analisis kesalahan dan perilaku yang dilakukan siswa kelas VII-C MTs darul huda pasuruan dalam menyelesaikan soal cerita perbandingan mata pelajaran matematika
1. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
312
ANALISIS KESALAHAN DAN PERILAKU YANG DILAKUKAN
SISWA KELAS VII-C MTS DARUL HUDA PASURUAN DALAM
MENYELESAIAKAN SOAL CERITA PERBANDINGAN
MATA PELAJARAN MATEMATIKA
Puji Savvy Dian Faizati, Toto Nusantara, dan Abdul Qohar
Universitas Negeri Malang
savvydian@gmail.com, totonusantara@yahoo.com, qohar@yahoo.com
Abstract: This research was conducted to analyze the error and behavior of students in
solving mathematical word problems based on the Newman error analysis which consists
of reading, comprehension, transformation, process skills, and encoding.This study was
conducted on 20 seventh grade students of MTs Darul Huda Prigen. Researchers gave tests
about the 20 students to determine whether there is an error committed student and the
student's behavior in solving word problem. Once the test results are examined and
analyzed, conducted interviews of six students selected from the twenty-ability students
representing categories of high, medium and low to uncover information or data that is not
revealed by the test.The results of this study found that behaviors of students demonstrated
in solving word problems, among others, 1) DTA-Proficient; 2) DTA-Not Proficient; 3)
DTA-Limited of Context (without in justification); 4) DTA-Limited Context (with
justification), and 5) MBA-Full Context. Mistakes made over many came from students
with behavior DTA (Direct Translation Approach) or direct approach, only a few students
who make mistakes in the behavior of the MBA (Meaning Based Approach) or meaningful
approach. Mistakes made by students in solving mathematical word problems by Newman
error analysis contained in the comprehension and transformation stages, two categories of
these errors occur due to the inability of the student to understand the problem and
determine the information of the problem and unable to interpret the problem in question.
In addition, the mistakes made by the students are at the stage of encoding, this error occurs
because students can not write the final answer to the question on the relevant matter. This
error is the result of a mistake at this stage of comprehension.
Keywords: error, behaviour, word problem, Newman Error Analysis
Pemecahan masalah dalam matematika sekolah biasanya diwujudkan melalui soal
cerita.Dalam penyelesaian soal cerita siswa dituntut untuk dapat memahami konteks
permasalahan yang diberikan, menemukan metode penyelesaian, dan menafsirkan kembali
selesaian yang diperoleh.Pemecahan masalah dan penalaran menjadi salah satu fokus utama
dalam pembelajaran matematika sekolah (NCTM). Selain itu, dalam Permendikbud No. 65
Tahun 2013 tentang Standar Proses disebutkan bahwa untuk mendorong kemampuan peserta
didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat
disarankan menggunakan pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian mengenai tujuan pembelajaran matematika menurut kurikulum
2013 dan NCTM di atas, nampak bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan
kemampuan yang penting untuk dikembangkan oleh siswa dalam belajar matematika. Namun
fakta di lapangan belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika di Indonesia dalam aspek pemecahan
masalah matematis masih rendah.
Marsudi (2008:1) mengatakan bahwa lebih dari 50% guru menyatakan bahwa sebagian
besar siswa mengalami kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita.Penyebabnya adalah
kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat
matematika.Otilia (2010: 7) mengatakan bahwa kompleksitas bahasa memiliki pengaruh
signifikan terhadap persepsi siswa tentang kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita yang
terkait dengan pemahaman teks.Oleh karena itu, penyajian soal cerita dirasa merupakan hal
yang perlu diperhatikan. Saat ini dikembangkan media gambar dan komik pembelajaran
matematika untuk meningkatkan pemahaman bentuk soal cerita. Hasil observasi di MTs Darul
Huda Pasuruan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa melakukan kesalahan ketika
menyelesaikan soal cerita matematika khususnya pada materi perbandingan. Kesalahan yang
dilakukan siswa berupa penulisan langsung jawaban tanpa disertai penulisan mengenai apa yang
2. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
313
dikatahui dan apa yang ditanyakan pada soal cerita dan kurangnya pemahaman siswa mengenai
kalimat-kalimat matematika yang ada pada soal cerita. Kesalahan lain juga terjadi pada saat
menentukan metode yang digunakan. Berikut adalah satu jawaban siswa yang menunjukkan
adanya kesalahan dalam menuliskan apa yang ditanyakan dalam soal yang diberikan pada saat
observasi.
Gambar 1. Kesalahan siswa dalam mengaitkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dalam
soal yang berbentuk komik
Siswa tersebut melakukan kesalahan dalam mengaitkan apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan, sehingga dalam perhitungan ia melakukan kesalahan. Kesalahan ini
disebabkan karena siswa tersebut tidak memiliki pemahaman secara menyeluruh terhadap soal.
Dalam menyelesaikan masalah soal cerita, karakteristik perilakuyang ditunjukkan setiap
siswadalam menuliskan penyelesaian soal cerita berbeda dengan siswa yang lain. Karakteristik
perilaku yang ditemukan oleh Pape (2004) yaitu Direct Translation Approach – Proficient
(DTA-Proficient), Direct Translation Approach– Not Proficient (DTA– Not Proficient), Direct
Translation Approach– Limited Context (DTA– LimitedContext), Meaning– Based Approach-
Full Context (MBA – Full Context) dan Meaning-Based Approach - Justification (MBA-
Justification).Salah satu metodeyangdigunakan untuk menganalisa kesalahan tersebut adalah
dengan menggunakan analisis kesalahan Newman (Muksar, dkk., 2009).
Metode analisis kesalahan Newman diperkenalkan pertama kali pada tahun 1977 oleh
Anne Newman, seorang guru bidang studi matematika di Australia. Dalam metode ini, dia
menyarankan lima kegiatan yang spesifik sebagai suatu yang sangat krusial untuk membantu
menemukan di mana kesalahan yang terjadi pada pekerjaan siswa ketika menyelesaikan suatu
masalah berbentuk soal cerita. Parakitipong dan Nakamura (2006) membagi lima tahapan
analisis kesalahan Newman menjadi dua kelompok kesalahan yang dialami siswa dalam
menyelesaikan masalah. Kesalahan pertama adalah masalah dalam kelancaran linguistik dan
pemahaman konseptual yang sesuai dengan tingkat membaca sederhana dan memahami makna
masalah.Kesalahan ini dikaitkan dengan tahapan membaca (reading) dan memahami
(comprehension) makna suatu permasalahan.Kesalahan kedua adalah masalah dalam
pengolahan matematika yang terdiri dari transformasi (transformation), keterampilan proses
(process skill), dan penulisan jawaban (encoding).
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan
mengklasifikasi kesalahan dan perilaku yang dilakukan siswa dalam pemecahan masalah soal
cerita perbandingan baik yang disajikan dalam bentuk teks, teks dan gambar maupun komik .
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang dilakukan
adalah deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di MTs Darul Huda Pasuruan pada tanggal 30 Mei
2014 s.d. 5 Juni 2014. Prosedurpenelitianyang dilakukan adalah1)Observasi, Peneliti melakukan
observasi dengancara melakukan pengamatan dan wawancara dengan dengan siswadanguru
berkaitan dengan kesalahan pemahaman materi 2) Pemberian soal tes.
3)Penelitimengidentifikasi temuan dan menganalisis perilaku-perilaku pemecahan masalah serta
kesalahan yang dilakukan ketika siswamenyelesaikan testersebut. 4) Wawancara, peneliti
memilih dua siswa yang mewakili kategori kemampuan tinggi, sedang dan rendah untuk
diwawancaraisesuai metode AnalisisKesalahan Newman.5)Penyusunan laporan, setelah
3. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
314
memperoleh data yang dibutuhkan, peneliti menyusun laporan yang terdiri dari paparan data,
hasil temuan, pembahasan, serta menulis kesimpulan dan saran sebagai penutup laporan.
Sumber data penelitian iniadalah siswa yang telah mempelajari materi perbandingan.
Subyek penelitian dipilih dari siswa kelas VII C MTs Darul Huda Pasuruan yang terdiri dari
enam siswa yang terbagi dalam dua siswa kategori tinggi, dua siswa kategori sedang, dan dua
siswa kategori rendah.
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan soal tes kepada
masing-masing subjek untuk diselesaikan secara individu. Data yang diperoleh pada penelitian
ini berupa lembar jawaban siswa dan hasil wawancara. Data berupa lembar jawaban siswa
digunakan untuk menentukan siswa yang akan diwawancarai. Data yang diperoleh dari hasil
wawancara digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kesalahan yang dilakukan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita menurut tahapan analisis kesalahan Newman yaitu reading,
comprehension, transformation, process skill, dan encoding.
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah peneliti,
lembar soal tes, dan pedoman wawancara. Soal tes dalam penelitian ini berbentuk soal cerita
yang berkaitan dengan perbandingan, soal tes terdiri dari tiga nomor soal. Satu soal disajikan
dalam bentuk teks, satu soal dalam bentuk teks dan gambar, dan satu soal disajikan dalam
bentuk komik. Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data berupa kata-kata yang
merupakan ungkapan secara lisan tentang kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam
memahami soal cerita matematika.Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
wawancara terstruktur yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada kelima
tahapan Analisis Kesalahan Newman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Perilaku yang Dilakukan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Perilaku siswa pada saat menyelesaikan soal cerita antara siswa yang berkemampuan
tinggi, berkemampuan sedang, dan berkemampuan rendah berbeda-beda. Perbedaan yang
paling terlihat adalah pada tahap comprehension, transformation, dan process skill. Siswa yang
berkemampuan tinggi dapat memahami soal dengan indikasi dapat menuliskan kembali soal
dalam bahasa mereka sendiri serta menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan
dengan lengkap. Dan juga dapat memilih metode serta melakukan perhitungan matematis
dengan benar, walaupun terkadang tidak disertai dengan alasan pada setiap langkah
penyelesaiannya
.
Gambar 2. Jawaban S2 (Subjek Berkemampuan Tinggi) dalam tahap Comprehension
4. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
315
Gambar 3. Jawaban S2 (Subjek Berkemampuan Tinggi) dalam tahap Transformation dan Process
Skill
Siswa yang berkemampuan sedang, saat memilih metode penyelesaian mengalami
keraguan terutama pada soal kategori sulit.Dalam perhitungan matematisnya, kadang juga
mengalami kesulitan.Siswa yang berkemampuan sedang, cenderung tidak teliti dalam
perhitungan matematis.
Gambar 4. Jawaban S4 (Subjek Berkemampuan Sedang)
5. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
316
Gambar 5. Jawaban S3 (Subjek Berkemampuan Sedang)
Jawaban pada Gambar 4 dan Gambar 5 merupakan jawaban dari soal berbentuk teks
dengan kategori “sulit”. Berikut transkrip wawancara antara peneliti dengan S4.
P : “Mengapa kamu menuliskan empat metode?”
S4 : “Karena semua metode itu bisa digunakan untuk menyelesaikan soal ini.”
P : “Apakah keempatnya kamu gunakan bersamaan?”
S4 : “Tidak, pertama saya gunakan perbandingan dulu kemudian pengurangan.”
P : “Terus yang perkalian sama pembagian kapan digunakan?”
S4 : “Mungkin bisa tapi saya belum mencobanya.”
Pada tahapan process skill, S4 menggunakan perbandingan dalam menyelesaikan soal,
walaupun pada tahapan transformation S4 menuliskan beberapa metode. S4 menuliskan
prosedur penyelesaian soal secara langsung dan tidak menuliskan penjelasan pada langkah-
langkah penyelesaiannya, S4 juga tidak menuliskan hal apa yang diwakili oleh variabel x. S4
juga melakukan kesalahan yaitu pada dua langkah penyelesaian terakhir. S4 menuliskan
𝑥 = 249 = 249 − 9 = 240.
P : “Menurutmu, apakah jawabanmu sudah benar?”
S4 : “Iya.”
P : “Apakah 249 = 249 − 9?”
S4 : “Oh tidak, maksud saya setelah menggunakan perbandingan dan ketemu nilai 249,
kemudian dikurangkan dengan 9 kardus yang sudah ada.”
P : “Bagaimana kamu bisa menggunakan cara ini, padahal tadi kamu tidak mengerti arti
kata untuk setiap?”
S4 : “Dikira-kira saja Bu, dikaitkan sama kalimatnya.”
S3 terlihat ragu dalam memilih metode yang digunakan.Hal ini ditandai dengan adanya
beberapa hal yang sudah dia tuliskan, tetapi dihapus dan mengganti dengan kata “perbandian”.
Padahal pada jawaban yang dihapus oleh S3, terlihat dia menuliskan perbandingan jumlah siswa
dan beberapa bilangan 7, 3,dan 9 serta variabel ?. Namun, disini peneliti menduga bahwa
metode yang dipilih S3 adalah perbandingan. Dalam perhitungan, S3 tidak menggunakan
konsep perbandingan, walaupun pada tahapan sebelumnya, S3 menuliskan perbandingan
sebagai metode. S3 langsung melakukan perhitungan bilangan-bilangan tanpa ada prosedur
yang berarti.S3 juga tidak memberikan penjelasan pada prosedur yang telah dilakukannya.
Namun, S3 memberikan tanda “/ ” pada bilangan 240 yang mewakili jawaban soal. Berikut hasil
wawancara peneliti dengan S3 terkait hal ini.
P : “Menurutmu, apakah jawabanmu sudah benar?”
S3 : “Iya.”
P : “Apakah 581: 7 sama dengan 83 × 3?”
S3 : “Oh tidak, 581: 7 = 83terus 83 × 3 = 249, terus 249 − 9 = 240.”
P : “Tapi itu semua dihubungkan dengan tanda “=” lho, maksudnya bagaimana itu?”
S3 : “Ya seperti yang saya jelaskan tadi, mungkin seharusnya gak pakai tanda “=”.”
P : “Ehm...kamu dapat cara itu darimana?”
S3 : “Menggunakan perbandingan.”
P : “Apa yang dibandingkan?”
S3 : “banyak kardus sama banyak siswa.”
6. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
317
Sedangkan siswa yang berkemampuan rendah, tidak dapat atau kadang ragu dalam
memilih metode serta dalam perhitungan matematis banyak melakukan kesalahan, sehingga
kebanyakan siswa berkemampuan rendah tidak dapat memperoleh jawaban penyelesaian dari
masing-masing soal.
Gambar 6. Jawaban S6 (Subjek Berkemampuan Rendah) dalam Tahap Transformation pada Soal
yang Berbentuk Komik
Gambar 7. Jawaban S6 (Subjek Berkemampuan Rendah) dalam Tahap Transformation pada Soal
yang Berbentuk Teks & Gambar
Gambar 8. Jawaban S6 (Subjek Berkemampuan Rendah) dalam Tahap Transformation pada Soal
yang Berbentuk Teks
Temuan yang didapat peneliti setelah mewawancarai subjek berkemampuan rendah
adalah kesalahan yang dilakukan subjek berkemampuan rendah dalam tahap transformation dan
process skill dikarenakan mereka tidak mengetahui perbedaan antara metode dan prosedur
perhitungan matematis. Hal ini juga disebabkan kebiasaan untuk melakukan perhitungan
langsung ketika siswa diminta menyelesaikan soal cerita.
Kesalahan yang Dilakukan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Proses pemecahan masalah memiliki banyak faktor yang mendukung siswa untuk
mendapatkan jawaban yang tepat. Penelitian oleh Prakitipong dan Nakamura pada tahun 2006
menemukan rintangan yang menghalangi siswa untuk mendapatkan jawaban yang tepat, yaitu:
1) Masalah dalam kemahiran berbahasa dan pemahaman konseptual yang
berkorespondensi dengan bacaan ringan dan pemahaman makna soal
2) Masalah dalam proses pematematikaan yang terdiri dari transformasi, keahlian
proses dan menuliskan jawaban akhir
Klasifikasi ini mengimplikasikan bahwa siswa harus dapat menafsirkan masalah dalam soal ke
dalam proses matematika untuk mendapatkan jawaban yang tepat.Anne Newman (dalam White,
2005) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan suatu masalah matematika dalam bentuk soal
cerita, siswa memerlukan lima tahap keterampilan, yaitu reading, comprehension,
transformation, process skill, dan encoding. Berikut adalah beberapa kesalahan yang dilakukan
subjek penelitian dalam menyelesaikan soal cerita perbandingan.
7. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
318
Gambar 9. Kesalahan Siswa dalam Tahap Comprehension pada Soal yang Berbentuk Teks
Gambar 10. Kesalahan Siswa dalam Tahap Comprehension pada Soal yang Berbentuk Teks &
Gambar
Gambar 11. Kesalahan Siswa dalam Tahap Comprehension pada Soal yang Berbentuk Teks &
Gambar
Gambar 12. Kesalahan Siswa dalam Tahap Process Skill pada Soal yang Berbentuk Komik
8. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
319
Gambar 13. Kesalahan Siswa dalam Tahap Encoding
Dari hasil paparan data dan temuan penelitian, maka kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa
kelas VII C MTs Darul Huda Pasuruan dalam menyelesaikan soal cerita disajikan dalam Tabel
2berikut.
Tabel 2.Kesalahan-Kesalahan yang Dilakukan Masing-Masing Subjek
Subjek Soal Nomor 3
(Disajikan dalam bentuk
Komik)
Soal Nomor 2
(Disajikan dalam bentuk
Teks & Gambar)
Soal Nomor 1
(Disajikan dalam bentuk
Teks)
S1 Menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri dan
kesalahan dalam menelaah
apa yang ditanyakan dan
apa yang diketahui dalam
soal
Menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri
Menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri
S2 Menuliskan jawaban akhir
dari penyelesaian soal
dalam kalimat matematika
Menuliskan jawaban
akhir dari penyelesaian
soal dalam kalimat
matematika
Menuliskan jawaban akhir
dari penyelesaian soal
dalam kalimat matematika
S3 menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri dan
kesalahan dalam menelaah
apa yang ditanyakan dalam
soal
menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri dan
kesalahan dalam
menelaah apa yang
ditanyakan dalam soal
Menuliskan jawaban
akhir dari penyelesaian
soal dalam kalimat
matematika
menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri dan
kesalahan dalam menelaah
apa yang ditanyakan dalam
soal
S4 pengerjaan prosedur dan
perhitungan matematika
untuk mendapatkan
jawaban yang lengkap
Menuliskan jawaban akhir
dari penyelesaian soal
dalam kalimat matematika
menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri
dan kesalahan dalam
menelaah apa yang
diketahui dalam soal
Menuliskan jawaban
akhir dari penyelesaian
soal dalam kalimat
matematika
menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri dan
kesalahan dalam menelaah
apa yang ditanyakan dalam
soal
Menuliskan jawaban akhir
dari penyelesaian soal
dalam kalimat matematika
S5 memilih metode yang
digunakan untuk
menyelesaikan soal
Menuliskan jawaban akhir
dari penyelesaian soal
dalam kalimat matematika
menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri
memilih metode yang
digunakan untuk
menyelesaikan soal
Menuliskan jawaban
akhir dari penyelesaian
soal dalam kalimat
matematika
menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri dan
kesalahan dalam menelaah
apa yang ditanyakan dalam
soal
memilih metode yang
digunakan untuk
menyelesaikan soal
pengerjaan prosedur dan
perhitungan matematika
9. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
320
untuk mendapatkan
jawaban yang lengkap
Menuliskan jawaban akhir
dari penyelesaian soal
dalam kalimat matematika
S6 menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri dan
kesalahan dalam menelaah
apa yang ditanyakan dalam
soal
memilih metode yang
digunakan untuk
menyelesaikan soal
pengerjaan prosedur dan
perhitungan matematika
untuk mendapatkan
jawaban yang lengkap
Menuliskan jawaban akhir
dari penyelesaian soal
dalam kalimat matematika
mengartikan kata-kata
yang dianggap sulit dan
kesalahan dalam
menemukan dan
mengartikan istilah-
istilah matematika yang
terdapat dalam soal
menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri
dan kesalahan dalam
menelaah apa yang
diketahui dan ditanyakan
dalam soal
memilih metode yang
digunakan untuk
menyelesaikan soal
pengerjaan prosedur dan
perhitungan matematika
untuk mendapatkan
jawaban yang lengkap
Menuliskan jawaban
akhir dari penyelesaian
soal dalam kalimat
matematika
menuliskan kembali soal
dengan bahasa sendiri dan
kesalahan dalam menelaah
apa yang ditanyakan dalam
soal
memilih metode yang
digunakan untuk
menyelesaikan soal
pengerjaan prosedur dan
perhitungan matematika
untuk mendapatkan
jawaban yang lengkap
Menuliskan jawaban akhir
dari penyelesaian soal
dalam kalimat matematika
Kesalahan-kesalahan siswa pada saat menyelesaikan soal cerita antara siswa yang
berkemampuan tinggi, berkemampuan sedang, dan berkemampuan rendah berbeda-beda.
Kesalahan ini juga disebabkan oleh penyajian soal cerita yang berbeda
PEMBAHASAN
Kesalahan-kesalahan yang terjadi ketika siswa menyelesaikan soal matematika bentuk
cerita memang sering terjadi, hal ini dikarenakan soal berbentuk cerita memang mempunyai
tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada soal matematika dengan kata-kata yang minimal
sesuai dengan penelitian Threadgill-Sowder & Sowder pada tahun 1982 (dalam Craig: 3) yang
membandingkan level kesulitan dari soal dalam bentuk cerita dengan bentuk diagram dan yang
hanya menggunakan sedikit kata-kata. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa soal yang
disajikan dalam bentuk diagram secara signifikan lebih mudah dibandingkan dalam bentuk
cerita. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa ini juga dapat diakibatkan ketidakmampuan
siswa untuk mengkodekan kata-kata yang digunakan dalam soal cerita, tidak dapat memahami
kalimat, tidak dapat memahami beberapa kata-kata dan juga tidak mempunyai kepercayaan diri
atau kemampuan untuk berkonsentrasi ketika membaca soal (Cummins: 1988).
Kesalahan Siswa pada Saat Menyelesaikan Soal Cerita Berbentuk Teks
Pada soal yang disajikan dalam bentuk teks, kesalahan yang umum terjadi adalah
kesalahan dalam menuliskan kembali soal dengan bahasa sendiri serta kesalahan dalam menelaah
apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Banyaknya kesalahan yang terjadi tahap
comprehension karena kemampuan membaca yang kurang. Padahal ketrampilan membaca soal
menjadi faktor penting dalam menyelesaikan soal cerita. Karena kesalahan ini siswa menjadi
tidak memahami masalah dari soal sehingga tidak dapat mentransformasikan masalah ke dalam
rencana metode penyelesaian (transformation). Sehingga juga mengakibatkan adanya kesalahan
dalam melakukan prosedur perhitungan matematis (process skill), yang pada akhirnya
menyebabkan adanya kesalahan dalam menuliskan jawaban akhir soal (encoding).
Dalam penelitian ini, siswa dengan kategori kemampuan rendah melakukan kesalahan
pada tahap comprehension yang berakibat adanya kesalahan pada tiga tahap berikutnya.
Sedangkan siswa dengan kategori kemampuan tinggi dan sedang, walaupun melakukan
kesalahan pada tahap comprehension, mereka tidak melakukan kesalahan pada seluruh tahap-
10. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
321
tahap selanjutnya. Kesalahan ini tidak mempengaruhi tahap transformation dan process skill.
Namun, kesalahan ini mengakibatkan adanya kesalahan dalam menuliskan jawaban akhir
(encoding). Siswa juga masih banyak yang menuliskan jawaban akhir secara singkat dan belum
dapat merepresentasikan informasi yang ditanyakan dalam soal secara keseluruhan.
Kesalahan Siswa pada Saat Menyelesaikan Soal Cerita Berbentuk Teks dan Gambar
Pada soal yang disajikan dalam bentuk teks dan gambar, kesalahan yang umum terjadi
adalah kesalahan dalam menuliskan kembali soal dengan bahasa sendiri serta kesalahan dalam
menelaah apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Padahal menurut Nuryasni (2013)
manfaat gambar dalam proses instruksional sebagai alat untuk menyampaikan dan menjelaskan
informasi, pesan dan ide tanpa banyak menggunakan bahasa verbal, tetapi dapat lebih
memberikan kesan. Pada siswa dengan kategori kemampuan tinggi dan sedang, kesalahan pada
tahap comprehension ini tidak berpengaruh terhadap tahap transformation dan process skill.
Namun, kesalahan ini menyebabkan kesalahan dalam menuliskan jawaban akhir (encoding).
Sedangkan pada siswa dengan kategori kemampuan rendah, kesalahan ini berpengaruh terhadap
3 tahap berikutnya. Kesalahan yang dilakukan oleh siswa dengan kategori rendah ini
dikarenakan siswa kurang memahami maksud atau makna soal serta tidak memperhatikan
ilustrasi gambar yang diberikan. Dalam hal ini struktur kalimat serta ilustrasi gambar dalam soal
cerita berpengaruh terhadap pemahaman siswa dengan masalah yang harus dipecahkan.
Menurut Haghverdi (2012) kemampuan memahami kata, kalimat serta ilustrasi gambar
merupakan proses penyampaian pesan visual yang sangat penting untuk mengetahui masalah
yang harus dipecahkan. Kemampuan ini merupakan kemampuan awal yang harus dikuasai oleh
pemecah masalah.
Kesalahan Siswa pada Saat Menyelesaikan Soal Cerita Berbentuk Komik
Pada soal yang disajikan dalam bentuk komik, 3 subjek penelitian tidak melakukan
kesalahan pada bagian 2 (comprehension). Namun, mereka melakukan kesalahan pada bagian
transformation, process skill, dan encoding. Sedangkan 2 subjek penelitian yang lain, walaupun
melakukan kesalahan pada bagian 2, comprehension, tidak mengakibatkan kesalahan pada tiga
tahap berikutnya. Kesalahan yang terjadi pada tahap ini karena kurang lengkapnya siswa dalam
menuliskan informasi pada soal. Demikian juga menuliskan apa yang ditanyakan kadang juga
kurang lengkap. Sifat kurang teliti dan hati-hati menjadi penyebab kesalahan ini.Padahal
sebenarnya mereka dapat memahami maksud soal dengan baik.
Selain itu, juga terdapat 1 subjek penelitian yang tidak melakukan kesalahan pada tahap
comprehension, transformation, process skill, dan encoding, tetapi justru melakukan kesalahan
pada tahap encoding.Kesalahan ini disebabkan belum terbiasanya siswa dalam menuliskan
jawaban akhir.Dalam tahap reading, hampir semua siswa yang melakukan wawancara sudah
dapat membaca soal dengan lancar serta tidak terjadi kesalahan pengucapan.Hal ini sesuai
dengan pendapat Novianti (2010: 76) yang mengatakan bahwa media komik pembelajaran
matematika mampu meningkatkan pemahaman soal cerita karena pemakaian bahasa yang
mudah dipahami, kesinambungan antara pelafalan kalimat dengan ilustrasi gambar dengan
konsep sederhana namun jelas dari segi visualnya.Sedangkan dalam menemukan kata-kata sulit
siswa tidak menyebutkannya karena tidak sedikit siswa yang menganggap tidak ada kata sulit
pada soal.
Perilaku Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Perilaku pemecahan masalah yang ditunjukkan oleh siswa dalam penelitian ini ketika
mengerjakan tes soal cerita dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori DTA (Direct Translation
Approach) dan MBA (Meaning Based Approach) dimana dari kedua kategori tersebut masih
dibagi lagi menjadi 3 jenis, yaitu DTA-Proficient, DTA-Not Proficient, DTA Limited Context.
Sedangkan untuk kategori MBA hanya muncul satu jenis yaitu MBA-Full Context.Perilaku siswa
secara umum yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1. Perilaku Siswa Berdasarkan Kategori Pape
Siswa Soal Nomor 1
(Sulit dan disajikan dalam
Bentuk Teks)
Soal Nomor 2
(Sedang dan disajikan
dalam Bentuk Teks dan
Gambar)
Soal Nomor 3
(Mudah dan disajikan
dalam Bentuk Komik)
S1 MBA-Full Context
tapi menggunakan informasi
konteks masalah dalam
MBA-Full Context
tapi menggunakan informasi
konteks masalah dalam
Cenderung pada MBA-Full
Context
11. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
322
menemukan metode menemukan metode
S2 MBA-Full Context
tapi tidak menuliskan jawaban
akhir dari penyelesaian soal
MBA-Full Context
tapi tidak ada penjelasan
ataupun justifikasi dalam
proses perhitungan
MBA-Full Context
tapi tidak menuliskan jawaban
akhir dari penyelesaian soal
S3 DTA-Proficient
tapi menuliskan informasi dan
metode penyelesaian
DTA-Limited Context
Tapi menggunakan konteks
masalah dalam perhitungan
DTA-Proficient
tapi menuliskan informasi dan
metode penyelesaian
S4 DTA-Limited Context
Tapi menuliskan penjelasan
walaupun terbatas
DTA-Limited Context
Tapi menuliskan penjelasan
walaupun terbatas
DTA-Limited Context
tapi tidak menuliskan jawaban
akhir dari penyelesaian soal
S5 DTA-Not Proficient
Tapi menggunakan konteks
masalah dalam perhitungan
DTA-Proficient
Tapi menuliskan jawaban
akhir dari penyelesaian soal
DTA-Proficient
Tapi menuliskan jawaban
akhir dari penyelesaian soal
S6 DTA-Not Proficient
Tapi menggunakan konteks
masalah dalam perhitungan
DTA-Not Proficient DTA-Proficient
Tapi ada penjelasan dalam
perhitungan matematisnya
Berdasarkan Tabel1 terlihat bahwa pada soal no. 1 yang merupakan soal kategori sulit,
semua subjek berkemampuan tinggi menunjukkan perilaku cenderung ke MBA-Full Context,
walaupun ada beberapa indikator yang tidak terdapat pada kategori ini. Sedangkan subjek
berkemampuan sedang dan rendah menunjukkan perilaku DTA-Limited Context dan DTA-Not
Proficient.Sedangkan pada soal no. 2 dan soal no.3, perilaku yang ditunjukkan subjek
bervariasi.
Dari perilaku yang ditunjukkan subjek saat menyelesaikan soal cerita berdasarkan
perilaku pemecahan Pape, ada beberapa perilaku yang tidak memuat semua indikator, namun
terdapat keterkaitan dengan empat kategori yang ditemukan.Kemampuan siswa yang berbeda
ternyata sedikit membedakan kemampuan mereka saat menyelesaikan soal cerita.Siswa
berkemampuan tinggi juga tidak selalu dapat menyelesaikan soal cerita dengan benar, tetapi
mereka lebih sering dapat memahami maksud soal, memilih metode serta melakukan
perhitungan.Demikian juga dengan siswa berkemampuan sedang dan rendah tidak selalu dapat
menyelesaikan soal cerita dengan benar dalam hal memahami maksud soal dan melakukan
perhitungan, terlebih soal dengan kategori sulit.
Perilaku yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, baik soal yang
disajikan dalam bentuk teks, teks dan gambar, maupun komik bervariasi. Perilaku siswa
berkemampuan tinggi cenderung pada kategori MBA-Full Context, sedangkan siswa
berkemampuan sedang dan rendah cenderung pada kategori DTA dengan subkategori yang
bervariasi. Dari klasifikasi secara umum di atas, menunjukkan bahwa perilaku siswa kelas VII-
C MTs Darul Huda Pasuruan dalam memecahkan masalah soal cerita hanya terdapat dalam 4
kategori Pape, yaitu DTA-Proficient, DTA-Not Proficient, DTA-Limited Context, dan MBA-Full
Context. Dan indikator pada setiap kategori Pape tersebut juga tidak semua terpenuhi.Namun,
untuk kategori Pape, yaitu MBA-Justification tidak ada satu pun siswa yang termasuk dalam
kategori ini karena tidak ada yang memenuhi indikatornya.Padahal siswa dapat dikatakan
memiliki perilaku terbaik jika memenuhi semua indikator pada kategori MBA-
Justification.Akan tetapi tidak semua perilaku siswa terdapat dalam kategori Pape, karena ada
temuan perilaku yaitu DTA-Limited Context (with Justification).
KESIMPULAN DAN SARAN
Klasifikasi kesalahan siswa dalam memecahkan soal cerita matematika yang ditemukan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pada soal yang disajikan dalam bentuk komik, secara umum kesalahan yang dilakukan
siswa adalah pada bagian transformation, process skill, dan encoding. Kesalahan pada
tahap encoding disebabkan belum terbiasanya siswa dalam menuliskan jawaban akhir.
Selain itu, juga terdapat kesalahan comprehension, yang meliputi kesalahan menuliskan
informasi pada soal yang kurang lengkap. Namun pada soal yang disajikan dalam bentuk
komik, kesalahan ini tidak mengakibatkan kesalahan pada tiga tahap berikutnya.
12. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
323
Sedangkan dalam menemukan kata-kata sulit siswa tidak menyebutkannya karena tidak
sedikit siswa yang menganggap tidak ada kata sulit pada soal.
2. Pada soal yang disajikan dalam bentuk teks dan gambar, kesalahan yang umum terjadi
adalah kesalahan dalam menuliskan kembali soal dengan bahasa sendiri serta kesalahan
dalam menelaah apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Pada siswa dengan
kategori kemampuan tinggi dan sedang, kesalahan pada tahap comprehension ini tidak
berpengaruh terhadap tahap transformation dan process skill. Namun, kesalahan ini
menyebabkan kesalahan dalam menuliskan jawaban akhir (encoding). Sedangkan pada
siswa dengan kategori kemampuan rendah, kesalahan ini berpengaruh terhadap 3 tahap
berikutnya. Kesalahan yang dilakukan oleh siswa dengan kategori rendah ini dikarenakan
siswa kurang memahami maksud atau makna soal serta tidak memperhatikan ilustrasi
gambar yang diberikan. Dalam hal ini struktur kalimat serta ilustrasi gambar dalam soal
cerita berpengaruh terhadap pemahaman siswa dengan masalah yang harus dipecahkan.
3. Pada soal yang disajikan dalam bentuk teks, kesalahan yang umum terjadi adalah kesalahan
dalam menuliskan kembali soal dengan bahasa sendiri serta kesalahan dalam menelaah apa
yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Banyaknya kesalahan yang terjadi tahap
comprehension karena kemampuan membaca yang kurang. Karena kesalahan ini siswa
menjadi tidak memahami masalah dari soal sehingga tidak dapat mentransformasikan
masalah ke dalam rencana metode penyelesaian (transformation). Sehingga juga
mengakibatkan adanya kesalahan dalam melakukan prosedur perhitungan matematis
(process skill), yang pada akhirnya menyebabkan adanya kesalahan dalam menuliskan
jawaban akhir soal (encoding). Siswa juga masih banyak yang menuliskan jawaban akhir
secara singkat dan belum dapat merepresentasikan informasi yang ditanyakan dalam soal
secara keseluruhan.
Adapun klasifikasi perilaku siswa dalam memecahkan soal cerita matematika baik yang
disajikan dalam bentuk teks, teks dan gambar, maupun komik yang ditemukan dalam penelitian
ini adalah:MBA-Full Context, DTA-Limited Context (without Justification), *DTA-Limited
Context (with Justification), DTA-Proficient, DTA-Not Proficient
Guru diharapkan tidak menghindari soal-soal dalam bentuk cerita dalam pembelajaran,
karena soal dalam bentuk cerita dibutuhkan oleh siswa untuk mengasah kemampuan
pemahaman dan intuisi dalam memecahkan masalah. Selain itu, guru sebaiknya mengamati
bagaimana siswa menyelesaikan masalah, dari tahap reading, comprehension, transformation,
process skill, dan encoding, untuk mengetahui bahwa siswa benar-benar memahami setiap soal
sehingga siswa teliti dalam menuliskan informasi soal. Sebaiknya pada saat menuliskan metode
penyelesaian, siswa diminta untuk memberikan alasan agar siswa benar-benar mengerti bahwa
metode yang digunakan benar.
DAFTAR RUJUKAN
Craig, Tracy. 2000. Factors Affecting Students’ Perceptions of Difficulty in Calculus Word
Problems.University of Cape Town. South Africa
Cummins, D.D., Kintsch.W. 1988. The Role of Understanding in Solving Word Problems.
Cognitive Psychology
Marsudi, Rahardjo. 2008. Pembelajaran Soal Cerita Berkait Penjumlahan dan Pengurangan di
SD. Yogyakarta: P4TK
Muksar, dkk.2009. Peningkatan Kemampuan Bahasa Inggris dan Hasil Belajar Matematika
Dasar 1 Mahasiswa Bilingual melalui Penerapan Metode Analisis Kesalahan
Newman.Penelitian tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM
Newman, M. A. 1977. An Analysis of Sixth-Grade Pupil’s Error on Written Mathematical
Tasks.Victoria Institute for Educational Research Bulletin
Nuryasni. 2013. Penggunaan Media Gambar dalam Penyajian Soal Cerita Matematika di Kelas I
MIN Gunung Pangilun Padang. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan ( Vol 13 No 1)
Otilia, C.Barbu. 2010. Effects of Linguistic Complexity and Math Difficulty on Word Problem
Solving by English Learner. International Journal of Education( Vol. 2, No. 2: E6)
Pape, J. Steven. 2004. Middle School Children’s Problem Solving Behavior: A Cognitive
Analysis from a Reading Comprehension Perspective. Journal of Mathematics Teacher
Education (Vol 35 No 3: 187-219)
13. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
324
Prakitipong, Natcha & Nakamura, Satoshi. 2006. Analysis of Mathematics Performance
of Grade Five Students in Thailand Using Newman Procedure. CICE Hiroshima
University, Journal of International Cooperation in Education (Vol. 9)
White, Allan. 2005. Active Mathematics in Classrooms: Finding out why children make
mistakes-and doing something to help them. University of Western: Sidney.
PENERAPAN STRATEGI INKUIRI BERBANTUAN MEDIA
MANIPULATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR
KELAS VIII A MTS AR-RUSYDINY NW SEGAET
Samsuriadi, Akbar Sutawijdjaja, dan I Nengah Parta
Universitas Negeri Malang
samsuriadirambo@gmail.com, nengahparta@yahoo.com
Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan penerapan strategi inkuiri berbantuan media
manipulatif yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bangun ruang sisi
datar kelas VIIIA di MTS Ar-Rusydiny NW Segaet Lombok Timur. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian tindakan
kelas (PTK). Hasil penelitian menunjukkan pada siklus I persentase skor tes hasil belajar
matematika siswa sebesar 72,72% dan aktivitas siswa berada pada katagori cukupdengan
persentase 78,64%,aktivitas guru 82,05% sedangkan pada siklus IIpersentase skor tes hasil
belajar siswa sebesar 86,36% dan aktivitas belajar siswa sebesar 90,23%,aktivitas guru
92,95% . Dengan demikian pesrsentase skor tes hasil belajar matematika siswa mengalami
kemajuan sebesar 13,64% dan aktivitas belajar siswa mengalami kemajuan dari kategori
cukup ke kategori sangat baik, dengan persentase kemajuan sebesar 11,59%, aktivitas guru
mengalami kemajuan 10,09%
Kata kunci: Strategi Inkuiri, Media Manipulatif, Hasil Belajar Matematika
Belajar merupakan hal yang paling penting, mendasar dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, karena belajar merupakan bagian dari keseluruhan proses pendidikan pada
semua jenjang pendidikan dan kegiatan belajar merupakan kegiatan yang memegang peranan
yang vital. Hamalik, (2001)berpendapat bahawa belajar adalah modifikasi atau memperteguh
kelakuan melalui pengalaman.Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih
luas dari itu, yakni mengalami. Lebih lanjut lagi, Hamalik, (2001) menyatakan bahwa belajar
bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi, merupakan
langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh untuk mencapai tujuan.
Menurut Soedjadi (2000) beberapa definisi tentang matematika yaitu: (a) matematika
adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik, (b) matematika adalah
pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, (c) matematika adalah pengetahuan tentang
penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan, (d) matematika adalah pengetahuan tentang
fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, (e) matematika adalah
pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis, dan (f) matematika adalah pengetahuan
tentang aturan-aturan yang ketat.
Budiningsih, (2005) Teori belajar konstrutivis mengakui bahwa siswa
menginterpretasikan informasi ke dalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan
pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Hal tersebut sesuai
dengan apa yang diungkapkan Hamalik, (2002) bahwa mengajar adalah menyampaikan
pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah, usaha mengorganisasi lingkungan
sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, memberikan bimbingan belajar kepada murid.
Menurut Nur, (2001) ide pokok pembelajaran konstruktivisme adalah siswa secara aktif
membangun pengetahuan mereka sendiri. Hujono (1998: 7) lingkungan belajar yang (1)
menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang
14. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
325
telah dimiliki siswa sehingga belajar merupakan proses pembentukkan pengetahuan,(2)
menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, (3) mengintegrasikan pembelajaran
dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman kongkret (4)
mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya intraksi dan kerja sama antara
siswa, (5) memanfaatkan berbagai media agar pembelajaran lebih menarik, dan (6) melibatkan
siswa, secara emosional dan sosial sehingga matematika lebih menarik dan siswa mau belajar.
Keinginan untuk memperbaiki kondisi pendidikan terus dikembangkan seiring dengan
paradigma baru pendidikan yang lebih menekankan pada siswa sebagai manusia yang memiliki
potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan
pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus
mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan, tetapi menjadi
fasilitator yang membimbing siswa ke arah pengkonstruksian pengetahuan oleh diri mereka
sendiri.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu seorang guru MTs yaitu guru matematika
MTs Ar-Rusydiny NW Segaet, diperoleh informasi bahwa kenyataannya yang dihadapi guru
masih banyak hambatan belajar siswa dalam mempelajari kubus dan balok. Dalam
melaksanakan pembelajaran siswa hanya menerima secara pasif dan guru melaksanakan
pembelajaran di kelas masih menggunakan model konvensional yaitu guru berceramah di depan
kelas sedangkan siswa sebagai pendengar yang pasif. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa khususnya terhadap hasil belajar matematika. Siswa hanya menjadi
penghafal tetapi tidak mampu menyelesaikan masalah, karena siswa hanya memahami materi
yang diberikan guru dan siswa tidak dapat mengkontruksi pengetahuan sendiri. Siswa hanya
menghafal rumus-rumus yang diberikan oleh guru. Hal ini tentu saja bertentangan dengan
faham kontruktivis yang mengartikan belajar sebagai proses aktif siswa mengontruksi arti teks,
dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain.
Penelitian yang dilakukan peneliti untuk materi kubus dan balok adalah di dalam
kerangka paradigma baru pembelajaran yaitu dengan strategi inkuiri berbantuan maedia
manipulatif yang menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran di kelas siswa aktif dalam
belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain
dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Hal itu patut menjadi perhatian, karena berpikir
yang baik adalah lebih penting daripada sekedar mempunyai jawaban yang benar atas suatu
persoalan yang dipelajari.
Menurut Trowbridge dan Bybee (1973: 210) menyatakan bahwa dalam pendekatan
inkuiri, pembelajaran lebih berpusat pada siswa. Proses belajar melalui inkuiri dapat
membentuk dan mengembangkan konsep dari diri siswa, tingkat pengharapan bertambah. Selain
itu, inkuiri dapat mengembangkan bakat, dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar dengan
menghafal, dan strategi inkuiri memberikan waktu pada siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi informasi. Pembelajaran inkuiri adalah strategi pembelajaran yang bertujuan
untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual
(kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi
tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu
untuk membangun.
Merrilyn Goos, (2004) menyimpulkantentang karakteristik inkuiri dalam pembelajaran
matematika sebagai berikut:(1). Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpartisipasi.
mengajukan bahwa proses ini dimulai dengan pemaparan/penjelasan guru tentang sifat-sifat
matematika dan seterusnya. Dari penjelasan tersebut, akan memberikan gambaran aktivitas
siswa dalam kegiatan belajar, dimana siswa akan berpartisipasi melalui praktek bertukar pikiran
dengan matematika. Siswa harus aktif, tidak sekedar pasif menerima apa saja yang diberikan
guru.(2) Investigasi, yaitu proses penyelidikan yang dilakukan siswa, dan selanjutnya siswa
tersebut mengkomunikasikan hasil perolehnya, dan dapat membandingkan dengan perolehan
siswa lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Dalam
berivestigasi, siswa mempunyai kesempatan untuk menyalurkan ide yang mereka konstruksikan
dan pengalaman mereka sendiri baik secara individu (jika belajar klasik) atau kelompok (jika
belajar dalam grup) sebagai peserta aktif dalam mengkreasikan pengetahuan matematika dalam
diri siswa tersebut, dimana siswa diharapkan dapat membaca data secara akurat,
mengorganisasikan data secara logis dan bermakna, menyalurkan ide serta memperjelas hasil
penyildikan materi. (3). Konstruksi Pengetahuan, yaitu harus mengambil bagian sebelum
15. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
326
analisis dapat berfungsi secara efektif. Penting untuk disadari bahwa tidak semua kreasi (data)
yang di peroleh siswa itu valid. Selain membuat konjektur, siswa juga melakukan analisis dan
menyajikan hasilnya. Meskipun tidak lengkap atau tidak dapat di terima tafsiran penyelesaian
masalah dapat dijadikan sebagai proses dari aktivitas siswa di kelas dan diskusi.
Lebih lanjut, Nadia Stoyanova, (2009) Juga memberikan gambaran mengenai strategi
inkuiri. Nadia menyimpulkan bahwa dalam teori dan praktek Community Of Mathematical
Inquiry (CMI) memberikan gagasan pembelajaran dan pemikiran bahwa konstruksi pengetahuan
yang dilakukan siswa secara kalaboratif (kelompok) dalam bentuk diskusi, lebih baik
dibandingkan pengetahuan yang diperoleh secara individu. Dengan demikian, proses
pembelajaran di dalam Community Of Mathematical Inquiry (CMI) secara implisit di pahami
sebagai sebuah proses pengembangan strategi pembelajaran.Dalam proses konstruksi diperlukan
beberapa kemampuan siswa, yaitu kemampuan mengingat dan mengungkap kembali
pengalaman, kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan
perbedaan, serta lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain.
Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat membatasi proses konstruksi pengetahuan, yakni:
(1) Konstruksi yang lama. Hasil dan proses konstruksi pengetahuan yang lama (masa lampau)
dapat menjadi pembatas konstruksi pengetahuan mendatang. Unsur-unsur yang
diabstraksikan dari pengalaman masa lampau, cara mengabstraksikan dan
mengorganisasikan konsep-konsep, aturan main yang digunakan untuk mengerti sesuatu,
semuanya mempunyai pengaruh terhadap pembentukkan pengetahuan berikutnya.
(2) Dominan pengalaman. Pengalaman siswa yang terbatas dalam matematika akan sangat
membatasi perkembangan pembentukan pengetahuan.
(3) Jaringan struktur kognitif, merupakan suatu sistem yang saling berkaitan konsep,
gagasan/ide, teori dan sebagainya yang membentuk struktur kognitif saling berhubungan
satu dengan yang lain.
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa sekaligus prestasi
belajarnya dalam pembelajaran kubus dan balok. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan judul:”Penerapan strategi inkuiri
berbantuan media manipulatif untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada materi bangun
ruang sisi datar kelas VIIIA MTs Ar-Rusydiny NW Segaet”
Adapun rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut: bagaimana penerapan strategi
inkuiri berbantuan media manipulatif yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
bangun ruang sisi datar kelas VIIIA di MTS Ar-Rusydiny NW Segaet Lombok Timur.
Tujuan dari penelitian ini yaitu: mendeskripsikan penerapan strategi inkuiri berbantuan
media manipulitif yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bangun ruang sisi
datar kelas VIIIA di MTS Ar-Rusydiny NW Segaet Lombok Timur.
Penelitian ini difokuskan pada aktivitas siswa. Pembelajaran dalam penelitian ini
membahas materi menyelesaikan kubus dan balok, menyelesaikandengan menggunakan strategi
inkuiri berbantuan media manipulatif
METODE PENELITIAN
Berdasarkan jenis datanya penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif mempunyai karakteristik antara lain: (1) latar alamiah, (2) manusia sebagai alat
(instrumen), (3) analisis data secara induktif, (4) lebih mementingkan proses daripada hasil, dan
(5) desain yang bersifat sementara (Moleong, 2006: 8).
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Tujuan
dari penelitian tindakan kelas adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan praktek
pembelajaran di kelas secara kesinambungan (Aqib, 2009:18). Pengambilan jenis penelitian ini
juga didasarkan pada alasan karena penelitian dilakukan oleh peneliti sendiri selaku pengelola
kelas, serta perlu dilakukan tindakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: Hasil validasi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar pengamatan aktivitas
guru dan siswa, lembar tes. Hasil pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam
pembelajaran. Hasil tes pra tindakan dan tes setelah tindakan
Data penelitian dikumpulkan secara alamiah dari sumbernya. Sumber data dalam
penelitian ini adalah validator, guru, dan seluruh siswa kelas VIIIAMTsAr-Rusydiny NW
Segaet semester genap tahun ajaran 2014/2015 yang mengikuti pembelajaran kubus dan balok.
16. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
327
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Data hasil validasi ini diperoleh dari validasi pakar terhadap instrumen pembelajaran yang telah
disusun oleh peneliti. Pakar yang dipilih adalah pakar yang berkompeten dibidangnya.
Observasi dilakukan untuk mengamati kegiatan di kelas selama proses pembelajaran
berlangsung. Kegiatan yang diamati meliputi aktivitas peneliti sebagai pengajar dan aktivitas
siswa selama pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan oleh guru matematika dan teman
sejawat. Data hasil tes yang akan dilakukan yaitu: tes awal dan tes akhir. Tes awal
dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal siswa, untuk pembentukan kelompok dan
juga untuk mengetahui kemampuan awal siswa terkait dengan materi prasyarat. Tes akhir
dimaksudkan untuk mengetahui penguasaan materi dan untuk mengetahui peningkatan
pemahaman siswa terhadap materi kubus dan balok setelah pembelajaran, selanjutnya dianalisis
guna malakukan refleksi pada tindakan selanjutnya. Catatan lapangan dimaksudkan untuk
melengkapi data yang tidak terekam dalam lembar observasi dan bersifat penting sehubungan
dengan kegiatan pembelajaran.
HASIL PENELITIAN
Data penelitian ini menunjukkan bahwa hasil catatan lapangan yang dilakukan oleh 2
observer selama pembelajaran berlangsung dan analisis data yang dilakukan peneliti dari
pekerjaan siswa dalam mengerjakan tes, diperoleh persentase keberhasilan aktivitas siswa
sebagai berikut: Pengamatan dilakukan oleh obsever selama penelitian berlangsung.
Pengamatan diarahkan pada aktivitas siswa dan guru selama kegiatan pembelajaran
berlangsung, dimana kedua observer mengisi lembar observasi kegiatan siswa dan lembar
observasi aktivitas guru berdasarkan pengamatan masing-masing.Secara akumulatif hasil
pengamatan observer terhadap aktivitas siswa pada siklus I dari hasil pengamatan terhadap
aktivitas siswa dikategorikan cukup dengan persentase skor 78,18% hal ini menunjukkan bahwa
aktivitas yang dilakukan siswa pada siklus I perlu diperbaiki. sehingga mengalami kemajuan ke
kategori yang lebih baik.
Hasil tes belajar siswa diperoleh skor hasil tes akhir sebagai berikut: dari tes hasil akhir
belajar, diperoleh data bahwa dari 22 siswa, jumlah siswa yang memperoleh skor ≥ 70.
sebanyak 16 siswa dan tidak tuntas sebanyak 6 siswa dengan skor rata-rata hasil tes siswa
72,72%. Hal ini menunjukkan bahwa tes hasil belajar pada siklus I tidak tuntas karena
ketuntasan klasikal sebesar 85%.Dari persentase di atas, diperoleh informasi bahwa persentase
tes hasil belajar siswa pada siklus I belum memenuhi standar minimal 85% dari keseluruhan
siswa mendapatkan skor ≥ 70. Hal ini dapat disimpulan bahwa pada siklus I perlu dilakukan
perbaikan pada siklus selanjutnya. Karena hasil pengamatan observer menunjukkan persentase
aktivitas belajar siswa berada dalam kategori cukup yaitu 78,64% sedangkan aktivitas guru
82,05% dan skor hasil tes belajar hanya mencapai 72,72% sedangkan hasil belajar dikatakan
meningkat jika proses pembelajaran mengalami kemajuan sekurang-kurangnya 85% dari
keseluruhan siswa mendapatkan ≥ 70.
Hal itu perlu dilakukan refleksi, yang diharapkan untuk mengkaji suatu tindakan yang
telah dilakukan. Refleksi tindakan I dilakukan untuk menentukan apakah tindakan siklus I telah
berhasil atau tidak, setelah data-data terkumpul selanjutnya peneliti melakukan refleksi. Hasil
refleksi pada tindakan siklus I adalah sebagai berikut :
1) Pengaturan waktu yang lebih baik lagi sehingga proses pembelajaran tidak terkesan diburu
waktu yang sudah ditetapkan.
2) Siswa belum berani bertanya kepada guru jika ada masalah yang tidak dipahami.
3) Pemberian bimbingan pada saat diskusi harus lebih efektif demi efisiensi waktu dan
memotivasi siswa untuk lebih aktif .
4) Mengurangi peran peneliti sebagai pemberi bantuan, sehingga siswa lebih banyak
melakukan/mengalami sendiri.
5) Dalam menjelaskan dan menyelesaikan masalah harus dapat meningkatkan aktivitas siswa.
6) Mempertegas tatacara diskusi dan mendorong siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan
pembelajaran di kelas.
Dalam kegiatan pembelajaran pada siklus II yang telah dilaksanakan pada pertemuan I
dan pertemuan II menunjukkan bahwa hasil pengamatan aktivitas guru sangat baik, yaitu:
Setelah menganalisis data yang terkumpul, maka diperoleh data observer berupa hasil observasi
aktivitas siswa mengalami kemajuan, dimana persentase aktivitas siswa berada dalam kategori
17. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
328
sangat baik yaitu 90,23% sedangkan aktivitas guru 92,95% dan data dari hasil tes belajar
matematika siswa sebesar 86,36% memenuhi persentase 85% skor ≥ 70 jadi pada siklus II hasil
belajar mengalami kemajuan, karena sebelumnya pada siklus I aktivitas siswa berada pada
katagori cukup, sedang, pada siklus II berada pada katagori baik, dan persentase tes hasil belajar
siswa pada siklus sebesar 86,36%.
Peningkatan hasil belajar matematika siswa, ditunjukkan dengan persentase skor tes
hasil belajar matematika siswa, dan persentase aktivitas belajar dari siklus I mengalami
kemajuan ke siklus II, yaitu pada siklus I persentase skor tes hasil belajar matematika siswa
sebesar 72,72% dan aktivitas siswa berada katagori cukup dengan persentase 78,64%,aktivitas
guru 82,05% sedangkan pada siklus IIpersentase skor tes hasil belajar siswa sebesar 86,36% dan
aktivitas belajar siswa sebesar 90,23%,aktivitas guru 92,95% . Dengan demikian pesrsentase
skor tes hasil belajar matematika siswa mengalami kemajuan sebesar 13,64% dan aktivitas
belajar siswa mengalami kemajuan dari kategori cukup ke kategori sangat baik, dengan
persentase kemajuan sebesar 11,59%, aktivitas guru mengalami kemajuan 10,09%.
PEMBAHASAN
Penerapan strategi inkuiri dalam pembelajaran matematika, dimaksudkan untuk
meningkatkan hasil belajar matematika. Pada proses pembelajaran inkuiri diterapkan ketiga
karakteristik inkuiri, yaitu: (1) berpartisipasi, (2) melakukan investigasi, (3) mengonstruksi
pengetahuan.
Langkah awal dalam pembelajaran strategi inkuiri adalah kegiatan orientasi. langkah
orientasi dimaksudkan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang responsif, yaitu siswa
dalam kondisi siap belajar, dan siswa dapat berpartisipasi karena kegiatan belajar dilakukan
secara berkelompok. Maka langkah orientasi juga dimaksudkan agar guru mengelompokkan
siswa secara hetrogen, yaitu setiap kelompok terdiri atas siswa yang berkemampuan tinggi,
sedang dan rendah. Kegiatan siswa selanjutnya sebagai berikut:
1) Siswa berpartisipasi dalam kegiatan diskusi kelompok, mulai dari merumuskan masalah
sampai pelaporan hasil.
2) Siswa menginvestigasi, mengumpulkan data berupa bahan/materi penunjang yang dapat
membantu dalam proses investigasi, untuk memudahkan menyelesaikan masalah matematika
3) Siswa membuat dan menawarkan konjektur, dimana siswa tidak hanya menyampaikan
pendapat, tetapi juga memberikan komentar dari pendapat siwa lain.
Langkah awal (orentasi) merupakan langkah yang sangat penting untuk mengawali
aktivitas siswa dalam memecakan masalah. langkah ini menuntut guru agar bisa mengondisikan
siswa atau menciptakan suasana kelas yang kondusif/nyaman. Hal ini sejalan dengan penelitian
Richard Schuman dengan tiga struktur sosial pembelajaran inkuiri, yaitu:
(1) Suasana kelas yang nyaman merupakan hal yang penting dalam pembelajaran
(2) Kerjasama guru dan siswa, siswa dengan siswa diperlukan juga adanya dorongan secara
aktif dari guru dan teman.
(3) Dua atau lebih siswa yang berkerja sama dalam berfikir dan bertanya akan lebih baik
hasilnya dibandingkan jika siswa bekerja sendiri
Menurut Merrlyn Goos (2004), tentang beberapa asumsi kegiatan pembelajaran dengan
strategi inkuiri yang mendasari guru dan siswa pada aktivitas matematika (uraian pada BAB II),
merupakan aktivitas siswa sebagaimana yang diperoleh pada penelitian ini. Adapun deskripsi
aktivitas siswa dengan strategi inkuiri dalam pembelajaran matematika, diuraikan seperti tabel :
Tabel 1. Deskripsi Aktivitas Siswa Dengan Strategi Inkuiri
Kararteristik
Inkuiri
Deskripsi Tindakan Siswa
Mengembangkan
partisipasi siswa
Siswa terlibat dalam diskusi kelompok, dan rangkaian kegiatan
pembelajaran lainnya
Melakukan
investigasi
Siswa berdiskusi (mendiskusikan buku teks dan contoh-contohnya)
untuk menjelaskan pemahaman mereka tentang masalah yang akan
diselesaikan (membuat rumusan masalah)
Siswa mulai menyalurkan ide
Siswa menawarkan konjektur
Siswa memperlihatkan dan mengoreksi hasil pekerjaan sendiri (masing-
masing kelompok) dan kesalahan dari kelompok lain
18. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
329
Mengonstruksi
pengetahuan
Siswa memberikan penjelasan, penguraian, kritik dan saran penilaian
terhadap hasil kerja kelompok
Siswa mulai memberikan saran sebagai langkah-langkah strategis
Siswa mulai membahas kelayakan (kesesuaian soal dan jawaban )
sebagai laporan hasil belajar
Dari Tabel 1 di atas, Nampak terlihat bahwa keterlibatan siswa dalam pembelajaran di
kelas cukup baik dan kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa. Strategi inkuiri dapat
membuat aktivitas belajar siswa menjadi lebih baik, yaitu struktur berfikir siswa terpola secara
sistematis ditunjukkan dengan: siswa dapat melakukan praktek bertukar pikiran, siswa berpikir
kritis dan matematis, siswa mampu berargumantasi
Hal ini sejalan dengan diungkapkan Nadia Stoyanova (2009) berisi tentang diskusi
sebuah model pembelajaran yang disebut Community of Mathematical Inquiry (CMI)meliputi:
struktur berfikir, argumentasi matematika, pemikiran yang terintegrasi, transpormasi konsep,
internalisasi berfikir kritis, dan konsep dibangun secara bersama-sama.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan fokus penelitian, paparan data, analisis data, serta pembahasan hasil
penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) penerapan pembelajaran pemahaman kubus
dan balok dengan strategi inkuiri adalah: (1) mengadakan tes awal untuk mengatahui
kemampuan prasyarat dan menentukan anggota dari masing-masing kelompok (2) dari 22 siswa
dibuat menjadi 5 kelompok masing-masing terdiri dari 5-6 siswa, 1siswa yang berkemampuan
tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan siswa yang berkemampuan rendah, (3) Guru
menyiapkan alat peraga balok, kubus yang terdiri dari kerangka kubus dan balok, kertas karton,
dan LKS serta langkah-langkah strategi inkuiri, (b) pelaksanaan pembelajaran membangun
pemahaman kubus dan balok dengan strategi inkuiri dapat memecahkan masalah dalam bentuk
pemahaman prosedural maupun pemahaman konseptual siswa kelas VIIIA MTs Ar-Rusydiny
NW Segaet dengan langkah-langkah sebagai berikut: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup, dan (c) hasil belajar matematika siswa, ditunjukkan dengan persentase skor
tes hasil belajar matematika siswa, dan persentase aktivitas belajar dari siklus I mengalami
kemajuan ke siklus II, yaitu pada siklus I persentase skor tes hasil belajar matematika siswa
sebesar 72,72% dan aktivitas siswa berada pada katagori cukupdengan persentase
78,64%,aktivitas guru 82,05% sedangkan pada siklus IIpersentase skor tes hasil belajar siswa
sebesar 86,36% dan aktivitas belajar siswa sebesar 90,23%,aktivitas guru 92,95% . Dengan
demikian pesrsentase skor tes hasil belajar matematika siswa mengalami kemajuan sebesar
13,64% dan aktivitas belajar siswa mengalami kemajuan dari kategori cukup ke kategori sangat
baik, dengan persentase kemajuan sebesar 11,59%, aktivitas guru mengalami kemajuan
10,09%.Strategi inkuiridapat menjadi salah satu alternatif untuk menjadikan siswa belajar aktif.
DAFTAR RUJUKAN
Aqib, Z. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Untuk: Guru. Bandung: Yrma Widya.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Goos, Merrilyn 2004. Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry.Journal
Research in Mathematics Education 2004 vol. 35. No. 4, 258-291
Hujono , 1998. Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Kenedy, Nadia stoyanova. 2009. Towards A Dialogical Pedagogy: Some Characteristics Of A
Community Of Mathematical Inquiry. Eurasia Journal Of Mathematics, Science &
Technology Education, 2009, 5 (1), 71-78
Moleong .L.J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Nur, M . 2001. Realistic Mathematics Education. Makalah: PPPG Yoyakarta
Hamalik, Oemar. 2002. Media Pendidikan. Bandung, Alumni.
Sund, R.B. dan Trownbrigde, L.W. 1993. Teaching sience By Inquiriy in the secondary school.
Columbus, ochio: Charles B. Merril Publishing
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Konstatasi Keadaan Masa Kini
Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Depdiknas
19. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
330
PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERCIRIKAN
OPEN-ENDED MATERI PERSAMAAN LINIER SATU VARIABEL
Siti Khoiruli Ummah, Ipung Yuwono, dan I Made Sulandra
Universitas Negeri Malang
ulyl.pull@gmail.com
Abstract: The observations in SMP Negeri 2 Jombang was obtained the data that the
process of group discussion was not optimal and problems were resolved by the students
through discussion were procedural. The purpose of this study is to describe the process
and results of the development of mathematics learning materials characterized by the
Open-Ended linear equations of one variable in class VII which is valid, effective, and
practical. The product development is a learning device in the form of lesson plans and
Students’s Worksheet which is characterized by open-ended that contain open-ended
problems. Development model which was used in this study was the 3-D model of
development define (definition), Design (Design) and Develop (Development). Based on
the results of validation, and testing in the classroom it was concluded that the lesson
should be revised, but was valid in practice, the teacher could be done improve the
communication and free to the students, as well as a solution and procedure to the problem.
Keywords: math learning device, open-ended, linear equations of one variable
Kualitas pendidikan khususnya matematika di Indonesia masih berada di peringkat
bawah apabila ditinjau dari perolehan hasil The Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) yaitu berada di peringkat ke-39 dari 48 negara. Peningkatan kualitas
pendidikan dapat dilakukan salah satunya dengan cara memenuhi Standar Nasional Pendidikan,
terutama pada Standar Proses. Perbaikan Standar Proses dilakukan dengan cara
mengembangkan perangkat pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa.
Berdasar hasil observasi yang dilakukan pada siswa Kelas VII di SMP Negeri 2
Jombang, karakteristik siswa yaitu siswa tidak dapat dikatakan optimal ketika berdiskusi karena
tidak ada komunikasi antar anggota kelompok. Siswa tidak aktif bertanya dan terbiasa dengan
permasalahan yang bersifat prosedural. Permasalahan yang bersifat prosedural tersebut
mengakibatkan siswa tidak mempunyai pilihan lain atau dengan kata lain terdapat prosedur
penyelesaian dan solusi yang tunggal pada suatu permasalahan. Perangkat pembelajaran berupa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) dibuat oleh guru
sesuai Kurikulum 2013 namun tidak digunakan pada pembelajaran. Pembelajaran berlangsung
dengan cara diskusi kelompok menyelesaikan permasalahan pada Buku Siswa yang diterbitkan
oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2013 kemudian pemberian pekerjaan
rumah berupa penyelesaian soal di LKS yang bukan dibuat oleh guru.
Berdasar hasil wawancara, hampir semua siswa mengikuti bimbingan belajar. Hal ini
mengakibatkan siswa mampu menyelesaikan permasalahan prosedural dengan baik namun tidak
dapat berkomunikasi antar anggota kelompok secara optimal. Pemilihan anggota kelompok juga
dapat dijadikan alasan tidak optimalnya diskusi kelompok. Kelompok dibagi berdasar posisi
tempat duduk, bukan berdasar kemampuan setiap siswa secara acak. Presentasi hasil diskusi
dilakukan siswa dengan cara membaca hasil diskusi dan siswa tidak dapat menjelaskan alasan
pemilihan solusi beserta prosedur penyelesaiannya. Siswa juga tidak dapat menjelaskan alasan
darimana setiap langkah dari prosedur penyelesaian diperoleh. Berdasar proses diskusi kelas
yang berlangsung dengan cara penyampaian hasil diskusi kelompok, setiap kelompok
memberikan alasan bahwa prosedur penyelesaian diperoleh dengan cara melihat dan meniru
prosedur penyelesaian permasalahan di setiap contoh soal di Buku Siswa dan LKS.
Berdasar hasil observasi, dapat disimpulkan bahwa siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Jombang mempunyai kemampuan baik dalam menyelesaikan permasalahan yang bersifat
prosedural, tidak dapat mengemukakan alasan dari setiap langkah di prosedur penyelesaian,
tidak mampu berkomunikasi saat diskusi berlangsung, dan terbiasa menyelesaikan
permasalahan bersifat prosedural sehingga tidak mempunyai pilihan prosedur penyelesaian dan
solusi permasalahan. Oleh karena itu, diperlukan perangkat pembelajaran yang membuat siswa
aktif berkomunikasi dalam kelompok, mengemukakan alasan pemilihan langkah pada prosedur
20. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
331
penyelesaian, dan menyelesaikan permasalahan yang mempunyai prosedur penyelesaian dan
solusi yang tidak tunggal. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan harus sesuai Kurikulum
2013, sesuai dengan karakteristik siswa, dan memenuhi kriteria valid, efektif, serta praktis.
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan pada penelitian ini sesuai dengan
karakteristik siswa berdasar hasil observasi. Karena siswa terbiasa dengan permasalahan
prosedural sehingga siswa tidak mampu berkomunikasi dan mengemukakan pendapat secara
optimal, sehingga penulis memilih mengembangkan perangkat pembelajaran melalui
penyelesaian permasalahan open-ended melalui strategi penyelesaian masalah Polya.
Permasalahan open-ended sesuai pendapat Bush (2000: 23) dan Becker (1997: 1) adalah
permasalahan yang tidak hanya mempunyai solusi tidak tunggal tetapi juga prosedur atau
metode penyelesaian yang tidak tunggal. Berdasar pendapat Yee (1990: 35), permasalahan
dapat dimodifikasi dari permasalahan nyata pada Buku Teks untuk selanjutnya dikonversi
dalam situasi open-ended sehingga mempunyai prosedur dan solusi yang tidak tunggal. Yee
juga menjelaskan pendapat Caroll (1990: 37) bahwa permasalahan open-ended menyediakan
guru dengan pengecekan secara cepat pemikiran dan pemahaman konseptual siswa. Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses menetapkan
adanya perubahan dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran
dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi. Hal ini mengakibatkan permasalahan open-
ended dapat digunakan dalam pembelajaran matematika untuk mengetahui pemahaman
konseptual dan skill matematika siswa secara cepat.
Permasalahan open-ended dipilih berdasar manfaat permasalahan open-ended yang
dikemukakan ahli melalui penelitian. Menurut Becker (1997: 23-24), permasalahan open-ended
mempunyai kelebihan sebagai berikut: (1) siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran
dan sering mengekspresikan ide-ide mereka, (2) siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika secara menyeluruh, (3) Siswa yang
berkemampuan rendah dapat menyelesaikan permasalahannya dengan cara mereka sendiri, (4)
siswa termotivasi secara interinsik untuk memberikan pembuktian, dan (5) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman sebanyak mungkin dalam upaya
menemukan cara-cara efektif dalam menyelesaikan masalah berdasarkan gagasan dari siswa
lain. Keith Leatharn, Kathy Lawrence dan Denise S. Mewborn (2005: 414) dalam studinya
menjelaskan bahwa permasalahan open-ended mampu membangkitkan penalaran, problem
solving dan komunikasi. Selain itu, terkait dengan pengasesan siswa, permasalahan open-ended
tidak hanya mengases kemampuan prosedural, tetapi juga mampu mengases kemampuan
penalaran, komunikasi dan problem solving siswa. Penggunaan permasalahan open-ended
membuat siswa mengetahui bahwa matematika adalah pelajaran yang dapat dipahami secara
konseptual, memerlukan penalaran dan meminta komunikasi dari penggunaan persamaan dan
rumus.
Selain manfaat permasalahan open-ended yang dikemukakan ahli, penelitian terkait
permasalahan open-ended juga menunjukkan adanya manfaat dari pembelajaran melalui
permasalahan open-ended. Ayu (2011) memaparkan hasil penelitian terkait dengan hasil
pembelajaran dengan strategi open-ended bersetting kooperatif pada materi pecahan yaitu
adanya peningkatan aktivitas siswa dari Siklus I ke Siklus II. Penelitian Muthalib (2003) juga
mengenai penerapan permasalahan open-ended pada materi persamaan garis lurus dapat
meningkatkan pemahaman siswa pada materi persamaan garis lurus dan keaktifan siswa.
Hamdani (2005) juga menunjukkan adanya peningkatan keaktifan siswa yaitu dengan
ditunjukkan adanya siswa yang menjadi berani bertanya dan mengajukan pendapat selama
pembelajaran. Saat diskusi, siswa sangat aktif mengerjakan Lembar Kerja Siswa,
mengemukakan ide-idenya dan bertanya pada teman sekelompoknya.
Berdasar hasil observasi dan studi kepustakaan tentang permasalahan open-ended,
penulis termotivasi dan tertantang untuk mengembangkan perangkat pembelajaran yang sesuai
dengan Kurikulum 2013 dan sesuai dengan hasil observasi di kelas. Perangkat pembelajaran
yang dihasilkan harus memenuhi kriteria valid, efektif dan praktis. Perangkat pembelajaran
memenuhi kriteria valid apabila telah divalidasikan kepada ahli dan praktisi. Kevalidan
perangkat pembelajaran berarti perangkat pembelajaran layak diimplementasikan dalam
pembelajaran di kelas. Perangkat pembelajaran yang memenuhi kriteria praktis berarti observer
menyatakan bahwa perangkat pembelajaran dapat dipahami oleh guru model dengan baik, telah
diimplementasikan pada pembelajaran sesuai langkah pembelajaran pada RPP, dan siswa
21. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
332
mampu menggunakan Buku Kerja Siswa melalui diskusi kelompok secara optimal. Perangkat
pembelajaran yang memenuhi kriteria efektif berarti pada pembelajaran, tingkat penguasaan
materi siswa melalui Buku Kerja Siswa baik, siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran, dan
respon siswa positif terhadap setiap permasalahan yang diselesaikan.
METODE
Penelitian ini mengembangkan perangkat pembelajaran dengan menggunakan sintaks
model pembelajaran tertentu. Oleh sebab itu, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian
pengembangan. Pengembangan perangkat pembelajaran bercirikan open-ended materi
persamaan linier satu variabel menggunakan model pengembangan 3-D Define (Pendefinisian),
Design (Perancangan), dan Develop (Pengembangan) yang dimodifikasi dari teori
pengembangan 4-D oleh Thiagarajan (1974: 6). Tahap keempat dari 4-D yaitu Disseminate
(Penyebaran) tidak digunakan karena membutuhkan banyak biaya untuk menyebarluaskan
produk dalam skala besar.
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 2 Jombang di kelas VII-H dengan alokasi waktu
empat pertemuan pada Bulan Maret 2014. Tahap pendefinisian meliputi analasis awal-akhir,
analisis siswa, analisis konsep, analisis tugas, dan perumusan tujuan pembelajaran. Tahap
perancangan meliputi penyusunan tes-kriteria yang dirujuk, pemilihan media, pemilihan format,
dan perancangan awal.. Tahap terakhir adalah tahap pengembangan yang meliputi validasi pada
ahli yaitu dosen matematika dan pendidikan matematika dengan kriteria pendidikan minimal S3
serta praktisi yaitu guru. Kemudian dilanjutkan dengan uji keterbacaan produk pada kelompok
kecil pada siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Tahap akhir adalah uji coba
lapangan yang dilakukan dengan cara menguji coba produk di kelas VII-H.
Produk pengembangan yang dihasilkan meliputi RPP dan Buku Kerja Siswa. Instrumen
penelitian meliputi lembar validasi, lembar observasi, tes hasil belajar, format asesmen, dan
angket respon siswa. Lembar validasi yang dikembangkan terdiri dari lembar validasi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran, lembar validasi Buku Kerja Siswa, lembar validasi dari instrumen
lembar keterlaksanaan pembelajaran, lembar validasi dari instrumen lembar keterlaksanaan
penggunaan Buku Kerja Siswa, lembar validasi angket respon siswa, dan lembar validasi tes
hasil belajar siswa. Aspek pada lembar validasi memuat aspek isi dan konstruk. Namun, pada
setiap lembar validasi, aspek konstruk dijabarkan menjadi aspek bahasa, format penulisan, dan
manfaat lembar validasi. Lembar observasi keterlaksanaan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan terdiri dari lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, lembar observasi
keterlaksanaan penggunaan Buku Kerja Siswa, dan lembar observasi aktivitas siswa.
Teknik analisis data dilakukan dengan cara menganalisis data kuantitatif dan kualitatif
yang diperoleh selama proses pengembangan. Data yang diperoleh meliputi data kevalidan,
kepraktisan, dan keefektifan perangkat pembelajaran. Data direkapitulasi untuk empat
pertemuan kemudian dianalisis sesuai kriteria kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan perangkat
pembelajaran yang telah ditetapkan. Produk pengembangan berupa perangkat pengembangan
selanjutnya dikaji berdasar analisis data dan teori ahli yang dirujuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Pendefinisian (Define)
Tahap pendefinisian mendeskripsikan hasil observasi untuk menentukan permasalahan
pembelajaran. Observasi dilakukan di kelas VII-I pada bulan September 2013 di SMP Negeri 2
Jombang. Deskripsi hasil observasi pada pendahuluan akan diklasifikasikan sesuai tahapan
analisis tahap pendefinisian.
Analisis Awal-Akhir
Setelah dilakukan wawancara dan observasi pembelajaran, diketahui bahwa guru
menerapkan Kurikulum 2013. Selama pembelajaran, guru menggunakan acuan buku teks dari
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2013 dan tidak membuat pengembangan materi
dari Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Lembar Kerja Siswa (LKS) telah disusun namun
tidak selalu digunakan pada pembelajaran himpunan melainkan menggunakan LKS dari
penerbit. Selama pembelajaran, siswa mempunyai kemampuan baik dalam menyelesaikan
permasalahan yang bersifat prosedural, tidak dapat mengemukakan alasan dari setiap langkah di
prosedur penyelesaian, tidak mampu berkomunikasi saat diskusi berlangsung, dan terbiasa
22. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
333
menyelesaikan permasalahan bersifat prosedural sehingga tidak mempunyai pilihan prosedur
penyelesaian dan solusi permasalahan.
Analisis Siswa
Siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Jombang terbagi dalam kelas-kelas dengan
kemampuan akademik dan latar belakang sosial secara acak. Berdasar observasi, Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) di SMPN 2 Jombang tahun angkatan 2013-2014 melalui rata-rata
skor penghitungan akhir dari rata-rata nilai pada Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional, rata-
rata nilai rapor kelas V semester gasal dan genap, dan nilai rapor kelas VI semester gasal. Kelas
VII-H sebagai kelas uji coba terdiri dari 32 siswa, yaitu 14 siswa laki-laki dan 18 siswa
perempuan. Pada semester I, kelas VII-H terdiri dari 30 siswa namun terjadi penambahan siswa
pada semester II sebanyak dua siswa. Proses pembelajaran menunjukkan bahwa siswa masih
belum dapat dikatakan optimal dalam bekerja kelompok. Pembagian kelompok dilakukan
dengan cara mengelompokkan siswa yang posisi duduknya berdekatan dan selalu berganti
anggota kelompok di setiap pembelajaran.
Analisis Konsep
Materi persamaan linier satu variabel ditetapkan oleh penulis untuk mengembangkan
materi persamaan linier satu variabel melalui permasalahan open-ended sesuai Kompetensi Inti
dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013. Materi yang diberikan selama penelitian mengacu pada
aspek pengetahuan dan keterampilan Kompetensi Dasar (KD) Kurikulum 2013 yaitu : (3.3)
menyelesaikan persamaan linier satu variabel dan (4.3) membuat dan menyelesaikan model
matematika dari masalah nyata yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan linier
satu variabel.
Analisis Tugas
Pada hasil observasi, diketahui bahwa setiap siswa tidak mempunyai pilihan lain atau
prosedur penyelesaian dan solusi permasalahan yang tunggal saat diselesaikan melalui diskusi
kelompok ataupun diskusi kelas. Hal ini berarti, diperlukan permasalahan yang menuntut setiap
siswa mengemukakan pendapatnya dan mempunyai solusi lebih dari satu. Keterampilan siswa
yang dijadikan fokus penelitian adalah bagaimana prosedur penyelesaian masalah nyata.
Prosedur penyelesaian masalah nyata pada penelitian ini mengacu pada strategi Polya dengan
bantuan pada tahap pembuatan perencanaan berupa tabel dan tugas siswa membuat model
matematika dari masalah nyata untuk diselesaikan.
Perumusan Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang dikembangkan penulis sesuai KI dan KD pada Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 Tentang
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
dan disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Tujuan Pembelajaran Setiap Pertemuan
Pertemuan
ke-
Tujuan Pembelajaran
1 Jika diberikan permasalahan yang berkaitan dengan Persamaan Linier Satu Variabel
(PLSV) melalui diskusi kelompok, siswa dapat:
1. membuat model matematika dari permasalahan tersebut,
2. menyelesaikan model matematika, dan
3. menentukan solusi permasalahan tersebut.
2 Jika diberikan permasalahan yang berkaitan dengan Persamaan Linier Satu Variabel
(PLSV) melalui diskusi kelompok, siswa dapat:
1. membuat model matematika persamaan linier satu variabel dari permasalahan
tersebut dengan solusi yang sama,
2. menyelesaikan model matematika,
3. menentukan solusi permasalahan tersebut,
4. membuat permasalahan dengan solusi yang sama, dan
5. membuat persamaan linier satu variabel yang setara.
3 Jika diberikan permasalahan yang berkaitan dengan Pertidaksamaan Linier Satu
Variabel (PtLSV) melalui diskusi kelompok, siswa dapat:
1. membuat model matematika dari permasalahan tersebut,
2. menyelesaikan model matematika, dan
3. menentukan solusi permasalahan tersebut.
4 Jika diberikan permasalahan yang berkaitan dengan Pertidaksamaan Linier Satu
23. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
334
Variabel (PtLSV) melalui diskusi kelompok, siswa dapat:
1. membuat model matematika pertidaksamaan linier satu variabel dari
permasalahan tersebut dengan solusi yang sama,
2. menyelesaikan model matematika, dan
3. menentukan solusi permasalahan tersebut.
Pertemuan
ke-
Tujuan Pembelajaran
1 Jika diberikan permasalahan yang berkaitan dengan Persamaan Linier Satu Variabel
(PLSV) melalui diskusi kelompok, siswa dapat:
4. membuat model matematika dari permasalahan tersebut,
5. menyelesaikan model matematika, dan
6. menentukan solusi permasalahan tersebut.
2 Jika diberikan permasalahan yang berkaitan dengan Persamaan Linier Satu Variabel
(PLSV) melalui diskusi kelompok, siswa dapat:
6. membuat model matematika persamaan linier satu variabel dari permasalahan
tersebut dengan solusi yang sama,
7. menyelesaikan model matematika,
8. menentukan solusi permasalahan tersebut,
9. membuat permasalahan dengan solusi yang sama, dan
10. membuat persamaan linier satu variabel yang setara.
3 Jika diberikan permasalahan yang berkaitan dengan Pertidaksamaan Linier Satu
Variabel (PtLSV) melalui diskusi kelompok, siswa dapat:
4. membuat model matematika dari permasalahan tersebut,
5. menyelesaikan model matematika, dan
6. menentukan solusi permasalahan tersebut.
4 Jika diberikan permasalahan yang berkaitan dengan Pertidaksamaan Linier Satu
Variabel (PtLSV) melalui diskusi kelompok, siswa dapat:
4. membuat model matematika pertidaksamaan linier satu variabel dari
permasalahan tersebut dengan solusi yang sama,
5. menyelesaikan model matematika, dan
6. menentukan solusi permasalahan tersebut.
Tahap Perancangan (Design)
Penyusunan tes-kriteria yang dirujuk
Sebelum menyusun tes, disusun terlebih dahulu kriteria yang dirujuk berupa indikator
pembelajaran yang dikembangkan dari KI dan KD. Indikator pembelajaran yang dikembangkan
disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran
No. Kompetensi Dasar Keterangan
1 1.1 Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
Indikator:
1. Menghargai pendapat dari teman
2. Membuat model matematika dari masalah nyata yang berkaitan dengan
persamaan linier satu variabel secara jujur dan tidak mencontek hasil diskusi
kelompok lain
3. Menyelesaikan model matematika dari masalah nyata yang berkaitan dengan
persamaan linier satu variabel secara jujur dan tidak mencontek hasil diskusi
kelompok lain
KD pada
KI-1
2 2.1 Menunjukkan sikap logis, kritis, analitik, konsisten, dan teliti, bertanggung
jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah.
2.2 Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika serta
memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, yang terbentuk
melalui pengalaman belajar.
2.3 Memiliki sikap terbuka, santun, objektif, menghargai pendapat dan karya
teman dalam interaksi kelompok maupun aktivitas sehari-hari.
Indikator:
1. Menyelesaikan setiap permasalahan pada buku kerja siswa secara teliti dan
tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan permasalahan.
2. Menjawab pertanyaan dari kelompok lain saat diskusi kelas berlangsung
secara logis
3. Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika serta
KD pada
KI-2
24. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
335
memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, yang terbentuk
melalui penyelesaian masalah nyata pada buku kerja siswa
4. Menghargai pendapat teman saat diskusi kelompok dan diskusi kelas
5. Menuliskan ide dalam pembuatan dan penyelesaian model matematika dari
masalah nyata yang berkaitan dengan persamaan linier satu variabel.
3 3.3 Menyelesaikan persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel.
Indikator:
1. Menyelesaikan model matematika berkaitan dengan persamaan linier satu
variabel.
2. Menyelesaikan model matematika berkaitan dengan pertidaksamaan linier satu
variabel
KD pada
KI-3
4 4.3 Membuat dan menyelesaikan model matematika dari masalah nyata yang
berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel.
Indikator:
1. Membuat model matematika dari masalah nyata yang berkaitan dengan
persamaan linier satu variabel.
2. Membuat model matematika dari masalah nyata yang berkaitan dengan
pertidaksamaan linier satu variabel.
3. Membuat model matematika dari masalah nyata dengan solusi persamaan
linier satu variabel yang sama
4. Membuat model matematika dari masalah nyata dengan solusi
pertidaksamaan linier satu variabel yang sama
5. Menentukan solusi masalah nyata yang berkaitan dengan persamaan linier
satu variabel.
6. Menentukan solusi masalah nyata yang berkaitan dengan pertidaksamaan
linier satu variabel.
KD pada
KI-4
Setelah indikator pembelajaran dikembangkan, selanjutnya adalah pengembangan tes
hasil belajar dan rubrik penskoran permasalahan open-ended. Rubrik Penskoran mengacu pada
asesmen permasalahan open-ended yaitu memenuhi kriteria kelancaran (fluency), fleksibilitas
(flexibility), dan keaslian atau originalitas (originality). Selain itu, dikembangkan instrumen
asesmen pembelajaran berupa asesmen pribadi dan asesmen kelompok sebagai asesmen sikap
selama pembelajaran.
Pemilihan media
Pada penelitian ini media yang dipilih adalah media pembelajaran cetak berupa Buku
Kerja Siswa. Buku Kerja Siswa dicetak sesuai jumlah kelompok dalam satu kelas yaitu delapan
buku. Buku Kerja Siswa yang dibagikan telah memuat “Buku Kerja Siswa” untuk empat
pertemuan dan telah dijilid menyerupai buku.
Pemilihan Format
Format pembelajaran yang akan dikembangkan yaitu buku ajar siswa yang termasuk pada
format buku teks atau handout. Format buku teks atau handout yang dikembangkan merujuk
pada buku kerja siswa yang diadaptasi dari komponen buku teks, buku kerja, dan lembar kerja.
Perancangan Awal
Produk perancangan awal yang disebut dengan draft-1 merupakan instrumen penelitian
untuk divalidasikan kepada ahli, meliputi: (1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (2)
Buku Kerja Siswa, (3) lembar validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, (4) lembar validasi
Buku Kerja Siswa, (5) lembar validasi dari instrumen lembar keterlaksanaan pembelajaran, (6)
lembar validasi dari instrumen lembar keterlaksanaan penggunaan Buku Kerja Siswa, (7)
lembar validasi angket respon siswa, (8) lembar validasi tes hasil belajar siswa, (9) lembar
observasi keterlaksanaan pembelajaran, (10) lembar observasi keterlaksanaan penggunaan
Buku Kerja Siswa, (11) lembar observasi aktivitas siswa, (12) angket respon siswa, dan (13) tes
hasil belajar siswa.
Tahap Pengembangan (Develop)
Hasil validasi dari Ahli dan Praktisi
Berdasar rekapitulasi hasil validasi perangkat pembelajaran dan instrumen
pengembangan diperoleh skor rata-rata total untuk semua aspek (V ) yaitu 3.44. Sesuai
dengan kriteria kevalidan yang ditetapkan yaitu 3V berarti perangkat pembelajaran dan
25. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
336
instrumen pengembangan yang dikembangkan dapat disimpulkan valid dengan revisi sesuai
saran, catatan, serta komentar validator.
Uji Keterbacaan pada Kelompok Kecil
Berdasar hasil uji coba kelompok kecil, dapat disimpulkan bahwa Buku Kerja Siswa
memerlukan perbaikan redaksi soal pada permasalahan open-ended dan permasalahan-
permasalahan pada Buku Kerja Siswa dapat diselesaikan. Permasalahan open-ended dapat
dipahami dengan baik. Hal ini dapat ditunjukkan adanya pendapat siswa yang mengatakan
bahwa terdapat variasi jawaban dan kebebasan anggota kelompok untuk menyelesaikan
permasalahan pada Buku Kerja Siswa. Permasalahan pada kuis juga dapat dipahami oleh siswa
secara benar. Beberapa saran, kritik, dan pertanyaan disampaikan secara langsung kepada
peneliti untuk dicatatat. Dengan demikian, terdapat perbaikan pada redaksi soal, kalimat
permasalahan open-ended , penambahan formula untuk menentukan rata-rata, ditambahkan
contoh soal pada permasalahan Buku Kerja Siswa 2, dan penambahan petunjuk untuk cara
menyelesaikan pertidaksamaan linier satu variabel yang membutuhkan pergantian tanda.
Uji Coba Lapangan
Uji coba di kelas dilakukan pada pembelajaran persamaan linier satu variabel dan
diawali dengan penyelesaian permasalahan nyata bercirikan open-ended. Guru membuka
pembelajaran dengan salam dan doa. Pada langkah pembelajaran “review”, guru memberikan
suatu permasalahan yang dapat diselesaikan dengan prosedur dan solusi yang tidak tunggal.
Siswa sebelumnya telah diberitahukan untuk membaca materi pada buku siswa tentang
persamaan linier satu variabel. Namun, penyelesaian masalah “review” diselesaikan beberapa
siswa dengan tidak menggunakan variabel melainkan kata benda yang ditanyakan pada
permasalahan. Siswa antusias untuk membuat solusi yang berbeda dengan teman sebangkunya.
Pada pertemuan kedua dan keempat, siswa dan guru bersama-sama membahas hasil diskusi
yang dilakukan di luar kelas. Penyelesaian permasalahan disajikan dan dijelaskan secara
klasikal. Pada kegiatan inti pembelajaran, siswa diberikan suatu permasalahan yang mempunyai
prosedur penyelesaian dan solusi yang tidak tunggal. Siswa merasa kebingungan karena ragu
apabila terdapat variasi solusi permasalahan yang tidak tunggal. Guru menegaskan agar siswa
tetap pada jawaban masing-masing dan menyiapkan alasan pemilihan jawaban. Pada saat
presentasi hasil diskusi kelompok, siswa menemukan berbagai jawaban yang berbeda di setiap
kelompok. Pada proses kesimpulan, siswa ditegaskan kembali oleh guru bahwa permasalahan
menuntut jawaban yang berbeda dan tidak tunggal. Siswa Kelas VII-H sangat antusias dalam
menyelesaikan setiap permasalahan. Hal ini juga dibuktikan dari komentar Guru MF bahwa
siswa yang biasanya gaduh atau malas menyelesaikan soal menjadi antusias dan mengutarakan
pendapatnya masing-masing.
Kepraktisan Perangkat Pembelajaran
Data kepraktisan perangkat pembelajaran diperoleh dari rekapitulasi hasil observasi
aktivitas guru dan penggunaan buku kerja siswa. Berdasar hasil rekapitulasi observasi aktivitas
guru dapat diperoleh skor 3.62. Rekapitulasi skor observasi aktivitas guru diperoleh dengan
menghitung rata-rata skor observasi aktivitas guru untuk empat pertemuan. Skor akhir
menunjukkan bahwa aktivitas guru saat pembelajaran berlangsung sesuai dengan langkah
pembelajaran pada RPP. Hal ini berarti, guru dapat memahami RPP dan melaksanakan langkah
pembelajaran di kelas sesuai dengan urutan serta alokasi waktu. Hasil akhir dari rekapitulasi
observasi penggunaan buku kerja siswa adalah 3.52. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat
memahami dan menyelesaikan permasalahan pada Buku Kerja Siswa. Selain itu, penggunaan
Buku Kerja Siswa dapat membuat siswa aktif bertanya, berdiskusi, berkomunikasi,
mengemukakan alasan, mendorong siswa menemukan prosedur dan solusi yang tidak tunggal.
Dengan demikian, RPP dan Buku Kerja Siswa dapat dilaksanakan pada pembelajaran secara
praktis oleh guru dan siswa.
Keefektifan Perangkat Pembelajaran
Data keefektifan perangkat pembelajaran diperoleh dari skor penguasaan bahan ajar
(asesmen pengetahuan, keterampilan, dan sikap), respon siswa, dan skor aktivitas siswa.
Persentase skor akhir dari asesmen pengetahuan dan keterampilan adalah 75.74%. Hal ini
berarti sebanyak 75. 74% siswa telah mencapai ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar dihitung
dari akumulasi skor pengetahuan, keterampilan, dan asesmen sikap selama empat pertemuan.
Skor pengetahuan dihitung dari rata-rata tes hasil belajar (kuis). Skor keterampilan dihitung dari
skor penyelesaian Buku Kerja Siswa melalui diskusi kelompok. Rata-rata skor akhir dari
26. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
337
asesmen sikap adalah 3.27 yang menunjukkan bahwa sikap siswa Kelas VII-H berpredikat baik.
Berdasar skor pengetahuan, keterampilan, dan asesmen sikap dapat dikatakan penguasaan bahan
ajar siswa malalui Buku Kerja Siswa adalah baik.
KAJIAN PRODUK
Berdasar hasil observasi, ditemukan permasalahan utama yaitu kurang optimalnya
diskusi kelompok karena siswa tidak dapat mengemukakan alasan prosedur penyelesaian
permasalahan dan tidak terjadi komunikasi antar anggota kelompok. Selain itu, permasalahan
yang muncul yaitu siswa terbiasa dengan prosedur dan solusi permasalahan yang tunggal
sehingga siswa tidak mempunyai alternatif penyelesaian permasalahan secara pribadi. Oleh
karena itu, dikembangkan perangkat pembelajaran yang harus memenuhi kriteria valid, praktis,
dan efektif. Produk pengembangan yang dimaksud adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dan Buku Kerja Siswa materi Persamaan Linier Satu Variabel. RPP disusun dengan
menggunakan langkah pembelajaran melalui penyelesaian masalah menggunakan strategi
Polya. Kegiatan Siswa yang dideskripsikan pada RPP memuat komponen pendekatan saintifik.
Buku Kerja Siswa disusun secara sistematis sesuai dengan langkah penyelesaian permasalahan
Polya dan berisi permasalahan-permasalahan bercirikan open-ended. Penyusunan komponen
RPP merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81a Tahun 2013
tentang Implementasi Kurikulum. Buku Kerja Siswa terdiri dari Buku Kerja Siswa 1 sampai 4
sesuai dengan banyak pertemuan. Sesuai dengan Khoh (1996: 57), Buku Kerja Siswa
Matematika berisi investigasi permasalahan open-ended yang memuat konsep matematika,
dalam pengembangan ini adalah konsep persamaan linier satu variabel.
Temuan dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini yaitu pembelajaran melalui
penyelesaian masalah open-ended menggunakan strategi Polya mampu membuat siswa
mengemukakan alasan prosedur penyelesaian permasalahan. Hal ini dapat ditunjukkan pada
permasalahan-permasalahan di Buku Kerja Siswa yang menuntut alasan penyelesaian
permasalahan. Hal ini sesuai dengan penelitian Shimada (1997: 32) yaitu siswa yang
menyelesaikan permasalahan open-ended dapat menjelaskan ide penyelesaian permasalahan
yang sama dengan cara yang berbeda. Hal ini juga dibuktikan dari penelitian Hamdani (2005)
yaitu siswa aktif mengemukakan ide-ide yang berbeda tentang prosedur penyelesaian
permasalahan dan solusinya.
Menurut Shimada (1997: 27) terdapat 3 jenis permasalahan open-ended yaitu
menemukan relasi, mengklasifikasikan, dan mengukur. Jenis soal mengukur yang digunakan
dalam pengembangan ini sesuai dengan penelitian Shimada yaitu siswa diminta untuk
mengukur secara numeric untuk fenomena tertentu. Fenomena yang dimaksud adalah
permasalahan nyata yang familiar bagi siswa. Permasalahan tidak hanya menuntuk solusi yang
tidak tunggal tetapi juga menuntut metode untuk menemukan solusi yang juga tidak tunggal.
Contoh soal oleh Shimada yaitu Kontes Kecantikan Hewan:
“Hasil penjurian pada kontes kecantikan hewan adalah sebagai berikut: juara pertama Aoki,
juara kedua Ito, juara ketiga Uno, juara keempat Eguchi, dan juara kelima Ogata. Sebelum
pengumuman penjurian, audiens diminta untuk menebak urutan konstentan dan akan dijanjikan
hadiah untuk yang paling mendekati dengan jawaban juri. Tabel berikut menunjukkan jawaban
A, B, C, dan D bersama dengan keputusan akhir juri.
Tabel 3. Jawaban Kontestan
Kontestan Aoki Ito Unmo Eguchi Ogata
Hasil Final
A
B
C
D
1
3
2
5
4
2
1
3
3
2
3
4
1
2
3
4
5
4
4
1
5
2
5
1
5
Bagaimana kita dapat memutuskan ranking dari tebakan A, B,C, dan D? Tulis semua metode
perangkingan yang kamu peroleh.” (Shimada, 1997: 162).
Pada permasalahan Kontes Kecantikan Hewan, siswa diminta menentukan metode
untuk menemukan solusi mengapa perangkingan tersebut dapat diperoleh. Setiap soal yang
digunakan sebagai contoh pada Shimada menuntut adanya alasan di setiap metode dan solusi
yang diperoleh.
Soal yang diberikan kepada siswa Kelas VII sesuai dengan soal yang diberikan sebagai
contoh oleh Shimada. Permasalah diberikan pemanasan dengan cara memberikan contoh table
27. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa
melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
338
penyelesaian permasalahan kemudian siswa diminta menuliskan pendapat tentang penyelesaian
permasalahan dan menuliskan apabila menemukan prosedur penyelesaian lainnya. Contoh soal
pada Buku Kerja Siswa pada pengembangan ini yaitu:
“Diketahui promo bahan bangunan berupa kayu, keramik, dan cat tembok dengan criteria di
setiap merk. Siswa diminta untuk membuat perencanaan penggunaan seluruh anggaran dana
sebesar Rp 1.200.000,00 untuk belanja bahan bangunan.
Tuliskan bagaimana cara menentukan promo dan banyaknya bahan bangunan yang diperoleh
Pak Dicky dengan anggaran dana Rp 1.200.000,00 pada tabel atau melalui kolom.
Tabel 4. Tabel yang diberikan pada Buku Kerja Siswa
No. Harga
Promo
Keramik
yang dipilih
(Rp)
Harga
Promo Cat
yang
dipilih
(Rp) dan
banyak
kaleng
Harga
satuan
Kayu yang
dipilih
(batang)
Model
Matematika
Banyak kayu
yang diperoleh
(batang)
Langkah
penyelesaian
ke-
1
.
.
.
.
.
.
.
Milan
340000
Catylac
90000
(3 kaleng)
Meranti(
x )
10000
𝟑𝟒𝟎𝟎𝟎𝟎
+ 𝟐𝟕𝟎𝟎𝟎𝟎
+ 𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎𝒙
= 𝟏𝟐𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎
𝟔𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎
+ 𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎𝒙
= 𝟏𝟐𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎
𝟑𝟒𝟎𝟎𝟎𝟎
+ 𝟐𝟕𝟎𝟎𝟎𝟎
+ 𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎𝒙
= 𝟏𝟐𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎
𝟔𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎
+ 𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎𝒙
= 𝟏𝟐𝟎𝟎𝟎𝟎
𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎𝒙
= 𝟏𝟐𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎
− 𝟔𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎
𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎𝒙
= 𝟓𝟗𝟎𝟎𝟎𝟎
𝒙 = 𝟓𝟗
i
ii
iii
iv
v
Siswa kemudian diminta untuk memberikan pendapat setuju atau tidak dengan prosedur
penyelesaian berupa table tersebut dan apabila tidak setuju, siswa diminta memberikan alasan
dan menuliskan prosedur penyelesaian yang menurut siswa tersebut lebih tepat.”
Permasalahan buku teks yang dikonversi dengan situasi open-ended untuk pemahaman
konseptual menurut Yee (1990: 135) berarti permasalahan yang termuat pada buku teks tetapi
dimodifikasi menjadi pertanyaan yang mempunyai prosedur penyelesaian dan solusi tidak
tunggal. Contohnya, pada Uji Kompetensi 6.2 Buku Siswa yang diterbitkan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2013 halaman 275.
Gambar 1. Soal Uji Kompetensi 6.2 Buku SiswaHalaman 275
Contoh soal 6.7 pada Buku Siswa merupakan contoh permasalahan yang mempunyai
prosedur penyelesaian dan solusi yang tunggal. Permasalahan buku teks yang dikonversi
menjadi permasalahan open-ended dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu menghilangkan data,
pengajuan masalah, dan menjelaskan konsep atau kesalahan. Permasalahan pada Buku Siswa
tersebut dapat dikonversi dengan situasi open-ended dengan cara menghilangkan data yang
berupa gambar serta ukuran panjang dan lebar persegi panjang menjadi sebagai berikut: