Bab pertama membahas konsep-konsep dasar aljabar himpunan dan fungsi yang diperlukan untuk mempelajari analisis real. Termasuk definisi operasi himpunan seperti irisan, gabungan, komplemen, dan produk Cartesius serta sifat-sifatnya. Bab ini juga memperkenalkan metode pembuktian induksi matematika.
Dokumen tersebut membahas tentang transformasi pada bidang Euclides. Transformasi didefinisikan sebagai fungsi bijektif dengan daerah asal dan nilai sama. Contoh transformasi yang dibahas adalah perpetaan dan translasi. Transformasi tersebut dibuktikan memenuhi sifat injektif dan surjektif sehingga merupakan transformasi.
Jawaban latihan soal bagian 2.2 pada buku Analisis Real karangan Drs. Sutrima, M.SI
cetakan : pertama, Juni 2010
penerbit : Javatechno Publisher (Jln. Ahmad Yani 365A, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia - 57162
Dokumen tersebut membahas tentang transformasi pada bidang Euclides. Transformasi didefinisikan sebagai fungsi bijektif dengan daerah asal dan nilai sama. Contoh transformasi yang dibahas adalah perpetaan dan translasi. Transformasi tersebut dibuktikan memenuhi sifat injektif dan surjektif sehingga merupakan transformasi.
Jawaban latihan soal bagian 2.2 pada buku Analisis Real karangan Drs. Sutrima, M.SI
cetakan : pertama, Juni 2010
penerbit : Javatechno Publisher (Jln. Ahmad Yani 365A, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia - 57162
Ringkuman dari dokumen tersebut adalah:
1. Definisi ring polinomial atas suatu ring komutatif R adalah himpunan semua ekspresi polinomial dengan koefisien dari R.
2. Jika R adalah ring, maka himpunan ring polinomial R[x] dengan operasi penjumlahan dan perkalian polinomial adalah ring.
3. Jika D adalah daerah integral, maka ring polinomial D[x] juga merupakan daerah integral.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
(1) Dokumen tersebut membahas tentang teori bilangan dan konsep pembagian bilangan bulat;
(2) Terdapat definisi dan teorema-teorema yang menjelaskan relasi antara bilangan yang membagi bilangan lain;
(3) Beberapa contoh soal dan pembahasan juga disajikan untuk membuktikan teorema-teorema tersebut.
Makalah ini membahas tentang transformasi variabel acak dan distribusinya. Terdapat beberapa metode untuk menemukan distribusi variabel acak yang ditransformasi, yaitu metode fungsi distribusi, metode transformasi, metode konvolusi, dan metode fungsi pembangkit momen. Metode transformasi dijelaskan sebagai metode yang paling berguna untuk menemukan fungsi kepadatan variabel acak yang ditransformasi dengan mengetahui fungsi kepadatan variabel acak aslinya.
This document contains solutions to exercises on real analysis. It includes:
1) Proving various properties relating to if a is a real number.
2) Solving equations by justifying each step with appropriate theorems or properties.
3) Proving that if a satisfies a^2 = 2, then either a = √2 or a = -√2.
4) Showing there does not exist a rational number whose square is 2 by reducing it to a contradiction.
Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang:
1. Pengantar analisis real yang membahas supremum dan infimum serta barisan bilangan real
2. Menguraikan definisi dan teorema terkait supremum, infimum, himpunan terbatas, dan sifat-sifatnya
3. Mengjelaskan pengertian barisan bilangan real, konvergensi, dan limitnya
This document provides solutions to problems in group theory from the book Topics in Algebra by I.N. Herstein. The solutions cover problems related to determining if a system forms a group, properties of groups like abelian groups, and examples in the symmetric group S3. The preface explains that the solutions are meant to facilitate deeper understanding and some notations were changed for clarity.
Jawaban latihan soal bagian 2.1 pada buku Analisis Real karangan Drs. Sutrima, M.SI
cetakan : pertama, Juni 2010
penerbit : Javatechno Publisher (Jln. Ahmad Yani 365A, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia - 57162
1. Barisan (xn) terbatas dan monoton turun. Limitnya adalah 2.
2. Barisan (xn) terbatas antara 0 dan 1/2 dan monoton naik. Limitnya adalah 1/2.
3. Barisan (xn) terbatas dibawah oleh √a dan monoton turun. Limitnya adalah √a.
Makalah ini membahas tentang pencerminan (refleksi) pada bidang datar. Definisi pencerminan dijelaskan sebagai fungsi yang memetakan titik ke titik lain sehingga membentuk sudut yang sama dengan sumbu refleksi. Sifat-sifat pencerminan seperti surjektif, injektif, dan melestarikan jarak juga dibuktikan sehingga pencerminan merupakan transformasi isometri. Contoh soal pencerminan juga diberikan unt
Bilangan bulat terdiri dari bilangan cacah (0, 1, 2, 3, ...) dan negatifnya (-1, -2, -3, ...; -0 adalah sama dengan 0 sehingga tidak lagi dimasukkan secara terpisah). Bilangan bulat dapat dituliskan tanpa komponen desimal atau pecahan.
Georg Cantor (1845-1918) dianggap sebagai bapak teori himpunan karena mengembangkan cabang matematika ini untuk pertama kalinya, terutama ide-idenya mengenai himpunan tak hingga.
Ringkuman dari dokumen tersebut adalah:
1. Definisi ring polinomial atas suatu ring komutatif R adalah himpunan semua ekspresi polinomial dengan koefisien dari R.
2. Jika R adalah ring, maka himpunan ring polinomial R[x] dengan operasi penjumlahan dan perkalian polinomial adalah ring.
3. Jika D adalah daerah integral, maka ring polinomial D[x] juga merupakan daerah integral.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
(1) Dokumen tersebut membahas tentang teori bilangan dan konsep pembagian bilangan bulat;
(2) Terdapat definisi dan teorema-teorema yang menjelaskan relasi antara bilangan yang membagi bilangan lain;
(3) Beberapa contoh soal dan pembahasan juga disajikan untuk membuktikan teorema-teorema tersebut.
Makalah ini membahas tentang transformasi variabel acak dan distribusinya. Terdapat beberapa metode untuk menemukan distribusi variabel acak yang ditransformasi, yaitu metode fungsi distribusi, metode transformasi, metode konvolusi, dan metode fungsi pembangkit momen. Metode transformasi dijelaskan sebagai metode yang paling berguna untuk menemukan fungsi kepadatan variabel acak yang ditransformasi dengan mengetahui fungsi kepadatan variabel acak aslinya.
This document contains solutions to exercises on real analysis. It includes:
1) Proving various properties relating to if a is a real number.
2) Solving equations by justifying each step with appropriate theorems or properties.
3) Proving that if a satisfies a^2 = 2, then either a = √2 or a = -√2.
4) Showing there does not exist a rational number whose square is 2 by reducing it to a contradiction.
Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang:
1. Pengantar analisis real yang membahas supremum dan infimum serta barisan bilangan real
2. Menguraikan definisi dan teorema terkait supremum, infimum, himpunan terbatas, dan sifat-sifatnya
3. Mengjelaskan pengertian barisan bilangan real, konvergensi, dan limitnya
This document provides solutions to problems in group theory from the book Topics in Algebra by I.N. Herstein. The solutions cover problems related to determining if a system forms a group, properties of groups like abelian groups, and examples in the symmetric group S3. The preface explains that the solutions are meant to facilitate deeper understanding and some notations were changed for clarity.
Jawaban latihan soal bagian 2.1 pada buku Analisis Real karangan Drs. Sutrima, M.SI
cetakan : pertama, Juni 2010
penerbit : Javatechno Publisher (Jln. Ahmad Yani 365A, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia - 57162
1. Barisan (xn) terbatas dan monoton turun. Limitnya adalah 2.
2. Barisan (xn) terbatas antara 0 dan 1/2 dan monoton naik. Limitnya adalah 1/2.
3. Barisan (xn) terbatas dibawah oleh √a dan monoton turun. Limitnya adalah √a.
Makalah ini membahas tentang pencerminan (refleksi) pada bidang datar. Definisi pencerminan dijelaskan sebagai fungsi yang memetakan titik ke titik lain sehingga membentuk sudut yang sama dengan sumbu refleksi. Sifat-sifat pencerminan seperti surjektif, injektif, dan melestarikan jarak juga dibuktikan sehingga pencerminan merupakan transformasi isometri. Contoh soal pencerminan juga diberikan unt
Bilangan bulat terdiri dari bilangan cacah (0, 1, 2, 3, ...) dan negatifnya (-1, -2, -3, ...; -0 adalah sama dengan 0 sehingga tidak lagi dimasukkan secara terpisah). Bilangan bulat dapat dituliskan tanpa komponen desimal atau pecahan.
Georg Cantor (1845-1918) dianggap sebagai bapak teori himpunan karena mengembangkan cabang matematika ini untuk pertama kalinya, terutama ide-idenya mengenai himpunan tak hingga.
Teks tersebut membahas tentang teori probabilitas yang mencakup konsep-konsep dasar seperti himpunan, permutasi, dan kombinasi. Teori probabilitas didukung oleh konsep-konsep tersebut yang digunakan untuk mengukur peluang terjadinya suatu kejadian.
Makalah ini membahas konsep himpunan dan fungsi. Pertama, dijelaskan definisi himpunan, cara menyatakan himpunan, dan hubungan antar himpunan seperti himpunan bagian dan irisan. Kemudian dijelaskan operasi-operasi pada himpunan seperti gabungan, irisan, selisih, dan komplemen. Terakhir, dijelaskan konsep fungsi, jenis-jenis fungsi, dan komposisi fungsi.
Dokumen tersebut membahas tentang definisi himpunan, operasi-operasi dasar himpunan seperti gabungan, irisan, selisih, komplemen, sistem bilangan real, dan latihan soal terkait himpunan dan sistem bilangan real."
Dokumen tersebut membahas tentang konsep himpunan dalam matematika. Himpunan adalah kumpulan obyek-obyek yang terdefinisi dengan jelas, dimana setiap obyek dapat ditentukan apakah termasuk atau tidak termasuk dalam himpunan tersebut. Dokumen tersebut juga membahas beberapa operasi dasar pada himpunan seperti irisan, gabungan, selisih, serta beberapa konsep penting lainnya seperti h
Makalah ini membahas tentang matriks dan operasi-operasi matriks, meliputi definisi matriks, notasi dan terminologi matriks, operasi penjumlahan dan pengurangan matriks, perkalian matriks dengan skalar dan perkalian dua matriks, matriks-matriks terpartisi, perkalian matriks dengan kolom dan baris, serta transpose dan trace matriks.
Dokumen tersebut merupakan bagian dari buku ajar Pengantar Analisis Real I yang membahas sifat-sifat dasar bilangan real, termasuk sifat aljabar, bilangan rasional dan irasional, serta contoh bukti bahwa tidak ada bilangan rasional yang kuadratnya adalah 2."
Dokumen ini membahas tentang Kalkulus 1. Terdiri dari beberapa bab yang membahas bilangan riil, persamaan linier, nilai mutlak, fungsi, limit, turunan 1, dan turunan 2.
Dokumen ini membahas tentang konsep dasar himpunan dan operasi-operasi pada himpunan seperti irisan, gabungan, komplemen, selisih, serta sifat-sifat dan teorema yang terkait dengan operasi tersebut. Definisi himpunan, contoh-contoh himpunan, dan notasi-notasi yang digunakan dalam teori himpunan pun dijelaskan.
Sistem Bilangan dan Himpunan. Bilangan,adalah suatu konsep dalam ilmu matemat...NidaAuliana4
Bilangan,adalah suatu konsep dalam ilmu matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran.
Bilangan bulat adalah himpunan bilangan bulat negatif, bilangan nol dan bilangan bulat positif.Contoh: B = { ...., -2, -1, 0, 1, 2, ..... }
Bilangan asli adalah bilangan positif yang dimulai dari bilangan satu ke atas. Contoh: A = { 1, 2, 3, ..... }
Bilangan prima adalah bilangan yanga tidak dapat dibagi oleh bilangan apapun, kecuali bilangan itu sendiri dan 1 (satu). Contoh: P = { 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, ..... }
Bilangan cacah adalah himpunan bilangan positif dan nol. Contoh: C = { 0, 1, 2, 3, ..... }
Bilangan nol adalah bilangan nol itu sendiri (0) Contoh: N = { 0 }
Bilangan pecahan adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk a/b, dengan a dan b adalah bilangan bulat dan b ≠ 0. Bilangan a disebut sebagai pembilang dan bilangan b disebut sebagai penyebut. Contoh: H = { 1/2, 2/3,1/6,5/8, ..... }Bilangan rasional adalah bilangan yang dinyatakan dalam bentuk a/b, dengan a dan b adalah anggota bilangan bulat dan b ≠ 0. Contoh: R = { ¼, ¾, .... }
Bilangan irrasional adalah bilangan – bilangan yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan atau bilangan selain bilangan rasional. Contoh: I = { √2, √3, √6, ..... }
Bilangan real adalah bilangan yang merupakan gabungan dari bilangan rasional dan bilangan irrasional itu sendiri. Contoh: R = { 0, 1, ¼, ⅔, √2, √5, ..... }
002 Essay Example Refle. Online assignment writing service.Scott Faria
The document provides instructions for creating an account and submitting an assignment request on the HelpWriting.net website. It outlines a 5-step process: 1) Create an account with an email and password. 2) Complete a form with assignment details and deadline. 3) Writers will bid on the request and the customer can choose a writer. 4) The customer receives the paper and can request revisions if needed. 5) HelpWriting.net guarantees original, high-quality content and refunds are offered for plagiarized work.
How To Write A Proper Observation Essay - AdairScott Faria
The document provides instructions for seeking writing help from HelpWriting.net. It outlines a 5-step process: 1) Create an account, 2) Complete an order form providing instructions and deadline, 3) Review bids from writers and select one, 4) Review the completed paper and authorize payment, 5) Request revisions until satisfied. The service aims to provide original, high-quality content and offers refunds for plagiarized work.
Get Community College Essay Examples Tips - Es. Online assignment writing ser...Scott Faria
The document discusses the key steps to get community college essay examples and tips from the website HelpWriting.net. It involves 5 steps: 1) Creating an account with a password and email, 2) Completing a 10-minute order form providing instructions and deadline, 3) Reviewing bids from writers and choosing one, 4) Reviewing the completed paper and authorizing payment, 5) Requesting revisions until satisfied. The website promises original, high-quality content and refunds for plagiarized work.
Ocean Writing Paper Writing Paper, KindergarteScott Faria
The document provides instructions for requesting writing assistance from HelpWriting.net in 5 steps: 1) Create an account with a password and email. 2) Complete a 10-minute order form providing instructions, sources, and deadline. 3) Review bids from writers and choose one based on qualifications. 4) Review the completed paper and authorize payment if satisfied. 5) Request revisions to ensure satisfaction, with a refund offered for plagiarized content.
The document provides instructions for requesting writing assistance from HelpWriting.net. It outlines a 5-step process: 1) Create an account with a password and email. 2) Complete a 10-minute order form providing instructions, sources, and deadline. 3) Review bids from writers and choose one based on qualifications. 4) Review the completed paper and authorize payment if satisfied. 5) Request revisions until fully satisfied, with a refund option for plagiarized work. The document explains how to obtain high-quality, original content through HelpWriting.net's writing assistance services.
Good Essay Guide Essay Writing Skills, Writing LessoScott Faria
The document provides a 5-step guide for using the HelpWriting.net service to get writing assistance. It explains how to 1) create an account, 2) submit a request with instructions and sources, 3) review bids from writers and select one, 4) review the completed paper and authorize payment, and 5) request revisions to ensure satisfaction. The guide emphasizes that original, high-quality work is guaranteed or a full refund will be provided.
Literature Review Chicago Style Sample Welcome TScott Faria
The document discusses The City Harmonic, a worship band based in Hamilton, Ontario. Unlike typical worship bands, The City Harmonic's members attend different churches. They are committed to expressing unity across denominational boundaries. Their album "WE ARE" reflects this, as the band witnessed the birth of TrueCity, a movement uniting churches in their region through meeting, prayer, and helping non-profits. By finding common ground, their sound encompasses styles and worship from varying churches and denominations.
100Th Day Writing Paper With Border And 3-Ruled Lines -Scott Faria
This document provides instructions for requesting writing assistance from HelpWriting.net. It outlines a 5-step process: 1) Create an account with a password and email. 2) Complete a 10-minute order form providing instructions, sources, and deadline. 3) Review bids from writers and choose one based on qualifications. 4) Receive the paper and authorize payment if pleased. 5) Request revisions until satisfied. The service aims to provide original, high-quality content with refunds for plagiarism.
014 Essay Example Descriptive Person WritingScott Faria
The document discusses delayed onset muscle soreness (DOMS), which causes muscle pain and discomfort in the 24-72 hours after exercise. While the exact physiological mechanism is unknown, it is likely due to mechanical damage to muscle cells during exercise. DOMS is commonly experienced by athletes and is used experimentally to study myogenic pain. Various strategies like massage, stretching, anti-inflammatories, and cryotherapy have been used to treat DOMS, but results have been mixed with minimal pain relief and inconsistent effects on strength and injury markers.
6 Essay Writing Tips For Scoring Good GradesScott Faria
The document provides tips for scoring good grades on essays by using the writing service HelpWriting.net. It outlines 6 steps: 1) Create an account; 2) Complete a form with instructions and deadline; 3) Review bids from writers and choose one; 4) Review the completed paper and authorize payment; 5) Request revisions until satisfied; and 6) Choose HelpWriting.net for original, high-quality content with refunds for plagiarism.
Scholarship Essay Graduate Program Essay ExamplesScott Faria
This summary provides the key details about the document in 3 sentences:
The document discusses the steps to take to request an assignment writing help request on the website HelpWriting.net. It outlines registering for an account, completing an order form with instructions and deadline, and having writers bid on the request and choose one to complete the assignment. The process includes reviewing the completed paper, authorizing payment if satisfied, and having the option to request revisions until the customer's needs are fully met.
Writing A Strong Introduction To A Descriptive EssayScott Faria
The document provides instructions for requesting writing assistance from HelpWriting.net. It outlines a 5-step process: 1) Create an account with a password and email. 2) Complete a 10-minute order form with instructions, sources, and deadline. 3) Review bids from writers and select one. 4) Review the completed paper and authorize payment. 5) Request revisions to ensure satisfaction, with a refund option for plagiarized content.
Abstract Writing For Research Papers. How To Make YourScott Faria
The document discusses things the author is thankful for in their life, including their family, friends, education, and overall quality of life. They are grateful to be alive and healthy in this world. The author finds much to appreciate in their teenage life and circumstances.
Essay On Child Labour In English How To Write Essay On Child LabourScott Faria
The document provides instructions for writing an essay on child labour through the HelpWriting.net website. It outlines 5 steps: 1) Create an account and provide login details. 2) Complete an order form with instructions, sources, and deadline. 3) Review bids from writers and select one. 4) Review the completed paper and authorize payment. 5) Request revisions until satisfied with the paper.
Short Essay College Apa Format Paper Does Apa FScott Faria
This document discusses how Mayra Santos Febres' novel Fe en disfraz explores the experiences of enslaved women and their relationship with white masters, which was often based on sexual abuse, outrage, and humiliation. These experiences of enslaved women have often been overlooked in both literature and history. The novel uses the enslaved woman's body as a vessel for remembering this history through embodied memory.
Pustakachi Atmakatha In Marathi Plz Help - Brainly.InScott Faria
Here are some key advantages of predictive analytics:
- Improved decision making. Predictive analytics allows organizations to analyze large amounts of
data to identify patterns and trends that can help predict future outcomes and behaviors. This provides
insights to help make better, more informed decisions.
- Increased revenues. By understanding customer behavior and what drives purchases, predictive
models can help increase sales and revenues by more accurately targeting customers and predicting
who is most likely to buy.
- Reduced costs. Predictive analytics helps identify risks in areas like customer churn, healthcare
costs, and equipment failure. Understanding these risks in advance allows organizations to take
preventative actions that can reduce costs.
- Operational efficiencies. Predict
How To Write An Intro Paragraph For A Synthesis Essay - Airey PenScott Faria
The document provides instructions for creating an account and submitting a request for writing assistance on the HelpWriting.net website. It is a 5-step process: 1) Create an account with a password and email. 2) Complete a 10-minute order form with instructions, sources, and deadline. 3) Review bids from writers and choose one based on qualifications. 4) Receive the paper and authorize payment if pleased. 5) Request revisions until fully satisfied, with a refund option for plagiarism. The document outlines the simple process for obtaining online writing help from HelpWriting.net.
(PDF) Guide To Writing Philosophy Essays RhodScott Faria
The document provides instructions for requesting writing assistance from HelpWriting.net. It outlines a 5-step process: 1) Create an account with a password and email. 2) Complete an order form with instructions, sources, and deadline. 3) Review bids from writers and choose one. 4) Review the completed paper and authorize payment. 5) Request revisions to ensure satisfaction, with a refund option for plagiarism.
Social Issues Essay By Kelvin. Online assignment writing service.Scott Faria
This document provides instructions for requesting and completing an assignment writing request through the HelpWriting.net website. It outlines a 5-step process: 1) Create an account with a password and email. 2) Complete a 10-minute order form providing instructions, sources, and deadline. 3) Review bids from writers and choose one based on qualifications. 4) Review the completed paper and authorize payment if satisfied. 5) Request revisions to ensure satisfaction, and the company offers refunds for plagiarized work.
How To Write A College Essay Step By Step GuidScott Faria
Here are the key points regarding a company's payout policy:
- A payout policy refers to a company's decision on how much of its earnings to pay out as dividends versus retaining for reinvestment or other purposes.
- There are two main types of payout policies - a residual policy and a constant dividend policy. A residual policy pays out dividends only after meeting investment needs, while a constant policy aims to maintain a stable dividend level.
- Factors considered in determining the payout policy include the company's growth opportunities, financial flexibility needs, and signaling to shareholders. High growth companies typically retain more earnings for investment.
- The payout ratio is the percentage of earnings paid out as dividends
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Fathan Emran
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka.
Materi ini membahas tentang defenisi dan Usia Anak di Indonesia serta hubungannya dengan risiko terpapar kekerasan. Dalam modul ini, akan diuraikan berbagai bentuk kekerasan yang dapat dialami anak-anak, seperti kekerasan fisik, emosional, seksual, dan penelantaran.
1. i
Catatan Selama Kuliah
ANALISIS REAL I DAN II
Sebuah terjemahan dari sebagian buku Introductions to Real Analysis karangan
Robert G. Bartle
Drs. Jafar., M.Si
Printed by:
Abu Musa Al Khwarizmi
KOMUNITAS STUDI AL KHWARIZMI
UNAAHA
2012
2. ii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadlirat Allah Swt. karena atas
perkenaannya jualah hand-out ini dapat terselesaikan penyusunannya. Penyusunan hand-
out ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan diskusi Komunitas Studi Al
Khwarizmi Sultra dan masyarakat penimat Kajian Matematika pada umumnya.
Materi hand-out ini terdiri atas 5 (lima) bab, yaitu : Yakni Bab I sampai dengan
Bab 3 adalah materi Analisis Real I, sedangkan Bab 4 dan Bab 5 adalah materi Analisis
Real II.
Tentu saja, hand-out ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat
diharapkan sumbang saran dan kritikan yang konstruktif dari pembaca dalam rangka
perbaikan dan penyempurnaannya, sehingga pada akhirnya dapat dijadikan buku standar
untuk dijadikan buku ajar Analisis Real I dan II. Surat kritikan dan saran anda dapat
anda kirimkan ke: ks.algorizm@gmail.com; karyanto@bismillah.com; Atau melalui
facebook: -Yanto Kendari.
Akhirnya, semoga hand-out ini membawa manfaat yang semaksimal mungkin
bagi siapa saja yang menggunakannya, dan hanya kepada Alloh SWT segala sesuatunya
kita serahkan. Semoga kita termasuk umatNya yang bersyukur dan dimudahkan dalam
memahami ilmu. Amien
Unaaha, Januari 2012
KSA
3. iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
Bab I PENDAHULUAN............................................................................................ 2
1.1 Aljabar Himpunan ................................................................................... 2
1.2 Fungsi ...................................................................................................... 8
1.3 Induksi Matematika ................................................................................. 15
Bab II BILANGAN REAL ........................................................................................ 22
2.1 Sifat Aljabar R ......................................................................................... 22
2.2 Sifat Urutan dalam R ............................................................................... 30
2.3 Nilai Mutlak ............................................................................................ 40
2.4 Sifat Kelengkapan R ................................................................................ 46
2.5 Aplikasi Sifat Supremum ........................................................................ 51
Bab III BARISAN BILANGAN REAL .................................................................... 60
3.1 Barisan dan Limit Barisan ....................................................................... 60
3.2 Teorema-teorema Limit ........................................................................... 72
3.3 Barisan Monoton ..................................................................................... 82
3.4 Subbarisan dan Teorema Bolzano-Weiestrass ......................................... 90
3.5 Kriteria Cauchy ....................................................................................... 97
3.6 Barisan-barisan Divergen Murni ............................................................. 105
Bab IV LIMIT FUNGSI ............................................................................................ 110
4.1 Limit-limit Fungsi ................................................................................... 110
4.2 Teorema-teorema Limit ........................................................................... 123
4.3 Beberapa Perluasan dari Konsep Limit ................................................... 133
Bab V FUNGSI-FUNGSI KONTINU ...................................................................... 149
5.1 Fungsi-fungsi Kontinu ............................................................................. 150
5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu ................................................... 157
5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval ....................................................... 164
5.4 Kekontinuan Seragam ............................................................................. 174
5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers ......................................................... 189
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 201
4. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 2
PENDAHULUAN
Pada bab pertama ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang diperlukan
untuk mempelajari analisis real. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan mengulang sekilas ten-
tang aljabar himpunan dan fungsi, dua alat yang penting untuk semua cabang mate-
matika.
Pada bagian 1.3 kita akan memusatkan perhatian pada metoda pembuktian
yang disebut induksi matematika. Ini berhubungan dengan sifat dasar sistem bilangan
asli, dan walaupun penggunaannya terbatas pada masalah yang khusus tetapi hal ini
penting dan sering digunakan.
1.1. Aljabar Himpunan
Bila A menyatakan suatu himpunan dan x suatu unsurnya, kita akan tuliskan
dengan
x∈A,
untuk menyingkat pernyataan x suatu unsur di A, atau x anggota A, atau x termuat
di A, atau A memuat x. Bila x suatu unsur tetapi bukan di A kita tuliskan dengan
x∉A.
Bila A dan B suatu himpunan sehingga x∈A mengakibatkan x∈B (yaitu,
setiap unsur di A juga unsur di B), maka kita katakan A termuat di B, atau B me-
muat A atau A suatu subhimpunan dari B, dan dituliskan dengan
A ⊆ B atau B ⊇ A.
Bila A ⊆ B dan terdapat unsur di B yang bukan anggota A kita katakan A subhim-
punan sejati dari B.
BAB
1
5. Pendahuluan
Analisis Real I 3
1.1.1. Definisi. Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsur-
unsur yang sama. Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A = B
Untuk membuktikan bahwa A = B, kita harus menunjukkan bahwa A ⊆ B dan
B ⊆ A.
Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau
dengan menyatakan sifat keanggotaan himpunan tersebut. Kata “sifat keanggotaan”
memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P menyatakan sifat keanggotaan (yang
tak bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan
{xP(x)}
untuk menyatakan himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca de-
ngan “himpunan semua x yang memenuhi (atau sedemikian sehinga) P”. Bila dirasa
perlu menyatakan lebih khusus unsur-unsur mana yang memenuhi P, kita dapat juga
menuliskannya dengan
{ x∈SP(x)}
untuk menyatakan sub himpunan S yang memenuhi P.
Beberapa himpunan tertentu akan digunakan dalam bukti ini, dan kita akan
menuliskannya dengan penulisan standar sebagai berikut :
• Himpunan semua bilangan asli, N = {1,2,3,...}
• Himpunan semua bilangan bulat, Z = {0,1,-1,2,-2,...}
• Himpunan semua bilangan rasional, Q = {m/n m,n ∈ Z, n≠0}
• Himpunan semua bilangan real, R.
Contoh-contoh :
(a). Himpunan {x ∈ N x2
-3x+2=0}, menyatakan himpunan semua bilangan asli yang
memenuhi x2
- 3x + 2 = 0. Karena yang memenuhi hanya x = 1 dan x = 2, maka
himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan {1,2}.
(b). Kadang-kadang formula dapat pula digunakan untuk menyingkat penulisan him-
punan. Sebagai contoh himpunan bilangan genap positif sering dituliskan dengan
{2x x∈ N}, daripada {y∈ N y = 2x, x∈ N}.
6. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 4
Operasi Himpunan
Sekarang kita akan mendefinisikan cara mengkonstruksi himpunan baru dari
himpunan yang sudah ada.
1.1.2. Definisi. (a). Bila A dan B suatu himpunan, maka irisan (=interseksi) dari A ⊂
B dituliskan dengan A∩B, adalah himpunan yang unsur-unsurnya terdapat di A juga
di B. Dengan kata lain kita mempunyai
A∩B = {x x∈A dan x∈B}.
(b). Gabungan dari A dan B, dituliskan dengan A∪B, adalah himpunan yang unsur-
unsurnya paling tidak terdapat di salah satu A atau B. Dengan kata lain kita mempun-
yai
A∪B = {x x∈A atau x∈B}.
1.1.3. Definisi. Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong,
dituliskan dengan { } atau ∅. Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai un-
sur bersama (yaitu, A∩B = ∅), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin.
Berikut ini adalah akibat dari operasi aljabar yang baru saja kita definisikan.
Karena buktinya merupakan hal yang rutin, kita tinggalkan kepada pembaca sebagai
latihan.
1.1.4. Teorema. Misalkan A,B dan C sebarang himpunan, maka
(a). A∩A = A, A∪A = A;
(b). A∩B = B∩A, A∪B = B∪A;
(c). (A∩B) ∩C = A∩(B ∩C), (A∪B)∪C = A∪(B∪C);
(d). A∩(B∪C) = (A∩B)∪(A∩C), A∪(B ∩C) = (A∪B) ∩ (A∪C);
Kesamaan ini semua berturut-turut sering disebut sebagai sifat idempoten, ko-
mutatif, asosiatif dan distributif, operasi irisan dan gabungan himpunan.
Melihat kesamaan pada teorema 1.1.4(c), biasanya kita tanggalkan kurung dan
cukup ditulis dengan
A∩B ∩C, A∪B∪C.
7. Pendahuluan
Analisis Real I 5
Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila {A1,A2, ,An} merupakan koleksi
himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang memuat unsur yang merupakan
pa-ling tidak unsur dari suatu Aj, j = 1,2,...,n ; dan terdapat sebuah himpunan B yang
unsur-unsurnya merupakan unsur semua himpunan Aj, j=1,2,...,n. Dengan menang-
galkan kurung, kita tuliskan dengan
A = A1 ∪A2 ∪ ∪ An = {x x∈Aj untuk suatu j},
B = A1 ∩ A2...∩An = {x x∈Aj untuk semua j}.
Untuk mempersingkat penulisan, A dan B di atas sering dituliskan dengan
A = Aj
j 1
n
=
B = Aj
j 1
n
=
Secara sama, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan Aj, maka Aj
j J
∈
menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya paling tidak merupakan unsur dari salah
satu Aj. Sedangkan Aj
j J
∈
, menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur
semua Aj untuk j∈J.
1.1.5. Definisi. Bila A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terha-
dap A, dituliskan dengan AB (dibaca “A minus B”) adalah himpunan yang unsur-
unsurnya adalah semua unsur di A tetapi bukan anggota B. Beberapa penulis meng-
gunakan notasi A - B atau A ~ B.
Dari definisi di atas, kita mempunyai
AB = {x ∈ A x ∉ B}.
Seringkali A tidak dinyatakan secara eksplisit, karena sudah dimengerti/disepakati.
Dalam situasi begini AB sering dituliskan dengan (B).
1.1.6. Teorema. Bila A,B,C sebarang himpunan, maka A(B∪C) = (AB)∩(AC),
A(B∩C) = (AB) ∪(AC).
8. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 6
Bukti :
Kita hanya akan membuktikan kesamaan pertama dan meninggalkan yang
kedua sebagai latihan bagi pembaca. Kita akan tunjukkan bahwa setiap unsur di
A(B∪C) termuat di kedua himpunan (AB) dan (AC), dan sebaliknya.
Bila x di A(B∪C), maka x di A, tetapi tidak di B∪C. Dari sini x suatu unsur
di A, tetapi tidak dikedua unsur B atau C. (Mengapa?). Karenanya x di A tetapi tidak
di B, dan x di A tetapi tidak di C. Yaitu x ∈ AB dan x ∈ AC, yang menunjukkan
bahwa
x ∈(AB)∩(AC).
Sebaliknya, bila x ∈(AB)∩(AC), maka x ∈(AB)dan x ∈ (AC). Jadi x ∈ A
tetapi bukan anggota dari B atau C. Akibatnya x ∈ A dan x ∉ (B∪C), karena itu x ∈
A(B∪C).
Karena himpunan (AB)∩(AC) dan A(B∪C).memuat unsur-unsur yang
sama, menurut definisi 1.1.1 A(B∪C).= (AB)∩(AC).
Produk (hasil kali) Cartesius
Sekarang kita akan mendefinisikan produk Cartesius.
1.1.7. Definisi. Bila A dan B himpunan-himpunan yang tak kosong, maka produk
cartesius A×B dari A dan B adalah himpunan pasangan berurut (a,b) dengan a∈ A dan
b ∈ B.
Jadi bila A = {1,2,3} dan B = {4,5}, maka
A×B = {(1,4),(1,5),(2,4),(2,5),(3,4),(3,5)}
Latihan 1.1.
1. Gambarkan diagram yang menyatakan masing-masing himpunan pada Teorema
1.1.4.
2. Buktikan bagian (c) Teorema 1.1.4.
3. Buktikan bagian kedua Teorema 1.1.4(d).
4. Buktikan bahwa A ⊆ B jika dan hanya jika A∩B = A.
9. Pendahuluan
Analisis Real I 7
5. Tunjukkan bahwa himpunan D yang unsur-unsurnya merupakan unsur dari tepat
satu himpunan A atau B diberikan oleh D = (AB) ∪ (BA). Himpunan D ini ser-
ing disebut dengan selisih simetris dari A dan B. Nyatakan dalam diagram.
6. Tunjukkan bahwa selisih simetris D di nomor 5, juga diberikan oleh
D = (A∪B)(A∩B).
7. Bila A ⊆ B, tunjukkan bahwa B = A(AB).
8. Diberikan himpunan A dan B, tunjukkan bahwa A∩B dan AB saling asing dan
bahwa A = (A∩B) ∪ (AB).
9. Bila A dan B sebarang himpunan, tunjukkan bahwa A∩B = A(AB).
10. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjuk-
kan bahwa E A (E A ), E A (E A )
j j j
j=1
n
j
j 1
n
j 1
n
j 1
n
∩ = ∩ ∪ = ∪
=
=
=
11. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjuk-
kan bahwa E A (E A ), E A (E A )
j
j 1
n
j
j 1
n
j
j=1
n
j
j 1
n
∩ = ∩ ∪ = ∪
= = =
12. Misalkan E sebarang himpunan dan {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan.
Buktikan Hukum De Morgan
E A (E A ), E A (E A ).
j
j 1
n
j
j 1
n
j
j=1
n
j
j 1
n
= = =
= =
Catatan bila EAj dituliskan dengan (Aj), maka kesamaan di atas mempunyai
bentuk
( ) ( )
A A , A A .
j
j 1
n
j
j 1
n
j
j=1
n
j
j 1
n
= = =
=
=
13. Misalkan J suatu himpunan dan untuk setiap j∈J, Aj termuat di E. Tunjukkan
bahwa
( ) ( )
A A , A A .
j
j J
j
j J
j
j J
j
j J
∈ ∈ ∈ ∈
=
=
14. Bila B1 dan B2 subhimpunan dari B dan B = B1 ∪ B2, tunjukkan bahwa
10. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 8
A×B = (A×B1) ∪ (A×B2).
1.2. Fungsi.
Sekarang kita kembali mendiskusikan gagasan fundamental suatu fungsi atau
pemetaan. Akan kita lihat bahwa fungsi adalah suatu jenis khusus dari himpunan,
walaupun terdapat visualisasi lain yang sering lebih bersifat sugesti. Semua dari
bagian terakhir ini akan banyak mengupas jenis-jenis fungsi, tetapi sedikit abstrak di-
bandingkan bagian ini.
Bagi matematikawan abad terdahulu kata “fungsi” biasanya berarti rumus ter-
tentu, seperti
f(x) = x2
+ 3x -5
yang bersesuaian dengan masing-masing bilangan real x dan bilangan lain f(x). Mung-
kin juga seseorang memunculkan kontroversi, apakah nilai mutlak
h(x) = x
dari suatu bilangan real merupakan “fungsi sejati” atau bukan. Selain itu definisi
xdiberikan pula dengan
x=
x, bila x 0
x, bila x < 0
≥
−
Dengan berkembangnya matematika, semakin jelas bahwa diperlukan definisi fungsi
yang lebih umum. Juga semakin penting untuk kita membedakan fungsi sendiri den-
gan nilai fungsi itu. Di sini akan mendefinisikan suatu fungsi dan hal ini akan kita la-
kukan dalam dua tahap.
Definisi pertama :
Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B adalah aturan korespondensi yang
memasangkan masing-masing unsur x di A secara tunggal dengan unsur f(x) di B.
Definisi di atas mungkin saja tidak jelas, dikarenakan ketidakjelasan frase
“aturan korespondensi”. Untuk mengatasi hal ini kita akan mendefinisikan fungsi
de-ngan menggunakan himpunan seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.
11. Pendahuluan
Analisis Real I 9
De-ngan pendefinisian ini dapat saja kita kehilangan kandungan intuitif dari definisi
terdahulu, tetapi kita dapatkan kejelasan.
Ide dasar pendefinisian ini adalah memikirkan gambar dari suatu fungsi;
yaitu, suatu korelasi dari pasangan berurut. Bila kita perhatikan tidak setiap koleksi
pasangan berurut merupakan gambar suatu fungsi, karena sekali unsur pertama dalam
pasangan berurut diambil, unsur keduanya ditentukan secara tunggal.
1.2.1. Definisi. Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah him-
punan pasangan berurut f di A×B sedemikian sehingga untuk masing-masing a ∈ A
terdapat b ∈ B yang tunggal dengan (a,b),(a,b’) ∈ f, maka b = b’. Himpunan A dari
unsur-unsur pertama dari f disebut daerah asal atau “domain” dari f, dan dituliskan
D(f). Sedangkan unsur-unsur di B yang menjadi unsur kedua di f disebut “range” dari
f dan dituliskan dengan R(f). Notasi
f : A → B
menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa f
suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b) suatu
unsur di f, sering ditulis dengan
b = f(a)
daripada (a,b) ∈ f. Dalam hal ini b merupakan nilai f di titik a, atau peta a terhadap f.
Pembatasan dan Perluasan Fungsi
Bila f suatu fungsi dengan domain D(f) dan D1 suatu subhimpunan dari D(f),
seringkali bermanfaat untuk mendefinisikan fungsi baru f1 dengan domain D1 dan
f1(x) = f(x) untuk semua x ∈ D1. Fungsi f1 disebut pembatasan fungsi f pada D1.
Menurut definisi 1.2.1, kita mempunyai
f1 = { (a,b) ∈ f a ∈ D1}
Kadang-kadang kita tuliskan f1 = f D1 untuk menyatakan pembatasan fungsi f pada
himpunan D1.
12. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 10
Konstruksi serupa untuk gagasan perluasan. Bila suatu fungsi dengan domain
D(g) dan D2 ⊇ D(g), maka sebarang fungsi g2 dengan domain D2 sedemikian sehingga
g2(x) = g(x) untuk semua x ∈ D(g) disebut perluasan g pada himpunan D2.
Bayangan Langsung dan Bayangan Invers
Misalkan f : A → B suatu fungsi dengan domain A dan range B.
1.2.2. Definisi. Bila E subhimpunan A, maka bayangan langsung dari E terhadap f
adalah sub himpunan f(E) dari B yang diberikan oleh
f(E) = {f(x) : x ∈ E}.
Bila H subhimpunan E, maka bayangan invers dari H terhadap f adalah subhim-
punan
f-1
(H) dari A, yang diberikan oleh
f-1
(H) = { x ∈ A : f(x) ∈ H}
Jadi bila diberikan himpunan E ⊆ A, maka titik y1 ∈ B di bayangan langsung
f(E) jika dan hanya jika terdapat paling tidak sebuah titik x1 ∈ E sedemikian sehingga
y1 = f(x1). Secara sama, bila diberikan H⊆B, titik x2∈A di dalam bayangan invers f-
1
(H) jika dan hanya jika y2 = f(x2) di H.
1.2.3. Contoh. (a). Misalkan f : R → R didefinisikan dengan f(x) = x2
. Bayangan
langsung himpunan E = {x 0 ≤ x ≤ 2} adalah himpunan f(E) = {y 0 ≤ y ≤ 4}. Bila G
= {y 0 ≤ y ≤ 4}, maka bayangan invers G adalah himpunan f-1
(G) = {x -2 ≤ x ≤ 2}.
Jadi f-1
(f(E)) ≠ E.
Disatu pihak, kita mempunyai f(f-1
(G)) = G. Tetapi bila H = {y -1 ≤ y ≤ 1},
maka kita peroleh f(f-1
(H)) = {x 0 ≤ x ≤ 1} ≠ H.
(b). Misalkan f : A → B, dan G,H subhimpunan dari B kita akan tunjukkan bahwa
f-1
(G∩H) ⊆ f-1
(G)∩ f-1
(H)
Kenyataannya, bila x ∈ f-1
(G∩H) maka f(x) ∈ G∩H, jadi f(x) ∈ G dan f(x) ∈ H. Hal
ini mengakibatkan x ∈ f-1
(G) dan x ∈ f-1
(H). Karena itu x ∈ f-1
(G)∩ f-1
(H), bukti sele-
sai. Sebaliknya, f-1
(G∩H) ⊇ f-1
(G)∩ f-1
(H) juga benar, yang buktinya ditinggalkan se-
bagai latihan.
13. Pendahuluan
Analisis Real I 11
Sifat-sifat Fungsi
1.2.4. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan injektif atau satu-satu bila x1 ≠ x2,
mengakibatkan f(x1) ≠ f(x2). Bila f satu-satu, kita katakan f suatu injeksi.
Secara ekivalen, f injektif jika dan hanya jika f(x1) = f(x2) mengakibatkan x1 =
x2, untuk semua x1,x2 di A.
Sebagai contoh, misalkan A = {x ∈ R x ≠ 1} dan f : A → R dengan f(x) =
x
x 1
−
. Untuk menunjukkan f injektif, asumsikan x1,x2 di A sehingga f(x1) = f(x2).
Maka kita mempunyai
x
x 1
x
x 1
1
1
2
2
−
=
−
yang mengakibatkan (mengapa?) bahwa
x
x 1
x
x 1
1
1
2
2
−
=
−
dan dari sini x1 = x2. Karena
itu f injektif.
1.2.5. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan surjektif atau memetakan A pada B,
bila f(A) = B. Bila f surjektif, kita sebut f suatu surjeksi.
Secara ekivalen, f : A → B surjektif bila range f adalah semua dari B, yaitu
untuk setiap y ∈ B terdapat x ∈ A sehingga f(x) = y.
Dalam pendefinisian fungsi, penting untuk menentukan domain dan himpunan
dimana nilainya diambil. Sekali hal ini ditentukan, maka dapat menanyakan apakah
fungsi tersebut surjektif atau tidak.
1.2.6. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan
surjektif. Bila f bijektif, kita sebut bijeksi.
Fungsi-fungsi Invers
Bila f suatu fungsi dari A ke B, (karenanya, subhimpunan khusus dari A×B),
maka himpunan pasangan berurut di B×A yang diperoleh dengan saling menukar un-
sur pertama dan kedua di f secara umum bukanlan fungsi. Tetapi, bila f injektif, maka
penukaran ini menghasilkan fungsi yang disebut invers dari f.
14. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 12
1.2.7. Definisi. Misalkan f : A → B suatu fungsi injektif dengan domain A dan
range R(f) di B. Bila g = {(b,a)∈B×A (a,b) ∈ f}, maka g fungsi injektif dengan do-
main D(g) = R(f) dan range A. Fungsi G disebut fungsi invers dari f dan dituliskan
dengan f-1
.
Dalam penulisan fungsi yang standar, fungsi f-1
berelasi dengan f sebagai
berikut : y = f-1
(y) jika dan hanya jika y = f(x).
Sebagai contoh, kita telah melihat bahwa fungsi f(x) =
x
x 1
−
didefinisikan un-
tuk x ∈ A = {x x ≠ 1} bersifat injektif. Tidak jelas apakah range dari f semua (atau
hanya sebagian) dari R. Untuk menentukannya kita selesaikan persamaan y =
x
x 1
−
dan diperoleh x =
y
y 1
−
. Dengan informasi ini, kita dapat yakin bahwa rangenya R(f)
= {y y ≠ 1} dan bahwa fungsi invers dari f mempunyai domain {y y ≠ -1} dan f-1
(y)
=
y
y 1
−
.
Bila suatu fungsi injektif, maka fungsi inversnya juga injektif. Lebih dari itu,
fungsi invers dari f-1
adalah f sendiri. Buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
Fungsi Komposisi
Sering terjadi kita ingin mengkomposisikan dua buah fungsi denga mencari
f(x) terlebih dahulu, kemudian menggunakan g untuk memperoleh g(f(x)), tetapi hal
ini hanya mungkin bila f(x) ada di domain g. Jadi kita harus mengasumsikan bahwa
range dari f termuat di domain g.
1.2.8. Definisi. Untuk fungsi f : A → B dan g : B - C, komposisi fungsi gof (perhati-
kan urutannya!) adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan dengan gof(x) = g(f(x))
untuk x ∈ A.
1.2.9. Contoh. (a). Urutan komposisi harus benar-benar diperhatikan. Misalkan f dan
g fungsi-fungsi yang nilainya di x ∈ R ditentukan oleh
f(x) = 2x, g(x) = 3x2
- 1
15. Pendahuluan
Analisis Real I 13
Karena D(g) = R dan R(f) ⊆ R, maka domain D(gof) adalah juga R, dan fungsi kom-
posisi gof ditentukan oleh
gof(x) = 3(2x)2
- 1 = 2x2
- 1
Di lain pihak, domain dari fungsi komposisi gof juga R, tetapi dalam hal ini kita
mempunyai fog(x) = 2(3x2
- 1) = 6x2
- 2. Jadi fog ≠ gof.
(b). Beberapa perhatian harus dilatih agar yakin bahwa range dari f termuat di domain
dari g. Sebagai contoh, bila f(x) = 1 - x2
dan y = x , maka fungsi komposisi yang
diberikan oleh gof(x) = 1 x2
− didefinisikan hanya pada x di D(f) yang memenuhi
f(x) ≥ 0; yaitu, untuk x memenuhi -1 ≤ x ≤ 1. Bila kita tukar urutannya, maka kom-
posisi
fog, diberikan oleh gof(x) = 1 - x, didefinisikan untuk semua x di domain dari g; yaitu
himpunan {x ∈ R : x ≥ 0}.
Teorema berikut memperkenalkan hubungan antara komposisi fungsi dan
petanya. Sedangkan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
1.2.10. Teorema. Misalkan f : A → B dan g : B → C fungsi dan H suatu sub-
himpunan dari C. Maka (fog)-1
(H) = g-1
(f-1
(H)).
Sering terjadi bahwa komposisi dua buah fungsi mewarisi sifat-sifat fungsi
yang didefinisikan. Berikut salah satunya dan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
1.2.11. Teorema. Bila f : A → B dan g : B → C keduanya bersifat injektif, maka
komposisi gof juga bersifat injektif.
Barisan
Fungsi dengan N sebagai domain memeainkan aturan yang sangat khusus
dalam analisis, yang kita akan perkenalkan berikut ini.
1.2.12. Definisi. Suatu barisan dalam himpunan S adalah suatu fungsi yang domain-
nya himpunan bilangan asli N dan rangenya termuat di S.
Untuk barisan X : N → S, nilai X di n∈N sering dituliskan dengan xn dari-
pada (xn), dan nilainya sering disebut suku ke-n barisan tersebut. Barisan itu sendiri
sering dituliskan dengan (xn n ∈ N) atau lebih sederhana dengan (xn). Sebagai con-
16. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 14
toh, barisan di R yang dituliskan dengan ( n n ∈ N) sama artinya dengan fungsi X :
N → R dengan X(n) = n .
Penting sekali untuk membedakan antara barisan (xn n ∈ ) dengan
nilainya
{xn n ∈ N}, yang merupakan subhimpunan dari S. Suku barisan harus dipandang
mempunyai urutan yang diinduksi dari urutan bilangan asli, sedangkan range dari ba-
risan hanya merupakan subhimpunan dari S. Sebagai contoh, suku-suku dari bari-
san ((-1)n
n ∈ N) berganti-ganti antara -1 dan 1, tetapi range dari barisan itu adalah
{-1,1}, memuat dua unsur dari R.
Latihan 1.2.
1. Misalkan A = B = {x∈R -1 ≤ x ≤ 1} dan sub himpunan C = {(x,y) x2
+ y2
= 1}
dari A×B, apakah himpunan ini fungsi ?
2. Misalkan f fungsi pada R yang didefinisikan dengan f(x) = x2
, dan E = {x∈R -1 ≤
x ≤ 0} dan F = {x∈R 0 ≤ x ≤ 1}. Tunjukkan bahwa E∩F = {0} dan f(E∩F) = {0},
sementara f(E) = f(F) = {y∈R 0 ≤ y ≤ 1}. Di sini f(E∩F) adalah subhimpunan se-
jati dari f(E) ∩ f(F). Apa yang terjadi bila 0 dibuang dari E dan F?
3. Bila E dan F seperti latihan no. 2, tentukan EF dan f(E)f(F) dan tunjukkan bahwa
f(EF) ≤ f(E)f(F) salah.
4. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan E,F sub himpunan dari A, maka f(E∪F) = f(E)
∪ f(F) dan f(E ∩ F) ≤ f(E) ∩ f(F)
5. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan G,H sub himpunan dari B,
maka f-1
(G∪H) = f-1
(G) ∪ f-1
(H) dan f-1
(G ∩ H) ≤ f-1
(G) ∩ f-1
(H)
6. Misalkan f didefinisikan dengan f(x) =
x
x 1
2
+
, x ∈R. Tunjukkan bahwa f bijektif
dari R pada {y : -1 ≤ y ≤ 1}..
7. Untuk a,b ∈R dengan a < b, tentukan bijeksi dari A = {x a < x < b} pada B = {y
0 < y < 1}
17. Pendahuluan
Analisis Real I 15
8. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat injektif dan E ⊆ A, maka f-1
(f(E)). Berikan
suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak injektif.
9. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat surjektif dan H ⊆ B, maka f(f-1
(H)). Beri-
kan suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak surjek-
tif.
10.Buktikan bahwa bila f injeksi dari A ke B, maka f-1
= {(b,a) (a,b)∈f} suatu fungsi
dengan domain R(f). Kemudian buktikan bahwa f-1
injektif dan f invers dari f-1
.
11.Misalkan f bersifat injektif. Tunjukkan bahwa f-1
of(x) = x, untuk semua x ∈ D(f)
dan fof-1
(y) = y untuk semua y ∈ R(f).
12. Berikan contoh dua buah fungsi f,g dari R pada R sehingga f ≠ g, tetapi fog = gof
13. Buktikan teorema 1.2.10.
14. Buktikan teorema 1.2.11.
15. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f). Tunjukkan bahwa f in-
jektif dan R(f) ⊆ D(f) dan R(g) ⊇ D(g).
16. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f) dan fog(y) untuk semua y
di D(g). Buktikan bahwa g = f-1.
.
1.3. Induksi Matematika
Induksi matematika merupakan metode pembuktian penting yang akan sering
digunakan dalam buku ini. Metode ini digunakan untuk menguji kebenaran suatu
pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Walau kegunaannya terba-
tas pada masalah tertentu, tetapi induksi matematika sangat diperlukan disemua ca-
bang matematika. Karena banyak bukti induksi mengikuti urutan formal argumen
yang sama, kita akan sering menyebutkan “hasilnya mengikuti induksi matematika”
dan meninggalkan bukti lengkapnya kepada pembaca. Dalam bagian ini kita memba-
has prinsip induksi matematika dan memberi beberapa contoh untuk mengilustrasikan
bagaimana proses bukti induksi.
Kita akan mengasumsikan kebiasaan (pembaca) dengan himpunan bilangan
asli
N = {1,2,3,...}
18. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 16
dengan operasi aritmetika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti
suatu bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat funda-
men-
tal dari N berikut.
1.3.1. Sifat urutan dengan baik dari N. Setiap subhimpunan tak kosong dari N mem-
punyai unsur terkecil.
Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebagai berikut : bila S subhimpunan
dari N dan S ≠ ∅, maka terdapat suatu unsur m ∈ S sedemikian sehingga m ≤ k untuk
semua k ∈ S.
Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu versi
prinsip induksi matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan dari N.
Sifat yang dideskripsikan dalam versi ini kadang-kadang mengikuti turunan sifat N.
1.3.2. Prinsip Induksi Matematika. Misalkan S sub himpunan dari N yang mempu-
nyai sifat
(i).1 ∈ S
(ii).jika k ∈ S., maka k + 1 ∈ S.
maka S = N.
Bukti :
Andaikan S ≠ N. Maka NS tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan baik
NS mempunyai unsur terkecil, sebut m. Karena 1 ∈ S, maka m ≠ 1. Karena itu m > 1
dengan m - 1 juga bilangan asli. Karena m - 1 < m dan m unsur terkecil di NS, maka
m - 1 haruslah di S.
Sekarang kita gunakan hipotesis (2) terhadap unsur k = m - 1 di S, yang
berakibat k + 1 = (m - 1) + 1 = m di S. Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan
bahwa m tidak di S. Karena m diperoleh dengan pengandaian bahwa NS tidak kos-
ong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa NS kosong. Karena itu kita telah buktikan
bahwa S = N.
Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau per-
nyataan tentang bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang n ∈ N, maka P(n)
19. Pendahuluan
Analisis Real I 17
benar untuk beberapa nilai n, tetapi tidak untuk yang lain. Sebagai contoh, bila P(n)
pernyataan “ n2
= n”, maka P(1) benar, sementara P(n) salah untuk semua n ≠ 1,
n∈N. Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai beri-
kut :
Untuk setiap n ∈ N, misalkan P(n) pernyataan tentang n. Misalkan bahwa
(a). P(1) benar
(b). Jika P(k) benar, maka P(k + 1) benar.
Maka P(n) benar untuk semua n ∈ N.
Dalam kaitannya dengan versi induksi matematika terdahulu yang diberikan
pada 1.3.2, dibuat dengan memisalkan S = { n ∈ N P(n) benar}. Maka kondisi (1)
dan (2) pada 1.3.2 berturut-turut tepat bersesuaian dengan (a) dan (b). Kesimpulan S =
N pada 1.3.2. bersesuaian dengan kesimpulan bahwa P(n) benar untuk semua n ∈ N
Dalam (b) asumsi “jika P(k) benar” disebut hipotesis induksi. Di sini, kita ti-
dak memandang pada benar atau salahnya P(k), tetap hanya pada validitas implikasi
“jika P(k) benar, maka P(k+1) benar”. Sebagai contoh, bila kita perhatikan pernyataan
P(n) : n = n + 5, maka (b) benar. Implikasinya “bila k = k + 5, maka k + 1 = k + 6”
juga benar, karena hanya menambahkan 1 pada kedua ruas. Tetapi, karena pernyataan
P(1) : 1 = 2 salah, kita tidak mungkin menggunakan induksi matematika untuk meny-
impulkan bahwa n = n + 5 untuk semua n ∈ N.
Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana prinsip induksi mate-
matika bekerja sebagai metode pembuktian pernyataan tentang bilangan asli.
1.3.3. Contoh. (a). Untuk setiap n ∈ N, jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh
1 + 2 + ... + n = 1
2
n (n + 1).
Untuk membuktikan kesamaan ini, kita misalkan S himpunan n ∈ N, sehingga ke-
samaan tersebut benar. Kita harus membuktikan kondisi (1) dan (2) pada 1.3.2. dipe-
nuhi.
Bila n = 1, maka kita mempunyai 1 = 1
2
.1(1 + 1), jadi 1 ∈ S dan dengan asumsi ini
akan ditunjukkan k + 1 ∈ S. Bila k ∈ S, maka kita mempunyai
1+2+...+k = 1
2
(k+1). (*)
20. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 18
Bila kita tambahkan k+1 pada kedua ruas, kita peroleh
1+2+...+k+(k+1) = 1
2
k(k+1) + (k+1)
= 1
2
(k+1) (k+2)
Karena ini menyatakan kesamaan di atas untuk n = k + 1, kita simpulkan bahwa k + 1
∈ S. Dari sini kondisi (2) pada 1.3.2. dipenuhi. Karena itu dengan prinsip induksi
matematika, kita simpulkan bahwa S = N dan kesamaan (*) benar untuk semua n ∈
N.
(b). Untuk masing-masing n ∈ N, jumlah kuadrat dari n pertama bilangan asli diberi-
kan oleh
12
+22
+...+n2
= 1
6
n(n+1)(2n+1)
Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita catat bahwa formula ini
benar untuk n = 1, karena 12
= 1
6
.1 (1+1)(2+1). Bila kita asumsikan formula ini benar
untuk k, maka dengan menambahkan (k+1)2
pada kedua ruas, memberikan hasil
12
+22
+...+k2
+ (k+1)2
= 1
6
k(k+1)(2k+1) + (k+1)2
= 1
6
(k+1)(2k2
+k+6k+6)
= 1
6
(k+1)(k+2)(2k+3)
Mengikuti induksi matematika, validitas formula di atas berlaku untuk semua n ∈ N.
(c). Diberikan bilangan a,b, kita akan buktikan bahwa a - b faktor dari an
- bn
untuk
semua n ∈ N. Pertama kita lihat bahwa pernyataan ini benar untuk n = 1. Bila
sekarang kita asumsikan bahwa a - b adalah faktor dari ak
- bk
, maka kita tuliskan
ak+1
- bk+1
= ak+1
- abk
+ abk
- bk+1
= a(ak
- bk
) + bk
(a - b).
Sekarang berdasarkan hipotesis induksi a-b merupakan faktor dari a(ak
-bk
). Disamp-
ing itu a-b juga faktor dari bk
(a - b). Dari sini a-b adalah dari ak+1
- bk+1
. Dengan in-
duksi matematika kita simpulkan bahwa a-b adalah faktor dari an
- bn
untuk semua
n∈N.
21. Pendahuluan
Analisis Real I 19
(d). Ketaksamaan 2n
≤ (n+1)!. Dapat dibuktikan dengan induksi matematika sebagai
berikut. Pertama kita peroleh bahwa hal ini benar untuk n = 1. Kemudian kita asumsi-
kan bahwa 2k
≤ (k+1).Dan dengan menggunakan fakta bahwa 2 ≤ (k+2), diperoleh
2k+1
= 2.2k
≤ 2(k+1)! ≤ (k+2)(k+1)! = (k+2)!
Jadi, bila ketaksamaan tersebut berlaku untuk k, maka berlaku pula untuk k+1.
Karenanya dengan induksi matematika, ketaksamaan tersebut benar untuk semua n ∈
N.
(e). Bila r ∈ R, r ≠ 1 dan n ∈ N, maka
1 + r + r2
+ ... + rn
=
1 r
1 r
n 1
−
−
+
Ini merupakan jumlah n suku deret geometri, yang dapat dibuktikan dengan induksi
matematika sebagai berikut. Bila n = 1, kitya mempunyai 1 + r =
1 r
1 r
−
−
2
, jadi formula
tersebut benar. Bila kita asumsikan formula tersebut benar untuk n = k dan tambahkan
rk+1
pada kedua ruas, maka kita peroleh
1+r+ ... +rk
+ rk+1
=
1 r
1 r
k 1
−
−
+
+ rk+1
=
1 r
1 r
k 2
−
−
+
yang merupakan formula kita untuk n = k + 1. Mengikuti prinsip induksi matematika,
maka formula tersebut benar untuk semua n ∈ N.
Hal ini dapat dibuktikan tanpa menggunakan prinsip induksi matematika. Bila
kita misalkan Sn = 1+r+...+rn
, maka rSn = r+r2
+...+rn+1
Jadi
(1-r)Sn = Sn-rSn = 1-rn+1
Bila kita selesaikan untuk Sn, kita peroleh formula yang sama.
(f). Penggunaan prinsip induksi matematika secara ceroboh dapat menghasilkan ke-
simpulan yang slah. Pembaca diharap mencari kesalahan pada “bukti teorema” beri-
kut.
22. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 20
Bila n sebarang bilangan asli dan bila maksimum dari dua bilangan asli p dan
q adalah n, maka p = q. (Akibatnya bila p dan q dua bilangan asli sebarang, maka p =
q).
Bukti :
Misalkan S subhimpunan bilangan asli sehingga pernyataan tersebut benar. Maka 1 ∈
S, karena bila p,q di N dan maksimumnya 1, maka maksimum dari p-1 dan q-1 adalah
k. Karenanya p-1 = q-1, karena k ∈ S, dan dari sini kita simpulkan bahwa p = q. Jadi,
k + 1 ∈ S dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk semua n ∈ N.
(g). Beberapa pernyataan yang benar untuk beberapa bilangan asli, tetapi tidak
untuk semua. Sebagai contoh formula P(n) = n2
- n + 41 memberikan bilangan prima
untuk n =1,2,3,...41. Tetapi, P(41) bukan bilangan prima.
Terdapat versi lain dari prinsip induksi matematika yang kadang-kadang san-
gat berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun sebenarnya ekivalen den-
gan versi terdahulu. Kita akan tinggalkan pada pembaca untuk menunjukkan ekiva-
lensinya dari kedua prinsip ini.
1.3.4. Prinsip Induksi kuat. Misalkan S subhimpunan N sedemikian sehinga 1∈S,
dan bila {1,2,...,k}⊆ S maka k + 1 ∈ S. Maka S = N.
Latihan 1.3
Buktikan bahwa yang berikut berlaku benar untuk semua n ∈ N,
1.
1
1.2
1
2.3
...
1
n(n 1)
n
n 1
+ + +
+
=
+
2. 13
+ 23
+ ... + n3
= [ 1
2
n(n+1)]2
3. 12
-22
+32
-...+(-1)n+1
n(n+1)/2
4. n3
+ 5n dapat dibagi dengan 6
5. 52n
- 1 dapat dibagi dengan 8
6. 5n
- 4n - 1 habis dibagi 16.
7. Buktikan bahwa jumlah pangkat tiga dari bilangan asli yang berturutan n, n+1, n +
2 habis dibagi 9
23. Pendahuluan
Analisis Real I 21
8. Buktikan bahwa n < 2n
untuk semua n ∈ N
9. Tentukan suatu formula untuk jumlah
( )
1
1.3
1
3.5
...
1
2n 1 (2n 1)
+ + +
− +
dan buktikan dugaan tersebut dengan mengunakan induksi matematika. (Dugaan
terhadap pernyataan matematika, sebelum dibuktikan sering disebut “Conjecture”).
10.Tentukan suatu formula untuk jumlah n bilangan ganjil yang pertama
1 + 3 + ... + (2n - 1)
kemudian buktikan dugaan tersebut dengan menggunakan induksi matematika.
11. Buktikan variasi dari 1.3.2. berikut : Misalkan S sub himpunan tak kosong dari N
sedemikian sehingga untuk suatu n0 ∈ N berlaku (a). n0 ∈ S, dan (b) bila k ≥ n0
dan k ∈ S, maka k + 1 ∈ S. Maka S memuat himpunan { n ∈ N n ≥ n0}.
12. Buktikan bahwa 2n
< n! untuk semua n ≥ 4, n ∈ N. (lihat latihan 11).
13. Buktikan bahwa 2n - 3 ≤ 2n-2
untuk semua n ≥ 5, n ∈ N. (lihat latihan 11).
14. Untuk bilangan asli yang mana n2
< 2n
? Buktikan pernyataanmu (lihat latihan
11).
15. Buktikan bahwa
1
1
1
2
...
1
n
n
+ + + > untuk semua n ∈ N.
16. Misalkan S sub himpunan dari N sedemikian sehingga (a). 2k
∈ S untuk semua k
∈ N, dan (b). bila k ∈ S, dan k ≥ 2, maka k - 1 ∈ S. Buktikan S = N.
17. Misalkan barisan (xn) didefinisikan sebagai berikut : x1 = 1, x2 = 2 dan xn+2 =
1
2
(xn+1 + xn) untuk n∈N. Gunakan prinsip induksi kuat 1.3.4 untuk menunjukkan
1 ≤ xn ≤ 2 untuk semua n ∈ N.
24. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 22
BILANGAN REAL
Dalam bab ini kita akan membahas sifat-sifat esensial dari sistem bilangan
real R. Walaupun dimungkinkan untuk memberikan konstruksi formal dengan di-
dasarkan pada himpunan yang lebih primitif (seperti himpunan bilangan asli N atau
himpunan bilangan rasional Q), namun tidak kita lakukan. Akan tetapi, kita perkenal-
kan sejumlah sifat fundamental yang berhubungan dengan bilangan real dan menun-
jukkan bagaimana sifat-sifat yang lain dapat diturunkan darinya. Hal ini lebih berman-
faat dari pada menggunakan logika yang sulit untuk mengkonstruksi suatu model un-
tuk R dalam belajar analisis.
Sistem bilangan real dapat dideskripsikan sebagai suatu “medan/lapangan
lengkap yang terurut”, dan kita akan membahasnya secara detail. Demi kejelasan, kita
tidak akan membahas sifat-sifat R dalam suatu bagian, tetapi kita lebih berkonsentrasi
pada beberapa aspek berbeda dalam bagian-bagian yang terpisah. Pertama kita perke-
nalkan, dalam bagian 2.1, sifat aljabar (sering disebut sifat medan) yang didasarkan
pada ope-rasi penjumlahan dan perkalian. Berikutnya kita perkenalkan, dalam bagian
2.2 sifat urutan dari R, dan menurunkan beberapa konsekuensinya yang berkaitan
dengan ketaksamaan, dan memberi ilustrasi penggunaan sifat-sifat ini. Gagasan ten-
tang nilai mutlak, yang mana didasarkan pada sifat urutan, dibahas secara singkat
pada bagian 2.3.
Dalam bagian 2.4, kita membuat langkah akhir dengan menambah sifat
“kelengkapan” yang sangat penting pada sifat aljabar dan urutan dari R. Kemudian
kita menggunakan sifat kelengkapan R dalam bagian 2.5 untuk menurunkan hasil
fundamental yang berkaitan dengan R, termasuk sifat archimedes, eksistensi akar
(pangkat dua), dan densitas (kerapatan) bilangan rasional di R.
BAB
2
25. Pendahuluan
Analisis Real I 23
2.1 Sifat Aljabar R
Dalam bagian ini kita akan membahas “struktur aljabar” sistem bilangan real.
Pertama akan diberikan daftar sifat penjumlahan dan perkaliannya. Daftar ini men-
dasari semua untuk mewujudkan sifat dasar aljabar R dalam arti sifat-sifat yang lain
dapat dibuktikan sebagai teorema. Dalam aljabar abstrak sistem bilangan real meru-
pakan lapangan/medan terhadap penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat yang akan
disajikan pada 2.1.1 berikut dikenal dengan “Aksioma medan”.
Yang dimaksud operasi biner pada himpunan F adalah suatu fungsi B dengan
domain F×F dan range di F. Jadi, operasi biner memasangkan setiap pasangan berurut
(a,b) dari unsur-unsur di F dengan tepat sebuah unsur B(a,b) di F. Tetapi, disamping
menggunakan notasi B(a,b), kita akan lebih sering menggunakan notasi konvensional
a+b dan a b (atau hanya ab) untuk membicarakan sifat penjumlahan dan perkalian.
Contoh operasi biner yang lain dapat dilihat pada latihan.
2.1.1. Sifat-sifat aljabar R. Pada himpunan bilangan real R terdapat dua operasi
biner, dituliskan dengan “+” dan “ ” dan secara berturut-turut disebut penjumlahan
dan perkalian. Kedua operasi ini memenuhi sifat-sifat berikut :
(A1). a + b = b + a untuk semua a,b di R (sifat komutatif penjumlahan);
(A2). (a + b) + c = a + (b + c) untuk semua a,b,c di R (sifat assosiatif penjumlahan);
(A3) terdapat unsur 0 di R sehingga 0 + a = a dan a + 0 = a untuk semua a di R (ek-
sistensi unsur nol);
(A4). untuk setiap a di R terdapat unsur -a di R, sehingga a + (-a) = 0 dan (-a) + a = 0
(eksistensi negatif dari unsur);
(M1). a b = b a untuk semua a,b di R (sifat komutatif perkalian);
(M2). (a b) c = a (b c) untuk semua a,b,c di R (sifat asosiatif perkalian);
(M3). terdapat unsur 1 di R yang berbeda dari 0, sehingga 1 a = a dan a 1 = a untuk
semua a di R (eksistensi unsur satuan);
(M4). untuk setiap a ≠ 0 di terdapat unsur 1/a di R sehingga a 1/a = 1 dan (1/a) a =
1 (eksistensi balikan);
26. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 24
(D). a (b+c) = (a b) + (a c) dan (b+c) a = (b a) + (c a) untuk semua a,b,c di R (si-
fat distributif perkalian terhadap penjumlahan);
Pembaca perlu terbiasa dengan sifat-sifat di atas. Dengan demikian akan me-
mudahkan dalam penurunan dengan menggunakan teknik dan manipulasi aljabar.
Berikut kita akan dibuktikan beberapa konsekuensi dasar (tetapi penting).
2.1.2 Teorema. (a). Bila z dan a unsur di R sehingga z + a = a, maka z = 0.
(b). Bila u dan b ≠ 0 unsur R sehingga u b = b, maka u = 1.
Bukti :
(a). Dari hipotesis kita mempunyai z + a = a. Kita tambahkan unsur -a (yang eksis-
tensinya dijamin pada (A4)) pada kedua ruas dan diperoleh
(z + a) + (-a) = a + (-a)
Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita
peroleh
(z + a) + (-a) = z + (a + (-a)) = z + 0 = z;
bila kita menggunakan (A4) pada ruas kanan
a + (-a) = 0.
Dari sini kita simpulkan bahwa z = 0.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat
penting.
Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa bila diberikan a di R, maka unsur -a
dan 1/a (bila a ≠ 0) ditentukan secara tunggal.
2.1.3 Teorema. (a). Bila a dan b unsur di R sehinga a + b = 0, maka b = -a.
(b). Bila a ≠ 0 dan b unsur di R sehingga a b = 1, maka b = 1/a.
Bukti :
(a). Bila a + b = 0, maka kita tambahkan -a pada kedua ruas dan diperoleh
(-a) + (a + b) = (-a) + 0.
Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh
(-a) + (a + b) = ((-a) + a) + b = 0 + b = b;
bila kita menggunakan (A3) pada ruas kanan kita dapatkan
27. Pendahuluan
Analisis Real I 25
(-a) + 0 = -a.
Dari sini kita simpulkan bahwa b = -a.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat
penting.
Bila kita perhatikan sifat di atas untuk menyelesaikan persamaan, kita peroleh
bahwa (A4) dan (M4) memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan a + x = 0
dan a x = 1 (bila a ≠ 0) untuk x, dan teorema 2.1.3 mengakibatkan bahwa solusinya
tunggal. Teorema berikut menunjukkan bahwa ruas kanan dari persamaan ini dapat
sebarang unsur di R.
2.1.4 Teorema. Misalkan a,b sebarang unsur di R. Maka :
(a). persamaan a + x = b mempunyai solusi tunggal x = (-a) + b;
(b). bila a ≠ 0, persamaan a x = b mempunyai solusi tunggal x = (1/a) b.
Bukti :
Dengan menggunakan (A2), (A4) dan (A3), kita peroleh
a + ((-a) + b) = (a + (-a)) + b = 0 + b = b,
yang mengakibatkan x = (-a) + b merupakan solusi dari persamaan a + x = b. Untuk
menunjukkan bahwa ini merupakan satu-satunya solusi, andaikan x1 sebarang solusi
dari persamaan tersebut, maka a + x1 = b, dan bila kita tambahkan kedua ruas dengan
-a, kita peroleh
(-a) + (a + x1) = (-a) + b.
Bila sekarang kita gunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh
(-a) + (a + x1) = (-a + a) + x1 = 0 + x1 = x1.
Dari sini kita simpulkan bahwa x1 = (-a) + b.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan.
Sejauh ini, ketiga teorema yang telah dikenalkan kita hanya memperhatikan
penjumlahan dan perkalian secara terpisah. Untuk melihat keterpaduan antara kedua-
nya, kita harus melibatkan sifat distributif (D). Hal ini diilustrasikan dalam teorema
berikut.
2.1.5 Teorema. Bila a sebarang unsur di R, maka :
28. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 26
(a). a 0 = 0 (b). (-1) a = -a
(c). -(-a) = a (d). (-1) (-1) = 1
Bukti :
(a). Dari (M3) kita ketahui bahwa a 1 = a. Maka dengan menambahkan a 0 dan
mengunakan (D) dan (A3) kita peroleh
a + a 0 = a 1 + a 0
= a (1 + 0) = a 1 = a.
Jadi, dengan teorema 2.1.2(a) kita peroleh bahwa a 0 = 0.
(b). Kita gunakan (D), digabung dengan (M3), (A4) dan bagian (a), untuk memperoleh
a + (-1) a = 1 a + (-1) a = 0 a = 0
Jadi, dari teorema 2.1.3(a) kita peroleh (-1) a = - a.
(c). Dengan (A4) kita mempunyai (-a) + a = 0. Jadi dari teorema 2.1.3 (a) diperoleh
bahwa a = - (-a).
(d). Dalam bagian (b) substitusikan a = -1. Maka
(-1) (-1) = -(-1).
Dari sini, kita menggunakan (c) dengan a = 1.
Kita simpulkan deduksi formal kita dari sifat medan (bilangan real) dengan
menutupnya dengan hasil-hasil berikut.
2.1.6 Teorema. Misalkan a,b,c unsur-unsur di R.
(a). Bila a ≠ 0, maka 1/a ≠ 0 dan 1/(1/a) = a
(b). Bila a b = a c dan a ≠ 0, maka b = c
(c). Bila a b = 0, maka paling tidak satu dari a = 0 atau b = 0 benar.
Bukti :
(a). Bila a ≠ 0, maka terdapat 1/a. Andaikan 1/a = 0, maka 1 = a (1/a) = a 0 = 0,
kontradiksi dengan (M3). Jadi 1/a ≠ 0 dan karena (1/a) a = 1, Teorema 2.1.3(b) men-
gakibatkan 1/(1/a) = a.
(b). Bila kita kalikan kedua ruas persamaan a b = a c dengan 1/a dan menggunakan
sifat asosiatif (M2), kita peroleh
((1/a) a) b = ((1/a) a) c.
29. Pendahuluan
Analisis Real I 27
Jadi 1 b = 1 c yang berarti juga b = c
(c). Hal ini cukup dengan mengasumsikan a ≠ 0 dan memperoleh b = 0. (Mengapa?)
Karena a b = 0 = a 0, kita gunakan bagian (b) terhadap persamaan a b = a 0
yang menghasilkan b = 0, bila a ≠ 0.
Teorema-teorema di atas mewakili sebagian kecil tetapi penting dari sifat-sifat
aljabar bilangan real. Banyak konsekuensi tambahan sifat medan R dapat diturunkan
dan beberapa diberikan dalam latihan.
Operasi pengurangan didefinisikan dengan a - b = a + (-b) untuk a,b di R. Se-
cara sama operasi pembagian didefinisikan untuk a,b di R, b ≠ 0 dengan a/b = a (1/b).
Berikutnya, kita akan menggunakan notasi ini untuk pengurangan dan pembagian.
Secara sama, sejak sekarang kita akan tinggalkan titik untuk perkalian dan menulis-
kan ab untuk a b. Sebagaimana biasa kita akan menuliskan a2
untuk aa, a3
untuk
(a2
)a; secara umum, untuk n∈N, kita definisikan an+1
= (an
)a. Kita juga menyetujui
penulisan a0
= 1dan a1
= a untuk sebarang a di R (a ≠ 0). Kita tinggalkan ini sebagai
latihan bagi pembaca untuk membuktikan (dengan induksi) bahwa bila a di R, maka
am+n
= am
an
untuk semua m,n di N. Bila a ≠ 0, kita akan gunakan notasi a-1
untuk 1/a, dan bila
n∈N, kita tuliskan a-n
untuk (1/a)n
, bila memang hal ini memudahkan.
Bilangan Rasional dan Irasional
Kita anggap himpunan bilangan asli sebagai subhimpunan dari R, dengan
mengidentifikasi bilangan asli n∈N sebagai penjumlahan n-kali unsur satuan 1∈R.
Secara sama, kita identifikasi 0∈Z dengan unsur nol di R, dan penjumlahan n-kali
unsur -1 sebagai bilangan bulat -n. Akibatnya, N dan Z subhimpunan dari R.
Unsur-unsur di R yang dapat dituliskan dalam bentuk b/a dengan a,b di Z dan
a ≠ 0 disebut bilangan rasional. Himpunan bilangan rasional di R akan dituliskan de-
ngan notasi standar Q. Jumlah dan hasil kali dua bilangan rasional merupakan bilan-
gan rasional (Buktikan!), dan lebih dari itu, sifat-sifat medan yang dituliskan di awal
bagian
30. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 28
ini dapat ditunjukkan dipenuhi oleh Q.
Fakta bahwa terdapat unsur di R yang tidak di Q tidak begitu saja dikenali.
Pa-
da abad keenam sebelum masehi komunitas Yunani kuno pada masa Pytagoras me-
nemukan bahwa diagonal dari bujur sangkar satuan tidak dapat dinyatakan sebagai
pembagian bilangan bulat. Menurut Teorema Phytagoras tentang segitiga siku-siku,
ini mengakibatkan tidak ada bilangan rasional yang kuadratnya dua. Penemuan ini
mempunyai sumbangan besar pada perkembangan matematika Yunani. Salah satu
konsekuensinya adalah unsur-unsur R yang bukan unsur Q merupakan bilangan yang
dikenal dengan bilangan irrasional, yang berarti bilangan-bilangan itu bukan rasio (=
hasil bagi dua buah) bilangan rasional. Jangan dikacaukan dengan arti tak rasional.
Kita akan tutup bagian ini dengan suatu bukti dari fakta bahwa tidak ada bi-
lang-an rasional yang kuadratnya 2. Dalam pembuktiannya kita akan menggunakan
gagasan bilangan genap dan bilangan ganjil. Kita ingat kembali bahwa bilangan genap
mempu-nyai bentuk 2n untuk suatu n di N, dan bilangan ganjil mempunyai bentuk 2n
- 1 untuk suatu n di N. Setiap bilangan asli bersifat ganjil atau genap, dan tidak pernah
bersifat keduanya.
2.1.7 Teorema. Tidak ada bilangan rasional r, sehingga r2
= 2
Bukti :
Andaikan terdapat bilangan rasional yang kuadratnya 2. Maka terdapat bilan-
gan bulat p dan q sehingga (p/q)2
= 2. Asumsikan bahwa p,q positif dan tidak mem-
punyai faktor persekutuan lain kecuali 1. (Mengapa?) Karena p2
= 2q2
, kita peroleh
bahwa p2
genap. Ini mengakibatkan bahwa p juga genap (karena bila p = 2n - 1ganjil,
maka kuadratnya, p2
= 4n2
- 4n + 1 = 2(2n2
- 2n +1) - 1 juga ganjil). Akibatnya, teo-
rema 2 bukan faktor persekutuan dari p dan q maka haruslah q ganjil.
Karena p genap, maka p = 2m untuk suatu m ∈ , dan dari sini 4m2
= 2q2
, jadi
2m2
= q2
. Akibatnya q2
genap, yang diikuti q juga genap, dengan alasan seperti pada
paragraf terdahulu.
31. Pendahuluan
Analisis Real I 29
Dari sini kita sampai pada kontradiksi bahwa tidak ada bilangan asli yang ber-
sifat genap dan ganjil.
Latihan 2.1
Untuk nomor 1 dan 2, buktikan bagian b dari teorema
1. 2.1.2
2. 2.1.3.
3. Selesaikan persamaan berikut dan sebutkan sifat atau teorema mana yang anda
gunakan pada setiap langkahnya.
(a). 2x + 5 = 8; (b). 2x + 6 = 3x + 2;
(c). x2
= 2x; (d). (x - 1) (x + 2) = 0.
4. Buktikan bahwa bila a,b di R, maka
-(a + b) = (-a) + (-b) (b). (-a) (-b) = a b
(-a) = -(1/a) bila a ≠ 0 (d). -(a/b) = (-a)/b bila b ≠ 0
5. Bila a,b di R dan memenuhi a a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1
6. Bila a ≠ 0 dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa 1/(ab) = (1/a) (1/b)
7. Gunakan argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak
ada bilangan rasional s, sehingga s2
= 6.
8. Modifikasi argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa ti-
dak ada bilangan rasional t, sehingga t2
= 3.
9. Tunjukkan bahwa bila ξ di R irasional dan r ≠ 0 rasional, maka r + ξ dan rξ ira-
sional.
10. Misalkan B operasi biner pada R. Kita katakan B :
(i). komutatif bila B(a,b) = B(b,a) untuk semua a,b di R.
(ii). asosiatif bila B(a,B(a,c)) = B(B(a,b),c) untuk semua a,b,c di R.
(iii). mempunyai unsur identitas bila terdapat unsur e di R sehingga B(a,e) = a =
B(e,a), untuk semua a di R
Tentukan sifat-sifat mana yang dipenuhi operasi di bawah ini
(a). B1(a,b) = 1
2
(a + b) (b). B2(a,b) = 1
2
(ab)
(c). B3(a,b) = a - b (d). B4(a,b) = 1 + ab
32. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 30
11. Suatu operasi biner B pada R dikatakan distributif terhadap penjumlahan bila me-
menuhi B(a,b + c) = B(a,b) + B(a,c) untuk semua a,b,c di R. Yang mana (bila
ada) dari operasi nomor 12 yang bersifat distributif terhadap penjumlahan?.
12. Gunakan induksi matematika untuk menunjukan bahwa bila a di R dan m,n di N,
maka am+n
= am
an
dan (am
)n
= am n
.
13. Buktikan bahwa bilangan asli tidak dapat bersifat genap dan ganjil secara ber-
samaan.
2.2. Sifat Urutan Dalam R
Sifat urutan R mengikuti gagasan positivitas dan ketaksamaan antara dua bi-
lang-an real. Seperti halnya pada struktur aljabar sistem bilangan real, di sini kita
utamakan beberapa sifat dasar sehingga sifat yang lain dapat diturunkan. Cara paling
sederhana yaitu dengan mengidentifikasi sub himpunan tertentu dari R dengan meng-
gunakan gagasan “positivitas”.
2.2.1 Sifat Urutan dari R. Terdapat sub himpunan tak kosong P dari R, yang disebut
himpunan bilangan real positif, yang memenuhi sifat-sifat berikut :
(i). Bila a,b di P, maka a + b di P
(ii). Bila a,b di P, maka a b di P
(iii).Bila a di R, maka tepat satu dari yang berikut dipenuhi
a ∈ P, a = 0, -a ∈ P
Dua sifat yang pertama kesesuaian urutan dengan operasi penjumlahan dan
perkalian. Kondisi (iii) biasa disebut “Sifat Trikotomi”, karena hal ini membagi R
menjadi tiga daripada unsur yang berbeda. Hal ini menyatakan bahwa himpunan {-a
a ∈ P} bilangan real negatif tidak mempunyai unsur sekutu di P, dan lebih dari itu, R
gabungan tiga himpunan yang saling lepas.
2.2.2 Definisi. Bila a∈P, kita katakan a bilangan real positif (atau positif kuat) dan
kita tulis a > 0. Bila a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak negatif dan ditulis a ≥
0.
33. Pendahuluan
Analisis Real I 31
Bila -a∈P, kita katakan a bilangan real negatif (atau negatif kuat) dan kita tulis
a < 0. Bila -a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak positif dan ditulis a ≤ 0.
Sekarang kita perkenalkan gagasan tentang ketaksamaan antara unsur-unsur R
dalam himpunan bilangan positif P.
2.2.3 Definisi. Misalkan a,b di R.
(i). Bila a - b ∈ P, maka kita tulis a > b atau b < a.
(ii). Bila a - b ∈ P∪{0} maka kita tulis a ≥ b.atau b ≤ a.
Untuk kemudahan penulisan, kita akan menggunakan a < b < c, bila a < b dan
b < c dipenuhi. Secara sama, bila a ≤ b dan b ≤ c benar, kita akan menuliskannya de-
ngan
a ≤ b ≤ c
Juga, bila a ≤ b dan b < d benar, dituliskan dengan
a ≤ b < d
dan seterusnya.
Sifat Urutan
Sekarang akan kita perkenalkan beberapa sifat dasar relasi urutan pada R. Ini
merupakan aturan ketaksamaan yang biasa kita kenal dan akan sering kita gunakan
pada pembahasan selanjutnya.
2.2.4 Teorema. Misalkan a,b,c di R.
(a). Bila a > b dan b > c, maka a > c
(b). Tepat satu yang berikut benar : a > b, a = b dan a < b
(c). Bila a ≥ b dan b ≥ a, maka a = b
Bukti :
(a). . Bila a - b ∈ P dan b - c ∈ P, maka 2.2.1(i) mengakibatkan bahwa (a - b) + (b -
c) = a - c unsur di P. Dari sini a > c.
(b). . Dengan sifat trikotomi 2.2.1(iii), tepat satu dari yang berikut benar : a - b ∈ P, a
- b = 0, -(a - b) = b - a ∈ P.
34. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 32
(c). . Bila a ≠ b, maka a - b ≠ 0, jadi menurut bagian (b) kita hanya mempunyai a - b
∈ P atau b - a ∈ P., yaitu a > b atau b > a. Yang masing-masing kontradiksi den-
gan satu dari hipotesis kita. Karena itu a = b.
Adalah hal yang wajar bila kita berharap bilangan asli merupakan bilangan
positif. Kita akan tunjukkan bagaimana sifat ini diturunkan dari sifat dasar yang
diberikan dalam 2.2.1. Kuncinya adalah bahwa kuadrat dari bilangan real tak nol posi-
tif.
2.2.5 Teorema. (a). Bila a∈R dan a ≠ 0, maka a2
> 0
(b). 1 > 0
(c). Bila n∈N, maka n > 0
Bukti :
(a). Dengan sifat trikotomi bila a ≠ 0, maka a ∈ P atau -a ∈ P. Bila a ∈ P., maka de-
ngan 2.2.1(ii), kita mempunyai a2
= a.a ∈ P. Secara sama bila -a ∈ P, maka 2.2.1
(ii), kita mempunyai (-a).(-a) ∈ P. Dari 2.1.5(b) dan 2.1.5(d) kita mempunyai
(-a).(-a) = ((-1)a) ((-1)a) = (-1)(-1).a2
= a2
,
jadi a2
∈ P. Kita simpulkan bahwa bila a ≠ 0, maka a2
> 0.
(b). Karena 1 = (1)2
, (a) mengakibatkan 1 > 0.
(c). Kita gunakan induksi matematika, validitas untuk n = 1 dijamin oleh (b). Bila per-
nyataan k > 0, dengan k bilangan asli, maka k∈P. Karena 1 ∈ P, maka k + 1 ∈ P,
menurut 2.2.1(i) . Dari sini pernyataan n > 0 untuk semua n∈N benar.
Sifat berikut berhubungan dengan urutan di R terhadap penjumlahan dan per-
kalian. Sifat-sifat ini menyajikan beberapa alat yang memungkinkan kita bekerja den-
gan ketaksamaan.
2.2.6 Teorema. Misalkan a,b,c,d ∈ R
(a). bila a > b, maka a + c > b + c
(b).bila a > b dan c > d, maka a + c > b + d
(c). bila a > b dan c > 0, maka ca > cb
bila a > b dan c < 0, maka ca < cb
35. Pendahuluan
Analisis Real I 33
(d).bila a > 0, maka 1/a > 0
bila a < 0, maka 1/a < 0
Bukti :
(a). Bila a - b ∈ P, maka (a + c) - (b + c) unsur di P. Jadi a + c > b + c
(b).Bila a - b ∈ P dan c - d ∈ P, maka (a + c) - (b + d) = (a - b) + (c - d) juga unsur di
P menurut 2.2.1(i). Jadi, a + c > b + d.
(c). Bila a - b ∈ P dan c ∈ P, maka ca - cb = c(a - b) ∈ P menurut 2.2.1(ii), karena itu
ca > cb, bila c > 0. Dilain pihak, bila c < 0, maka -c ∈ P sehingga cb - ca = (-c)(a -
b) unsur di P. Dari sini, cb > ca bila c < 0.
(d).Bila a > 0, maka a ≠ 0 (menurut sifat trikotomi), jadi 1/a ≠ 0 menurut 2.1.6(a).
Andaikan 1/a < 0, maka bagian (c) dengan c = 1/a mengakibatkan bahwa 1 =
a(1/a) < 0, kontradiksi dengan 2.2.5(b). Karenanya 1/a > 0.
Secara sama, bila a < 0, maka kemungkinan 1/a > 0 membawa ke sesuatu yang
kontradiksi yaitu 1 = a(1/a) < 0.
Dengan menggabung 2.2.6(c) dan 2.2.6(d), kita peroleh bahwa
1
n
dengan n
sebarang bilangan asli adalah bilangan positif. Akibatnya bilangan rasional dengan
bentuk
m
n
= m
1
n
, untuk m dan n bilangan asli, adalah positif.
2.2.7 Teorema. Bila a dan b unsur di R dan bila a < b, maka a < 1
2
(a + b) < b.
Bukti :
Karena a < b, mengikuti 2.2.6(a) diperoleh bahwa 2a = a + a < a + b dan juga a + b <
b + b = 2b. Karena itu kita mempunyai
2a < a + b < 2b
Menurut 2.2.5(c) kita mempunyai 2 > 0, karenanya menurut 2.2.6(d) kita peroleh 1
2
>
0. Dengan menggunakan 2.2.6(c) kita dapatkan
a = 1
2
(2a) < 1
2
(a + b) < 1
2
(2b) = b
36. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 34
Dari sifat urutan yang telah dibahas sejauh ini, kita tidak mendapatkan bilan-
gan real positif terkecil. Hal ini akan ditunjukkan sebagai berikut :
2.2.8 Teorema Akibat. Bila b ∈ R dan b > 0, maka 0 < 1
2
b < b.
Bukti :
Ambil a = 0 dalam 2.2.7.
Dua hasil yang berikut akan digunakan sebagai metode pembuktian selanjut-
nya. Sebagai contoh, untuk membuktikan bahwa a ≥ 0 benar-benar sama dengan 0,
kita lihat pada hasil berikut bahwa hal ini cukup dengan menunjukkan bahwa a
kurang dari sebarang bilangan positif manapun.
2.2.9 Teorema. Bila a di R sehingga 0 ≤ a < ε untuk setiap ε positif, maka a = 0.
Bukti :
Andaikan a > 0. Maka menurut 2.2.8 diperoleh 0 < 1
2
a <a. Sekarang tetapkan ε0 =
1
2
a, maka 0 < ε0 < a. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa 0 < ε untuk setiap ε
positif. Jadi a = 0.
2.2.10 Teorema. Misalkan a,b di R, dan a - ε < b untuk setiap ε >0. Maka a ≤ b.
Bukti :
Andaikan b < a dan tetapkan ε0 = 1
2
(a - b). Maka ε0 dan b < a - ε0, kontradiksi dengan
hipotesis. (Bukti lengkapnya sebagai latihan).
Hasil kali dua bilangan positif merupakan bilangan positif juga. Tetapi, posi-
tivitas suatu hasil kali tidak mengakibatkan bahwa faktor-faktornya positif. Ken-
yataannya adalah kedua faktor tersebut harus bertanda sama (sama-sama positif atau
sama-sama negatif), seperti ditunjukkan berikut ini.
2.2.11 Teorema. Bila ab > 0, maka
(i). a > 0 dan b > 0 atau
(ii).a < 0 dan b < 0
Bukti :
37. Pendahuluan
Analisis Real I 35
Pertama kita catat bahwa ab > 0 mengakibatkan a ≠ 0 dan b ≠ 0 (karena bila a
= 0 dan b = 0, maka hasil kalinya 0). Dari sifat trikotomi, a > 0 atau a < 0. Bila a >0,
maka 1/a > 0 menurut 2.2.6(d) dan karenanya
b = 1.b = ((1/a)a) b = (1/a) (ab) > 0
Secara sama, bila a < 0, maka 1/a < 0, sehingga b = (1/a) (ab) < 0.
2.2.12 Teorema Akibat. Bila ab < 0, maka
(i). a < 0 dan b > 0 atau
(ii).a > 0 dan b < 0
Buktinya sebagai latihan.
Ketaksamaan
Sekarang kita tunjukkan bagaimana sifat urutan yang telah kita bahas dapat
digunakan untuk menyelesaikan ketaksamaan. Pembaca diminta memeriksa dengan
hati-hati setiap langkahnya.
2.2.13 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari semua bilangan real x yang memenuhi 2x = 3 ≤ 6.
Kita catat bahwa x ∈ A ⇔ 2x + 3 ≤ 6 ⇔ 2x ≤ 3 ⇔ x ≤ 3/2.
Karenanya, A = {x ∈ R x ≤ 3/2}.
(b).Tentukan himpunan B = {x ∈ R x2
+ x > 2}
Kita ingat kembali bahwa teorema 2.2.11 dapat digunakan. Tuliskan bahwa x
∈ B ⇔ x2
+ x - 2 > 0 ⇔ (x - 1) (x + 2) > 0. Karenanya, kita mempunyai (i). x - 1
> 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 < 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i). kita mem-
punyai x > 1 dan x > -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x > 1. Dalam kasus (ii)
kita mempunyai x < 1 dan x < -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x < -2.
Jadi B = {x ∈ R x > 1}∪{x ∈ R x < -2}.
(c). Tentukan himpunan C = {x ∈ R (2x + 1)/(x + 2) < 1}. Kita catat bahwa x ∈ C ⇔
(2x + 1)/(x + 2) - 1 < 0 ⇔ (x - 1)/(x + 2) < 0. Karenanya, kita mempunyai (i).x - 1
< 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 > 0 dan x + 2 < 0 (Mengapa?). Dalam kasus (i)
kita harus mempunyai x < 1 dan x > -2, yang dipenuhi, jika dan hanya jika -2 < x
38. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 36
< 1, sedangkan dalam kasus (ii), kita harus mempunyai x > 1 dan x < -2, yang ti-
dak akan pernah dipenuhi.
Jadi kesimpulannya adalah C = {x ∈ R -2 < x < 1}.
Contoh berikut mengilustrasikan penggunaan sifat urutan R dalam pertak-
samaan. Pembaca seharusnya membuktikan setiap langkah dengan mengidentifikasi
sifat-sifat yang digunakan. Hal ini akan membiasakan untuk yakin dengan setiap lang-
kah dalam pekerjaan selanjutnya. Perlu dicatat juga bahwa eksistensi akar kuadrat dari
bilangan positif kuat belum diperkenalkan secara formal, tetapi eksistensinya kita ter-
ima dalam membicarakan contoh-contoh berikut.
(Eksistensi akar kuadrat akan dibahas dalam 2.5).
2.2.14. Contoh-contoh. (a). Misalkan a ≥ 0 dan b ≥ 0. Maka (i). a < b ⇔ a2
< b2
⇔
a b
<
Kita pandang kasus a > 0 dan b > 0, dan kita tinggalkan kasus a = 0 kepada
pembaca. Dari 2.2.1(i) diperoleh bahwa a + b > 0. Karena b2
- a2
= (b - a) (b + a),
dari 2.2.6(c) diperoleh bahwa b - a > 0 mengakibatkan bahwa b - a > 0.
Bila a > 0 dan b > 0, maka a b
> >
0 dan 0 , karena a = ( a )2
dan b =
( b )2
, maka bila a dan b berturut-turut diganti dengan a dan b , dan kita guna-
kan bukti di atas diperoleh a < b ⇔ a b
<
Kita juga tinggalkan kepada pembaca untuk menunjukkan bahwa bila a ≥ 0
dan b ≥ 0, maka
a ≤ b ⇔ a2
≤ b2
⇔ a ≤ b
(b). Bila a dan b bilangan bulat positif, maka rata-rata aritmatisnya adalah 1
2
(a + b)
dan rata-rata geometrisnya adalah ab . Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris
diberikan oleh
ab ≤ 1
2
(a + b) (2)
dan ketaksamaan terjadi jika dan hanya jika a = b.
39. Pendahuluan
Analisis Real I 37
Untuk membuktikan hal ini, perhatikan bahwa bila a > 0, b > 0, dan a ≠ b,
maka a > 0, b > 0 dan a ≠ b (Mengapa?). Karenanya dari 2.2.5(a) diperoleh
bahwa ( a - b )2
> 0. Dengan mengekspansi kuadrat ini, diperoleh
a - 2 ab + b > 0,
yang diikuti oleh
ab < 1
2
(a + b).
Karenanya (2) dipenuhi (untuk ketaksamaan kuat) bila a ≠ b. Lebih dari itu, bila a = b
(> 0), maka kedua ruas dari (2) sama dengan a, jadi (2) menjadi kesamaan. Hal ini
membuktikan bahwa (2) dipenuhi untuk a > 0, b > 0.
Dilain pihak, misalkan a > 0, b > 0 dan ab < 1
2
(a + b). Maka dengan meng-
kuadratkan kedua ruas kemudian mengalikannya dengan 4, kita peroleh
4ab = (a + b)2
= a2
+ 2ab + b2
,
yang diikuti oleh
0 = a2
- 2ab + b2
= (a - b)2
.
Tetapi kesamaan ini mengakibatkan a = b (Mengapa?). Jadi kesamaan untuk (2) men-
gakibatkan a = b.
Catatan : Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris yang umum untuk bilangan positif a1, a2,...,an
adalah
(a1 a2 ... an)1/n
≤
a a a
1 2
+ + +
...
n
n
(3)
dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika a1 = a2 = ... = an.
(c). Ketaksamaan Bernoulli. Bila x > -1, maka
(1 + x)n
≥ 1 + nx ; untuk semua n ∈ N. (4)
Buktinya dengan menggunakan induksi matematika. Untuk n = 1, menghasilkan ke-
samaan sehingga pernyataan tersebut benar dalam kasus ini. Selanjutnya, kita asumsi-
kan bahwa ketaksamaan (4) valid untuk suatu bilangan asli n, dan akan dibuktikan
valid juga untuk n + 1. Asumsi (1 + x)n
≤ 1 + nx dan fakta 1 + x > 0 mengakibatkan
bahwa
40. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 38
(1 + x)n+1
= (1 + x)n
(1 + x)
≥ (1 + nx) (1 + x) = 1 + (n + 1)x + nx2
≥ 1 + (n + 1)x
Jadi, ketaksamaan (4) valid untuk n + 1, bila valid untuk n. Dari sini, ketaksamaan (4)
valid untuk semua bilangan asli.
(d). Ketaksamaan Cauchy. Bila n∈N dan a1, a2, ... ,an dan b1, b2, ..., bn bilangan real
maka
(a1b1+ ... + anbn)2
≤ (a1
2
+ ... + an
2
) (b1
2
+ ... + bn
2
). (5)
Lebih dari itu, bila tidak semua bj = 0, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi jika dan
hanya jika terdapat bilangan real s, sehingga
a1 = sb1, ..., an = sbn.
Untuk membuktikan hal ini kita definisikan fungsi F : R → R, untuk t∈R
de-ngan
F(t) = (a1 - tb1)2
+ ... + (an - tbn)2
.
Dari 2.2.5(a) dan 2.2.1(i) diperoleh bahwa F(t) ≥ 0 untuk semua t∈R. Bila kuadratnya
diekspansikan diperoleh
F(t) = A - 2Bt + Ct2
≥ 0,
dengan A,B,C sebagai berikut
A = a1
2
+ ... + an
2
;
B = a1b1 + ... + anbn;
C = b1
2
+ ... + bn
2
.
Karena fungsi kuadrat F(t) tak negatif untuk semua t ∈ R, hal ini tidak mungkin
mempunyai dua akar real yang berbeda. Karenanya diskriminannya
∆ = (-2B)2
- 4AC = 4(B2
- AC)
harus memenuhi ∆ ≤ 0. Karenanya, kita mempunyai B ≤ AC, yang tidak lain adalah
(5).
Bila bj = 0, untuk semua j = 1, ..., n, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi untuk
sebarang aj. Misalkan sekarang tidak semua bj = 0. Maka, bila aj = sbj untuk suatu
41. Pendahuluan
Analisis Real I 39
s∈R dan semua j = 1, ..., n, mengakibatkan kedua ruas dari (5) sama dengan s2
(b1
2
+
... +bn
2
)2
. Di lain pihak bila kesamaan untuk (5) dipenuhi, maka haruslah ∆ = 0, se-
hingga terdapat akar tunggal s dari persamaan kuadrat F(t) = 0. Tetapi hal ini men-
gakibatkan (mengapa?) bahwa
a1 - sb1 = 0, ..., an - sbn = 0
yang diikuti oleh aj = sbj untuk semua j = 1, ..., n.
(e). Ketaksamaan Segitiga. Bila n ∈ N dan a1, ..., an dan b1, ..., bn bilangan real maka
[(a1 + b1)2
+ ... + (an + bn)2
]1/2
≤ [a1
2
+ ... + an
2
]1/2
+ [b1
2
+ ... + bn
2
]1/2
(6)
lebih dari itu bila tidak semua bj = 0, kesamaan untuk (6) dipenuhi jika dan hanya jika
terdapat bilangan real s, sehingga a1 = sb1, ..., an = sbn.
Karena (aj + bj)2
= aj
2
+ 2ajbj + bj
2
untuk j = 1, ..., n,dengan menggunakan
ketaksamaan Cauchy (5) [A,B,C seperti pada (d)], kita mempunyai
(a1 + b1)2
+ ... + (an + bn)2
= A + 2B + C
≤ A + 2 AC + C = ( A + C )2
Dengan mengunakan bagian (a) kita mempunyai (mengapa?)
[(a1 + b1)2
+ ... + (an + bn)2
]1/2
≤ A + C ,
yang tidak lain adalah (b).
Bila kesamaan untuk (b) dipenuhi, maka B = AC , yang mengakibatkan ke-
samaan dalam ketaksamaan Cauchy dipenuhi.
Latihan 2.2
1. (a). Bila a ≤ b dan c < d, buktikan bahwa a + c < b + d.
(b). Bila a ≤ b dan c ≤ d, buktikan bahwa a + c ≤ b + d.
2. (a). Bila 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan bahwa 0 < ac < bd
(b). Bila 0 < a < b dan 0 ≤ c ≤ d, buktikan bahwa 0 ≤ ac ≤ bd.
Juga tunjukkan dengan contoh bahwa ac < bd tidak selalu dipenuhi.
3. Buktikan bila a < b dan c < d, maka ad + bc < ac + bd.
4. Tentukan bilangan real a,b,c,d yang memenuhi 0 < a < b dan c < d < 0, sehingga
(i). ac < bd, atau (ii). bd < ac.
5. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a2
+ b2
= 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0.
42. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 40
6. Bila 0 ≤ a < b, buktikan bahwa a2
≤ ab < b2
. Juga tunjukkan dengan contoh bahwa
hal ini tidak selalu diikuti oleh a2
< ab < b2
.
7. Tunjukan bahwa bila 0 < a < b, maka a < ab < b dan 0 < 1/b < 1/a.
8. Bila n ∈ N, tunjukan bahwa n2
≥ n dan dari sini 1/n2
≤ 1/n.
9.Tentukan bilangan real x yang memenuhi
(a). x2
> 3x + 4; (b). 1 < x2
< 4;
(c). 1/x < x; (d). 1/x < x2
.
10. Misal a,b ∈ R dan untuk setiap ε > 0 kita mempunyai a ≤ b + ε.
(a). Tunjukkan bahwa a ≤ b.
(b). Tunjukkan bahwa tidak selalu dipenuhi a < b.
11. Buktikan bahwa ( 1
2
(a + b))2
≤ 1
2
(a2
+ b2
) untuk semua a,b ∈ R. Tunjukkan
bahwa kesamaan dipenuhi jika dan hanya jika a = b.
12. (a). Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa 0 < c2
< c < 1
(b). Bila 1 < c, tunjukkan bahwa 1 < c < c2
13. Bila c > 1, tunjukkan bahwa cn
≥ c untuk semua n ∈ N. (Perhatikan ketaksamaan
Bernoulli dengan c = 1 + x).
14. Bila c > 1, dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa cm
> cn
jika dan hanya jika m > n.
15. Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa cn
≤ c untuk semua n ∈ N.
16. Bila 0 < c < 1 dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa cm
< cn
jika dan hanya jika m > n.
17. Bila a > 0, b > 0 dan n ∈ N, tunjukkan bahwa a < b jika dan hanya jika an
< bn
.
18. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Buktikan bahwa
n2
≤ (c1 + c2 + ... + cn)( )
1 1 1
1 2
c c c
+ + +
...
n
19. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Tunjukkan bahwa
[ ]
c c c
c c c
1 2
1
2
2
2 2 1 2
+ + +
≤ + + +
...
n
...
n
n
/
≤ c1 + c2 + ... + cn
20. Asumsikan eksistensi akar dipenuhi, tunjukkan bahwa bila c > 1, maka c1/m
< c1/n
jika dan hanya jika m > n.
2.3. Nilai Mutlak
43. Pendahuluan
Analisis Real I 41
Dari sifat trikotomi 2.2.1(ii), dijamin bahwa bila a ∈ R dan a ≠ 0, maka tepat
satu dari bilangan a atau -a positif. Nilai mutlak dari a ≠ 0 didefinisikan sebagai bi-
langan yang positif dari keduanya. Nilai mutlak dari 0 didefinisikan 0.
2.3.1 Definisi. Bila a ∈ R, nilai mutlak a, dituliskan dengan a, didefinisikan den-
gan
a
a a
a
a a
=
−
, bila > 0
0 , bila = 0
, bila < 0
Sebagai contoh 3 = 3 dan −2 = 2. Dari definisi ini kita akan melihat bahwa
a ≥ 0, untuk semua a ∈ R. Juga a = a bila a ≥ 0, dan a = -a bila a < 0.
2.3.2 Teorema. (a). a = 0 jika dan hanya jika a = 0
(b). -a = a, untuk semua a ∈ R.
(c). ab = ab, untuk semua a,b ∈ R.
(d). Bila c ≥ 0, maka a ≤ c jika dan hanya jika -c ≤ a ≤ c.
(e). - a ≤ a ≤ a untuk semua a ∈ R.
Bukti :
(a). Bila a = 0, maka a = 0. Juga bila a ≠ 0, maka -a ≠ 0, jadi a ≠ 0. Jadi bila a
= 0, maka a = 0.
(b). Bila a = 0, maka 0 = 0 = 0. Bila a > 0, maka -a < 0 sehingga a = a = -(-a)
= -a. Bila a < 0, maka -a > 0, sehinga a = -a = -a.
(c). Bila a,b keduanya 0, maka ab dan ab sama dengan 0. Bila a > 0 dan b > 0,
maka ab > 0, sehingga ab = ab = ab. Bila a > 0 dan b < 0, maka ab < 0, se-
hingga ab = -ab = a(-b) = ab. Secara sama untuk dua kasus yang lain.
(d). Misalkan a ≤ c. Maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?) Karena
ke-taksamaan terakhir ekivalen dengan a ≥ -c, maka kita mempunyai -c ≤ a ≤ c. Se-
balik-nya, bila -c ≤ a ≤ c, maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?), se-
hingga a ≤ c.
(e). Tetapkan c = a pada (d).
44. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 42
Ketaksamaan berikut akan sering kita gunakan.
2.3.3. Ketaksamaan Segitiga. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai
a b a b
+ ≤ +
Bukti :
Dari 2.3.2(e), kita mempunyai -a ≤ a ≤ a dan -b ≤ b ≤ b. Kemudian dengan
menambahkan dan menggunaka 2.2.6(b), kita peroleh
( )
− + ≤ + ≤ +
a b a b a b
Dari sini, kita mempunyai a b a b
+ ≤ + dengan menggunakan 2.3.2(d).
Terdapat banyak variasi penggunaan Ketaksamaan Segitiga. Berikut ini dua di
antaranya.
2.3.4 Teorema Akibat. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai
(a). a b a b
− ≤ −
(b). a b a b
− ≤ +
Bukti :
(a). Kita tuliskan a = a - b + b dan gunakan Ketaksamaan Segitiga untuk memperoleh
a a b b a b b
= − + ≤ − + .
Sekarang kita kurangi dengan b untuk memperoleh a b a b
− ≤ − . Secara
sama, dari b b a a b a a
= − + ≤ − + dan 2.3.2(b), kita peroleh − −
a b = − −
b a
≤ −
a b . Bila kedua ketaksamaan ini kita kombinasikan, dengan menggunakan
2.3.2(d), kita memperoleh ketaksamaan di (a).
(b). Tukar b pada Ketaksamaan Segitiga dengan -b untuk memperoleh a b
− ≤
a+-b Karena − =
b b [menurut 2.3.2(b)] kita dapatkan ketaksamaan (b).
Aplikasi langsung induksi matematika memperluas Ketaksamaan Segitiga un-
tuk sejumlah hingga bilangan real.
2.3.5 Teorema Akibat. Untuk sebarang a1, a2,...,an ∈ R, kita mempunyai
a a a a a a
1 2 1 2
+ + + ≤ + + +
... ...
n n
45. Pendahuluan
Analisis Real I 43
Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana sifat-sifat nilai mutlak
terdahulu dapat digunakan.
2.3.6 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari bilangan real x yang memenuhi 2x 3 6
+ <
Dari 2.3.2(d), kita lihat bahwa x ∈ A jika dan hanya jika -6 < 2x + 3 < 6, yang
dipenuhi jika dan hanya jika -9 < 2x < 3. Dengan membagi dua, kita peroleh
A = {x ∈ R -9/2 < x < 3/2}.
(b). Tentukan himpunan B = {x ∈ R x 1 x
− < }.
Caranya dengan memperhatikan setiap kasus bila tanda mutlak dihilangkan.
Di sini kita perhatikan kasus-kasus (i). x ≥ 1, (ii). 0 ≤ x < 1, (iii). x < 0. (Mengapa kita
hanya memperhatikan ketiga kasus di atas?). Pada kasus (i) ketaksamaan kita men-
jadi x - 1 < x, yang dipenuhi oleh semua bilangan real x. Akibatnya semua x ≥ 1 ter-
muat di B. Pada kasus (ii), ketaksamaan kita menjadi -(x - 1) < x, yang menghasilkan
pembahasan lebih lanjut, yaitu x > 1/2. Jadi, kasus (ii) menyajikan semua x dengan
1/2 < x < 1 termuat di B. Pada kasus (iii), ketaksamaan menjadi -(x - 1) < -x, yang
ekivalen dengan 1 < 0. Karena 1 < 0 selalu salah, maka tiodak ada x yang memenuhi
ketaksaman kita pada kasus (iii). Dengan mengkombinasikan ketiga kasus ini
diperoleh bahwa
B = {x ∈ R x > 1/2}.
(c). Misalkan f fungsi yang didefinisikan dengan f (x)
2x 3x 1
2x 1
2
=
− +
−
untuk 2 ≤ x ≤
3. Tentukan konstanta M sehingga f (x) M
≤ untuk semua x yang memenuhi 2 ≤ x ≤
3.
Kita akan perhatikan secara terpisah pembilang dan penyebut dari
f (x)
2x 3x 1
2x 1
2
=
− +
−
46. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 44
Dari ketaksamaan segitiga, kita peroleh 2x 3x 1
2
− + ≤ + +
2 x 3x 1
2
≤ ⋅ + ⋅ +
2 3 3 3 1
2
= 28, karena x 3
≤ untuk semua x yang kita bicarakan. Juga,
2x 1
− ≥ −
2 x 1 ≥ ⋅ −
2 2 1 = 3, karena x 2
≥ untuk semua x yang kita bicarakan.
(Mengapa?) Karena itu, untuk 2 ≤ x ≤ 3 kita memperoleh bahwa f (x)
28
3
≤ . Dari
sini kita dapat menetapkan M = 28/3. (Catatan bahwa kita meneukan sebuah kon-
stanta yang demikian, M; sebenarnya semua bilangan M ≥ 28/3 juga memenuhi
f (x) M
≤ . Juga dimungkinkan bahwa 28/3 bukan pilihan terkecil untuk M).
Garis Bilangan Real
Interpretasi geometri yang umum dan mudah untuk sistem bilangan real
adalah garis bilangan. Pada interpretasi ini, nilai mutlak a dari unsur a di R diang-
gap seba-
gai jarak dari a ke pusat 0. Lebih umum lagi, jarak antara unsur a dan b di R adalah
a b
− .
Kita akan memerlukan bahasa yang tepat untuk membahas gagasan suatu bi-
langan real “dekat” ke yang lain. Bila diberikan bilangan real a, maka bilangan real x
dikatakan “dekat” dengan a seharusnya diartikan bahwa jarak antara keduanya x − a
“kecil”. Untuk membahas gagasan ini, kita akan menggunakan kata lingkungan, yang
sebentar lagi akan kita definisikan.
2.3.7 Definisi. Misalkan a ∈ R dan ε > 0. Maka lingkungan-ε dari a adalah himpunan
Vε(a) = {x ∈ R x − a < ε}.
Untuk a ∈ , pernyataan x termuat di Vε(a) ekivalen dengan pernyataan
-ε < x - a < ε ⇔ a - ε < x < a + ε
2.3.8 Teorema. Misalkan a ∈ R. Bila x termuat dalam lingkungan Vε(a) untuk setiap
ε > 0, maka x = a.
Bukti :
47. Pendahuluan
Analisis Real I 45
Bila x memenuhi x − a < ε untuk setiap ε > 0, maka dari 2.2.9 diperoleh bahwa
x − a = 0, dan dari sini x = a.
2.3.9. Contoh-contoh.
(a). Misalkan U = {x 0 < x < 1}. Bila a ∈ U, misalkan ε bilangan terkecil dari a atau
1 - a. Maka Vε(a) termuat di U. Jadi setiap unsur di U mempunyai lingkungan-ε yang
termuat di U.
(b). Bila I = {x : 0 ≤ x ≤ 1}, maka untuk sebarang ε > 0, lingkungan-ε Vε(0) memuat
titik di luar I, sehingga Vε(0) tidak termuat dalam I. Sebagai contoh, bilangan xε = -ε/2
unsur di Vε(0) tetapi bukan unsur di I.
(c). Bila x − a < ε dan y − <
b ε , maka Ketaksamaan Segitiga mengakibatkan
bahwa
( ) ( )
x y
+ − +
a b = ( ) ( )
x y
− + −
a b
= x y 2 .
− + − <
a b ε
Jadi bila x,y secara berturut-turut termuat di lingkungan -ε dari a,b maka x + y ter-
muat di lingkungan -2ε dari (a + b) (tetapi tidak perlu lingkungan -ε dari (a + b)).
Latihan 2.3.
1. Misalkan a ∈ R. tunjukkan bahwa
(a). a = a2
(b). a a
2 2
=
2. Bila a,b ∈ R. dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa a b a b
/ /
= .
3. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a b a b
+ = + .jika dan hanya jika ab > 0.
4. Bila x,y,z ∈ R, x ≤ z, tunjukan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x y
− +
y z x z
− = − Interpretasikan secara geometris.
5. Tentukan x ∈ R, yang memenuhi pertaksamaan berikut :
(a). 4x 3 13
− ≤ ; (b). x 1 3
2
− ≤ ;
(c). x 1 x 1
− > + ; (d). x x 1 2
+ + < .
6. Tunjukkan bahwa x − <
a ε jika dan hanya jika a - ε < x < a + ε.
48. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 46
7. Bila a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa x y
− < −
b a . Interpretasikan se-
cara geometris.
8. Tentukan dan sketsa himpunan pasangan berurut (a,b) di R×R yang memenuhi
(a x y
= ; (b). x y 1
+ = ;
(c xy 2
= ; (d). x y 2
− = .
9. Tentukan dan sketsa himpunan berurut (x,y) yang memenuhi
(a). x y
≤ ; (b). x y 1
+ ≤ ;
(c). xy 2
≤ ; (d). x y 2
− ≥ .
10. Misalkan ε > 0 dan δ > 0, a ∈ R. Tunjukkan bahwa Vε(a) ∩ Vδ(a) dan Vε(a) ∪
Vδ(a) adalah lingkungan-γ dari a untuk suatu γ.
11. Tunjukkan bahwa bila a,b ∈ R, dan a ≠ b, maka terdapat lingkungan-ε U dari a
dan lingkungan-γ V dari b, sehingga U∩V = ∅.
2.4. Sifat Kelengkapan R
Sejauh ini pada bab ini kita telah membahas sifat aljabar dan sifat urutan sis-
tem bilangan real. Pada bagian ini kita akan membahas satu sifat lagi dari R yang ser-
ing disebut dengan “sifat kelengkapan”. Sistem bilangan rasional Q memenuhi sifat
aljabar 2.1.1 dan sifat ururtan 2.2.1, tetapi seperti kita lihat 2 tidak dapat direpre-
sentasikan sebagai bilangan rasional, karena itu 2 tidak termuat di Q. Observasi ini
menunjukan perlunya sifat tambahan untuk bilangan real. Sifat tambahan ini, yaitu
sifat kelengkapan, sangat esensial untuk R.
Ada beberapa versi sifat kelengkapan. Di sini kita pilih metode yang paling
efisien dengan mengasumsikan bahwa himpunan tak kosong di R mempunyai supre-
mum.
Supremum dan Infimum
Sekarang kita akan perkenalkan gagasan tentang batas atas suatu himpunan
bilangan real. Gagasan ini akan sangat penting pada pembahasan selanjutnya.
2.4.1 Definisi. Misalkan S suatu sub himpunan dari R.
(i). Bilangan u ∈ R dikatakan batas atas dari S bila s ≤ u, untuk semua s ∈ S.
49. Pendahuluan
Analisis Real I 47
(ii). Bilangan w ∈ R dikatakan batas bawah dari S bila w ≤ s, untuk semua s ∈ S
Pembaca seharusnya memikirkan (dengan teliti) tentang apa yang dimaksud
dengan suatu bilangan bukan batas atas (atau batas bawah) dari himpunan S. Pem-
baca seharusnya menunjukkan bahwa bilangan v ∈ R bukan batas atas dari S jika dan
hanya jika terdapat s’ ∈ S, sehingga v < s’. (secara sama, bilangan z ∈ R bukan batas
bawah dari S jika dan hanaya jika terdapat s’’ ∈ S, sehingga s” < z).
Perlu kita cata bahwa subhimpunan S dari R mungkin saja tidak mempunyai
batas atas (sbagai contoh, ambil S = R). Tetapi, bila S mempunyai batas atas, maka S
mempunyai tak hingga banyak batas atas sebab bila n batas atas dari S, maka sebarang
v dengan v > u juga merupakan batas atas dari S. (Observasi yang serupa juga berlaku
untuk batas bawah).
Kita juga catat bahwa suatu himpunan mungkin mempunyai batas bawah
tetapi tidak mempunyai batas atas (dan sebaliknya). Sebagai contoh, perhatikan him-
punan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0} dan S2 = {x ∈ R : x < 0}
Catatan : Bila kita menerapkan definisi di atas untuk himpunan kosong ∅, kita dipaksa kepada ke-
simpulan bahwa setiap bilangan real merupakan batas atas dari ∅. Karena agar u ∈ R bukan batas atas
dari S, unsur s’ ∈ S harus ada, sehingga u < s’. Bila S = ∅, maka tidak ada unsur di S. Dari sini setiap
bilangan real merupakan batas atas dari himpunan kosong. Secara sama, setiap bilangan real meru-
pakan batas bawah dari himpunan kosong. Hal ini mungkin artifisial, tetapi merupakan konsekuensi
logis dari definisi.
Pada pembahasan ini, kita katakan bahwa suatu himpunan S di R terbatas di
atas bila S mempunyai batas atas. Secara sama, bila himpunan P di R mempunyai
batas bawah, kita katakan P terbatas di bawah. Sedangkan suatu himpunan A di R
dikatakan tidak terbatas bila A tidak mempunyai (paling tidak satu dari) batas atas
atau batas bawah. Sebagai contoh, {x ∈ R : x ≤ 2} tidak terbatas (walaupun mempun-
yai batas atas) karena tidak mempunyai batas bawah.
2.4.2 Definisi. Misalkan S subhimpunan dari R,
(i). Bila S terbatas di atas, maka batas atas u dikatakan supremum (atau batas atas
ter-kecil) dari S bila tidak terdapat batas atas (yang lain) dari S yang kurang dari u.
50. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 48
(ii). Bila S terbatas di bawah, maka batas bawah w dikatakan infimum (atau batas
bawah terbesar) dari S bila tidak terdapat batas bawah (yang lain) dari S yang kurang
dari w.
Akan sangat berguna untuk memfarmasikan ulang definisi supremum dari
suatu himpunan.
2.4.3 Lemma. Bilangan real u merupakan supremum dari himpunan tak kosong S di
R jika dan hanya jika u memenuhi kedua kondisi berikut :
(1). s ≤ u untuk semua s ∈ S.
(2). bila v < u, maka terdapat s’ ∈ S sehingga v < s’.
Kita tinggalkan bukti dari lemma ini sebagai latihan yang sangat penting bagi
pembaca. Pembaca seharusnya juga memfarmasikan dan membuktikan hal yang se-
rupa untuk infimum.
Tidak sulit untuk membuktikan bahwa supremum dari himpunan S di R bersi-
fat tunggal. Misalkan u1 dan u2 supremum dari S, maka keduanya merupakan batas
atas dari S. Andaikan u1 < u2 dengan hipotesis u2 supremum mengakibatkan bahwa u1
bukan batas atas dari S. Secara sama, pengandaian u2 < u1 dengan hipotesis u1 supre-
mum menga-kibatkan bahwa u2 bukan batas atas dari S. Karena itu, haruslah u1 = u2.
(Pembaca seharusnya menggunakan cara serupa untuk menunjukkan infimum dari
suatu himpunan di R bersifat tunggal).
Bila supremum atau infimum dari suatu himpunan S ada, kita akan menulis-
kan-nya dengan
sup S dan inf S
Kita amati juga bahwa bila u’ sebarang batas atas dari S, maka sup S ≤ u’.
Yaitu, bila s ≤ u’ untuk semua s ∈ S, maka sup S ≤ u’. Hal ini mengatakan bahwa sup
S merupakan batas atas terkecil dari S.
Kriteria berikut sering berguna dalam mengenali batas atas tertentu dari suatu
himpunan merupakan supremum dari himpunan tersebut.
2.4.4 Lemma. Suatu batas atas u dari himpunan tak kosong S di R merupakan supre-
mum dari S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat sε ∈ S sehingga u - ε < sε.
51. Pendahuluan
Analisis Real I 49
Bukti :
Misalkan u batas atas dari S yang memenuhi kondisi di atas. Bila v < u dan
kita tetapkan ε = u - v, maka ε > 0, dan kondisi di atas mengakibatkan terdapat sε ∈ S
sehingga v = u - ε < sε. Karennya v bukan batas atas dari S. Karena hal ini berlaku un-
tuk sebarang v yang kurang dari u, maka haruslah u = sup S.
Sebaliknya, misalkan u = sup S dan ε > 0. Karena u - ε < u, maka u - ε bukan
batas atas dari S. Karenanya terdapat unsur sε di S yang lebih dari u - ε, yaitu u - ε <
sε.
Penting juga untuk dicatat bahwa supremum dari suatu himpunan dapat meru-
pakan unsur dari himpunan tersebut maupun bukan. Hal ini bergantung pada jenis
himpunannya. Kita perhatikan contoh-contoh berikut.
2.4.5 Contoh-contoh
(a). Bila himpunan tak kosong S1 mempunyai berhingga jumlah unsur, maka S1 mem-
punyai unsur terbesar u dan unsur terkecil w. Lebih dari itu u = sup S1 dan w = inf S1
keduanya unsur di S1. (Hal ini jelas bila S1 hanya mempunyai sebuah unsur, dan dapat
digunakan induksi matematika untuk sejumlah unsur dari S1).
(b). Himpunan S2 = {x : 0 ≤ x ≤ 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Kita akan bukti-
kan 1 merupakan supremum sebagai berikut. Bila v < 1, maka terdapat unsur s’ di S2
sehingga v < s’. (pilih unsur s’). Dari sini v bukan batas atas dari S2 dan, karena v se-
barang bilangan v < 1, haruslah sup S2 = 1. Secara sama, dapat ditunjukkan inf S2 = 0.
Catatan : sup S2 dan inf S2 keduanya termuat di S2.
(c). Himpunan S3 = {x : 0 < x < 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Dengan meng-
gunakan argumentasi serupa (b) untuk S2, diperoleh sup S3 = 1. Dalam hal ini, him-
punan S3 tidak memuat sup S3. Secara sama, inf S3 = 0, tidak termuat di S3.
(d). Seperti telah disebutkan, setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan
kosong, karenanya himpunan kosong tidak mempunyai supremum. Secara sama him-
punan kosong juga tidak mempunyai infimum.
Sifat Supremum dari R
Berikut ini kita akan membahas asumsi terakhir tentang R yang sering disebut
dengan Sifat Kelengkapan dari R. Selanjutnya kita katakan R merupakan suatu
medan terurut yang lengkap.
52. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 50
2.4.6 Sifat Supremum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem-
punyai batas atas mempunyai supremum di R.
Sifat infimum yang serupa dapat diturunkan dari sifat supremum. Katakan S
sub himpunan tak kosong yang terbatas di bawah dari R. Maka himpunan S’ = {-s : s
∈ S} terbatas di atas, dan sifat supremum mengakibatkan bahwa u = sup S’ ada. Hal
ini kemudian diikuti bahwa -u merupakan infimum dari S, yang pembaca harus bukti-
kan.
2.4.7 Sifat Infimum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem-
punyai batas bawah mempunyai infimum di R.
Pembaca seharusnya menuliskan bukti lengkapnya.
Latihan 2.4
1. Misalkan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Tunjukkan secara lengkap bahwa S1 mempunyai
batas bawah, tetapi tidak mempunyai batas atas. Tunjukkan pula bahwa inf S1 = 0.
2. Misalkan S2 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Apakah S2 mempunyai batas bawah ? Apakah S2
mempunyai batas atas ? Buktikan pernyataan yang anda berikan.
3. Misalkan S3 = {1/n n ∈ N}. Tunjukkan bahwa sup S3 = 1 dan inf S3 ≥ 0. (Hal ini
akan diikuti bahwa inf S3 = 0, dengan menggunakan Sifat Arechimedes 2.5.2 atau
2.5.3 (b)).
4. Misalkan S4 = {1 - (-1)n
/n : n ∈ N}.Tentukan inf S4 dan sup S4.
5. Misalkan S subhimpunan tak kosong dari R yang terbatas di bawah. Tunjukkan
bahwa inf S = -sup{-s : s ∈ S}.
6. Bila S ⊆ R memuat batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut merupakan
supremum dari S.
7. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u ∈ R merupakan batas atas
dari R jika dan hanya jika kondisi t ∈ R dan t > u mengakibatkan t ∉ S.
8. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u = sup S, kaka untuk setiap
n∈N, u - 1/n bukan batas atas dari S, tetapi u + 1/n batas atas dari S. (Hal sebali-
knya juga benar ; lihat latihan 2.5.3).
53. Pendahuluan
Analisis Real I 51
9. Tunjukkan bahwa bila A dan B sub himpunan yang terbatas dari R, maka A∪B
juga terbatas. Tunjukkan bahwa sup (A∪B) = sup {sup A, sup B}.
10.Misalkan S terbatas di R dan S sub himpunan tak kosong dari S. Tunjukkan bahwa
inf S ≤ inf S0 ≤ sup S0 ≤ sup S.
11.Misalkan S ⊆ R dan s*
= sup S termuat di S. Bila u∉ S, tunjukkan bahwa sup
(S∪{u}) = sup {s*
,u}.
12.Tunjukkan bahwa suatu himpunan tak kosong dan berhingga S ⊆ R memuat su-
premumnya. (Gunakan induksi matematika dan latihan nomor 11).
2.5 Aplikasi Sifat Supremum
Sekarang kita akan membahas bagaimana supremum dan infimum digunakan.
Contoh berikut menunjukkan bagaimana definisi supremum dan infimum digunakan
dalam pembuktian. Kita juga akan memberikan beberapa aplikasi penting sifat ini un-
tuk menurunkan sifat-sifat fundamental sistem bilangan real yang akan sering diguna-
kan.
2.5.1 Contoh-contoh
(a). Sangatlah penting untuk menghubungkan infimum dan supremum suatu
himpunan dengan sifat-sifat aljabar R. Di sini kita akan sajikan salah satunya ;
yaitu tentang penjumlahan, sementara yang lain diberikan sebagai latihan.
Misalkan S sub himpunan tak kosong dari R. Definisikan himpunan
a + S = {a + x : x ∈ S}.
Kita akan tunjukkan bahwa
sup (a + S) = a + sup S.
Bila kita misalkan u = sup S, maka karena x ≤ u untuk semua x ∈ S, kita mempunyai
a + x ≤ a + u. Karena itu a + u batas atas dari a + S ; akibatnya kita mempunyai sup (a
+ S) ≤ a + u. Bila v sebarang batas atas dari himpunan a + S, maka a + x ≤ v untuk
semua x ∈ S. Maka x ≤ v - a untuk semua x ∈ S, yang mengakibatkan u = sup S ≤ v -
a, sehingga a + u ≤ v. Karena v sebarang batas atas dari a + S, kita dapat mengganti v
54. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 52
dengan sup (a + S) untuk memperoleh a + u ≤ sup (a + S). Dengan menggabungkan
ketaksamaan di
atas diperoleh bahwa
sup (a + S) = a + u = a + sup S.
(b). Misalkan f dan g fungsi-fungsi bernilai real dengan domain D ⊆ R. Kita asumsi-
kan rangenya f(D) = {f(x) : x ∈ D} dan g(D) = {g(x) : x ∈ D}himpunan terbatas di R.
(i). Bila f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D).
Untuk membuktikan hal ini, kita catat bahwa sup g(D) merupakan batas atas
himpunan f(D) karena untuk setiap x ∈ D, kita mempunyai f(x) ≤ g(x) ≤ sup g(D).
Karenanya sup f(D) ≤ sup g(D).
(ii). Bila f(x) ≤ g(y) untuk semua x,y ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D).
Buktinya dalam dua tahap. Pertama, untuk suatu y tertentu di D, kita lihat
bahwa f(x) ≤ g(y) untuk semua x ∈ D, maka g(y) batas atas dari himpunan f(D). Aki-
batnya sup f(D) ≤ g(y). Karena ketaksamaan terakhir dipenuhi untuk semua y ∈ D,
maka sup f(D) merupakan batas bawah dari g(D). Karena itu, haruslah sup f(D) ≤ inf
g(D).
(c). Perlu dicatat bahwa hipotesis f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D pada (b) tidak
menghasilkan hubungan antara sup f(D) dan inf g(D). Sebagai contoh, bila f(x) = x2
dan g(x) = x dengan D = {x ∈ R : 0 < x < 1}, maka f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D,
tetapi sup f(D) = 1 dan inf g(D) = 0, serta sup g(D) = 1. Jadi (i) dipenuhi, sedangkan
(ii) tidak.
Lebih jauh mengenai hubungan infimum dan supremum himpunan dari nilai
fungsi diberikan sebagai latihan.
Sifat Archimedes
Salah satu akibat dari sifat supremum adalah bahwa himpunan bilangan asli N
tidak terbatas di atas dalam R. Hal ini berarti bahwa bila diberikan sebarang bilangan
real x terdapat bilangan asli n (bergantung pada x) sehingga x < n. Hal ini tampaknya
mudah, tetapi sifat ini tidak dapat dibuktikan dengan menggunakan sifat aljabar dan
55. Pendahuluan
Analisis Real I 53
urutan yang dibahas pada bagian terdahulu. Buktinya yang akan diberikan berikut ini
menunjukkan kegunaan yang esensial dari sifat supremum R.
2.5.2. Sifat Archimedes. Bila x ∈ R, maka terdapat nx ∈ N sehingga x < nx.
Bukti :
Bila kesimpulan di atas gagal, maka x terbatas atas dari N. Karenanya, menu-
rut sifat supremum, himpunan tak kosong N mempunyai supremum u∈R. Oleh
karena u -1 < u, maka menurut Lemma 2.4.4 terdapat m ∈ N sehingga u -1 < m.
Tetapi hal ini mengakibatkan u < m + 1, sedangkan m + 1 ∈ N, yang kontradiksi den-
gan u batas atas dari N.
Sifat Archimedes dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Berikut kita sajikan
tiga variasi diantaranya.
2.5.3 Teorema Akibat. Misalkan y dan z bilangan real positif. Maka :
(a). Terdapat n ∈ N sehingga z < ny.
(b).Terdapat n ∈ N sehingga 0 < 1/n < y.
(c). Terdapat n ∈ N sehingga n - 1 ≤ z < n.
Bukti :
(a). Karena x = z/y > 0, maka terdapat n ∈ N sehingga z/y = x < n dan dari sini diper-
oleh z < ny.
(b). Tetapkan z = 1 pada (a) yang akan memberikan 1 < ny, dan akibatnya 1/n < y.
(c). Sifat Archimedes menjamin subhimpunan {m ∈ N : z < m} dari N tidak kosong.
Misalkan n unsur terkecil dari himpunan ini (lihat 1.3.1). Maka n - 1 bukan unsur
himpunan tersebut, akibatnya n - 1 ≤ z < n.
Eksistensi 2
Pentingnya sifat supremum terletak pada fakta yang mana sifat ini menjamin
eksistensi bilangan real di bawah hipotesis tertentu. Kita akan menggunakan ini be-
berapa kali. Sementara ini, kita akan mengilustrasikan kegunaannya untuk membukti-
kan eksistensi bilangan positif x sehingga x2
= 2. Telah ditunjukkan (lihat Teorema
56. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 54
2.1.7) bahwa x yang demikian bukan bilangan rasioanl ; jadi, paling tidak kita akan
menunjukkan eksistensi sebuah bilangan irrasional.
2.5.4 Teorema. Terdapat bilangan real positif x sehingga x2
= 2.
Bukti :
Misalkan S = {s ∈ R 0 ≤ s, s2
< 2}. Karena 1 ∈ s, maka S bukan himpunan
kosong. Juga, S terbatas di atas oleh 2, karena bila t > 2, maka t2
> 4 sehingga t ∉ S.
Karena itu, menurut sifat supremum, S mempunyai supremum di R, katakan x = sup
S. Catatan : x > 1.
Kita akan buktikan bahwa x2
= 2 dengan menanggalkan dua kemungkinan x2
< 2 dan x2
> 2.
Pertama andaikan x2
< 2. Kita akan tunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi
dengan fakta bahwa x = sup S yaitu dengan menemukan n ∈ N sehingga x + 1/n ∈ S,
yang berakibat bahwa x bukan batas atas dari S. Untuk melihat bagaimana cara
memilih n yang demikian, gunakan fakta bahwa 1/n2
≤ 1/n, sehingga
( ) ( )
x x x 2x 1
1
n
2 2 2x
n
1
n
2 1
n
2
+ = + + ≤ + +
Dari sini kita dapat memilih n sehingga
1
n
(2x + 1) < 2 - x2
,
maka kita memperoleh (x + 1/n)2
< x2
+ (2 - x2
) = 2. Dari asumsi, kita mempunyai 2 -
x2
> 0, sehingga (2 - x2
)/(2x + 1) > 0. Dari sini sifat Archimedes dapat digunakan un-
tuk memperoleh n ∈ N sehingga
1
n
2 x
2x 1
2
<
−
+
Langkah-langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan n ini
kita mempunyai x + 1
n
∈ S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x batas atas dari S.
Karenanya, haruslah x2
≥ 2.
Sekarang andaikan x2
> 2. Kita akan tunjukkan bahwa dimungkinkan untuk
menemukan m ∈ sehingga x - 1/m juga merupakan batas atas dari S, yang meng-
kontradiksi fakta bahwa x = sup S. Untuk melakukannya, perhatikan bahwa
57. Pendahuluan
Analisis Real I 55
( )
x x x
1
m
2 2 2x
m
1
m
2 2x
m
2
+ = + + > −
Dari sini kita dapat memilih m sehingga
2x
m
x 2
2
< − ,
maka (x - 1/m)2
> x2
- (x2
- 2) = 2. Sekarang dengan pengandaian x2
- 2 > 0, maka
x 2
2x
2
−
> 0. Dari sini, dengan sifat Archimedes, terdapat m ∈ N sehingga
1
m
x 2
2x
2
<
−
Langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan m ini kita
mempunyai (x - 1/m)2
> 2. Sekarang bila s ∈ S, maka s2
< 2 < (x - 1/m)2
, yang mana
menurut 2.2.14(a) bahwa s < x - 1/m. Hal ini mengakibatkan bahwa x - 1/m meru-
pakan batas atas dari S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S. Jadi tidak
mungkin x2
> 2.
Karena tidak mungkin dipenuhi x2
> 2 atau x2
< 2, haruslah x2
= 2. (*)
Dengan sedikit modifikasi, pembaca dapat menunjukkan bahwa bila a > 0,
maka terdapat b > 0 yang tunggal, sehingga b2
= a. Kita katakan b akar kuadrat
positif dari a dan dituliskan dengan b = a atau b = a1/2
. Dengan cara sedikit lebih
rumit yang melibatkan teorema binomial dapat diformulasikan eksistensi tunggal dari
akar pangkat-n positif dari a, yang dituliskan dengan a
n
atau a1/n
, untuk n ∈ N.
Densitas (= kepadatan) Bilangan Rasional di R
Sekarang kita mengetahui terdapat paling tidak sebuah bilangan irrasional,
yaitu 2 . Sebenarnya terdapat “lebih banyak” bilangan irasional dibandingkan bi-
langan rasional dalam arti himpunan bilangan rasional terhitung sementara himpunan
bilangan irrasional tak terhitung. Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa himpunan
bilangan rasional “padat” di R dalam arti bahwa bilangan rasional dapat ditemukan
diantara sebarang dua bilangan real yang berbeda.
58. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 56
2.5.5 Teorema Densitas. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bi-
langan rasional r sehingga x < r < y.
Bukti :
Tanpa mengurangi berlakunya secara umum, misalkan x > 0. (Mengapa?).
De-
ngan sifat Archimedes 2.5.2, terdapat n ∈ N.sehingga n > 1/(y - x). Untuk n yang
demi-kian, kita mempunyai bahwa ny - nx > 1. Dengan menggunakan Teorema Aki-
bat 2.5.3(c) ke nx > 0, kita peroleh m ∈ N sehingga m - 1 ≤ nx < m. Bilangan m ini
juga memenuhi m < ny, sehingga r = m/n bilangan rasional yang memenuhi x < r < y.
Untuk mengakhiri pembahasan tentang hubungan bilangan rasional dan ira-
sional, kita juga mempunyai sifat serupa untuk bilangan irasional.
2.5.6 Teorema akibat. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilan-
gan irasional z sehingga x < z < y.
Bukti :
Dengan menggunakan Teorema Densitas 2.5.5 pada bilangan real x 2 dan
y 2 , kita peroleh bilangan rasional r ≠ 0 sehingga
x 2 < r < y 2 .
Maka z = r 2 adalah bilangan irrasional (Mengapa?) dan memenuhi x < z < y.
Latihan 2.5
1. Gunakan Sifat Archimedes atau Teorema Akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukkan
bahwa inf {1/n n ∈ N} = 0.
2. Bila S = {1/n - 1/m n,m ∈ N}, tentukan inf S dan sup S.
3. Misalkan S ⊆ R tak kosong. Tunjukkan bahwa bila u di R mempunyai sifat : (i).
untuk setiap n ∈ N, u - 1/n bukan batas atas dari S, dan (ii). untuk setiap n ∈ N, u +
1/n bukan batas atas dari S, maka u = sup S. (Ini merupakan kebalikan Teorema
2.4.8).
4. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R.
59. Pendahuluan
Analisis Real I 57
(a). Misalkan a > 0, dan aS = {as s ∈ S}. Tunjukkan bahwa
inf (aS) = a inf S, sup (aS) = a sup S.
(b). Misalkan b < 0, dan bS = {bs s ∈ S}. Tunjukkan bahwa
inf (bS) = b sup S, sup (bS) = b inf S.
5. Misalkan X himpunan tak kosong dan f : X →R mempunyai range yang terbatas
di R. Bila a ∈ R, tunjukkan bahwa contoh 2.5.1(a) mengakibatkan bahwa
sup {a + f(x) x ∈ X} = a + sup {f(x) x ∈ X}.
Tunjukkan pula bahwa
inf {a + f(x) x ∈ X} = a + inf {f(x) x ∈ X}.
6. Misalkan A dan B himpunan tak kosong dan terbatas di R, dan A + B = {a + b a
∈ A, b ∈ B}. Tunjukkan bahwa sup (A + B) = sup A + sup B dan inf (A + B) = inf
A + inf B.
7. Misalkan X himpunan tak kosong, f dan g fungsi terdefinisi pada X dan mempun-
yai range yang terbatas di R.
Tunjukkan bahwa
sup{f(x) + g(x) x ∈ X} ≤ sup{f(x) x ∈ X} + sup{g(x) x ∈ X}
dan
inf{f(x) x ∈ X} + inf {g(x) x ∈ X} ≤ inf{f(x) + g(x) x ∈ X}
Berikan contoh yang menunjukkan kapan berlaku kesamaan atau ketaksamaan
murni.
8. Misalkan X = Y = {x∈R 0 < x < 1}. Tentukan h : X×Y →R dan h(x,y) = 2x +
y.
(a). untuk setiap x ∈ X, tentukan f(x) = sup {h(x,y) : y ∈ Y}
Kemudian tentukan inf {f(x) x ∈ X}.
(b). untuk setiap y ∈ Y, tentukan g(y) = inf {h(x,y) : x ∈ X}
Kemudian tentukan sup {g(y) y ∈ Y}.
Bandingkan hasilnya dengan bagian (a).
9. Lakukan perhitungan di (a) dan (b) latihan nomor 8 untuk fungsi h : X×Y → R
yang didefinisikan dengan
60. Aljabar Himpunan
Analisis Real I 58
( )
h x,y
bila x < y
1 , bila x y
=
≥
0 ,
10. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y → R yang mempunyai range
terbatas di R. Misalkan f : X → dan g : Y → didefinisikan dengan
f(x) = sup {h(x,y) y ∈ Y}, g(y) = inf {h(x,y) x ∈ X}.
Tunjukkan bahwa
sup{g(y) y ∈ Y} ≤ inf {f(x) x ∈ X}
Kita akan menuliskannya dengan
supinf ( )
y x
x,y
h ≤ supinf ( )
x y
x,y
h
Catatan, pada latihan nomor 8 dan nomor 9 menunjukkan bahwa ketaksamaan
bisa berupa kesamaan atau ketaksamaan murni.
11. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y → R yang mempunyai range
terbatas di R. Misalkan F : X → R dan G : Y → R didefinisikan dengan
F(x) = sup {h(x,y) y ∈ Y}, G(y) = inf {h(x,y) x ∈ X}.
Perkenalkan Prinsip Iterasi Supremum :
sup{h(x,y) x ∈ X, y ∈ Y} = sup {F(x) x ∈ X}
= sup {G(y) y ∈ Y}.
Hal ini sering dituliskan dengan
sup x,y
x,y
h( ) = sup x,y
x y
sup ( )
h = sup x,y
y x
sup ( )
h
12. Diberikan sebarang x∈R, tunjukkan bahwa terdapat n∈Z yang tungal sehingga n -
1 ≤ x < n.
13. Bila y > 0 tunjukkan bahwa terdapat n ∈ N sehingga 1/2n
< y.
14. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
bilangan real positif y sehingga y2
= 3.
15. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa bila a > 0,
maka terdapat bilangan real positif z sehingga z2
= a.
16. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
bilangan real positif u sehingga u3
= 2.