
Kedua, kesalahan penanda kohesi kata
atau frase yang berupa pertentangan misalnya
‘tetapi’. Kata ‘tetapi’ biasanya digunakan
untuk menyatakan hal yang bertentangan atau
tidak selaras. Namun, penanda ini
penggunaannya tidak tepat karena tidak ada
rujukan atau hal yang dapat dihubungkan
secara pertentangan dengan penanda ini baik
dalam kalimat maupun paragraf sebelumnya.
Ketiga, kesalahan penanda kohesi kata
atau frase berupa perbandingan (komparatif)
misalnya ‘daripada’. Penanda ‘daripada’
biasanya digunakan untuk membandingkan
antara satu hal dengan hal yang lain. Namun,
kesalahan yang terjadi dalam kalimatnya ialah
ternyata peneliti tidak menemukan hal-hal
yang diperbandingkan baik dalam kalimat
maupun paragraf sebelumnya.
Keempat, kesalahan penanda kohesi
kata atau frase berupa efek (sebab-akibat)
misalnya ‘disebabkan karena’. Penanda ini
tidak tepat karena antara kata ‘disebabkan’ dan
‘karena’ memiliki arti yang sama. Adapun
dalam penulisannya tidak boleh dituliskan
secara bersama karena akan akan merusak
struktur kalimat dan terjadi pemborosan kata.
Selain penggunaan kata atau frase di
atas, kesalahan penggunaan penanda kohesi
yang berupa bentuk persyaratan juga sering
ditemukan. Misalnya ‘apabila...berarti’.
Bentuk frase ini tidak tepat karena kedua kata
ini memiliki makna yang tidak cocok untuk
dipadukan. Ketidakcocokannya adalah kata
‘apabila’ berarti jika atau kalau, sedangkan
‘berarti’ dapat dipahami sebagai ‘sama halnya
atau mengandung maksud.
Berdasarkan pembahasan di atas,
peneliti dapat mendeskripsikankan secara
umum bahwa kesalahan bentuk-bentuk
penanda kohesi dalam skripsi mahasiswa
nonbahasa Universitas Madura Pamekasan
dapat berupa dalam kalimat (intrakalimat),
antarkalimat, korelatif (bentuk frase),
preposisi, maupun pengacuan. Pertama,
kesalahan yang berupa intrakalimat seperti:
hingga, sejak, jika, dan sebagainya. Kedua,
kesalahan berupa antarkalimat seperti:
selanjutnya, selain itu, kemudian, dan
sebagainya. Ketiga, kesalahan yang berupa
korelatif seperti: bukan hanya, .melainkan
juga, demikian, sehingga, dan sebagainya.
Keempat, kesalahan penanda kohesi berupa
preposisi seperti: pada, di tengah, di samping,
Khoiri, Kesalahan Penanda Kohesi Dalam Skripsi | 10
oleh, sampai, dan sebagainya. Kelima,
kesalahan penanda kohesi berupa teknik
pengacuan seperti: itu, begitu, tersebut, -nya,
dan sebagainya.
SIMPULAN
Kesimpulan penelitian ini adalah (1)
kesalahan penanda kohesi pengulangan
(repetisi) terjadi karena pemilihan kosa kata
tidak tepat dalam merangkai penanda kohesi
dan jenis pengulangan yang salah. (2)
kesalahan penanda kohesi penggantian
(substitusi) terjadi karena penulis skripsi
kurang teliti dan kurang cermat dalam
memahami penggunaan kata ganti ataupun
kata tunjuk. (3) kesalahan penanda kohesi kata
atau frase (konjungsi) sar terjadi karena
DAFTAR RUJUKAN
Andriani, Durri, dkk.. 2011. Materi Pokok
Metodologi Penelitian 1-6. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Manajemen
Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian (Suatu Pendekatan
Praktik). Jakarta: Rineka Cipta.
Busri, Hasan. 2007. Bahasa Indonesia untuk
Penulisan Karya Ilmiah; Bahan
Pengayaan untk Matakuliah Bahasa
Indonesia Keilmuan. Malang:
Universitas Islam Malang.
Djajasudarma. 2006. Bahasa Indonesia
Perguruan Tinggi. Jakarta: Gramedia.
Dwiloka, Bambang dan Rati Riana. 2005.
Teknik Menulis Karya Ilmiah: Skripsi,
Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, dan
Laporan Penelitian. Jakarta: Rineka
Cipta.
Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Sebuah
pengantar Kemahiran Berbahasa.
Ende: Nusa Indah.
Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa:
Tahapan Strategi, Metode, dan
Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
pengaruh bahasa percakapan sehingga banyak
kata/frase yang tidak tepat penggunaannya
sehingga menjadikan kosa kata tidak baku
dalam karya ilmiah (skripsi) dan juga
disebabkan penulis tidak cermat dalam
merangkai frase-frasenya dan cenderung tidak
memperhatikan makna dan fungsi kata/frase
yang digunakan.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi
PenelitianKualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mistar, Junaidi. 2010. Pedoman Penulisan
Tesis. Malang: Program Pascasarjana
Universitas Islam Malang.
Panduan Administrasi Akademik. 2012.
Universitas Madura Pamekasan.
Rahardi, R. Kunjana. 2009. Bahasa Indonesia
untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Rani, Abdul. 2007. Menulis Paragraf.
Surabaya: Bimantara Aluuguda
Sejahtera.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Tim Penulis Bahasa Indonesia UNEJ. 2007.
Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa.
Yogyakarta: Andi Offset.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah. 2005. Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Artikel, Makalah, dan
Skripsi). Pamekasan: STAIN
Pamekasan.
1
11
1
KORUPSI DALAM CERPEN INDONESIA
M. Tauhed Supratman
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura
Jalan raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan
e-mail: m.tauhed.s@gmail.com
Abstrak: Sastra dan kehidupan tidak dapat dipisahkan. Sastrawan seringkali mengangkat
masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan. Perilaku korupsi yang terjadi di negeri ini
menjadi sumber inspirasi penciptaan bagi cerpenis Indonesia periode 1980-2000-an. Kehadiran
tema korupsi dalam cerpen Indonesia sangat tertarik untuk dikaji. Metode yang digunakan
adalah metode kualitatuf. Hasil penelitian menggambarkan perilaku korupsi dalam cerpen-
cerpen Indonesia periode 1980-2000-an.
Kata kunci: Korupsi, Cerpen Indonesia.
PENDAHULUAN
Tugas utama seorang sastrawan adalah
menjadi saksi zaman dan menjadi hati nurani
masyarakat dan bangsanya. Sastrawan sebagai
saksi zaman menyerap segala yang terjadi
dalam masyarakat, dan mengabadikannya
dalam kata-kata, sehingga semangat dan
situasi batin maupun fisik dapat diteruskan
pada kalangan yang lebih luas, baik sekarang
maupun pada masa-masa yang akan datang.
Bukti sastrawan sebagai saksi zaman dan
menjadi hati nurani bangsanya, khususnya
tema korupsi, dapat kita lihat dalam novel
“Korupsi” karya Parmudya Antatoer, “ Maut
dan Cinta” karya Mochtar Lubis. Pada dua
dekade terakhir ini (l980-2000), karya sastra
Indonesia (baca: cerpen) menjadi sangat akrab
dengan tema korupsi. Salah satu kumpulan
cerpen yang memotret denyut nadi kehidupan
bangsanya, terutama tentang perilaku korupsi
dikalangan pemimpin kita adalah kumpulan
cerpen “Suharto dalam Cerpen Indonesia”
editor M. Shoim Anwar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
dengan metode deskriptif. Metode deskriptif
merupakan prosedur atau cara pemecahan
masalah penelitian dengan memaparkan
keadaan objek yang diteliti sebagaimana
adanya, berdasarkan fakta-fakta yang terjadi
(Surackhmad, 1990:139).
HASIL
Korupsi dalam Cerpen Indonesia
Kehadiran cerpen Indonesia dalam
dekade 1980-2000 lebih banyak mengambil
sumber inspirasi penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara dengan segala bentuk
perilaku dan sepak terjang penguasa.
Maraknya pembangunan masa Orde Baru,
ternyata telah menyuburkan prilaku korupsi di
negeri ini. Korupsi juga menjadi tema dalam
cerpen Indonesia, dengan mengambil sumber
inspirasi keberadaan Soeharto. Korupsi
menjadi penyakit yang kronis di negeri kita
tercinta Indonesia ini. Merebaknya prilaku
korupsi di negeri ini digambarkan dalam
cerpen “Negeri Angin” karya M. Fudoli Zaini.
Fudoli menggunakan istilah “maling” untuk
mendeskripsikan bahwa korupsi telah merata
di segala birokrasi, dari struktur pemerintahan
yang paling atas sampai paling bawah, dari
pejabat tertinggi sampai paling bawah.
Korupsi sebanarnya merupakan
penyakit sosial yang parah, dan kejahatan
tersebut dianggap biasa. Korupsi ternyata tidak
dilakukan sendiri-sendiri. Korupsi terjadi
secara “berjemaah. Mereka yang terlibat
umumnya sudah sama-sama mengetahui.
Cerpen Bapak Presiden yang Terhormat”,
menggambarkan tindak korupsi menghabiskan
dana yang tersedia sehingga pembangunan
mandek dan tidak dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
Mengapa korupsi itu terjadi?
Korupsi terjadi berawal dari lemahnya sistem
12 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 11 - 14
manajemen dan pengawasan. Lemahnya
sistem manajeman dan pengawasan tersebut
memungkinkan terciptanya kesempatan
berkorupsi. Terjadinya korupsi tidak semata-
mata karena adanya niat dari pelakunya, tetapi
yang paling dominan untuk melakukan korupsi
tersebut karena terbentangnya kesempatan
untuk melakukan korupsi tersebut. Korupsi
tidak akan terjadi jika tidak ada peluang untuk
melakukannya, seperti digambarkan dalam
cerpen “Monolog Kesunyian” karya Indra
Tranggono. Indra Tranggono menggambarkan
prilaku korupsi yang disebabkan lemahnya
sistem manajemen dan pengawasan melalui
simbol kebangkrutan kelompok ketoprak.
Akibat lemahnya sistem manajemen
dan pengawasan sebagaimana digambarkan di
atas, telah menyuburkan monopoli dibidang
ekonomi. Penguasaan sektor ekonomi hanya
dijalankan oleh sekelompok orang tertentu
yang dekat dengan pemegang kekuasaan.
Penguasaan sektor ekonomi oleh kelompok
tertentu menyebabkan penumpukan kekayaan
yang tidak wajar. Cerpenis kita dengan kritis
menggambarkan sektor ekonomi pribadi yang
mengarah pada figur Soeharto.
PEMBAHASAN
Mengkaji fenomena fiktif seperti
Kumpulan Cerpen Soeharto dalam Cerpen
Indonesia tampaknya diperlukan tambahan
pemahaman tentang pelanggarang yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Ada hal-
hal yang mungkin terjadi di dunia nyata
diungkapkan secara fiktif dalam karya sastra
(baca-cerpen). Kenyataanya, karya sastra
berkaitan erat dengan kenyataan yang terjadi
dalam masyarakat. Karya sastra sebagai
sebuah teks yang dijabarkan dengan media
bahasa, keberadaannya dapat ditampilkan
dengan menggunakan simbol yang memiliki
berbagai kemungkinan untuk diinterpretasikan.
Karya sastra merupakan sesuatu yang
kompleks dan memiliki kaitan dengan
kehidupan nyata.
Keterkaitan antara peristiwa nyata
dan imajinasi, menurut Junus (1985:5) dapat
diformulasikan sebagai berikut: (1) karya
sastra lebih melaporkan atau menyuguhkan
suatu peristiwa tertentu; (2) karya yang
berusaha menghubungkan ceritanya dengan
suatu peristiwa tertentu; (3) karya yang lebih
memindahkan suatu peristiwa kepada suatu
peristiwa yang fiktif (memfiktifkan suatu
peristiwa); (4) karya yang lebih memberikan
reaksi terhadap suatu keadaan sehingga
penulisnya boleh menentukan sendiri arahnya;
dan (5) karya sastra yang dihasilkan melalui
suatu proses imajinasi (yang tinggi atau kuat)
sehingga yang lahir adalah peristiwa yang
seakan-akan tak berhubungan dengan
peristiwa yang menjadi sumber ceritanya.
Ratna (2007:307) mengatakan bahwa (1) karya
sastra dikonstruksi atas dasar kenyataan, (2)
dalam karya sastra terkandung unsur-unsur
tertentu yang memana merupakan fakta
objektif, (3) karya sastra yang secara
keseluruhan merupakan imajinasi justru tidak
dapat dianalisis, tidak dapat dipahami secara
benar sebab tidak memiliki relevansi sosial.
Pembangunan pada masa Orde Baru,
ternyata telah menyuburkan prilaku korupsi di
negeri ini. Korupsi juga menjadi tema dalam
cerpen Indonesia, dengan mengambil sumber
inspirasi kepemimpinan Soeharto. Korupsi
menjadi penyakit yang kronis di negeri kita
tercinta Indonesia ini. Merebaknya prilaku
korupsi di negeri ini digambarkan dalam
cerpen “Negeri Angin” karya M. Fudoli Zaini.
Fudoli menggunakan istilah “maling” untuk
mendeskripsikan bahwa korupsi telah merata
di segala birokrasi, dari struktur pemerintahan
yang paling atas sampai paling bawah, dari
presiden sampai ketua RT.
Korupsi merupakan penyakit sosial
yang parah dan kronis. Koropsi merupakan
kejahatan yang dianggap biasa. Korupsi ternya
tidak dilakukan sendiri-sendiri. Korupsi terjadi
secara “berjemaah.” Mereka yang terlibat
umumnya sudah sama-sama mengetahui.
Akibat korupsi itulah Negeri Angin (yang
sebenarnya adalah simbol Indonesia) menjadi
negeri yang paling terpuruk kehidupannya di
dunia. Rakyat menderita ditimpa krisis yang
berkepanjangan. Korupsi yang terjadi di
Negeri Angin telah menghancurkan masa
depan generasi mudanya. Sungguh sangat
ironis korupsi yang terjadi di Negeri Angin,
karena pejabat yang melakukan korupsi adalah
mereka yang telah menunaikan ibadah haji.
Pejabat di Negeri Angin sangat bangga
mencantumkan gelar H di depan namanya,
tetapi maling-maling malah bertambat banyak
dan KKN merajalela. Cerpen “Bapak Presiden
yang Terhormat”, menggambarka perilaku
korupsi dengan cara menghabiskan dana yang
Supratman, Korupsi dalam Cerpen Indonesia | 13
tersedia sehingga pembangunan mandek dan
tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya. Dana pembangunan bukan untuk
rakyat tetapi untuk pejabat.
Tindak korupsi terjadi berawal dari
lemahnya sistem manajemen dan pengawasan.
Lemahnya sistem manajeman dan pengawasan
tersebut memungkinkan terciptanya
kesempatan berkorupsi. Terjadinya korupsi
tidak semata-mata karena adanya niat dari
pelakunya, tetapi yang paling dominan untuk
melakukan korupsi tersebut karena
terbentangnya kesempatan untuk melakukan
korupsi tersebut. Korupsi tidak akan terjadi
jika tidak ada peluang untuk melakukannya,
seperti digambarkan dalam cerpen “Monolog
Kesunyian” karya Indra Tranggono. Indra
Tranggono menggambarkan prilaku korupsi
yang disebabkan lemahnya sistem manajemen
dan pengawasan melalui simbol kebangkrutan
kelompok ketoprak, berikut ini.
Kesuntukan Jawad mengolah lakon,
membuat ia lupa mengurusi manajemen.
Longgarnya kontrol keuangan
merangsang tikus-tikus untuk berpesta
pora. Salah satu tikus besar itu adalah
Karto Marmo. Kasir itu begitu pintar
membuat angka-angka siluman tentang
hasil penjualan tiket. Permainannya yang
begitu rapi didukung oleh tikus-tikus lain
yang menduduki pos-pos penting:
penjualan tiket, portir, penyetor pajak
tontonan, pengatur penonton dan lainnya.
Darmo, petugas portir tak pernah
menyobek tiket. Tiket itu dijual kembali.
Darmo jua menerima suap penonton yang
masuk tanpa tiket.(dalam Anwar,
2001:88)
Akibat lemahnya sistem manajemen
dan pengawasan sebagaimana digambarkan di
atas, telah menyuburkan monopoli dibidang
ekonomi. Penguasaan sektor ekonomi hanya
dijalankan oleh sekelompok orang tertentu
yang dekat dengan pemegang kekuasaan.
Penguasaan sektor ekonomi oleh kelompok
tertentu menyebabkan penumpukan kekayaan
yang yang tidak wajar. Cerpenis kita dengan
kritis menggambarkan sektor ekonomi pribadi
yang mengarah pada figur Soeharto.
Karena kayanya tokoh Paman Gober
seperti digambarkan dalam penggalan cerpen
Seno Gumira Ajidarma di atas sampai lupa
bahwa dirinya memiliki sejumlah pabrik atau
perusahaan. Lupanya Paman Gober terhadap
harta kekayaan karena ia terlalu lama berkuasa
dan dipilih seakan-akan sudah sangat
demokratis. Tidak hanya mengurus kekayaan
saja yang dilakukan Paman Gober (yang
sebenarnya merupakan simbol dari Soeharto),
tetapi menurut deskripsi Taufik Ikram Jamil
dalam cerpen yang berjudul Tembok Pak
Rambo, tokoh dalam cerpen tersebut selalu
menghambur-hamburkan kekayaannya dengan
berjudi, main golf, dan main perempuan di
luar negeri. Kebiasaan jelek semacam itu
tergambar dalam penggalan berikut.
“Sekali seminggu aku ke Australia, main
golf, berjudi di Las Vegas, dan pacaran di
Hongkong. Jangan bicara soal makan
denganku, itu sangat memalukan. Kau tak
tahu berapa banyak depositoku di
berbagai bank asing dan kebudayaan
lainnya. Kautahu dari mana aku dapat itu
semua, dari mana,” kata Pak Rambo
sambil menarik nafas. .(dalam Anwar,
2001:37)
Gambaran pelanggaran tindak korupsi
dalam cerpen-cerpen di atas sebenarnya
merupakan bentuk reaksi pengarang terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pelanggaran seperti di atas tergolong tindak
pelanggaran HAM karena merugikan orang
banyak. Pelanggaran tindak korupsi misalnya
seperti yang diungkapkan Awaluddin
merupakan: ”Ada baiknya pemerintahan kita
kini, sudah memulai langkah maju, dengan
cara, mengaitkan atau memasukkan praktik
korupsi sebagai bagian pelanggaran HAM. Ini
bisa dilakukan dengan cara mengusulkan
revisi UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Tindak Pidana Korupsi, atau segera
menggolkan rancangan Undang-Undang
Komisi Nasional Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, di mana praktik korupsi
dikategorikan sebagai bagian pelanggaran
HAM.”
(http://els.bappenas.go.id/upload/other/Korups
i%20sebagai%20Pelanggaran%20HAM.htm)
Pelanggaran seperti tindak korupsi,
penggusuran, dan tidak demokratis dapat
digolongkan sebagai pelanggaran HAM karena
prilaku tersebut telah merugikan berbagai
kalangan masyarakat. Tindakan pelanggaran
seperti diuraikan di atas sebenarnya
merupakan pelanggaran HAM institusi.
Karena praktek penyelanggaran HAM itu
14 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 11 - 14
terjadi saat seseorang berada di institusi
tertentu seperti disimbolkan dalam kumpulan
cerpen Soeharto dalam Cerpen Indonesia.
Gambaran tindak Korupsi seperti yang
digambarkan dalam kumpulan cerpen Soeharto
dalam Cerpen Indonesia, yang sebenarnya
menggambarkan keadaan korupsi di Indonesia
perlu segera diberantas. Karena korupsi
menurut Pramodhawardani telah
”merampok masa depan dan membunuh anak-
anak kita. Hal itu dapat dicegah bersama-sama,
kita bisa mengalahkan itu. Perlu didorong
pendekatan HAM sebagai agenda pusat bagi
pemenuhan dan penghormatan hak-hak sosial
dan ekonomi warga, terutama orang miskin
yang termarjinalisasi. Juga menawarkan
reformasi ”konstitusional” dan institusional.
Selamat Hari Antikorupsi Internasional dan
Hari HAM Internasional, menuju Indonesia
yang bersih dan bermartabat.”
(http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/09
/04461157/korupsi pelanggaran.ham)
PENUTUP
Simpulan
Korupsi merupakan bentuk
pelanggaran hak asasi manusia yang
digambarkan oleh cerpenis muda kita dalam
dekade 1980-200-an. Cerpen “Negeri Angin”,
menggambarkan yang terjadi di negeri kita.”,
DAFTAR RUJUKAN
Anwar, M. Shoim dan Tengsoe Tjajono. 2002.
Apa Kabar Sastra(Kumpulan
Pemikiran Tantang Sastra). Surabaya:
Dewan Kesenian Jawa Timur.
Anwar, M. Shoim. 2001. Soharto Dalam
Cerpen Indonesia. Yogyakarta:
Banteng.
Awaludino, Hamid. 2010. Korupsi sebagai
Pelanggaran HAM.
(http://els.bappenas.go.id/upload/other
/Korupsi%20sebagai%20Pelanggaran
%20HAM.htm, diakses tanggal 14
Juni 2010)
Bagun, Rikard. 1997. Hak Asasi Dalam Tajuk.
Jakarta: Institut Ecata-INPI-Pact.
Betham, David dan Kevin Boyle, 2000.
Demokrasi 80 Tanya Jawab.
Jogyakarta: Kanisius
Korupsi tidak akan terjadi jika tidak ada
peluang seperti digambarkan dalam cerpen
”Monolog Kesunyian”, akibatnya, banyak
pejabat pemerintah yang memperkaya diri dari
hasil korupsi seperti yang digambarkan lewat
tokoh ”Papa Hartanaga” dalam cerpen
”Senotopium”.
Saran
Karya sastra (baca: cerpen) sebagai
hasil kristalisasi kontemplasi pengarang
merupakan cermin masyarakat di mana
pengarang tinggal dan pengarang sendiri yang
ditulis dengan medium bahasa sesuai dengan
genre sastra kegemaran pengarang. Sebagai
hasil kristalisasi perenungan seseorang karya
satra memiliki makna bias atau multi tafsir.
Brahmana, Pertampilan S. 2008. Kasus
Pelanggaran HAM di Indonesia:
Pelaksanaan antara Hak dan
Kewajiban tidak Seiring Sejalan?.
(http://koalisi-
ham.org/index2.php?option=com_cont
ent&do pdf=1&id=214, diakses
tanggal 8 Mei 2010)
Pramodhawardani, Jaleswari. 2009.
Korupsi = Pelanggaran HAM.
(http://cetak.kompas.com/read/xml/20
09/12/09/04461157/korupsi..pelanggar
an.ham, di akses tanggal 8 Mei 2010)
Surachmad, Winarno. 1990. Pengantar
Penelitian Ilmiah: Dasar Metode dan
Teknik. Bandung: Tarsito.
1
15
5
ETIKA TAWAR-MENAWAR DI PASAR
Yanti Linarsih
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura
Jalan Raya Panglegur Km. 3,5 Pamekasan
e-mail: yantilinarsih@rocketmail.com
ABSTRAK: Dalam artikel ini dikaji wacana percakapan tawar-menawar ikan di pasar tradisional
Kabupaten Pamekasan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan dan pelanggaran maksim
etika tawar-menawar ikan yang berwujud maksim kearifan, kedermawanan, pujian, kerendahan
hati, kesepakatan, dan simpati. Data berupa percakapan tawar-menawar antara penjual dan
pembeli yang diperoleh dengan teknik rekam dan catatan lapangan. Hasilnya dianalisis secara
kualitatif dan disimpulkan bahwa penjual dan pembeli selain menerapkan juga melanggar etika
dalam berkomunikasi. Penerapan dibuktikan dengan mematuhi maksim etika. Pelanggaran
ditunjukkan dengan tidak adanya pujian, kesepakatan, simpati, dan kerendahan hati di antara
mereka. Pelanggaran ini diperjelas dengan perilaku nonverbal mereka,misalnya muka cemberut,
menoleh tidak menghiraukan pembeli, dan muka sinis.
Kata kunci: maksim, etika, dan tawar-menawar
PENDAHULUAN
Dalam berinteraksi ada kecenderungan
bahwa penutur dan mitra tutur ingin saling
menghargai atau menghormati. Salah satu
perwujudannya adalah etika berbahasa. Di
dalam bertutur, penutur dan petutur atau mitra
tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-
kaidah yang mengatur tindakannya,
penggunaan bahasanya, dan interpretasi-
interpretasi terhadap tindakan dan tuturan
petutur. Setiap peserta tutur bertanggung
jawab atas penggunaan kaidah-kaidah tersebut
(I Dewa Putu Wijana, 1996:45). Untuk itu
penutur harus menyusun tuturannya
sedemikian rupa agar mitra tutur merasa
diperlakukan secara santun. Demikian halnya
interaksi pada tawar menawar antara penjual
dan pembeli yang terjadi di pasar di antaranya
ingin diperlakukan secara santun.
Sebenarnya tawar-menawar, selain
terjadi pada penjual dan pembeli ikan juga
banyak terjadi pada penjual dan pembeli
sesuatu yang lain, misalnya sayur, buah-
buahan, dan baju. Tawar-menawar ikan bentuk
tuturannya mempunyai keunikan tersendiri.
Tuturannya bernada keras dan kasar (tingkat
tuturnya). Harga ikan sangat fluktuatif
dibandingkan dengan harga kebutuhan pokok
yang lain. Untuk mendapatkan harga yang
layak, pembeli harus bisa menjajaki dengan
cara menawar. Dengan demikian, tawar-
menawar akan sering dilakukan.. Ketika
tawar-menawar ini berlangsung, penutur atau
mitra tutur kadang-kadang tidak menerapkan
kaidah bertutur.
Ada dua permasalahan yang akan
dijawab dalam penelitian ini, (a)
bagaimanakah penerapan maksim kesantunan
tawar-menawar ikan di pasar Tradisional
Kabupaten Pamekasan?, dan (b)
bagaimanakah pelanggarannya? Untuk
menganalisis data percakapan dalam penelitian
ini, digunakan konsep percakapan, maksim
analisis wacana, dan maksim etika
(kesantunan) yang dikemukakan oleh Leech
(1993).
Dalam interaksi percakapan digunakan
bahasa yang bersifat khusus. Bahasa
percakapan adalah bahasa lisan yang
diujarkan penutur. Bahasa lisan (percakapan)
yang diujarkan cenderung bersifat nonformal.
Kalimat-kalimat yang digunakan cenderung
pendek-pendek. Bagian-bagian lain yang harus
ada dalam bahasa tulis, seperti subjek,
predikat, objek (pelengkap), atau pun
keterangan, kadang-kadang dihilangkan.
Hanya salah satu bagian saja dari unsur-unsur
yang ada dalam bahasa tulis yang muncul.
Namun, bahasa lisan yang hanya terdiri atas
16 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 15 - 21
satu unsur tersebut, tetap dapat dipahami oleh
mitra tutur dengan baik.
Penafsiran makna percakapan atau
tuturan dalam kegiatan berbahasa hanya dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan
analisis wacana. Stubbs dalam Suparno, dkk
(1997:19) mengatakan; analisis wacana
merupakan suatu kajian ynag meneliti atau
menganalisis bahasa yang digunakan secara
alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun
lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah ini
berarti penggunaan bahasa seperti dalam
komunikasi sehari-hari. Selanjutnya Stubbs
menjelaskan bahwa analisis wacana itu
menekankan kajian penggunaan bahasa dalam
konteks sosial, khususnya dalam interaksi
antar penutur.
Analisis wacana pada umumnya
bertujuan untuk mencari keteraturan, bukan
kaidah. Keteraturan itu berkaitan dengan
keberterimaan di masyarakat. Dalam kaitan ini
keteraturan yang akan dianalisis adalah
penerapan percakapan dalam kalimat-kalimat
tawar-menawar penjual-pembeli di pasar.
Penerapan percakapan itu menggunakan
maksim etika.
Sebagaimana yang telah dikemukakan
di atas bahwa analisis wacana itu menekankan
kajian penggunaan bahasa dalam konteks
sosial, khususnya dalam interaksi antar
penutur. Hymes (dalam Supriyadi 1995:94)
mengemukakan berbagai jenis konteks yang
dapat mempengaruhi makna di dalam interaksi
antar penutur atau percakapan. Konteks-
konteks situasional itu antara lain partisipan,
tempat dan waktu, topik, medium, kode,
bentuk pesan beserta isinya, dan nada
pembicaraan.
Ketika berkomunikasi, kita tunduk
pada norma-norma budaya, tidak hanya
sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan.
Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-
unsur budaya yang ada dalam masyarakat
tempat hidup dan dipergunannya suatu bahasa
dalam berkomunikasi. Apabila tatacara
berbahasa seseorang tida sesuai dengan
norma-norma budaya, maka ia akan
mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh
sebagai orang yang sombong, angkuh, tak
acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak
berbudaya. Tatacara berbahasa sangat penting
diperhatikan para peserta komunikasi demi
kelancaran komunikasi. Oleh karena itu,
masalah tatacara berbahasa ini harus
mendapatkan perhatian. Dengan mengetahui
tatacara berbahasa diharapkan orang lebih bisa
memahami pesan yang disampaikan dalam
komunikasi (Muslich, 2007).
Untuk menjaga keberlangsungan
komunikasi, perlu adanya kaidah agar tidak
merugikan mitra tutur yang disebut maksim
etika. Maksim etika yang dikemukakan oleh
Leech , terdiri atas enam macam maksim.
Keenam macam maksim tersebut adalah (1)
maksim kearifan, (2) maksim kedermawanan,
(3) maksim pujian, (4) maksim kerendahan
hati, (5) maksim kesepakatan, dan (6) maksim
simpati (Leech, 1993)
(1) Maksim Kearifan (Tact Maxim)
(a) Buatlah kerugian orang lain
sekecil mungkin;
(b) Buatlah keuntungan orang lain
sebesar mungkin
(2) Maksim Kedermawanan (Generosity
Maxim)
(a) Buatlah keuntungan diri sendiri
sekecil mungkin;
(b) Buatlah kerugian diri sendiri
sebesar mungkin
(3) Maksim Pujian (Approxy mation
Maxim)
(a) Kecamlah orang lain sesedikit
mungkin;
(b) Pujilah orang lain sebanyak
mungkin.
(4) Maksim Kerendahan Hati (Modesty
Maxim)
(a) Pujilah diri sendiri sesedikit
mungkin;
(b) Kecamlah diri sendiri sebanyak
mungkin.
(5) Maksim Kesepakatan (Agreement
Maxim)
(a) Usahakan agar ketidaksepakatan
antara diri dan lain terjadi
sesedikit mungkin;
(b) Usahakan antara agar kesepakatan
antara diri dengan lain terjadi
sebanyak mungkin.
(6) Maksim Simpati (Simpaty Maxim)
(a) Kurangilah rasa antipati antara diri
dengan lain hingga sekecil
mungkin;
(b) Tingkatkan rasa simpati sebanyak
mungkin antara diri dan lain.
Linarsih, Etika Tawar-Menawar di Pasar | 17
Maksim kesantunan (etika) memiliki
dua kutub, yaitu kutub negatif “gunakanlah
sesedikit mungkin tuturan yang
mengungkapkan hal yang tidak sopan” dan
kutub positif,”gunakanlah sebanyak mungkin
tuturan yang mengungkapkan hal yang sopan.
Maksim Etika negatif berfungsi mengurangi
ketidaksopanan ilokusi-ilokusi yang tidak
sopan. Sebaliknya, maksim etika positif
berfungsi membuat ilokusi yang sopan
menjadi sesopan mungkin (Leech, 1983) dan
(Searle, 2001)
METODE
Subjek penelitian ini adalah penjual
dan pembeli ikan di pasar Tradisional
Kabupaten Pamekasan. Penelitian ini
dilakukan di pasar Tradisional Kabupaten
Pamekasan. Pasar yang berada di tengah
kota Pamekasan adalah pasar Kolpajung,
pasar Gurem dan pasar Tujuh belas
Agustus. Sebagian besar pembeli di pasar
Kolpajung berasal dari kota dari etnis yang
beragam, misalnya etnis Madura, Jawa,
Cina, dan Arab. Bahasa yang digunakan
untuk berinteraksi tawar-menawar adalah
bahasa Madura, mengingat penjual ikan
rata-rata hanya bisa berbahasa Madura, dan
berpendidikan rendah. Pembeli berusaha
menggunakan bahasa Madura walaupun
pembeli dari etnis yang tidak menguasai
bahasa Madura.
Data dalam penelitian ini adalah
tuturan penjual dan pembeli ikan pada saat
terjadi tawar menawar yang berupa kata-kata,
kalimat-kalimat, serta kutipan-kutipan yang
sengaja dikumpulkan untuk mengambil
kesimpulan yang diperkirakan mengandung
semua gejala penerapan dan pelanggaran
maksim etika yang menjadi variabel
penelitian. Data tersebut ditranskripkan
melalui transkrisi ortografis bahasa Madura
dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Sebagai pendukung diperlukan data nonverbal
yang berupa gerakan anggota tubuh atau
ekspresi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan Maksim Etika Tawar Menawar
di Pasar Tradisional Kabupaten Pamekasan
Penutur atau mitra tutur yang dalam
hal ini penjual dan pembeli dikatakan santun
apabila mereka dapat menyesuaikan atau
menaati maksim-maksim etika. Mereka
dianggap bisa saling menghargai antar sesama,
sehingga komunikasi akan berjalan dengan
lancar sesuai dengan apa yang dimaksudkan.
Penerapan Maksim Kearifan
Gagasan dasar maksim kearifan
ditandai para peserta tutur hendaknya
berpegang pada maksim untuk selalu membuat
kerugian orang lain (petutur/pihak lain) sekecil
mungkin dan membuat keuntungan orang lain
(petutur/pihak lain) sebesar mungkin.
Setelah diidentifikasi dan diklasifikasi
menurut jenis data, dalam penelitian ini ada
beberapa tuturan yang menerapkan maksim
kearifan. Penerapan maksim tersebut dapat
dilihat pada data sebagai berikut:
Penjual: “Mellè juko’, Na’?”
Pembeli: “Sanapa Bu’?”
Penjual: “7000 na’ tong-settonga.”
Pembeli: “Ta’ ollè korang Bu’?”
Penjual: “Ollè, Na’ sakonè’.”
Di dalam tuturan di atas tampak jelas
bahwa penjual menuturkan / menawarkan
ikannya dengan cara yang ramah “Mellè juko’,
Na’?” (“Beli ikan, Nak?”) dengan maksud
agar membeli. Pembeli pun menawar dengan
cara yang ramah “Sanapa Bu’?” (“Berapa,
Bu?” ) bahkan menggunakan bahasa yang
halus dengan harapan diperbolehkan untuk
menawar. Kata senapa merupakan bahasa
halus. Bahasa kasarnya bârâmpa. Ternyata
penjual memperbolehkan,“Ollè, Na’ sakonè’.”
( “Boleh, Nak sedikit!”). Dengan
diperbolehkannya menawar, pembeli merasa
senang. Penjual menurunkan harga penawaran.
Pembeli semakin senang karena merasa masih
diberi kesempatan untuk mendapatkan harga
yang lebih murah. Percakapan ini
menunjukkan bahwa penjual mengurangi
keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan
keuntungan pada pembeli. Dengan demikian
maksim etika yamg berupa maksim kearifan
ini diterapkan oleh masing-masing peserta
tutur.
Penerapan Maksim Kedermawanan
Gagasan dasar maksim kedermawanan
dalam maksim etika ditandai dengan membuat
18 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 15 - 21
keuntungan diri (penutur) sekecil mungkin dan
membuat kerugian diri (petutur) sebesar
mungkin.
Berdasarkan data yang telah
diidentifikasi, dalam penelitian ini ada beberapa
percakapan atau tuturan yang menunjukkan
penerapan maksim kedermawanan.
Pembeli: “Mon dhuwèbu lèma’ ollè ghi?
Mon ta’ ollè ta’ napa, kaulâ
mellè juko’ laènna bai.”
Penjual: “Iyâ, ta’ rapa dhuwèbu lèma, la
kala’ ta’ rapa maskè rogi!”
Dalam percakapan di atas pembeli
menawar ikan dua ribu lima ratus rupiah “Mon
dhuwèbu lèma’ ollè ghi? Mon ta’ ollè ta’
napa, kaulâ mellè juko’ laènna bai.” (”Kalau
dua ribu limaratus boleh ya? Kalau tidak boleh
tidak apa-apa, beli ikan ke lainnya saja.”)
Pembeli mengancam, kalau tidak diberikan dia
akan membeli ke yang lain saja. Ternyata
penjual memberikan. Penjual mengatakan
“Iyâ, ta’ rapa dhuwèbu lèma, la kala’ ta’ rapa
maskè rogi!”(Iya, tidak apa-apa dua ribu lima
ratus, sudah ambil tidak apa-apa meskipun
rugi.”) Tuturan “meskipun rugi” inilah yang
menunjukkan bahwa penjual membuat
keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan
membuat kerugian diri sendiri sebesar
mungkin. Walaupun sebenarnya penjual itu
tidak rugi, pembeli tetap merasa diuntungkan.
Cara bertutur seperti inilah yang menunjukkan
maksim kedermawanan diterapkan.
Penerapan Maksim Pujian
Gagasan dasar maksim pujian dalam
maksim etika ditandai dengan mengurangi
kecaman pada orang lain (petutur/pihak lain)
sekecil mungkin dan memuji orang lain
(petutur/pihak) lain sebanyak mungkin.
Berdasarkan data yang telah
diidentifikasi, di bawah ini akan dianalisis
tuturan yang mengandung penerapan maksim
pujian.
Pembeli : “Sabellâs?”
Penjual :” Enggi, sabellâs.”
Pembeli :” Ta’ iyâ, nem satengnga!”
Penjual :” Kala’, Bu. Polana èbâlli rèng
radhin.”
Dalam percakapan di atas, peserta
tutur saling menawar. Pembeli bertanya dan
menawar yang diperlihatkan pada kalimat
“Sabellâs?” (“Sebelas?”) Dengan sabar
penjual menjawab dengan menggunakan
bahasa halus:” Enggi(bahasa kasarnya
“iyâ”), sabellâs.”(Iya, sebelas). ” Ta’ iyâ,
nem satengnga!” (Enam setengah!”) Akhirnya
penjual memberikan ikan yang telah ditawar
dengan cara yang santun. Kala’, Bu. Polana
èbâlli rèng radhin.”( “Ambil, Bu. Karena
yang beli orang cantik.” ) Penjual sudah
memberikan dengan harga yang lebih murah,
jauh dengan harga yang telah ditawarkan dan
penjual masih memberikan pujian “yang beli
orang cantik”. Tuturan ini menunjukkan
bahwa dengan memberikan pujian kepada
pembeli berarti penjual telah menerapkan
maksim sesuai dengan maksim etika yaitu
maksim pujian.
Penerapan Maksim Kesepakatan
Dalam penelitian ini ditemukan
percakapan yang mengandung maksim etika
yang berupa maksim kesepakatan.
Penjual: “Ta’ poko’. Tambâi, Ning!”
Pembeli: “Enten pon dhuèbu mon èbâgi.”
Penjual: “Ghi, nèka kala’ dhuwâ’
satengnga pon!”
Pembeli: “Enten dhuèbu ghi pon mon
èbâgi.”
Penjual: “Ghi pon nèka, Ning la kala’.”
Dalam percakapan di atas terdapat
maksim etika yang berupa maksim
kesepakatan. Akan tetapi untuk mencapai
kesepakatan itu melalui ketidaksepakatan.
Penjual minta tambahan harga, namun pembeli
tidak mau. Ini terlihat dalam dialog “Ta’ poko’.
Tambâi, Ning!”(”Tidak sesuai, tambah,
Ning!”). Dijawab oleh Pembeli “Enten pon
dhuèbu mon èbâghiya.” (“Tidak sudah, dua
ribu kalau diberikan.” ) Pembeli tetap
menawar Rp2.000,00. Penjual meminta
menambah penawarannya tetapi pembeli tetap
tidak mau. Penjual akan memberikan tetapi
masih ditawarkan lagi dengan jalan pembeli
disuruh menambah sedikit lagi. Hal ini
ditunjukkan pada tuturan Ghi, nèka kala’
dhuwâ’ satengnga pon!” (Ya, ambil ini,
Rp2.500,00. ) Pembeli tetap tidak mau dan
masih tetap pada penawaran semula
Rp2.000,00. “Enten dhuèbu ghi pon mon
èbâgi.”(Tidak, dua ribu sudah kalau
Linarsih, Etika Tawar-Menawar di Pasar | 19
diberikan!”) Karena Pembeli tetap pada
penawarannya, akhirnya penjual menyepakati
harga dua ribu.
Penerapan Maksim Simpati
Dalam penelitian ini ditemukan
percakapan yang mengandung maksim etika
yang berupa maksim simpati.
Pembeli: “Lèma èbu ghi, Bu?”
Penjual: “Iyâ la ta’ arapa,
kala’ lè’. Kèng polana
ègâbâyyâ rus-gârus.”
Pembeli: “Kalangkong.”
Penjual: ”Iyâ.”
Pembeli: “Sajina bâi, Bu’! Napa ta’
ollè korang?”
Penjual: “Yâ… olle, Na’. Mara bâ’ân
nabârra bârâmpa?”
Rasa simpati penjual pada data diatas
dapat dibuktikan pada tuturan “Iyâ la ta’
arapa, kala’ lè’. Kèng polana ègâbâyyâ rus-
gârus.” (“Iya, sudahlah tidak apa-apa, ambil,
dik! Hanya karena untuk penglaris!”) Kalimat
ini diungkapkan penjual kepada pembeli
dengan penuh kesimpatian dengan rela
memberikan harga sesuai dengan tawaran
pembeli.
Pelanggaran Maksim Etika Tawar
Menawar di Pasar Tradisional Kabupaten
Pamekasan
Apabila penutur atau mitra tutur tidak
menaati maksim-maksim etika dikatakan tidak
santun. Setelah diidentifikasi, dalam penelitian
ini tidak ditemukan data yang berkaitan
dengan pelanggaran maksim kearifan dan
maksim kedermawanan. Di bawah ini akan
dianalisis kegiatan tutur tawar-menawar yang
melanggar maksim etika tutur.
Pelanggaran Maksim Pujian
Dalam penelitian ini percakapan yang
tidak sesuai dengan maksim pujian dapat
dilihat pada data di bawah ini.
Pembeli : “Cèplâ’ bârâmpa sakèlo?”
Penjual : “Dhupolo, Bu!”
Pembeli : “Abâ! Dhubellâs satengnga
ya?”
Penjual : “Dhubellâs satengnga? Juko’
cèplâ’, Nya! Juko’en nyonya!”
Pembeli : “Jâ’ gun nabâr. Mon ta’ olle
la, ta’ ma’saa”
Penjual : “Mellè pendheng bâi, nya.
Olle bânya’.”
Penjual dan pembeli saling mengejek dan
merendahkan. Kata Penjual “Dhubellâs
satengnga? Juko’ cèplâ’, Nya! Juko’en
nyonya!” (“Dua belas setengah? Ikan dorang,
Nya! Ikannya nyonya!). Pada tuturan ini
penjual marah. Masa ikan dorang ditawar
Rp12.500,00/kg. Pada hal pada umumnya per
kg ikan dorang Rp20.000,-. Pembeli
direndahkan dengan tuturan “Ikannya
nyonya”. Maksudnya yang bisa membeli
hanya nyonya, orang cina saja. Pembeli
disuruh membeli ikan pindang saja, dapat
banyak “Mellè pendheng bâi, nya. Olle
bânya’.” (“Beli pindang saja dapat banyak!”).
Pada tuturan ini penjual mengejek kalau
pembeli itu tidak punya uang. Harga ikan
pindang memang jauh lebih murah
dibandingkan ikan dorang.
Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati
Dalam penelitian ini pelanggaran cara
bertutur dilakukan karena terbukti melanggar
kaidah-kaidah yang terdapat pada maksim
kerendahan hati. Pelanggaran itu dapat dilihat
pada data di bawah ini.
Penjual :” Lèmabellas èbu.”
Pembeli :” Abo! Cè’ larangnga!”
Penjual : “Ollè etabâr, Bu.”
Pembeli : “Sapolo èbu, Bu’!”
Penjual : “Agu, bânynya’ ollèna rèng
majâng. Ollè bânya’. Mon
bâdâ sunami, ancor dunnya!”
Pelanggaran maksim kerendahan hati
pada data di atas ditunjukkan pada tuturan
“Agu, bânynya’ ollèna rèng majâng. Ollè
bânya’. Mon bâdâ sunami, ancor dunnya!”
(“Aduh, banyak hasilnya orang menangkap
ikan. Dapat banyak. Kalau ada sunami, hancur
dunia”). Maksudnya, memang banyak hasil
tangkapan ikan. Tetapi kalau ada bencana
tetap akan menimpa dirinya. Tuturan ini
menunjukkan kekesalann penjual. Itu tidak
sesuai dengan apa yang ditawar oleh pembeli.
Oleh karena itu, penjual marah, sehingga
melontarkan tuturan yang mengunggulkan
20 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 15 - 21
dirinya. Dengan demikian, tuturan ini tidak
sesuai dengan maksim kerendahan hati.
Pelanggaran Maksim Kesepakatan
Apabila di dalam kegiatan bertutur
peserta tutur saling membina dan
memaksimalkan kesepakatan maka mereka
dikatakan bersikap santun. Akan tetapi pada
kenyataannya di dalam tuturan tawar-menawar
ikan di pasar tradisional Kabupaten
Pamekasan ini untuk mencapai kesepakatan
sering bersikap tidak santun. Ketidaksepakatan
diungkapkan dengan ungkapan-ungkapan yang
tidak santun. Hal ini dapat dilihat pada tuturan
penjual dan pembeli yang terdapat pada data
penelitian ini.
Pembeli: ”Bârâmpa tello’ ya’ bu’
Tur?”(Sambil memegang-
megang kepala ikan tengiri)
Penjual: ”Pa’ satengnga.”
Pembeli: ” Telloèbu bu’ Tur.”
Penjual: (Tidak menghiraukan, sambil
menata dagangannya)
Pembeli: ”Tello èbu ya’, yâ.”
Penjual: (Menoleh tak menghiraukan)
Pembeli: “Ya’ tello’ satengnga!”
Penjual: “Kala’, kala’!”
Ketika pembeli menanyakan
harga kepala ikan tengiri, penjual memberikan
harga empat setengah, maksudnya Rp4.500,00.
”Bârâmpa tello’ ya’ bu’ Tur?” (Berapa tiga
ini Buk Tur?”) Pembeli menawar Rp3.000,00
” Telloèbu bu’ Tur.” (”Tiga ribu Buk Tur!”)
Tidak ada jawaban apapun dari penjual..
Malahan ditinggal menata dagangannya tanpa
menghiraukan pembeli. Ini menunjukkan
bahwa belum ada kesepakatan harga antara
penjual dan pembeli. Ketidaksepakatan itu
terjadi lagi ketika pembeli mengulang
menawar lagi dengan penawaran tetap.
Pembeli tambah menoleh tak menghiraukan
dan tetap tidak ada jawaban. Percakapan ini
menunjukkan adanya ketidaksepakatan antara
penjual dan pembeli.
Pelanggaran Maksim Simpati
Seperti telah dijelaskan di depan, para
peserta tutur hendaknya memaksimalkan sikap
simpati antara pihak yang satu dengan pihak
yang lain. Akan tetapi kenyataannya pada
penelitian ini ada tuturan yang justru
melanggar kaidah tutur yang berupa
pelanggaran maksim simpati.
Berdasarkan hasil identifikasi dan
klasifikasi data, tuturan yang mengandung
pelanggaran maksim simpati antara lain seperti
di bawah ini.
Pembeli: “Telloèbu bu’ Tur.”
Penjual: (Tidak menghiraukan, sambil
menata dagangannya)
Pembeli: ”Tello èbu ya’, yâ.”
Penjual: (Menoleh tak menghiraukan)
Pembeli: ”Teloebu bu’ Tur.”
Penjual: (Tidak menghiraukan, sambil
menata dagangannya)
Berdasarkan data di atas, pelanggaran
maksim simpati ditunjukkan dengan lambang
nonverbal misalnya, menoleh, menata
ikan,ekspresi wajah cemberut. Ikan ditawar
pembeli, memang tidak diberikan, entah
penawaran terlalu rendah atau tidak boleh
ditawar Pembeli tidak tahu. Penjual tidak
menjawab bahkan menoleh ditinggal menata
dagangannya. Beberapa kali pembeli menawar
tetap tidak dihiraukan oleh penjual dengan
ekspresi wajah cemberut. Penjual tidak
menunjukkan sikap yang simpati kepada
pembeli. Sikap seperti ini menunjukkan sikap
yang tidak dikehendaki di dalam kaidah
bertutur. Oleh karena itu percakapan ini
melanggar maksim simpati.
SIMPULAN
Ada dua cakupan hasil penelitian ini
yaitu penerapan dan pelanggaran etika tawar
menawar yang meliputi maksim kearifan,
maksim kedermawanan, maksim pujian,
maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan,
dan maksim simpati.
Penerapan etika tawar menawar
sering dilakukan oleh penjual dengan maksud
agar jualannya laku. Maksim kearifan
diterapkan sesuai dengan maksim-maksim
yang berlaku dalam maksim ini. Penjual
mengurangi keuntungan diri sendiri dan
memaksimalkan keuntungan pada pembeli.
Penjual selalu menurunkan harga penawaran.
Penjual menawarkan dengan cara tuturan yang
arif, membuat kerugian pembeli sekecil
mungkin dan membuat keuntungan pembeli
Linarsih, Etika Tawar-Menawar di Pasar | 21
sebesar mungkin. Selain itu penjual membuat
keuntungan diri sekecil mungkin dan kerugian
diri sendiri sebesar mungkin (maksim
kedermawanan). Maksim pujian ditunjukkan
oleh penjual dalam memberikan penghargaan
kepada pembeli dengan cara memberikan
pujian. Dengan pujian ini penjual bermaksud
agar pembeli kembali lagi pada waktu lain.
Dalam penelitian ini, maksim pujian sangat
jarang diterapkan. Demikian juga maksim
simpati dan kerendahan hati jarang diterapkan.
Penerapan maksim kesepakatan dilakukan
melalui ketidaksepakatan, karena tawar
menawar tidak harus sekali jadi.
Pelanggaran etika tawar menawar
sering dilakukan oleh penjual dan pembeli.
Pelanggaran-pelanggaran maksim yang
dilakukan tidak akan mempengaruhi tujuan
tindak tutur. Pada umumnya untuk mencapai
kesepakatan dalam tawar-menawar ikan di
pasar harus melalui ketidaksepakatan. Maksim
ketidaksepakatan sering diungkapkan dengan
cara yang tidak simpati. Biasanya
ketidaksimpatian itu diwujudkan dalam
ungkapan yang sifatnya saling mengejek,
mencaci, ataupun merendahkan pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA
Leech, Geoffrey. 1983. Maksim-Maksim
Pragmatik. Terjemahan dari Judul
Asli The Princples of Pragmatics oleh
D.D . Oka. 1993. Jakarta :UI- Press.
Muslich, Masnur. 2004. Kesantunan
Berbahasa: Sebuah Kajian
Sosiolinguistik.Online.
(muslich.m.com/2007/04/kesantunan_
sebuah_kajian.html)
Searle, John R.1979. Speech Act An Eassay in
The Philosophy of Language America:
Cambridge University Pres
Perwujudan tidak simpati selain dilakukan
dengan tindakan verbal disertai juga tindakan
nonverbal, misalnya dengan wajah cemberut,
mengangkat ikan sambil mengomel, dan
menoleh. Jarang penjual melakukan pujian
kepada pembeli. Yang ada penjual memuji
dagangannya sendiri dengan maksud agar
pembelil lebih tertarik dengan ikan yang
ditawarkan. Pembeli sering menjelekkan atau
merendahkan dagangan penjual. Jadi, penjual
dan pembeli sering melanggar maksim
kesepakatan, simpati, pujian dan kerendahan
hati. Pelanggaran maksim kerendahan hati
dibuktikan dengan selalu memuji dirinya
sendiri atau selalu mengunggulkan
dagangannya. Kegiatan tutur yang berkaitan
dengan pelanggaran maksim ini jarang
dilakukan.
Suparno dan Martutik. 1997. Wacana Bahasa
Indonesia. Jakarta : Depdikbud.
Supriyadi. 1995. Penerapan Maksim Tutur
dalam Tindak Tutur Percakapan
Berbahasa Indonesia Tidak Resmi
Masyarakat Kotamadya Malang. Tesis
Tidak Dipublikasikan. Malang : IKIP
Malang.
Tarigan, H.G . 1996. Pengajaran Pragmatik.
Bandung : Angkasa.
Wijana, I. Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar
Pragmatik. Yokyakarta :
Penerbit Adi.
2
22
2
MOTIVASI BELAJAR INTRINSIK DALAM NOVEL
Kusyairi
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura
Jalan Raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan
Abstrak: Motivasi intrinsik belajar berasal dari diri seseorang itu sendiri, dan motivasi ini
diantaranya ditimbulkan oleh faktor-faktor yang muncul dari pribadi seseorang terutama
kesadaran akan memfaat apa yang dia inginkan dan yang dipelajari, Novel merupakan
salah satu novel yang menggunakan tema pendidikan sehingga mudah menemukan kutipan
yang berkaitan dengan motivasi intrinsik. Novel Nak,Maafkan Ibu Tak Mampu
Menyekolahkanmuini sarat dengan motivasi, khususnya motivasi belajar intrinsik yang di
gambarkan malalui tokoh-tokohnya. Dalam novel Novel Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu
Menyekolahkanmu sarat dengan motivasi, khususnya motivasi belajar intrinsik yang di
gambarkan malalui tokoh-tokohnya. Motivasi intrinsik yang ditemukan di antaranya yaitu.
Tekun menghadapi tugas, tidak mudah putus asa, menunjukkan minat terhadap bermacam-
macam masalah, lebih senang bekerja mandiri, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas yang
rutin, dapat mempertahankan pendapat, tidak mudah melepaskan yang diyakini, senang
mencari dan memecahkan masalah. Adapun prosedur yang dilakukan membaca dan
memahami novel, mengumpulkan setiap data tentang motivasi intrinsik belajar,
mengaklasifiksikan data sesuai dengan permasalahan dan memberikan kodifikasi data
temuan.
Kata kunci: motivasi,novel
PENDAHULUAN
Salah satu unsur nilai yang hendak
disampaikan oleh pengarang adalah motivasi.
Motivasi dalam kehidupan sangat penting
karena mampu membangkitkan gairah untuk
melakukan sesuatu. Motivasi merupakan
motor penggerak aktivitas yang dilakukan
seseorang, sehingga tinggi rendahnya motivasi
tersebut akan berpengaruhterhadap aktivitas
yang hendak ataupun yang sedang dilakukan.
Hal ini di karenakan motivasi merupakan
pengontrol tingkah laku. Setiap orang pasti
mempunyai motivasi tersendiri yang ada
dalam dirinya sendiri kerena segala sesuatu
yang dilakukan pasti didasari oleh motivasi.
Motivasi tidak dapat diketahui secara langsung
kecuali dengan melihat dari tingkah lakunya.
Luasnya cakupan motivasi mengakibatkan
adanya variasi pada motivasi tersebut.
Beberapa diantara motivasi tersebut misalnya;
motivasi jasmani, motivasi rohani, dan
motivasi belajar. Motivasi dalam belajar
sangat penting, karena motivasi dapat
mendorong seseorang untuk belajar lebih giat.
Motivasi dapat muncul dari dalam diri sendiri.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan rancangan penelitian kualitatif
dengan metode deskriptif. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, data yang
diambil berdasarkan apa yang dikatakan orang
yang meliputi kata-kata, dan gambar untuk
menjelaskan permasalahan yang ada. Menurut
Surackhmad (1990:139), metode deskriptif
merupakan prosedur atau cara pemecahan
masalah penelitian dengan memaparkan
keadaan objek yang diteliti sebagaimana
adanya, berdasarkan fakta-fakta yang terjadi.
Penelitian yang dilakukan tanpa menggunakan
angka-angka tetapi menggunakan ke dalam
penghayatan terhadap interaksi antar konsep
yang dikaji secara empiris.
Data penelitian ini adalah kalimat-
kalimat, baik yang berbentuk dialog, monolog,
atau narasi yang berhubungan dengan aspek
kepribadian yang terdapat dalam novel Nak,
Maafkan ibu tak mampu menyekolahkanmu
karya Wiwid Prasetyo. Sumber data penelitian
ini adalah novel Nak, Maafkan ibu tak mampu
23 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 22- 27
menyekolahkanmu karya Wiwid Prasetyo
yang diterbitkan tahun 2010.
Teknik pengumpulan data penelitian
ini dilakukan dengan teknik obsevasi dan
dokumentasi . Tehnik observasi berupa
pengamatan secara mendalam terhadap novel
Nak, Maafkan ibu tak mampu
menyekolahkanmu karya Wiwid Prasetyo.
Teknik dokumentasi berupa pendokumenan
atau penulisan temuan data.
Adapun prosedur yang dilakukan
dalam penelitian ini dengan cara: (1) membaca
dan memahami novel, (2) mengumpulkan
setiap data tentang motivasi intrinsik belajar
dan ektrinsik belajar, (3) mengaklasifiksikan
data sesuai dengan permasalahan dan (4)
memberikan kodifikasi data temuan.
Analisis dimulai (1) identifikasi data
sesuai dengan rumusan masalah, (2) data
diklasifikasikan sesuai dengan kelompok yang
sejenis berdasarkan indikator permasalahan
dan tujuan peneilitian, (3) data yang sudah siap
diinterpretasikan dengan memberikan makna,
(4) mendeskripsikan hasil analisis, dan (5)
menarik kesimpulan dan mengujinya.
HASIL PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa novel Nak, maafkan ibu tak mampu
menyekolahkanmu karya Wiwid Prasetyo
mengandung motivasi belajar . Sardiman
(2007:83) mambagi kriteria motivasi intrinsik
menjadi delapan bagian.
Data motivasi intrinsik tersebut
ditemukan data motivasi intrinsic, a) tekun
menghadapi tugas. b) tidak mudah putus asa.
c) menunjukan minat terhadap bermacam-
macam masalah. d) lebih senang bekerja
mandiri. e) tidak cepat bosan terhadap tugas-
tugas yang rutin. f) dapat mempertahankan
pendapat. g) tidak mudah melepaskan hal-hal
yang diyakini. h) senang mencari dan
memecahkan masalah-masalah soal-soal
Sardiman (2007:83) mambagi kriteria
motivasi intrinsik menjadi delapan bagian.
Pertama, Tekun menghadapi tugas,
ketekunan menghadapi tugas merupakan salah
satu yang utama dari kriteria motivasi
intrinsik. Penjabarannya dapat dijelaskan
dengan dapat bekerja dalam waktu yang lama
dan tidak pernah berhenti sebelum selesai.
Kriteria ini mensyaratkan keteguhan hati
peserta didik dalam menyelesaikan tugas yang
dihadapinya.
Apa salahnya itu semua, sebab yang
dibutuhkan di sini hanya kemauan
untuk bekerja keras tanpa kenal lelah
dan pantang menyerah, meski kerja
keras tak mampu imbang lurus dengan
kemakmuran. (WP. 27. TMT/01.1.02)
Kedua, Tidak mudah putus asa. Putus
asa adalah godaan setan. Setan mencoba
memengaruhi orang-orang beriman dengan
membuat mereka bingung dan kemudian
menjerumuskan mereka untuk berbuat
kesalahan yang lebih serius. Tujuannya adalah
agar orang-orang beriman tidak merasa yakin
dengan keimanan dan keikhlasan mereka,
membuat mereka merasa “tertipu”. Jika
seseorang jatuh ke dalam perangkap ini, ia
akan kehilangan keyakinan dan akibatnya akan
mengulangi kesalahan yang sama. Dalam
motivasi belajar intrinsik, tidak putus asa
merupakan sikap untuk tidak mengulangi
kesalahan yang sama.
Aku tidak takut, aku sudah biasa
menderita, kemarin menderita
sekarangpun menderita. Penderitaan
adalah temanku sehari-hari. (WP. 79.
TMP/01.2.02)
Ketiga: Menunjukan minat terhadap
bermacam-macam masalah, anak yang
mempunyai motivasi yang tinggi ditunjukkan
dengan adanya minat terhadap bermacam-
macam masalah untuk dijadikan bahan
perenungan dan belajarnya.
(Turunkan bencanamu yang lebih besar
lagi! Akan ku tantang dengan gagah
berani.! ”Badai kali ini tak seseru badai
sebelumnya yang nyaris
meneggelamkan tubuhku! WP. 07.
MBM/01.3.02)
Keempat: Lebih senang bekerja
mandiri, motivasi yang tinggi tumbuh dan
menjadikan anak didik lebih senang bekerja
sendiri tanpa terikat dengan ketergantungan
dengan orang lain.
(Susahpun aku tak ingin meminta-minta
dari orang lain, aku tak ingin bergantung
pada orang lain, aku tak butuh belas
kasihan selama aku masih diberi
kemampuan berupa raga yang sehat dan
anggota utuh yang masih utuh. WP. 36.
LSBM/01.4.01)
Kusyairi, Motivasi Belajar Intrinsik | 24
Kelima: Cepat bosan dengan tugas-
tugas yang rutin, tugas-tugas rutin senantiasa
dikerjakan dan dijalani tanpa adanya
kebosanan, sehinigga tugas-tugas tersebut
selesai tepat waktu.
“Tak pernah merasa puas dengan
keadaan, tidak pernah bisa menerima
nasib dan menginginkan kepuasan yang
lebih dari apa yang saat ini kumiliki”.
WP. 264. CBTR/01.5.02)
Keenam: Dapat mempertahankan
pendapat, pendapat anak didik yang
mempunyai motivasi yang tinggi akan
dipertahankan dengan alasan yang logis serta
mengedepankan kejujuran ilmiah.
(Huss! Hentikan pembicaraan kalian.
Semua masih belum jelas dan perlu
diteliti lagi dilaboratorium,” ”Tetapi
memang begitulah kenyataannya!”
WP. 16. DMP/01.6.04)
Ketujuh : Tidak mudah melepaskan
hal yang diyakini, keyakinan bagi anak didik
yang mempunyai motivasi tinggi merupakan
wujud keteguhan hati untuk mencapai hal yang
telah ditempuh dan diperjuangkannya.
(Kita tidak perlu lagi Tuhan, sebab
dengan kemampuan manusia telah
berhasil memajukan peradaban. ”WP.
18. TMHD/01.7.02)
Kedelapan : Senang mancari dan
memecahkan masalah soal-soal, masalah
adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau
dipecahkan. Bagi anak didik yang mempunyai
motivasi yang tinggi akan menjadi hal yang
menyenangkan jika mampu memecahkan
masalah tersebut.
(Ini penemuan penting yang akan
mengubah kebijakan pemerintah
Jepang terhadap lingkungan.” WP. 19.
SMS/01.8.03)
PEMBAHASAN
Pembahasan hasil apresiasi terhadap
novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu
Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo
dapat dipaparkan bahwa tokoh yang ada
didalamnya salah satunya Wenas mempunyai
cita-cita yang tinggi untuk bisa merasakan
bangku sekolah seperti yang dialami teman-
teman sebayanya, Wenas adalah bocah miskin.
Walau untuk makanpun kesulitan cita-citanya
untuk bersekolah tidak pernah pupus!
Wenas sangat mengerti bahwa hidup
adalah perjuangan, perubahan tidak akan
turujud bila berpangku tangan.
Ketika semua kita percaya bahwa
pndidikan merupakan cara memutus mata
rantai kemiskinan, justru tak semua anak tidak
bisa mendapatkannya. Diluar sana banyak
anak-anak menantang panas matahari dengan
senyum mengembang, berharap bisa
mengumpulkan uang untuk bersekolah.
Motivasi intrinsik belajar dalam novel
“Nak, Maafkan Ibu tak Mampu
Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo
terdiri dari motivasi intrinsik dan motivasi
ektrinsik.
Motivasi Intrinsik Belajar Tokoh
dalam Novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu
Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo.
Motivasi intrinsik adalah motivasi untuk
belajar yang berasal dari dalam diri seseorang
itu sendiri. Motivasi intrinsik diantaranya
ditimbulkan oleh faktor-faktor yang muncul
dari pribadi seseorang. Motivasi intrinsik
merupakan motivasi yang tidak membutukan
rangsangan ataupun paksaan dari orang lain,
karena motivasi ini berasal dari dalam diri
anak didik. Pernyataan tersebut sesuai dengan
definisi tentang motivasi intrinsik yang di
kemukakan Djamarah bahwa motivasi
intrinsik adalah motif-motif yang menjadi
aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang
dari luar, karena dalam setiap individu sudah
ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Kreteria motivasi intrisik belajar tokoh
dalam novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu
Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo
dimiliki oleh Wenas, Ibunya, serta seorang
Profesor. Motivasi intrinsik belajar yang
dimiliki tokoh-tokoh tersebut didorong oleh
keinginan yang tinggi untuk bisa mengenyam
pendidikan dan bisa mempelajari suatu ilmu
yang ingin diketahui, seperti ilmu
pengatahuan yang dipelajari di sekolah,
tentang agama, seni, dan sebagainya. Kreteria
motivasi intrinsic yang terdapat dalam novel
“Nak, Maafkan Ibu tak Mampu
Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo
adalah tekun menghadapi tugas, tidak mudah
putus asa, tidak mudah melapaskan hal-hal
yang diyakini, senang mencari dan
memecahkan masalah soal-soal.
25 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 22- 27
Tekun menghadapi tugas. Ketekunan
menghadapi tugas merupakan salah satu yang
utama dari kriteria motivasi intrinsik.
Penjabarannya dapat dijelaskan dengan dapat
bekerja dalam waktu yang lama dan tidak
pernah berhenti sebelum selesai. Kriteria ini
mensyaratkan keteguhan hati peserta didik
dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya.
Tidak mudah putus asa. Putus asa
adalah godaan setan. Setan mencoba
memengaruhi orang-orang beriman dengan
membuat mereka bingung dan kemudian
menjerumuskan mereka untuk berbuat
kesalahan yang lebih serius. Tujuannya adalah
agar orang-orang beriman tidak merasa yakin
dengan keimanan dan keikhlasan mereka,
membuat mereka merasa “tertipu”. Jika
seseorang jatuh ke dalam perangkap ini, ia
akan kehilangan keyakinan dan akibatnya akan
mengulangi kesalahan yang sama. Dalam
motivasi belajar intrinsik, tidak putus asa
merupakan sikap untuk tidak mengulangi
kesalahan yang sama.
Menunjukan minat terhadap
bermacam-macam masalah. Anak yang
mempunyai motivasi yang tinggi ditunjukkan
dengan adanya minat terhadap bermacam-
macam masalah untuk dijadikan bahan
perenungan dan belajarnya.
Lebih senang bekerja mandiri.
Motivasi yang tinggi tumbuh dan menjadikan
anak didik lebih senang bekerja sendiri tanpa
terikat dengan ketergantungan dengan orang
lain.
Cepat bosan dengan tugas-tugas
yang rutin. Tugas-tugas rutin senantiasa
dikerjakan dan dijalani tanpa adanya
kebosanan, sehinigga tugas-tugas tersebut
selesai tepat waktu.
Dapat mempertahankan pendapat.
Pendapat anak didik yang mempunyai
motivasi yang tinggi akan dipertahankan
dengan alasan yang logis serta
mengedepankan kejujuran ilmiah.
Tidak mudah melepaskan hal yang
diyakini. Keyakinan bagi anak didik yang
mempunyai motivasi tinggi merupakan wujud
keteguhan hati untuk mencapai hal yang telah
ditempuh dan diperjuangkannya.
Senang mancari dan memecahkan
masalah soal-soal. Masalah adalah sesuatu
yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Bagi
anak didik yang mempunyai motivasi yang
tinggi akan menjadi hal yang menyenangkan
jika mampu memecahkan masalah tersebut.
PEMBAHASAN
Pembahasan hasil apresiasi terhadap
novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu
Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo
dapat dipaparkan bahwa tokoh yang ada di
dalamnya salah satunya Wenas mempunyai
cita-cita yang tinggi untuk bisa merasakan
bangku sekolah seperti yang dialami teman-
teman sebayanya, Wenas adalah bocah miskin.
Walau untuk makanpun kesulitan cita-citanya
untuk bersekolah tidak pernah pupus!
Wenas sangat mengerti bahwa hidup
adalah perjuangan, perubahan tidak akan
turujud bila berpangku tangan.
Ketika semua kita percaya bahwa
pndidikan merupakan cara memutus mata
rantai kemiskinan, justru tak semua anak tidak
bisa mendapatkannya. Diluar sana banyak
anak-anak menantang panas matahari dengan
senyum mengembang, berharap bisa
mengumpulkan uang untuk bersekolah.
Motivasi intrinsik belajar dalam novel
“Nak, Maafkan Ibu tak Mampu
Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo
terdiri dari motivasi intrinsik dan motivasi
ektrinsik.
Motivasi Intrinsik Belajar Tokoh
dalam Novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu
Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo.
Motivasi intrinsik adalah motivasi untuk
belajar yang berasal dari dalam diri seseorang
itu sendiri. Motivasi intrinsik ditimbulkan oleh
faktor-faktor yang muncul dari pribadi
seseorang. Motivasi intrinsik merupakan
motivasi yang tidak membutukan rangsangan
ataupun paksaan dari orang lain, karena
motivasi ini berasal dari dalam diri anak didik.
Pernyataan tersebut sesuai dengan definisi
tentang motivasi intrinsik yang dikemukakan
Djamarah bahwa motivasi intrinsik adalah
motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar,
karena dalam setiap individu sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu.
Kreteria motivasi intrisik belajar tokoh
dalam novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu
Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo
dimiliki oleh Wenas, Ibunya, serta seorang
Profesor. Motivasi intrinsik belajar yang
dimiliki tokoh-tokoh tersebut didorong oleh
Kusyairi, Motivasi Belajar Intrinsik | 26
keinginan yang tinggi untuk bisa mengenyam
pendidikan dan bisa mempelajari suatu ilmu
yang ingin diketahui, seperti ilmu
pengatahuan yang dipelajari di sekolah,
tentang agama, seni, dan sebagainya. Kreteria
motivasi intrinsic yang terdapat dalam novel
“Nak, Maafkan Ibu tak Mampu
Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo
adalah tekun menghadapi tugas, tidak mudah
putus asa, tidak mudah melapaskan hal-hal
yang diyakini, senang mencari dan
memecahkan masalah soal-soal.
Tekun menghadapi tugas. Ketekunan
menghadapi tugas merupakan salah satu yang
utama dari kriteria motivasi intrinsik.
Penjabarannya dapat dijelaskan dengan dapat
bekerja dalam waktu yang lama dan tidak
pernah berhenti sebelum selesai. Kriteria ini
mensyaratkan keteguhan hati peserta didik
dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya.
Tidak mudah putus asa. Putus asa
adalah godaan setan. Setan mencoba
memengaruhi orang-orang beriman dengan
membuat mereka bingung dan kemudian
menjerumuskan mereka untuk berbuat
kesalahan yang lebih serius. Tujuannya adalah
agar orang-orang beriman tidak merasa yakin
dengan keimanan dan keikhlasan mereka,
membuat mereka merasa “tertipu”. Jika
seseorang jatuh ke dalam perangkap ini, ia
akan kehilangan keyakinan dan akibatnya akan
mengulangi kesalahan yang sama. Dalam
motivasi belajar intrinsik, tidak putus asa
merupakan sikap untuk tidak mengulangi
kesalahan yang sama.
Menunjukan minat terhadap
bermacam-macam masalah. Anak yang
mempunyai motivasi yang tinggi ditunjukkan
dengan adanya minat terhadap bermacam-
macam masalah untuk dijadikan bahan
perenungan dan belajarnya.
Lebih senang bekerja mandiri.
Motivasi yang tinggi tumbuh dan menjadikan
anak didik lebih senang bekerja sendiri tanpa
terikat dengan ketergantungan dengan orang
lain.
Cepat bosan dengan tugas-tugas
yang rutin. Tugas-tugas rutin senantiasa
dikerjakan dan dijalani tanpa adanya
kebosanan, sehinigga tugas-tugas tersebut
selesai tepat waktu.
Dapat mempertahankan pendapat.
Pendapat anak didik yang mempunyai
motivasi yang tinggi akan dipertahankan
dengan alasan yang logis serta
mengedepankan kejujuran ilmiah.
Tidak mudah melepaskan hal yang
diyakini. Keyakinan bagi anak didik yang
mempunyai motivasi tinggi merupakan wujud
keteguhan hati untuk mencapai hal yang telah
ditempuh dan diperjuangkannya.
Senang mancari dan memecahkan
masalah soal-soal. Masalah adalah sesuatu
yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Bagi
anak didik yang mempunyai motivasi yang
tinggi akan menjadi hal yang menyenangkan
jika mampu memecahkan masalah tersebut.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan data
penelitian terhadap novel Nak, Maafkan Ibu
tak Mampu Menyekolahkanmu karya Wiwid
Prasetyo dapat dipaparkan bahwa tokoh-tokoh
seperti Wenas, dan tokoh yang lain memiliki
kemauan yang besar untuk mengenyam
pendidikan sama dengan orang lain, aspek ini
melekat pada diri Wenas, yang meliputi
motivasi intrinsik belajar dan motivasi
ektrinsik belajar.
Motivasi intrinsik sangat penting
dalam belajar karena motivasi yang berasal
dari dalam diri anak didik tersebut akan
mempermudah dalam melakukan aktivitas
belajar dan tidak membutuhkan paksaan dari
orang lain agar anak didik punya kemauan
untuk belajar. Dalam aktivitas belajar,
motivasi intrinsik sangat diperlukan, terutama
belajar sendiri. Seseorang yang tidak memiliki
motivasi intrinsik sulit sekali melakukan
aktivitas belajar terus menerus.
Kriteria motivasi intrinsik menjadi
delapan. 1)Tekun menghadapi tugas
Ketekunan menghadapi tugas
merupakan salah satu yang utama dari kriteria
motivasi intrinsik. Penjabarannya dapat
dijelaskan dengan dapat bekerja dalam waktu
yang lama dan tidak pernah berhenti sebelum
selesai. Kriteria ini mensyaratkan keteguhan
hati peserta didik dalam menyelesaikan tugas
yang dihadapinya. 2) Tidak mudah putus asa.
Putus asa adalah godaan setan. Setan mencoba
memengaruhi orang-orang beriman dengan
membuat mereka bingung dan kemudian
menjerumuskan mereka untuk berbuat
kesalahan yang lebih
27 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 22- 27
serius. Tujuannya adalah agar orang-orang
beriman tidak merasa yakin dengan keimanan
dan keikhlasan mereka, membuat mereka
merasa “tertipu”. Jika seseorang jatuh ke
dalam perangkap ini, ia akan kehilangan
keyakinan dan akibatnya akan mengulangi
kesalahan yang sama. Dalam motivasi belajar
intrinsik, tidak putus asa merupakan sikap
untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
3). Menunjukan minat terhadap bermacam-
macam masalah. Anak yang mempunyai
motivasi yang tinggi ditunjukkan dengan
adanya minat terhadap bermacam-macam
masalah untuk dijadikan bahan perenungan
dan belajarnya. 4). Lebih senang bekerja
mandiri. Motivasi yang tinggi tumbuh dan
menjadikan anak didik lebih senang bekerja
sendiri tanpa terikat dengan ketergantungan
dengan orang lain. 5). Cepat bosan dengan
tugas-tugas yang rutin. Tugas-tugas rutin
senantiasa dikerjakan dan dijalani tanpa
adanya kebosanan, sehinigga tugas-tugas
tersebut selesai tepat waktu. 6). Dapat
mempertahankan pendapat anak didik yang
mempunyai motivasi yang tinggi akan
dipertahankan dengan alasan yang logis serta
mengedepankan kejujuran ilmiah. 7). Tidak
mudah melepaskan hal yang diyakini.
Keyakinan bagi anak didik yang mempunyai
motivasi tinggi merupakan wujud keteguhan
hati untuk mencapai hal yang telah ditempuh
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, 1995. Pengantar Apresiasi Sastra.
Bandung: Sianar baru
Aminuddin, 2011. Pengantar Apresiasi Sastra.
Bandung: Sianar baru
Arikonto, Suharsimi 2006. Prosedur penelitian
satuan pengantar praktik. Jakarta:
Renika cipta
Asrori, Muhammad. 2008 Psikologi
Pembelajaran. Bandung: Wacana
Prima
Depdikbud, 1990. Kamu Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
Dimyati dan Mudjiono, 2009. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta rineka cipta
dan diperjuangkannya. 8). Senang mancari dan
memecahkan masalah soal-soal. Masalah
adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau
dipecahkan. Bagi anak didik yang mempunyai
motivasi yang tinggi akan menjadi hal yang
menyenangkan jika mampu memecahkan
masalah tersebut.
SARAN
Karya sastra seperti novel sebagai
imaji pengarang dan merupakan cerminan
pengarang dalam gaya penceritaannya. Latar
belakang religi, domilsili, dan pendidikan akan
mempengaruhi pengarang dalam menampilkan
watak-watak tokoh. Bagi penikmat sastra
diharapkan dibaca oleh pembaca dan peminat
sastra sebagai hiburan yang bermanfaat serta
diharapkan mampu menumbuhkan ketajaman
berfikir kritis melihat fenomena kehidupan
sosial khususnya dalam pendidikan.
Djaali, H. 2009 Psikologi Pendidikan Jakarta
: Bumi Aksara
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008 Psikologi
Belajar. Jakarta : Asdi Mahasatya.
Moleong, Lexi J. 2009 Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Nurgiyantoro, Burhan. 1995, Teori Pengkajian
Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Prasetyo, Wiwid. 2010. Nak, Maafkan Ibu Tak
Mampu Menyekolahkanmu. Jokjakarta
: Diva Pres.
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra

More Related Content

Similar to Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra

Dimensi komunikasi pemikiran
Dimensi komunikasi pemikiranDimensi komunikasi pemikiran
Dimensi komunikasi pemikiranNorazliah Ani
 
Pendidikan karakter di pendidikan dasar dan menengah, Sanjose
Pendidikan karakter di pendidikan dasar dan menengah, SanjosePendidikan karakter di pendidikan dasar dan menengah, Sanjose
Pendidikan karakter di pendidikan dasar dan menengah, SanjoseAbel Petrus
 
Hakikat Manusia
Hakikat ManusiaHakikat Manusia
Hakikat Manusia1231011994
 
Pak HUSNI dan Bu ANI Makalah CORE ETHICAL CHARACTER Kelompok 2 NEW.doc
Pak HUSNI dan Bu ANI Makalah CORE ETHICAL CHARACTER  Kelompok 2 NEW.docPak HUSNI dan Bu ANI Makalah CORE ETHICAL CHARACTER  Kelompok 2 NEW.doc
Pak HUSNI dan Bu ANI Makalah CORE ETHICAL CHARACTER Kelompok 2 NEW.docAniRindiani
 
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologiKomunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologiBahRum Subagia
 
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...Fandy Neta
 
ppt sastra anaak riki candra.pptx
ppt sastra anaak riki candra.pptxppt sastra anaak riki candra.pptx
ppt sastra anaak riki candra.pptxRikiCandra11
 
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptx
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptxPancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptx
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptxHerningHambarrukmi1
 
DIKDAS-Inovasi Pembelajaran BI-KB 4.pdf
DIKDAS-Inovasi Pembelajaran BI-KB 4.pdfDIKDAS-Inovasi Pembelajaran BI-KB 4.pdf
DIKDAS-Inovasi Pembelajaran BI-KB 4.pdfratnabarbara
 
Silabus sejarah indonesia wajib allson 1 4 mei 2013 (revisi)
Silabus sejarah indonesia wajib allson 1 4 mei 2013 (revisi)Silabus sejarah indonesia wajib allson 1 4 mei 2013 (revisi)
Silabus sejarah indonesia wajib allson 1 4 mei 2013 (revisi)Suaidin -Dompu
 
KONFLIK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN BAHASA DAN GAYA BICARA.pdf
KONFLIK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN BAHASA DAN GAYA BICARA.pdfKONFLIK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN BAHASA DAN GAYA BICARA.pdf
KONFLIK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN BAHASA DAN GAYA BICARA.pdfRianaYusvi
 
Jurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docx
Jurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docxJurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docx
Jurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docxjasminemuntaza1
 
PPT PKN kelompok 4.pptx
PPT PKN kelompok 4.pptxPPT PKN kelompok 4.pptx
PPT PKN kelompok 4.pptxAndini70675
 

Similar to Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra (20)

Dimensi komunikasi pemikiran
Dimensi komunikasi pemikiranDimensi komunikasi pemikiran
Dimensi komunikasi pemikiran
 
Pendidikan karakter di pendidikan dasar dan menengah, Sanjose
Pendidikan karakter di pendidikan dasar dan menengah, SanjosePendidikan karakter di pendidikan dasar dan menengah, Sanjose
Pendidikan karakter di pendidikan dasar dan menengah, Sanjose
 
Makalah pancasilan sebagai sumber nilai Bangsa Indonesia
Makalah pancasilan sebagai sumber nilai Bangsa Indonesia Makalah pancasilan sebagai sumber nilai Bangsa Indonesia
Makalah pancasilan sebagai sumber nilai Bangsa Indonesia
 
Hakikat Manusia
Hakikat ManusiaHakikat Manusia
Hakikat Manusia
 
SQRIPSI Q
SQRIPSI QSQRIPSI Q
SQRIPSI Q
 
Pak HUSNI dan Bu ANI Makalah CORE ETHICAL CHARACTER Kelompok 2 NEW.doc
Pak HUSNI dan Bu ANI Makalah CORE ETHICAL CHARACTER  Kelompok 2 NEW.docPak HUSNI dan Bu ANI Makalah CORE ETHICAL CHARACTER  Kelompok 2 NEW.doc
Pak HUSNI dan Bu ANI Makalah CORE ETHICAL CHARACTER Kelompok 2 NEW.doc
 
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologiKomunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
 
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
 
Komunikasi Interpersonal
Komunikasi InterpersonalKomunikasi Interpersonal
Komunikasi Interpersonal
 
ppt sastra anaak riki candra.pptx
ppt sastra anaak riki candra.pptxppt sastra anaak riki candra.pptx
ppt sastra anaak riki candra.pptx
 
Anang sudigdo 1 7
Anang sudigdo 1 7Anang sudigdo 1 7
Anang sudigdo 1 7
 
Rony husniah fak.sastra um
Rony husniah fak.sastra umRony husniah fak.sastra um
Rony husniah fak.sastra um
 
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptx
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptxPancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptx
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptx
 
DIKDAS-Inovasi Pembelajaran BI-KB 4.pdf
DIKDAS-Inovasi Pembelajaran BI-KB 4.pdfDIKDAS-Inovasi Pembelajaran BI-KB 4.pdf
DIKDAS-Inovasi Pembelajaran BI-KB 4.pdf
 
Teori kecerdasan pelbagai
Teori kecerdasan pelbagaiTeori kecerdasan pelbagai
Teori kecerdasan pelbagai
 
Silabus sejarah indonesia wajib allson 1 4 mei 2013 (revisi)
Silabus sejarah indonesia wajib allson 1 4 mei 2013 (revisi)Silabus sejarah indonesia wajib allson 1 4 mei 2013 (revisi)
Silabus sejarah indonesia wajib allson 1 4 mei 2013 (revisi)
 
KONFLIK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN BAHASA DAN GAYA BICARA.pdf
KONFLIK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN BAHASA DAN GAYA BICARA.pdfKONFLIK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN BAHASA DAN GAYA BICARA.pdf
KONFLIK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN BAHASA DAN GAYA BICARA.pdf
 
Pendidikan karakter bangsa
Pendidikan karakter bangsaPendidikan karakter bangsa
Pendidikan karakter bangsa
 
Jurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docx
Jurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docxJurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docx
Jurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docx
 
PPT PKN kelompok 4.pptx
PPT PKN kelompok 4.pptxPPT PKN kelompok 4.pptx
PPT PKN kelompok 4.pptx
 

More from Cha Aisyah

Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisi
Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisiUnimed undergraduate-22276-bab 1 repisi
Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisiCha Aisyah
 
Pai 117310011-abs
Pai 117310011-absPai 117310011-abs
Pai 117310011-absCha Aisyah
 
P 18 pendidikan(nila k)
P 18 pendidikan(nila k)P 18 pendidikan(nila k)
P 18 pendidikan(nila k)Cha Aisyah
 
Muh hafidz guru dan profesinya dalam perspektif islam 3
Muh hafidz   guru dan profesinya dalam perspektif islam 3Muh hafidz   guru dan profesinya dalam perspektif islam 3
Muh hafidz guru dan profesinya dalam perspektif islam 3Cha Aisyah
 
Modul matematika-teori-belajar-polya
Modul matematika-teori-belajar-polyaModul matematika-teori-belajar-polya
Modul matematika-teori-belajar-polyaCha Aisyah
 
Matematika 3-hal.-312-473
Matematika 3-hal.-312-473Matematika 3-hal.-312-473
Matematika 3-hal.-312-473Cha Aisyah
 
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2Cha Aisyah
 
Hasil analisis-kesalahan-siswa-dalam-menyelesaikan-soal-matematika--pada-mate...
Hasil analisis-kesalahan-siswa-dalam-menyelesaikan-soal-matematika--pada-mate...Hasil analisis-kesalahan-siswa-dalam-menyelesaikan-soal-matematika--pada-mate...
Hasil analisis-kesalahan-siswa-dalam-menyelesaikan-soal-matematika--pada-mate...Cha Aisyah
 
Bab i, iv, daftar pustaka 2
Bab i, iv, daftar pustaka 2Bab i, iv, daftar pustaka 2
Bab i, iv, daftar pustaka 2Cha Aisyah
 
Artikel9 eec8feb3f87ac825c375098e45cb689
Artikel9 eec8feb3f87ac825c375098e45cb689Artikel9 eec8feb3f87ac825c375098e45cb689
Artikel9 eec8feb3f87ac825c375098e45cb689Cha Aisyah
 
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167f
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167fArtikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167f
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167fCha Aisyah
 
2013 2-2-84202-411409095-bab2-12032014012827
2013 2-2-84202-411409095-bab2-120320140128272013 2-2-84202-411409095-bab2-12032014012827
2013 2-2-84202-411409095-bab2-12032014012827Cha Aisyah
 
1757 3456-2-pb
1757 3456-2-pb1757 3456-2-pb
1757 3456-2-pbCha Aisyah
 

More from Cha Aisyah (19)

Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisi
Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisiUnimed undergraduate-22276-bab 1 repisi
Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisi
 
Pai 117310011-abs
Pai 117310011-absPai 117310011-abs
Pai 117310011-abs
 
P 18 pendidikan(nila k)
P 18 pendidikan(nila k)P 18 pendidikan(nila k)
P 18 pendidikan(nila k)
 
Muh hafidz guru dan profesinya dalam perspektif islam 3
Muh hafidz   guru dan profesinya dalam perspektif islam 3Muh hafidz   guru dan profesinya dalam perspektif islam 3
Muh hafidz guru dan profesinya dalam perspektif islam 3
 
Modul matematika-teori-belajar-polya
Modul matematika-teori-belajar-polyaModul matematika-teori-belajar-polya
Modul matematika-teori-belajar-polya
 
Matematika 3-hal.-312-473
Matematika 3-hal.-312-473Matematika 3-hal.-312-473
Matematika 3-hal.-312-473
 
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
 
Hasil analisis-kesalahan-siswa-dalam-menyelesaikan-soal-matematika--pada-mate...
Hasil analisis-kesalahan-siswa-dalam-menyelesaikan-soal-matematika--pada-mate...Hasil analisis-kesalahan-siswa-dalam-menyelesaikan-soal-matematika--pada-mate...
Hasil analisis-kesalahan-siswa-dalam-menyelesaikan-soal-matematika--pada-mate...
 
Bab i, iv, daftar pustaka 2
Bab i, iv, daftar pustaka 2Bab i, iv, daftar pustaka 2
Bab i, iv, daftar pustaka 2
 
Bab 2
Bab 2Bab 2
Bab 2
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Artikel14
Artikel14Artikel14
Artikel14
 
Artikel9 eec8feb3f87ac825c375098e45cb689
Artikel9 eec8feb3f87ac825c375098e45cb689Artikel9 eec8feb3f87ac825c375098e45cb689
Artikel9 eec8feb3f87ac825c375098e45cb689
 
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167f
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167fArtikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167f
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167f
 
73511013 bab2
73511013 bab273511013 bab2
73511013 bab2
 
2013 2-2-84202-411409095-bab2-12032014012827
2013 2-2-84202-411409095-bab2-120320140128272013 2-2-84202-411409095-bab2-12032014012827
2013 2-2-84202-411409095-bab2-12032014012827
 
1757 3456-2-pb
1757 3456-2-pb1757 3456-2-pb
1757 3456-2-pb
 
122 244-1-sm
122 244-1-sm122 244-1-sm
122 244-1-sm
 
09 e01096
09 e0109609 e01096
09 e01096
 

Recently uploaded

Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 

Recently uploaded (20)

Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 

Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra

  • 1. JURNAL KEPENDIDIKAN INTERAKSI Volume 9, Nomor 1, Januari 2014 Harsono Pembentukan Karakter melalui Pembelajaran Sastra 1-5 M. Khoiri Kesalahan Penanda Kohesi dalam Skripsi Mahasiswa 6-10 M. Tauhed Supratman Korupsi dalam Cerpen Indonesia 11-14 Yanti Linarsih Etika Tawar-Menawar di Pasar 15-21 Kusyairi Motivasi Belajar Intrinsik dalam Novel 22-27 Sri Indriati Hasanah Sumber Belajar Matematika dari Lingkungan Alam Sekitar Berbasis Pondok Pesantren 28-31 Moh. Zayyadi Pengaruh Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir Terhadap Hasil Belajar 32-34 Hasan Basri Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal Pemahaman Konsep Pokok Bahasan Limit Fungsi Trigonometri Pada Siswa Kelas XII IPA SMAN 5 Malang 35-39 Ukhti Raudhatul Jannah Strategi Pengajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Bilangan Bulat 40-43 Wildona Zumam Issues of Feminism in the Patriarchal Societies As Portrayed In The Life of Madurese Women 44-46 Tjitra Ramadhani Laura’s Interpersonal Relationships with Men In “Goodnight & Goodbye” By Timothy Harris 47-54 R. Agus Budiharto Moral Values Application in” Robinson Crusoe” by Daniel Defoe 55-61 Masyithah Maghfirah Rizam Perubahan Sosial Etnik Madura dalam Lirik Lagu Kontemporer Berbahasa Madura 62-71 Rasyid Arafiq Analisis Kesalahan Siswa SMA dalam Menyelesaikan Soal Matematika 72-75
  • 2. 1 1 PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN SASTRA Harsono Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura Jalan raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan email: hf.ayya@gmail.com Abstrak: Hal yang paling mendasar dalam pembelajaran sastra adalah pendidikan karakter. Pembelajaran apresisasi sastra diharapkan mampu memberikan pencerahan untuk memunculkan karakter pada peserta didik. Melalui metode penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan pendekatan hermeneutik diperoleh beberapa hasil. Pertama, secara hakiki sastra merupakan media pencerahan jiwa dan pola pikir yang menjadi bagian mendasar di dalam pendidikan karakter. Kedua, pembelajaran bersastra yang relevan untuk pengembangan karakter adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik tumbuh kesadaran untuk membaca dan menulis sebagai bagian terpenting dari prasyarat pembentukan karakter. Ketiga, karya sastra yang dipandang relevan untuk pembentukan karakter adalah bahasanya indah; mengharukan pembaca, membawakan nilai-nilai luhur kemanusiaan; serta mendorong pembaca untuk berbuat baik kepada sesama manusia dan makhluk lain. Ketiga hal tersebut digambarkan dalam novel Ranah 3 Warna Karya A.Fuadi. .Kata kunci: pendidikan karakter, pembelajaran sastra, ranah 3 warna PENDAHULUAN Nilai pendidikan dalam sebuah karya sastra berkaitan dengan penanaman nilai pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang tidak cukup hanya diperkenalkan oleh guru dalam mata pelajaran saja tetapi guru harus mengajarkan karakter dari segi pengetahuan, perasaan, dan perilaku. Pendidikan karakter membangun moral baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Karya sastra yang mengandung nilai pendidikan dan sarat pendidikan karakter akan mampu memperluas pemahaman, perasaan, dan sikap pembaca. Noor (2011, 64:65) menyatakan bahwa karya sastra mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangan tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan atau diamanatkan. Salah satu bentuk karya sastra yang mengupas kehidupan manusia dan masyarakat adalah novel. Salah satu novel yang menggambarkan nilai kehidupan berupa pendidikan karakter Ranah 3 Warna karya A. Fuadi. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan pendekatan hermeneutik. Teori hermeneutik yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah teori hermeneutik Gadamer. Alasan yang mendukung digunakannya hermeneutik sebagai rancangan penelitian ini karena sumber data dalam penelitian ini berupa teks. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata- kata, paparan kebahasaan yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan karakter yang bersumber dari novel Ranah 3 Warna Karya A. Fuadi. HASIL Dalam penelitian ditemukan nilai pendidikan karakter novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi antara lain: Pertama, secara hakiki novel Ranah 3 Warna merupakan media pencerahan jiwa dan pola pikir yang menjadi bagian terpenting di dalam pendidikan karakter. Hal ini didasarkan pada nilai pendidikan karakter yang dimiliki tokoh utama. Dengan kegiatan mengapresiasi tokoh utama, dapat digunakan untuk bertukar pikiran, perasaan, pendapat, imajinasi, dan sebagainya sehingga terjadi kegiatan sambut- menyambut antara penulis dan pembaca. Kedua, novel Ranah 3 Warna dapat dijadikan pembelajaran bersastra yang relevan untuk pengembangan karakter. Hal ini terungkap pada karakter tokoh utama berupa karakter relegius , jujur, tanggung jawab, percaya diri, berfikir logis, kritis, kreatif, inovatif, cerdas , tangguh, ingin tahu,
  • 3. 2 | INTERAKSI. Volume 9, No. 1, Januari 2014, hlm 1-5 peduli, santun, dan demokratis, peduli lingkungan dan nasionalis. Relevansi tersebut bisa dilakukan dengan kegiatan bersastra yang dilakukan serempak dengan kegiatan merasa, berpikir, berimajinasi, dan sebagainya. Kegiatan bersastra serta kegiatan berbuat itu terjadi dalam konteks, berupa tempat, waktu, dan suasana. Di dalamnya terdapat tanah, air, udara, cahaya, tumbuhan, binatang; manusia dengan masyarakat dan budayanya, serta Tuhan dan alam ciptan-Nya. Bagian-bagian yang ada di dalam pembelajaran bersastra itulah yang dimaksud dengan konteks-konteks belajar. Ketiga, novel Ranah 3 Warna adalah karya sastra yang dipandang relevan untuk pembentukan karakter karena bahasanya indah; mengharukan pembaca, membawakan nilai-nilai luhur kemanusiaan; serta mendorong pembaca untuk berbuat baik kepada sesama manusia dan makhluk lain. PEMBAHASAN Nilai Pendidikan Karakter dalam Hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa Dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, nilai karakter yang terdapat dalam novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi adalah relegius. Relegius adalah sikap yang berkaitan dengan nilai, pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya (Kemendiknas, 2010:8). Tanda yang paling tampak bagi seseorang yang beragama dengan baik adalah mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu berupa hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan makhluk ciptaan lainnya. Dalam novel Ranah 3 Warna terdapat 35 data yang menunjukkan sikap religius, salah satunya dapat dilihat dalam data berikut. Ya Tuhan, aku berprasangka baik untuk semua keputusanMu. Lambat laun, hatiku menjadi sejuk dan tenteram. Aku menengadah ke langit Bandung yang kembali mendung sore itu. Gerumbul awan sore di mataku masih berbentuk benua Amerika.Hanya Tuhan yang tahu apa ini hanya akan jadi mimpi atau nanti menjadi nyata. Biarkan Tuhan yang memutuskan mana yang terbaik untukku. Dia Maha Tahu, Dia Maha Mengerti, Dia Maha Adil. Insya Allah, Tuhan tahu yang terbaik buatku. Dan sungguh Dia selalu memberi yang terbaik (Fuadi, 2012:208). Perwujudan nilai karakter relegius tokoh utama adalah meyakini bahwa Allah Maha Tahu apa yang diinginkan dirinya dan tokoh utama meyakini bahwa Allah Maha Mengerti. Tokoh utama meyakini bahwa Allah Maha Adil. Dia menempatkan semua manusia pada posisi yang sama dan sederajat. Tidak ada yang ditinggikan hanya karena keturunan, kekayaan, atau karena jabatannya. Dekat jauhnya posisi seseorang dengan Allah hanya diukur dari seberapa besar mereka berusaha meningkatkan taqwanya. Semakin tinggi taqwanya, semakin tinggi pula posisinya, semakin mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT. Sehingga tokoh utama berkeyakinan bahwa hanya Allah yang mengetui apa yang terbaik pada dirinya. Nilai Pendidikan Karakter dalam Hubungannya dengan Diri Sendiri Dalam hubungannya dengan diri sendiri, nilai karakter yang terdapat dalam novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi adalah karakter jujur, tanggung jawab, percaya diri, berfikir logis, berfikir kritis, berfikir kreatif, berfikir inovatif, cerdas, tangguh, dan ingin tahu. Paparan berikut hanya dituliskan nilai karakter berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif ,dan cerdas. Karena kedua nilai karakter tersebut sering muncul pada diri tokoh utama. Berfikir Logis, Kritis, Kreatif, dan Inovatif Berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif adalah berfikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki (Kemendiknas, 2010:9). Dalam novel Ranah 3 Warna terdapat 23 data yang menunjukkan k ka ar ra ak kt te er r berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, salah satunya dapat dilihat dalam data berikut. Kalau aku masih ingin kuliah di universitas negeri, aku harus mengambil keputusan besar. Aku akhirnya harus memilih dengan realistis. Kemampuan dan waktu yang
  • 4. Harsono, Pembentukan Karakter Melalui | 3 aku punya saat ini tidak cocok dengan impianku. Dengan berat hati aku kuburkan impian tinggiku dan aku hadapi kenyataan bahwa aku harus mengambil jurusan IPS. Selamat jalan, ITB (Fuadi, 2012:10-11). Data tersebut menggambarkan tokoh utama yang mempunyai berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatifnya dengan mampu berfikir dan mengambil keputusan yang diperoleh melalui analisa kemampuan dirinya untuk masuk ke ITB. Tokoh utama mampu berfikir realistis bahwa dirinya dengan waktu yang sedikit tidak mungkin mengikuti ujian masuk ITB. Dengan karakter berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatifnya dia harus mengambil jurusan IPS daripada masuk jurusan teknik ITB. Cerdas Cerdas adalah memiliki perkembangan akal budi sempurna; dapat berpikir, mengerti, memahami, dan merasa segala sesuatu dengan sempurna serta dapat mewujudkannya dalam perkataan dan atau tindakan (Kemendiknas, 2010:9). Dalam novel Ranah 3 Warna terdapat 15 data yang menunjukkan karakter cerdas, salah satunya dapat dilihat dalam data berikut. Aku cepat-cepat memberi latar belakang, ‘’ Pak Danang, tulisan ini saya persiapkan dengan latar belakang teoritis yang kuat yang saya pelajari di kampus. Juga telah melalui sebuah diskusi kritis dengan senior saya. Intinya, saya punya argument ilmiah bahwa kalau Palestina didukung dengan tekanan diplomasi PBB dan negara Arab, dan tidak ada halangan dari Amerika Serikat, maka Palestina akan berhasil menjadi negara yang berdaulat(Fuadi, 2012:149). Data tersebut menggambaran tokoh tokoh utama mampu berargumentasi dan meyakinkan Pak Danang agar tulisannya dapat dimuat dengan menggunakan kata-kata yang efektif. Dalam data tersebut tokoh utama menggunakan Rational Persuasion: adalah siasat meyakinkan orang lain dengan menggunakan argumen yang logis dan rasional. Tokoh utama meyakinkan Pak Danang bahwa artikelnya layak dimuat dengan argumentasi bahwa Palestina akan menjadi negara yang berdaulat jika didukung dengan diplomasi PBB dan negara dan tidak ada halangan dari Amerika Serikat. Kemampuan tokoh utama dengan rational persuasion merupakan nilai pendidikan karakter cerdas yang dimiliki tokoh utama. Nilai Pendidikan Karakter dalam Hubungannya dengan Sesama Data nilai pendidikan karakter dalam hubungannya dengan antar sesama berupa karakter peduli, santun, dan demokratis. Karakter santun dan demokratis merupakan nilai pendidikan karakter yang sering muncul. Santun Santun merupakan kebiasaan berperilaku sopan santun, berbudi bahasa halus sebagai perwujudan rasa hormat kepada orang lain (Gunawan, 2012:34). Dalam novel Ranah 3 Warna terdapat 1 18 8 data yang menunjukkan karakter s sa an nt tu un n, salah satunya dapat dilihat dalam data berikut. Maaf, Den Kasep, bulan ini belum belum dapat arisan. Mungkin bulan depan ya,Dik,’’ kata Ibu Tin, seorang istri jenderal dengan logat Sunda yang halus. Ibu Tin salah satu langganan terbaikku. Sebelumnya dia telah membeli kain bordir kerancang dan kapalo peniti, mukena, dan cairan pembersih serbaguna. ‘’Terima kasih Bu. Bulan depan saya kunjungi lagi, ‘’ kataku pamit (Fuadi, 2012:119). Data tersebut merupakan gambaran tokoh utama yang bertutur kata Ibu Tin menurut norma yang berlaku dengan mengucapkan terima kasih karena Ibu Tin adalah langganan terbaik tokoh utama. Tutur kata tokoh utama disampaikan dengan santun dan tidak menyalahi prinsip kesantunan berbahasa. Santun berbahasa merupakan salah satu dari nilai pendidikan karakter yang dimiliki tokoh utama. Demokratis Demokratis adalah cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain (Gunawan:2012:34). Dalam novel Ranah 3 Warna terdapat 1 18 8 data yang menunjukkan karakter d de em mo ok kr ra at ti is s, salah satunya dapat dilihat dalam data berikut. Aku mengeleng-geleng dan mengacungkan jari.
  • 5. 4 | INTERAKSI. Volume 9, No. 1, Januari 2014, hlm 1-5 ‘’ Rus, itu terlalu biasa. Aku usul kita bikin sekalian yang benar-benar monumental. Bagaimana kalau di puncak tertinggi Saint-Raymond? Namanya Mont Laura. Baru kemarin aku meliput para atlet ski lokal yang meluncur di puncaknya. Ada dataran di puncak bukit itu yang sering dipakai untuk kegiatan pramuka, lengkap dengan tiang bendera. Dan ada jalan mobil sampai pinggang bukit sehingga tidak terlalu terjal untuuk mendaki, ‘’kataku (Fuadi, 2012:391). Karakter tokoh utama demokratis diwujudkan dengan mengusulkan keinginannya melalui musyawarah dengan teman-temannya dan tidak memaksakan kehendaknnya kepada orang lain. Tokoh utama mau menerima pendapat orang lain, tidak memaksakan kemauan sendiri, berusaha untuk memperoleh titik tengah bila terjadi perbedaan pendapat. Nilai Pendidikan Karakter dalam Hubungannya dengan Lingkungan Data nilai pendidikan karakter dalam hubungannya dengan lingkungan berupa karakter peduli lingkungan. . P Pe ed du ul li i l li in ng gk ku un ng ga an n merupakan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk meperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu member bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan (Gunawan, 2012:34). Karakter peduli lingkungan dalam Ranah 3 Warna ditampakkan pada sikap dan perilaku tokoh utama yang memperhatikan lingkungannya seperti data berikut, Sabtu pagi ini Ferdinand membangunkan kami lebih awal untuk bergotong royong. Dengan skop kami menggali salju yang menutupi jalan dari tangga rumah sampai ke jalan besar. Ferdinand dan Mado melambaikan tangan ke tetangga di kiri-kanan yang juga sibuk bekerja seperti kami (Fuadi, 2012:375). Data tersebut menggambaran tokoh utama yang peduli lingkungan dengan menunjukkan kepedulian dan membantu menggali salju. Banyanknya salju yang turunyang menutupi jalan dari tangga rumah sampai ke jalan besa menggerakkan tokoh utama untuk membersihkannya. Sebagai wujud karakternya. ia mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungannya . Nilai Pendidikan Karakter dalam Hubungannya dengan Kebangsaan Data nilai pendidikan karakter dalam hubungannya dengan kebangsaan berupa karakter nasionalis . . Nasionalis adalah cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya (Gunawan, 2012:35). Acara ditutup dengan Raisa tampil ke depan. Seragam jas biru tua semakin melengkapi aura percaya dirinya yang besar. Dia mengayunkan kedua tangannya, memimpin kami semua melantunkan lagu Padamu Negeri. Bait terakhir, ‘’bagimu negeri jiwa raga kami…’’ kami nyanyikan panjang dengan sepenuh hati. Badanku rasanya ringan terbang melayang , meresapi sensasi yang sulit aku lukiskan. Bahkan ketika nyanyian telah berakhir, di dadaku masih terus bergaung lirik, ‘’bagimu negeri jiwa raga kami…’’. Rasanya aku bahkan siap mati demi bangsa ini (Fuadi, 2012:228). Lirik ‘’bagimu negeri jiwa raga kami’’ membangkitkan karakter dan jiwa nasionalis tokoh utama. Dia merasa siap mati demi bangsa Indonesia. Gambaran karakter nasionalis tokoh utama yang membumbung tinggi tentang arti cinta tanah air. Dia siap mengorbankan jiwa dan raganya untuk Indonesia. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi merupakan novel yang bagus karena tidak hanya bersifat menghibur saja tetapi juga memiliki nilai pendidikan karakter yang tinggi.Hal ini didasarkan pada tiga hal. Pertama, secara hakiki novel Ranah 3 Warna merupakan media pencerahan jiwa dan pola pikir yang menjadi bagian terpenting di dalam pendidikan karakter. Karena tema utama yang diusung dalam
  • 6. Harsono, Pembentukan Karakter Melalui | 5 novel tersebut adalah perjuangan Alif Fikri dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada sehingga memunculkan nilai karakter pada dirinya. Kedua, novel Ranah 3 Warna dapat dijadikan media pembelajaran bersastra yang relevan untuk pengembangan karakter yang dengan sesuai dengan tiga kriteria pemilihan bahan ajar sastra yaitu, aspek bahasa, psikologis, dan latar belakang budaya siswa. Ketiga, novel Ranah 3 Warna adalah karya sastra yang dipandang relevan untuk pembentukan karakter karena bahasanya indah; mengharukan pembaca, membawakan nilai- nilai luhur kemanusiaan; serta mendorong pembaca untuk berbuat baik kepada sesama manusia dan makhluk lain. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bagian terdahulu, dapat disarankan bahwa novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi merupakan salah satu novel yang mengandung nilai pendidikan karakter. DAFTAR RUJUKAN Fuadi,A. 2012. Ranah 3 Warna. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gunawan, Heri, 2012. Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Muhlas, Samani dan Hariyanto, 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung : Remaja Rosdakar Namun, di sisi lain, di dalam novel tersebut terdapat nilai-nilai karakter yang juga penting untuk dikembangkan dalam diri peserta didik yang masih sedikit dimunculkan dalam novel, seperti karakter gemar membaca. Karena karakter tersebut merupakan karakter yang penting untuk dikembangkan pada diri seseorang. Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya untuk memunculkan lebih banyak tentang karakter- karakter yang perlu dikembangkan tersebut di dalam novel. Noor, Rohinah M.2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra, Solusi Pendidikan Moral yang Efektif. Yokyakarta: Ar Ruz Media. Surachmad, Winarno. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah:Dasar Metode dan Teknik. Bandung:Tarsito.
  • 7. 6 6 KESALAHAN PENANDA KOHESI DALAM SKRIPSI MAHASISWA M. Khoiri Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura Jalan raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan Abstrak; Penanda kohesi paragraf dalam skripsi mahasiswa sebagai karya ilmiah ternyata kesalahannya masih ditemukan. Oleh karena itu diperlukan metode deskripsi untuk mengungkapkan kesalahan-kesalahannya. Sehingga setelah dianalisis ditemukan (1) kesalahan pengulangan disebabkan pemilihan kosa kata tidak tepat, (2) kesalahan penggantian disebabkan penulis skripsi kurang teliti dan kurang cermat menggunakan kata ganti ataupun kata tunjuk, dan (3) kesalahan kata/frase karena pengaruh bahasa percakapan yang tidak baku dan juga penulis tidak cermat merangkai frase-frasenya. Kata kunci: kesalahan, penanda kohesi, skripsi PENDAHULUAN Skripsi sebagai salah satu karya ilmiah yang idealnya merupakan karya hasil keterampilan menulis terbaik mahasiswa. Penyusunannya harus mengikuti langkah- langkah untuk mengorganisasi dan mengatur gagasan melalui garis pemikiran yang konseptual dan prosedural yang disepakati oleh para ilmuwan. Dengan demikian, secara kualitas baik isi maupun sistematikannya akan menjadi cerminan intelektual mereka. Skripsi adalah karya seorang ilmuwan (yang berupa hasil penelitian) yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang diperolehnya melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, penelitian, dan pengetahuan orang lain sebelumnya. Sehingga bukan sekedar pertanggungjawaban peneliti dalam penggunaan sumber daya (uang, alat, dan bahan) yang digunakan dalam penelitian (Dwiloka, 2005:2). Selain itu, penulis karya ilmiah juga harus memerhatikan penguasaan bahasa. Aspek-aspek penguasaan bahasa meliputi: pertama, penguasaan secara aktif sejumlah besar perbendaharaan kata (kosa kata) bahasa. Kedua, penguasaan kaidah-kaidah sintaksis bahasa itu secara aktif. Ketiga, kemampuan menemukan gaya yang paling cocok untuk menyampaikan gagasan-gagasan. Keempat, tingkat penalaran (logika) yang dimiliki seseorang. Selanjutnya, hal yang dilakukan penulis adalah menyatukan kalimat-kalimat yang baik menjadi satu kesatuan pikiran yang disebut paragraf. Yakni, himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Hal ini dilakukan karena pembentukan paragraf sekurang-kurangnya mempunyai tujuan; memudahkan pengertian dan pemahaman dengan menceraikan suatu tema dan tema yang lain, dan (2) memisahkan dan menegaskan perhentian secara wajar dan formal, untuk memungkinkan kita berhenti lebih lama daripada perhentian pada akhir kalimat (Keraf, 2004:69-70). Meskipun demikian, paragraf yang baik harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya adalah kepaduan bentuk (kohesif) dan kepaduan makna (koheren). Paragraf yang baik adalah paragraf yang semua unsur kebahasaannya menjamin kepaduan bentuk bagi keberadaan paragraf itu. Kalimat-kalimat dan unsur-unsur kebahasaan lainnya menjamin keberadaan paragraf itu. Adapun kepaduan makna di dalam sebuah paragraf ditunjukkan dengan kehadiran ide dan pikiran yang satu dan yang tidak terpecah-pecah di dalam paragraf itu (Rahardi, 2009:117). Berkaitan dengan uraian di atas, penulis telah melakukan penelitian di kampus Universitas Madura Pamekasan. Penelitian ini berkaitan dengan dua hal, yakni paragraf dan skripsi. Tentang paragraf, hal-hal yang akan
  • 8. 7 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 6 - 10 dikaji adalah tentang beberapa penanda kohesi paragraf. Adapun tentang skripsi, salah satu bagian yang akan diteliti adalah bagian latar belakang pada bab pendahuluan. Sehingga penelitian ini difokuskan pada permasalahan tentang penggunaan penanda kohesi paragraf dalam skripsi mahasiswa nonbahasa di Universitas Madura Pamekasan, baik kesalahan pengulangan, kesalahan penggantian, maupun kesalahan kata atau frase transisinya. Berdasarkan permasalahan di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara obyektif tentang kesalahan penanda kohesi paragraf dalam skripsi mahasiswa nonbahasa Universitas Madura Pamekasan, baik kesalahan pengulangan, kesalahan penggantian, maupun kesalahan kata atau frase transisinya. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan baik secara teoritis (bagi pengembangan ilmu linguistik (untuk mendukung teori tentang menulis skripsi)) maupun praktis, yakni untuk (1) peserta didik yakni dalam pengajaran bahasa Indonesia, khususnya penulisan karya ilmiah (skripsi), (2) pendidik dalam memberikan pemahaman bagi peserta didik bahwa menulis skripsi harus mematuhi kaidah penulisan bahasa secara baik dan benar, (3) bagi mahasiswa sebagai tambahan wawasan dalam mendalami ilmu linguistik, dan (4) bagi lembaga pendidikan sebagai tambahan bahan bacaan atau referensi perpustakaan dan pengembangan bahan ajar. METODE Pendekatan penelitian dilaksanakan berdasarkan teknik sampling yakni, merupakan penelitian dengan pendekatan sampel. Dengan pendekatan ini peneliti akan menajamkan pembahasan pada sampel yang akan diteliti, yakni skripsi mahasiswa nonbahasa di Universitas Madura Pamekasan; khususnya pada subjudul latar belakang. Selain itu, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Sehingga peneliti melakukan analisis dokumen (documentary analysis) yakni, peneliti bekerja secara objektif dan sistematis untuk mendeskripsikan data yang berupa kesalahan- kesalahan penanda kohesi pada latar belakang dalam skripsi mahasiswa nonbahasa di Universitas Madura Pamekasan. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Madura Pamekasan. Hal ini disebabkan perguruan tinggi ini dapat dijangkau oleh peneliti baik dari segi jarak, biaya, waktu dan ketersediaan data. Adapun waktu yang ditempuh untuk melakukan penelitian adalah semester genap tahun akademik 2012/2013. Sedangkan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah skripsi mahasiswa nonbahasa di Universitas Madura Pamekasan tahun akademik 2011/2012. Teknik pengambilan sampel dilakukan peneliti dengan sampel bertujuan (purposive sample). Peneliti mengambil sampel skripsi mahasiswa nonbahasa sebanyak 16 buah dengan rincian: Fakultas Hukum sebanyak 2 buah, Fakultas Ekonomi sebanyak 4 buah (Jurusan Manajemen dan Jurusan Akuntansi), Fakultas Ilmu Administrasi sebanyak 2 buah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan sebanyak 2 buah (Jurusan Matematika), Fakultas Pertanian sebanyak 2 buah, dan Fakultas Teknik sebanyak 4 buah (Jurusan Teknik Sipil dan Jurusan Informatika). Adapun Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yakni persiapan dan pelaksanaannya. Dalam tahap persiapan, peneliti mempersiapkan instrumen penelitian yang digunakan. Sedangkan dalam tahap pelaksanaannya, peneliti menggunakan atau mengoperasionalkan instrumen pengumpulan data yang telah dipersiapkan sebelumnya. HASIL PENELITIAN Sesuai dengan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini, yakni 16 buah skripsi. Skripsi ini diambil dari masing-masing program studi sebanyak 2 buah. Selain itu, yang menjadi kriteria untuk kelayakan skripsi ini untuk diteliti adalah skripsi yang ditulis oleh mahasiswa terbaik pertama dan kedua di masing-masing program studi pada tahun kelulusan/wisuda tanggal 9 Pebruari 2013. Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa hal yang berkaitan dengan kesalahan penanda kohesi. Pertama, kesalahan penanda kohesi pengulangan, misalnya ‘Gerakan KB Nasional’ sebagaimana
  • 9. Khoiri, Kesalahan Penanda Kohesi Dalam Skripsi | 8 dalam kutipan “Gerakan KB Nasional” telah mempunyai landasan hukum yang kokoh berupa Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera.” Penanda ini digunakan untuk menyatakan hubungan dengan kalimat/paragraf sebelumnya. Namun, yang diulang bukan kata ‘gerakan’ tetapi ‘program’. Oleh karena itu, agar tampak kohesif lebih baik kata’gerakan’ diubah dengan kata ‘program’. Sehingga penulisannya menjadi “Program KB Nasional telah mempunyai landasan hukum yang kokoh berupa Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera.” Kedua, kesalahan penanda kohesi penggantian, baik berupa kata tunjuk maupun kata ganti, berupa “kita, tersebut, di mana, di tengah, pada awalnya sepenuhnya, di masa lalu, angka ini, mengubah arah, semua, di mana, -nya, selama ini, di antaranya, -nya, pimpinan, mereka, fungsi tersebut, pimpinan atau manajer, mereka para karyawannya, tersebut, output pengeluaran, itu dengan, keempat kelompok, empat, di samping, maka dari ini, kelompok yang pertama, pada, standar akuntansi ini, pemerintah ini, keduanya, semua aspek, balita ini. Sebagai contoh dalam kutipan “Hal tersebut yang mendasari penulis dalam menyusun tugas akhir pembuatan aplikasi sistem pendukung keputusan gizi pada balita ini.” Kata ‘ini’ dalam kalimat tersebut tidak tepat dikarenakan tidak ada referensi atau rujukan secara langsung pada anak atau benda yang sesuai untuk menyatakan hubungan dengan kata ‘ini’. Sehingga kata ini lebih baik dihilangkan. Dalam hal ini penulisannya “Hal tersebut yang mendasari penulis dalam menyusun tugas akhir pembuatan aplikasi sistem pendukung keputusan gizi pada balita.” Ketiga, kesalahan penanda kohesi kata atau frase transisi, berupa dan, juga, yang, baik ... dan, tidak lagi ... melainkan, yang, jika, antara lain adalah, ikut, selama ini, sampai dengan saat ini, tidak dapat dipungkiri lagi, sedangkan, meskipun, berkaitan pula, sejak, seperti, namun, disebabkan karena, padahal, tetapi, daripada, bila, dari, menyebutkan, kemudian, antara, dan, baik itu ... dan juga, kembali, sebenarnya, namun dari ... melainkan, sebagai, dan, menyangkut, sebenarnya, apabila ... berarti, mungkin, adalah, oleh, apabila...justru, diperlukan, kemudian, atau dan, oleh, sementara, tidak semata-mata, dari, sehingga, yang sudah, agar mampu, meski ... sekalipun, semakin meningkat pula, yang, khususnya..., apabila...berarti, sebagai, jika..berarti, yang, maupun, sebagai, selanjutnya, apabila...maka, baik...sampai, dari, adalah...ternyata, hingga, sampai-sampai, kalau, yang, dari, sudah barang tentu. Sebagai contoh dalam kutipan “Perubahan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik kualitas dalam materi pelajaran, pendidik dan peserta didik.” Penanda ini kurang tepat penggunaannya jika yang dimaksudkan untuk menyatakan perbandingan. Oleh karena itu lebih baik digandengkan dengan yang lain, yakni ‘maupun’. Sehingga penulisannya menjadi “Perubahan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik kualitas dalam materi pelajaran, pendidik maupun peserta didik”. PEMBAHASAN Pembahasan tentang kesalahan penggunaan penanda kohesi yang terdapat pada latar belakang skripsi mahasiswa nonbahasa Universitas Madura Pamekasan meliputi: (1) kesalahan penggunaan penanda kohesi pengulangan (repetisi), (2) kesalahan penggunaan penanda kohesi penggantian (substitusi), dan (3) kesalahan penggunaan penanda kohesi kata atau frase transisi (konjungsi). Berikut ini adalah penjelasan masing-masing. Kesalahan Penggunaan Penanda Kohesi Pengulangan Penanda kohesi pengulangan (repetisi) dapat berupa pengulangan bentuk dasar utuh, sebagian, dan sinonim (Rani, 2007:25). Berdasarkan pada hasil temuan penelitian, hanya terdapat sebuah pengulangan sebagian, yaitu ‘gerakan KB nasional’. Bentuk ini merupakan pengulangan dari bentuk dalam paragraf sebelumnya yaitu ‘program KB nasional’. Bentuk kesalahan seperti ini dapat terjadi dikarenakan misalnya penulis skripsi cenderung menyamakan antara kata ‘gerakan’ dan ‘program’ yang dalam hal ini jelas keduanya berbeda. Ada kemungkinan bahwa penguasaan kosa kata yang dimiliki penulis skripsi masih terbatas.
  • 10. 9 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 6 - 10 Kesalahan Penggunaan Penanda Kohesi Penggantian Penanda kohesi penggantian biasanya berupa kata ganti (orang dan milik) dan kata tunjuk (Rani, 2007:26). Berdasarkan pada temuan penelitian terdapat beberapa kesalahan penanda kohesi kedua bentuk ini. Pertama, kesalahan penanda kohesi kata ganti (orang dan milik) misalnya ‘kita’. Kata ini biasanya digunakan untuk menyatakan yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yang diajak bicara, namun dalam hal ini penulis tidak menjelaskan siapa yang diajak bicara. Sehingga kata ini tidak jelas rujukannya. Menurut hemat peneliti bahwa bentuk kata ganti pertama jamak ini ditunjukan untuk guru. Adapun kesalahan kata ganti milik orang ketiga misalnya ‘-nya’ terjadi karena penulis tidak cermat bahwa sebelum kata ini digunakan terdapat beberapa pihak yang berkaitan yakni ‘masyarakat, perorangan, atau badan usaha’. Sehingga yang digunakan seharusnya berbentuk jamak dan tidak berbentuk tunggal. Kedua, kesalahan penanda kohesi penggantian berupa kata tunjuk misalnya, kata ‘pembelajaran tersebut’. Kata ini biasanya digunakan untuk menyatakan hal yang telah disebutkan sebelumnya. Namun, peneliti tidak menemukan hal yang dapat dijadikan rujukan pada sebuah proses pembelajaran atau jenis pembelajaran dalam kalimat atau paragraf sebelumnya. Kesalahan Penggunaan Penanda Kohesi Kata atau Frase Transisi Menurut Rani (2007:26-32), penanda kohesi yang berupa kata atau frase transisi ini dapat dikelompokkan menjadi bentuk tambahan (aditif), pertentangan (kontras), perbandingan (komparatif), sebab-akibat (efek), waktu (kronologis), ringkasan dan simpulan, urutan proses dan rincian, misalan atau contoh, dan keragu-raguan (dubitatif). Berdasarkan temuan penelitian, pertama, kesalahan berupa tambahan (aditif) ini misalnya ‘dan’. Kata ‘dan’ biasanya digunakan untuk penghubung satuan bahasa (kata, frasa, klausa, dan kalimat) yang setara. Namun dalam kalimatnya penanda ini tidak tepat karena antara klausa pertama dan kedua tidak setara. Kedua, kesalahan penanda kohesi kata atau frase yang berupa pertentangan misalnya ‘tetapi’. Kata ‘tetapi’ biasanya digunakan untuk menyatakan hal yang bertentangan atau tidak selaras. Namun, penanda ini penggunaannya tidak tepat karena tidak ada rujukan atau hal yang dapat dihubungkan secara pertentangan dengan penanda ini baik dalam kalimat maupun paragraf sebelumnya. Ketiga, kesalahan penanda kohesi kata atau frase berupa perbandingan (komparatif) misalnya ‘daripada’. Penanda ‘daripada’ biasanya digunakan untuk membandingkan antara satu hal dengan hal yang lain. Namun, kesalahan yang terjadi dalam kalimatnya ialah ternyata peneliti tidak menemukan hal-hal yang diperbandingkan baik dalam kalimat maupun paragraf sebelumnya. Keempat, kesalahan penanda kohesi kata atau frase berupa efek (sebab-akibat) misalnya ‘disebabkan karena’. Penanda ini tidak tepat karena antara kata ‘disebabkan’ dan ‘karena’ memiliki arti yang sama. Adapun dalam penulisannya tidak boleh dituliskan secara bersama karena akan akan merusak struktur kalimat dan terjadi pemborosan kata. Selain penggunaan kata atau frase di atas, kesalahan penggunaan penanda kohesi yang berupa bentuk persyaratan juga sering ditemukan. Misalnya ‘apabila...berarti’. Bentuk frase ini tidak tepat karena kedua kata ini memiliki makna yang tidak cocok untuk dipadukan. Ketidakcocokannya adalah kata ‘apabila’ berarti jika atau kalau, sedangkan ‘berarti’ dapat dipahami sebagai ‘sama halnya atau mengandung maksud. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti dapat mendeskripsikankan secara umum bahwa kesalahan bentuk-bentuk penanda kohesi dalam skripsi mahasiswa nonbahasa Universitas Madura Pamekasan dapat berupa dalam kalimat (intrakalimat), antarkalimat, korelatif (bentuk frase), preposisi, maupun pengacuan. Pertama, kesalahan yang berupa intrakalimat seperti: hingga, sejak, jika, dan sebagainya. Kedua, kesalahan berupa antarkalimat seperti: selanjutnya, selain itu, kemudian, dan sebagainya. Ketiga, kesalahan yang berupa korelatif seperti: bukan hanya, .melainkan juga, demikian, sehingga, dan sebagainya. Keempat, kesalahan penanda kohesi berupa preposisi seperti: pada, di tengah, di samping,
  • 11. Khoiri, Kesalahan Penanda Kohesi Dalam Skripsi | 10 oleh, sampai, dan sebagainya. Kelima, kesalahan penanda kohesi berupa teknik pengacuan seperti: itu, begitu, tersebut, -nya, dan sebagainya. SIMPULAN Kesimpulan penelitian ini adalah (1) kesalahan penanda kohesi pengulangan (repetisi) terjadi karena pemilihan kosa kata tidak tepat dalam merangkai penanda kohesi dan jenis pengulangan yang salah. (2) kesalahan penanda kohesi penggantian (substitusi) terjadi karena penulis skripsi kurang teliti dan kurang cermat dalam memahami penggunaan kata ganti ataupun kata tunjuk. (3) kesalahan penanda kohesi kata atau frase (konjungsi) sar terjadi karena DAFTAR RUJUKAN Andriani, Durri, dkk.. 2011. Materi Pokok Metodologi Penelitian 1-6. Jakarta: Universitas Terbuka. Arikunto, Suharsimi. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta. Busri, Hasan. 2007. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Ilmiah; Bahan Pengayaan untk Matakuliah Bahasa Indonesia Keilmuan. Malang: Universitas Islam Malang. Djajasudarma. 2006. Bahasa Indonesia Perguruan Tinggi. Jakarta: Gramedia. Dwiloka, Bambang dan Rati Riana. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, dan Laporan Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Sebuah pengantar Kemahiran Berbahasa. Ende: Nusa Indah. Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. pengaruh bahasa percakapan sehingga banyak kata/frase yang tidak tepat penggunaannya sehingga menjadikan kosa kata tidak baku dalam karya ilmiah (skripsi) dan juga disebabkan penulis tidak cermat dalam merangkai frase-frasenya dan cenderung tidak memperhatikan makna dan fungsi kata/frase yang digunakan. Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mistar, Junaidi. 2010. Pedoman Penulisan Tesis. Malang: Program Pascasarjana Universitas Islam Malang. Panduan Administrasi Akademik. 2012. Universitas Madura Pamekasan. Rahardi, R. Kunjana. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Rani, Abdul. 2007. Menulis Paragraf. Surabaya: Bimantara Aluuguda Sejahtera. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tim Penulis Bahasa Indonesia UNEJ. 2007. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Andi Offset. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Tim Penyusun Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Artikel, Makalah, dan Skripsi). Pamekasan: STAIN Pamekasan.
  • 12. 1 11 1 KORUPSI DALAM CERPEN INDONESIA M. Tauhed Supratman Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura Jalan raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan e-mail: m.tauhed.s@gmail.com Abstrak: Sastra dan kehidupan tidak dapat dipisahkan. Sastrawan seringkali mengangkat masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan. Perilaku korupsi yang terjadi di negeri ini menjadi sumber inspirasi penciptaan bagi cerpenis Indonesia periode 1980-2000-an. Kehadiran tema korupsi dalam cerpen Indonesia sangat tertarik untuk dikaji. Metode yang digunakan adalah metode kualitatuf. Hasil penelitian menggambarkan perilaku korupsi dalam cerpen- cerpen Indonesia periode 1980-2000-an. Kata kunci: Korupsi, Cerpen Indonesia. PENDAHULUAN Tugas utama seorang sastrawan adalah menjadi saksi zaman dan menjadi hati nurani masyarakat dan bangsanya. Sastrawan sebagai saksi zaman menyerap segala yang terjadi dalam masyarakat, dan mengabadikannya dalam kata-kata, sehingga semangat dan situasi batin maupun fisik dapat diteruskan pada kalangan yang lebih luas, baik sekarang maupun pada masa-masa yang akan datang. Bukti sastrawan sebagai saksi zaman dan menjadi hati nurani bangsanya, khususnya tema korupsi, dapat kita lihat dalam novel “Korupsi” karya Parmudya Antatoer, “ Maut dan Cinta” karya Mochtar Lubis. Pada dua dekade terakhir ini (l980-2000), karya sastra Indonesia (baca: cerpen) menjadi sangat akrab dengan tema korupsi. Salah satu kumpulan cerpen yang memotret denyut nadi kehidupan bangsanya, terutama tentang perilaku korupsi dikalangan pemimpin kita adalah kumpulan cerpen “Suharto dalam Cerpen Indonesia” editor M. Shoim Anwar. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan prosedur atau cara pemecahan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan objek yang diteliti sebagaimana adanya, berdasarkan fakta-fakta yang terjadi (Surackhmad, 1990:139). HASIL Korupsi dalam Cerpen Indonesia Kehadiran cerpen Indonesia dalam dekade 1980-2000 lebih banyak mengambil sumber inspirasi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan segala bentuk perilaku dan sepak terjang penguasa. Maraknya pembangunan masa Orde Baru, ternyata telah menyuburkan prilaku korupsi di negeri ini. Korupsi juga menjadi tema dalam cerpen Indonesia, dengan mengambil sumber inspirasi keberadaan Soeharto. Korupsi menjadi penyakit yang kronis di negeri kita tercinta Indonesia ini. Merebaknya prilaku korupsi di negeri ini digambarkan dalam cerpen “Negeri Angin” karya M. Fudoli Zaini. Fudoli menggunakan istilah “maling” untuk mendeskripsikan bahwa korupsi telah merata di segala birokrasi, dari struktur pemerintahan yang paling atas sampai paling bawah, dari pejabat tertinggi sampai paling bawah. Korupsi sebanarnya merupakan penyakit sosial yang parah, dan kejahatan tersebut dianggap biasa. Korupsi ternyata tidak dilakukan sendiri-sendiri. Korupsi terjadi secara “berjemaah. Mereka yang terlibat umumnya sudah sama-sama mengetahui. Cerpen Bapak Presiden yang Terhormat”, menggambarkan tindak korupsi menghabiskan dana yang tersedia sehingga pembangunan mandek dan tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Mengapa korupsi itu terjadi? Korupsi terjadi berawal dari lemahnya sistem
  • 13. 12 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 11 - 14 manajemen dan pengawasan. Lemahnya sistem manajeman dan pengawasan tersebut memungkinkan terciptanya kesempatan berkorupsi. Terjadinya korupsi tidak semata- mata karena adanya niat dari pelakunya, tetapi yang paling dominan untuk melakukan korupsi tersebut karena terbentangnya kesempatan untuk melakukan korupsi tersebut. Korupsi tidak akan terjadi jika tidak ada peluang untuk melakukannya, seperti digambarkan dalam cerpen “Monolog Kesunyian” karya Indra Tranggono. Indra Tranggono menggambarkan prilaku korupsi yang disebabkan lemahnya sistem manajemen dan pengawasan melalui simbol kebangkrutan kelompok ketoprak. Akibat lemahnya sistem manajemen dan pengawasan sebagaimana digambarkan di atas, telah menyuburkan monopoli dibidang ekonomi. Penguasaan sektor ekonomi hanya dijalankan oleh sekelompok orang tertentu yang dekat dengan pemegang kekuasaan. Penguasaan sektor ekonomi oleh kelompok tertentu menyebabkan penumpukan kekayaan yang tidak wajar. Cerpenis kita dengan kritis menggambarkan sektor ekonomi pribadi yang mengarah pada figur Soeharto. PEMBAHASAN Mengkaji fenomena fiktif seperti Kumpulan Cerpen Soeharto dalam Cerpen Indonesia tampaknya diperlukan tambahan pemahaman tentang pelanggarang yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Ada hal- hal yang mungkin terjadi di dunia nyata diungkapkan secara fiktif dalam karya sastra (baca-cerpen). Kenyataanya, karya sastra berkaitan erat dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Karya sastra sebagai sebuah teks yang dijabarkan dengan media bahasa, keberadaannya dapat ditampilkan dengan menggunakan simbol yang memiliki berbagai kemungkinan untuk diinterpretasikan. Karya sastra merupakan sesuatu yang kompleks dan memiliki kaitan dengan kehidupan nyata. Keterkaitan antara peristiwa nyata dan imajinasi, menurut Junus (1985:5) dapat diformulasikan sebagai berikut: (1) karya sastra lebih melaporkan atau menyuguhkan suatu peristiwa tertentu; (2) karya yang berusaha menghubungkan ceritanya dengan suatu peristiwa tertentu; (3) karya yang lebih memindahkan suatu peristiwa kepada suatu peristiwa yang fiktif (memfiktifkan suatu peristiwa); (4) karya yang lebih memberikan reaksi terhadap suatu keadaan sehingga penulisnya boleh menentukan sendiri arahnya; dan (5) karya sastra yang dihasilkan melalui suatu proses imajinasi (yang tinggi atau kuat) sehingga yang lahir adalah peristiwa yang seakan-akan tak berhubungan dengan peristiwa yang menjadi sumber ceritanya. Ratna (2007:307) mengatakan bahwa (1) karya sastra dikonstruksi atas dasar kenyataan, (2) dalam karya sastra terkandung unsur-unsur tertentu yang memana merupakan fakta objektif, (3) karya sastra yang secara keseluruhan merupakan imajinasi justru tidak dapat dianalisis, tidak dapat dipahami secara benar sebab tidak memiliki relevansi sosial. Pembangunan pada masa Orde Baru, ternyata telah menyuburkan prilaku korupsi di negeri ini. Korupsi juga menjadi tema dalam cerpen Indonesia, dengan mengambil sumber inspirasi kepemimpinan Soeharto. Korupsi menjadi penyakit yang kronis di negeri kita tercinta Indonesia ini. Merebaknya prilaku korupsi di negeri ini digambarkan dalam cerpen “Negeri Angin” karya M. Fudoli Zaini. Fudoli menggunakan istilah “maling” untuk mendeskripsikan bahwa korupsi telah merata di segala birokrasi, dari struktur pemerintahan yang paling atas sampai paling bawah, dari presiden sampai ketua RT. Korupsi merupakan penyakit sosial yang parah dan kronis. Koropsi merupakan kejahatan yang dianggap biasa. Korupsi ternya tidak dilakukan sendiri-sendiri. Korupsi terjadi secara “berjemaah.” Mereka yang terlibat umumnya sudah sama-sama mengetahui. Akibat korupsi itulah Negeri Angin (yang sebenarnya adalah simbol Indonesia) menjadi negeri yang paling terpuruk kehidupannya di dunia. Rakyat menderita ditimpa krisis yang berkepanjangan. Korupsi yang terjadi di Negeri Angin telah menghancurkan masa depan generasi mudanya. Sungguh sangat ironis korupsi yang terjadi di Negeri Angin, karena pejabat yang melakukan korupsi adalah mereka yang telah menunaikan ibadah haji. Pejabat di Negeri Angin sangat bangga mencantumkan gelar H di depan namanya, tetapi maling-maling malah bertambat banyak dan KKN merajalela. Cerpen “Bapak Presiden yang Terhormat”, menggambarka perilaku korupsi dengan cara menghabiskan dana yang
  • 14. Supratman, Korupsi dalam Cerpen Indonesia | 13 tersedia sehingga pembangunan mandek dan tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik- baiknya. Dana pembangunan bukan untuk rakyat tetapi untuk pejabat. Tindak korupsi terjadi berawal dari lemahnya sistem manajemen dan pengawasan. Lemahnya sistem manajeman dan pengawasan tersebut memungkinkan terciptanya kesempatan berkorupsi. Terjadinya korupsi tidak semata-mata karena adanya niat dari pelakunya, tetapi yang paling dominan untuk melakukan korupsi tersebut karena terbentangnya kesempatan untuk melakukan korupsi tersebut. Korupsi tidak akan terjadi jika tidak ada peluang untuk melakukannya, seperti digambarkan dalam cerpen “Monolog Kesunyian” karya Indra Tranggono. Indra Tranggono menggambarkan prilaku korupsi yang disebabkan lemahnya sistem manajemen dan pengawasan melalui simbol kebangkrutan kelompok ketoprak, berikut ini. Kesuntukan Jawad mengolah lakon, membuat ia lupa mengurusi manajemen. Longgarnya kontrol keuangan merangsang tikus-tikus untuk berpesta pora. Salah satu tikus besar itu adalah Karto Marmo. Kasir itu begitu pintar membuat angka-angka siluman tentang hasil penjualan tiket. Permainannya yang begitu rapi didukung oleh tikus-tikus lain yang menduduki pos-pos penting: penjualan tiket, portir, penyetor pajak tontonan, pengatur penonton dan lainnya. Darmo, petugas portir tak pernah menyobek tiket. Tiket itu dijual kembali. Darmo jua menerima suap penonton yang masuk tanpa tiket.(dalam Anwar, 2001:88) Akibat lemahnya sistem manajemen dan pengawasan sebagaimana digambarkan di atas, telah menyuburkan monopoli dibidang ekonomi. Penguasaan sektor ekonomi hanya dijalankan oleh sekelompok orang tertentu yang dekat dengan pemegang kekuasaan. Penguasaan sektor ekonomi oleh kelompok tertentu menyebabkan penumpukan kekayaan yang yang tidak wajar. Cerpenis kita dengan kritis menggambarkan sektor ekonomi pribadi yang mengarah pada figur Soeharto. Karena kayanya tokoh Paman Gober seperti digambarkan dalam penggalan cerpen Seno Gumira Ajidarma di atas sampai lupa bahwa dirinya memiliki sejumlah pabrik atau perusahaan. Lupanya Paman Gober terhadap harta kekayaan karena ia terlalu lama berkuasa dan dipilih seakan-akan sudah sangat demokratis. Tidak hanya mengurus kekayaan saja yang dilakukan Paman Gober (yang sebenarnya merupakan simbol dari Soeharto), tetapi menurut deskripsi Taufik Ikram Jamil dalam cerpen yang berjudul Tembok Pak Rambo, tokoh dalam cerpen tersebut selalu menghambur-hamburkan kekayaannya dengan berjudi, main golf, dan main perempuan di luar negeri. Kebiasaan jelek semacam itu tergambar dalam penggalan berikut. “Sekali seminggu aku ke Australia, main golf, berjudi di Las Vegas, dan pacaran di Hongkong. Jangan bicara soal makan denganku, itu sangat memalukan. Kau tak tahu berapa banyak depositoku di berbagai bank asing dan kebudayaan lainnya. Kautahu dari mana aku dapat itu semua, dari mana,” kata Pak Rambo sambil menarik nafas. .(dalam Anwar, 2001:37) Gambaran pelanggaran tindak korupsi dalam cerpen-cerpen di atas sebenarnya merupakan bentuk reaksi pengarang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pelanggaran seperti di atas tergolong tindak pelanggaran HAM karena merugikan orang banyak. Pelanggaran tindak korupsi misalnya seperti yang diungkapkan Awaluddin merupakan: ”Ada baiknya pemerintahan kita kini, sudah memulai langkah maju, dengan cara, mengaitkan atau memasukkan praktik korupsi sebagai bagian pelanggaran HAM. Ini bisa dilakukan dengan cara mengusulkan revisi UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, atau segera menggolkan rancangan Undang-Undang Komisi Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, di mana praktik korupsi dikategorikan sebagai bagian pelanggaran HAM.” (http://els.bappenas.go.id/upload/other/Korups i%20sebagai%20Pelanggaran%20HAM.htm) Pelanggaran seperti tindak korupsi, penggusuran, dan tidak demokratis dapat digolongkan sebagai pelanggaran HAM karena prilaku tersebut telah merugikan berbagai kalangan masyarakat. Tindakan pelanggaran seperti diuraikan di atas sebenarnya merupakan pelanggaran HAM institusi. Karena praktek penyelanggaran HAM itu
  • 15. 14 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 11 - 14 terjadi saat seseorang berada di institusi tertentu seperti disimbolkan dalam kumpulan cerpen Soeharto dalam Cerpen Indonesia. Gambaran tindak Korupsi seperti yang digambarkan dalam kumpulan cerpen Soeharto dalam Cerpen Indonesia, yang sebenarnya menggambarkan keadaan korupsi di Indonesia perlu segera diberantas. Karena korupsi menurut Pramodhawardani telah ”merampok masa depan dan membunuh anak- anak kita. Hal itu dapat dicegah bersama-sama, kita bisa mengalahkan itu. Perlu didorong pendekatan HAM sebagai agenda pusat bagi pemenuhan dan penghormatan hak-hak sosial dan ekonomi warga, terutama orang miskin yang termarjinalisasi. Juga menawarkan reformasi ”konstitusional” dan institusional. Selamat Hari Antikorupsi Internasional dan Hari HAM Internasional, menuju Indonesia yang bersih dan bermartabat.” (http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/09 /04461157/korupsi pelanggaran.ham) PENUTUP Simpulan Korupsi merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang digambarkan oleh cerpenis muda kita dalam dekade 1980-200-an. Cerpen “Negeri Angin”, menggambarkan yang terjadi di negeri kita.”, DAFTAR RUJUKAN Anwar, M. Shoim dan Tengsoe Tjajono. 2002. Apa Kabar Sastra(Kumpulan Pemikiran Tantang Sastra). Surabaya: Dewan Kesenian Jawa Timur. Anwar, M. Shoim. 2001. Soharto Dalam Cerpen Indonesia. Yogyakarta: Banteng. Awaludino, Hamid. 2010. Korupsi sebagai Pelanggaran HAM. (http://els.bappenas.go.id/upload/other /Korupsi%20sebagai%20Pelanggaran %20HAM.htm, diakses tanggal 14 Juni 2010) Bagun, Rikard. 1997. Hak Asasi Dalam Tajuk. Jakarta: Institut Ecata-INPI-Pact. Betham, David dan Kevin Boyle, 2000. Demokrasi 80 Tanya Jawab. Jogyakarta: Kanisius Korupsi tidak akan terjadi jika tidak ada peluang seperti digambarkan dalam cerpen ”Monolog Kesunyian”, akibatnya, banyak pejabat pemerintah yang memperkaya diri dari hasil korupsi seperti yang digambarkan lewat tokoh ”Papa Hartanaga” dalam cerpen ”Senotopium”. Saran Karya sastra (baca: cerpen) sebagai hasil kristalisasi kontemplasi pengarang merupakan cermin masyarakat di mana pengarang tinggal dan pengarang sendiri yang ditulis dengan medium bahasa sesuai dengan genre sastra kegemaran pengarang. Sebagai hasil kristalisasi perenungan seseorang karya satra memiliki makna bias atau multi tafsir. Brahmana, Pertampilan S. 2008. Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia: Pelaksanaan antara Hak dan Kewajiban tidak Seiring Sejalan?. (http://koalisi- ham.org/index2.php?option=com_cont ent&do pdf=1&id=214, diakses tanggal 8 Mei 2010) Pramodhawardani, Jaleswari. 2009. Korupsi = Pelanggaran HAM. (http://cetak.kompas.com/read/xml/20 09/12/09/04461157/korupsi..pelanggar an.ham, di akses tanggal 8 Mei 2010) Surachmad, Winarno. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode dan Teknik. Bandung: Tarsito.
  • 16. 1 15 5 ETIKA TAWAR-MENAWAR DI PASAR Yanti Linarsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura Jalan Raya Panglegur Km. 3,5 Pamekasan e-mail: yantilinarsih@rocketmail.com ABSTRAK: Dalam artikel ini dikaji wacana percakapan tawar-menawar ikan di pasar tradisional Kabupaten Pamekasan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan dan pelanggaran maksim etika tawar-menawar ikan yang berwujud maksim kearifan, kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, dan simpati. Data berupa percakapan tawar-menawar antara penjual dan pembeli yang diperoleh dengan teknik rekam dan catatan lapangan. Hasilnya dianalisis secara kualitatif dan disimpulkan bahwa penjual dan pembeli selain menerapkan juga melanggar etika dalam berkomunikasi. Penerapan dibuktikan dengan mematuhi maksim etika. Pelanggaran ditunjukkan dengan tidak adanya pujian, kesepakatan, simpati, dan kerendahan hati di antara mereka. Pelanggaran ini diperjelas dengan perilaku nonverbal mereka,misalnya muka cemberut, menoleh tidak menghiraukan pembeli, dan muka sinis. Kata kunci: maksim, etika, dan tawar-menawar PENDAHULUAN Dalam berinteraksi ada kecenderungan bahwa penutur dan mitra tutur ingin saling menghargai atau menghormati. Salah satu perwujudannya adalah etika berbahasa. Di dalam bertutur, penutur dan petutur atau mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah- kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi- interpretasi terhadap tindakan dan tuturan petutur. Setiap peserta tutur bertanggung jawab atas penggunaan kaidah-kaidah tersebut (I Dewa Putu Wijana, 1996:45). Untuk itu penutur harus menyusun tuturannya sedemikian rupa agar mitra tutur merasa diperlakukan secara santun. Demikian halnya interaksi pada tawar menawar antara penjual dan pembeli yang terjadi di pasar di antaranya ingin diperlakukan secara santun. Sebenarnya tawar-menawar, selain terjadi pada penjual dan pembeli ikan juga banyak terjadi pada penjual dan pembeli sesuatu yang lain, misalnya sayur, buah- buahan, dan baju. Tawar-menawar ikan bentuk tuturannya mempunyai keunikan tersendiri. Tuturannya bernada keras dan kasar (tingkat tuturnya). Harga ikan sangat fluktuatif dibandingkan dengan harga kebutuhan pokok yang lain. Untuk mendapatkan harga yang layak, pembeli harus bisa menjajaki dengan cara menawar. Dengan demikian, tawar- menawar akan sering dilakukan.. Ketika tawar-menawar ini berlangsung, penutur atau mitra tutur kadang-kadang tidak menerapkan kaidah bertutur. Ada dua permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini, (a) bagaimanakah penerapan maksim kesantunan tawar-menawar ikan di pasar Tradisional Kabupaten Pamekasan?, dan (b) bagaimanakah pelanggarannya? Untuk menganalisis data percakapan dalam penelitian ini, digunakan konsep percakapan, maksim analisis wacana, dan maksim etika (kesantunan) yang dikemukakan oleh Leech (1993). Dalam interaksi percakapan digunakan bahasa yang bersifat khusus. Bahasa percakapan adalah bahasa lisan yang diujarkan penutur. Bahasa lisan (percakapan) yang diujarkan cenderung bersifat nonformal. Kalimat-kalimat yang digunakan cenderung pendek-pendek. Bagian-bagian lain yang harus ada dalam bahasa tulis, seperti subjek, predikat, objek (pelengkap), atau pun keterangan, kadang-kadang dihilangkan. Hanya salah satu bagian saja dari unsur-unsur yang ada dalam bahasa tulis yang muncul. Namun, bahasa lisan yang hanya terdiri atas
  • 17. 16 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 15 - 21 satu unsur tersebut, tetap dapat dipahami oleh mitra tutur dengan baik. Penafsiran makna percakapan atau tuturan dalam kegiatan berbahasa hanya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis wacana. Stubbs dalam Suparno, dkk (1997:19) mengatakan; analisis wacana merupakan suatu kajian ynag meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah ini berarti penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari. Selanjutnya Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana itu menekankan kajian penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antar penutur. Analisis wacana pada umumnya bertujuan untuk mencari keteraturan, bukan kaidah. Keteraturan itu berkaitan dengan keberterimaan di masyarakat. Dalam kaitan ini keteraturan yang akan dianalisis adalah penerapan percakapan dalam kalimat-kalimat tawar-menawar penjual-pembeli di pasar. Penerapan percakapan itu menggunakan maksim etika. Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa analisis wacana itu menekankan kajian penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antar penutur. Hymes (dalam Supriyadi 1995:94) mengemukakan berbagai jenis konteks yang dapat mempengaruhi makna di dalam interaksi antar penutur atau percakapan. Konteks- konteks situasional itu antara lain partisipan, tempat dan waktu, topik, medium, kode, bentuk pesan beserta isinya, dan nada pembicaraan. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur- unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tida sesuai dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya. Tatacara berbahasa sangat penting diperhatikan para peserta komunikasi demi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu, masalah tatacara berbahasa ini harus mendapatkan perhatian. Dengan mengetahui tatacara berbahasa diharapkan orang lebih bisa memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi (Muslich, 2007). Untuk menjaga keberlangsungan komunikasi, perlu adanya kaidah agar tidak merugikan mitra tutur yang disebut maksim etika. Maksim etika yang dikemukakan oleh Leech , terdiri atas enam macam maksim. Keenam macam maksim tersebut adalah (1) maksim kearifan, (2) maksim kedermawanan, (3) maksim pujian, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim kesepakatan, dan (6) maksim simpati (Leech, 1993) (1) Maksim Kearifan (Tact Maxim) (a) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin; (b) Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin (2) Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) (a) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; (b) Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin (3) Maksim Pujian (Approxy mation Maxim) (a) Kecamlah orang lain sesedikit mungkin; (b) Pujilah orang lain sebanyak mungkin. (4) Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) (a) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin; (b) Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin. (5) Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim) (a) Usahakan agar ketidaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin; (b) Usahakan antara agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak mungkin. (6) Maksim Simpati (Simpaty Maxim) (a) Kurangilah rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin; (b) Tingkatkan rasa simpati sebanyak mungkin antara diri dan lain.
  • 18. Linarsih, Etika Tawar-Menawar di Pasar | 17 Maksim kesantunan (etika) memiliki dua kutub, yaitu kutub negatif “gunakanlah sesedikit mungkin tuturan yang mengungkapkan hal yang tidak sopan” dan kutub positif,”gunakanlah sebanyak mungkin tuturan yang mengungkapkan hal yang sopan. Maksim Etika negatif berfungsi mengurangi ketidaksopanan ilokusi-ilokusi yang tidak sopan. Sebaliknya, maksim etika positif berfungsi membuat ilokusi yang sopan menjadi sesopan mungkin (Leech, 1983) dan (Searle, 2001) METODE Subjek penelitian ini adalah penjual dan pembeli ikan di pasar Tradisional Kabupaten Pamekasan. Penelitian ini dilakukan di pasar Tradisional Kabupaten Pamekasan. Pasar yang berada di tengah kota Pamekasan adalah pasar Kolpajung, pasar Gurem dan pasar Tujuh belas Agustus. Sebagian besar pembeli di pasar Kolpajung berasal dari kota dari etnis yang beragam, misalnya etnis Madura, Jawa, Cina, dan Arab. Bahasa yang digunakan untuk berinteraksi tawar-menawar adalah bahasa Madura, mengingat penjual ikan rata-rata hanya bisa berbahasa Madura, dan berpendidikan rendah. Pembeli berusaha menggunakan bahasa Madura walaupun pembeli dari etnis yang tidak menguasai bahasa Madura. Data dalam penelitian ini adalah tuturan penjual dan pembeli ikan pada saat terjadi tawar menawar yang berupa kata-kata, kalimat-kalimat, serta kutipan-kutipan yang sengaja dikumpulkan untuk mengambil kesimpulan yang diperkirakan mengandung semua gejala penerapan dan pelanggaran maksim etika yang menjadi variabel penelitian. Data tersebut ditranskripkan melalui transkrisi ortografis bahasa Madura dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Sebagai pendukung diperlukan data nonverbal yang berupa gerakan anggota tubuh atau ekspresi. HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Maksim Etika Tawar Menawar di Pasar Tradisional Kabupaten Pamekasan Penutur atau mitra tutur yang dalam hal ini penjual dan pembeli dikatakan santun apabila mereka dapat menyesuaikan atau menaati maksim-maksim etika. Mereka dianggap bisa saling menghargai antar sesama, sehingga komunikasi akan berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang dimaksudkan. Penerapan Maksim Kearifan Gagasan dasar maksim kearifan ditandai para peserta tutur hendaknya berpegang pada maksim untuk selalu membuat kerugian orang lain (petutur/pihak lain) sekecil mungkin dan membuat keuntungan orang lain (petutur/pihak lain) sebesar mungkin. Setelah diidentifikasi dan diklasifikasi menurut jenis data, dalam penelitian ini ada beberapa tuturan yang menerapkan maksim kearifan. Penerapan maksim tersebut dapat dilihat pada data sebagai berikut: Penjual: “Mellè juko’, Na’?” Pembeli: “Sanapa Bu’?” Penjual: “7000 na’ tong-settonga.” Pembeli: “Ta’ ollè korang Bu’?” Penjual: “Ollè, Na’ sakonè’.” Di dalam tuturan di atas tampak jelas bahwa penjual menuturkan / menawarkan ikannya dengan cara yang ramah “Mellè juko’, Na’?” (“Beli ikan, Nak?”) dengan maksud agar membeli. Pembeli pun menawar dengan cara yang ramah “Sanapa Bu’?” (“Berapa, Bu?” ) bahkan menggunakan bahasa yang halus dengan harapan diperbolehkan untuk menawar. Kata senapa merupakan bahasa halus. Bahasa kasarnya bârâmpa. Ternyata penjual memperbolehkan,“Ollè, Na’ sakonè’.” ( “Boleh, Nak sedikit!”). Dengan diperbolehkannya menawar, pembeli merasa senang. Penjual menurunkan harga penawaran. Pembeli semakin senang karena merasa masih diberi kesempatan untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Percakapan ini menunjukkan bahwa penjual mengurangi keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan pada pembeli. Dengan demikian maksim etika yamg berupa maksim kearifan ini diterapkan oleh masing-masing peserta tutur. Penerapan Maksim Kedermawanan Gagasan dasar maksim kedermawanan dalam maksim etika ditandai dengan membuat
  • 19. 18 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 15 - 21 keuntungan diri (penutur) sekecil mungkin dan membuat kerugian diri (petutur) sebesar mungkin. Berdasarkan data yang telah diidentifikasi, dalam penelitian ini ada beberapa percakapan atau tuturan yang menunjukkan penerapan maksim kedermawanan. Pembeli: “Mon dhuwèbu lèma’ ollè ghi? Mon ta’ ollè ta’ napa, kaulâ mellè juko’ laènna bai.” Penjual: “Iyâ, ta’ rapa dhuwèbu lèma, la kala’ ta’ rapa maskè rogi!” Dalam percakapan di atas pembeli menawar ikan dua ribu lima ratus rupiah “Mon dhuwèbu lèma’ ollè ghi? Mon ta’ ollè ta’ napa, kaulâ mellè juko’ laènna bai.” (”Kalau dua ribu limaratus boleh ya? Kalau tidak boleh tidak apa-apa, beli ikan ke lainnya saja.”) Pembeli mengancam, kalau tidak diberikan dia akan membeli ke yang lain saja. Ternyata penjual memberikan. Penjual mengatakan “Iyâ, ta’ rapa dhuwèbu lèma, la kala’ ta’ rapa maskè rogi!”(Iya, tidak apa-apa dua ribu lima ratus, sudah ambil tidak apa-apa meskipun rugi.”) Tuturan “meskipun rugi” inilah yang menunjukkan bahwa penjual membuat keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Walaupun sebenarnya penjual itu tidak rugi, pembeli tetap merasa diuntungkan. Cara bertutur seperti inilah yang menunjukkan maksim kedermawanan diterapkan. Penerapan Maksim Pujian Gagasan dasar maksim pujian dalam maksim etika ditandai dengan mengurangi kecaman pada orang lain (petutur/pihak lain) sekecil mungkin dan memuji orang lain (petutur/pihak) lain sebanyak mungkin. Berdasarkan data yang telah diidentifikasi, di bawah ini akan dianalisis tuturan yang mengandung penerapan maksim pujian. Pembeli : “Sabellâs?” Penjual :” Enggi, sabellâs.” Pembeli :” Ta’ iyâ, nem satengnga!” Penjual :” Kala’, Bu. Polana èbâlli rèng radhin.” Dalam percakapan di atas, peserta tutur saling menawar. Pembeli bertanya dan menawar yang diperlihatkan pada kalimat “Sabellâs?” (“Sebelas?”) Dengan sabar penjual menjawab dengan menggunakan bahasa halus:” Enggi(bahasa kasarnya “iyâ”), sabellâs.”(Iya, sebelas). ” Ta’ iyâ, nem satengnga!” (Enam setengah!”) Akhirnya penjual memberikan ikan yang telah ditawar dengan cara yang santun. Kala’, Bu. Polana èbâlli rèng radhin.”( “Ambil, Bu. Karena yang beli orang cantik.” ) Penjual sudah memberikan dengan harga yang lebih murah, jauh dengan harga yang telah ditawarkan dan penjual masih memberikan pujian “yang beli orang cantik”. Tuturan ini menunjukkan bahwa dengan memberikan pujian kepada pembeli berarti penjual telah menerapkan maksim sesuai dengan maksim etika yaitu maksim pujian. Penerapan Maksim Kesepakatan Dalam penelitian ini ditemukan percakapan yang mengandung maksim etika yang berupa maksim kesepakatan. Penjual: “Ta’ poko’. Tambâi, Ning!” Pembeli: “Enten pon dhuèbu mon èbâgi.” Penjual: “Ghi, nèka kala’ dhuwâ’ satengnga pon!” Pembeli: “Enten dhuèbu ghi pon mon èbâgi.” Penjual: “Ghi pon nèka, Ning la kala’.” Dalam percakapan di atas terdapat maksim etika yang berupa maksim kesepakatan. Akan tetapi untuk mencapai kesepakatan itu melalui ketidaksepakatan. Penjual minta tambahan harga, namun pembeli tidak mau. Ini terlihat dalam dialog “Ta’ poko’. Tambâi, Ning!”(”Tidak sesuai, tambah, Ning!”). Dijawab oleh Pembeli “Enten pon dhuèbu mon èbâghiya.” (“Tidak sudah, dua ribu kalau diberikan.” ) Pembeli tetap menawar Rp2.000,00. Penjual meminta menambah penawarannya tetapi pembeli tetap tidak mau. Penjual akan memberikan tetapi masih ditawarkan lagi dengan jalan pembeli disuruh menambah sedikit lagi. Hal ini ditunjukkan pada tuturan Ghi, nèka kala’ dhuwâ’ satengnga pon!” (Ya, ambil ini, Rp2.500,00. ) Pembeli tetap tidak mau dan masih tetap pada penawaran semula Rp2.000,00. “Enten dhuèbu ghi pon mon èbâgi.”(Tidak, dua ribu sudah kalau
  • 20. Linarsih, Etika Tawar-Menawar di Pasar | 19 diberikan!”) Karena Pembeli tetap pada penawarannya, akhirnya penjual menyepakati harga dua ribu. Penerapan Maksim Simpati Dalam penelitian ini ditemukan percakapan yang mengandung maksim etika yang berupa maksim simpati. Pembeli: “Lèma èbu ghi, Bu?” Penjual: “Iyâ la ta’ arapa, kala’ lè’. Kèng polana ègâbâyyâ rus-gârus.” Pembeli: “Kalangkong.” Penjual: ”Iyâ.” Pembeli: “Sajina bâi, Bu’! Napa ta’ ollè korang?” Penjual: “Yâ… olle, Na’. Mara bâ’ân nabârra bârâmpa?” Rasa simpati penjual pada data diatas dapat dibuktikan pada tuturan “Iyâ la ta’ arapa, kala’ lè’. Kèng polana ègâbâyyâ rus- gârus.” (“Iya, sudahlah tidak apa-apa, ambil, dik! Hanya karena untuk penglaris!”) Kalimat ini diungkapkan penjual kepada pembeli dengan penuh kesimpatian dengan rela memberikan harga sesuai dengan tawaran pembeli. Pelanggaran Maksim Etika Tawar Menawar di Pasar Tradisional Kabupaten Pamekasan Apabila penutur atau mitra tutur tidak menaati maksim-maksim etika dikatakan tidak santun. Setelah diidentifikasi, dalam penelitian ini tidak ditemukan data yang berkaitan dengan pelanggaran maksim kearifan dan maksim kedermawanan. Di bawah ini akan dianalisis kegiatan tutur tawar-menawar yang melanggar maksim etika tutur. Pelanggaran Maksim Pujian Dalam penelitian ini percakapan yang tidak sesuai dengan maksim pujian dapat dilihat pada data di bawah ini. Pembeli : “Cèplâ’ bârâmpa sakèlo?” Penjual : “Dhupolo, Bu!” Pembeli : “Abâ! Dhubellâs satengnga ya?” Penjual : “Dhubellâs satengnga? Juko’ cèplâ’, Nya! Juko’en nyonya!” Pembeli : “Jâ’ gun nabâr. Mon ta’ olle la, ta’ ma’saa” Penjual : “Mellè pendheng bâi, nya. Olle bânya’.” Penjual dan pembeli saling mengejek dan merendahkan. Kata Penjual “Dhubellâs satengnga? Juko’ cèplâ’, Nya! Juko’en nyonya!” (“Dua belas setengah? Ikan dorang, Nya! Ikannya nyonya!). Pada tuturan ini penjual marah. Masa ikan dorang ditawar Rp12.500,00/kg. Pada hal pada umumnya per kg ikan dorang Rp20.000,-. Pembeli direndahkan dengan tuturan “Ikannya nyonya”. Maksudnya yang bisa membeli hanya nyonya, orang cina saja. Pembeli disuruh membeli ikan pindang saja, dapat banyak “Mellè pendheng bâi, nya. Olle bânya’.” (“Beli pindang saja dapat banyak!”). Pada tuturan ini penjual mengejek kalau pembeli itu tidak punya uang. Harga ikan pindang memang jauh lebih murah dibandingkan ikan dorang. Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati Dalam penelitian ini pelanggaran cara bertutur dilakukan karena terbukti melanggar kaidah-kaidah yang terdapat pada maksim kerendahan hati. Pelanggaran itu dapat dilihat pada data di bawah ini. Penjual :” Lèmabellas èbu.” Pembeli :” Abo! Cè’ larangnga!” Penjual : “Ollè etabâr, Bu.” Pembeli : “Sapolo èbu, Bu’!” Penjual : “Agu, bânynya’ ollèna rèng majâng. Ollè bânya’. Mon bâdâ sunami, ancor dunnya!” Pelanggaran maksim kerendahan hati pada data di atas ditunjukkan pada tuturan “Agu, bânynya’ ollèna rèng majâng. Ollè bânya’. Mon bâdâ sunami, ancor dunnya!” (“Aduh, banyak hasilnya orang menangkap ikan. Dapat banyak. Kalau ada sunami, hancur dunia”). Maksudnya, memang banyak hasil tangkapan ikan. Tetapi kalau ada bencana tetap akan menimpa dirinya. Tuturan ini menunjukkan kekesalann penjual. Itu tidak sesuai dengan apa yang ditawar oleh pembeli. Oleh karena itu, penjual marah, sehingga melontarkan tuturan yang mengunggulkan
  • 21. 20 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 15 - 21 dirinya. Dengan demikian, tuturan ini tidak sesuai dengan maksim kerendahan hati. Pelanggaran Maksim Kesepakatan Apabila di dalam kegiatan bertutur peserta tutur saling membina dan memaksimalkan kesepakatan maka mereka dikatakan bersikap santun. Akan tetapi pada kenyataannya di dalam tuturan tawar-menawar ikan di pasar tradisional Kabupaten Pamekasan ini untuk mencapai kesepakatan sering bersikap tidak santun. Ketidaksepakatan diungkapkan dengan ungkapan-ungkapan yang tidak santun. Hal ini dapat dilihat pada tuturan penjual dan pembeli yang terdapat pada data penelitian ini. Pembeli: ”Bârâmpa tello’ ya’ bu’ Tur?”(Sambil memegang- megang kepala ikan tengiri) Penjual: ”Pa’ satengnga.” Pembeli: ” Telloèbu bu’ Tur.” Penjual: (Tidak menghiraukan, sambil menata dagangannya) Pembeli: ”Tello èbu ya’, yâ.” Penjual: (Menoleh tak menghiraukan) Pembeli: “Ya’ tello’ satengnga!” Penjual: “Kala’, kala’!” Ketika pembeli menanyakan harga kepala ikan tengiri, penjual memberikan harga empat setengah, maksudnya Rp4.500,00. ”Bârâmpa tello’ ya’ bu’ Tur?” (Berapa tiga ini Buk Tur?”) Pembeli menawar Rp3.000,00 ” Telloèbu bu’ Tur.” (”Tiga ribu Buk Tur!”) Tidak ada jawaban apapun dari penjual.. Malahan ditinggal menata dagangannya tanpa menghiraukan pembeli. Ini menunjukkan bahwa belum ada kesepakatan harga antara penjual dan pembeli. Ketidaksepakatan itu terjadi lagi ketika pembeli mengulang menawar lagi dengan penawaran tetap. Pembeli tambah menoleh tak menghiraukan dan tetap tidak ada jawaban. Percakapan ini menunjukkan adanya ketidaksepakatan antara penjual dan pembeli. Pelanggaran Maksim Simpati Seperti telah dijelaskan di depan, para peserta tutur hendaknya memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Akan tetapi kenyataannya pada penelitian ini ada tuturan yang justru melanggar kaidah tutur yang berupa pelanggaran maksim simpati. Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi data, tuturan yang mengandung pelanggaran maksim simpati antara lain seperti di bawah ini. Pembeli: “Telloèbu bu’ Tur.” Penjual: (Tidak menghiraukan, sambil menata dagangannya) Pembeli: ”Tello èbu ya’, yâ.” Penjual: (Menoleh tak menghiraukan) Pembeli: ”Teloebu bu’ Tur.” Penjual: (Tidak menghiraukan, sambil menata dagangannya) Berdasarkan data di atas, pelanggaran maksim simpati ditunjukkan dengan lambang nonverbal misalnya, menoleh, menata ikan,ekspresi wajah cemberut. Ikan ditawar pembeli, memang tidak diberikan, entah penawaran terlalu rendah atau tidak boleh ditawar Pembeli tidak tahu. Penjual tidak menjawab bahkan menoleh ditinggal menata dagangannya. Beberapa kali pembeli menawar tetap tidak dihiraukan oleh penjual dengan ekspresi wajah cemberut. Penjual tidak menunjukkan sikap yang simpati kepada pembeli. Sikap seperti ini menunjukkan sikap yang tidak dikehendaki di dalam kaidah bertutur. Oleh karena itu percakapan ini melanggar maksim simpati. SIMPULAN Ada dua cakupan hasil penelitian ini yaitu penerapan dan pelanggaran etika tawar menawar yang meliputi maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Penerapan etika tawar menawar sering dilakukan oleh penjual dengan maksud agar jualannya laku. Maksim kearifan diterapkan sesuai dengan maksim-maksim yang berlaku dalam maksim ini. Penjual mengurangi keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan pada pembeli. Penjual selalu menurunkan harga penawaran. Penjual menawarkan dengan cara tuturan yang arif, membuat kerugian pembeli sekecil mungkin dan membuat keuntungan pembeli
  • 22. Linarsih, Etika Tawar-Menawar di Pasar | 21 sebesar mungkin. Selain itu penjual membuat keuntungan diri sekecil mungkin dan kerugian diri sendiri sebesar mungkin (maksim kedermawanan). Maksim pujian ditunjukkan oleh penjual dalam memberikan penghargaan kepada pembeli dengan cara memberikan pujian. Dengan pujian ini penjual bermaksud agar pembeli kembali lagi pada waktu lain. Dalam penelitian ini, maksim pujian sangat jarang diterapkan. Demikian juga maksim simpati dan kerendahan hati jarang diterapkan. Penerapan maksim kesepakatan dilakukan melalui ketidaksepakatan, karena tawar menawar tidak harus sekali jadi. Pelanggaran etika tawar menawar sering dilakukan oleh penjual dan pembeli. Pelanggaran-pelanggaran maksim yang dilakukan tidak akan mempengaruhi tujuan tindak tutur. Pada umumnya untuk mencapai kesepakatan dalam tawar-menawar ikan di pasar harus melalui ketidaksepakatan. Maksim ketidaksepakatan sering diungkapkan dengan cara yang tidak simpati. Biasanya ketidaksimpatian itu diwujudkan dalam ungkapan yang sifatnya saling mengejek, mencaci, ataupun merendahkan pihak lain. DAFTAR PUSTAKA Leech, Geoffrey. 1983. Maksim-Maksim Pragmatik. Terjemahan dari Judul Asli The Princples of Pragmatics oleh D.D . Oka. 1993. Jakarta :UI- Press. Muslich, Masnur. 2004. Kesantunan Berbahasa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik.Online. (muslich.m.com/2007/04/kesantunan_ sebuah_kajian.html) Searle, John R.1979. Speech Act An Eassay in The Philosophy of Language America: Cambridge University Pres Perwujudan tidak simpati selain dilakukan dengan tindakan verbal disertai juga tindakan nonverbal, misalnya dengan wajah cemberut, mengangkat ikan sambil mengomel, dan menoleh. Jarang penjual melakukan pujian kepada pembeli. Yang ada penjual memuji dagangannya sendiri dengan maksud agar pembelil lebih tertarik dengan ikan yang ditawarkan. Pembeli sering menjelekkan atau merendahkan dagangan penjual. Jadi, penjual dan pembeli sering melanggar maksim kesepakatan, simpati, pujian dan kerendahan hati. Pelanggaran maksim kerendahan hati dibuktikan dengan selalu memuji dirinya sendiri atau selalu mengunggulkan dagangannya. Kegiatan tutur yang berkaitan dengan pelanggaran maksim ini jarang dilakukan. Suparno dan Martutik. 1997. Wacana Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud. Supriyadi. 1995. Penerapan Maksim Tutur dalam Tindak Tutur Percakapan Berbahasa Indonesia Tidak Resmi Masyarakat Kotamadya Malang. Tesis Tidak Dipublikasikan. Malang : IKIP Malang. Tarigan, H.G . 1996. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa. Wijana, I. Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yokyakarta : Penerbit Adi.
  • 23. 2 22 2 MOTIVASI BELAJAR INTRINSIK DALAM NOVEL Kusyairi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura Jalan Raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan Abstrak: Motivasi intrinsik belajar berasal dari diri seseorang itu sendiri, dan motivasi ini diantaranya ditimbulkan oleh faktor-faktor yang muncul dari pribadi seseorang terutama kesadaran akan memfaat apa yang dia inginkan dan yang dipelajari, Novel merupakan salah satu novel yang menggunakan tema pendidikan sehingga mudah menemukan kutipan yang berkaitan dengan motivasi intrinsik. Novel Nak,Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmuini sarat dengan motivasi, khususnya motivasi belajar intrinsik yang di gambarkan malalui tokoh-tokohnya. Dalam novel Novel Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu sarat dengan motivasi, khususnya motivasi belajar intrinsik yang di gambarkan malalui tokoh-tokohnya. Motivasi intrinsik yang ditemukan di antaranya yaitu. Tekun menghadapi tugas, tidak mudah putus asa, menunjukkan minat terhadap bermacam- macam masalah, lebih senang bekerja mandiri, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapat, tidak mudah melepaskan yang diyakini, senang mencari dan memecahkan masalah. Adapun prosedur yang dilakukan membaca dan memahami novel, mengumpulkan setiap data tentang motivasi intrinsik belajar, mengaklasifiksikan data sesuai dengan permasalahan dan memberikan kodifikasi data temuan. Kata kunci: motivasi,novel PENDAHULUAN Salah satu unsur nilai yang hendak disampaikan oleh pengarang adalah motivasi. Motivasi dalam kehidupan sangat penting karena mampu membangkitkan gairah untuk melakukan sesuatu. Motivasi merupakan motor penggerak aktivitas yang dilakukan seseorang, sehingga tinggi rendahnya motivasi tersebut akan berpengaruhterhadap aktivitas yang hendak ataupun yang sedang dilakukan. Hal ini di karenakan motivasi merupakan pengontrol tingkah laku. Setiap orang pasti mempunyai motivasi tersendiri yang ada dalam dirinya sendiri kerena segala sesuatu yang dilakukan pasti didasari oleh motivasi. Motivasi tidak dapat diketahui secara langsung kecuali dengan melihat dari tingkah lakunya. Luasnya cakupan motivasi mengakibatkan adanya variasi pada motivasi tersebut. Beberapa diantara motivasi tersebut misalnya; motivasi jasmani, motivasi rohani, dan motivasi belajar. Motivasi dalam belajar sangat penting, karena motivasi dapat mendorong seseorang untuk belajar lebih giat. Motivasi dapat muncul dari dalam diri sendiri. METODE Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, data yang diambil berdasarkan apa yang dikatakan orang yang meliputi kata-kata, dan gambar untuk menjelaskan permasalahan yang ada. Menurut Surackhmad (1990:139), metode deskriptif merupakan prosedur atau cara pemecahan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan objek yang diteliti sebagaimana adanya, berdasarkan fakta-fakta yang terjadi. Penelitian yang dilakukan tanpa menggunakan angka-angka tetapi menggunakan ke dalam penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang dikaji secara empiris. Data penelitian ini adalah kalimat- kalimat, baik yang berbentuk dialog, monolog, atau narasi yang berhubungan dengan aspek kepribadian yang terdapat dalam novel Nak, Maafkan ibu tak mampu menyekolahkanmu karya Wiwid Prasetyo. Sumber data penelitian ini adalah novel Nak, Maafkan ibu tak mampu
  • 24. 23 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 22- 27 menyekolahkanmu karya Wiwid Prasetyo yang diterbitkan tahun 2010. Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan teknik obsevasi dan dokumentasi . Tehnik observasi berupa pengamatan secara mendalam terhadap novel Nak, Maafkan ibu tak mampu menyekolahkanmu karya Wiwid Prasetyo. Teknik dokumentasi berupa pendokumenan atau penulisan temuan data. Adapun prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara: (1) membaca dan memahami novel, (2) mengumpulkan setiap data tentang motivasi intrinsik belajar dan ektrinsik belajar, (3) mengaklasifiksikan data sesuai dengan permasalahan dan (4) memberikan kodifikasi data temuan. Analisis dimulai (1) identifikasi data sesuai dengan rumusan masalah, (2) data diklasifikasikan sesuai dengan kelompok yang sejenis berdasarkan indikator permasalahan dan tujuan peneilitian, (3) data yang sudah siap diinterpretasikan dengan memberikan makna, (4) mendeskripsikan hasil analisis, dan (5) menarik kesimpulan dan mengujinya. HASIL PENELITIAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa novel Nak, maafkan ibu tak mampu menyekolahkanmu karya Wiwid Prasetyo mengandung motivasi belajar . Sardiman (2007:83) mambagi kriteria motivasi intrinsik menjadi delapan bagian. Data motivasi intrinsik tersebut ditemukan data motivasi intrinsic, a) tekun menghadapi tugas. b) tidak mudah putus asa. c) menunjukan minat terhadap bermacam- macam masalah. d) lebih senang bekerja mandiri. e) tidak cepat bosan terhadap tugas- tugas yang rutin. f) dapat mempertahankan pendapat. g) tidak mudah melepaskan hal-hal yang diyakini. h) senang mencari dan memecahkan masalah-masalah soal-soal Sardiman (2007:83) mambagi kriteria motivasi intrinsik menjadi delapan bagian. Pertama, Tekun menghadapi tugas, ketekunan menghadapi tugas merupakan salah satu yang utama dari kriteria motivasi intrinsik. Penjabarannya dapat dijelaskan dengan dapat bekerja dalam waktu yang lama dan tidak pernah berhenti sebelum selesai. Kriteria ini mensyaratkan keteguhan hati peserta didik dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Apa salahnya itu semua, sebab yang dibutuhkan di sini hanya kemauan untuk bekerja keras tanpa kenal lelah dan pantang menyerah, meski kerja keras tak mampu imbang lurus dengan kemakmuran. (WP. 27. TMT/01.1.02) Kedua, Tidak mudah putus asa. Putus asa adalah godaan setan. Setan mencoba memengaruhi orang-orang beriman dengan membuat mereka bingung dan kemudian menjerumuskan mereka untuk berbuat kesalahan yang lebih serius. Tujuannya adalah agar orang-orang beriman tidak merasa yakin dengan keimanan dan keikhlasan mereka, membuat mereka merasa “tertipu”. Jika seseorang jatuh ke dalam perangkap ini, ia akan kehilangan keyakinan dan akibatnya akan mengulangi kesalahan yang sama. Dalam motivasi belajar intrinsik, tidak putus asa merupakan sikap untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Aku tidak takut, aku sudah biasa menderita, kemarin menderita sekarangpun menderita. Penderitaan adalah temanku sehari-hari. (WP. 79. TMP/01.2.02) Ketiga: Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah, anak yang mempunyai motivasi yang tinggi ditunjukkan dengan adanya minat terhadap bermacam- macam masalah untuk dijadikan bahan perenungan dan belajarnya. (Turunkan bencanamu yang lebih besar lagi! Akan ku tantang dengan gagah berani.! ”Badai kali ini tak seseru badai sebelumnya yang nyaris meneggelamkan tubuhku! WP. 07. MBM/01.3.02) Keempat: Lebih senang bekerja mandiri, motivasi yang tinggi tumbuh dan menjadikan anak didik lebih senang bekerja sendiri tanpa terikat dengan ketergantungan dengan orang lain. (Susahpun aku tak ingin meminta-minta dari orang lain, aku tak ingin bergantung pada orang lain, aku tak butuh belas kasihan selama aku masih diberi kemampuan berupa raga yang sehat dan anggota utuh yang masih utuh. WP. 36. LSBM/01.4.01)
  • 25. Kusyairi, Motivasi Belajar Intrinsik | 24 Kelima: Cepat bosan dengan tugas- tugas yang rutin, tugas-tugas rutin senantiasa dikerjakan dan dijalani tanpa adanya kebosanan, sehinigga tugas-tugas tersebut selesai tepat waktu. “Tak pernah merasa puas dengan keadaan, tidak pernah bisa menerima nasib dan menginginkan kepuasan yang lebih dari apa yang saat ini kumiliki”. WP. 264. CBTR/01.5.02) Keenam: Dapat mempertahankan pendapat, pendapat anak didik yang mempunyai motivasi yang tinggi akan dipertahankan dengan alasan yang logis serta mengedepankan kejujuran ilmiah. (Huss! Hentikan pembicaraan kalian. Semua masih belum jelas dan perlu diteliti lagi dilaboratorium,” ”Tetapi memang begitulah kenyataannya!” WP. 16. DMP/01.6.04) Ketujuh : Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini, keyakinan bagi anak didik yang mempunyai motivasi tinggi merupakan wujud keteguhan hati untuk mencapai hal yang telah ditempuh dan diperjuangkannya. (Kita tidak perlu lagi Tuhan, sebab dengan kemampuan manusia telah berhasil memajukan peradaban. ”WP. 18. TMHD/01.7.02) Kedelapan : Senang mancari dan memecahkan masalah soal-soal, masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Bagi anak didik yang mempunyai motivasi yang tinggi akan menjadi hal yang menyenangkan jika mampu memecahkan masalah tersebut. (Ini penemuan penting yang akan mengubah kebijakan pemerintah Jepang terhadap lingkungan.” WP. 19. SMS/01.8.03) PEMBAHASAN Pembahasan hasil apresiasi terhadap novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo dapat dipaparkan bahwa tokoh yang ada didalamnya salah satunya Wenas mempunyai cita-cita yang tinggi untuk bisa merasakan bangku sekolah seperti yang dialami teman- teman sebayanya, Wenas adalah bocah miskin. Walau untuk makanpun kesulitan cita-citanya untuk bersekolah tidak pernah pupus! Wenas sangat mengerti bahwa hidup adalah perjuangan, perubahan tidak akan turujud bila berpangku tangan. Ketika semua kita percaya bahwa pndidikan merupakan cara memutus mata rantai kemiskinan, justru tak semua anak tidak bisa mendapatkannya. Diluar sana banyak anak-anak menantang panas matahari dengan senyum mengembang, berharap bisa mengumpulkan uang untuk bersekolah. Motivasi intrinsik belajar dalam novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo terdiri dari motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik. Motivasi Intrinsik Belajar Tokoh dalam Novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo. Motivasi intrinsik adalah motivasi untuk belajar yang berasal dari dalam diri seseorang itu sendiri. Motivasi intrinsik diantaranya ditimbulkan oleh faktor-faktor yang muncul dari pribadi seseorang. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang tidak membutukan rangsangan ataupun paksaan dari orang lain, karena motivasi ini berasal dari dalam diri anak didik. Pernyataan tersebut sesuai dengan definisi tentang motivasi intrinsik yang di kemukakan Djamarah bahwa motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Kreteria motivasi intrisik belajar tokoh dalam novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo dimiliki oleh Wenas, Ibunya, serta seorang Profesor. Motivasi intrinsik belajar yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut didorong oleh keinginan yang tinggi untuk bisa mengenyam pendidikan dan bisa mempelajari suatu ilmu yang ingin diketahui, seperti ilmu pengatahuan yang dipelajari di sekolah, tentang agama, seni, dan sebagainya. Kreteria motivasi intrinsic yang terdapat dalam novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo adalah tekun menghadapi tugas, tidak mudah putus asa, tidak mudah melapaskan hal-hal yang diyakini, senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
  • 26. 25 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 22- 27 Tekun menghadapi tugas. Ketekunan menghadapi tugas merupakan salah satu yang utama dari kriteria motivasi intrinsik. Penjabarannya dapat dijelaskan dengan dapat bekerja dalam waktu yang lama dan tidak pernah berhenti sebelum selesai. Kriteria ini mensyaratkan keteguhan hati peserta didik dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Tidak mudah putus asa. Putus asa adalah godaan setan. Setan mencoba memengaruhi orang-orang beriman dengan membuat mereka bingung dan kemudian menjerumuskan mereka untuk berbuat kesalahan yang lebih serius. Tujuannya adalah agar orang-orang beriman tidak merasa yakin dengan keimanan dan keikhlasan mereka, membuat mereka merasa “tertipu”. Jika seseorang jatuh ke dalam perangkap ini, ia akan kehilangan keyakinan dan akibatnya akan mengulangi kesalahan yang sama. Dalam motivasi belajar intrinsik, tidak putus asa merupakan sikap untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah. Anak yang mempunyai motivasi yang tinggi ditunjukkan dengan adanya minat terhadap bermacam- macam masalah untuk dijadikan bahan perenungan dan belajarnya. Lebih senang bekerja mandiri. Motivasi yang tinggi tumbuh dan menjadikan anak didik lebih senang bekerja sendiri tanpa terikat dengan ketergantungan dengan orang lain. Cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin. Tugas-tugas rutin senantiasa dikerjakan dan dijalani tanpa adanya kebosanan, sehinigga tugas-tugas tersebut selesai tepat waktu. Dapat mempertahankan pendapat. Pendapat anak didik yang mempunyai motivasi yang tinggi akan dipertahankan dengan alasan yang logis serta mengedepankan kejujuran ilmiah. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini. Keyakinan bagi anak didik yang mempunyai motivasi tinggi merupakan wujud keteguhan hati untuk mencapai hal yang telah ditempuh dan diperjuangkannya. Senang mancari dan memecahkan masalah soal-soal. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Bagi anak didik yang mempunyai motivasi yang tinggi akan menjadi hal yang menyenangkan jika mampu memecahkan masalah tersebut. PEMBAHASAN Pembahasan hasil apresiasi terhadap novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo dapat dipaparkan bahwa tokoh yang ada di dalamnya salah satunya Wenas mempunyai cita-cita yang tinggi untuk bisa merasakan bangku sekolah seperti yang dialami teman- teman sebayanya, Wenas adalah bocah miskin. Walau untuk makanpun kesulitan cita-citanya untuk bersekolah tidak pernah pupus! Wenas sangat mengerti bahwa hidup adalah perjuangan, perubahan tidak akan turujud bila berpangku tangan. Ketika semua kita percaya bahwa pndidikan merupakan cara memutus mata rantai kemiskinan, justru tak semua anak tidak bisa mendapatkannya. Diluar sana banyak anak-anak menantang panas matahari dengan senyum mengembang, berharap bisa mengumpulkan uang untuk bersekolah. Motivasi intrinsik belajar dalam novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo terdiri dari motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik. Motivasi Intrinsik Belajar Tokoh dalam Novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo. Motivasi intrinsik adalah motivasi untuk belajar yang berasal dari dalam diri seseorang itu sendiri. Motivasi intrinsik ditimbulkan oleh faktor-faktor yang muncul dari pribadi seseorang. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang tidak membutukan rangsangan ataupun paksaan dari orang lain, karena motivasi ini berasal dari dalam diri anak didik. Pernyataan tersebut sesuai dengan definisi tentang motivasi intrinsik yang dikemukakan Djamarah bahwa motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Kreteria motivasi intrisik belajar tokoh dalam novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo dimiliki oleh Wenas, Ibunya, serta seorang Profesor. Motivasi intrinsik belajar yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut didorong oleh
  • 27. Kusyairi, Motivasi Belajar Intrinsik | 26 keinginan yang tinggi untuk bisa mengenyam pendidikan dan bisa mempelajari suatu ilmu yang ingin diketahui, seperti ilmu pengatahuan yang dipelajari di sekolah, tentang agama, seni, dan sebagainya. Kreteria motivasi intrinsic yang terdapat dalam novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo adalah tekun menghadapi tugas, tidak mudah putus asa, tidak mudah melapaskan hal-hal yang diyakini, senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal. Tekun menghadapi tugas. Ketekunan menghadapi tugas merupakan salah satu yang utama dari kriteria motivasi intrinsik. Penjabarannya dapat dijelaskan dengan dapat bekerja dalam waktu yang lama dan tidak pernah berhenti sebelum selesai. Kriteria ini mensyaratkan keteguhan hati peserta didik dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Tidak mudah putus asa. Putus asa adalah godaan setan. Setan mencoba memengaruhi orang-orang beriman dengan membuat mereka bingung dan kemudian menjerumuskan mereka untuk berbuat kesalahan yang lebih serius. Tujuannya adalah agar orang-orang beriman tidak merasa yakin dengan keimanan dan keikhlasan mereka, membuat mereka merasa “tertipu”. Jika seseorang jatuh ke dalam perangkap ini, ia akan kehilangan keyakinan dan akibatnya akan mengulangi kesalahan yang sama. Dalam motivasi belajar intrinsik, tidak putus asa merupakan sikap untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah. Anak yang mempunyai motivasi yang tinggi ditunjukkan dengan adanya minat terhadap bermacam- macam masalah untuk dijadikan bahan perenungan dan belajarnya. Lebih senang bekerja mandiri. Motivasi yang tinggi tumbuh dan menjadikan anak didik lebih senang bekerja sendiri tanpa terikat dengan ketergantungan dengan orang lain. Cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin. Tugas-tugas rutin senantiasa dikerjakan dan dijalani tanpa adanya kebosanan, sehinigga tugas-tugas tersebut selesai tepat waktu. Dapat mempertahankan pendapat. Pendapat anak didik yang mempunyai motivasi yang tinggi akan dipertahankan dengan alasan yang logis serta mengedepankan kejujuran ilmiah. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini. Keyakinan bagi anak didik yang mempunyai motivasi tinggi merupakan wujud keteguhan hati untuk mencapai hal yang telah ditempuh dan diperjuangkannya. Senang mancari dan memecahkan masalah soal-soal. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Bagi anak didik yang mempunyai motivasi yang tinggi akan menjadi hal yang menyenangkan jika mampu memecahkan masalah tersebut. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan dan data penelitian terhadap novel Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu karya Wiwid Prasetyo dapat dipaparkan bahwa tokoh-tokoh seperti Wenas, dan tokoh yang lain memiliki kemauan yang besar untuk mengenyam pendidikan sama dengan orang lain, aspek ini melekat pada diri Wenas, yang meliputi motivasi intrinsik belajar dan motivasi ektrinsik belajar. Motivasi intrinsik sangat penting dalam belajar karena motivasi yang berasal dari dalam diri anak didik tersebut akan mempermudah dalam melakukan aktivitas belajar dan tidak membutuhkan paksaan dari orang lain agar anak didik punya kemauan untuk belajar. Dalam aktivitas belajar, motivasi intrinsik sangat diperlukan, terutama belajar sendiri. Seseorang yang tidak memiliki motivasi intrinsik sulit sekali melakukan aktivitas belajar terus menerus. Kriteria motivasi intrinsik menjadi delapan. 1)Tekun menghadapi tugas Ketekunan menghadapi tugas merupakan salah satu yang utama dari kriteria motivasi intrinsik. Penjabarannya dapat dijelaskan dengan dapat bekerja dalam waktu yang lama dan tidak pernah berhenti sebelum selesai. Kriteria ini mensyaratkan keteguhan hati peserta didik dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya. 2) Tidak mudah putus asa. Putus asa adalah godaan setan. Setan mencoba memengaruhi orang-orang beriman dengan membuat mereka bingung dan kemudian menjerumuskan mereka untuk berbuat kesalahan yang lebih
  • 28. 27 | INTERAKSI, Volume 9, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 22- 27 serius. Tujuannya adalah agar orang-orang beriman tidak merasa yakin dengan keimanan dan keikhlasan mereka, membuat mereka merasa “tertipu”. Jika seseorang jatuh ke dalam perangkap ini, ia akan kehilangan keyakinan dan akibatnya akan mengulangi kesalahan yang sama. Dalam motivasi belajar intrinsik, tidak putus asa merupakan sikap untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. 3). Menunjukan minat terhadap bermacam- macam masalah. Anak yang mempunyai motivasi yang tinggi ditunjukkan dengan adanya minat terhadap bermacam-macam masalah untuk dijadikan bahan perenungan dan belajarnya. 4). Lebih senang bekerja mandiri. Motivasi yang tinggi tumbuh dan menjadikan anak didik lebih senang bekerja sendiri tanpa terikat dengan ketergantungan dengan orang lain. 5). Cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin. Tugas-tugas rutin senantiasa dikerjakan dan dijalani tanpa adanya kebosanan, sehinigga tugas-tugas tersebut selesai tepat waktu. 6). Dapat mempertahankan pendapat anak didik yang mempunyai motivasi yang tinggi akan dipertahankan dengan alasan yang logis serta mengedepankan kejujuran ilmiah. 7). Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini. Keyakinan bagi anak didik yang mempunyai motivasi tinggi merupakan wujud keteguhan hati untuk mencapai hal yang telah ditempuh DAFTAR PUSTAKA Aminuddin, 1995. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sianar baru Aminuddin, 2011. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sianar baru Arikonto, Suharsimi 2006. Prosedur penelitian satuan pengantar praktik. Jakarta: Renika cipta Asrori, Muhammad. 2008 Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima Depdikbud, 1990. Kamu Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Dimyati dan Mudjiono, 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta rineka cipta dan diperjuangkannya. 8). Senang mancari dan memecahkan masalah soal-soal. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Bagi anak didik yang mempunyai motivasi yang tinggi akan menjadi hal yang menyenangkan jika mampu memecahkan masalah tersebut. SARAN Karya sastra seperti novel sebagai imaji pengarang dan merupakan cerminan pengarang dalam gaya penceritaannya. Latar belakang religi, domilsili, dan pendidikan akan mempengaruhi pengarang dalam menampilkan watak-watak tokoh. Bagi penikmat sastra diharapkan dibaca oleh pembaca dan peminat sastra sebagai hiburan yang bermanfaat serta diharapkan mampu menumbuhkan ketajaman berfikir kritis melihat fenomena kehidupan sosial khususnya dalam pendidikan. Djaali, H. 2009 Psikologi Pendidikan Jakarta : Bumi Aksara Djamarah, Syaiful Bahri. 2008 Psikologi Belajar. Jakarta : Asdi Mahasatya. Moleong, Lexi J. 2009 Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya Nurgiyantoro, Burhan. 1995, Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Prasetyo, Wiwid. 2010. Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu. Jokjakarta : Diva Pres.