SlideShare a Scribd company logo
i
Catatan Selama Kuliah
ANALISIS REAL I DAN II
Sebuah terjemahan dari sebagian buku Introductions to Real Analysis karangan
Robert G. Bartle
Drs. Jafar., M.Si
Printed by:
Abu Musa Al Khwarizmi
KOMUNITAS STUDI AL KHWARIZMI
UNAAHA
2012
ii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadlirat Allah Swt. karena atas
perkenaannya jualah hand-out ini dapat terselesaikan penyusunannya. Penyusunan hand-
out ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan diskusi Komunitas Studi Al
Khwarizmi Sultra dan masyarakat penimat Kajian Matematika pada umumnya.
Materi hand-out ini terdiri atas 5 (lima) bab, yaitu : Yakni Bab I sampai dengan
Bab 3 adalah materi Analisis Real I, sedangkan Bab 4 dan Bab 5 adalah materi Analisis
Real II.
Tentu saja, hand-out ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat
diharapkan sumbang saran dan kritikan yang konstruktif dari pembaca dalam rangka
perbaikan dan penyempurnaannya, sehingga pada akhirnya dapat dijadikan buku standar
untuk dijadikan buku ajar Analisis Real I dan II. Surat kritikan dan saran anda dapat
anda kirimkan ke: ks.algorizm@gmail.com; karyanto@bismillah.com; Atau melalui
facebook: -Yanto Kendari.
Akhirnya, semoga hand-out ini membawa manfaat yang semaksimal mungkin
bagi siapa saja yang menggunakannya, dan hanya kepada Alloh SWT segala sesuatunya
kita serahkan. Semoga kita termasuk umatNya yang bersyukur dan dimudahkan dalam
memahami ilmu. Amien
Unaaha, Januari 2012
KSA
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
Bab I PENDAHULUAN............................................................................................ 2
1.1 Aljabar Himpunan ................................................................................... 2
1.2 Fungsi ...................................................................................................... 8
1.3 Induksi Matematika ................................................................................. 15
Bab II BILANGAN REAL ........................................................................................ 22
2.1 Sifat Aljabar R ......................................................................................... 22
2.2 Sifat Urutan dalam R ............................................................................... 30
2.3 Nilai Mutlak ............................................................................................ 40
2.4 Sifat Kelengkapan R ................................................................................ 46
2.5 Aplikasi Sifat Supremum ........................................................................ 51
Bab III BARISAN BILANGAN REAL .................................................................... 60
3.1 Barisan dan Limit Barisan ....................................................................... 60
3.2 Teorema-teorema Limit ........................................................................... 72
3.3 Barisan Monoton ..................................................................................... 82
3.4 Subbarisan dan Teorema Bolzano-Weiestrass ......................................... 90
3.5 Kriteria Cauchy ....................................................................................... 97
3.6 Barisan-barisan Divergen Murni ............................................................. 105
Bab IV LIMIT FUNGSI ............................................................................................ 110
4.1 Limit-limit Fungsi ................................................................................... 110
4.2 Teorema-teorema Limit ........................................................................... 123
4.3 Beberapa Perluasan dari Konsep Limit ................................................... 133
Bab V FUNGSI-FUNGSI KONTINU ...................................................................... 149
5.1 Fungsi-fungsi Kontinu ............................................................................. 150
5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu ................................................... 157
5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval ....................................................... 164
5.4 Kekontinuan Seragam ............................................................................. 174
5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers ......................................................... 189
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 201
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 2
PENDAHULUAN
Pada bab pertama ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang diperlukan
untuk mempelajari analisis real. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan mengulang sekilas ten-
tang aljabar himpunan dan fungsi, dua alat yang penting untuk semua cabang mate-
matika.
Pada bagian 1.3 kita akan memusatkan perhatian pada metoda pembuktian
yang disebut induksi matematika. Ini berhubungan dengan sifat dasar sistem bilangan
asli, dan walaupun penggunaannya terbatas pada masalah yang khusus tetapi hal ini
penting dan sering digunakan.
1.1. Aljabar Himpunan
Bila A menyatakan suatu himpunan dan x suatu unsurnya, kita akan tuliskan
dengan
x∈A,
untuk menyingkat pernyataan x suatu unsur di A, atau x anggota A, atau x termuat
di A, atau A memuat x. Bila x suatu unsur tetapi bukan di A kita tuliskan dengan
x∉A.
Bila A dan B suatu himpunan sehingga x∈A mengakibatkan x∈B (yaitu,
setiap unsur di A juga unsur di B), maka kita katakan A termuat di B, atau B me-
muat A atau A suatu subhimpunan dari B, dan dituliskan dengan
A ⊆ B atau B ⊇ A.
Bila A ⊆ B dan terdapat unsur di B yang bukan anggota A kita katakan A subhim-
punan sejati dari B.
BAB
1
Pendahuluan
Analisis Real I 3
1.1.1. Definisi. Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsur-
unsur yang sama. Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A = B
Untuk membuktikan bahwa A = B, kita harus menunjukkan bahwa A ⊆ B dan
B ⊆ A.
Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau
dengan menyatakan sifat keanggotaan himpunan tersebut. Kata “sifat keanggotaan”
memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P menyatakan sifat keanggotaan (yang
tak bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan
{xP(x)}
untuk menyatakan himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca de-
ngan “himpunan semua x yang memenuhi (atau sedemikian sehinga) P”. Bila dirasa
perlu menyatakan lebih khusus unsur-unsur mana yang memenuhi P, kita dapat juga
menuliskannya dengan
{ x∈SP(x)}
untuk menyatakan sub himpunan S yang memenuhi P.
Beberapa himpunan tertentu akan digunakan dalam bukti ini, dan kita akan
menuliskannya dengan penulisan standar sebagai berikut :
• Himpunan semua bilangan asli, N = {1,2,3,...}
• Himpunan semua bilangan bulat, Z = {0,1,-1,2,-2,...}
• Himpunan semua bilangan rasional, Q = {m/n  m,n ∈ Z, n≠0}
• Himpunan semua bilangan real, R.
Contoh-contoh :
(a). Himpunan {x ∈ N x2
-3x+2=0}, menyatakan himpunan semua bilangan asli yang
memenuhi x2
- 3x + 2 = 0. Karena yang memenuhi hanya x = 1 dan x = 2, maka
himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan {1,2}.
(b). Kadang-kadang formula dapat pula digunakan untuk menyingkat penulisan him-
punan. Sebagai contoh himpunan bilangan genap positif sering dituliskan dengan
{2x x∈ N}, daripada {y∈ N y = 2x, x∈ N}.
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 4
Operasi Himpunan
Sekarang kita akan mendefinisikan cara mengkonstruksi himpunan baru dari
himpunan yang sudah ada.
1.1.2. Definisi. (a). Bila A dan B suatu himpunan, maka irisan (=interseksi) dari A ⊂
B dituliskan dengan A∩B, adalah himpunan yang unsur-unsurnya terdapat di A juga
di B. Dengan kata lain kita mempunyai
A∩B = {x x∈A dan x∈B}.
(b). Gabungan dari A dan B, dituliskan dengan A∪B, adalah himpunan yang unsur-
unsurnya paling tidak terdapat di salah satu A atau B. Dengan kata lain kita mempun-
yai
A∪B = {x x∈A atau x∈B}.
1.1.3. Definisi. Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong,
dituliskan dengan { } atau ∅. Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai un-
sur bersama (yaitu, A∩B = ∅), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin.
Berikut ini adalah akibat dari operasi aljabar yang baru saja kita definisikan.
Karena buktinya merupakan hal yang rutin, kita tinggalkan kepada pembaca sebagai
latihan.
1.1.4. Teorema. Misalkan A,B dan C sebarang himpunan, maka
(a). A∩A = A, A∪A = A;
(b). A∩B = B∩A, A∪B = B∪A;
(c). (A∩B) ∩C = A∩(B ∩C), (A∪B)∪C = A∪(B∪C);
(d). A∩(B∪C) = (A∩B)∪(A∩C), A∪(B ∩C) = (A∪B) ∩ (A∪C);
Kesamaan ini semua berturut-turut sering disebut sebagai sifat idempoten, ko-
mutatif, asosiatif dan distributif, operasi irisan dan gabungan himpunan.
Melihat kesamaan pada teorema 1.1.4(c), biasanya kita tanggalkan kurung dan
cukup ditulis dengan
A∩B ∩C, A∪B∪C.
Pendahuluan
Analisis Real I 5
Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila {A1,A2, ,An} merupakan koleksi
himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang memuat unsur yang merupakan
pa-ling tidak unsur dari suatu Aj, j = 1,2,...,n ; dan terdapat sebuah himpunan B yang
unsur-unsurnya merupakan unsur semua himpunan Aj, j=1,2,...,n. Dengan menang-
galkan kurung, kita tuliskan dengan
A = A1 ∪A2 ∪ ∪ An = {x x∈Aj untuk suatu j},
B = A1 ∩ A2...∩An = {x x∈Aj untuk semua j}.
Untuk mempersingkat penulisan, A dan B di atas sering dituliskan dengan
A = Aj
j 1
n
=
B = Aj
j 1
n
=
Secara sama, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan Aj, maka Aj
j J
∈
menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya paling tidak merupakan unsur dari salah
satu Aj. Sedangkan Aj
j J
∈
, menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur
semua Aj untuk j∈J.
1.1.5. Definisi. Bila A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terha-
dap A, dituliskan dengan AB (dibaca “A minus B”) adalah himpunan yang unsur-
unsurnya adalah semua unsur di A tetapi bukan anggota B. Beberapa penulis meng-
gunakan notasi A - B atau A ~ B.
Dari definisi di atas, kita mempunyai
AB = {x ∈ A x ∉ B}.
Seringkali A tidak dinyatakan secara eksplisit, karena sudah dimengerti/disepakati.
Dalam situasi begini AB sering dituliskan dengan (B).
1.1.6. Teorema. Bila A,B,C sebarang himpunan, maka A(B∪C) = (AB)∩(AC),
A(B∩C) = (AB) ∪(AC).
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 6
Bukti :
Kita hanya akan membuktikan kesamaan pertama dan meninggalkan yang
kedua sebagai latihan bagi pembaca. Kita akan tunjukkan bahwa setiap unsur di
A(B∪C) termuat di kedua himpunan (AB) dan (AC), dan sebaliknya.
Bila x di A(B∪C), maka x di A, tetapi tidak di B∪C. Dari sini x suatu unsur
di A, tetapi tidak dikedua unsur B atau C. (Mengapa?). Karenanya x di A tetapi tidak
di B, dan x di A tetapi tidak di C. Yaitu x ∈ AB dan x ∈ AC, yang menunjukkan
bahwa
x ∈(AB)∩(AC).
Sebaliknya, bila x ∈(AB)∩(AC), maka x ∈(AB)dan x ∈ (AC). Jadi x ∈ A
tetapi bukan anggota dari B atau C. Akibatnya x ∈ A dan x ∉ (B∪C), karena itu x ∈
A(B∪C).
Karena himpunan (AB)∩(AC) dan A(B∪C).memuat unsur-unsur yang
sama, menurut definisi 1.1.1 A(B∪C).= (AB)∩(AC).
Produk (hasil kali) Cartesius
Sekarang kita akan mendefinisikan produk Cartesius.
1.1.7. Definisi. Bila A dan B himpunan-himpunan yang tak kosong, maka produk
cartesius A×B dari A dan B adalah himpunan pasangan berurut (a,b) dengan a∈ A dan
b ∈ B.
Jadi bila A = {1,2,3} dan B = {4,5}, maka
A×B = {(1,4),(1,5),(2,4),(2,5),(3,4),(3,5)}
Latihan 1.1.
1. Gambarkan diagram yang menyatakan masing-masing himpunan pada Teorema
1.1.4.
2. Buktikan bagian (c) Teorema 1.1.4.
3. Buktikan bagian kedua Teorema 1.1.4(d).
4. Buktikan bahwa A ⊆ B jika dan hanya jika A∩B = A.
Pendahuluan
Analisis Real I 7
5. Tunjukkan bahwa himpunan D yang unsur-unsurnya merupakan unsur dari tepat
satu himpunan A atau B diberikan oleh D = (AB) ∪ (BA). Himpunan D ini ser-
ing disebut dengan selisih simetris dari A dan B. Nyatakan dalam diagram.
6. Tunjukkan bahwa selisih simetris D di nomor 5, juga diberikan oleh
D = (A∪B)(A∩B).
7. Bila A ⊆ B, tunjukkan bahwa B = A(AB).
8. Diberikan himpunan A dan B, tunjukkan bahwa A∩B dan AB saling asing dan
bahwa A = (A∩B) ∪ (AB).
9. Bila A dan B sebarang himpunan, tunjukkan bahwa A∩B = A(AB).
10. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjuk-
kan bahwa E A (E A ), E A (E A )
j j j
j=1
n
j
j 1
n
j 1
n
j 1
n
∩ = ∩ ∪ = ∪
=
=
=
11. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjuk-
kan bahwa E A (E A ), E A (E A )
j
j 1
n
j
j 1
n
j
j=1
n
j
j 1
n
∩ = ∩ ∪ = ∪
= = =
12. Misalkan E sebarang himpunan dan {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan.
Buktikan Hukum De Morgan
E  A (E  A ), E  A (E  A ).
j
j 1
n
j
j 1
n
j
j=1
n
j
j 1
n
= = =
= =
Catatan bila EAj dituliskan dengan (Aj), maka kesamaan di atas mempunyai
bentuk
( ) ( )
A A , A A .
j
j 1
n
j
j 1
n
j
j=1
n
j
j 1
n
= = =





 =





 =
13. Misalkan J suatu himpunan dan untuk setiap j∈J, Aj termuat di E. Tunjukkan
bahwa
( ) ( )
A A , A A .
j
j J
j
j J
j
j J
j
j J
∈ ∈ ∈ ∈





 =





 =
14. Bila B1 dan B2 subhimpunan dari B dan B = B1 ∪ B2, tunjukkan bahwa
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 8
A×B = (A×B1) ∪ (A×B2).
1.2. Fungsi.
Sekarang kita kembali mendiskusikan gagasan fundamental suatu fungsi atau
pemetaan. Akan kita lihat bahwa fungsi adalah suatu jenis khusus dari himpunan,
walaupun terdapat visualisasi lain yang sering lebih bersifat sugesti. Semua dari
bagian terakhir ini akan banyak mengupas jenis-jenis fungsi, tetapi sedikit abstrak di-
bandingkan bagian ini.
Bagi matematikawan abad terdahulu kata “fungsi” biasanya berarti rumus ter-
tentu, seperti
f(x) = x2
+ 3x -5
yang bersesuaian dengan masing-masing bilangan real x dan bilangan lain f(x). Mung-
kin juga seseorang memunculkan kontroversi, apakah nilai mutlak
h(x) = x
dari suatu bilangan real merupakan “fungsi sejati” atau bukan. Selain itu definisi
xdiberikan pula dengan
x=
x, bila x 0
x, bila x < 0
≥
−



Dengan berkembangnya matematika, semakin jelas bahwa diperlukan definisi fungsi
yang lebih umum. Juga semakin penting untuk kita membedakan fungsi sendiri den-
gan nilai fungsi itu. Di sini akan mendefinisikan suatu fungsi dan hal ini akan kita la-
kukan dalam dua tahap.
Definisi pertama :
Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B adalah aturan korespondensi yang
memasangkan masing-masing unsur x di A secara tunggal dengan unsur f(x) di B.
Definisi di atas mungkin saja tidak jelas, dikarenakan ketidakjelasan frase
“aturan korespondensi”. Untuk mengatasi hal ini kita akan mendefinisikan fungsi
de-ngan menggunakan himpunan seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.
Pendahuluan
Analisis Real I 9
De-ngan pendefinisian ini dapat saja kita kehilangan kandungan intuitif dari definisi
terdahulu, tetapi kita dapatkan kejelasan.
Ide dasar pendefinisian ini adalah memikirkan gambar dari suatu fungsi;
yaitu, suatu korelasi dari pasangan berurut. Bila kita perhatikan tidak setiap koleksi
pasangan berurut merupakan gambar suatu fungsi, karena sekali unsur pertama dalam
pasangan berurut diambil, unsur keduanya ditentukan secara tunggal.
1.2.1. Definisi. Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah him-
punan pasangan berurut f di A×B sedemikian sehingga untuk masing-masing a ∈ A
terdapat b ∈ B yang tunggal dengan (a,b),(a,b’) ∈ f, maka b = b’. Himpunan A dari
unsur-unsur pertama dari f disebut daerah asal atau “domain” dari f, dan dituliskan
D(f). Sedangkan unsur-unsur di B yang menjadi unsur kedua di f disebut “range” dari
f dan dituliskan dengan R(f). Notasi
f : A → B
menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa f
suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b) suatu
unsur di f, sering ditulis dengan
b = f(a)
daripada (a,b) ∈ f. Dalam hal ini b merupakan nilai f di titik a, atau peta a terhadap f.
Pembatasan dan Perluasan Fungsi
Bila f suatu fungsi dengan domain D(f) dan D1 suatu subhimpunan dari D(f),
seringkali bermanfaat untuk mendefinisikan fungsi baru f1 dengan domain D1 dan
f1(x) = f(x) untuk semua x ∈ D1. Fungsi f1 disebut pembatasan fungsi f pada D1.
Menurut definisi 1.2.1, kita mempunyai
f1 = { (a,b) ∈ f a ∈ D1}
Kadang-kadang kita tuliskan f1 = f D1 untuk menyatakan pembatasan fungsi f pada
himpunan D1.
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 10
Konstruksi serupa untuk gagasan perluasan. Bila suatu fungsi dengan domain
D(g) dan D2 ⊇ D(g), maka sebarang fungsi g2 dengan domain D2 sedemikian sehingga
g2(x) = g(x) untuk semua x ∈ D(g) disebut perluasan g pada himpunan D2.
Bayangan Langsung dan Bayangan Invers
Misalkan f : A → B suatu fungsi dengan domain A dan range B.
1.2.2. Definisi. Bila E subhimpunan A, maka bayangan langsung dari E terhadap f
adalah sub himpunan f(E) dari B yang diberikan oleh
f(E) = {f(x) : x ∈ E}.
Bila H subhimpunan E, maka bayangan invers dari H terhadap f adalah subhim-
punan
f-1
(H) dari A, yang diberikan oleh
f-1
(H) = { x ∈ A : f(x) ∈ H}
Jadi bila diberikan himpunan E ⊆ A, maka titik y1 ∈ B di bayangan langsung
f(E) jika dan hanya jika terdapat paling tidak sebuah titik x1 ∈ E sedemikian sehingga
y1 = f(x1). Secara sama, bila diberikan H⊆B, titik x2∈A di dalam bayangan invers f-
1
(H) jika dan hanya jika y2 = f(x2) di H.
1.2.3. Contoh. (a). Misalkan f : R → R didefinisikan dengan f(x) = x2
. Bayangan
langsung himpunan E = {x 0 ≤ x ≤ 2} adalah himpunan f(E) = {y 0 ≤ y ≤ 4}. Bila G
= {y 0 ≤ y ≤ 4}, maka bayangan invers G adalah himpunan f-1
(G) = {x -2 ≤ x ≤ 2}.
Jadi f-1
(f(E)) ≠ E.
Disatu pihak, kita mempunyai f(f-1
(G)) = G. Tetapi bila H = {y -1 ≤ y ≤ 1},
maka kita peroleh f(f-1
(H)) = {x 0 ≤ x ≤ 1} ≠ H.
(b). Misalkan f : A → B, dan G,H subhimpunan dari B kita akan tunjukkan bahwa
f-1
(G∩H) ⊆ f-1
(G)∩ f-1
(H)
Kenyataannya, bila x ∈ f-1
(G∩H) maka f(x) ∈ G∩H, jadi f(x) ∈ G dan f(x) ∈ H. Hal
ini mengakibatkan x ∈ f-1
(G) dan x ∈ f-1
(H). Karena itu x ∈ f-1
(G)∩ f-1
(H), bukti sele-
sai. Sebaliknya, f-1
(G∩H) ⊇ f-1
(G)∩ f-1
(H) juga benar, yang buktinya ditinggalkan se-
bagai latihan.
Pendahuluan
Analisis Real I 11
Sifat-sifat Fungsi
1.2.4. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan injektif atau satu-satu bila x1 ≠ x2,
mengakibatkan f(x1) ≠ f(x2). Bila f satu-satu, kita katakan f suatu injeksi.
Secara ekivalen, f injektif jika dan hanya jika f(x1) = f(x2) mengakibatkan x1 =
x2, untuk semua x1,x2 di A.
Sebagai contoh, misalkan A = {x ∈ R x ≠ 1} dan f : A → R dengan f(x) =
x
x 1
−
. Untuk menunjukkan f injektif, asumsikan x1,x2 di A sehingga f(x1) = f(x2).
Maka kita mempunyai
x
x 1
x
x 1
1
1
2
2
−
=
−
yang mengakibatkan (mengapa?) bahwa
x
x 1
x
x 1
1
1
2
2
−
=
−
dan dari sini x1 = x2. Karena
itu f injektif.
1.2.5. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan surjektif atau memetakan A pada B,
bila f(A) = B. Bila f surjektif, kita sebut f suatu surjeksi.
Secara ekivalen, f : A → B surjektif bila range f adalah semua dari B, yaitu
untuk setiap y ∈ B terdapat x ∈ A sehingga f(x) = y.
Dalam pendefinisian fungsi, penting untuk menentukan domain dan himpunan
dimana nilainya diambil. Sekali hal ini ditentukan, maka dapat menanyakan apakah
fungsi tersebut surjektif atau tidak.
1.2.6. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan
surjektif. Bila f bijektif, kita sebut bijeksi.
Fungsi-fungsi Invers
Bila f suatu fungsi dari A ke B, (karenanya, subhimpunan khusus dari A×B),
maka himpunan pasangan berurut di B×A yang diperoleh dengan saling menukar un-
sur pertama dan kedua di f secara umum bukanlan fungsi. Tetapi, bila f injektif, maka
penukaran ini menghasilkan fungsi yang disebut invers dari f.
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 12
1.2.7. Definisi. Misalkan f : A → B suatu fungsi injektif dengan domain A dan
range R(f) di B. Bila g = {(b,a)∈B×A (a,b) ∈ f}, maka g fungsi injektif dengan do-
main D(g) = R(f) dan range A. Fungsi G disebut fungsi invers dari f dan dituliskan
dengan f-1
.
Dalam penulisan fungsi yang standar, fungsi f-1
berelasi dengan f sebagai
berikut : y = f-1
(y) jika dan hanya jika y = f(x).
Sebagai contoh, kita telah melihat bahwa fungsi f(x) =
x
x 1
−
didefinisikan un-
tuk x ∈ A = {x x ≠ 1} bersifat injektif. Tidak jelas apakah range dari f semua (atau
hanya sebagian) dari R. Untuk menentukannya kita selesaikan persamaan y =
x
x 1
−
dan diperoleh x =
y
y 1
−
. Dengan informasi ini, kita dapat yakin bahwa rangenya R(f)
= {y y ≠ 1} dan bahwa fungsi invers dari f mempunyai domain {y y ≠ -1} dan f-1
(y)
=
y
y 1
−
.
Bila suatu fungsi injektif, maka fungsi inversnya juga injektif. Lebih dari itu,
fungsi invers dari f-1
adalah f sendiri. Buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
Fungsi Komposisi
Sering terjadi kita ingin mengkomposisikan dua buah fungsi denga mencari
f(x) terlebih dahulu, kemudian menggunakan g untuk memperoleh g(f(x)), tetapi hal
ini hanya mungkin bila f(x) ada di domain g. Jadi kita harus mengasumsikan bahwa
range dari f termuat di domain g.
1.2.8. Definisi. Untuk fungsi f : A → B dan g : B - C, komposisi fungsi gof (perhati-
kan urutannya!) adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan dengan gof(x) = g(f(x))
untuk x ∈ A.
1.2.9. Contoh. (a). Urutan komposisi harus benar-benar diperhatikan. Misalkan f dan
g fungsi-fungsi yang nilainya di x ∈ R ditentukan oleh
f(x) = 2x, g(x) = 3x2
- 1
Pendahuluan
Analisis Real I 13
Karena D(g) = R dan R(f) ⊆ R, maka domain D(gof) adalah juga R, dan fungsi kom-
posisi gof ditentukan oleh
gof(x) = 3(2x)2
- 1 = 2x2
- 1
Di lain pihak, domain dari fungsi komposisi gof juga R, tetapi dalam hal ini kita
mempunyai fog(x) = 2(3x2
- 1) = 6x2
- 2. Jadi fog ≠ gof.
(b). Beberapa perhatian harus dilatih agar yakin bahwa range dari f termuat di domain
dari g. Sebagai contoh, bila f(x) = 1 - x2
dan y = x , maka fungsi komposisi yang
diberikan oleh gof(x) = 1 x2
− didefinisikan hanya pada x di D(f) yang memenuhi
f(x) ≥ 0; yaitu, untuk x memenuhi -1 ≤ x ≤ 1. Bila kita tukar urutannya, maka kom-
posisi
fog, diberikan oleh gof(x) = 1 - x, didefinisikan untuk semua x di domain dari g; yaitu
himpunan {x ∈ R : x ≥ 0}.
Teorema berikut memperkenalkan hubungan antara komposisi fungsi dan
petanya. Sedangkan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
1.2.10. Teorema. Misalkan f : A → B dan g : B → C fungsi dan H suatu sub-
himpunan dari C. Maka (fog)-1
(H) = g-1
(f-1
(H)).
Sering terjadi bahwa komposisi dua buah fungsi mewarisi sifat-sifat fungsi
yang didefinisikan. Berikut salah satunya dan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
1.2.11. Teorema. Bila f : A → B dan g : B → C keduanya bersifat injektif, maka
komposisi gof juga bersifat injektif.
Barisan
Fungsi dengan N sebagai domain memeainkan aturan yang sangat khusus
dalam analisis, yang kita akan perkenalkan berikut ini.
1.2.12. Definisi. Suatu barisan dalam himpunan S adalah suatu fungsi yang domain-
nya himpunan bilangan asli N dan rangenya termuat di S.
Untuk barisan X : N → S, nilai X di n∈N sering dituliskan dengan xn dari-
pada (xn), dan nilainya sering disebut suku ke-n barisan tersebut. Barisan itu sendiri
sering dituliskan dengan (xn  n ∈ N) atau lebih sederhana dengan (xn). Sebagai con-
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 14
toh, barisan di R yang dituliskan dengan ( n  n ∈ N) sama artinya dengan fungsi X :
N → R dengan X(n) = n .
Penting sekali untuk membedakan antara barisan (xn  n ∈ ) dengan
nilainya
{xn  n ∈ N}, yang merupakan subhimpunan dari S. Suku barisan harus dipandang
mempunyai urutan yang diinduksi dari urutan bilangan asli, sedangkan range dari ba-
risan hanya merupakan subhimpunan dari S. Sebagai contoh, suku-suku dari bari-
san ((-1)n
 n ∈ N) berganti-ganti antara -1 dan 1, tetapi range dari barisan itu adalah
{-1,1}, memuat dua unsur dari R.
Latihan 1.2.
1. Misalkan A = B = {x∈R -1 ≤ x ≤ 1} dan sub himpunan C = {(x,y) x2
+ y2
= 1}
dari A×B, apakah himpunan ini fungsi ?
2. Misalkan f fungsi pada R yang didefinisikan dengan f(x) = x2
, dan E = {x∈R -1 ≤
x ≤ 0} dan F = {x∈R 0 ≤ x ≤ 1}. Tunjukkan bahwa E∩F = {0} dan f(E∩F) = {0},
sementara f(E) = f(F) = {y∈R 0 ≤ y ≤ 1}. Di sini f(E∩F) adalah subhimpunan se-
jati dari f(E) ∩ f(F). Apa yang terjadi bila 0 dibuang dari E dan F?
3. Bila E dan F seperti latihan no. 2, tentukan EF dan f(E)f(F) dan tunjukkan bahwa
f(EF) ≤ f(E)f(F) salah.
4. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan E,F sub himpunan dari A, maka f(E∪F) = f(E)
∪ f(F) dan f(E ∩ F) ≤ f(E) ∩ f(F)
5. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan G,H sub himpunan dari B,
maka f-1
(G∪H) = f-1
(G) ∪ f-1
(H) dan f-1
(G ∩ H) ≤ f-1
(G) ∩ f-1
(H)
6. Misalkan f didefinisikan dengan f(x) =
x
x 1
2
+
, x ∈R. Tunjukkan bahwa f bijektif
dari R pada {y : -1 ≤ y ≤ 1}..
7. Untuk a,b ∈R dengan a < b, tentukan bijeksi dari A = {x a < x < b} pada B = {y
0 < y < 1}
Pendahuluan
Analisis Real I 15
8. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat injektif dan E ⊆ A, maka f-1
(f(E)). Berikan
suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak injektif.
9. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat surjektif dan H ⊆ B, maka f(f-1
(H)). Beri-
kan suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak surjek-
tif.
10.Buktikan bahwa bila f injeksi dari A ke B, maka f-1
= {(b,a) (a,b)∈f} suatu fungsi
dengan domain R(f). Kemudian buktikan bahwa f-1
injektif dan f invers dari f-1
.
11.Misalkan f bersifat injektif. Tunjukkan bahwa f-1
of(x) = x, untuk semua x ∈ D(f)
dan fof-1
(y) = y untuk semua y ∈ R(f).
12. Berikan contoh dua buah fungsi f,g dari R pada R sehingga f ≠ g, tetapi fog = gof
13. Buktikan teorema 1.2.10.
14. Buktikan teorema 1.2.11.
15. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f). Tunjukkan bahwa f in-
jektif dan R(f) ⊆ D(f) dan R(g) ⊇ D(g).
16. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f) dan fog(y) untuk semua y
di D(g). Buktikan bahwa g = f-1.
.
1.3. Induksi Matematika
Induksi matematika merupakan metode pembuktian penting yang akan sering
digunakan dalam buku ini. Metode ini digunakan untuk menguji kebenaran suatu
pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Walau kegunaannya terba-
tas pada masalah tertentu, tetapi induksi matematika sangat diperlukan disemua ca-
bang matematika. Karena banyak bukti induksi mengikuti urutan formal argumen
yang sama, kita akan sering menyebutkan “hasilnya mengikuti induksi matematika”
dan meninggalkan bukti lengkapnya kepada pembaca. Dalam bagian ini kita memba-
has prinsip induksi matematika dan memberi beberapa contoh untuk mengilustrasikan
bagaimana proses bukti induksi.
Kita akan mengasumsikan kebiasaan (pembaca) dengan himpunan bilangan
asli
N = {1,2,3,...}
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 16
dengan operasi aritmetika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti
suatu bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat funda-
men-
tal dari N berikut.
1.3.1. Sifat urutan dengan baik dari N. Setiap subhimpunan tak kosong dari N mem-
punyai unsur terkecil.
Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebagai berikut : bila S subhimpunan
dari N dan S ≠ ∅, maka terdapat suatu unsur m ∈ S sedemikian sehingga m ≤ k untuk
semua k ∈ S.
Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu versi
prinsip induksi matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan dari N.
Sifat yang dideskripsikan dalam versi ini kadang-kadang mengikuti turunan sifat N.
1.3.2. Prinsip Induksi Matematika. Misalkan S sub himpunan dari N yang mempu-
nyai sifat
(i).1 ∈ S
(ii).jika k ∈ S., maka k + 1 ∈ S.
maka S = N.
Bukti :
Andaikan S ≠ N. Maka NS tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan baik
NS mempunyai unsur terkecil, sebut m. Karena 1 ∈ S, maka m ≠ 1. Karena itu m > 1
dengan m - 1 juga bilangan asli. Karena m - 1 < m dan m unsur terkecil di NS, maka
m - 1 haruslah di S.
Sekarang kita gunakan hipotesis (2) terhadap unsur k = m - 1 di S, yang
berakibat k + 1 = (m - 1) + 1 = m di S. Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan
bahwa m tidak di S. Karena m diperoleh dengan pengandaian bahwa NS tidak kos-
ong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa NS kosong. Karena itu kita telah buktikan
bahwa S = N.
Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau per-
nyataan tentang bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang n ∈ N, maka P(n)
Pendahuluan
Analisis Real I 17
benar untuk beberapa nilai n, tetapi tidak untuk yang lain. Sebagai contoh, bila P(n)
pernyataan “ n2
= n”, maka P(1) benar, sementara P(n) salah untuk semua n ≠ 1,
n∈N. Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai beri-
kut :
Untuk setiap n ∈ N, misalkan P(n) pernyataan tentang n. Misalkan bahwa
(a). P(1) benar
(b). Jika P(k) benar, maka P(k + 1) benar.
Maka P(n) benar untuk semua n ∈ N.
Dalam kaitannya dengan versi induksi matematika terdahulu yang diberikan
pada 1.3.2, dibuat dengan memisalkan S = { n ∈ N P(n) benar}. Maka kondisi (1)
dan (2) pada 1.3.2 berturut-turut tepat bersesuaian dengan (a) dan (b). Kesimpulan S =
N pada 1.3.2. bersesuaian dengan kesimpulan bahwa P(n) benar untuk semua n ∈ N
Dalam (b) asumsi “jika P(k) benar” disebut hipotesis induksi. Di sini, kita ti-
dak memandang pada benar atau salahnya P(k), tetap hanya pada validitas implikasi
“jika P(k) benar, maka P(k+1) benar”. Sebagai contoh, bila kita perhatikan pernyataan
P(n) : n = n + 5, maka (b) benar. Implikasinya “bila k = k + 5, maka k + 1 = k + 6”
juga benar, karena hanya menambahkan 1 pada kedua ruas. Tetapi, karena pernyataan
P(1) : 1 = 2 salah, kita tidak mungkin menggunakan induksi matematika untuk meny-
impulkan bahwa n = n + 5 untuk semua n ∈ N.
Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana prinsip induksi mate-
matika bekerja sebagai metode pembuktian pernyataan tentang bilangan asli.
1.3.3. Contoh. (a). Untuk setiap n ∈ N, jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh
1 + 2 + ... + n = 1
2
n (n + 1).
Untuk membuktikan kesamaan ini, kita misalkan S himpunan n ∈ N, sehingga ke-
samaan tersebut benar. Kita harus membuktikan kondisi (1) dan (2) pada 1.3.2. dipe-
nuhi.
Bila n = 1, maka kita mempunyai 1 = 1
2
.1(1 + 1), jadi 1 ∈ S dan dengan asumsi ini
akan ditunjukkan k + 1 ∈ S. Bila k ∈ S, maka kita mempunyai
1+2+...+k = 1
2
(k+1). (*)
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 18
Bila kita tambahkan k+1 pada kedua ruas, kita peroleh
1+2+...+k+(k+1) = 1
2
k(k+1) + (k+1)
= 1
2
(k+1) (k+2)
Karena ini menyatakan kesamaan di atas untuk n = k + 1, kita simpulkan bahwa k + 1
∈ S. Dari sini kondisi (2) pada 1.3.2. dipenuhi. Karena itu dengan prinsip induksi
matematika, kita simpulkan bahwa S = N dan kesamaan (*) benar untuk semua n ∈
N.
(b). Untuk masing-masing n ∈ N, jumlah kuadrat dari n pertama bilangan asli diberi-
kan oleh
12
+22
+...+n2
= 1
6
n(n+1)(2n+1)
Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita catat bahwa formula ini
benar untuk n = 1, karena 12
= 1
6
.1 (1+1)(2+1). Bila kita asumsikan formula ini benar
untuk k, maka dengan menambahkan (k+1)2
pada kedua ruas, memberikan hasil
12
+22
+...+k2
+ (k+1)2
= 1
6
k(k+1)(2k+1) + (k+1)2
= 1
6
(k+1)(2k2
+k+6k+6)
= 1
6
(k+1)(k+2)(2k+3)
Mengikuti induksi matematika, validitas formula di atas berlaku untuk semua n ∈ N.
(c). Diberikan bilangan a,b, kita akan buktikan bahwa a - b faktor dari an
- bn
untuk
semua n ∈ N. Pertama kita lihat bahwa pernyataan ini benar untuk n = 1. Bila
sekarang kita asumsikan bahwa a - b adalah faktor dari ak
- bk
, maka kita tuliskan
ak+1
- bk+1
= ak+1
- abk
+ abk
- bk+1
= a(ak
- bk
) + bk
(a - b).
Sekarang berdasarkan hipotesis induksi a-b merupakan faktor dari a(ak
-bk
). Disamp-
ing itu a-b juga faktor dari bk
(a - b). Dari sini a-b adalah dari ak+1
- bk+1
. Dengan in-
duksi matematika kita simpulkan bahwa a-b adalah faktor dari an
- bn
untuk semua
n∈N.
Pendahuluan
Analisis Real I 19
(d). Ketaksamaan 2n
≤ (n+1)!. Dapat dibuktikan dengan induksi matematika sebagai
berikut. Pertama kita peroleh bahwa hal ini benar untuk n = 1. Kemudian kita asumsi-
kan bahwa 2k
≤ (k+1).Dan dengan menggunakan fakta bahwa 2 ≤ (k+2), diperoleh
2k+1
= 2.2k
≤ 2(k+1)! ≤ (k+2)(k+1)! = (k+2)!
Jadi, bila ketaksamaan tersebut berlaku untuk k, maka berlaku pula untuk k+1.
Karenanya dengan induksi matematika, ketaksamaan tersebut benar untuk semua n ∈
N.
(e). Bila r ∈ R, r ≠ 1 dan n ∈ N, maka
1 + r + r2
+ ... + rn
=
1 r
1 r
n 1
−
−
+
Ini merupakan jumlah n suku deret geometri, yang dapat dibuktikan dengan induksi
matematika sebagai berikut. Bila n = 1, kitya mempunyai 1 + r =
1 r
1 r
−
−
2
, jadi formula
tersebut benar. Bila kita asumsikan formula tersebut benar untuk n = k dan tambahkan
rk+1
pada kedua ruas, maka kita peroleh
1+r+ ... +rk
+ rk+1
=
1 r
1 r
k 1
−
−
+
+ rk+1
=
1 r
1 r
k 2
−
−
+
yang merupakan formula kita untuk n = k + 1. Mengikuti prinsip induksi matematika,
maka formula tersebut benar untuk semua n ∈ N.
Hal ini dapat dibuktikan tanpa menggunakan prinsip induksi matematika. Bila
kita misalkan Sn = 1+r+...+rn
, maka rSn = r+r2
+...+rn+1
Jadi
(1-r)Sn = Sn-rSn = 1-rn+1
Bila kita selesaikan untuk Sn, kita peroleh formula yang sama.
(f). Penggunaan prinsip induksi matematika secara ceroboh dapat menghasilkan ke-
simpulan yang slah. Pembaca diharap mencari kesalahan pada “bukti teorema” beri-
kut.
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 20
Bila n sebarang bilangan asli dan bila maksimum dari dua bilangan asli p dan
q adalah n, maka p = q. (Akibatnya bila p dan q dua bilangan asli sebarang, maka p =
q).
Bukti :
Misalkan S subhimpunan bilangan asli sehingga pernyataan tersebut benar. Maka 1 ∈
S, karena bila p,q di N dan maksimumnya 1, maka maksimum dari p-1 dan q-1 adalah
k. Karenanya p-1 = q-1, karena k ∈ S, dan dari sini kita simpulkan bahwa p = q. Jadi,
k + 1 ∈ S dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk semua n ∈ N.
(g). Beberapa pernyataan yang benar untuk beberapa bilangan asli, tetapi tidak
untuk semua. Sebagai contoh formula P(n) = n2
- n + 41 memberikan bilangan prima
untuk n =1,2,3,...41. Tetapi, P(41) bukan bilangan prima.
Terdapat versi lain dari prinsip induksi matematika yang kadang-kadang san-
gat berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun sebenarnya ekivalen den-
gan versi terdahulu. Kita akan tinggalkan pada pembaca untuk menunjukkan ekiva-
lensinya dari kedua prinsip ini.
1.3.4. Prinsip Induksi kuat. Misalkan S subhimpunan N sedemikian sehinga 1∈S,
dan bila {1,2,...,k}⊆ S maka k + 1 ∈ S. Maka S = N.
Latihan 1.3
Buktikan bahwa yang berikut berlaku benar untuk semua n ∈ N,
1.
1
1.2
1
2.3
...
1
n(n 1)
n
n 1
+ + +
+
=
+
2. 13
+ 23
+ ... + n3
= [ 1
2
n(n+1)]2
3. 12
-22
+32
-...+(-1)n+1
n(n+1)/2
4. n3
+ 5n dapat dibagi dengan 6
5. 52n
- 1 dapat dibagi dengan 8
6. 5n
- 4n - 1 habis dibagi 16.
7. Buktikan bahwa jumlah pangkat tiga dari bilangan asli yang berturutan n, n+1, n +
2 habis dibagi 9
Pendahuluan
Analisis Real I 21
8. Buktikan bahwa n < 2n
untuk semua n ∈ N
9. Tentukan suatu formula untuk jumlah
( )
1
1.3
1
3.5
...
1
2n 1 (2n 1)
+ + +
− +
dan buktikan dugaan tersebut dengan mengunakan induksi matematika. (Dugaan
terhadap pernyataan matematika, sebelum dibuktikan sering disebut “Conjecture”).
10.Tentukan suatu formula untuk jumlah n bilangan ganjil yang pertama
1 + 3 + ... + (2n - 1)
kemudian buktikan dugaan tersebut dengan menggunakan induksi matematika.
11. Buktikan variasi dari 1.3.2. berikut : Misalkan S sub himpunan tak kosong dari N
sedemikian sehingga untuk suatu n0 ∈ N berlaku (a). n0 ∈ S, dan (b) bila k ≥ n0
dan k ∈ S, maka k + 1 ∈ S. Maka S memuat himpunan { n ∈ N n ≥ n0}.
12. Buktikan bahwa 2n
< n! untuk semua n ≥ 4, n ∈ N. (lihat latihan 11).
13. Buktikan bahwa 2n - 3 ≤ 2n-2
untuk semua n ≥ 5, n ∈ N. (lihat latihan 11).
14. Untuk bilangan asli yang mana n2
< 2n
? Buktikan pernyataanmu (lihat latihan
11).
15. Buktikan bahwa
1
1
1
2
...
1
n
n
+ + + > untuk semua n ∈ N.
16. Misalkan S sub himpunan dari N sedemikian sehingga (a). 2k
∈ S untuk semua k
∈ N, dan (b). bila k ∈ S, dan k ≥ 2, maka k - 1 ∈ S. Buktikan S = N.
17. Misalkan barisan (xn) didefinisikan sebagai berikut : x1 = 1, x2 = 2 dan xn+2 =
1
2
(xn+1 + xn) untuk n∈N. Gunakan prinsip induksi kuat 1.3.4 untuk menunjukkan
1 ≤ xn ≤ 2 untuk semua n ∈ N.
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 22
BILANGAN REAL
Dalam bab ini kita akan membahas sifat-sifat esensial dari sistem bilangan
real R. Walaupun dimungkinkan untuk memberikan konstruksi formal dengan di-
dasarkan pada himpunan yang lebih primitif (seperti himpunan bilangan asli N atau
himpunan bilangan rasional Q), namun tidak kita lakukan. Akan tetapi, kita perkenal-
kan sejumlah sifat fundamental yang berhubungan dengan bilangan real dan menun-
jukkan bagaimana sifat-sifat yang lain dapat diturunkan darinya. Hal ini lebih berman-
faat dari pada menggunakan logika yang sulit untuk mengkonstruksi suatu model un-
tuk R dalam belajar analisis.
Sistem bilangan real dapat dideskripsikan sebagai suatu “medan/lapangan
lengkap yang terurut”, dan kita akan membahasnya secara detail. Demi kejelasan, kita
tidak akan membahas sifat-sifat R dalam suatu bagian, tetapi kita lebih berkonsentrasi
pada beberapa aspek berbeda dalam bagian-bagian yang terpisah. Pertama kita perke-
nalkan, dalam bagian 2.1, sifat aljabar (sering disebut sifat medan) yang didasarkan
pada ope-rasi penjumlahan dan perkalian. Berikutnya kita perkenalkan, dalam bagian
2.2 sifat urutan dari R, dan menurunkan beberapa konsekuensinya yang berkaitan
dengan ketaksamaan, dan memberi ilustrasi penggunaan sifat-sifat ini. Gagasan ten-
tang nilai mutlak, yang mana didasarkan pada sifat urutan, dibahas secara singkat
pada bagian 2.3.
Dalam bagian 2.4, kita membuat langkah akhir dengan menambah sifat
“kelengkapan” yang sangat penting pada sifat aljabar dan urutan dari R. Kemudian
kita menggunakan sifat kelengkapan R dalam bagian 2.5 untuk menurunkan hasil
fundamental yang berkaitan dengan R, termasuk sifat archimedes, eksistensi akar
(pangkat dua), dan densitas (kerapatan) bilangan rasional di R.
BAB
2
Pendahuluan
Analisis Real I 23
2.1 Sifat Aljabar R
Dalam bagian ini kita akan membahas “struktur aljabar” sistem bilangan real.
Pertama akan diberikan daftar sifat penjumlahan dan perkaliannya. Daftar ini men-
dasari semua untuk mewujudkan sifat dasar aljabar R dalam arti sifat-sifat yang lain
dapat dibuktikan sebagai teorema. Dalam aljabar abstrak sistem bilangan real meru-
pakan lapangan/medan terhadap penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat yang akan
disajikan pada 2.1.1 berikut dikenal dengan “Aksioma medan”.
Yang dimaksud operasi biner pada himpunan F adalah suatu fungsi B dengan
domain F×F dan range di F. Jadi, operasi biner memasangkan setiap pasangan berurut
(a,b) dari unsur-unsur di F dengan tepat sebuah unsur B(a,b) di F. Tetapi, disamping
menggunakan notasi B(a,b), kita akan lebih sering menggunakan notasi konvensional
a+b dan a b (atau hanya ab) untuk membicarakan sifat penjumlahan dan perkalian.
Contoh operasi biner yang lain dapat dilihat pada latihan.
2.1.1. Sifat-sifat aljabar R. Pada himpunan bilangan real R terdapat dua operasi
biner, dituliskan dengan “+” dan “ ” dan secara berturut-turut disebut penjumlahan
dan perkalian. Kedua operasi ini memenuhi sifat-sifat berikut :
(A1). a + b = b + a untuk semua a,b di R (sifat komutatif penjumlahan);
(A2). (a + b) + c = a + (b + c) untuk semua a,b,c di R (sifat assosiatif penjumlahan);
(A3) terdapat unsur 0 di R sehingga 0 + a = a dan a + 0 = a untuk semua a di R (ek-
sistensi unsur nol);
(A4). untuk setiap a di R terdapat unsur -a di R, sehingga a + (-a) = 0 dan (-a) + a = 0
(eksistensi negatif dari unsur);
(M1). a b = b a untuk semua a,b di R (sifat komutatif perkalian);
(M2). (a b) c = a (b c) untuk semua a,b,c di R (sifat asosiatif perkalian);
(M3). terdapat unsur 1 di R yang berbeda dari 0, sehingga 1 a = a dan a 1 = a untuk
semua a di R (eksistensi unsur satuan);
(M4). untuk setiap a ≠ 0 di terdapat unsur 1/a di R sehingga a 1/a = 1 dan (1/a) a =
1 (eksistensi balikan);
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 24
(D). a (b+c) = (a b) + (a c) dan (b+c) a = (b a) + (c a) untuk semua a,b,c di R (si-
fat distributif perkalian terhadap penjumlahan);
Pembaca perlu terbiasa dengan sifat-sifat di atas. Dengan demikian akan me-
mudahkan dalam penurunan dengan menggunakan teknik dan manipulasi aljabar.
Berikut kita akan dibuktikan beberapa konsekuensi dasar (tetapi penting).
2.1.2 Teorema. (a). Bila z dan a unsur di R sehingga z + a = a, maka z = 0.
(b). Bila u dan b ≠ 0 unsur R sehingga u b = b, maka u = 1.
Bukti :
(a). Dari hipotesis kita mempunyai z + a = a. Kita tambahkan unsur -a (yang eksis-
tensinya dijamin pada (A4)) pada kedua ruas dan diperoleh
(z + a) + (-a) = a + (-a)
Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita
peroleh
(z + a) + (-a) = z + (a + (-a)) = z + 0 = z;
bila kita menggunakan (A4) pada ruas kanan
a + (-a) = 0.
Dari sini kita simpulkan bahwa z = 0.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat
penting.
Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa bila diberikan a di R, maka unsur -a
dan 1/a (bila a ≠ 0) ditentukan secara tunggal.
2.1.3 Teorema. (a). Bila a dan b unsur di R sehinga a + b = 0, maka b = -a.
(b). Bila a ≠ 0 dan b unsur di R sehingga a b = 1, maka b = 1/a.
Bukti :
(a). Bila a + b = 0, maka kita tambahkan -a pada kedua ruas dan diperoleh
(-a) + (a + b) = (-a) + 0.
Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh
(-a) + (a + b) = ((-a) + a) + b = 0 + b = b;
bila kita menggunakan (A3) pada ruas kanan kita dapatkan
Pendahuluan
Analisis Real I 25
(-a) + 0 = -a.
Dari sini kita simpulkan bahwa b = -a.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat
penting.
Bila kita perhatikan sifat di atas untuk menyelesaikan persamaan, kita peroleh
bahwa (A4) dan (M4) memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan a + x = 0
dan a x = 1 (bila a ≠ 0) untuk x, dan teorema 2.1.3 mengakibatkan bahwa solusinya
tunggal. Teorema berikut menunjukkan bahwa ruas kanan dari persamaan ini dapat
sebarang unsur di R.
2.1.4 Teorema. Misalkan a,b sebarang unsur di R. Maka :
(a). persamaan a + x = b mempunyai solusi tunggal x = (-a) + b;
(b). bila a ≠ 0, persamaan a x = b mempunyai solusi tunggal x = (1/a) b.
Bukti :
Dengan menggunakan (A2), (A4) dan (A3), kita peroleh
a + ((-a) + b) = (a + (-a)) + b = 0 + b = b,
yang mengakibatkan x = (-a) + b merupakan solusi dari persamaan a + x = b. Untuk
menunjukkan bahwa ini merupakan satu-satunya solusi, andaikan x1 sebarang solusi
dari persamaan tersebut, maka a + x1 = b, dan bila kita tambahkan kedua ruas dengan
-a, kita peroleh
(-a) + (a + x1) = (-a) + b.
Bila sekarang kita gunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh
(-a) + (a + x1) = (-a + a) + x1 = 0 + x1 = x1.
Dari sini kita simpulkan bahwa x1 = (-a) + b.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan.
Sejauh ini, ketiga teorema yang telah dikenalkan kita hanya memperhatikan
penjumlahan dan perkalian secara terpisah. Untuk melihat keterpaduan antara kedua-
nya, kita harus melibatkan sifat distributif (D). Hal ini diilustrasikan dalam teorema
berikut.
2.1.5 Teorema. Bila a sebarang unsur di R, maka :
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 26
(a). a 0 = 0 (b). (-1) a = -a
(c). -(-a) = a (d). (-1) (-1) = 1
Bukti :
(a). Dari (M3) kita ketahui bahwa a 1 = a. Maka dengan menambahkan a 0 dan
mengunakan (D) dan (A3) kita peroleh
a + a 0 = a 1 + a 0
= a (1 + 0) = a 1 = a.
Jadi, dengan teorema 2.1.2(a) kita peroleh bahwa a 0 = 0.
(b). Kita gunakan (D), digabung dengan (M3), (A4) dan bagian (a), untuk memperoleh
a + (-1) a = 1 a + (-1) a = 0 a = 0
Jadi, dari teorema 2.1.3(a) kita peroleh (-1) a = - a.
(c). Dengan (A4) kita mempunyai (-a) + a = 0. Jadi dari teorema 2.1.3 (a) diperoleh
bahwa a = - (-a).
(d). Dalam bagian (b) substitusikan a = -1. Maka
(-1) (-1) = -(-1).
Dari sini, kita menggunakan (c) dengan a = 1.
Kita simpulkan deduksi formal kita dari sifat medan (bilangan real) dengan
menutupnya dengan hasil-hasil berikut.
2.1.6 Teorema. Misalkan a,b,c unsur-unsur di R.
(a). Bila a ≠ 0, maka 1/a ≠ 0 dan 1/(1/a) = a
(b). Bila a b = a c dan a ≠ 0, maka b = c
(c). Bila a b = 0, maka paling tidak satu dari a = 0 atau b = 0 benar.
Bukti :
(a). Bila a ≠ 0, maka terdapat 1/a. Andaikan 1/a = 0, maka 1 = a (1/a) = a 0 = 0,
kontradiksi dengan (M3). Jadi 1/a ≠ 0 dan karena (1/a) a = 1, Teorema 2.1.3(b) men-
gakibatkan 1/(1/a) = a.
(b). Bila kita kalikan kedua ruas persamaan a b = a c dengan 1/a dan menggunakan
sifat asosiatif (M2), kita peroleh
((1/a) a) b = ((1/a) a) c.
Pendahuluan
Analisis Real I 27
Jadi 1 b = 1 c yang berarti juga b = c
(c). Hal ini cukup dengan mengasumsikan a ≠ 0 dan memperoleh b = 0. (Mengapa?)
Karena a b = 0 = a 0, kita gunakan bagian (b) terhadap persamaan a b = a 0
yang menghasilkan b = 0, bila a ≠ 0.
Teorema-teorema di atas mewakili sebagian kecil tetapi penting dari sifat-sifat
aljabar bilangan real. Banyak konsekuensi tambahan sifat medan R dapat diturunkan
dan beberapa diberikan dalam latihan.
Operasi pengurangan didefinisikan dengan a - b = a + (-b) untuk a,b di R. Se-
cara sama operasi pembagian didefinisikan untuk a,b di R, b ≠ 0 dengan a/b = a (1/b).
Berikutnya, kita akan menggunakan notasi ini untuk pengurangan dan pembagian.
Secara sama, sejak sekarang kita akan tinggalkan titik untuk perkalian dan menulis-
kan ab untuk a b. Sebagaimana biasa kita akan menuliskan a2
untuk aa, a3
untuk
(a2
)a; secara umum, untuk n∈N, kita definisikan an+1
= (an
)a. Kita juga menyetujui
penulisan a0
= 1dan a1
= a untuk sebarang a di R (a ≠ 0). Kita tinggalkan ini sebagai
latihan bagi pembaca untuk membuktikan (dengan induksi) bahwa bila a di R, maka
am+n
= am
an
untuk semua m,n di N. Bila a ≠ 0, kita akan gunakan notasi a-1
untuk 1/a, dan bila
n∈N, kita tuliskan a-n
untuk (1/a)n
, bila memang hal ini memudahkan.
Bilangan Rasional dan Irasional
Kita anggap himpunan bilangan asli sebagai subhimpunan dari R, dengan
mengidentifikasi bilangan asli n∈N sebagai penjumlahan n-kali unsur satuan 1∈R.
Secara sama, kita identifikasi 0∈Z dengan unsur nol di R, dan penjumlahan n-kali
unsur -1 sebagai bilangan bulat -n. Akibatnya, N dan Z subhimpunan dari R.
Unsur-unsur di R yang dapat dituliskan dalam bentuk b/a dengan a,b di Z dan
a ≠ 0 disebut bilangan rasional. Himpunan bilangan rasional di R akan dituliskan de-
ngan notasi standar Q. Jumlah dan hasil kali dua bilangan rasional merupakan bilan-
gan rasional (Buktikan!), dan lebih dari itu, sifat-sifat medan yang dituliskan di awal
bagian
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 28
ini dapat ditunjukkan dipenuhi oleh Q.
Fakta bahwa terdapat unsur di R yang tidak di Q tidak begitu saja dikenali.
Pa-
da abad keenam sebelum masehi komunitas Yunani kuno pada masa Pytagoras me-
nemukan bahwa diagonal dari bujur sangkar satuan tidak dapat dinyatakan sebagai
pembagian bilangan bulat. Menurut Teorema Phytagoras tentang segitiga siku-siku,
ini mengakibatkan tidak ada bilangan rasional yang kuadratnya dua. Penemuan ini
mempunyai sumbangan besar pada perkembangan matematika Yunani. Salah satu
konsekuensinya adalah unsur-unsur R yang bukan unsur Q merupakan bilangan yang
dikenal dengan bilangan irrasional, yang berarti bilangan-bilangan itu bukan rasio (=
hasil bagi dua buah) bilangan rasional. Jangan dikacaukan dengan arti tak rasional.
Kita akan tutup bagian ini dengan suatu bukti dari fakta bahwa tidak ada bi-
lang-an rasional yang kuadratnya 2. Dalam pembuktiannya kita akan menggunakan
gagasan bilangan genap dan bilangan ganjil. Kita ingat kembali bahwa bilangan genap
mempu-nyai bentuk 2n untuk suatu n di N, dan bilangan ganjil mempunyai bentuk 2n
- 1 untuk suatu n di N. Setiap bilangan asli bersifat ganjil atau genap, dan tidak pernah
bersifat keduanya.
2.1.7 Teorema. Tidak ada bilangan rasional r, sehingga r2
= 2
Bukti :
Andaikan terdapat bilangan rasional yang kuadratnya 2. Maka terdapat bilan-
gan bulat p dan q sehingga (p/q)2
= 2. Asumsikan bahwa p,q positif dan tidak mem-
punyai faktor persekutuan lain kecuali 1. (Mengapa?) Karena p2
= 2q2
, kita peroleh
bahwa p2
genap. Ini mengakibatkan bahwa p juga genap (karena bila p = 2n - 1ganjil,
maka kuadratnya, p2
= 4n2
- 4n + 1 = 2(2n2
- 2n +1) - 1 juga ganjil). Akibatnya, teo-
rema 2 bukan faktor persekutuan dari p dan q maka haruslah q ganjil.
Karena p genap, maka p = 2m untuk suatu m ∈ , dan dari sini 4m2
= 2q2
, jadi
2m2
= q2
. Akibatnya q2
genap, yang diikuti q juga genap, dengan alasan seperti pada
paragraf terdahulu.
Pendahuluan
Analisis Real I 29
Dari sini kita sampai pada kontradiksi bahwa tidak ada bilangan asli yang ber-
sifat genap dan ganjil.
Latihan 2.1
Untuk nomor 1 dan 2, buktikan bagian b dari teorema
1. 2.1.2
2. 2.1.3.
3. Selesaikan persamaan berikut dan sebutkan sifat atau teorema mana yang anda
gunakan pada setiap langkahnya.
(a). 2x + 5 = 8; (b). 2x + 6 = 3x + 2;
(c). x2
= 2x; (d). (x - 1) (x + 2) = 0.
4. Buktikan bahwa bila a,b di R, maka
-(a + b) = (-a) + (-b) (b). (-a) (-b) = a b
(-a) = -(1/a) bila a ≠ 0 (d). -(a/b) = (-a)/b bila b ≠ 0
5. Bila a,b di R dan memenuhi a a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1
6. Bila a ≠ 0 dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa 1/(ab) = (1/a) (1/b)
7. Gunakan argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak
ada bilangan rasional s, sehingga s2
= 6.
8. Modifikasi argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa ti-
dak ada bilangan rasional t, sehingga t2
= 3.
9. Tunjukkan bahwa bila ξ di R irasional dan r ≠ 0 rasional, maka r + ξ dan rξ ira-
sional.
10. Misalkan B operasi biner pada R. Kita katakan B :
(i). komutatif bila B(a,b) = B(b,a) untuk semua a,b di R.
(ii). asosiatif bila B(a,B(a,c)) = B(B(a,b),c) untuk semua a,b,c di R.
(iii). mempunyai unsur identitas bila terdapat unsur e di R sehingga B(a,e) = a =
B(e,a), untuk semua a di R
Tentukan sifat-sifat mana yang dipenuhi operasi di bawah ini
(a). B1(a,b) = 1
2
(a + b) (b). B2(a,b) = 1
2
(ab)
(c). B3(a,b) = a - b (d). B4(a,b) = 1 + ab
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 30
11. Suatu operasi biner B pada R dikatakan distributif terhadap penjumlahan bila me-
menuhi B(a,b + c) = B(a,b) + B(a,c) untuk semua a,b,c di R. Yang mana (bila
ada) dari operasi nomor 12 yang bersifat distributif terhadap penjumlahan?.
12. Gunakan induksi matematika untuk menunjukan bahwa bila a di R dan m,n di N,
maka am+n
= am
an
dan (am
)n
= am n
.
13. Buktikan bahwa bilangan asli tidak dapat bersifat genap dan ganjil secara ber-
samaan.
2.2. Sifat Urutan Dalam R
Sifat urutan R mengikuti gagasan positivitas dan ketaksamaan antara dua bi-
lang-an real. Seperti halnya pada struktur aljabar sistem bilangan real, di sini kita
utamakan beberapa sifat dasar sehingga sifat yang lain dapat diturunkan. Cara paling
sederhana yaitu dengan mengidentifikasi sub himpunan tertentu dari R dengan meng-
gunakan gagasan “positivitas”.
2.2.1 Sifat Urutan dari R. Terdapat sub himpunan tak kosong P dari R, yang disebut
himpunan bilangan real positif, yang memenuhi sifat-sifat berikut :
(i). Bila a,b di P, maka a + b di P
(ii). Bila a,b di P, maka a b di P
(iii).Bila a di R, maka tepat satu dari yang berikut dipenuhi
a ∈ P, a = 0, -a ∈ P
Dua sifat yang pertama kesesuaian urutan dengan operasi penjumlahan dan
perkalian. Kondisi (iii) biasa disebut “Sifat Trikotomi”, karena hal ini membagi R
menjadi tiga daripada unsur yang berbeda. Hal ini menyatakan bahwa himpunan {-a 
a ∈ P} bilangan real negatif tidak mempunyai unsur sekutu di P, dan lebih dari itu, R
gabungan tiga himpunan yang saling lepas.
2.2.2 Definisi. Bila a∈P, kita katakan a bilangan real positif (atau positif kuat) dan
kita tulis a > 0. Bila a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak negatif dan ditulis a ≥
0.
Pendahuluan
Analisis Real I 31
Bila -a∈P, kita katakan a bilangan real negatif (atau negatif kuat) dan kita tulis
a < 0. Bila -a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak positif dan ditulis a ≤ 0.
Sekarang kita perkenalkan gagasan tentang ketaksamaan antara unsur-unsur R
dalam himpunan bilangan positif P.
2.2.3 Definisi. Misalkan a,b di R.
(i). Bila a - b ∈ P, maka kita tulis a > b atau b < a.
(ii). Bila a - b ∈ P∪{0} maka kita tulis a ≥ b.atau b ≤ a.
Untuk kemudahan penulisan, kita akan menggunakan a < b < c, bila a < b dan
b < c dipenuhi. Secara sama, bila a ≤ b dan b ≤ c benar, kita akan menuliskannya de-
ngan
a ≤ b ≤ c
Juga, bila a ≤ b dan b < d benar, dituliskan dengan
a ≤ b < d
dan seterusnya.
Sifat Urutan
Sekarang akan kita perkenalkan beberapa sifat dasar relasi urutan pada R. Ini
merupakan aturan ketaksamaan yang biasa kita kenal dan akan sering kita gunakan
pada pembahasan selanjutnya.
2.2.4 Teorema. Misalkan a,b,c di R.
(a). Bila a > b dan b > c, maka a > c
(b). Tepat satu yang berikut benar : a > b, a = b dan a < b
(c). Bila a ≥ b dan b ≥ a, maka a = b
Bukti :
(a). . Bila a - b ∈ P dan b - c ∈ P, maka 2.2.1(i) mengakibatkan bahwa (a - b) + (b -
c) = a - c unsur di P. Dari sini a > c.
(b). . Dengan sifat trikotomi 2.2.1(iii), tepat satu dari yang berikut benar : a - b ∈ P, a
- b = 0, -(a - b) = b - a ∈ P.
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 32
(c). . Bila a ≠ b, maka a - b ≠ 0, jadi menurut bagian (b) kita hanya mempunyai a - b
∈ P atau b - a ∈ P., yaitu a > b atau b > a. Yang masing-masing kontradiksi den-
gan satu dari hipotesis kita. Karena itu a = b.
Adalah hal yang wajar bila kita berharap bilangan asli merupakan bilangan
positif. Kita akan tunjukkan bagaimana sifat ini diturunkan dari sifat dasar yang
diberikan dalam 2.2.1. Kuncinya adalah bahwa kuadrat dari bilangan real tak nol posi-
tif.
2.2.5 Teorema. (a). Bila a∈R dan a ≠ 0, maka a2
> 0
(b). 1 > 0
(c). Bila n∈N, maka n > 0
Bukti :
(a). Dengan sifat trikotomi bila a ≠ 0, maka a ∈ P atau -a ∈ P. Bila a ∈ P., maka de-
ngan 2.2.1(ii), kita mempunyai a2
= a.a ∈ P. Secara sama bila -a ∈ P, maka 2.2.1
(ii), kita mempunyai (-a).(-a) ∈ P. Dari 2.1.5(b) dan 2.1.5(d) kita mempunyai
(-a).(-a) = ((-1)a) ((-1)a) = (-1)(-1).a2
= a2
,
jadi a2
∈ P. Kita simpulkan bahwa bila a ≠ 0, maka a2
> 0.
(b). Karena 1 = (1)2
, (a) mengakibatkan 1 > 0.
(c). Kita gunakan induksi matematika, validitas untuk n = 1 dijamin oleh (b). Bila per-
nyataan k > 0, dengan k bilangan asli, maka k∈P. Karena 1 ∈ P, maka k + 1 ∈ P,
menurut 2.2.1(i) . Dari sini pernyataan n > 0 untuk semua n∈N benar.
Sifat berikut berhubungan dengan urutan di R terhadap penjumlahan dan per-
kalian. Sifat-sifat ini menyajikan beberapa alat yang memungkinkan kita bekerja den-
gan ketaksamaan.
2.2.6 Teorema. Misalkan a,b,c,d ∈ R
(a). bila a > b, maka a + c > b + c
(b).bila a > b dan c > d, maka a + c > b + d
(c). bila a > b dan c > 0, maka ca > cb
bila a > b dan c < 0, maka ca < cb
Pendahuluan
Analisis Real I 33
(d).bila a > 0, maka 1/a > 0
bila a < 0, maka 1/a < 0
Bukti :
(a). Bila a - b ∈ P, maka (a + c) - (b + c) unsur di P. Jadi a + c > b + c
(b).Bila a - b ∈ P dan c - d ∈ P, maka (a + c) - (b + d) = (a - b) + (c - d) juga unsur di
P menurut 2.2.1(i). Jadi, a + c > b + d.
(c). Bila a - b ∈ P dan c ∈ P, maka ca - cb = c(a - b) ∈ P menurut 2.2.1(ii), karena itu
ca > cb, bila c > 0. Dilain pihak, bila c < 0, maka -c ∈ P sehingga cb - ca = (-c)(a -
b) unsur di P. Dari sini, cb > ca bila c < 0.
(d).Bila a > 0, maka a ≠ 0 (menurut sifat trikotomi), jadi 1/a ≠ 0 menurut 2.1.6(a).
Andaikan 1/a < 0, maka bagian (c) dengan c = 1/a mengakibatkan bahwa 1 =
a(1/a) < 0, kontradiksi dengan 2.2.5(b). Karenanya 1/a > 0.
Secara sama, bila a < 0, maka kemungkinan 1/a > 0 membawa ke sesuatu yang
kontradiksi yaitu 1 = a(1/a) < 0.
Dengan menggabung 2.2.6(c) dan 2.2.6(d), kita peroleh bahwa
1
n
dengan n
sebarang bilangan asli adalah bilangan positif. Akibatnya bilangan rasional dengan
bentuk
m
n
= m
1
n





 , untuk m dan n bilangan asli, adalah positif.
2.2.7 Teorema. Bila a dan b unsur di R dan bila a < b, maka a < 1
2
(a + b) < b.
Bukti :
Karena a < b, mengikuti 2.2.6(a) diperoleh bahwa 2a = a + a < a + b dan juga a + b <
b + b = 2b. Karena itu kita mempunyai
2a < a + b < 2b
Menurut 2.2.5(c) kita mempunyai 2 > 0, karenanya menurut 2.2.6(d) kita peroleh 1
2
>
0. Dengan menggunakan 2.2.6(c) kita dapatkan
a = 1
2
(2a) < 1
2
(a + b) < 1
2
(2b) = b
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 34
Dari sifat urutan yang telah dibahas sejauh ini, kita tidak mendapatkan bilan-
gan real positif terkecil. Hal ini akan ditunjukkan sebagai berikut :
2.2.8 Teorema Akibat. Bila b ∈ R dan b > 0, maka 0 < 1
2
b < b.
Bukti :
Ambil a = 0 dalam 2.2.7.
Dua hasil yang berikut akan digunakan sebagai metode pembuktian selanjut-
nya. Sebagai contoh, untuk membuktikan bahwa a ≥ 0 benar-benar sama dengan 0,
kita lihat pada hasil berikut bahwa hal ini cukup dengan menunjukkan bahwa a
kurang dari sebarang bilangan positif manapun.
2.2.9 Teorema. Bila a di R sehingga 0 ≤ a < ε untuk setiap ε positif, maka a = 0.
Bukti :
Andaikan a > 0. Maka menurut 2.2.8 diperoleh 0 < 1
2
a <a. Sekarang tetapkan ε0 =
1
2
a, maka 0 < ε0 < a. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa 0 < ε untuk setiap ε
positif. Jadi a = 0.
2.2.10 Teorema. Misalkan a,b di R, dan a - ε < b untuk setiap ε >0. Maka a ≤ b.
Bukti :
Andaikan b < a dan tetapkan ε0 = 1
2
(a - b). Maka ε0 dan b < a - ε0, kontradiksi dengan
hipotesis. (Bukti lengkapnya sebagai latihan).
Hasil kali dua bilangan positif merupakan bilangan positif juga. Tetapi, posi-
tivitas suatu hasil kali tidak mengakibatkan bahwa faktor-faktornya positif. Ken-
yataannya adalah kedua faktor tersebut harus bertanda sama (sama-sama positif atau
sama-sama negatif), seperti ditunjukkan berikut ini.
2.2.11 Teorema. Bila ab > 0, maka
(i). a > 0 dan b > 0 atau
(ii).a < 0 dan b < 0
Bukti :
Pendahuluan
Analisis Real I 35
Pertama kita catat bahwa ab > 0 mengakibatkan a ≠ 0 dan b ≠ 0 (karena bila a
= 0 dan b = 0, maka hasil kalinya 0). Dari sifat trikotomi, a > 0 atau a < 0. Bila a >0,
maka 1/a > 0 menurut 2.2.6(d) dan karenanya
b = 1.b = ((1/a)a) b = (1/a) (ab) > 0
Secara sama, bila a < 0, maka 1/a < 0, sehingga b = (1/a) (ab) < 0.
2.2.12 Teorema Akibat. Bila ab < 0, maka
(i). a < 0 dan b > 0 atau
(ii).a > 0 dan b < 0
Buktinya sebagai latihan.
Ketaksamaan
Sekarang kita tunjukkan bagaimana sifat urutan yang telah kita bahas dapat
digunakan untuk menyelesaikan ketaksamaan. Pembaca diminta memeriksa dengan
hati-hati setiap langkahnya.
2.2.13 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari semua bilangan real x yang memenuhi 2x = 3 ≤ 6.
Kita catat bahwa x ∈ A ⇔ 2x + 3 ≤ 6 ⇔ 2x ≤ 3 ⇔ x ≤ 3/2.
Karenanya, A = {x ∈ R  x ≤ 3/2}.
(b).Tentukan himpunan B = {x ∈ R  x2
+ x > 2}
Kita ingat kembali bahwa teorema 2.2.11 dapat digunakan. Tuliskan bahwa x
∈ B ⇔ x2
+ x - 2 > 0 ⇔ (x - 1) (x + 2) > 0. Karenanya, kita mempunyai (i). x - 1
> 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 < 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i). kita mem-
punyai x > 1 dan x > -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x > 1. Dalam kasus (ii)
kita mempunyai x < 1 dan x < -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x < -2.
Jadi B = {x ∈ R x > 1}∪{x ∈ R x < -2}.
(c). Tentukan himpunan C = {x ∈ R (2x + 1)/(x + 2) < 1}. Kita catat bahwa x ∈ C ⇔
(2x + 1)/(x + 2) - 1 < 0 ⇔ (x - 1)/(x + 2) < 0. Karenanya, kita mempunyai (i).x - 1
< 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 > 0 dan x + 2 < 0 (Mengapa?). Dalam kasus (i)
kita harus mempunyai x < 1 dan x > -2, yang dipenuhi, jika dan hanya jika -2 < x
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 36
< 1, sedangkan dalam kasus (ii), kita harus mempunyai x > 1 dan x < -2, yang ti-
dak akan pernah dipenuhi.
Jadi kesimpulannya adalah C = {x ∈ R -2 < x < 1}.
Contoh berikut mengilustrasikan penggunaan sifat urutan R dalam pertak-
samaan. Pembaca seharusnya membuktikan setiap langkah dengan mengidentifikasi
sifat-sifat yang digunakan. Hal ini akan membiasakan untuk yakin dengan setiap lang-
kah dalam pekerjaan selanjutnya. Perlu dicatat juga bahwa eksistensi akar kuadrat dari
bilangan positif kuat belum diperkenalkan secara formal, tetapi eksistensinya kita ter-
ima dalam membicarakan contoh-contoh berikut.
(Eksistensi akar kuadrat akan dibahas dalam 2.5).
2.2.14. Contoh-contoh. (a). Misalkan a ≥ 0 dan b ≥ 0. Maka (i). a < b ⇔ a2
< b2
⇔
a b
<
Kita pandang kasus a > 0 dan b > 0, dan kita tinggalkan kasus a = 0 kepada
pembaca. Dari 2.2.1(i) diperoleh bahwa a + b > 0. Karena b2
- a2
= (b - a) (b + a),
dari 2.2.6(c) diperoleh bahwa b - a > 0 mengakibatkan bahwa b - a > 0.
Bila a > 0 dan b > 0, maka a b
> >
0 dan 0 , karena a = ( a )2
dan b =
( b )2
, maka bila a dan b berturut-turut diganti dengan a dan b , dan kita guna-
kan bukti di atas diperoleh a < b ⇔ a b
<
Kita juga tinggalkan kepada pembaca untuk menunjukkan bahwa bila a ≥ 0
dan b ≥ 0, maka
a ≤ b ⇔ a2
≤ b2
⇔ a ≤ b
(b). Bila a dan b bilangan bulat positif, maka rata-rata aritmatisnya adalah 1
2
(a + b)
dan rata-rata geometrisnya adalah ab . Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris
diberikan oleh
ab ≤ 1
2
(a + b) (2)
dan ketaksamaan terjadi jika dan hanya jika a = b.
Pendahuluan
Analisis Real I 37
Untuk membuktikan hal ini, perhatikan bahwa bila a > 0, b > 0, dan a ≠ b,
maka a > 0, b > 0 dan a ≠ b (Mengapa?). Karenanya dari 2.2.5(a) diperoleh
bahwa ( a - b )2
> 0. Dengan mengekspansi kuadrat ini, diperoleh
a - 2 ab + b > 0,
yang diikuti oleh
ab < 1
2
(a + b).
Karenanya (2) dipenuhi (untuk ketaksamaan kuat) bila a ≠ b. Lebih dari itu, bila a = b
(> 0), maka kedua ruas dari (2) sama dengan a, jadi (2) menjadi kesamaan. Hal ini
membuktikan bahwa (2) dipenuhi untuk a > 0, b > 0.
Dilain pihak, misalkan a > 0, b > 0 dan ab < 1
2
(a + b). Maka dengan meng-
kuadratkan kedua ruas kemudian mengalikannya dengan 4, kita peroleh
4ab = (a + b)2
= a2
+ 2ab + b2
,
yang diikuti oleh
0 = a2
- 2ab + b2
= (a - b)2
.
Tetapi kesamaan ini mengakibatkan a = b (Mengapa?). Jadi kesamaan untuk (2) men-
gakibatkan a = b.
Catatan : Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris yang umum untuk bilangan positif a1, a2,...,an
adalah
(a1 a2 ... an)1/n
≤
a a a
1 2
+ + +
...
n
n
(3)
dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika a1 = a2 = ... = an.
(c). Ketaksamaan Bernoulli. Bila x > -1, maka
(1 + x)n
≥ 1 + nx ; untuk semua n ∈ N. (4)
Buktinya dengan menggunakan induksi matematika. Untuk n = 1, menghasilkan ke-
samaan sehingga pernyataan tersebut benar dalam kasus ini. Selanjutnya, kita asumsi-
kan bahwa ketaksamaan (4) valid untuk suatu bilangan asli n, dan akan dibuktikan
valid juga untuk n + 1. Asumsi (1 + x)n
≤ 1 + nx dan fakta 1 + x > 0 mengakibatkan
bahwa
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 38
(1 + x)n+1
= (1 + x)n
(1 + x)
≥ (1 + nx) (1 + x) = 1 + (n + 1)x + nx2
≥ 1 + (n + 1)x
Jadi, ketaksamaan (4) valid untuk n + 1, bila valid untuk n. Dari sini, ketaksamaan (4)
valid untuk semua bilangan asli.
(d). Ketaksamaan Cauchy. Bila n∈N dan a1, a2, ... ,an dan b1, b2, ..., bn bilangan real
maka
(a1b1+ ... + anbn)2
≤ (a1
2
+ ... + an
2
) (b1
2
+ ... + bn
2
). (5)
Lebih dari itu, bila tidak semua bj = 0, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi jika dan
hanya jika terdapat bilangan real s, sehingga
a1 = sb1, ..., an = sbn.
Untuk membuktikan hal ini kita definisikan fungsi F : R → R, untuk t∈R
de-ngan
F(t) = (a1 - tb1)2
+ ... + (an - tbn)2
.
Dari 2.2.5(a) dan 2.2.1(i) diperoleh bahwa F(t) ≥ 0 untuk semua t∈R. Bila kuadratnya
diekspansikan diperoleh
F(t) = A - 2Bt + Ct2
≥ 0,
dengan A,B,C sebagai berikut
A = a1
2
+ ... + an
2
;
B = a1b1 + ... + anbn;
C = b1
2
+ ... + bn
2
.
Karena fungsi kuadrat F(t) tak negatif untuk semua t ∈ R, hal ini tidak mungkin
mempunyai dua akar real yang berbeda. Karenanya diskriminannya
∆ = (-2B)2
- 4AC = 4(B2
- AC)
harus memenuhi ∆ ≤ 0. Karenanya, kita mempunyai B ≤ AC, yang tidak lain adalah
(5).
Bila bj = 0, untuk semua j = 1, ..., n, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi untuk
sebarang aj. Misalkan sekarang tidak semua bj = 0. Maka, bila aj = sbj untuk suatu
Pendahuluan
Analisis Real I 39
s∈R dan semua j = 1, ..., n, mengakibatkan kedua ruas dari (5) sama dengan s2
(b1
2
+
... +bn
2
)2
. Di lain pihak bila kesamaan untuk (5) dipenuhi, maka haruslah ∆ = 0, se-
hingga terdapat akar tunggal s dari persamaan kuadrat F(t) = 0. Tetapi hal ini men-
gakibatkan (mengapa?) bahwa
a1 - sb1 = 0, ..., an - sbn = 0
yang diikuti oleh aj = sbj untuk semua j = 1, ..., n.
(e). Ketaksamaan Segitiga. Bila n ∈ N dan a1, ..., an dan b1, ..., bn bilangan real maka
[(a1 + b1)2
+ ... + (an + bn)2
]1/2
≤ [a1
2
+ ... + an
2
]1/2
+ [b1
2
+ ... + bn
2
]1/2
(6)
lebih dari itu bila tidak semua bj = 0, kesamaan untuk (6) dipenuhi jika dan hanya jika
terdapat bilangan real s, sehingga a1 = sb1, ..., an = sbn.
Karena (aj + bj)2
= aj
2
+ 2ajbj + bj
2
untuk j = 1, ..., n,dengan menggunakan
ketaksamaan Cauchy (5) [A,B,C seperti pada (d)], kita mempunyai
(a1 + b1)2
+ ... + (an + bn)2
= A + 2B + C
≤ A + 2 AC + C = ( A + C )2
Dengan mengunakan bagian (a) kita mempunyai (mengapa?)
[(a1 + b1)2
+ ... + (an + bn)2
]1/2
≤ A + C ,
yang tidak lain adalah (b).
Bila kesamaan untuk (b) dipenuhi, maka B = AC , yang mengakibatkan ke-
samaan dalam ketaksamaan Cauchy dipenuhi.
Latihan 2.2
1. (a). Bila a ≤ b dan c < d, buktikan bahwa a + c < b + d.
(b). Bila a ≤ b dan c ≤ d, buktikan bahwa a + c ≤ b + d.
2. (a). Bila 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan bahwa 0 < ac < bd
(b). Bila 0 < a < b dan 0 ≤ c ≤ d, buktikan bahwa 0 ≤ ac ≤ bd.
Juga tunjukkan dengan contoh bahwa ac < bd tidak selalu dipenuhi.
3. Buktikan bila a < b dan c < d, maka ad + bc < ac + bd.
4. Tentukan bilangan real a,b,c,d yang memenuhi 0 < a < b dan c < d < 0, sehingga
(i). ac < bd, atau (ii). bd < ac.
5. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a2
+ b2
= 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0.
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 40
6. Bila 0 ≤ a < b, buktikan bahwa a2
≤ ab < b2
. Juga tunjukkan dengan contoh bahwa
hal ini tidak selalu diikuti oleh a2
< ab < b2
.
7. Tunjukan bahwa bila 0 < a < b, maka a < ab < b dan 0 < 1/b < 1/a.
8. Bila n ∈ N, tunjukan bahwa n2
≥ n dan dari sini 1/n2
≤ 1/n.
9.Tentukan bilangan real x yang memenuhi
(a). x2
> 3x + 4; (b). 1 < x2
< 4;
(c). 1/x < x; (d). 1/x < x2
.
10. Misal a,b ∈ R dan untuk setiap ε > 0 kita mempunyai a ≤ b + ε.
(a). Tunjukkan bahwa a ≤ b.
(b). Tunjukkan bahwa tidak selalu dipenuhi a < b.
11. Buktikan bahwa ( 1
2
(a + b))2
≤ 1
2
(a2
+ b2
) untuk semua a,b ∈ R. Tunjukkan
bahwa kesamaan dipenuhi jika dan hanya jika a = b.
12. (a). Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa 0 < c2
< c < 1
(b). Bila 1 < c, tunjukkan bahwa 1 < c < c2
13. Bila c > 1, tunjukkan bahwa cn
≥ c untuk semua n ∈ N. (Perhatikan ketaksamaan
Bernoulli dengan c = 1 + x).
14. Bila c > 1, dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa cm
> cn
jika dan hanya jika m > n.
15. Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa cn
≤ c untuk semua n ∈ N.
16. Bila 0 < c < 1 dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa cm
< cn
jika dan hanya jika m > n.
17. Bila a > 0, b > 0 dan n ∈ N, tunjukkan bahwa a < b jika dan hanya jika an
< bn
.
18. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Buktikan bahwa
n2
≤ (c1 + c2 + ... + cn)( )
1 1 1
1 2
c c c
+ + +
...
n
19. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Tunjukkan bahwa
[ ]
c c c
c c c
1 2
1
2
2
2 2 1 2
+ + +
≤ + + +
...
n
...
n
n
/
≤ c1 + c2 + ... + cn
20. Asumsikan eksistensi akar dipenuhi, tunjukkan bahwa bila c > 1, maka c1/m
< c1/n
jika dan hanya jika m > n.
2.3. Nilai Mutlak
Pendahuluan
Analisis Real I 41
Dari sifat trikotomi 2.2.1(ii), dijamin bahwa bila a ∈ R dan a ≠ 0, maka tepat
satu dari bilangan a atau -a positif. Nilai mutlak dari a ≠ 0 didefinisikan sebagai bi-
langan yang positif dari keduanya. Nilai mutlak dari 0 didefinisikan 0.
2.3.1 Definisi. Bila a ∈ R, nilai mutlak a, dituliskan dengan a, didefinisikan den-
gan
a
a a
a
a a
=
−





, bila > 0
0 , bila = 0
, bila < 0
Sebagai contoh 3 = 3 dan −2 = 2. Dari definisi ini kita akan melihat bahwa
a ≥ 0, untuk semua a ∈ R. Juga a = a bila a ≥ 0, dan a = -a bila a < 0.
2.3.2 Teorema. (a). a = 0 jika dan hanya jika a = 0
(b). -a = a, untuk semua a ∈ R.
(c). ab = ab, untuk semua a,b ∈ R.
(d). Bila c ≥ 0, maka a ≤ c jika dan hanya jika -c ≤ a ≤ c.
(e). - a ≤ a ≤ a untuk semua a ∈ R.
Bukti :
(a). Bila a = 0, maka a = 0. Juga bila a ≠ 0, maka -a ≠ 0, jadi a ≠ 0. Jadi bila a
= 0, maka a = 0.
(b). Bila a = 0, maka 0 = 0 = 0. Bila a > 0, maka -a < 0 sehingga a = a = -(-a)
= -a. Bila a < 0, maka -a > 0, sehinga a = -a = -a.
(c). Bila a,b keduanya 0, maka ab dan ab sama dengan 0. Bila a > 0 dan b > 0,
maka ab > 0, sehingga ab = ab = ab. Bila a > 0 dan b < 0, maka ab < 0, se-
hingga ab = -ab = a(-b) = ab. Secara sama untuk dua kasus yang lain.
(d). Misalkan a ≤ c. Maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?) Karena
ke-taksamaan terakhir ekivalen dengan a ≥ -c, maka kita mempunyai -c ≤ a ≤ c. Se-
balik-nya, bila -c ≤ a ≤ c, maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?), se-
hingga a ≤ c.
(e). Tetapkan c = a pada (d).
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 42
Ketaksamaan berikut akan sering kita gunakan.
2.3.3. Ketaksamaan Segitiga. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai
a b a b
+ ≤ +
Bukti :
Dari 2.3.2(e), kita mempunyai -a ≤ a ≤ a dan -b ≤ b ≤ b. Kemudian dengan
menambahkan dan menggunaka 2.2.6(b), kita peroleh
( )
− + ≤ + ≤ +
a b a b a b
Dari sini, kita mempunyai a b a b
+ ≤ + dengan menggunakan 2.3.2(d).
Terdapat banyak variasi penggunaan Ketaksamaan Segitiga. Berikut ini dua di
antaranya.
2.3.4 Teorema Akibat. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai
(a). a b a b
− ≤ −
(b). a b a b
− ≤ +
Bukti :
(a). Kita tuliskan a = a - b + b dan gunakan Ketaksamaan Segitiga untuk memperoleh
a a b b a b b
= − + ≤ − + .
Sekarang kita kurangi dengan b untuk memperoleh a b a b
− ≤ − . Secara
sama, dari b b a a b a a
= − + ≤ − + dan 2.3.2(b), kita peroleh − −
a b = − −
b a
≤ −
a b . Bila kedua ketaksamaan ini kita kombinasikan, dengan menggunakan
2.3.2(d), kita memperoleh ketaksamaan di (a).
(b). Tukar b pada Ketaksamaan Segitiga dengan -b untuk memperoleh a b
− ≤
a+-b Karena − =
b b [menurut 2.3.2(b)] kita dapatkan ketaksamaan (b).
Aplikasi langsung induksi matematika memperluas Ketaksamaan Segitiga un-
tuk sejumlah hingga bilangan real.
2.3.5 Teorema Akibat. Untuk sebarang a1, a2,...,an ∈ R, kita mempunyai
a a a a a a
1 2 1 2
+ + + ≤ + + +
... ...
n n
Pendahuluan
Analisis Real I 43
Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana sifat-sifat nilai mutlak
terdahulu dapat digunakan.
2.3.6 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari bilangan real x yang memenuhi 2x 3 6
+ <
Dari 2.3.2(d), kita lihat bahwa x ∈ A jika dan hanya jika -6 < 2x + 3 < 6, yang
dipenuhi jika dan hanya jika -9 < 2x < 3. Dengan membagi dua, kita peroleh
A = {x ∈ R  -9/2 < x < 3/2}.
(b). Tentukan himpunan B = {x ∈ R  x 1 x
− < }.
Caranya dengan memperhatikan setiap kasus bila tanda mutlak dihilangkan.
Di sini kita perhatikan kasus-kasus (i). x ≥ 1, (ii). 0 ≤ x < 1, (iii). x < 0. (Mengapa kita
hanya memperhatikan ketiga kasus di atas?). Pada kasus (i) ketaksamaan kita men-
jadi x - 1 < x, yang dipenuhi oleh semua bilangan real x. Akibatnya semua x ≥ 1 ter-
muat di B. Pada kasus (ii), ketaksamaan kita menjadi -(x - 1) < x, yang menghasilkan
pembahasan lebih lanjut, yaitu x > 1/2. Jadi, kasus (ii) menyajikan semua x dengan
1/2 < x < 1 termuat di B. Pada kasus (iii), ketaksamaan menjadi -(x - 1) < -x, yang
ekivalen dengan 1 < 0. Karena 1 < 0 selalu salah, maka tiodak ada x yang memenuhi
ketaksaman kita pada kasus (iii). Dengan mengkombinasikan ketiga kasus ini
diperoleh bahwa
B = {x ∈ R x > 1/2}.
(c). Misalkan f fungsi yang didefinisikan dengan f (x)
2x 3x 1
2x 1
2
=
− +
−
untuk 2 ≤ x ≤
3. Tentukan konstanta M sehingga f (x) M
≤ untuk semua x yang memenuhi 2 ≤ x ≤
3.
Kita akan perhatikan secara terpisah pembilang dan penyebut dari
f (x)
2x 3x 1
2x 1
2
=
− +
−
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 44
Dari ketaksamaan segitiga, kita peroleh 2x 3x 1
2
− + ≤ + +
2 x 3x 1
2
≤ ⋅ + ⋅ +
2 3 3 3 1
2
= 28, karena x 3
≤ untuk semua x yang kita bicarakan. Juga,
2x 1
− ≥ −
2 x 1 ≥ ⋅ −
2 2 1 = 3, karena x 2
≥ untuk semua x yang kita bicarakan.
(Mengapa?) Karena itu, untuk 2 ≤ x ≤ 3 kita memperoleh bahwa f (x)
28
3
≤ . Dari
sini kita dapat menetapkan M = 28/3. (Catatan bahwa kita meneukan sebuah kon-
stanta yang demikian, M; sebenarnya semua bilangan M ≥ 28/3 juga memenuhi
f (x) M
≤ . Juga dimungkinkan bahwa 28/3 bukan pilihan terkecil untuk M).
Garis Bilangan Real
Interpretasi geometri yang umum dan mudah untuk sistem bilangan real
adalah garis bilangan. Pada interpretasi ini, nilai mutlak a dari unsur a di R diang-
gap seba-
gai jarak dari a ke pusat 0. Lebih umum lagi, jarak antara unsur a dan b di R adalah
a b
− .
Kita akan memerlukan bahasa yang tepat untuk membahas gagasan suatu bi-
langan real “dekat” ke yang lain. Bila diberikan bilangan real a, maka bilangan real x
dikatakan “dekat” dengan a seharusnya diartikan bahwa jarak antara keduanya x − a
“kecil”. Untuk membahas gagasan ini, kita akan menggunakan kata lingkungan, yang
sebentar lagi akan kita definisikan.
2.3.7 Definisi. Misalkan a ∈ R dan ε > 0. Maka lingkungan-ε dari a adalah himpunan
Vε(a) = {x ∈ R  x − a < ε}.
Untuk a ∈ , pernyataan x termuat di Vε(a) ekivalen dengan pernyataan
-ε < x - a < ε ⇔ a - ε < x < a + ε
2.3.8 Teorema. Misalkan a ∈ R. Bila x termuat dalam lingkungan Vε(a) untuk setiap
ε > 0, maka x = a.
Bukti :
Pendahuluan
Analisis Real I 45
Bila x memenuhi x − a < ε untuk setiap ε > 0, maka dari 2.2.9 diperoleh bahwa
x − a = 0, dan dari sini x = a.
2.3.9. Contoh-contoh.
(a). Misalkan U = {x  0 < x < 1}. Bila a ∈ U, misalkan ε bilangan terkecil dari a atau
1 - a. Maka Vε(a) termuat di U. Jadi setiap unsur di U mempunyai lingkungan-ε yang
termuat di U.
(b). Bila I = {x : 0 ≤ x ≤ 1}, maka untuk sebarang ε > 0, lingkungan-ε Vε(0) memuat
titik di luar I, sehingga Vε(0) tidak termuat dalam I. Sebagai contoh, bilangan xε = -ε/2
unsur di Vε(0) tetapi bukan unsur di I.
(c). Bila x − a < ε dan y − <
b ε , maka Ketaksamaan Segitiga mengakibatkan
bahwa
( ) ( )
x y
+ − +
a b = ( ) ( )
x y
− + −
a b
= x y 2 .
− + − <
a b ε
Jadi bila x,y secara berturut-turut termuat di lingkungan -ε dari a,b maka x + y ter-
muat di lingkungan -2ε dari (a + b) (tetapi tidak perlu lingkungan -ε dari (a + b)).
Latihan 2.3.
1. Misalkan a ∈ R. tunjukkan bahwa
(a). a = a2
(b). a a
2 2
=
2. Bila a,b ∈ R. dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa a b a b
/ /
= .
3. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a b a b
+ = + .jika dan hanya jika ab > 0.
4. Bila x,y,z ∈ R, x ≤ z, tunjukan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x y
− +
y z x z
− = − Interpretasikan secara geometris.
5. Tentukan x ∈ R, yang memenuhi pertaksamaan berikut :
(a). 4x 3 13
− ≤ ; (b). x 1 3
2
− ≤ ;
(c). x 1 x 1
− > + ; (d). x x 1 2
+ + < .
6. Tunjukkan bahwa x − <
a ε jika dan hanya jika a - ε < x < a + ε.
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 46
7. Bila a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa x y
− < −
b a . Interpretasikan se-
cara geometris.
8. Tentukan dan sketsa himpunan pasangan berurut (a,b) di R×R yang memenuhi
(a x y
= ; (b). x y 1
+ = ;
(c xy 2
= ; (d). x y 2
− = .
9. Tentukan dan sketsa himpunan berurut (x,y) yang memenuhi
(a). x y
≤ ; (b). x y 1
+ ≤ ;
(c). xy 2
≤ ; (d). x y 2
− ≥ .
10. Misalkan ε > 0 dan δ > 0, a ∈ R. Tunjukkan bahwa Vε(a) ∩ Vδ(a) dan Vε(a) ∪
Vδ(a) adalah lingkungan-γ dari a untuk suatu γ.
11. Tunjukkan bahwa bila a,b ∈ R, dan a ≠ b, maka terdapat lingkungan-ε U dari a
dan lingkungan-γ V dari b, sehingga U∩V = ∅.
2.4. Sifat Kelengkapan R
Sejauh ini pada bab ini kita telah membahas sifat aljabar dan sifat urutan sis-
tem bilangan real. Pada bagian ini kita akan membahas satu sifat lagi dari R yang ser-
ing disebut dengan “sifat kelengkapan”. Sistem bilangan rasional Q memenuhi sifat
aljabar 2.1.1 dan sifat ururtan 2.2.1, tetapi seperti kita lihat 2 tidak dapat direpre-
sentasikan sebagai bilangan rasional, karena itu 2 tidak termuat di Q. Observasi ini
menunjukan perlunya sifat tambahan untuk bilangan real. Sifat tambahan ini, yaitu
sifat kelengkapan, sangat esensial untuk R.
Ada beberapa versi sifat kelengkapan. Di sini kita pilih metode yang paling
efisien dengan mengasumsikan bahwa himpunan tak kosong di R mempunyai supre-
mum.
Supremum dan Infimum
Sekarang kita akan perkenalkan gagasan tentang batas atas suatu himpunan
bilangan real. Gagasan ini akan sangat penting pada pembahasan selanjutnya.
2.4.1 Definisi. Misalkan S suatu sub himpunan dari R.
(i). Bilangan u ∈ R dikatakan batas atas dari S bila s ≤ u, untuk semua s ∈ S.
Pendahuluan
Analisis Real I 47
(ii). Bilangan w ∈ R dikatakan batas bawah dari S bila w ≤ s, untuk semua s ∈ S
Pembaca seharusnya memikirkan (dengan teliti) tentang apa yang dimaksud
dengan suatu bilangan bukan batas atas (atau batas bawah) dari himpunan S. Pem-
baca seharusnya menunjukkan bahwa bilangan v ∈ R bukan batas atas dari S jika dan
hanya jika terdapat s’ ∈ S, sehingga v < s’. (secara sama, bilangan z ∈ R bukan batas
bawah dari S jika dan hanaya jika terdapat s’’ ∈ S, sehingga s” < z).
Perlu kita cata bahwa subhimpunan S dari R mungkin saja tidak mempunyai
batas atas (sbagai contoh, ambil S = R). Tetapi, bila S mempunyai batas atas, maka S
mempunyai tak hingga banyak batas atas sebab bila n batas atas dari S, maka sebarang
v dengan v > u juga merupakan batas atas dari S. (Observasi yang serupa juga berlaku
untuk batas bawah).
Kita juga catat bahwa suatu himpunan mungkin mempunyai batas bawah
tetapi tidak mempunyai batas atas (dan sebaliknya). Sebagai contoh, perhatikan him-
punan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0} dan S2 = {x ∈ R : x < 0}
Catatan : Bila kita menerapkan definisi di atas untuk himpunan kosong ∅, kita dipaksa kepada ke-
simpulan bahwa setiap bilangan real merupakan batas atas dari ∅. Karena agar u ∈ R bukan batas atas
dari S, unsur s’ ∈ S harus ada, sehingga u < s’. Bila S = ∅, maka tidak ada unsur di S. Dari sini setiap
bilangan real merupakan batas atas dari himpunan kosong. Secara sama, setiap bilangan real meru-
pakan batas bawah dari himpunan kosong. Hal ini mungkin artifisial, tetapi merupakan konsekuensi
logis dari definisi.
Pada pembahasan ini, kita katakan bahwa suatu himpunan S di R terbatas di
atas bila S mempunyai batas atas. Secara sama, bila himpunan P di R mempunyai
batas bawah, kita katakan P terbatas di bawah. Sedangkan suatu himpunan A di R
dikatakan tidak terbatas bila A tidak mempunyai (paling tidak satu dari) batas atas
atau batas bawah. Sebagai contoh, {x ∈ R : x ≤ 2} tidak terbatas (walaupun mempun-
yai batas atas) karena tidak mempunyai batas bawah.
2.4.2 Definisi. Misalkan S subhimpunan dari R,
(i). Bila S terbatas di atas, maka batas atas u dikatakan supremum (atau batas atas
ter-kecil) dari S bila tidak terdapat batas atas (yang lain) dari S yang kurang dari u.
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 48
(ii). Bila S terbatas di bawah, maka batas bawah w dikatakan infimum (atau batas
bawah terbesar) dari S bila tidak terdapat batas bawah (yang lain) dari S yang kurang
dari w.
Akan sangat berguna untuk memfarmasikan ulang definisi supremum dari
suatu himpunan.
2.4.3 Lemma. Bilangan real u merupakan supremum dari himpunan tak kosong S di
R jika dan hanya jika u memenuhi kedua kondisi berikut :
(1). s ≤ u untuk semua s ∈ S.
(2). bila v < u, maka terdapat s’ ∈ S sehingga v < s’.
Kita tinggalkan bukti dari lemma ini sebagai latihan yang sangat penting bagi
pembaca. Pembaca seharusnya juga memfarmasikan dan membuktikan hal yang se-
rupa untuk infimum.
Tidak sulit untuk membuktikan bahwa supremum dari himpunan S di R bersi-
fat tunggal. Misalkan u1 dan u2 supremum dari S, maka keduanya merupakan batas
atas dari S. Andaikan u1 < u2 dengan hipotesis u2 supremum mengakibatkan bahwa u1
bukan batas atas dari S. Secara sama, pengandaian u2 < u1 dengan hipotesis u1 supre-
mum menga-kibatkan bahwa u2 bukan batas atas dari S. Karena itu, haruslah u1 = u2.
(Pembaca seharusnya menggunakan cara serupa untuk menunjukkan infimum dari
suatu himpunan di R bersifat tunggal).
Bila supremum atau infimum dari suatu himpunan S ada, kita akan menulis-
kan-nya dengan
sup S dan inf S
Kita amati juga bahwa bila u’ sebarang batas atas dari S, maka sup S ≤ u’.
Yaitu, bila s ≤ u’ untuk semua s ∈ S, maka sup S ≤ u’. Hal ini mengatakan bahwa sup
S merupakan batas atas terkecil dari S.
Kriteria berikut sering berguna dalam mengenali batas atas tertentu dari suatu
himpunan merupakan supremum dari himpunan tersebut.
2.4.4 Lemma. Suatu batas atas u dari himpunan tak kosong S di R merupakan supre-
mum dari S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat sε ∈ S sehingga u - ε < sε.
Pendahuluan
Analisis Real I 49
Bukti :
Misalkan u batas atas dari S yang memenuhi kondisi di atas. Bila v < u dan
kita tetapkan ε = u - v, maka ε > 0, dan kondisi di atas mengakibatkan terdapat sε ∈ S
sehingga v = u - ε < sε. Karennya v bukan batas atas dari S. Karena hal ini berlaku un-
tuk sebarang v yang kurang dari u, maka haruslah u = sup S.
Sebaliknya, misalkan u = sup S dan ε > 0. Karena u - ε < u, maka u - ε bukan
batas atas dari S. Karenanya terdapat unsur sε di S yang lebih dari u - ε, yaitu u - ε <
sε.
Penting juga untuk dicatat bahwa supremum dari suatu himpunan dapat meru-
pakan unsur dari himpunan tersebut maupun bukan. Hal ini bergantung pada jenis
himpunannya. Kita perhatikan contoh-contoh berikut.
2.4.5 Contoh-contoh
(a). Bila himpunan tak kosong S1 mempunyai berhingga jumlah unsur, maka S1 mem-
punyai unsur terbesar u dan unsur terkecil w. Lebih dari itu u = sup S1 dan w = inf S1
keduanya unsur di S1. (Hal ini jelas bila S1 hanya mempunyai sebuah unsur, dan dapat
digunakan induksi matematika untuk sejumlah unsur dari S1).
(b). Himpunan S2 = {x : 0 ≤ x ≤ 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Kita akan bukti-
kan 1 merupakan supremum sebagai berikut. Bila v < 1, maka terdapat unsur s’ di S2
sehingga v < s’. (pilih unsur s’). Dari sini v bukan batas atas dari S2 dan, karena v se-
barang bilangan v < 1, haruslah sup S2 = 1. Secara sama, dapat ditunjukkan inf S2 = 0.
Catatan : sup S2 dan inf S2 keduanya termuat di S2.
(c). Himpunan S3 = {x : 0 < x < 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Dengan meng-
gunakan argumentasi serupa (b) untuk S2, diperoleh sup S3 = 1. Dalam hal ini, him-
punan S3 tidak memuat sup S3. Secara sama, inf S3 = 0, tidak termuat di S3.
(d). Seperti telah disebutkan, setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan
kosong, karenanya himpunan kosong tidak mempunyai supremum. Secara sama him-
punan kosong juga tidak mempunyai infimum.
Sifat Supremum dari R
Berikut ini kita akan membahas asumsi terakhir tentang R yang sering disebut
dengan Sifat Kelengkapan dari R. Selanjutnya kita katakan R merupakan suatu
medan terurut yang lengkap.
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 50
2.4.6 Sifat Supremum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem-
punyai batas atas mempunyai supremum di R.
Sifat infimum yang serupa dapat diturunkan dari sifat supremum. Katakan S
sub himpunan tak kosong yang terbatas di bawah dari R. Maka himpunan S’ = {-s : s
∈ S} terbatas di atas, dan sifat supremum mengakibatkan bahwa u = sup S’ ada. Hal
ini kemudian diikuti bahwa -u merupakan infimum dari S, yang pembaca harus bukti-
kan.
2.4.7 Sifat Infimum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem-
punyai batas bawah mempunyai infimum di R.
Pembaca seharusnya menuliskan bukti lengkapnya.
Latihan 2.4
1. Misalkan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Tunjukkan secara lengkap bahwa S1 mempunyai
batas bawah, tetapi tidak mempunyai batas atas. Tunjukkan pula bahwa inf S1 = 0.
2. Misalkan S2 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Apakah S2 mempunyai batas bawah ? Apakah S2
mempunyai batas atas ? Buktikan pernyataan yang anda berikan.
3. Misalkan S3 = {1/n n ∈ N}. Tunjukkan bahwa sup S3 = 1 dan inf S3 ≥ 0. (Hal ini
akan diikuti bahwa inf S3 = 0, dengan menggunakan Sifat Arechimedes 2.5.2 atau
2.5.3 (b)).
4. Misalkan S4 = {1 - (-1)n
/n : n ∈ N}.Tentukan inf S4 dan sup S4.
5. Misalkan S subhimpunan tak kosong dari R yang terbatas di bawah. Tunjukkan
bahwa inf S = -sup{-s : s ∈ S}.
6. Bila S ⊆ R memuat batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut merupakan
supremum dari S.
7. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u ∈ R merupakan batas atas
dari R jika dan hanya jika kondisi t ∈ R dan t > u mengakibatkan t ∉ S.
8. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u = sup S, kaka untuk setiap
n∈N, u - 1/n bukan batas atas dari S, tetapi u + 1/n batas atas dari S. (Hal sebali-
knya juga benar ; lihat latihan 2.5.3).
Pendahuluan
Analisis Real I 51
9. Tunjukkan bahwa bila A dan B sub himpunan yang terbatas dari R, maka A∪B
juga terbatas. Tunjukkan bahwa sup (A∪B) = sup {sup A, sup B}.
10.Misalkan S terbatas di R dan S sub himpunan tak kosong dari S. Tunjukkan bahwa
inf S ≤ inf S0 ≤ sup S0 ≤ sup S.
11.Misalkan S ⊆ R dan s*
= sup S termuat di S. Bila u∉ S, tunjukkan bahwa sup
(S∪{u}) = sup {s*
,u}.
12.Tunjukkan bahwa suatu himpunan tak kosong dan berhingga S ⊆ R memuat su-
premumnya. (Gunakan induksi matematika dan latihan nomor 11).
2.5 Aplikasi Sifat Supremum
Sekarang kita akan membahas bagaimana supremum dan infimum digunakan.
Contoh berikut menunjukkan bagaimana definisi supremum dan infimum digunakan
dalam pembuktian. Kita juga akan memberikan beberapa aplikasi penting sifat ini un-
tuk menurunkan sifat-sifat fundamental sistem bilangan real yang akan sering diguna-
kan.
2.5.1 Contoh-contoh
(a). Sangatlah penting untuk menghubungkan infimum dan supremum suatu
himpunan dengan sifat-sifat aljabar R. Di sini kita akan sajikan salah satunya ;
yaitu tentang penjumlahan, sementara yang lain diberikan sebagai latihan.
Misalkan S sub himpunan tak kosong dari R. Definisikan himpunan
a + S = {a + x : x ∈ S}.
Kita akan tunjukkan bahwa
sup (a + S) = a + sup S.
Bila kita misalkan u = sup S, maka karena x ≤ u untuk semua x ∈ S, kita mempunyai
a + x ≤ a + u. Karena itu a + u batas atas dari a + S ; akibatnya kita mempunyai sup (a
+ S) ≤ a + u. Bila v sebarang batas atas dari himpunan a + S, maka a + x ≤ v untuk
semua x ∈ S. Maka x ≤ v - a untuk semua x ∈ S, yang mengakibatkan u = sup S ≤ v -
a, sehingga a + u ≤ v. Karena v sebarang batas atas dari a + S, kita dapat mengganti v
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 52
dengan sup (a + S) untuk memperoleh a + u ≤ sup (a + S). Dengan menggabungkan
ketaksamaan di
atas diperoleh bahwa
sup (a + S) = a + u = a + sup S.
(b). Misalkan f dan g fungsi-fungsi bernilai real dengan domain D ⊆ R. Kita asumsi-
kan rangenya f(D) = {f(x) : x ∈ D} dan g(D) = {g(x) : x ∈ D}himpunan terbatas di R.
(i). Bila f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D).
Untuk membuktikan hal ini, kita catat bahwa sup g(D) merupakan batas atas
himpunan f(D) karena untuk setiap x ∈ D, kita mempunyai f(x) ≤ g(x) ≤ sup g(D).
Karenanya sup f(D) ≤ sup g(D).
(ii). Bila f(x) ≤ g(y) untuk semua x,y ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D).
Buktinya dalam dua tahap. Pertama, untuk suatu y tertentu di D, kita lihat
bahwa f(x) ≤ g(y) untuk semua x ∈ D, maka g(y) batas atas dari himpunan f(D). Aki-
batnya sup f(D) ≤ g(y). Karena ketaksamaan terakhir dipenuhi untuk semua y ∈ D,
maka sup f(D) merupakan batas bawah dari g(D). Karena itu, haruslah sup f(D) ≤ inf
g(D).
(c). Perlu dicatat bahwa hipotesis f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D pada (b) tidak
menghasilkan hubungan antara sup f(D) dan inf g(D). Sebagai contoh, bila f(x) = x2
dan g(x) = x dengan D = {x ∈ R : 0 < x < 1}, maka f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D,
tetapi sup f(D) = 1 dan inf g(D) = 0, serta sup g(D) = 1. Jadi (i) dipenuhi, sedangkan
(ii) tidak.
Lebih jauh mengenai hubungan infimum dan supremum himpunan dari nilai
fungsi diberikan sebagai latihan.
Sifat Archimedes
Salah satu akibat dari sifat supremum adalah bahwa himpunan bilangan asli N
tidak terbatas di atas dalam R. Hal ini berarti bahwa bila diberikan sebarang bilangan
real x terdapat bilangan asli n (bergantung pada x) sehingga x < n. Hal ini tampaknya
mudah, tetapi sifat ini tidak dapat dibuktikan dengan menggunakan sifat aljabar dan
Pendahuluan
Analisis Real I 53
urutan yang dibahas pada bagian terdahulu. Buktinya yang akan diberikan berikut ini
menunjukkan kegunaan yang esensial dari sifat supremum R.
2.5.2. Sifat Archimedes. Bila x ∈ R, maka terdapat nx ∈ N sehingga x < nx.
Bukti :
Bila kesimpulan di atas gagal, maka x terbatas atas dari N. Karenanya, menu-
rut sifat supremum, himpunan tak kosong N mempunyai supremum u∈R. Oleh
karena u -1 < u, maka menurut Lemma 2.4.4 terdapat m ∈ N sehingga u -1 < m.
Tetapi hal ini mengakibatkan u < m + 1, sedangkan m + 1 ∈ N, yang kontradiksi den-
gan u batas atas dari N.
Sifat Archimedes dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Berikut kita sajikan
tiga variasi diantaranya.
2.5.3 Teorema Akibat. Misalkan y dan z bilangan real positif. Maka :
(a). Terdapat n ∈ N sehingga z < ny.
(b).Terdapat n ∈ N sehingga 0 < 1/n < y.
(c). Terdapat n ∈ N sehingga n - 1 ≤ z < n.
Bukti :
(a). Karena x = z/y > 0, maka terdapat n ∈ N sehingga z/y = x < n dan dari sini diper-
oleh z < ny.
(b). Tetapkan z = 1 pada (a) yang akan memberikan 1 < ny, dan akibatnya 1/n < y.
(c). Sifat Archimedes menjamin subhimpunan {m ∈ N : z < m} dari N tidak kosong.
Misalkan n unsur terkecil dari himpunan ini (lihat 1.3.1). Maka n - 1 bukan unsur
himpunan tersebut, akibatnya n - 1 ≤ z < n.
Eksistensi 2
Pentingnya sifat supremum terletak pada fakta yang mana sifat ini menjamin
eksistensi bilangan real di bawah hipotesis tertentu. Kita akan menggunakan ini be-
berapa kali. Sementara ini, kita akan mengilustrasikan kegunaannya untuk membukti-
kan eksistensi bilangan positif x sehingga x2
= 2. Telah ditunjukkan (lihat Teorema
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 54
2.1.7) bahwa x yang demikian bukan bilangan rasioanl ; jadi, paling tidak kita akan
menunjukkan eksistensi sebuah bilangan irrasional.
2.5.4 Teorema. Terdapat bilangan real positif x sehingga x2
= 2.
Bukti :
Misalkan S = {s ∈ R  0 ≤ s, s2
< 2}. Karena 1 ∈ s, maka S bukan himpunan
kosong. Juga, S terbatas di atas oleh 2, karena bila t > 2, maka t2
> 4 sehingga t ∉ S.
Karena itu, menurut sifat supremum, S mempunyai supremum di R, katakan x = sup
S. Catatan : x > 1.
Kita akan buktikan bahwa x2
= 2 dengan menanggalkan dua kemungkinan x2
< 2 dan x2
> 2.
Pertama andaikan x2
< 2. Kita akan tunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi
dengan fakta bahwa x = sup S yaitu dengan menemukan n ∈ N sehingga x + 1/n ∈ S,
yang berakibat bahwa x bukan batas atas dari S. Untuk melihat bagaimana cara
memilih n yang demikian, gunakan fakta bahwa 1/n2
≤ 1/n, sehingga
( ) ( )
x x x 2x 1
1
n
2 2 2x
n
1
n
2 1
n
2
+ = + + ≤ + +
Dari sini kita dapat memilih n sehingga
1
n
(2x + 1) < 2 - x2
,
maka kita memperoleh (x + 1/n)2
< x2
+ (2 - x2
) = 2. Dari asumsi, kita mempunyai 2 -
x2
> 0, sehingga (2 - x2
)/(2x + 1) > 0. Dari sini sifat Archimedes dapat digunakan un-
tuk memperoleh n ∈ N sehingga
1
n
2 x
2x 1
2
<
−
+
Langkah-langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan n ini
kita mempunyai x + 1
n
∈ S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x batas atas dari S.
Karenanya, haruslah x2
≥ 2.
Sekarang andaikan x2
> 2. Kita akan tunjukkan bahwa dimungkinkan untuk
menemukan m ∈ sehingga x - 1/m juga merupakan batas atas dari S, yang meng-
kontradiksi fakta bahwa x = sup S. Untuk melakukannya, perhatikan bahwa
Pendahuluan
Analisis Real I 55
( )
x x x
1
m
2 2 2x
m
1
m
2 2x
m
2
+ = + + > −
Dari sini kita dapat memilih m sehingga
2x
m
x 2
2
< − ,
maka (x - 1/m)2
> x2
- (x2
- 2) = 2. Sekarang dengan pengandaian x2
- 2 > 0, maka
x 2
2x
2
−
> 0. Dari sini, dengan sifat Archimedes, terdapat m ∈ N sehingga
1
m
x 2
2x
2
<
−
Langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan m ini kita
mempunyai (x - 1/m)2
> 2. Sekarang bila s ∈ S, maka s2
< 2 < (x - 1/m)2
, yang mana
menurut 2.2.14(a) bahwa s < x - 1/m. Hal ini mengakibatkan bahwa x - 1/m meru-
pakan batas atas dari S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S. Jadi tidak
mungkin x2
> 2.
Karena tidak mungkin dipenuhi x2
> 2 atau x2
< 2, haruslah x2
= 2. (*)
Dengan sedikit modifikasi, pembaca dapat menunjukkan bahwa bila a > 0,
maka terdapat b > 0 yang tunggal, sehingga b2
= a. Kita katakan b akar kuadrat
positif dari a dan dituliskan dengan b = a atau b = a1/2
. Dengan cara sedikit lebih
rumit yang melibatkan teorema binomial dapat diformulasikan eksistensi tunggal dari
akar pangkat-n positif dari a, yang dituliskan dengan a
n
atau a1/n
, untuk n ∈ N.
Densitas (= kepadatan) Bilangan Rasional di R
Sekarang kita mengetahui terdapat paling tidak sebuah bilangan irrasional,
yaitu 2 . Sebenarnya terdapat “lebih banyak” bilangan irasional dibandingkan bi-
langan rasional dalam arti himpunan bilangan rasional terhitung sementara himpunan
bilangan irrasional tak terhitung. Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa himpunan
bilangan rasional “padat” di R dalam arti bahwa bilangan rasional dapat ditemukan
diantara sebarang dua bilangan real yang berbeda.
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 56
2.5.5 Teorema Densitas. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bi-
langan rasional r sehingga x < r < y.
Bukti :
Tanpa mengurangi berlakunya secara umum, misalkan x > 0. (Mengapa?).
De-
ngan sifat Archimedes 2.5.2, terdapat n ∈ N.sehingga n > 1/(y - x). Untuk n yang
demi-kian, kita mempunyai bahwa ny - nx > 1. Dengan menggunakan Teorema Aki-
bat 2.5.3(c) ke nx > 0, kita peroleh m ∈ N sehingga m - 1 ≤ nx < m. Bilangan m ini
juga memenuhi m < ny, sehingga r = m/n bilangan rasional yang memenuhi x < r < y.
Untuk mengakhiri pembahasan tentang hubungan bilangan rasional dan ira-
sional, kita juga mempunyai sifat serupa untuk bilangan irasional.
2.5.6 Teorema akibat. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilan-
gan irasional z sehingga x < z < y.
Bukti :
Dengan menggunakan Teorema Densitas 2.5.5 pada bilangan real x 2 dan
y 2 , kita peroleh bilangan rasional r ≠ 0 sehingga
x 2 < r < y 2 .
Maka z = r 2 adalah bilangan irrasional (Mengapa?) dan memenuhi x < z < y.
Latihan 2.5
1. Gunakan Sifat Archimedes atau Teorema Akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukkan
bahwa inf {1/n  n ∈ N} = 0.
2. Bila S = {1/n - 1/m  n,m ∈ N}, tentukan inf S dan sup S.
3. Misalkan S ⊆ R tak kosong. Tunjukkan bahwa bila u di R mempunyai sifat : (i).
untuk setiap n ∈ N, u - 1/n bukan batas atas dari S, dan (ii). untuk setiap n ∈ N, u +
1/n bukan batas atas dari S, maka u = sup S. (Ini merupakan kebalikan Teorema
2.4.8).
4. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R.
Pendahuluan
Analisis Real I 57
(a). Misalkan a > 0, dan aS = {as  s ∈ S}. Tunjukkan bahwa
inf (aS) = a inf S, sup (aS) = a sup S.
(b). Misalkan b < 0, dan bS = {bs  s ∈ S}. Tunjukkan bahwa
inf (bS) = b sup S, sup (bS) = b inf S.
5. Misalkan X himpunan tak kosong dan f : X →R mempunyai range yang terbatas
di R. Bila a ∈ R, tunjukkan bahwa contoh 2.5.1(a) mengakibatkan bahwa
sup {a + f(x)  x ∈ X} = a + sup {f(x)  x ∈ X}.
Tunjukkan pula bahwa
inf {a + f(x)  x ∈ X} = a + inf {f(x)  x ∈ X}.
6. Misalkan A dan B himpunan tak kosong dan terbatas di R, dan A + B = {a + b  a
∈ A, b ∈ B}. Tunjukkan bahwa sup (A + B) = sup A + sup B dan inf (A + B) = inf
A + inf B.
7. Misalkan X himpunan tak kosong, f dan g fungsi terdefinisi pada X dan mempun-
yai range yang terbatas di R.
Tunjukkan bahwa
sup{f(x) + g(x)  x ∈ X} ≤ sup{f(x)  x ∈ X} + sup{g(x)  x ∈ X}
dan
inf{f(x)  x ∈ X} + inf {g(x)  x ∈ X} ≤ inf{f(x) + g(x)  x ∈ X}
Berikan contoh yang menunjukkan kapan berlaku kesamaan atau ketaksamaan
murni.
8. Misalkan X = Y = {x∈R 0 < x < 1}. Tentukan h : X×Y →R dan h(x,y) = 2x +
y.
(a). untuk setiap x ∈ X, tentukan f(x) = sup {h(x,y) : y ∈ Y}
Kemudian tentukan inf {f(x) x ∈ X}.
(b). untuk setiap y ∈ Y, tentukan g(y) = inf {h(x,y) : x ∈ X}
Kemudian tentukan sup {g(y) y ∈ Y}.
Bandingkan hasilnya dengan bagian (a).
9. Lakukan perhitungan di (a) dan (b) latihan nomor 8 untuk fungsi h : X×Y → R
yang didefinisikan dengan
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 58
( )
h x,y
bila x < y
1 , bila x y
=
≥



0 ,
10. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y → R yang mempunyai range
terbatas di R. Misalkan f : X → dan g : Y → didefinisikan dengan
f(x) = sup {h(x,y) y ∈ Y}, g(y) = inf {h(x,y) x ∈ X}.
Tunjukkan bahwa
sup{g(y) y ∈ Y} ≤ inf {f(x)  x ∈ X}
Kita akan menuliskannya dengan
supinf ( )
y x
x,y
h ≤ supinf ( )
x y
x,y
h
Catatan, pada latihan nomor 8 dan nomor 9 menunjukkan bahwa ketaksamaan
bisa berupa kesamaan atau ketaksamaan murni.
11. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y → R yang mempunyai range
terbatas di R. Misalkan F : X → R dan G : Y → R didefinisikan dengan
F(x) = sup {h(x,y) y ∈ Y}, G(y) = inf {h(x,y) x ∈ X}.
Perkenalkan Prinsip Iterasi Supremum :
sup{h(x,y) x ∈ X, y ∈ Y} = sup {F(x)  x ∈ X}
= sup {G(y)  y ∈ Y}.
Hal ini sering dituliskan dengan
sup x,y
x,y
h( ) = sup x,y
x y
sup ( )
h = sup x,y
y x
sup ( )
h
12. Diberikan sebarang x∈R, tunjukkan bahwa terdapat n∈Z yang tungal sehingga n -
1 ≤ x < n.
13. Bila y > 0 tunjukkan bahwa terdapat n ∈ N sehingga 1/2n
< y.
14. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
bilangan real positif y sehingga y2
= 3.
15. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa bila a > 0,
maka terdapat bilangan real positif z sehingga z2
= a.
16. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
bilangan real positif u sehingga u3
= 2.
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah
An Real Bartle Terjemah

More Related Content

What's hot

Rangkuman materi Isometri
Rangkuman materi IsometriRangkuman materi Isometri
Rangkuman materi Isometri
Nia Matus
 
Grup dan subgrup siklik
Grup dan subgrup siklikGrup dan subgrup siklik
Grup dan subgrup siklikStepanyCristy
 
Teori Group
Teori GroupTeori Group
Pengantar analisis real_I
Pengantar analisis real_IPengantar analisis real_I
Pengantar analisis real_IFerry Angriawan
 
Ring Polonomial
Ring PolonomialRing Polonomial
Ring Polonomial
Nailul Hasibuan
 
Makalah transformasi balikan
Makalah transformasi balikanMakalah transformasi balikan
Makalah transformasi balikan
Nia Matus
 
Teori bilangan bab ii
Teori bilangan bab iiTeori bilangan bab ii
Teori bilangan bab ii
Septian Amri
 
Setengah Putaran dan Ruas Garis Berarah | Geometri Transformasi
Setengah Putaran dan Ruas Garis Berarah | Geometri TransformasiSetengah Putaran dan Ruas Garis Berarah | Geometri Transformasi
Setengah Putaran dan Ruas Garis Berarah | Geometri Transformasi
Jujun Muhamad Jubaerudin
 
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya
State University of Medan
 
ANALISIS RIIL 1 2.1 ROBERT G BARTLE
ANALISIS RIIL 1 2.1 ROBERT G BARTLEANALISIS RIIL 1 2.1 ROBERT G BARTLE
ANALISIS RIIL 1 2.1 ROBERT G BARTLE
Muhammad Nur Chalim
 
Supremum dan infimum
Supremum dan infimum  Supremum dan infimum
Supremum dan infimum
Rossi Fauzi
 
Homomorfisma grup
Homomorfisma grupHomomorfisma grup
Homomorfisma grup
Yadi Pura
 
kunci jawaban grup
kunci jawaban grupkunci jawaban grup
kunci jawaban grup
chikarahayu
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Arvina Frida Karela
 
Grup siklik
Grup siklikGrup siklik
Grup siklik
Rahmawati Lestari
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Arvina Frida Karela
 
BAB 2 Pencerminan (Refleksi)
BAB 2 Pencerminan (Refleksi)BAB 2 Pencerminan (Refleksi)
BAB 2 Pencerminan (Refleksi)
Nia Matus
 
Konsep Bilangan Bulat
Konsep Bilangan BulatKonsep Bilangan Bulat
Konsep Bilangan Bulat
Abdul Rais P
 

What's hot (20)

Rangkuman materi Isometri
Rangkuman materi IsometriRangkuman materi Isometri
Rangkuman materi Isometri
 
Grup dan subgrup siklik
Grup dan subgrup siklikGrup dan subgrup siklik
Grup dan subgrup siklik
 
Teori Group
Teori GroupTeori Group
Teori Group
 
Pengantar analisis real_I
Pengantar analisis real_IPengantar analisis real_I
Pengantar analisis real_I
 
Handout analisis real
Handout analisis realHandout analisis real
Handout analisis real
 
Ring Polonomial
Ring PolonomialRing Polonomial
Ring Polonomial
 
Makalah transformasi balikan
Makalah transformasi balikanMakalah transformasi balikan
Makalah transformasi balikan
 
Teori bilangan bab ii
Teori bilangan bab iiTeori bilangan bab ii
Teori bilangan bab ii
 
Setengah Putaran dan Ruas Garis Berarah | Geometri Transformasi
Setengah Putaran dan Ruas Garis Berarah | Geometri TransformasiSetengah Putaran dan Ruas Garis Berarah | Geometri Transformasi
Setengah Putaran dan Ruas Garis Berarah | Geometri Transformasi
 
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya
 
ANALISIS RIIL 1 2.1 ROBERT G BARTLE
ANALISIS RIIL 1 2.1 ROBERT G BARTLEANALISIS RIIL 1 2.1 ROBERT G BARTLE
ANALISIS RIIL 1 2.1 ROBERT G BARTLE
 
Supremum dan infimum
Supremum dan infimum  Supremum dan infimum
Supremum dan infimum
 
Homomorfisma grup
Homomorfisma grupHomomorfisma grup
Homomorfisma grup
 
kunci jawaban grup
kunci jawaban grupkunci jawaban grup
kunci jawaban grup
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
 
Grup siklik
Grup siklikGrup siklik
Grup siklik
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
 
BAB 2 Pencerminan (Refleksi)
BAB 2 Pencerminan (Refleksi)BAB 2 Pencerminan (Refleksi)
BAB 2 Pencerminan (Refleksi)
 
Matematika diskrit
Matematika diskritMatematika diskrit
Matematika diskrit
 
Konsep Bilangan Bulat
Konsep Bilangan BulatKonsep Bilangan Bulat
Konsep Bilangan Bulat
 

Similar to An Real Bartle Terjemah

Bilangan real dan rasional sementara cara menerangkannya
Bilangan real dan rasional sementara cara menerangkannyaBilangan real dan rasional sementara cara menerangkannya
Bilangan real dan rasional sementara cara menerangkannya
Arif Winahyu
 
File pendukung himpunan
File pendukung himpunanFile pendukung himpunan
File pendukung himpunan
Nova Amalia
 
Ek107 002003-565-6
Ek107 002003-565-6Ek107 002003-565-6
Ek107 002003-565-6
Muhammad Syaifulloh
 
Bab ii pengantar topologi
Bab ii pengantar topologiBab ii pengantar topologi
Bab ii pengantar topologi
Mayawi Karim
 
Himpunan dan sistem_bilangan_real
Himpunan dan sistem_bilangan_realHimpunan dan sistem_bilangan_real
Himpunan dan sistem_bilangan_real
Achmad Syahyoudie
 
Abstrak
AbstrakAbstrak
Abstrak
maman wijaya
 
Diskret IV Himpunan
Diskret IV HimpunanDiskret IV Himpunan
Diskret IV Himpunan
Raden Maulana
 
Pengantar_Analisis_Real_I.pdf
Pengantar_Analisis_Real_I.pdfPengantar_Analisis_Real_I.pdf
Pengantar_Analisis_Real_I.pdf
HamzaHamid27
 
Tugas kalkulus ii
Tugas kalkulus iiTugas kalkulus ii
Tugas kalkulus ii
Muzz Lhieya
 
Himpunan matematika diskrit
Himpunan matematika diskritHimpunan matematika diskrit
Himpunan matematika diskrit
Zuhri Patria Siregar
 
Analisis Riel 1
Analisis Riel 1Analisis Riel 1
Analisis Riel 1
Sahat Hutajulu
 
Kalkulus 1
Kalkulus 1Kalkulus 1
Kalkulus 1
Taufik_Yui
 
Pengantar dasar matematika
Pengantar dasar matematikaPengantar dasar matematika
Pengantar dasar matematika
taufiq99
 
Himpunan
HimpunanHimpunan
Himpunan
Humairahnia12
 
Himpunan
HimpunanHimpunan
Himpunan
Ven Dot
 
Sistem Bilangan dan Himpunan. Bilangan,adalah suatu konsep dalam ilmu matemat...
Sistem Bilangan dan Himpunan. Bilangan,adalah suatu konsep dalam ilmu matemat...Sistem Bilangan dan Himpunan. Bilangan,adalah suatu konsep dalam ilmu matemat...
Sistem Bilangan dan Himpunan. Bilangan,adalah suatu konsep dalam ilmu matemat...
NidaAuliana4
 

Similar to An Real Bartle Terjemah (20)

Bilangan real dan rasional sementara cara menerangkannya
Bilangan real dan rasional sementara cara menerangkannyaBilangan real dan rasional sementara cara menerangkannya
Bilangan real dan rasional sementara cara menerangkannya
 
File pendukung himpunan
File pendukung himpunanFile pendukung himpunan
File pendukung himpunan
 
Ek107 002003-565-6
Ek107 002003-565-6Ek107 002003-565-6
Ek107 002003-565-6
 
Bab ii pengantar topologi
Bab ii pengantar topologiBab ii pengantar topologi
Bab ii pengantar topologi
 
Bab 3 mtk
Bab 3 mtkBab 3 mtk
Bab 3 mtk
 
Himpunan dan sistem_bilangan_real
Himpunan dan sistem_bilangan_realHimpunan dan sistem_bilangan_real
Himpunan dan sistem_bilangan_real
 
Teori probabilitas
Teori probabilitasTeori probabilitas
Teori probabilitas
 
Abstrak
AbstrakAbstrak
Abstrak
 
Diskret IV Himpunan
Diskret IV HimpunanDiskret IV Himpunan
Diskret IV Himpunan
 
Pengantar_Analisis_Real_I.pdf
Pengantar_Analisis_Real_I.pdfPengantar_Analisis_Real_I.pdf
Pengantar_Analisis_Real_I.pdf
 
Tugas kalkulus ii
Tugas kalkulus iiTugas kalkulus ii
Tugas kalkulus ii
 
Himpunan matematika diskrit
Himpunan matematika diskritHimpunan matematika diskrit
Himpunan matematika diskrit
 
Analisis Riel 1
Analisis Riel 1Analisis Riel 1
Analisis Riel 1
 
Kalkulus 1
Kalkulus 1Kalkulus 1
Kalkulus 1
 
Pengantar dasar matematika
Pengantar dasar matematikaPengantar dasar matematika
Pengantar dasar matematika
 
Himpunan
HimpunanHimpunan
Himpunan
 
Himpunan
HimpunanHimpunan
Himpunan
 
Matdis-Himpunan
Matdis-HimpunanMatdis-Himpunan
Matdis-Himpunan
 
Sistem Bilangan dan Himpunan. Bilangan,adalah suatu konsep dalam ilmu matemat...
Sistem Bilangan dan Himpunan. Bilangan,adalah suatu konsep dalam ilmu matemat...Sistem Bilangan dan Himpunan. Bilangan,adalah suatu konsep dalam ilmu matemat...
Sistem Bilangan dan Himpunan. Bilangan,adalah suatu konsep dalam ilmu matemat...
 
Analisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1cAnalisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1c
 

More from Scott Faria

002 Essay Example Refle. Online assignment writing service.
002 Essay Example Refle. Online assignment writing service.002 Essay Example Refle. Online assignment writing service.
002 Essay Example Refle. Online assignment writing service.
Scott Faria
 
How To Write A Proper Observation Essay - Adair
How To Write A Proper Observation Essay - AdairHow To Write A Proper Observation Essay - Adair
How To Write A Proper Observation Essay - Adair
Scott Faria
 
Get Community College Essay Examples Tips - Es. Online assignment writing ser...
Get Community College Essay Examples Tips - Es. Online assignment writing ser...Get Community College Essay Examples Tips - Es. Online assignment writing ser...
Get Community College Essay Examples Tips - Es. Online assignment writing ser...
Scott Faria
 
Ocean Writing Paper Writing Paper, Kindergarte
Ocean Writing Paper Writing Paper, KindergarteOcean Writing Paper Writing Paper, Kindergarte
Ocean Writing Paper Writing Paper, Kindergarte
Scott Faria
 
CompareContrast Essay Outline Essay Outline The
CompareContrast Essay Outline Essay Outline TheCompareContrast Essay Outline Essay Outline The
CompareContrast Essay Outline Essay Outline The
Scott Faria
 
Good Essay Guide Essay Writing Skills, Writing Lesso
Good Essay Guide Essay Writing Skills, Writing LessoGood Essay Guide Essay Writing Skills, Writing Lesso
Good Essay Guide Essay Writing Skills, Writing Lesso
Scott Faria
 
Literature Review Chicago Style Sample Welcome T
Literature Review Chicago Style Sample Welcome TLiterature Review Chicago Style Sample Welcome T
Literature Review Chicago Style Sample Welcome T
Scott Faria
 
100Th Day Writing Paper With Border And 3-Ruled Lines -
100Th Day Writing Paper With Border And 3-Ruled Lines -100Th Day Writing Paper With Border And 3-Ruled Lines -
100Th Day Writing Paper With Border And 3-Ruled Lines -
Scott Faria
 
014 Essay Example Descriptive Person Writing
014 Essay Example Descriptive Person Writing014 Essay Example Descriptive Person Writing
014 Essay Example Descriptive Person Writing
Scott Faria
 
6 Essay Writing Tips For Scoring Good Grades
6 Essay Writing Tips For Scoring Good Grades6 Essay Writing Tips For Scoring Good Grades
6 Essay Writing Tips For Scoring Good Grades
Scott Faria
 
Scholarship Essay Graduate Program Essay Examples
Scholarship Essay Graduate Program Essay ExamplesScholarship Essay Graduate Program Essay Examples
Scholarship Essay Graduate Program Essay Examples
Scott Faria
 
Writing A Strong Introduction To A Descriptive Essay
Writing A Strong Introduction To A Descriptive EssayWriting A Strong Introduction To A Descriptive Essay
Writing A Strong Introduction To A Descriptive Essay
Scott Faria
 
Abstract Writing For Research Papers. How To Make Your
Abstract Writing For Research Papers. How To Make YourAbstract Writing For Research Papers. How To Make Your
Abstract Writing For Research Papers. How To Make Your
Scott Faria
 
Essay On Child Labour In English How To Write Essay On Child Labour
Essay On Child Labour In English How To Write Essay On Child LabourEssay On Child Labour In English How To Write Essay On Child Labour
Essay On Child Labour In English How To Write Essay On Child Labour
Scott Faria
 
Short Essay College Apa Format Paper Does Apa F
Short Essay College Apa Format Paper Does Apa FShort Essay College Apa Format Paper Does Apa F
Short Essay College Apa Format Paper Does Apa F
Scott Faria
 
Pustakachi Atmakatha In Marathi Plz Help - Brainly.In
Pustakachi Atmakatha In Marathi Plz Help - Brainly.InPustakachi Atmakatha In Marathi Plz Help - Brainly.In
Pustakachi Atmakatha In Marathi Plz Help - Brainly.In
Scott Faria
 
How To Write An Intro Paragraph For A Synthesis Essay - Airey Pen
How To Write An Intro Paragraph For A Synthesis Essay - Airey PenHow To Write An Intro Paragraph For A Synthesis Essay - Airey Pen
How To Write An Intro Paragraph For A Synthesis Essay - Airey Pen
Scott Faria
 
(PDF) Guide To Writing Philosophy Essays Rhod
(PDF) Guide To Writing Philosophy Essays Rhod(PDF) Guide To Writing Philosophy Essays Rhod
(PDF) Guide To Writing Philosophy Essays Rhod
Scott Faria
 
Social Issues Essay By Kelvin. Online assignment writing service.
Social Issues Essay By Kelvin. Online assignment writing service.Social Issues Essay By Kelvin. Online assignment writing service.
Social Issues Essay By Kelvin. Online assignment writing service.
Scott Faria
 
How To Write A College Essay Step By Step Guid
How To Write A College Essay Step By Step GuidHow To Write A College Essay Step By Step Guid
How To Write A College Essay Step By Step Guid
Scott Faria
 

More from Scott Faria (20)

002 Essay Example Refle. Online assignment writing service.
002 Essay Example Refle. Online assignment writing service.002 Essay Example Refle. Online assignment writing service.
002 Essay Example Refle. Online assignment writing service.
 
How To Write A Proper Observation Essay - Adair
How To Write A Proper Observation Essay - AdairHow To Write A Proper Observation Essay - Adair
How To Write A Proper Observation Essay - Adair
 
Get Community College Essay Examples Tips - Es. Online assignment writing ser...
Get Community College Essay Examples Tips - Es. Online assignment writing ser...Get Community College Essay Examples Tips - Es. Online assignment writing ser...
Get Community College Essay Examples Tips - Es. Online assignment writing ser...
 
Ocean Writing Paper Writing Paper, Kindergarte
Ocean Writing Paper Writing Paper, KindergarteOcean Writing Paper Writing Paper, Kindergarte
Ocean Writing Paper Writing Paper, Kindergarte
 
CompareContrast Essay Outline Essay Outline The
CompareContrast Essay Outline Essay Outline TheCompareContrast Essay Outline Essay Outline The
CompareContrast Essay Outline Essay Outline The
 
Good Essay Guide Essay Writing Skills, Writing Lesso
Good Essay Guide Essay Writing Skills, Writing LessoGood Essay Guide Essay Writing Skills, Writing Lesso
Good Essay Guide Essay Writing Skills, Writing Lesso
 
Literature Review Chicago Style Sample Welcome T
Literature Review Chicago Style Sample Welcome TLiterature Review Chicago Style Sample Welcome T
Literature Review Chicago Style Sample Welcome T
 
100Th Day Writing Paper With Border And 3-Ruled Lines -
100Th Day Writing Paper With Border And 3-Ruled Lines -100Th Day Writing Paper With Border And 3-Ruled Lines -
100Th Day Writing Paper With Border And 3-Ruled Lines -
 
014 Essay Example Descriptive Person Writing
014 Essay Example Descriptive Person Writing014 Essay Example Descriptive Person Writing
014 Essay Example Descriptive Person Writing
 
6 Essay Writing Tips For Scoring Good Grades
6 Essay Writing Tips For Scoring Good Grades6 Essay Writing Tips For Scoring Good Grades
6 Essay Writing Tips For Scoring Good Grades
 
Scholarship Essay Graduate Program Essay Examples
Scholarship Essay Graduate Program Essay ExamplesScholarship Essay Graduate Program Essay Examples
Scholarship Essay Graduate Program Essay Examples
 
Writing A Strong Introduction To A Descriptive Essay
Writing A Strong Introduction To A Descriptive EssayWriting A Strong Introduction To A Descriptive Essay
Writing A Strong Introduction To A Descriptive Essay
 
Abstract Writing For Research Papers. How To Make Your
Abstract Writing For Research Papers. How To Make YourAbstract Writing For Research Papers. How To Make Your
Abstract Writing For Research Papers. How To Make Your
 
Essay On Child Labour In English How To Write Essay On Child Labour
Essay On Child Labour In English How To Write Essay On Child LabourEssay On Child Labour In English How To Write Essay On Child Labour
Essay On Child Labour In English How To Write Essay On Child Labour
 
Short Essay College Apa Format Paper Does Apa F
Short Essay College Apa Format Paper Does Apa FShort Essay College Apa Format Paper Does Apa F
Short Essay College Apa Format Paper Does Apa F
 
Pustakachi Atmakatha In Marathi Plz Help - Brainly.In
Pustakachi Atmakatha In Marathi Plz Help - Brainly.InPustakachi Atmakatha In Marathi Plz Help - Brainly.In
Pustakachi Atmakatha In Marathi Plz Help - Brainly.In
 
How To Write An Intro Paragraph For A Synthesis Essay - Airey Pen
How To Write An Intro Paragraph For A Synthesis Essay - Airey PenHow To Write An Intro Paragraph For A Synthesis Essay - Airey Pen
How To Write An Intro Paragraph For A Synthesis Essay - Airey Pen
 
(PDF) Guide To Writing Philosophy Essays Rhod
(PDF) Guide To Writing Philosophy Essays Rhod(PDF) Guide To Writing Philosophy Essays Rhod
(PDF) Guide To Writing Philosophy Essays Rhod
 
Social Issues Essay By Kelvin. Online assignment writing service.
Social Issues Essay By Kelvin. Online assignment writing service.Social Issues Essay By Kelvin. Online assignment writing service.
Social Issues Essay By Kelvin. Online assignment writing service.
 
How To Write A College Essay Step By Step Guid
How To Write A College Essay Step By Step GuidHow To Write A College Essay Step By Step Guid
How To Write A College Essay Step By Step Guid
 

Recently uploaded

PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
SdyokoSusanto1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Fathan Emran
 
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptxRefleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
SholahuddinAslam
 
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptxPOKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
KotogadangKependuduk
 
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos ValidasiAksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
DinaSetiawan2
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
NiaTazmia2
 
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamiiAksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
esmaducoklat
 
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
PreddySilitonga
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
ozijaya
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 
2. PEMBELAJARAN YANG MENGUATKAN TRANSISI PAUD-SD Merancang Instrumen Asesmen ...
2. PEMBELAJARAN YANG MENGUATKAN TRANSISI PAUD-SD Merancang Instrumen Asesmen ...2. PEMBELAJARAN YANG MENGUATKAN TRANSISI PAUD-SD Merancang Instrumen Asesmen ...
2. PEMBELAJARAN YANG MENGUATKAN TRANSISI PAUD-SD Merancang Instrumen Asesmen ...
PikeKusumaSantoso
 
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdfMODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
sitispd78
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
indraayurestuw
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
Kanaidi ken
 
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
asepridwan50
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
NavaldiMalau
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
fildiausmayusuf1
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
akram124738
 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
mohfedri24
 

Recently uploaded (20)

PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
 
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptxRefleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
 
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptxPOKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
 
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos ValidasiAksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
 
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamiiAksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
 
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 
2. PEMBELAJARAN YANG MENGUATKAN TRANSISI PAUD-SD Merancang Instrumen Asesmen ...
2. PEMBELAJARAN YANG MENGUATKAN TRANSISI PAUD-SD Merancang Instrumen Asesmen ...2. PEMBELAJARAN YANG MENGUATKAN TRANSISI PAUD-SD Merancang Instrumen Asesmen ...
2. PEMBELAJARAN YANG MENGUATKAN TRANSISI PAUD-SD Merancang Instrumen Asesmen ...
 
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdfMODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
 
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
 

An Real Bartle Terjemah

  • 1. i Catatan Selama Kuliah ANALISIS REAL I DAN II Sebuah terjemahan dari sebagian buku Introductions to Real Analysis karangan Robert G. Bartle Drs. Jafar., M.Si Printed by: Abu Musa Al Khwarizmi KOMUNITAS STUDI AL KHWARIZMI UNAAHA 2012
  • 2. ii KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadlirat Allah Swt. karena atas perkenaannya jualah hand-out ini dapat terselesaikan penyusunannya. Penyusunan hand- out ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan diskusi Komunitas Studi Al Khwarizmi Sultra dan masyarakat penimat Kajian Matematika pada umumnya. Materi hand-out ini terdiri atas 5 (lima) bab, yaitu : Yakni Bab I sampai dengan Bab 3 adalah materi Analisis Real I, sedangkan Bab 4 dan Bab 5 adalah materi Analisis Real II. Tentu saja, hand-out ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan sumbang saran dan kritikan yang konstruktif dari pembaca dalam rangka perbaikan dan penyempurnaannya, sehingga pada akhirnya dapat dijadikan buku standar untuk dijadikan buku ajar Analisis Real I dan II. Surat kritikan dan saran anda dapat anda kirimkan ke: ks.algorizm@gmail.com; karyanto@bismillah.com; Atau melalui facebook: -Yanto Kendari. Akhirnya, semoga hand-out ini membawa manfaat yang semaksimal mungkin bagi siapa saja yang menggunakannya, dan hanya kepada Alloh SWT segala sesuatunya kita serahkan. Semoga kita termasuk umatNya yang bersyukur dan dimudahkan dalam memahami ilmu. Amien Unaaha, Januari 2012 KSA
  • 3. iii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii Bab I PENDAHULUAN............................................................................................ 2 1.1 Aljabar Himpunan ................................................................................... 2 1.2 Fungsi ...................................................................................................... 8 1.3 Induksi Matematika ................................................................................. 15 Bab II BILANGAN REAL ........................................................................................ 22 2.1 Sifat Aljabar R ......................................................................................... 22 2.2 Sifat Urutan dalam R ............................................................................... 30 2.3 Nilai Mutlak ............................................................................................ 40 2.4 Sifat Kelengkapan R ................................................................................ 46 2.5 Aplikasi Sifat Supremum ........................................................................ 51 Bab III BARISAN BILANGAN REAL .................................................................... 60 3.1 Barisan dan Limit Barisan ....................................................................... 60 3.2 Teorema-teorema Limit ........................................................................... 72 3.3 Barisan Monoton ..................................................................................... 82 3.4 Subbarisan dan Teorema Bolzano-Weiestrass ......................................... 90 3.5 Kriteria Cauchy ....................................................................................... 97 3.6 Barisan-barisan Divergen Murni ............................................................. 105 Bab IV LIMIT FUNGSI ............................................................................................ 110 4.1 Limit-limit Fungsi ................................................................................... 110 4.2 Teorema-teorema Limit ........................................................................... 123 4.3 Beberapa Perluasan dari Konsep Limit ................................................... 133 Bab V FUNGSI-FUNGSI KONTINU ...................................................................... 149 5.1 Fungsi-fungsi Kontinu ............................................................................. 150 5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu ................................................... 157 5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval ....................................................... 164 5.4 Kekontinuan Seragam ............................................................................. 174 5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers ......................................................... 189 Daftar Pustaka ........................................................................................................... 201
  • 4. Aljabar Himpunan Analisis Real I 2 PENDAHULUAN Pada bab pertama ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang diperlukan untuk mempelajari analisis real. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan mengulang sekilas ten- tang aljabar himpunan dan fungsi, dua alat yang penting untuk semua cabang mate- matika. Pada bagian 1.3 kita akan memusatkan perhatian pada metoda pembuktian yang disebut induksi matematika. Ini berhubungan dengan sifat dasar sistem bilangan asli, dan walaupun penggunaannya terbatas pada masalah yang khusus tetapi hal ini penting dan sering digunakan. 1.1. Aljabar Himpunan Bila A menyatakan suatu himpunan dan x suatu unsurnya, kita akan tuliskan dengan x∈A, untuk menyingkat pernyataan x suatu unsur di A, atau x anggota A, atau x termuat di A, atau A memuat x. Bila x suatu unsur tetapi bukan di A kita tuliskan dengan x∉A. Bila A dan B suatu himpunan sehingga x∈A mengakibatkan x∈B (yaitu, setiap unsur di A juga unsur di B), maka kita katakan A termuat di B, atau B me- muat A atau A suatu subhimpunan dari B, dan dituliskan dengan A ⊆ B atau B ⊇ A. Bila A ⊆ B dan terdapat unsur di B yang bukan anggota A kita katakan A subhim- punan sejati dari B. BAB 1
  • 5. Pendahuluan Analisis Real I 3 1.1.1. Definisi. Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsur- unsur yang sama. Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A = B Untuk membuktikan bahwa A = B, kita harus menunjukkan bahwa A ⊆ B dan B ⊆ A. Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau dengan menyatakan sifat keanggotaan himpunan tersebut. Kata “sifat keanggotaan” memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P menyatakan sifat keanggotaan (yang tak bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan {xP(x)} untuk menyatakan himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca de- ngan “himpunan semua x yang memenuhi (atau sedemikian sehinga) P”. Bila dirasa perlu menyatakan lebih khusus unsur-unsur mana yang memenuhi P, kita dapat juga menuliskannya dengan { x∈SP(x)} untuk menyatakan sub himpunan S yang memenuhi P. Beberapa himpunan tertentu akan digunakan dalam bukti ini, dan kita akan menuliskannya dengan penulisan standar sebagai berikut : • Himpunan semua bilangan asli, N = {1,2,3,...} • Himpunan semua bilangan bulat, Z = {0,1,-1,2,-2,...} • Himpunan semua bilangan rasional, Q = {m/n  m,n ∈ Z, n≠0} • Himpunan semua bilangan real, R. Contoh-contoh : (a). Himpunan {x ∈ N x2 -3x+2=0}, menyatakan himpunan semua bilangan asli yang memenuhi x2 - 3x + 2 = 0. Karena yang memenuhi hanya x = 1 dan x = 2, maka himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan {1,2}. (b). Kadang-kadang formula dapat pula digunakan untuk menyingkat penulisan him- punan. Sebagai contoh himpunan bilangan genap positif sering dituliskan dengan {2x x∈ N}, daripada {y∈ N y = 2x, x∈ N}.
  • 6. Aljabar Himpunan Analisis Real I 4 Operasi Himpunan Sekarang kita akan mendefinisikan cara mengkonstruksi himpunan baru dari himpunan yang sudah ada. 1.1.2. Definisi. (a). Bila A dan B suatu himpunan, maka irisan (=interseksi) dari A ⊂ B dituliskan dengan A∩B, adalah himpunan yang unsur-unsurnya terdapat di A juga di B. Dengan kata lain kita mempunyai A∩B = {x x∈A dan x∈B}. (b). Gabungan dari A dan B, dituliskan dengan A∪B, adalah himpunan yang unsur- unsurnya paling tidak terdapat di salah satu A atau B. Dengan kata lain kita mempun- yai A∪B = {x x∈A atau x∈B}. 1.1.3. Definisi. Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong, dituliskan dengan { } atau ∅. Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai un- sur bersama (yaitu, A∩B = ∅), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin. Berikut ini adalah akibat dari operasi aljabar yang baru saja kita definisikan. Karena buktinya merupakan hal yang rutin, kita tinggalkan kepada pembaca sebagai latihan. 1.1.4. Teorema. Misalkan A,B dan C sebarang himpunan, maka (a). A∩A = A, A∪A = A; (b). A∩B = B∩A, A∪B = B∪A; (c). (A∩B) ∩C = A∩(B ∩C), (A∪B)∪C = A∪(B∪C); (d). A∩(B∪C) = (A∩B)∪(A∩C), A∪(B ∩C) = (A∪B) ∩ (A∪C); Kesamaan ini semua berturut-turut sering disebut sebagai sifat idempoten, ko- mutatif, asosiatif dan distributif, operasi irisan dan gabungan himpunan. Melihat kesamaan pada teorema 1.1.4(c), biasanya kita tanggalkan kurung dan cukup ditulis dengan A∩B ∩C, A∪B∪C.
  • 7. Pendahuluan Analisis Real I 5 Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila {A1,A2, ,An} merupakan koleksi himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang memuat unsur yang merupakan pa-ling tidak unsur dari suatu Aj, j = 1,2,...,n ; dan terdapat sebuah himpunan B yang unsur-unsurnya merupakan unsur semua himpunan Aj, j=1,2,...,n. Dengan menang- galkan kurung, kita tuliskan dengan A = A1 ∪A2 ∪ ∪ An = {x x∈Aj untuk suatu j}, B = A1 ∩ A2...∩An = {x x∈Aj untuk semua j}. Untuk mempersingkat penulisan, A dan B di atas sering dituliskan dengan A = Aj j 1 n = B = Aj j 1 n = Secara sama, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan Aj, maka Aj j J ∈ menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya paling tidak merupakan unsur dari salah satu Aj. Sedangkan Aj j J ∈ , menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur semua Aj untuk j∈J. 1.1.5. Definisi. Bila A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terha- dap A, dituliskan dengan AB (dibaca “A minus B”) adalah himpunan yang unsur- unsurnya adalah semua unsur di A tetapi bukan anggota B. Beberapa penulis meng- gunakan notasi A - B atau A ~ B. Dari definisi di atas, kita mempunyai AB = {x ∈ A x ∉ B}. Seringkali A tidak dinyatakan secara eksplisit, karena sudah dimengerti/disepakati. Dalam situasi begini AB sering dituliskan dengan (B). 1.1.6. Teorema. Bila A,B,C sebarang himpunan, maka A(B∪C) = (AB)∩(AC), A(B∩C) = (AB) ∪(AC).
  • 8. Aljabar Himpunan Analisis Real I 6 Bukti : Kita hanya akan membuktikan kesamaan pertama dan meninggalkan yang kedua sebagai latihan bagi pembaca. Kita akan tunjukkan bahwa setiap unsur di A(B∪C) termuat di kedua himpunan (AB) dan (AC), dan sebaliknya. Bila x di A(B∪C), maka x di A, tetapi tidak di B∪C. Dari sini x suatu unsur di A, tetapi tidak dikedua unsur B atau C. (Mengapa?). Karenanya x di A tetapi tidak di B, dan x di A tetapi tidak di C. Yaitu x ∈ AB dan x ∈ AC, yang menunjukkan bahwa x ∈(AB)∩(AC). Sebaliknya, bila x ∈(AB)∩(AC), maka x ∈(AB)dan x ∈ (AC). Jadi x ∈ A tetapi bukan anggota dari B atau C. Akibatnya x ∈ A dan x ∉ (B∪C), karena itu x ∈ A(B∪C). Karena himpunan (AB)∩(AC) dan A(B∪C).memuat unsur-unsur yang sama, menurut definisi 1.1.1 A(B∪C).= (AB)∩(AC). Produk (hasil kali) Cartesius Sekarang kita akan mendefinisikan produk Cartesius. 1.1.7. Definisi. Bila A dan B himpunan-himpunan yang tak kosong, maka produk cartesius A×B dari A dan B adalah himpunan pasangan berurut (a,b) dengan a∈ A dan b ∈ B. Jadi bila A = {1,2,3} dan B = {4,5}, maka A×B = {(1,4),(1,5),(2,4),(2,5),(3,4),(3,5)} Latihan 1.1. 1. Gambarkan diagram yang menyatakan masing-masing himpunan pada Teorema 1.1.4. 2. Buktikan bagian (c) Teorema 1.1.4. 3. Buktikan bagian kedua Teorema 1.1.4(d). 4. Buktikan bahwa A ⊆ B jika dan hanya jika A∩B = A.
  • 9. Pendahuluan Analisis Real I 7 5. Tunjukkan bahwa himpunan D yang unsur-unsurnya merupakan unsur dari tepat satu himpunan A atau B diberikan oleh D = (AB) ∪ (BA). Himpunan D ini ser- ing disebut dengan selisih simetris dari A dan B. Nyatakan dalam diagram. 6. Tunjukkan bahwa selisih simetris D di nomor 5, juga diberikan oleh D = (A∪B)(A∩B). 7. Bila A ⊆ B, tunjukkan bahwa B = A(AB). 8. Diberikan himpunan A dan B, tunjukkan bahwa A∩B dan AB saling asing dan bahwa A = (A∩B) ∪ (AB). 9. Bila A dan B sebarang himpunan, tunjukkan bahwa A∩B = A(AB). 10. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjuk- kan bahwa E A (E A ), E A (E A ) j j j j=1 n j j 1 n j 1 n j 1 n ∩ = ∩ ∪ = ∪ = = = 11. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjuk- kan bahwa E A (E A ), E A (E A ) j j 1 n j j 1 n j j=1 n j j 1 n ∩ = ∩ ∪ = ∪ = = = 12. Misalkan E sebarang himpunan dan {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan. Buktikan Hukum De Morgan E A (E A ), E A (E A ). j j 1 n j j 1 n j j=1 n j j 1 n = = = = = Catatan bila EAj dituliskan dengan (Aj), maka kesamaan di atas mempunyai bentuk ( ) ( ) A A , A A . j j 1 n j j 1 n j j=1 n j j 1 n = = =       =       = 13. Misalkan J suatu himpunan dan untuk setiap j∈J, Aj termuat di E. Tunjukkan bahwa ( ) ( ) A A , A A . j j J j j J j j J j j J ∈ ∈ ∈ ∈       =       = 14. Bila B1 dan B2 subhimpunan dari B dan B = B1 ∪ B2, tunjukkan bahwa
  • 10. Aljabar Himpunan Analisis Real I 8 A×B = (A×B1) ∪ (A×B2). 1.2. Fungsi. Sekarang kita kembali mendiskusikan gagasan fundamental suatu fungsi atau pemetaan. Akan kita lihat bahwa fungsi adalah suatu jenis khusus dari himpunan, walaupun terdapat visualisasi lain yang sering lebih bersifat sugesti. Semua dari bagian terakhir ini akan banyak mengupas jenis-jenis fungsi, tetapi sedikit abstrak di- bandingkan bagian ini. Bagi matematikawan abad terdahulu kata “fungsi” biasanya berarti rumus ter- tentu, seperti f(x) = x2 + 3x -5 yang bersesuaian dengan masing-masing bilangan real x dan bilangan lain f(x). Mung- kin juga seseorang memunculkan kontroversi, apakah nilai mutlak h(x) = x dari suatu bilangan real merupakan “fungsi sejati” atau bukan. Selain itu definisi xdiberikan pula dengan x= x, bila x 0 x, bila x < 0 ≥ −    Dengan berkembangnya matematika, semakin jelas bahwa diperlukan definisi fungsi yang lebih umum. Juga semakin penting untuk kita membedakan fungsi sendiri den- gan nilai fungsi itu. Di sini akan mendefinisikan suatu fungsi dan hal ini akan kita la- kukan dalam dua tahap. Definisi pertama : Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B adalah aturan korespondensi yang memasangkan masing-masing unsur x di A secara tunggal dengan unsur f(x) di B. Definisi di atas mungkin saja tidak jelas, dikarenakan ketidakjelasan frase “aturan korespondensi”. Untuk mengatasi hal ini kita akan mendefinisikan fungsi de-ngan menggunakan himpunan seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.
  • 11. Pendahuluan Analisis Real I 9 De-ngan pendefinisian ini dapat saja kita kehilangan kandungan intuitif dari definisi terdahulu, tetapi kita dapatkan kejelasan. Ide dasar pendefinisian ini adalah memikirkan gambar dari suatu fungsi; yaitu, suatu korelasi dari pasangan berurut. Bila kita perhatikan tidak setiap koleksi pasangan berurut merupakan gambar suatu fungsi, karena sekali unsur pertama dalam pasangan berurut diambil, unsur keduanya ditentukan secara tunggal. 1.2.1. Definisi. Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah him- punan pasangan berurut f di A×B sedemikian sehingga untuk masing-masing a ∈ A terdapat b ∈ B yang tunggal dengan (a,b),(a,b’) ∈ f, maka b = b’. Himpunan A dari unsur-unsur pertama dari f disebut daerah asal atau “domain” dari f, dan dituliskan D(f). Sedangkan unsur-unsur di B yang menjadi unsur kedua di f disebut “range” dari f dan dituliskan dengan R(f). Notasi f : A → B menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa f suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b) suatu unsur di f, sering ditulis dengan b = f(a) daripada (a,b) ∈ f. Dalam hal ini b merupakan nilai f di titik a, atau peta a terhadap f. Pembatasan dan Perluasan Fungsi Bila f suatu fungsi dengan domain D(f) dan D1 suatu subhimpunan dari D(f), seringkali bermanfaat untuk mendefinisikan fungsi baru f1 dengan domain D1 dan f1(x) = f(x) untuk semua x ∈ D1. Fungsi f1 disebut pembatasan fungsi f pada D1. Menurut definisi 1.2.1, kita mempunyai f1 = { (a,b) ∈ f a ∈ D1} Kadang-kadang kita tuliskan f1 = f D1 untuk menyatakan pembatasan fungsi f pada himpunan D1.
  • 12. Aljabar Himpunan Analisis Real I 10 Konstruksi serupa untuk gagasan perluasan. Bila suatu fungsi dengan domain D(g) dan D2 ⊇ D(g), maka sebarang fungsi g2 dengan domain D2 sedemikian sehingga g2(x) = g(x) untuk semua x ∈ D(g) disebut perluasan g pada himpunan D2. Bayangan Langsung dan Bayangan Invers Misalkan f : A → B suatu fungsi dengan domain A dan range B. 1.2.2. Definisi. Bila E subhimpunan A, maka bayangan langsung dari E terhadap f adalah sub himpunan f(E) dari B yang diberikan oleh f(E) = {f(x) : x ∈ E}. Bila H subhimpunan E, maka bayangan invers dari H terhadap f adalah subhim- punan f-1 (H) dari A, yang diberikan oleh f-1 (H) = { x ∈ A : f(x) ∈ H} Jadi bila diberikan himpunan E ⊆ A, maka titik y1 ∈ B di bayangan langsung f(E) jika dan hanya jika terdapat paling tidak sebuah titik x1 ∈ E sedemikian sehingga y1 = f(x1). Secara sama, bila diberikan H⊆B, titik x2∈A di dalam bayangan invers f- 1 (H) jika dan hanya jika y2 = f(x2) di H. 1.2.3. Contoh. (a). Misalkan f : R → R didefinisikan dengan f(x) = x2 . Bayangan langsung himpunan E = {x 0 ≤ x ≤ 2} adalah himpunan f(E) = {y 0 ≤ y ≤ 4}. Bila G = {y 0 ≤ y ≤ 4}, maka bayangan invers G adalah himpunan f-1 (G) = {x -2 ≤ x ≤ 2}. Jadi f-1 (f(E)) ≠ E. Disatu pihak, kita mempunyai f(f-1 (G)) = G. Tetapi bila H = {y -1 ≤ y ≤ 1}, maka kita peroleh f(f-1 (H)) = {x 0 ≤ x ≤ 1} ≠ H. (b). Misalkan f : A → B, dan G,H subhimpunan dari B kita akan tunjukkan bahwa f-1 (G∩H) ⊆ f-1 (G)∩ f-1 (H) Kenyataannya, bila x ∈ f-1 (G∩H) maka f(x) ∈ G∩H, jadi f(x) ∈ G dan f(x) ∈ H. Hal ini mengakibatkan x ∈ f-1 (G) dan x ∈ f-1 (H). Karena itu x ∈ f-1 (G)∩ f-1 (H), bukti sele- sai. Sebaliknya, f-1 (G∩H) ⊇ f-1 (G)∩ f-1 (H) juga benar, yang buktinya ditinggalkan se- bagai latihan.
  • 13. Pendahuluan Analisis Real I 11 Sifat-sifat Fungsi 1.2.4. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan injektif atau satu-satu bila x1 ≠ x2, mengakibatkan f(x1) ≠ f(x2). Bila f satu-satu, kita katakan f suatu injeksi. Secara ekivalen, f injektif jika dan hanya jika f(x1) = f(x2) mengakibatkan x1 = x2, untuk semua x1,x2 di A. Sebagai contoh, misalkan A = {x ∈ R x ≠ 1} dan f : A → R dengan f(x) = x x 1 − . Untuk menunjukkan f injektif, asumsikan x1,x2 di A sehingga f(x1) = f(x2). Maka kita mempunyai x x 1 x x 1 1 1 2 2 − = − yang mengakibatkan (mengapa?) bahwa x x 1 x x 1 1 1 2 2 − = − dan dari sini x1 = x2. Karena itu f injektif. 1.2.5. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan surjektif atau memetakan A pada B, bila f(A) = B. Bila f surjektif, kita sebut f suatu surjeksi. Secara ekivalen, f : A → B surjektif bila range f adalah semua dari B, yaitu untuk setiap y ∈ B terdapat x ∈ A sehingga f(x) = y. Dalam pendefinisian fungsi, penting untuk menentukan domain dan himpunan dimana nilainya diambil. Sekali hal ini ditentukan, maka dapat menanyakan apakah fungsi tersebut surjektif atau tidak. 1.2.6. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan surjektif. Bila f bijektif, kita sebut bijeksi. Fungsi-fungsi Invers Bila f suatu fungsi dari A ke B, (karenanya, subhimpunan khusus dari A×B), maka himpunan pasangan berurut di B×A yang diperoleh dengan saling menukar un- sur pertama dan kedua di f secara umum bukanlan fungsi. Tetapi, bila f injektif, maka penukaran ini menghasilkan fungsi yang disebut invers dari f.
  • 14. Aljabar Himpunan Analisis Real I 12 1.2.7. Definisi. Misalkan f : A → B suatu fungsi injektif dengan domain A dan range R(f) di B. Bila g = {(b,a)∈B×A (a,b) ∈ f}, maka g fungsi injektif dengan do- main D(g) = R(f) dan range A. Fungsi G disebut fungsi invers dari f dan dituliskan dengan f-1 . Dalam penulisan fungsi yang standar, fungsi f-1 berelasi dengan f sebagai berikut : y = f-1 (y) jika dan hanya jika y = f(x). Sebagai contoh, kita telah melihat bahwa fungsi f(x) = x x 1 − didefinisikan un- tuk x ∈ A = {x x ≠ 1} bersifat injektif. Tidak jelas apakah range dari f semua (atau hanya sebagian) dari R. Untuk menentukannya kita selesaikan persamaan y = x x 1 − dan diperoleh x = y y 1 − . Dengan informasi ini, kita dapat yakin bahwa rangenya R(f) = {y y ≠ 1} dan bahwa fungsi invers dari f mempunyai domain {y y ≠ -1} dan f-1 (y) = y y 1 − . Bila suatu fungsi injektif, maka fungsi inversnya juga injektif. Lebih dari itu, fungsi invers dari f-1 adalah f sendiri. Buktinya ditinggalkan sebagai latihan. Fungsi Komposisi Sering terjadi kita ingin mengkomposisikan dua buah fungsi denga mencari f(x) terlebih dahulu, kemudian menggunakan g untuk memperoleh g(f(x)), tetapi hal ini hanya mungkin bila f(x) ada di domain g. Jadi kita harus mengasumsikan bahwa range dari f termuat di domain g. 1.2.8. Definisi. Untuk fungsi f : A → B dan g : B - C, komposisi fungsi gof (perhati- kan urutannya!) adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan dengan gof(x) = g(f(x)) untuk x ∈ A. 1.2.9. Contoh. (a). Urutan komposisi harus benar-benar diperhatikan. Misalkan f dan g fungsi-fungsi yang nilainya di x ∈ R ditentukan oleh f(x) = 2x, g(x) = 3x2 - 1
  • 15. Pendahuluan Analisis Real I 13 Karena D(g) = R dan R(f) ⊆ R, maka domain D(gof) adalah juga R, dan fungsi kom- posisi gof ditentukan oleh gof(x) = 3(2x)2 - 1 = 2x2 - 1 Di lain pihak, domain dari fungsi komposisi gof juga R, tetapi dalam hal ini kita mempunyai fog(x) = 2(3x2 - 1) = 6x2 - 2. Jadi fog ≠ gof. (b). Beberapa perhatian harus dilatih agar yakin bahwa range dari f termuat di domain dari g. Sebagai contoh, bila f(x) = 1 - x2 dan y = x , maka fungsi komposisi yang diberikan oleh gof(x) = 1 x2 − didefinisikan hanya pada x di D(f) yang memenuhi f(x) ≥ 0; yaitu, untuk x memenuhi -1 ≤ x ≤ 1. Bila kita tukar urutannya, maka kom- posisi fog, diberikan oleh gof(x) = 1 - x, didefinisikan untuk semua x di domain dari g; yaitu himpunan {x ∈ R : x ≥ 0}. Teorema berikut memperkenalkan hubungan antara komposisi fungsi dan petanya. Sedangkan buktinya ditinggalkan sebagai latihan. 1.2.10. Teorema. Misalkan f : A → B dan g : B → C fungsi dan H suatu sub- himpunan dari C. Maka (fog)-1 (H) = g-1 (f-1 (H)). Sering terjadi bahwa komposisi dua buah fungsi mewarisi sifat-sifat fungsi yang didefinisikan. Berikut salah satunya dan buktinya ditinggalkan sebagai latihan. 1.2.11. Teorema. Bila f : A → B dan g : B → C keduanya bersifat injektif, maka komposisi gof juga bersifat injektif. Barisan Fungsi dengan N sebagai domain memeainkan aturan yang sangat khusus dalam analisis, yang kita akan perkenalkan berikut ini. 1.2.12. Definisi. Suatu barisan dalam himpunan S adalah suatu fungsi yang domain- nya himpunan bilangan asli N dan rangenya termuat di S. Untuk barisan X : N → S, nilai X di n∈N sering dituliskan dengan xn dari- pada (xn), dan nilainya sering disebut suku ke-n barisan tersebut. Barisan itu sendiri sering dituliskan dengan (xn  n ∈ N) atau lebih sederhana dengan (xn). Sebagai con-
  • 16. Aljabar Himpunan Analisis Real I 14 toh, barisan di R yang dituliskan dengan ( n  n ∈ N) sama artinya dengan fungsi X : N → R dengan X(n) = n . Penting sekali untuk membedakan antara barisan (xn  n ∈ ) dengan nilainya {xn  n ∈ N}, yang merupakan subhimpunan dari S. Suku barisan harus dipandang mempunyai urutan yang diinduksi dari urutan bilangan asli, sedangkan range dari ba- risan hanya merupakan subhimpunan dari S. Sebagai contoh, suku-suku dari bari- san ((-1)n  n ∈ N) berganti-ganti antara -1 dan 1, tetapi range dari barisan itu adalah {-1,1}, memuat dua unsur dari R. Latihan 1.2. 1. Misalkan A = B = {x∈R -1 ≤ x ≤ 1} dan sub himpunan C = {(x,y) x2 + y2 = 1} dari A×B, apakah himpunan ini fungsi ? 2. Misalkan f fungsi pada R yang didefinisikan dengan f(x) = x2 , dan E = {x∈R -1 ≤ x ≤ 0} dan F = {x∈R 0 ≤ x ≤ 1}. Tunjukkan bahwa E∩F = {0} dan f(E∩F) = {0}, sementara f(E) = f(F) = {y∈R 0 ≤ y ≤ 1}. Di sini f(E∩F) adalah subhimpunan se- jati dari f(E) ∩ f(F). Apa yang terjadi bila 0 dibuang dari E dan F? 3. Bila E dan F seperti latihan no. 2, tentukan EF dan f(E)f(F) dan tunjukkan bahwa f(EF) ≤ f(E)f(F) salah. 4. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan E,F sub himpunan dari A, maka f(E∪F) = f(E) ∪ f(F) dan f(E ∩ F) ≤ f(E) ∩ f(F) 5. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan G,H sub himpunan dari B, maka f-1 (G∪H) = f-1 (G) ∪ f-1 (H) dan f-1 (G ∩ H) ≤ f-1 (G) ∩ f-1 (H) 6. Misalkan f didefinisikan dengan f(x) = x x 1 2 + , x ∈R. Tunjukkan bahwa f bijektif dari R pada {y : -1 ≤ y ≤ 1}.. 7. Untuk a,b ∈R dengan a < b, tentukan bijeksi dari A = {x a < x < b} pada B = {y 0 < y < 1}
  • 17. Pendahuluan Analisis Real I 15 8. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat injektif dan E ⊆ A, maka f-1 (f(E)). Berikan suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak injektif. 9. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat surjektif dan H ⊆ B, maka f(f-1 (H)). Beri- kan suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak surjek- tif. 10.Buktikan bahwa bila f injeksi dari A ke B, maka f-1 = {(b,a) (a,b)∈f} suatu fungsi dengan domain R(f). Kemudian buktikan bahwa f-1 injektif dan f invers dari f-1 . 11.Misalkan f bersifat injektif. Tunjukkan bahwa f-1 of(x) = x, untuk semua x ∈ D(f) dan fof-1 (y) = y untuk semua y ∈ R(f). 12. Berikan contoh dua buah fungsi f,g dari R pada R sehingga f ≠ g, tetapi fog = gof 13. Buktikan teorema 1.2.10. 14. Buktikan teorema 1.2.11. 15. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f). Tunjukkan bahwa f in- jektif dan R(f) ⊆ D(f) dan R(g) ⊇ D(g). 16. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f) dan fog(y) untuk semua y di D(g). Buktikan bahwa g = f-1. . 1.3. Induksi Matematika Induksi matematika merupakan metode pembuktian penting yang akan sering digunakan dalam buku ini. Metode ini digunakan untuk menguji kebenaran suatu pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Walau kegunaannya terba- tas pada masalah tertentu, tetapi induksi matematika sangat diperlukan disemua ca- bang matematika. Karena banyak bukti induksi mengikuti urutan formal argumen yang sama, kita akan sering menyebutkan “hasilnya mengikuti induksi matematika” dan meninggalkan bukti lengkapnya kepada pembaca. Dalam bagian ini kita memba- has prinsip induksi matematika dan memberi beberapa contoh untuk mengilustrasikan bagaimana proses bukti induksi. Kita akan mengasumsikan kebiasaan (pembaca) dengan himpunan bilangan asli N = {1,2,3,...}
  • 18. Aljabar Himpunan Analisis Real I 16 dengan operasi aritmetika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti suatu bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat funda- men- tal dari N berikut. 1.3.1. Sifat urutan dengan baik dari N. Setiap subhimpunan tak kosong dari N mem- punyai unsur terkecil. Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebagai berikut : bila S subhimpunan dari N dan S ≠ ∅, maka terdapat suatu unsur m ∈ S sedemikian sehingga m ≤ k untuk semua k ∈ S. Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu versi prinsip induksi matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan dari N. Sifat yang dideskripsikan dalam versi ini kadang-kadang mengikuti turunan sifat N. 1.3.2. Prinsip Induksi Matematika. Misalkan S sub himpunan dari N yang mempu- nyai sifat (i).1 ∈ S (ii).jika k ∈ S., maka k + 1 ∈ S. maka S = N. Bukti : Andaikan S ≠ N. Maka NS tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan baik NS mempunyai unsur terkecil, sebut m. Karena 1 ∈ S, maka m ≠ 1. Karena itu m > 1 dengan m - 1 juga bilangan asli. Karena m - 1 < m dan m unsur terkecil di NS, maka m - 1 haruslah di S. Sekarang kita gunakan hipotesis (2) terhadap unsur k = m - 1 di S, yang berakibat k + 1 = (m - 1) + 1 = m di S. Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa m tidak di S. Karena m diperoleh dengan pengandaian bahwa NS tidak kos- ong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa NS kosong. Karena itu kita telah buktikan bahwa S = N. Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau per- nyataan tentang bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang n ∈ N, maka P(n)
  • 19. Pendahuluan Analisis Real I 17 benar untuk beberapa nilai n, tetapi tidak untuk yang lain. Sebagai contoh, bila P(n) pernyataan “ n2 = n”, maka P(1) benar, sementara P(n) salah untuk semua n ≠ 1, n∈N. Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai beri- kut : Untuk setiap n ∈ N, misalkan P(n) pernyataan tentang n. Misalkan bahwa (a). P(1) benar (b). Jika P(k) benar, maka P(k + 1) benar. Maka P(n) benar untuk semua n ∈ N. Dalam kaitannya dengan versi induksi matematika terdahulu yang diberikan pada 1.3.2, dibuat dengan memisalkan S = { n ∈ N P(n) benar}. Maka kondisi (1) dan (2) pada 1.3.2 berturut-turut tepat bersesuaian dengan (a) dan (b). Kesimpulan S = N pada 1.3.2. bersesuaian dengan kesimpulan bahwa P(n) benar untuk semua n ∈ N Dalam (b) asumsi “jika P(k) benar” disebut hipotesis induksi. Di sini, kita ti- dak memandang pada benar atau salahnya P(k), tetap hanya pada validitas implikasi “jika P(k) benar, maka P(k+1) benar”. Sebagai contoh, bila kita perhatikan pernyataan P(n) : n = n + 5, maka (b) benar. Implikasinya “bila k = k + 5, maka k + 1 = k + 6” juga benar, karena hanya menambahkan 1 pada kedua ruas. Tetapi, karena pernyataan P(1) : 1 = 2 salah, kita tidak mungkin menggunakan induksi matematika untuk meny- impulkan bahwa n = n + 5 untuk semua n ∈ N. Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana prinsip induksi mate- matika bekerja sebagai metode pembuktian pernyataan tentang bilangan asli. 1.3.3. Contoh. (a). Untuk setiap n ∈ N, jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh 1 + 2 + ... + n = 1 2 n (n + 1). Untuk membuktikan kesamaan ini, kita misalkan S himpunan n ∈ N, sehingga ke- samaan tersebut benar. Kita harus membuktikan kondisi (1) dan (2) pada 1.3.2. dipe- nuhi. Bila n = 1, maka kita mempunyai 1 = 1 2 .1(1 + 1), jadi 1 ∈ S dan dengan asumsi ini akan ditunjukkan k + 1 ∈ S. Bila k ∈ S, maka kita mempunyai 1+2+...+k = 1 2 (k+1). (*)
  • 20. Aljabar Himpunan Analisis Real I 18 Bila kita tambahkan k+1 pada kedua ruas, kita peroleh 1+2+...+k+(k+1) = 1 2 k(k+1) + (k+1) = 1 2 (k+1) (k+2) Karena ini menyatakan kesamaan di atas untuk n = k + 1, kita simpulkan bahwa k + 1 ∈ S. Dari sini kondisi (2) pada 1.3.2. dipenuhi. Karena itu dengan prinsip induksi matematika, kita simpulkan bahwa S = N dan kesamaan (*) benar untuk semua n ∈ N. (b). Untuk masing-masing n ∈ N, jumlah kuadrat dari n pertama bilangan asli diberi- kan oleh 12 +22 +...+n2 = 1 6 n(n+1)(2n+1) Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita catat bahwa formula ini benar untuk n = 1, karena 12 = 1 6 .1 (1+1)(2+1). Bila kita asumsikan formula ini benar untuk k, maka dengan menambahkan (k+1)2 pada kedua ruas, memberikan hasil 12 +22 +...+k2 + (k+1)2 = 1 6 k(k+1)(2k+1) + (k+1)2 = 1 6 (k+1)(2k2 +k+6k+6) = 1 6 (k+1)(k+2)(2k+3) Mengikuti induksi matematika, validitas formula di atas berlaku untuk semua n ∈ N. (c). Diberikan bilangan a,b, kita akan buktikan bahwa a - b faktor dari an - bn untuk semua n ∈ N. Pertama kita lihat bahwa pernyataan ini benar untuk n = 1. Bila sekarang kita asumsikan bahwa a - b adalah faktor dari ak - bk , maka kita tuliskan ak+1 - bk+1 = ak+1 - abk + abk - bk+1 = a(ak - bk ) + bk (a - b). Sekarang berdasarkan hipotesis induksi a-b merupakan faktor dari a(ak -bk ). Disamp- ing itu a-b juga faktor dari bk (a - b). Dari sini a-b adalah dari ak+1 - bk+1 . Dengan in- duksi matematika kita simpulkan bahwa a-b adalah faktor dari an - bn untuk semua n∈N.
  • 21. Pendahuluan Analisis Real I 19 (d). Ketaksamaan 2n ≤ (n+1)!. Dapat dibuktikan dengan induksi matematika sebagai berikut. Pertama kita peroleh bahwa hal ini benar untuk n = 1. Kemudian kita asumsi- kan bahwa 2k ≤ (k+1).Dan dengan menggunakan fakta bahwa 2 ≤ (k+2), diperoleh 2k+1 = 2.2k ≤ 2(k+1)! ≤ (k+2)(k+1)! = (k+2)! Jadi, bila ketaksamaan tersebut berlaku untuk k, maka berlaku pula untuk k+1. Karenanya dengan induksi matematika, ketaksamaan tersebut benar untuk semua n ∈ N. (e). Bila r ∈ R, r ≠ 1 dan n ∈ N, maka 1 + r + r2 + ... + rn = 1 r 1 r n 1 − − + Ini merupakan jumlah n suku deret geometri, yang dapat dibuktikan dengan induksi matematika sebagai berikut. Bila n = 1, kitya mempunyai 1 + r = 1 r 1 r − − 2 , jadi formula tersebut benar. Bila kita asumsikan formula tersebut benar untuk n = k dan tambahkan rk+1 pada kedua ruas, maka kita peroleh 1+r+ ... +rk + rk+1 = 1 r 1 r k 1 − − + + rk+1 = 1 r 1 r k 2 − − + yang merupakan formula kita untuk n = k + 1. Mengikuti prinsip induksi matematika, maka formula tersebut benar untuk semua n ∈ N. Hal ini dapat dibuktikan tanpa menggunakan prinsip induksi matematika. Bila kita misalkan Sn = 1+r+...+rn , maka rSn = r+r2 +...+rn+1 Jadi (1-r)Sn = Sn-rSn = 1-rn+1 Bila kita selesaikan untuk Sn, kita peroleh formula yang sama. (f). Penggunaan prinsip induksi matematika secara ceroboh dapat menghasilkan ke- simpulan yang slah. Pembaca diharap mencari kesalahan pada “bukti teorema” beri- kut.
  • 22. Aljabar Himpunan Analisis Real I 20 Bila n sebarang bilangan asli dan bila maksimum dari dua bilangan asli p dan q adalah n, maka p = q. (Akibatnya bila p dan q dua bilangan asli sebarang, maka p = q). Bukti : Misalkan S subhimpunan bilangan asli sehingga pernyataan tersebut benar. Maka 1 ∈ S, karena bila p,q di N dan maksimumnya 1, maka maksimum dari p-1 dan q-1 adalah k. Karenanya p-1 = q-1, karena k ∈ S, dan dari sini kita simpulkan bahwa p = q. Jadi, k + 1 ∈ S dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk semua n ∈ N. (g). Beberapa pernyataan yang benar untuk beberapa bilangan asli, tetapi tidak untuk semua. Sebagai contoh formula P(n) = n2 - n + 41 memberikan bilangan prima untuk n =1,2,3,...41. Tetapi, P(41) bukan bilangan prima. Terdapat versi lain dari prinsip induksi matematika yang kadang-kadang san- gat berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun sebenarnya ekivalen den- gan versi terdahulu. Kita akan tinggalkan pada pembaca untuk menunjukkan ekiva- lensinya dari kedua prinsip ini. 1.3.4. Prinsip Induksi kuat. Misalkan S subhimpunan N sedemikian sehinga 1∈S, dan bila {1,2,...,k}⊆ S maka k + 1 ∈ S. Maka S = N. Latihan 1.3 Buktikan bahwa yang berikut berlaku benar untuk semua n ∈ N, 1. 1 1.2 1 2.3 ... 1 n(n 1) n n 1 + + + + = + 2. 13 + 23 + ... + n3 = [ 1 2 n(n+1)]2 3. 12 -22 +32 -...+(-1)n+1 n(n+1)/2 4. n3 + 5n dapat dibagi dengan 6 5. 52n - 1 dapat dibagi dengan 8 6. 5n - 4n - 1 habis dibagi 16. 7. Buktikan bahwa jumlah pangkat tiga dari bilangan asli yang berturutan n, n+1, n + 2 habis dibagi 9
  • 23. Pendahuluan Analisis Real I 21 8. Buktikan bahwa n < 2n untuk semua n ∈ N 9. Tentukan suatu formula untuk jumlah ( ) 1 1.3 1 3.5 ... 1 2n 1 (2n 1) + + + − + dan buktikan dugaan tersebut dengan mengunakan induksi matematika. (Dugaan terhadap pernyataan matematika, sebelum dibuktikan sering disebut “Conjecture”). 10.Tentukan suatu formula untuk jumlah n bilangan ganjil yang pertama 1 + 3 + ... + (2n - 1) kemudian buktikan dugaan tersebut dengan menggunakan induksi matematika. 11. Buktikan variasi dari 1.3.2. berikut : Misalkan S sub himpunan tak kosong dari N sedemikian sehingga untuk suatu n0 ∈ N berlaku (a). n0 ∈ S, dan (b) bila k ≥ n0 dan k ∈ S, maka k + 1 ∈ S. Maka S memuat himpunan { n ∈ N n ≥ n0}. 12. Buktikan bahwa 2n < n! untuk semua n ≥ 4, n ∈ N. (lihat latihan 11). 13. Buktikan bahwa 2n - 3 ≤ 2n-2 untuk semua n ≥ 5, n ∈ N. (lihat latihan 11). 14. Untuk bilangan asli yang mana n2 < 2n ? Buktikan pernyataanmu (lihat latihan 11). 15. Buktikan bahwa 1 1 1 2 ... 1 n n + + + > untuk semua n ∈ N. 16. Misalkan S sub himpunan dari N sedemikian sehingga (a). 2k ∈ S untuk semua k ∈ N, dan (b). bila k ∈ S, dan k ≥ 2, maka k - 1 ∈ S. Buktikan S = N. 17. Misalkan barisan (xn) didefinisikan sebagai berikut : x1 = 1, x2 = 2 dan xn+2 = 1 2 (xn+1 + xn) untuk n∈N. Gunakan prinsip induksi kuat 1.3.4 untuk menunjukkan 1 ≤ xn ≤ 2 untuk semua n ∈ N.
  • 24. Aljabar Himpunan Analisis Real I 22 BILANGAN REAL Dalam bab ini kita akan membahas sifat-sifat esensial dari sistem bilangan real R. Walaupun dimungkinkan untuk memberikan konstruksi formal dengan di- dasarkan pada himpunan yang lebih primitif (seperti himpunan bilangan asli N atau himpunan bilangan rasional Q), namun tidak kita lakukan. Akan tetapi, kita perkenal- kan sejumlah sifat fundamental yang berhubungan dengan bilangan real dan menun- jukkan bagaimana sifat-sifat yang lain dapat diturunkan darinya. Hal ini lebih berman- faat dari pada menggunakan logika yang sulit untuk mengkonstruksi suatu model un- tuk R dalam belajar analisis. Sistem bilangan real dapat dideskripsikan sebagai suatu “medan/lapangan lengkap yang terurut”, dan kita akan membahasnya secara detail. Demi kejelasan, kita tidak akan membahas sifat-sifat R dalam suatu bagian, tetapi kita lebih berkonsentrasi pada beberapa aspek berbeda dalam bagian-bagian yang terpisah. Pertama kita perke- nalkan, dalam bagian 2.1, sifat aljabar (sering disebut sifat medan) yang didasarkan pada ope-rasi penjumlahan dan perkalian. Berikutnya kita perkenalkan, dalam bagian 2.2 sifat urutan dari R, dan menurunkan beberapa konsekuensinya yang berkaitan dengan ketaksamaan, dan memberi ilustrasi penggunaan sifat-sifat ini. Gagasan ten- tang nilai mutlak, yang mana didasarkan pada sifat urutan, dibahas secara singkat pada bagian 2.3. Dalam bagian 2.4, kita membuat langkah akhir dengan menambah sifat “kelengkapan” yang sangat penting pada sifat aljabar dan urutan dari R. Kemudian kita menggunakan sifat kelengkapan R dalam bagian 2.5 untuk menurunkan hasil fundamental yang berkaitan dengan R, termasuk sifat archimedes, eksistensi akar (pangkat dua), dan densitas (kerapatan) bilangan rasional di R. BAB 2
  • 25. Pendahuluan Analisis Real I 23 2.1 Sifat Aljabar R Dalam bagian ini kita akan membahas “struktur aljabar” sistem bilangan real. Pertama akan diberikan daftar sifat penjumlahan dan perkaliannya. Daftar ini men- dasari semua untuk mewujudkan sifat dasar aljabar R dalam arti sifat-sifat yang lain dapat dibuktikan sebagai teorema. Dalam aljabar abstrak sistem bilangan real meru- pakan lapangan/medan terhadap penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat yang akan disajikan pada 2.1.1 berikut dikenal dengan “Aksioma medan”. Yang dimaksud operasi biner pada himpunan F adalah suatu fungsi B dengan domain F×F dan range di F. Jadi, operasi biner memasangkan setiap pasangan berurut (a,b) dari unsur-unsur di F dengan tepat sebuah unsur B(a,b) di F. Tetapi, disamping menggunakan notasi B(a,b), kita akan lebih sering menggunakan notasi konvensional a+b dan a b (atau hanya ab) untuk membicarakan sifat penjumlahan dan perkalian. Contoh operasi biner yang lain dapat dilihat pada latihan. 2.1.1. Sifat-sifat aljabar R. Pada himpunan bilangan real R terdapat dua operasi biner, dituliskan dengan “+” dan “ ” dan secara berturut-turut disebut penjumlahan dan perkalian. Kedua operasi ini memenuhi sifat-sifat berikut : (A1). a + b = b + a untuk semua a,b di R (sifat komutatif penjumlahan); (A2). (a + b) + c = a + (b + c) untuk semua a,b,c di R (sifat assosiatif penjumlahan); (A3) terdapat unsur 0 di R sehingga 0 + a = a dan a + 0 = a untuk semua a di R (ek- sistensi unsur nol); (A4). untuk setiap a di R terdapat unsur -a di R, sehingga a + (-a) = 0 dan (-a) + a = 0 (eksistensi negatif dari unsur); (M1). a b = b a untuk semua a,b di R (sifat komutatif perkalian); (M2). (a b) c = a (b c) untuk semua a,b,c di R (sifat asosiatif perkalian); (M3). terdapat unsur 1 di R yang berbeda dari 0, sehingga 1 a = a dan a 1 = a untuk semua a di R (eksistensi unsur satuan); (M4). untuk setiap a ≠ 0 di terdapat unsur 1/a di R sehingga a 1/a = 1 dan (1/a) a = 1 (eksistensi balikan);
  • 26. Aljabar Himpunan Analisis Real I 24 (D). a (b+c) = (a b) + (a c) dan (b+c) a = (b a) + (c a) untuk semua a,b,c di R (si- fat distributif perkalian terhadap penjumlahan); Pembaca perlu terbiasa dengan sifat-sifat di atas. Dengan demikian akan me- mudahkan dalam penurunan dengan menggunakan teknik dan manipulasi aljabar. Berikut kita akan dibuktikan beberapa konsekuensi dasar (tetapi penting). 2.1.2 Teorema. (a). Bila z dan a unsur di R sehingga z + a = a, maka z = 0. (b). Bila u dan b ≠ 0 unsur R sehingga u b = b, maka u = 1. Bukti : (a). Dari hipotesis kita mempunyai z + a = a. Kita tambahkan unsur -a (yang eksis- tensinya dijamin pada (A4)) pada kedua ruas dan diperoleh (z + a) + (-a) = a + (-a) Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh (z + a) + (-a) = z + (a + (-a)) = z + 0 = z; bila kita menggunakan (A4) pada ruas kanan a + (-a) = 0. Dari sini kita simpulkan bahwa z = 0. Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat penting. Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa bila diberikan a di R, maka unsur -a dan 1/a (bila a ≠ 0) ditentukan secara tunggal. 2.1.3 Teorema. (a). Bila a dan b unsur di R sehinga a + b = 0, maka b = -a. (b). Bila a ≠ 0 dan b unsur di R sehingga a b = 1, maka b = 1/a. Bukti : (a). Bila a + b = 0, maka kita tambahkan -a pada kedua ruas dan diperoleh (-a) + (a + b) = (-a) + 0. Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh (-a) + (a + b) = ((-a) + a) + b = 0 + b = b; bila kita menggunakan (A3) pada ruas kanan kita dapatkan
  • 27. Pendahuluan Analisis Real I 25 (-a) + 0 = -a. Dari sini kita simpulkan bahwa b = -a. Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat penting. Bila kita perhatikan sifat di atas untuk menyelesaikan persamaan, kita peroleh bahwa (A4) dan (M4) memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan a + x = 0 dan a x = 1 (bila a ≠ 0) untuk x, dan teorema 2.1.3 mengakibatkan bahwa solusinya tunggal. Teorema berikut menunjukkan bahwa ruas kanan dari persamaan ini dapat sebarang unsur di R. 2.1.4 Teorema. Misalkan a,b sebarang unsur di R. Maka : (a). persamaan a + x = b mempunyai solusi tunggal x = (-a) + b; (b). bila a ≠ 0, persamaan a x = b mempunyai solusi tunggal x = (1/a) b. Bukti : Dengan menggunakan (A2), (A4) dan (A3), kita peroleh a + ((-a) + b) = (a + (-a)) + b = 0 + b = b, yang mengakibatkan x = (-a) + b merupakan solusi dari persamaan a + x = b. Untuk menunjukkan bahwa ini merupakan satu-satunya solusi, andaikan x1 sebarang solusi dari persamaan tersebut, maka a + x1 = b, dan bila kita tambahkan kedua ruas dengan -a, kita peroleh (-a) + (a + x1) = (-a) + b. Bila sekarang kita gunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh (-a) + (a + x1) = (-a + a) + x1 = 0 + x1 = x1. Dari sini kita simpulkan bahwa x1 = (-a) + b. Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Sejauh ini, ketiga teorema yang telah dikenalkan kita hanya memperhatikan penjumlahan dan perkalian secara terpisah. Untuk melihat keterpaduan antara kedua- nya, kita harus melibatkan sifat distributif (D). Hal ini diilustrasikan dalam teorema berikut. 2.1.5 Teorema. Bila a sebarang unsur di R, maka :
  • 28. Aljabar Himpunan Analisis Real I 26 (a). a 0 = 0 (b). (-1) a = -a (c). -(-a) = a (d). (-1) (-1) = 1 Bukti : (a). Dari (M3) kita ketahui bahwa a 1 = a. Maka dengan menambahkan a 0 dan mengunakan (D) dan (A3) kita peroleh a + a 0 = a 1 + a 0 = a (1 + 0) = a 1 = a. Jadi, dengan teorema 2.1.2(a) kita peroleh bahwa a 0 = 0. (b). Kita gunakan (D), digabung dengan (M3), (A4) dan bagian (a), untuk memperoleh a + (-1) a = 1 a + (-1) a = 0 a = 0 Jadi, dari teorema 2.1.3(a) kita peroleh (-1) a = - a. (c). Dengan (A4) kita mempunyai (-a) + a = 0. Jadi dari teorema 2.1.3 (a) diperoleh bahwa a = - (-a). (d). Dalam bagian (b) substitusikan a = -1. Maka (-1) (-1) = -(-1). Dari sini, kita menggunakan (c) dengan a = 1. Kita simpulkan deduksi formal kita dari sifat medan (bilangan real) dengan menutupnya dengan hasil-hasil berikut. 2.1.6 Teorema. Misalkan a,b,c unsur-unsur di R. (a). Bila a ≠ 0, maka 1/a ≠ 0 dan 1/(1/a) = a (b). Bila a b = a c dan a ≠ 0, maka b = c (c). Bila a b = 0, maka paling tidak satu dari a = 0 atau b = 0 benar. Bukti : (a). Bila a ≠ 0, maka terdapat 1/a. Andaikan 1/a = 0, maka 1 = a (1/a) = a 0 = 0, kontradiksi dengan (M3). Jadi 1/a ≠ 0 dan karena (1/a) a = 1, Teorema 2.1.3(b) men- gakibatkan 1/(1/a) = a. (b). Bila kita kalikan kedua ruas persamaan a b = a c dengan 1/a dan menggunakan sifat asosiatif (M2), kita peroleh ((1/a) a) b = ((1/a) a) c.
  • 29. Pendahuluan Analisis Real I 27 Jadi 1 b = 1 c yang berarti juga b = c (c). Hal ini cukup dengan mengasumsikan a ≠ 0 dan memperoleh b = 0. (Mengapa?) Karena a b = 0 = a 0, kita gunakan bagian (b) terhadap persamaan a b = a 0 yang menghasilkan b = 0, bila a ≠ 0. Teorema-teorema di atas mewakili sebagian kecil tetapi penting dari sifat-sifat aljabar bilangan real. Banyak konsekuensi tambahan sifat medan R dapat diturunkan dan beberapa diberikan dalam latihan. Operasi pengurangan didefinisikan dengan a - b = a + (-b) untuk a,b di R. Se- cara sama operasi pembagian didefinisikan untuk a,b di R, b ≠ 0 dengan a/b = a (1/b). Berikutnya, kita akan menggunakan notasi ini untuk pengurangan dan pembagian. Secara sama, sejak sekarang kita akan tinggalkan titik untuk perkalian dan menulis- kan ab untuk a b. Sebagaimana biasa kita akan menuliskan a2 untuk aa, a3 untuk (a2 )a; secara umum, untuk n∈N, kita definisikan an+1 = (an )a. Kita juga menyetujui penulisan a0 = 1dan a1 = a untuk sebarang a di R (a ≠ 0). Kita tinggalkan ini sebagai latihan bagi pembaca untuk membuktikan (dengan induksi) bahwa bila a di R, maka am+n = am an untuk semua m,n di N. Bila a ≠ 0, kita akan gunakan notasi a-1 untuk 1/a, dan bila n∈N, kita tuliskan a-n untuk (1/a)n , bila memang hal ini memudahkan. Bilangan Rasional dan Irasional Kita anggap himpunan bilangan asli sebagai subhimpunan dari R, dengan mengidentifikasi bilangan asli n∈N sebagai penjumlahan n-kali unsur satuan 1∈R. Secara sama, kita identifikasi 0∈Z dengan unsur nol di R, dan penjumlahan n-kali unsur -1 sebagai bilangan bulat -n. Akibatnya, N dan Z subhimpunan dari R. Unsur-unsur di R yang dapat dituliskan dalam bentuk b/a dengan a,b di Z dan a ≠ 0 disebut bilangan rasional. Himpunan bilangan rasional di R akan dituliskan de- ngan notasi standar Q. Jumlah dan hasil kali dua bilangan rasional merupakan bilan- gan rasional (Buktikan!), dan lebih dari itu, sifat-sifat medan yang dituliskan di awal bagian
  • 30. Aljabar Himpunan Analisis Real I 28 ini dapat ditunjukkan dipenuhi oleh Q. Fakta bahwa terdapat unsur di R yang tidak di Q tidak begitu saja dikenali. Pa- da abad keenam sebelum masehi komunitas Yunani kuno pada masa Pytagoras me- nemukan bahwa diagonal dari bujur sangkar satuan tidak dapat dinyatakan sebagai pembagian bilangan bulat. Menurut Teorema Phytagoras tentang segitiga siku-siku, ini mengakibatkan tidak ada bilangan rasional yang kuadratnya dua. Penemuan ini mempunyai sumbangan besar pada perkembangan matematika Yunani. Salah satu konsekuensinya adalah unsur-unsur R yang bukan unsur Q merupakan bilangan yang dikenal dengan bilangan irrasional, yang berarti bilangan-bilangan itu bukan rasio (= hasil bagi dua buah) bilangan rasional. Jangan dikacaukan dengan arti tak rasional. Kita akan tutup bagian ini dengan suatu bukti dari fakta bahwa tidak ada bi- lang-an rasional yang kuadratnya 2. Dalam pembuktiannya kita akan menggunakan gagasan bilangan genap dan bilangan ganjil. Kita ingat kembali bahwa bilangan genap mempu-nyai bentuk 2n untuk suatu n di N, dan bilangan ganjil mempunyai bentuk 2n - 1 untuk suatu n di N. Setiap bilangan asli bersifat ganjil atau genap, dan tidak pernah bersifat keduanya. 2.1.7 Teorema. Tidak ada bilangan rasional r, sehingga r2 = 2 Bukti : Andaikan terdapat bilangan rasional yang kuadratnya 2. Maka terdapat bilan- gan bulat p dan q sehingga (p/q)2 = 2. Asumsikan bahwa p,q positif dan tidak mem- punyai faktor persekutuan lain kecuali 1. (Mengapa?) Karena p2 = 2q2 , kita peroleh bahwa p2 genap. Ini mengakibatkan bahwa p juga genap (karena bila p = 2n - 1ganjil, maka kuadratnya, p2 = 4n2 - 4n + 1 = 2(2n2 - 2n +1) - 1 juga ganjil). Akibatnya, teo- rema 2 bukan faktor persekutuan dari p dan q maka haruslah q ganjil. Karena p genap, maka p = 2m untuk suatu m ∈ , dan dari sini 4m2 = 2q2 , jadi 2m2 = q2 . Akibatnya q2 genap, yang diikuti q juga genap, dengan alasan seperti pada paragraf terdahulu.
  • 31. Pendahuluan Analisis Real I 29 Dari sini kita sampai pada kontradiksi bahwa tidak ada bilangan asli yang ber- sifat genap dan ganjil. Latihan 2.1 Untuk nomor 1 dan 2, buktikan bagian b dari teorema 1. 2.1.2 2. 2.1.3. 3. Selesaikan persamaan berikut dan sebutkan sifat atau teorema mana yang anda gunakan pada setiap langkahnya. (a). 2x + 5 = 8; (b). 2x + 6 = 3x + 2; (c). x2 = 2x; (d). (x - 1) (x + 2) = 0. 4. Buktikan bahwa bila a,b di R, maka -(a + b) = (-a) + (-b) (b). (-a) (-b) = a b (-a) = -(1/a) bila a ≠ 0 (d). -(a/b) = (-a)/b bila b ≠ 0 5. Bila a,b di R dan memenuhi a a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1 6. Bila a ≠ 0 dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa 1/(ab) = (1/a) (1/b) 7. Gunakan argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak ada bilangan rasional s, sehingga s2 = 6. 8. Modifikasi argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa ti- dak ada bilangan rasional t, sehingga t2 = 3. 9. Tunjukkan bahwa bila ξ di R irasional dan r ≠ 0 rasional, maka r + ξ dan rξ ira- sional. 10. Misalkan B operasi biner pada R. Kita katakan B : (i). komutatif bila B(a,b) = B(b,a) untuk semua a,b di R. (ii). asosiatif bila B(a,B(a,c)) = B(B(a,b),c) untuk semua a,b,c di R. (iii). mempunyai unsur identitas bila terdapat unsur e di R sehingga B(a,e) = a = B(e,a), untuk semua a di R Tentukan sifat-sifat mana yang dipenuhi operasi di bawah ini (a). B1(a,b) = 1 2 (a + b) (b). B2(a,b) = 1 2 (ab) (c). B3(a,b) = a - b (d). B4(a,b) = 1 + ab
  • 32. Aljabar Himpunan Analisis Real I 30 11. Suatu operasi biner B pada R dikatakan distributif terhadap penjumlahan bila me- menuhi B(a,b + c) = B(a,b) + B(a,c) untuk semua a,b,c di R. Yang mana (bila ada) dari operasi nomor 12 yang bersifat distributif terhadap penjumlahan?. 12. Gunakan induksi matematika untuk menunjukan bahwa bila a di R dan m,n di N, maka am+n = am an dan (am )n = am n . 13. Buktikan bahwa bilangan asli tidak dapat bersifat genap dan ganjil secara ber- samaan. 2.2. Sifat Urutan Dalam R Sifat urutan R mengikuti gagasan positivitas dan ketaksamaan antara dua bi- lang-an real. Seperti halnya pada struktur aljabar sistem bilangan real, di sini kita utamakan beberapa sifat dasar sehingga sifat yang lain dapat diturunkan. Cara paling sederhana yaitu dengan mengidentifikasi sub himpunan tertentu dari R dengan meng- gunakan gagasan “positivitas”. 2.2.1 Sifat Urutan dari R. Terdapat sub himpunan tak kosong P dari R, yang disebut himpunan bilangan real positif, yang memenuhi sifat-sifat berikut : (i). Bila a,b di P, maka a + b di P (ii). Bila a,b di P, maka a b di P (iii).Bila a di R, maka tepat satu dari yang berikut dipenuhi a ∈ P, a = 0, -a ∈ P Dua sifat yang pertama kesesuaian urutan dengan operasi penjumlahan dan perkalian. Kondisi (iii) biasa disebut “Sifat Trikotomi”, karena hal ini membagi R menjadi tiga daripada unsur yang berbeda. Hal ini menyatakan bahwa himpunan {-a  a ∈ P} bilangan real negatif tidak mempunyai unsur sekutu di P, dan lebih dari itu, R gabungan tiga himpunan yang saling lepas. 2.2.2 Definisi. Bila a∈P, kita katakan a bilangan real positif (atau positif kuat) dan kita tulis a > 0. Bila a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak negatif dan ditulis a ≥ 0.
  • 33. Pendahuluan Analisis Real I 31 Bila -a∈P, kita katakan a bilangan real negatif (atau negatif kuat) dan kita tulis a < 0. Bila -a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak positif dan ditulis a ≤ 0. Sekarang kita perkenalkan gagasan tentang ketaksamaan antara unsur-unsur R dalam himpunan bilangan positif P. 2.2.3 Definisi. Misalkan a,b di R. (i). Bila a - b ∈ P, maka kita tulis a > b atau b < a. (ii). Bila a - b ∈ P∪{0} maka kita tulis a ≥ b.atau b ≤ a. Untuk kemudahan penulisan, kita akan menggunakan a < b < c, bila a < b dan b < c dipenuhi. Secara sama, bila a ≤ b dan b ≤ c benar, kita akan menuliskannya de- ngan a ≤ b ≤ c Juga, bila a ≤ b dan b < d benar, dituliskan dengan a ≤ b < d dan seterusnya. Sifat Urutan Sekarang akan kita perkenalkan beberapa sifat dasar relasi urutan pada R. Ini merupakan aturan ketaksamaan yang biasa kita kenal dan akan sering kita gunakan pada pembahasan selanjutnya. 2.2.4 Teorema. Misalkan a,b,c di R. (a). Bila a > b dan b > c, maka a > c (b). Tepat satu yang berikut benar : a > b, a = b dan a < b (c). Bila a ≥ b dan b ≥ a, maka a = b Bukti : (a). . Bila a - b ∈ P dan b - c ∈ P, maka 2.2.1(i) mengakibatkan bahwa (a - b) + (b - c) = a - c unsur di P. Dari sini a > c. (b). . Dengan sifat trikotomi 2.2.1(iii), tepat satu dari yang berikut benar : a - b ∈ P, a - b = 0, -(a - b) = b - a ∈ P.
  • 34. Aljabar Himpunan Analisis Real I 32 (c). . Bila a ≠ b, maka a - b ≠ 0, jadi menurut bagian (b) kita hanya mempunyai a - b ∈ P atau b - a ∈ P., yaitu a > b atau b > a. Yang masing-masing kontradiksi den- gan satu dari hipotesis kita. Karena itu a = b. Adalah hal yang wajar bila kita berharap bilangan asli merupakan bilangan positif. Kita akan tunjukkan bagaimana sifat ini diturunkan dari sifat dasar yang diberikan dalam 2.2.1. Kuncinya adalah bahwa kuadrat dari bilangan real tak nol posi- tif. 2.2.5 Teorema. (a). Bila a∈R dan a ≠ 0, maka a2 > 0 (b). 1 > 0 (c). Bila n∈N, maka n > 0 Bukti : (a). Dengan sifat trikotomi bila a ≠ 0, maka a ∈ P atau -a ∈ P. Bila a ∈ P., maka de- ngan 2.2.1(ii), kita mempunyai a2 = a.a ∈ P. Secara sama bila -a ∈ P, maka 2.2.1 (ii), kita mempunyai (-a).(-a) ∈ P. Dari 2.1.5(b) dan 2.1.5(d) kita mempunyai (-a).(-a) = ((-1)a) ((-1)a) = (-1)(-1).a2 = a2 , jadi a2 ∈ P. Kita simpulkan bahwa bila a ≠ 0, maka a2 > 0. (b). Karena 1 = (1)2 , (a) mengakibatkan 1 > 0. (c). Kita gunakan induksi matematika, validitas untuk n = 1 dijamin oleh (b). Bila per- nyataan k > 0, dengan k bilangan asli, maka k∈P. Karena 1 ∈ P, maka k + 1 ∈ P, menurut 2.2.1(i) . Dari sini pernyataan n > 0 untuk semua n∈N benar. Sifat berikut berhubungan dengan urutan di R terhadap penjumlahan dan per- kalian. Sifat-sifat ini menyajikan beberapa alat yang memungkinkan kita bekerja den- gan ketaksamaan. 2.2.6 Teorema. Misalkan a,b,c,d ∈ R (a). bila a > b, maka a + c > b + c (b).bila a > b dan c > d, maka a + c > b + d (c). bila a > b dan c > 0, maka ca > cb bila a > b dan c < 0, maka ca < cb
  • 35. Pendahuluan Analisis Real I 33 (d).bila a > 0, maka 1/a > 0 bila a < 0, maka 1/a < 0 Bukti : (a). Bila a - b ∈ P, maka (a + c) - (b + c) unsur di P. Jadi a + c > b + c (b).Bila a - b ∈ P dan c - d ∈ P, maka (a + c) - (b + d) = (a - b) + (c - d) juga unsur di P menurut 2.2.1(i). Jadi, a + c > b + d. (c). Bila a - b ∈ P dan c ∈ P, maka ca - cb = c(a - b) ∈ P menurut 2.2.1(ii), karena itu ca > cb, bila c > 0. Dilain pihak, bila c < 0, maka -c ∈ P sehingga cb - ca = (-c)(a - b) unsur di P. Dari sini, cb > ca bila c < 0. (d).Bila a > 0, maka a ≠ 0 (menurut sifat trikotomi), jadi 1/a ≠ 0 menurut 2.1.6(a). Andaikan 1/a < 0, maka bagian (c) dengan c = 1/a mengakibatkan bahwa 1 = a(1/a) < 0, kontradiksi dengan 2.2.5(b). Karenanya 1/a > 0. Secara sama, bila a < 0, maka kemungkinan 1/a > 0 membawa ke sesuatu yang kontradiksi yaitu 1 = a(1/a) < 0. Dengan menggabung 2.2.6(c) dan 2.2.6(d), kita peroleh bahwa 1 n dengan n sebarang bilangan asli adalah bilangan positif. Akibatnya bilangan rasional dengan bentuk m n = m 1 n       , untuk m dan n bilangan asli, adalah positif. 2.2.7 Teorema. Bila a dan b unsur di R dan bila a < b, maka a < 1 2 (a + b) < b. Bukti : Karena a < b, mengikuti 2.2.6(a) diperoleh bahwa 2a = a + a < a + b dan juga a + b < b + b = 2b. Karena itu kita mempunyai 2a < a + b < 2b Menurut 2.2.5(c) kita mempunyai 2 > 0, karenanya menurut 2.2.6(d) kita peroleh 1 2 > 0. Dengan menggunakan 2.2.6(c) kita dapatkan a = 1 2 (2a) < 1 2 (a + b) < 1 2 (2b) = b
  • 36. Aljabar Himpunan Analisis Real I 34 Dari sifat urutan yang telah dibahas sejauh ini, kita tidak mendapatkan bilan- gan real positif terkecil. Hal ini akan ditunjukkan sebagai berikut : 2.2.8 Teorema Akibat. Bila b ∈ R dan b > 0, maka 0 < 1 2 b < b. Bukti : Ambil a = 0 dalam 2.2.7. Dua hasil yang berikut akan digunakan sebagai metode pembuktian selanjut- nya. Sebagai contoh, untuk membuktikan bahwa a ≥ 0 benar-benar sama dengan 0, kita lihat pada hasil berikut bahwa hal ini cukup dengan menunjukkan bahwa a kurang dari sebarang bilangan positif manapun. 2.2.9 Teorema. Bila a di R sehingga 0 ≤ a < ε untuk setiap ε positif, maka a = 0. Bukti : Andaikan a > 0. Maka menurut 2.2.8 diperoleh 0 < 1 2 a <a. Sekarang tetapkan ε0 = 1 2 a, maka 0 < ε0 < a. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa 0 < ε untuk setiap ε positif. Jadi a = 0. 2.2.10 Teorema. Misalkan a,b di R, dan a - ε < b untuk setiap ε >0. Maka a ≤ b. Bukti : Andaikan b < a dan tetapkan ε0 = 1 2 (a - b). Maka ε0 dan b < a - ε0, kontradiksi dengan hipotesis. (Bukti lengkapnya sebagai latihan). Hasil kali dua bilangan positif merupakan bilangan positif juga. Tetapi, posi- tivitas suatu hasil kali tidak mengakibatkan bahwa faktor-faktornya positif. Ken- yataannya adalah kedua faktor tersebut harus bertanda sama (sama-sama positif atau sama-sama negatif), seperti ditunjukkan berikut ini. 2.2.11 Teorema. Bila ab > 0, maka (i). a > 0 dan b > 0 atau (ii).a < 0 dan b < 0 Bukti :
  • 37. Pendahuluan Analisis Real I 35 Pertama kita catat bahwa ab > 0 mengakibatkan a ≠ 0 dan b ≠ 0 (karena bila a = 0 dan b = 0, maka hasil kalinya 0). Dari sifat trikotomi, a > 0 atau a < 0. Bila a >0, maka 1/a > 0 menurut 2.2.6(d) dan karenanya b = 1.b = ((1/a)a) b = (1/a) (ab) > 0 Secara sama, bila a < 0, maka 1/a < 0, sehingga b = (1/a) (ab) < 0. 2.2.12 Teorema Akibat. Bila ab < 0, maka (i). a < 0 dan b > 0 atau (ii).a > 0 dan b < 0 Buktinya sebagai latihan. Ketaksamaan Sekarang kita tunjukkan bagaimana sifat urutan yang telah kita bahas dapat digunakan untuk menyelesaikan ketaksamaan. Pembaca diminta memeriksa dengan hati-hati setiap langkahnya. 2.2.13 Contoh-contoh. (a). Tentukan himpunan A dari semua bilangan real x yang memenuhi 2x = 3 ≤ 6. Kita catat bahwa x ∈ A ⇔ 2x + 3 ≤ 6 ⇔ 2x ≤ 3 ⇔ x ≤ 3/2. Karenanya, A = {x ∈ R  x ≤ 3/2}. (b).Tentukan himpunan B = {x ∈ R  x2 + x > 2} Kita ingat kembali bahwa teorema 2.2.11 dapat digunakan. Tuliskan bahwa x ∈ B ⇔ x2 + x - 2 > 0 ⇔ (x - 1) (x + 2) > 0. Karenanya, kita mempunyai (i). x - 1 > 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 < 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i). kita mem- punyai x > 1 dan x > -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x > 1. Dalam kasus (ii) kita mempunyai x < 1 dan x < -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x < -2. Jadi B = {x ∈ R x > 1}∪{x ∈ R x < -2}. (c). Tentukan himpunan C = {x ∈ R (2x + 1)/(x + 2) < 1}. Kita catat bahwa x ∈ C ⇔ (2x + 1)/(x + 2) - 1 < 0 ⇔ (x - 1)/(x + 2) < 0. Karenanya, kita mempunyai (i).x - 1 < 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 > 0 dan x + 2 < 0 (Mengapa?). Dalam kasus (i) kita harus mempunyai x < 1 dan x > -2, yang dipenuhi, jika dan hanya jika -2 < x
  • 38. Aljabar Himpunan Analisis Real I 36 < 1, sedangkan dalam kasus (ii), kita harus mempunyai x > 1 dan x < -2, yang ti- dak akan pernah dipenuhi. Jadi kesimpulannya adalah C = {x ∈ R -2 < x < 1}. Contoh berikut mengilustrasikan penggunaan sifat urutan R dalam pertak- samaan. Pembaca seharusnya membuktikan setiap langkah dengan mengidentifikasi sifat-sifat yang digunakan. Hal ini akan membiasakan untuk yakin dengan setiap lang- kah dalam pekerjaan selanjutnya. Perlu dicatat juga bahwa eksistensi akar kuadrat dari bilangan positif kuat belum diperkenalkan secara formal, tetapi eksistensinya kita ter- ima dalam membicarakan contoh-contoh berikut. (Eksistensi akar kuadrat akan dibahas dalam 2.5). 2.2.14. Contoh-contoh. (a). Misalkan a ≥ 0 dan b ≥ 0. Maka (i). a < b ⇔ a2 < b2 ⇔ a b < Kita pandang kasus a > 0 dan b > 0, dan kita tinggalkan kasus a = 0 kepada pembaca. Dari 2.2.1(i) diperoleh bahwa a + b > 0. Karena b2 - a2 = (b - a) (b + a), dari 2.2.6(c) diperoleh bahwa b - a > 0 mengakibatkan bahwa b - a > 0. Bila a > 0 dan b > 0, maka a b > > 0 dan 0 , karena a = ( a )2 dan b = ( b )2 , maka bila a dan b berturut-turut diganti dengan a dan b , dan kita guna- kan bukti di atas diperoleh a < b ⇔ a b < Kita juga tinggalkan kepada pembaca untuk menunjukkan bahwa bila a ≥ 0 dan b ≥ 0, maka a ≤ b ⇔ a2 ≤ b2 ⇔ a ≤ b (b). Bila a dan b bilangan bulat positif, maka rata-rata aritmatisnya adalah 1 2 (a + b) dan rata-rata geometrisnya adalah ab . Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris diberikan oleh ab ≤ 1 2 (a + b) (2) dan ketaksamaan terjadi jika dan hanya jika a = b.
  • 39. Pendahuluan Analisis Real I 37 Untuk membuktikan hal ini, perhatikan bahwa bila a > 0, b > 0, dan a ≠ b, maka a > 0, b > 0 dan a ≠ b (Mengapa?). Karenanya dari 2.2.5(a) diperoleh bahwa ( a - b )2 > 0. Dengan mengekspansi kuadrat ini, diperoleh a - 2 ab + b > 0, yang diikuti oleh ab < 1 2 (a + b). Karenanya (2) dipenuhi (untuk ketaksamaan kuat) bila a ≠ b. Lebih dari itu, bila a = b (> 0), maka kedua ruas dari (2) sama dengan a, jadi (2) menjadi kesamaan. Hal ini membuktikan bahwa (2) dipenuhi untuk a > 0, b > 0. Dilain pihak, misalkan a > 0, b > 0 dan ab < 1 2 (a + b). Maka dengan meng- kuadratkan kedua ruas kemudian mengalikannya dengan 4, kita peroleh 4ab = (a + b)2 = a2 + 2ab + b2 , yang diikuti oleh 0 = a2 - 2ab + b2 = (a - b)2 . Tetapi kesamaan ini mengakibatkan a = b (Mengapa?). Jadi kesamaan untuk (2) men- gakibatkan a = b. Catatan : Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris yang umum untuk bilangan positif a1, a2,...,an adalah (a1 a2 ... an)1/n ≤ a a a 1 2 + + + ... n n (3) dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika a1 = a2 = ... = an. (c). Ketaksamaan Bernoulli. Bila x > -1, maka (1 + x)n ≥ 1 + nx ; untuk semua n ∈ N. (4) Buktinya dengan menggunakan induksi matematika. Untuk n = 1, menghasilkan ke- samaan sehingga pernyataan tersebut benar dalam kasus ini. Selanjutnya, kita asumsi- kan bahwa ketaksamaan (4) valid untuk suatu bilangan asli n, dan akan dibuktikan valid juga untuk n + 1. Asumsi (1 + x)n ≤ 1 + nx dan fakta 1 + x > 0 mengakibatkan bahwa
  • 40. Aljabar Himpunan Analisis Real I 38 (1 + x)n+1 = (1 + x)n (1 + x) ≥ (1 + nx) (1 + x) = 1 + (n + 1)x + nx2 ≥ 1 + (n + 1)x Jadi, ketaksamaan (4) valid untuk n + 1, bila valid untuk n. Dari sini, ketaksamaan (4) valid untuk semua bilangan asli. (d). Ketaksamaan Cauchy. Bila n∈N dan a1, a2, ... ,an dan b1, b2, ..., bn bilangan real maka (a1b1+ ... + anbn)2 ≤ (a1 2 + ... + an 2 ) (b1 2 + ... + bn 2 ). (5) Lebih dari itu, bila tidak semua bj = 0, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi jika dan hanya jika terdapat bilangan real s, sehingga a1 = sb1, ..., an = sbn. Untuk membuktikan hal ini kita definisikan fungsi F : R → R, untuk t∈R de-ngan F(t) = (a1 - tb1)2 + ... + (an - tbn)2 . Dari 2.2.5(a) dan 2.2.1(i) diperoleh bahwa F(t) ≥ 0 untuk semua t∈R. Bila kuadratnya diekspansikan diperoleh F(t) = A - 2Bt + Ct2 ≥ 0, dengan A,B,C sebagai berikut A = a1 2 + ... + an 2 ; B = a1b1 + ... + anbn; C = b1 2 + ... + bn 2 . Karena fungsi kuadrat F(t) tak negatif untuk semua t ∈ R, hal ini tidak mungkin mempunyai dua akar real yang berbeda. Karenanya diskriminannya ∆ = (-2B)2 - 4AC = 4(B2 - AC) harus memenuhi ∆ ≤ 0. Karenanya, kita mempunyai B ≤ AC, yang tidak lain adalah (5). Bila bj = 0, untuk semua j = 1, ..., n, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi untuk sebarang aj. Misalkan sekarang tidak semua bj = 0. Maka, bila aj = sbj untuk suatu
  • 41. Pendahuluan Analisis Real I 39 s∈R dan semua j = 1, ..., n, mengakibatkan kedua ruas dari (5) sama dengan s2 (b1 2 + ... +bn 2 )2 . Di lain pihak bila kesamaan untuk (5) dipenuhi, maka haruslah ∆ = 0, se- hingga terdapat akar tunggal s dari persamaan kuadrat F(t) = 0. Tetapi hal ini men- gakibatkan (mengapa?) bahwa a1 - sb1 = 0, ..., an - sbn = 0 yang diikuti oleh aj = sbj untuk semua j = 1, ..., n. (e). Ketaksamaan Segitiga. Bila n ∈ N dan a1, ..., an dan b1, ..., bn bilangan real maka [(a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2 ]1/2 ≤ [a1 2 + ... + an 2 ]1/2 + [b1 2 + ... + bn 2 ]1/2 (6) lebih dari itu bila tidak semua bj = 0, kesamaan untuk (6) dipenuhi jika dan hanya jika terdapat bilangan real s, sehingga a1 = sb1, ..., an = sbn. Karena (aj + bj)2 = aj 2 + 2ajbj + bj 2 untuk j = 1, ..., n,dengan menggunakan ketaksamaan Cauchy (5) [A,B,C seperti pada (d)], kita mempunyai (a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2 = A + 2B + C ≤ A + 2 AC + C = ( A + C )2 Dengan mengunakan bagian (a) kita mempunyai (mengapa?) [(a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2 ]1/2 ≤ A + C , yang tidak lain adalah (b). Bila kesamaan untuk (b) dipenuhi, maka B = AC , yang mengakibatkan ke- samaan dalam ketaksamaan Cauchy dipenuhi. Latihan 2.2 1. (a). Bila a ≤ b dan c < d, buktikan bahwa a + c < b + d. (b). Bila a ≤ b dan c ≤ d, buktikan bahwa a + c ≤ b + d. 2. (a). Bila 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan bahwa 0 < ac < bd (b). Bila 0 < a < b dan 0 ≤ c ≤ d, buktikan bahwa 0 ≤ ac ≤ bd. Juga tunjukkan dengan contoh bahwa ac < bd tidak selalu dipenuhi. 3. Buktikan bila a < b dan c < d, maka ad + bc < ac + bd. 4. Tentukan bilangan real a,b,c,d yang memenuhi 0 < a < b dan c < d < 0, sehingga (i). ac < bd, atau (ii). bd < ac. 5. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a2 + b2 = 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0.
  • 42. Aljabar Himpunan Analisis Real I 40 6. Bila 0 ≤ a < b, buktikan bahwa a2 ≤ ab < b2 . Juga tunjukkan dengan contoh bahwa hal ini tidak selalu diikuti oleh a2 < ab < b2 . 7. Tunjukan bahwa bila 0 < a < b, maka a < ab < b dan 0 < 1/b < 1/a. 8. Bila n ∈ N, tunjukan bahwa n2 ≥ n dan dari sini 1/n2 ≤ 1/n. 9.Tentukan bilangan real x yang memenuhi (a). x2 > 3x + 4; (b). 1 < x2 < 4; (c). 1/x < x; (d). 1/x < x2 . 10. Misal a,b ∈ R dan untuk setiap ε > 0 kita mempunyai a ≤ b + ε. (a). Tunjukkan bahwa a ≤ b. (b). Tunjukkan bahwa tidak selalu dipenuhi a < b. 11. Buktikan bahwa ( 1 2 (a + b))2 ≤ 1 2 (a2 + b2 ) untuk semua a,b ∈ R. Tunjukkan bahwa kesamaan dipenuhi jika dan hanya jika a = b. 12. (a). Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa 0 < c2 < c < 1 (b). Bila 1 < c, tunjukkan bahwa 1 < c < c2 13. Bila c > 1, tunjukkan bahwa cn ≥ c untuk semua n ∈ N. (Perhatikan ketaksamaan Bernoulli dengan c = 1 + x). 14. Bila c > 1, dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa cm > cn jika dan hanya jika m > n. 15. Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa cn ≤ c untuk semua n ∈ N. 16. Bila 0 < c < 1 dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa cm < cn jika dan hanya jika m > n. 17. Bila a > 0, b > 0 dan n ∈ N, tunjukkan bahwa a < b jika dan hanya jika an < bn . 18. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Buktikan bahwa n2 ≤ (c1 + c2 + ... + cn)( ) 1 1 1 1 2 c c c + + + ... n 19. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Tunjukkan bahwa [ ] c c c c c c 1 2 1 2 2 2 2 1 2 + + + ≤ + + + ... n ... n n / ≤ c1 + c2 + ... + cn 20. Asumsikan eksistensi akar dipenuhi, tunjukkan bahwa bila c > 1, maka c1/m < c1/n jika dan hanya jika m > n. 2.3. Nilai Mutlak
  • 43. Pendahuluan Analisis Real I 41 Dari sifat trikotomi 2.2.1(ii), dijamin bahwa bila a ∈ R dan a ≠ 0, maka tepat satu dari bilangan a atau -a positif. Nilai mutlak dari a ≠ 0 didefinisikan sebagai bi- langan yang positif dari keduanya. Nilai mutlak dari 0 didefinisikan 0. 2.3.1 Definisi. Bila a ∈ R, nilai mutlak a, dituliskan dengan a, didefinisikan den- gan a a a a a a = −      , bila > 0 0 , bila = 0 , bila < 0 Sebagai contoh 3 = 3 dan −2 = 2. Dari definisi ini kita akan melihat bahwa a ≥ 0, untuk semua a ∈ R. Juga a = a bila a ≥ 0, dan a = -a bila a < 0. 2.3.2 Teorema. (a). a = 0 jika dan hanya jika a = 0 (b). -a = a, untuk semua a ∈ R. (c). ab = ab, untuk semua a,b ∈ R. (d). Bila c ≥ 0, maka a ≤ c jika dan hanya jika -c ≤ a ≤ c. (e). - a ≤ a ≤ a untuk semua a ∈ R. Bukti : (a). Bila a = 0, maka a = 0. Juga bila a ≠ 0, maka -a ≠ 0, jadi a ≠ 0. Jadi bila a = 0, maka a = 0. (b). Bila a = 0, maka 0 = 0 = 0. Bila a > 0, maka -a < 0 sehingga a = a = -(-a) = -a. Bila a < 0, maka -a > 0, sehinga a = -a = -a. (c). Bila a,b keduanya 0, maka ab dan ab sama dengan 0. Bila a > 0 dan b > 0, maka ab > 0, sehingga ab = ab = ab. Bila a > 0 dan b < 0, maka ab < 0, se- hingga ab = -ab = a(-b) = ab. Secara sama untuk dua kasus yang lain. (d). Misalkan a ≤ c. Maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?) Karena ke-taksamaan terakhir ekivalen dengan a ≥ -c, maka kita mempunyai -c ≤ a ≤ c. Se- balik-nya, bila -c ≤ a ≤ c, maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?), se- hingga a ≤ c. (e). Tetapkan c = a pada (d).
  • 44. Aljabar Himpunan Analisis Real I 42 Ketaksamaan berikut akan sering kita gunakan. 2.3.3. Ketaksamaan Segitiga. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai a b a b + ≤ + Bukti : Dari 2.3.2(e), kita mempunyai -a ≤ a ≤ a dan -b ≤ b ≤ b. Kemudian dengan menambahkan dan menggunaka 2.2.6(b), kita peroleh ( ) − + ≤ + ≤ + a b a b a b Dari sini, kita mempunyai a b a b + ≤ + dengan menggunakan 2.3.2(d). Terdapat banyak variasi penggunaan Ketaksamaan Segitiga. Berikut ini dua di antaranya. 2.3.4 Teorema Akibat. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai (a). a b a b − ≤ − (b). a b a b − ≤ + Bukti : (a). Kita tuliskan a = a - b + b dan gunakan Ketaksamaan Segitiga untuk memperoleh a a b b a b b = − + ≤ − + . Sekarang kita kurangi dengan b untuk memperoleh a b a b − ≤ − . Secara sama, dari b b a a b a a = − + ≤ − + dan 2.3.2(b), kita peroleh − − a b = − − b a ≤ − a b . Bila kedua ketaksamaan ini kita kombinasikan, dengan menggunakan 2.3.2(d), kita memperoleh ketaksamaan di (a). (b). Tukar b pada Ketaksamaan Segitiga dengan -b untuk memperoleh a b − ≤ a+-b Karena − = b b [menurut 2.3.2(b)] kita dapatkan ketaksamaan (b). Aplikasi langsung induksi matematika memperluas Ketaksamaan Segitiga un- tuk sejumlah hingga bilangan real. 2.3.5 Teorema Akibat. Untuk sebarang a1, a2,...,an ∈ R, kita mempunyai a a a a a a 1 2 1 2 + + + ≤ + + + ... ... n n
  • 45. Pendahuluan Analisis Real I 43 Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana sifat-sifat nilai mutlak terdahulu dapat digunakan. 2.3.6 Contoh-contoh. (a). Tentukan himpunan A dari bilangan real x yang memenuhi 2x 3 6 + < Dari 2.3.2(d), kita lihat bahwa x ∈ A jika dan hanya jika -6 < 2x + 3 < 6, yang dipenuhi jika dan hanya jika -9 < 2x < 3. Dengan membagi dua, kita peroleh A = {x ∈ R  -9/2 < x < 3/2}. (b). Tentukan himpunan B = {x ∈ R  x 1 x − < }. Caranya dengan memperhatikan setiap kasus bila tanda mutlak dihilangkan. Di sini kita perhatikan kasus-kasus (i). x ≥ 1, (ii). 0 ≤ x < 1, (iii). x < 0. (Mengapa kita hanya memperhatikan ketiga kasus di atas?). Pada kasus (i) ketaksamaan kita men- jadi x - 1 < x, yang dipenuhi oleh semua bilangan real x. Akibatnya semua x ≥ 1 ter- muat di B. Pada kasus (ii), ketaksamaan kita menjadi -(x - 1) < x, yang menghasilkan pembahasan lebih lanjut, yaitu x > 1/2. Jadi, kasus (ii) menyajikan semua x dengan 1/2 < x < 1 termuat di B. Pada kasus (iii), ketaksamaan menjadi -(x - 1) < -x, yang ekivalen dengan 1 < 0. Karena 1 < 0 selalu salah, maka tiodak ada x yang memenuhi ketaksaman kita pada kasus (iii). Dengan mengkombinasikan ketiga kasus ini diperoleh bahwa B = {x ∈ R x > 1/2}. (c). Misalkan f fungsi yang didefinisikan dengan f (x) 2x 3x 1 2x 1 2 = − + − untuk 2 ≤ x ≤ 3. Tentukan konstanta M sehingga f (x) M ≤ untuk semua x yang memenuhi 2 ≤ x ≤ 3. Kita akan perhatikan secara terpisah pembilang dan penyebut dari f (x) 2x 3x 1 2x 1 2 = − + −
  • 46. Aljabar Himpunan Analisis Real I 44 Dari ketaksamaan segitiga, kita peroleh 2x 3x 1 2 − + ≤ + + 2 x 3x 1 2 ≤ ⋅ + ⋅ + 2 3 3 3 1 2 = 28, karena x 3 ≤ untuk semua x yang kita bicarakan. Juga, 2x 1 − ≥ − 2 x 1 ≥ ⋅ − 2 2 1 = 3, karena x 2 ≥ untuk semua x yang kita bicarakan. (Mengapa?) Karena itu, untuk 2 ≤ x ≤ 3 kita memperoleh bahwa f (x) 28 3 ≤ . Dari sini kita dapat menetapkan M = 28/3. (Catatan bahwa kita meneukan sebuah kon- stanta yang demikian, M; sebenarnya semua bilangan M ≥ 28/3 juga memenuhi f (x) M ≤ . Juga dimungkinkan bahwa 28/3 bukan pilihan terkecil untuk M). Garis Bilangan Real Interpretasi geometri yang umum dan mudah untuk sistem bilangan real adalah garis bilangan. Pada interpretasi ini, nilai mutlak a dari unsur a di R diang- gap seba- gai jarak dari a ke pusat 0. Lebih umum lagi, jarak antara unsur a dan b di R adalah a b − . Kita akan memerlukan bahasa yang tepat untuk membahas gagasan suatu bi- langan real “dekat” ke yang lain. Bila diberikan bilangan real a, maka bilangan real x dikatakan “dekat” dengan a seharusnya diartikan bahwa jarak antara keduanya x − a “kecil”. Untuk membahas gagasan ini, kita akan menggunakan kata lingkungan, yang sebentar lagi akan kita definisikan. 2.3.7 Definisi. Misalkan a ∈ R dan ε > 0. Maka lingkungan-ε dari a adalah himpunan Vε(a) = {x ∈ R  x − a < ε}. Untuk a ∈ , pernyataan x termuat di Vε(a) ekivalen dengan pernyataan -ε < x - a < ε ⇔ a - ε < x < a + ε 2.3.8 Teorema. Misalkan a ∈ R. Bila x termuat dalam lingkungan Vε(a) untuk setiap ε > 0, maka x = a. Bukti :
  • 47. Pendahuluan Analisis Real I 45 Bila x memenuhi x − a < ε untuk setiap ε > 0, maka dari 2.2.9 diperoleh bahwa x − a = 0, dan dari sini x = a. 2.3.9. Contoh-contoh. (a). Misalkan U = {x  0 < x < 1}. Bila a ∈ U, misalkan ε bilangan terkecil dari a atau 1 - a. Maka Vε(a) termuat di U. Jadi setiap unsur di U mempunyai lingkungan-ε yang termuat di U. (b). Bila I = {x : 0 ≤ x ≤ 1}, maka untuk sebarang ε > 0, lingkungan-ε Vε(0) memuat titik di luar I, sehingga Vε(0) tidak termuat dalam I. Sebagai contoh, bilangan xε = -ε/2 unsur di Vε(0) tetapi bukan unsur di I. (c). Bila x − a < ε dan y − < b ε , maka Ketaksamaan Segitiga mengakibatkan bahwa ( ) ( ) x y + − + a b = ( ) ( ) x y − + − a b = x y 2 . − + − < a b ε Jadi bila x,y secara berturut-turut termuat di lingkungan -ε dari a,b maka x + y ter- muat di lingkungan -2ε dari (a + b) (tetapi tidak perlu lingkungan -ε dari (a + b)). Latihan 2.3. 1. Misalkan a ∈ R. tunjukkan bahwa (a). a = a2 (b). a a 2 2 = 2. Bila a,b ∈ R. dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa a b a b / / = . 3. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a b a b + = + .jika dan hanya jika ab > 0. 4. Bila x,y,z ∈ R, x ≤ z, tunjukan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x y − + y z x z − = − Interpretasikan secara geometris. 5. Tentukan x ∈ R, yang memenuhi pertaksamaan berikut : (a). 4x 3 13 − ≤ ; (b). x 1 3 2 − ≤ ; (c). x 1 x 1 − > + ; (d). x x 1 2 + + < . 6. Tunjukkan bahwa x − < a ε jika dan hanya jika a - ε < x < a + ε.
  • 48. Aljabar Himpunan Analisis Real I 46 7. Bila a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa x y − < − b a . Interpretasikan se- cara geometris. 8. Tentukan dan sketsa himpunan pasangan berurut (a,b) di R×R yang memenuhi (a x y = ; (b). x y 1 + = ; (c xy 2 = ; (d). x y 2 − = . 9. Tentukan dan sketsa himpunan berurut (x,y) yang memenuhi (a). x y ≤ ; (b). x y 1 + ≤ ; (c). xy 2 ≤ ; (d). x y 2 − ≥ . 10. Misalkan ε > 0 dan δ > 0, a ∈ R. Tunjukkan bahwa Vε(a) ∩ Vδ(a) dan Vε(a) ∪ Vδ(a) adalah lingkungan-γ dari a untuk suatu γ. 11. Tunjukkan bahwa bila a,b ∈ R, dan a ≠ b, maka terdapat lingkungan-ε U dari a dan lingkungan-γ V dari b, sehingga U∩V = ∅. 2.4. Sifat Kelengkapan R Sejauh ini pada bab ini kita telah membahas sifat aljabar dan sifat urutan sis- tem bilangan real. Pada bagian ini kita akan membahas satu sifat lagi dari R yang ser- ing disebut dengan “sifat kelengkapan”. Sistem bilangan rasional Q memenuhi sifat aljabar 2.1.1 dan sifat ururtan 2.2.1, tetapi seperti kita lihat 2 tidak dapat direpre- sentasikan sebagai bilangan rasional, karena itu 2 tidak termuat di Q. Observasi ini menunjukan perlunya sifat tambahan untuk bilangan real. Sifat tambahan ini, yaitu sifat kelengkapan, sangat esensial untuk R. Ada beberapa versi sifat kelengkapan. Di sini kita pilih metode yang paling efisien dengan mengasumsikan bahwa himpunan tak kosong di R mempunyai supre- mum. Supremum dan Infimum Sekarang kita akan perkenalkan gagasan tentang batas atas suatu himpunan bilangan real. Gagasan ini akan sangat penting pada pembahasan selanjutnya. 2.4.1 Definisi. Misalkan S suatu sub himpunan dari R. (i). Bilangan u ∈ R dikatakan batas atas dari S bila s ≤ u, untuk semua s ∈ S.
  • 49. Pendahuluan Analisis Real I 47 (ii). Bilangan w ∈ R dikatakan batas bawah dari S bila w ≤ s, untuk semua s ∈ S Pembaca seharusnya memikirkan (dengan teliti) tentang apa yang dimaksud dengan suatu bilangan bukan batas atas (atau batas bawah) dari himpunan S. Pem- baca seharusnya menunjukkan bahwa bilangan v ∈ R bukan batas atas dari S jika dan hanya jika terdapat s’ ∈ S, sehingga v < s’. (secara sama, bilangan z ∈ R bukan batas bawah dari S jika dan hanaya jika terdapat s’’ ∈ S, sehingga s” < z). Perlu kita cata bahwa subhimpunan S dari R mungkin saja tidak mempunyai batas atas (sbagai contoh, ambil S = R). Tetapi, bila S mempunyai batas atas, maka S mempunyai tak hingga banyak batas atas sebab bila n batas atas dari S, maka sebarang v dengan v > u juga merupakan batas atas dari S. (Observasi yang serupa juga berlaku untuk batas bawah). Kita juga catat bahwa suatu himpunan mungkin mempunyai batas bawah tetapi tidak mempunyai batas atas (dan sebaliknya). Sebagai contoh, perhatikan him- punan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0} dan S2 = {x ∈ R : x < 0} Catatan : Bila kita menerapkan definisi di atas untuk himpunan kosong ∅, kita dipaksa kepada ke- simpulan bahwa setiap bilangan real merupakan batas atas dari ∅. Karena agar u ∈ R bukan batas atas dari S, unsur s’ ∈ S harus ada, sehingga u < s’. Bila S = ∅, maka tidak ada unsur di S. Dari sini setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan kosong. Secara sama, setiap bilangan real meru- pakan batas bawah dari himpunan kosong. Hal ini mungkin artifisial, tetapi merupakan konsekuensi logis dari definisi. Pada pembahasan ini, kita katakan bahwa suatu himpunan S di R terbatas di atas bila S mempunyai batas atas. Secara sama, bila himpunan P di R mempunyai batas bawah, kita katakan P terbatas di bawah. Sedangkan suatu himpunan A di R dikatakan tidak terbatas bila A tidak mempunyai (paling tidak satu dari) batas atas atau batas bawah. Sebagai contoh, {x ∈ R : x ≤ 2} tidak terbatas (walaupun mempun- yai batas atas) karena tidak mempunyai batas bawah. 2.4.2 Definisi. Misalkan S subhimpunan dari R, (i). Bila S terbatas di atas, maka batas atas u dikatakan supremum (atau batas atas ter-kecil) dari S bila tidak terdapat batas atas (yang lain) dari S yang kurang dari u.
  • 50. Aljabar Himpunan Analisis Real I 48 (ii). Bila S terbatas di bawah, maka batas bawah w dikatakan infimum (atau batas bawah terbesar) dari S bila tidak terdapat batas bawah (yang lain) dari S yang kurang dari w. Akan sangat berguna untuk memfarmasikan ulang definisi supremum dari suatu himpunan. 2.4.3 Lemma. Bilangan real u merupakan supremum dari himpunan tak kosong S di R jika dan hanya jika u memenuhi kedua kondisi berikut : (1). s ≤ u untuk semua s ∈ S. (2). bila v < u, maka terdapat s’ ∈ S sehingga v < s’. Kita tinggalkan bukti dari lemma ini sebagai latihan yang sangat penting bagi pembaca. Pembaca seharusnya juga memfarmasikan dan membuktikan hal yang se- rupa untuk infimum. Tidak sulit untuk membuktikan bahwa supremum dari himpunan S di R bersi- fat tunggal. Misalkan u1 dan u2 supremum dari S, maka keduanya merupakan batas atas dari S. Andaikan u1 < u2 dengan hipotesis u2 supremum mengakibatkan bahwa u1 bukan batas atas dari S. Secara sama, pengandaian u2 < u1 dengan hipotesis u1 supre- mum menga-kibatkan bahwa u2 bukan batas atas dari S. Karena itu, haruslah u1 = u2. (Pembaca seharusnya menggunakan cara serupa untuk menunjukkan infimum dari suatu himpunan di R bersifat tunggal). Bila supremum atau infimum dari suatu himpunan S ada, kita akan menulis- kan-nya dengan sup S dan inf S Kita amati juga bahwa bila u’ sebarang batas atas dari S, maka sup S ≤ u’. Yaitu, bila s ≤ u’ untuk semua s ∈ S, maka sup S ≤ u’. Hal ini mengatakan bahwa sup S merupakan batas atas terkecil dari S. Kriteria berikut sering berguna dalam mengenali batas atas tertentu dari suatu himpunan merupakan supremum dari himpunan tersebut. 2.4.4 Lemma. Suatu batas atas u dari himpunan tak kosong S di R merupakan supre- mum dari S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat sε ∈ S sehingga u - ε < sε.
  • 51. Pendahuluan Analisis Real I 49 Bukti : Misalkan u batas atas dari S yang memenuhi kondisi di atas. Bila v < u dan kita tetapkan ε = u - v, maka ε > 0, dan kondisi di atas mengakibatkan terdapat sε ∈ S sehingga v = u - ε < sε. Karennya v bukan batas atas dari S. Karena hal ini berlaku un- tuk sebarang v yang kurang dari u, maka haruslah u = sup S. Sebaliknya, misalkan u = sup S dan ε > 0. Karena u - ε < u, maka u - ε bukan batas atas dari S. Karenanya terdapat unsur sε di S yang lebih dari u - ε, yaitu u - ε < sε. Penting juga untuk dicatat bahwa supremum dari suatu himpunan dapat meru- pakan unsur dari himpunan tersebut maupun bukan. Hal ini bergantung pada jenis himpunannya. Kita perhatikan contoh-contoh berikut. 2.4.5 Contoh-contoh (a). Bila himpunan tak kosong S1 mempunyai berhingga jumlah unsur, maka S1 mem- punyai unsur terbesar u dan unsur terkecil w. Lebih dari itu u = sup S1 dan w = inf S1 keduanya unsur di S1. (Hal ini jelas bila S1 hanya mempunyai sebuah unsur, dan dapat digunakan induksi matematika untuk sejumlah unsur dari S1). (b). Himpunan S2 = {x : 0 ≤ x ≤ 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Kita akan bukti- kan 1 merupakan supremum sebagai berikut. Bila v < 1, maka terdapat unsur s’ di S2 sehingga v < s’. (pilih unsur s’). Dari sini v bukan batas atas dari S2 dan, karena v se- barang bilangan v < 1, haruslah sup S2 = 1. Secara sama, dapat ditunjukkan inf S2 = 0. Catatan : sup S2 dan inf S2 keduanya termuat di S2. (c). Himpunan S3 = {x : 0 < x < 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Dengan meng- gunakan argumentasi serupa (b) untuk S2, diperoleh sup S3 = 1. Dalam hal ini, him- punan S3 tidak memuat sup S3. Secara sama, inf S3 = 0, tidak termuat di S3. (d). Seperti telah disebutkan, setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan kosong, karenanya himpunan kosong tidak mempunyai supremum. Secara sama him- punan kosong juga tidak mempunyai infimum. Sifat Supremum dari R Berikut ini kita akan membahas asumsi terakhir tentang R yang sering disebut dengan Sifat Kelengkapan dari R. Selanjutnya kita katakan R merupakan suatu medan terurut yang lengkap.
  • 52. Aljabar Himpunan Analisis Real I 50 2.4.6 Sifat Supremum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem- punyai batas atas mempunyai supremum di R. Sifat infimum yang serupa dapat diturunkan dari sifat supremum. Katakan S sub himpunan tak kosong yang terbatas di bawah dari R. Maka himpunan S’ = {-s : s ∈ S} terbatas di atas, dan sifat supremum mengakibatkan bahwa u = sup S’ ada. Hal ini kemudian diikuti bahwa -u merupakan infimum dari S, yang pembaca harus bukti- kan. 2.4.7 Sifat Infimum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem- punyai batas bawah mempunyai infimum di R. Pembaca seharusnya menuliskan bukti lengkapnya. Latihan 2.4 1. Misalkan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Tunjukkan secara lengkap bahwa S1 mempunyai batas bawah, tetapi tidak mempunyai batas atas. Tunjukkan pula bahwa inf S1 = 0. 2. Misalkan S2 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Apakah S2 mempunyai batas bawah ? Apakah S2 mempunyai batas atas ? Buktikan pernyataan yang anda berikan. 3. Misalkan S3 = {1/n n ∈ N}. Tunjukkan bahwa sup S3 = 1 dan inf S3 ≥ 0. (Hal ini akan diikuti bahwa inf S3 = 0, dengan menggunakan Sifat Arechimedes 2.5.2 atau 2.5.3 (b)). 4. Misalkan S4 = {1 - (-1)n /n : n ∈ N}.Tentukan inf S4 dan sup S4. 5. Misalkan S subhimpunan tak kosong dari R yang terbatas di bawah. Tunjukkan bahwa inf S = -sup{-s : s ∈ S}. 6. Bila S ⊆ R memuat batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut merupakan supremum dari S. 7. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u ∈ R merupakan batas atas dari R jika dan hanya jika kondisi t ∈ R dan t > u mengakibatkan t ∉ S. 8. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u = sup S, kaka untuk setiap n∈N, u - 1/n bukan batas atas dari S, tetapi u + 1/n batas atas dari S. (Hal sebali- knya juga benar ; lihat latihan 2.5.3).
  • 53. Pendahuluan Analisis Real I 51 9. Tunjukkan bahwa bila A dan B sub himpunan yang terbatas dari R, maka A∪B juga terbatas. Tunjukkan bahwa sup (A∪B) = sup {sup A, sup B}. 10.Misalkan S terbatas di R dan S sub himpunan tak kosong dari S. Tunjukkan bahwa inf S ≤ inf S0 ≤ sup S0 ≤ sup S. 11.Misalkan S ⊆ R dan s* = sup S termuat di S. Bila u∉ S, tunjukkan bahwa sup (S∪{u}) = sup {s* ,u}. 12.Tunjukkan bahwa suatu himpunan tak kosong dan berhingga S ⊆ R memuat su- premumnya. (Gunakan induksi matematika dan latihan nomor 11). 2.5 Aplikasi Sifat Supremum Sekarang kita akan membahas bagaimana supremum dan infimum digunakan. Contoh berikut menunjukkan bagaimana definisi supremum dan infimum digunakan dalam pembuktian. Kita juga akan memberikan beberapa aplikasi penting sifat ini un- tuk menurunkan sifat-sifat fundamental sistem bilangan real yang akan sering diguna- kan. 2.5.1 Contoh-contoh (a). Sangatlah penting untuk menghubungkan infimum dan supremum suatu himpunan dengan sifat-sifat aljabar R. Di sini kita akan sajikan salah satunya ; yaitu tentang penjumlahan, sementara yang lain diberikan sebagai latihan. Misalkan S sub himpunan tak kosong dari R. Definisikan himpunan a + S = {a + x : x ∈ S}. Kita akan tunjukkan bahwa sup (a + S) = a + sup S. Bila kita misalkan u = sup S, maka karena x ≤ u untuk semua x ∈ S, kita mempunyai a + x ≤ a + u. Karena itu a + u batas atas dari a + S ; akibatnya kita mempunyai sup (a + S) ≤ a + u. Bila v sebarang batas atas dari himpunan a + S, maka a + x ≤ v untuk semua x ∈ S. Maka x ≤ v - a untuk semua x ∈ S, yang mengakibatkan u = sup S ≤ v - a, sehingga a + u ≤ v. Karena v sebarang batas atas dari a + S, kita dapat mengganti v
  • 54. Aljabar Himpunan Analisis Real I 52 dengan sup (a + S) untuk memperoleh a + u ≤ sup (a + S). Dengan menggabungkan ketaksamaan di atas diperoleh bahwa sup (a + S) = a + u = a + sup S. (b). Misalkan f dan g fungsi-fungsi bernilai real dengan domain D ⊆ R. Kita asumsi- kan rangenya f(D) = {f(x) : x ∈ D} dan g(D) = {g(x) : x ∈ D}himpunan terbatas di R. (i). Bila f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D). Untuk membuktikan hal ini, kita catat bahwa sup g(D) merupakan batas atas himpunan f(D) karena untuk setiap x ∈ D, kita mempunyai f(x) ≤ g(x) ≤ sup g(D). Karenanya sup f(D) ≤ sup g(D). (ii). Bila f(x) ≤ g(y) untuk semua x,y ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D). Buktinya dalam dua tahap. Pertama, untuk suatu y tertentu di D, kita lihat bahwa f(x) ≤ g(y) untuk semua x ∈ D, maka g(y) batas atas dari himpunan f(D). Aki- batnya sup f(D) ≤ g(y). Karena ketaksamaan terakhir dipenuhi untuk semua y ∈ D, maka sup f(D) merupakan batas bawah dari g(D). Karena itu, haruslah sup f(D) ≤ inf g(D). (c). Perlu dicatat bahwa hipotesis f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D pada (b) tidak menghasilkan hubungan antara sup f(D) dan inf g(D). Sebagai contoh, bila f(x) = x2 dan g(x) = x dengan D = {x ∈ R : 0 < x < 1}, maka f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D, tetapi sup f(D) = 1 dan inf g(D) = 0, serta sup g(D) = 1. Jadi (i) dipenuhi, sedangkan (ii) tidak. Lebih jauh mengenai hubungan infimum dan supremum himpunan dari nilai fungsi diberikan sebagai latihan. Sifat Archimedes Salah satu akibat dari sifat supremum adalah bahwa himpunan bilangan asli N tidak terbatas di atas dalam R. Hal ini berarti bahwa bila diberikan sebarang bilangan real x terdapat bilangan asli n (bergantung pada x) sehingga x < n. Hal ini tampaknya mudah, tetapi sifat ini tidak dapat dibuktikan dengan menggunakan sifat aljabar dan
  • 55. Pendahuluan Analisis Real I 53 urutan yang dibahas pada bagian terdahulu. Buktinya yang akan diberikan berikut ini menunjukkan kegunaan yang esensial dari sifat supremum R. 2.5.2. Sifat Archimedes. Bila x ∈ R, maka terdapat nx ∈ N sehingga x < nx. Bukti : Bila kesimpulan di atas gagal, maka x terbatas atas dari N. Karenanya, menu- rut sifat supremum, himpunan tak kosong N mempunyai supremum u∈R. Oleh karena u -1 < u, maka menurut Lemma 2.4.4 terdapat m ∈ N sehingga u -1 < m. Tetapi hal ini mengakibatkan u < m + 1, sedangkan m + 1 ∈ N, yang kontradiksi den- gan u batas atas dari N. Sifat Archimedes dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Berikut kita sajikan tiga variasi diantaranya. 2.5.3 Teorema Akibat. Misalkan y dan z bilangan real positif. Maka : (a). Terdapat n ∈ N sehingga z < ny. (b).Terdapat n ∈ N sehingga 0 < 1/n < y. (c). Terdapat n ∈ N sehingga n - 1 ≤ z < n. Bukti : (a). Karena x = z/y > 0, maka terdapat n ∈ N sehingga z/y = x < n dan dari sini diper- oleh z < ny. (b). Tetapkan z = 1 pada (a) yang akan memberikan 1 < ny, dan akibatnya 1/n < y. (c). Sifat Archimedes menjamin subhimpunan {m ∈ N : z < m} dari N tidak kosong. Misalkan n unsur terkecil dari himpunan ini (lihat 1.3.1). Maka n - 1 bukan unsur himpunan tersebut, akibatnya n - 1 ≤ z < n. Eksistensi 2 Pentingnya sifat supremum terletak pada fakta yang mana sifat ini menjamin eksistensi bilangan real di bawah hipotesis tertentu. Kita akan menggunakan ini be- berapa kali. Sementara ini, kita akan mengilustrasikan kegunaannya untuk membukti- kan eksistensi bilangan positif x sehingga x2 = 2. Telah ditunjukkan (lihat Teorema
  • 56. Aljabar Himpunan Analisis Real I 54 2.1.7) bahwa x yang demikian bukan bilangan rasioanl ; jadi, paling tidak kita akan menunjukkan eksistensi sebuah bilangan irrasional. 2.5.4 Teorema. Terdapat bilangan real positif x sehingga x2 = 2. Bukti : Misalkan S = {s ∈ R  0 ≤ s, s2 < 2}. Karena 1 ∈ s, maka S bukan himpunan kosong. Juga, S terbatas di atas oleh 2, karena bila t > 2, maka t2 > 4 sehingga t ∉ S. Karena itu, menurut sifat supremum, S mempunyai supremum di R, katakan x = sup S. Catatan : x > 1. Kita akan buktikan bahwa x2 = 2 dengan menanggalkan dua kemungkinan x2 < 2 dan x2 > 2. Pertama andaikan x2 < 2. Kita akan tunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S yaitu dengan menemukan n ∈ N sehingga x + 1/n ∈ S, yang berakibat bahwa x bukan batas atas dari S. Untuk melihat bagaimana cara memilih n yang demikian, gunakan fakta bahwa 1/n2 ≤ 1/n, sehingga ( ) ( ) x x x 2x 1 1 n 2 2 2x n 1 n 2 1 n 2 + = + + ≤ + + Dari sini kita dapat memilih n sehingga 1 n (2x + 1) < 2 - x2 , maka kita memperoleh (x + 1/n)2 < x2 + (2 - x2 ) = 2. Dari asumsi, kita mempunyai 2 - x2 > 0, sehingga (2 - x2 )/(2x + 1) > 0. Dari sini sifat Archimedes dapat digunakan un- tuk memperoleh n ∈ N sehingga 1 n 2 x 2x 1 2 < − + Langkah-langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan n ini kita mempunyai x + 1 n ∈ S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x batas atas dari S. Karenanya, haruslah x2 ≥ 2. Sekarang andaikan x2 > 2. Kita akan tunjukkan bahwa dimungkinkan untuk menemukan m ∈ sehingga x - 1/m juga merupakan batas atas dari S, yang meng- kontradiksi fakta bahwa x = sup S. Untuk melakukannya, perhatikan bahwa
  • 57. Pendahuluan Analisis Real I 55 ( ) x x x 1 m 2 2 2x m 1 m 2 2x m 2 + = + + > − Dari sini kita dapat memilih m sehingga 2x m x 2 2 < − , maka (x - 1/m)2 > x2 - (x2 - 2) = 2. Sekarang dengan pengandaian x2 - 2 > 0, maka x 2 2x 2 − > 0. Dari sini, dengan sifat Archimedes, terdapat m ∈ N sehingga 1 m x 2 2x 2 < − Langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan m ini kita mempunyai (x - 1/m)2 > 2. Sekarang bila s ∈ S, maka s2 < 2 < (x - 1/m)2 , yang mana menurut 2.2.14(a) bahwa s < x - 1/m. Hal ini mengakibatkan bahwa x - 1/m meru- pakan batas atas dari S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S. Jadi tidak mungkin x2 > 2. Karena tidak mungkin dipenuhi x2 > 2 atau x2 < 2, haruslah x2 = 2. (*) Dengan sedikit modifikasi, pembaca dapat menunjukkan bahwa bila a > 0, maka terdapat b > 0 yang tunggal, sehingga b2 = a. Kita katakan b akar kuadrat positif dari a dan dituliskan dengan b = a atau b = a1/2 . Dengan cara sedikit lebih rumit yang melibatkan teorema binomial dapat diformulasikan eksistensi tunggal dari akar pangkat-n positif dari a, yang dituliskan dengan a n atau a1/n , untuk n ∈ N. Densitas (= kepadatan) Bilangan Rasional di R Sekarang kita mengetahui terdapat paling tidak sebuah bilangan irrasional, yaitu 2 . Sebenarnya terdapat “lebih banyak” bilangan irasional dibandingkan bi- langan rasional dalam arti himpunan bilangan rasional terhitung sementara himpunan bilangan irrasional tak terhitung. Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa himpunan bilangan rasional “padat” di R dalam arti bahwa bilangan rasional dapat ditemukan diantara sebarang dua bilangan real yang berbeda.
  • 58. Aljabar Himpunan Analisis Real I 56 2.5.5 Teorema Densitas. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bi- langan rasional r sehingga x < r < y. Bukti : Tanpa mengurangi berlakunya secara umum, misalkan x > 0. (Mengapa?). De- ngan sifat Archimedes 2.5.2, terdapat n ∈ N.sehingga n > 1/(y - x). Untuk n yang demi-kian, kita mempunyai bahwa ny - nx > 1. Dengan menggunakan Teorema Aki- bat 2.5.3(c) ke nx > 0, kita peroleh m ∈ N sehingga m - 1 ≤ nx < m. Bilangan m ini juga memenuhi m < ny, sehingga r = m/n bilangan rasional yang memenuhi x < r < y. Untuk mengakhiri pembahasan tentang hubungan bilangan rasional dan ira- sional, kita juga mempunyai sifat serupa untuk bilangan irasional. 2.5.6 Teorema akibat. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilan- gan irasional z sehingga x < z < y. Bukti : Dengan menggunakan Teorema Densitas 2.5.5 pada bilangan real x 2 dan y 2 , kita peroleh bilangan rasional r ≠ 0 sehingga x 2 < r < y 2 . Maka z = r 2 adalah bilangan irrasional (Mengapa?) dan memenuhi x < z < y. Latihan 2.5 1. Gunakan Sifat Archimedes atau Teorema Akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukkan bahwa inf {1/n  n ∈ N} = 0. 2. Bila S = {1/n - 1/m  n,m ∈ N}, tentukan inf S dan sup S. 3. Misalkan S ⊆ R tak kosong. Tunjukkan bahwa bila u di R mempunyai sifat : (i). untuk setiap n ∈ N, u - 1/n bukan batas atas dari S, dan (ii). untuk setiap n ∈ N, u + 1/n bukan batas atas dari S, maka u = sup S. (Ini merupakan kebalikan Teorema 2.4.8). 4. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R.
  • 59. Pendahuluan Analisis Real I 57 (a). Misalkan a > 0, dan aS = {as  s ∈ S}. Tunjukkan bahwa inf (aS) = a inf S, sup (aS) = a sup S. (b). Misalkan b < 0, dan bS = {bs  s ∈ S}. Tunjukkan bahwa inf (bS) = b sup S, sup (bS) = b inf S. 5. Misalkan X himpunan tak kosong dan f : X →R mempunyai range yang terbatas di R. Bila a ∈ R, tunjukkan bahwa contoh 2.5.1(a) mengakibatkan bahwa sup {a + f(x)  x ∈ X} = a + sup {f(x)  x ∈ X}. Tunjukkan pula bahwa inf {a + f(x)  x ∈ X} = a + inf {f(x)  x ∈ X}. 6. Misalkan A dan B himpunan tak kosong dan terbatas di R, dan A + B = {a + b  a ∈ A, b ∈ B}. Tunjukkan bahwa sup (A + B) = sup A + sup B dan inf (A + B) = inf A + inf B. 7. Misalkan X himpunan tak kosong, f dan g fungsi terdefinisi pada X dan mempun- yai range yang terbatas di R. Tunjukkan bahwa sup{f(x) + g(x)  x ∈ X} ≤ sup{f(x)  x ∈ X} + sup{g(x)  x ∈ X} dan inf{f(x)  x ∈ X} + inf {g(x)  x ∈ X} ≤ inf{f(x) + g(x)  x ∈ X} Berikan contoh yang menunjukkan kapan berlaku kesamaan atau ketaksamaan murni. 8. Misalkan X = Y = {x∈R 0 < x < 1}. Tentukan h : X×Y →R dan h(x,y) = 2x + y. (a). untuk setiap x ∈ X, tentukan f(x) = sup {h(x,y) : y ∈ Y} Kemudian tentukan inf {f(x) x ∈ X}. (b). untuk setiap y ∈ Y, tentukan g(y) = inf {h(x,y) : x ∈ X} Kemudian tentukan sup {g(y) y ∈ Y}. Bandingkan hasilnya dengan bagian (a). 9. Lakukan perhitungan di (a) dan (b) latihan nomor 8 untuk fungsi h : X×Y → R yang didefinisikan dengan
  • 60. Aljabar Himpunan Analisis Real I 58 ( ) h x,y bila x < y 1 , bila x y = ≥    0 , 10. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y → R yang mempunyai range terbatas di R. Misalkan f : X → dan g : Y → didefinisikan dengan f(x) = sup {h(x,y) y ∈ Y}, g(y) = inf {h(x,y) x ∈ X}. Tunjukkan bahwa sup{g(y) y ∈ Y} ≤ inf {f(x)  x ∈ X} Kita akan menuliskannya dengan supinf ( ) y x x,y h ≤ supinf ( ) x y x,y h Catatan, pada latihan nomor 8 dan nomor 9 menunjukkan bahwa ketaksamaan bisa berupa kesamaan atau ketaksamaan murni. 11. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y → R yang mempunyai range terbatas di R. Misalkan F : X → R dan G : Y → R didefinisikan dengan F(x) = sup {h(x,y) y ∈ Y}, G(y) = inf {h(x,y) x ∈ X}. Perkenalkan Prinsip Iterasi Supremum : sup{h(x,y) x ∈ X, y ∈ Y} = sup {F(x)  x ∈ X} = sup {G(y)  y ∈ Y}. Hal ini sering dituliskan dengan sup x,y x,y h( ) = sup x,y x y sup ( ) h = sup x,y y x sup ( ) h 12. Diberikan sebarang x∈R, tunjukkan bahwa terdapat n∈Z yang tungal sehingga n - 1 ≤ x < n. 13. Bila y > 0 tunjukkan bahwa terdapat n ∈ N sehingga 1/2n < y. 14. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat bilangan real positif y sehingga y2 = 3. 15. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa bila a > 0, maka terdapat bilangan real positif z sehingga z2 = a. 16. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat bilangan real positif u sehingga u3 = 2.