Makalah ini membahas tentang evaluasi kinerja dan kompensasi sumber daya manusia. Terdapat beberapa bab yang membahas mengenai pengertian kinerja, penilaian kinerja, motivasi, kepuasan kerja, audit kinerja, dan pelaksanaan audit kinerja.
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
Tugas 1
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Diajukan Untuk Salah Satu Tugas
MK : Evaluasi Kinerja dan Kompensasi
Dosen Pembimbing : Ade Fauji, SE, MM
Dari UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN
OLEH :
SITI JUNAH
11140068
KELAS : 7O-MA
JURUSAN : MANAJEMEN
KONSENTRASI : SUMBER DAYA MANUSIA
PROGRAM PENDIDIKAN : STRATA 1 (S1)
UNIVERSITAS BINA BANGSA
BANTEN
2017
2. 2
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................5
1.2 Masalah....................................................................................................6
1.3 Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.4 Maksud dan tujuan Penulis........................................................................7
1.5 Manfaat penulisan......................................................................................7
1.6 Metode Penulis ..........................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kinerja Sumber Daya Manusia..................................................8
2.1.1 Aspek-Aspek kinerja............................................................................9
BAB III PEMBAHASAN
3.1 H.R Score card (Pengukuran Kinerja SDM)..............................................13
3.1.1 Manfaat penilaian kinerja..................................................................13
3.1.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi orang memiliki motivasi......14
3.1.3 Dampak rendahnya motivasi karyawan.............................................14
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Motivasi dan Kepuasan Kerja....................................................................15
4.1.1 pesan motivasi dalam kinerja ............................................................15
4.1.3 jadwal penguatan...............................................................................27
4.1.4 Penelitian terhadap model penguatan ................................................28
4.1.5 Arti dan pengukuran kepuasan kerja.................................................31
4.1.6 Kejadian dan parameter kepuasan kerja............................................38
4.1.7 Kepuasan kerja dan kepuasan hidup..................................................40
4.1.8 Kepuasan dan Performa Kerja..........................................................41
4.1.9 Penelitian Modern Mengenai Kepuasan ...........................................42
3. 3
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM..................................44
5.1.1 Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja .............................46
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Konsep Audit Kinerja..................................................................................47
6.1.1 Membangun kemampuan sumber daya dan penataan organisasi.50
BAB VII PEMBAHASAN
7.1 Pelaksanaan Audit kinerja...........................................................................51
7.1.1 Pengertian Audit MSDM.............................................................51
7.1.2 Manfaat Audit SDM....................................................................56
7.1.3 Jenis Audit....................................................................................57
7.1.4 Proses Audit SDM.......................................................................62
7.1.5 Pendekatan Audi SDM................................................................64
7.1.6 Alat-Alat Audit.............................................................................66
7.1.7 Jenis-jenis Audit dalam Audit sektor publik................................67
7.1.8 Audit Kinerja Sektor Publik Pemerintah......................................68
7.1.9 Audit Ekonomi dan Efisiensi........................................................70
7.1.10 Audit Efektif.................................................................................72
7.1.11 Struktur Audit Kinerja .................................................................72
7.1.12 Perlunya mmenjaga kualitas Audit sktor publik ..........................74
BAB VIII METODOLOGI PENELITIAN
8.1 Pelaksanaan Audit Kinerja..........................................................................77
8.1.1 Persiapan Audit Kinerja ....................................................................78
BAB IX PENUTUP
9.1 Kesimpulan..................................................................................................79
9.2 Saran.....................................................................................................79
4. 4
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT.Shalawat dan salam selalu tercurah
limpahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpah dan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Evaluasi Kinerja dan Konpensasi.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan,dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan
perkembangan Evaluasi Kinerja dan Konpensasi,makalah ini di susun dengan
berbagai inspirasi baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang
dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya kepada mahasiswa
UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN. Saya sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen
pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya
di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Serang,November 2017
5. 5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
kinerja mempunyai arti yang luas, bukan hanya hasil kerja,tetapi termasuk
bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara
membagi aspek-aspek standar penilaian kerja seseorang karyawan adalah meliputi
: Proses kerja dan kondisi pekerjaan,hasil kerja seorang pegawai dapat dilihat dari
kondisi pekerjaanya, melalui proses kerja tersebut dapat diketahui apakah
pekerjaan yang dikerjakan akan sesuai dengan yang diharapkan, apakah karyawan
dalam bekerja mengalami kesulitan ataukah lancar tanpa hambatan dalam
menyelesaikan pekerjaan.Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan
pekerjaan selalu tepat waktu karena apa yang dikerjakannya sudah di planning
sehingga sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah kesalahan dalam melaksanakaan
pekerjaan penilaian karyawan juga dapat dilihat dari tingkat kesalahan yang
dikerjakannya, seberapa besar kesalahan yang dikerjkannya, seberapa besar
kesalahan yang dilakukan akan menunjukkan bagus/hati-hati atau tidaknya dia
dalam melakukan pekerjaanya. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam
bekerja.
Operasi berjalan dalam suatu organisasi berdasarkan criteria yang
ditetapkan sebelumnya. Pengukuran kinerja adalah suatu penilaian untuk
menentukan seberapa efektifnya suatu sedangkan menurut Joseph Tiffin penilaian
kinerja adalah sebuah penilaian sistematis terhadap karyawan oleh atasannya atau
beberapa ahli lainnya yang paham akan pelaksanaan pekerjaan oleh karyawan
atau jabatan itu, dan menurut Henry Simamora penilaian kerja ialah suatu alat
yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi
juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan.
Salah satu faktor penting yang layak memperoleh prioritas bagi segenap
karyawan adalah kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustrasi,
mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati, berempati, dan kemampuan
bekerjasama. Namun di sejumlah organisasi, apakah itu organisasi perusahaan,
6. 6
pemerintah, sosial politik, maupun pendidikan, kecerdasan emosional seringkali
tidak memperoleh porsi yang wajar sebagai prediktor kinerja, bahkan cenderung
dimarjinalkan. Masalah kecerdasan emosional dibiarkan begitu saja, tanpa
pembinaan dan pengelolaan. Akibatnya banyak karyawan yang lemah kecerdasan
emosionalnya. Masalah kecerdasan emosional yang lemah tersebut ditandai
antara lain dengan perilaku karyawan yang suka terlambat masuk kantor, pulang
lebih awal, menggunakan jam kerja dan peralatan kantor untuk kepentingan
pribadi, mudah marah ketika menghadapi masalah atau ditegur atasan, dan lain-
lain perilaku yang sejenis
1.2. MASALAH
Berdasar kepada latar belakang di atas,bebrapa permasalahan dapat
teridentifiksi sebagai berikut.
1. Kinerja yang mempunyai arti luas bukan hanya hasil kerja,tetapi termasuk
bagaimana proses kerja berlangsung
2. Kinerja dapat mengakibatkan kesalahan prosedur.
3. Motivasi dan kepuasan kerja yang kurang
4. Pelaksanaan audit kinerja yang kurang tertanam
1.3. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang dan masalah yang telah diuraikan sebelumnya dan luasnya
masalah yang di hadapi maka penulis membatasi ruang lingkup makalah ini, agar
sasaran dan pokok pembahasan dapat tercapai dengan baik dan tepat antara lain:
1. Apa pengertian kinerja sumber daya manusia?
2. Apa manfaat penilaian menurut para ahli?
3. Sebutkan teori yang ada dalam motivasi?
4. Apa potensi kecerdasan dan emosional sdm?
5. Apa kapabilitas dan kompentansi sdm?
6. Apa konsep Audit SDM ubtuk membantu perusahaan meningkatkan
kinerja atas pengelolaan SDM?
7. Apa saja yang harus di siapakan untuk pelaksanaan audit kinerja?
7. 7
1.4 MAKSUD DAN TUJUAN PENULIS
Tujuan penulis ini adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi dan Kompensasi.
2. Memahami tentang Evaluasi dan Konpensasi.
3. Mengetahui gambaran Evaluasi dan Konpensasi.
4. Untuk menambahkan wawasan atau pemahaman terhadap pentingnya
Evaluasi dan Kompensasi.
1.5 MANFAAT PENULISAN
1. Dapat menambah wawasan bagi pembaca.
2. Menambah pengetahuan dalam pengetahuan tentang kinerja.
3. Setelah membaca makalah ini di harapkan kita mampu menelaah juga
memahami tentang pentingnya kinerja bagi kita serta dapat mengambil sisi
positifnya dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
1.6 METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan makalah
ini adalah metode kepustakaan. Dimana metode kepustakaan dilaksanakan
dengan mencari bahan dari sumber-sumber yang menunjang dan berkaitan
dengan materi dari makalah ini seperti mempelajari buku-buku, browsing
internet dan sumber lain untuk mendapatkan data untuk pembuatan makalah ini.
8. 8
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kinerja Sumber Daya Manusia
Sebelum melangkah lebih jauh tentang peran kinerja dalam pengembangan
organisasi, kita akan menyimak dulu pengertian dari kinerja itu sendiri, berikut
beberapa ahli yang memberikan gambaran atau teori rentang kinerja itu sendiri.
Menurut Marihot Tua Efendi berpendapat bahwa kinerja merupakan hasil
kerja yang di hasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang di tampilkan
sesui peranannya dalam organisasi. Kinerja karyawan merupakan suatu hal
yang sangat penting dalam usaha orgsnisasi untuk mencapai tujuannya,
sehingga berbagai kegiatan harus di lakukan organisasi untuk meningkatakan,
salah satu di antaranya adalah melalui penilaian kinerja.
Devinisi lain di sampaikan Syafri Mangkruprawira, Kinerja adalah hasil
atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu
di dalam melaksanakan tugas di bandingkan dengan berbagai kemungkinan
seperti standar hasil kerja, target atau sasaran yang telah di tentukan terlebih
dahulu dan telah di sepakati bersama..
Menurut pendapat lain mengatakan pengertian kinerja merupakan hasil
pekerjaan yasng mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi,
kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi dengan
demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang di capai
dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang di kerjakandan
bagaimana cara mengerjakannya
Kinerja merupakan aspek penting dalam upaya pencapaian suatu tujuan.
Pencapaian tujuan yang maksimal merupakan buah dari kinerja tim atau
individu yang baik, begitu pula sebaliknya kegagalan dalam mencapai sasaran
yang telah dirumuskan juga merupakan akibat dari kinerja individu atau tim
yang tidak optimal. Banyak batasan yang dikemukakan oleh para ahli terkait
dengan kinerja. Patricia King misalnya mengatakan bahwa kinerja adalah
9. 9
aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang dibebankan
kepadanya. Mengacu pada pandangan ini, dapat diinterpretasikan bahwa
kinerja seseorang dihubungkan dengan tugas-tugas rutin yang dikerjakannnya.
Berbeda dengan King, Galton dan Simon memandang kinerja atau
“performance” sebagai hasil interaksi atau berfungsinya unsur-unsur motivasi
(m), kemampuan (k), dan persepsi (p) pada diri seseorang. Kinerja seseorang
juga tercermin dari kemampuannya mencapai persyaratan-persyaratan tertentu
yang telah ditetapkan atau yang dijadikan standar. Hal ini sejalan dengan
pengertian kinerja yang diungkapkan oleh Henry Simamora bahwa kinerja
sebagai tingkat terhadap mana para karyawan mencapai persyaratan-
persyaratan pekerjaan. Baik buruknya kinerja tidak hanya dilihat dari tingkat
kuantitas yang dapat dihasilkan seseorang dalam bekerja, akan tetapi juga
diukur dari segi kualitasnya. Mangkunegara mengatakan bahwa kinerja adalah
“hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.” Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja (performance)
merupakan wujud atau keberhasilan pekerjaan seseorang atau organisasi
dalam mencapai tujuannya. Hasil atau kinerja yang dicapai tidak hanya terbatas
dalam ukuran kuantitas, namun juga kualitas.
2.1.1 Aspek-aspek Kinerja
Menurut Dale Furtwengler (2002: 86), aspek-aspek yang terdapat dalam
kinerja meliputi:
1) Kecepatan sangat penting bagi keunggulan bersaing perusahaan.
Kecepatan terakit dengan unsur-unsur: tindakan karyawan mengindikasikan
pemahaman mengenai derajat kepentingan kecepatan dalam lingkungan
persaingan; karyawan melakukan pekerjaan dengan bagus; karyawan
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal; karyawan mencari cara untuk
menyelesaikan pekerjaan rutin dengan lebih cepat.
10. 10
2) Kualitas tidak dapat dikorbankan demi kecepatan. Mengenai kualitas dapat
dilihat beberapa unsur berikut: karyawan bangga terhadap pekerjaannya;
karyawan melakukan pekerjaannya dengan benar sejak awal; karyawan
mencari cara-cara untuk memperbaiki kualitas pekerjaannya
3) Layanan Manfaat kecepatan dan kualitas akan mudah berubah menjadi
layanan buruk. Hal ini dapat dilihat melalui hal-hal berikut: tindakan karyawan
dapat mengindikasikan pemahaman pentingnya melayani kepada para
pelanggan; karyawan menunjukkan keinginannya untuk melayani orang lain
dengan baik; karyawan merespon pelanggan dengan tepat waktu; karyawan
memberikan lebih daripada yang diminta oleh pelanggan.
4) Nilai Pemahaman mengenai nilai sangat penting dalam keputusan
pembelian, penetapan sasaran, menyusun prioritas dan efektivitas kerja.
Sedikitnya ada dua hal yang tercakup dalam aspek nilai, yaitu: tindakan
karyawan mengindikasikan pemahaman mengenai konsep nilai; dan nilai
merupakan sesuatu yang dipertimbangkan oleh karyawan dalam pengambilan
keputusan.
5) Keterampilan interpersonal Keterampilan interpersonal meliputi:
karyawan menunjukkan perhatian pada perasaan orang lain; karyawan
menggunakan bahasa yang memberi semangat kepada orang lain; karyawan
bersedia membantu orang lain; karyawan dengan tulus merayakan keberhasilan
orang lain.
6) Mental untuk sukses Hal ini mencakup unsur-unsur: karyawan memiliki
sikap can do (yakin bahwa ia dapat melakukan apapun); karyawan mencari
cara untuk menambah pengetahuan-pengetahuannya; karyawan mencari cara
untuk memperbanyak pengalamannya; karyawan realistis dalam mengukur
kemampuannya.
7) Terbuka untuk berubah Kondisi ini terkait dengan hal-hal berikut:
karyawan bersedia menerima perubahan; karyawan mencari cara baru untuk
11. 11
menyelesaikan tugas lama; tindakan karyawan mengindikasikan sifat ingin
tahu; karyawan memandang perannya sebagai peran.
8) Kreativitas meliputi: karyawan menunjukkan kreativitas dalam
pemecahan masalah; karyawan menunjukkan kemampuan untuk melihat
hubungan antara masalah-masalah yang kelihatannya tidak berkaitan;
karyawan dapat mengambil konsep abstrak dan mengembangkannya menjadi
konsep yang dapat diterapkan; karyawan menerapkan kreativitasnya pada
pekerjaan sehari-hari.
9) Keterampilan berkomunikasi Keterampilan berkomunikasi meliputi:
karyawan menampilkan gagasan logis dalam bahasa yang mudah dipahami;
karyawan menyatakan ketidaksetujuannya tanpa menciptakan konflik;
karyawan menulis dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tepat;
karyawan menggunakan bahasa yang bernada optimis.
10) Inisiatif Insiatif mencakup hal-hal sebagai berikut: karyawan selalu
bersedia membantu orang lain jika pekerjaanya telah selesai; karyawan ingin
selalu terlibat dalam proyek baru; karyawan selalu berusaha mengembangkan
keterampilannya di luar tempat kerja; karyawan menjadi sumber gagasan untuk
perbaikan kinerja.
11) Perencanaan organisasi Perencanaan meliputi: karyawan selalu membuat
jadwal personal; karyawan bekerja berdasarkan jadwal tersebut; karyawan
selalu memutuskan dahulu pendekatan yang akan digunakan pada tugasnya
sebelum memulainya.
Kinerja di pengaruhi oleh faktor-faktor intrisik dan ekstrinsik yaitu sebagai
berikut:
1. Unsur intrinsik antara lain :
a. Pendidikan Tingkat
Tingkat pendidikan seseorang dapat di lihat dari penguasaan
pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam pengusaan bidang ilmu
12. 12
tertentu. Dalam hal ini, kecerdsan intelektual akan di ikuti oleh sikap
menghadapi permasalahan dan keterampilan menganalisis dan mencari
alternatif pendekatan masalah.
b. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang terkait dengan kompetensi dalam
pekerjaannya. Semakin tinggi tingkat pemahaman seseorang maka
semakin tinggi daya inovatif dan produktivitas kerjanya.
c. Tingkat Keterampilan
Tingkat Keterampilan seseorang terkait dengan penguasaan
penerapan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki seseorang yang
di peraktekkan dalam pekerjaannya.
a. Sikap Motivasi Terhadap Kerja
Sikap motivasi karyawan terhadap pekerjaan akan berpengaruh
terhadap kinerja yang dicapainya. Makin tinggi dorongan seseorang
terhadap pelaksanaan kerjanya semakin tinggi kinerjanya.
b. Tingkat Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja seseorang dalam bekerja merupakan akumulasi
dari keberhasilan dan kegagalan serta gabungan dari kekuatan dan
kelemahan di dalam melaksanakan pekerjaan tersebut, seseorang
memperoleh pembelajaran untuk berprilaku yang lebih baik.
13. 13
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 H.R SCORE CARD (PENGUKURAN KINERJA SDM)
Pengukuran kinerja adalah Suatu penilaian untuk menentukan
seberapa efektifnya suatu operasi berjalan dalam suatu organisasi berdasarkan
criteria yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Joseph Tiffin
penilaian kinerja adalah sebuah penilaian sistematis terhadap karyawan oleh
atasannya atau beberapa ahli lainnya yang paham akan pelaksanaan pekerjaan
oleh karyawan atau jabatan itu, dan menurut Henry Simamora penilaian kerja
ialah suatu alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para
karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan
karyawan.
Pendapat yang tidak jauh berbeda juga di sampaikan oleh
Handoko, ia mengatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah proses melalui
mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan,
kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan
memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
3.1.1 Manfaat penilaian kinerja
Manfaat utama dari dilakukannya penilaian kinerja adalah untuk
memaksimumkan tingkat motivasi karyawan sehingga sasaran organisasi
dapat tercapai.
3.1.2 Faktor-faktor yang memperngaruhi orang memiliki motivasi :
Sasaran Organisasi yang menantang
Kinerja dan penghargaan
Penghargaan yang memuaskan tujuan pribadi karyawan. Karyawan
akan puas jika penghargaan dianggap adil sehingga muncul motivasi.
14. 14
3.1.3 Dampak rendahnya motivasi karyawan :
Kurang perduli terhadap pekerjaan dan organisasi
Tidak masuk kerja / kurang disiplin
Tingginya tingkat perputaran karyawan dll
Sedangkan manfaat penilaian kinerja menurut T. Hani Handoko,
Jennifer M. George & Gareth R. Jones dan Sondang P. Siagian adalah sebagai
berikut :
1. Perbaikan prestasi kerja
2. Penyesuaian kompensasi
3. Keputusan penempatan
4. Kebutuhan latihan dan pengembangan
5. Perencanaan dan pengembangan karier
6. Memperbaiki penyimpangan proses staffing
7. Mengurangi ketidak-akuratan informasi
8. Memperbaiki kesalahan desain pekerjaan
9. Kesempatan kerja yang adil
10. Membantu menghadapi tantangan eksternal
15. 15
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
4.1.1 Peran Motivasi dalam Kinerja
Berbagai konsep ringkasan untuk menjelaskan pola perilaku yang
menghasilkan, mengarahkan dan memelihara usaha tertentu sering dikatakan
sebagai Motivasi.Dimana, hasil dari berbagai konsep tersebut akan terlihat dari
bagaimana seorang individu bersikap dalam kehidupannya sehari-hari.
Besarnya motivasi dari seseorang akan berdampak pada sikapnya dalam
melaksanakan pekerjaannya. Ketika seseorang melaksanakan pekerjaannya
dengan baik dan benar, ia dapat dikatakan memiliki semangat dan motivasi
yang tinggi terhadap pekerjaan tersebut. Dan sebaliknya, ketika seseorang tidak
melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan benar serta terlihat tidak serius
dalam pekerjaan itu, ia dapat dikatakan tidak memiliki motivasi terhadap
pekerjaan itu.
Terkadang motivasi tidak dapat menjadi patokan seseorang itu melakukan
suatu pekerjaan dengan baik. Hal tersebut disebabkan adanya individu yang
memiliki kemampuan dasar dalam bidang tersebut sehingga ia tidak
memerlukan motivasi yang besar untuk dapat melakukan pekerjaan tersebut.
Motivasi dapat mempengaruhi cara kerja individu yang memiliki kemampuan
yang terbatas terhadap suatu pekerjaan, namun tidak semua individu tersebut
dapat menerima dan menerapkan motivasi tersebut.
Masalah praktis motivasi ini menarik minat psikolog I/O dengan
sangat baik, tetapi mereka mencari solusi dengan cara yang berbeda. Mereka
percaya bahwa memahami bagaimana menguasai masalah motivasi dimulai
dengan memahami kekuatan untuk menghasilkan, mengarahkan, dan
memelihara usaha/upaya—yaitu ,dengan mengembangkan teori motivasi yang
layak. Ada banyak teori yang ada. Ada banyak cara untuk mengelompokkan,
atau mengklasifikasikan teori-teori itu. Pengelompokan yang digunakan di sini
adalah sederhana dan sesuai dengan tujuan lebih baik daripada alternatif, tetapi
16. 16
sampai sekarang tidak ada satu metode klasifikasi yang telah memperoleh
penerimaan umum.
Salah satu pendekatan yang paling tua dan paling abadi untuk
mempelajari motivasi didasarkan atas dasar pikiran bahwa perilaku dimotivasi
oleh kebutuhan dasar manusia.Hipotesis yang terkait adalah bahwa ciri-ciri
kepribadian tertentu adalah penentu penting usaha atau upaya kerja.Kedua
kebutuhan dan karakteristik kepribadian adalah variabel perbedaan individu
yang tidak dapat diamati secara langsung; mereka disimpulkan dari perilaku
yang diamati.
A. Teori Disposisional Motivasi Kerja
Teori Disposisional motivasi mengidentifikasi karakteristik
individu sebagai sumber dari kekuatan yang menghasilkan, mengarahkan, dan
mengatur usaha yang dikeluarkan oleh perilaku tertentu. Need Theories,
didasarkan pada premis bahwa orang-orang mengerahkan upaya dalam
perilaku yang memungkinkan mereka untuk mengisi kekurangan dalam
kehidupan mereka, hal ini membuat jumlah terbesar dari teori ini. Sejauh ini,
pernyataan teoritis yang paling terkenal untuk kategori ini adalah teori
Abraham Maslow (Maslow Needs Hierarchy).
B. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow adalah seorang psikolog klinis. Berdasarkan pengalamannya
sebagai seorang dokter, ia mempostulatkan bahwa seseorang memiliki suatu set
umum lima kebutuhan yang dapat diatur dalam sebuah hierarki penting.
Kebutuhan yang paling dasar, salah satu yang harus dipenuhi pertama kali,
adalah kebutuhan psikologis; ini diikuti oleh pentingnya kebutuhan keamanan,
sosial, dan harga diri.Di bagian atas hirarki adalah kebutuhan yang
dipostulatkan pemenuhan diri (self-fulfillment).
Menurut teori Maslow, setiap kebutuhan harus dipenuhi sebelum
memotivasi perilaku berikutnya; dalam situasi kerja, ini berarti bahwa orang-
orang mengerahkan usaha untuk mengisi kepuasan kebutuhan yang
terendah.Seseorang baru memulai mungkin bekerja untuk membayar uang
pendidikan dan menyediakan makanan dan tempat tinggal (memenuhi
17. 17
kebutuhan fisiologis dan keamanan).Ia akan diharapkan untuk bekerja keras
untuk kenaikan gaji karena ini akan membantu memenuhi kebutuhan tersebut
secara lebih lengkap. Orang lain mungkin akan bekerja terutama untuk
persahabatan dan rasa memiliki (kebutuhan sosial), dan kenaikan gaji bukanlah
suatu motivasi.
Teori Maslow memungkinkan untuk variasi dimana orang-orang
berdiri di atas hirarki, tapi untuk menerapkan teori dalam suasana kerja telah
berfokus hampir secara eksklusif pada tingkat atas pemenuhan kebutuhan (self-
actualization). Keyakinannya adalah bahwa seseorang akan mengerahkan
usaha lebih banyak dalam pekerjaan akan terasa menarik dan menantang dan
memungkinkan mereka secara pribadi telah mengontrol
Teori Maslow telah dipublikasikan lebih dari setengah abad yang
lalu.Itu adalah penelitian yang cukup menarik minat pada saat itu, namun
ketertarikan ini hampir seluruhnya mati beberapa tahun lalu disebabkan adanya
nonsupport untuk proposisi dasar.Di antara praktisi manajer, mahasiswa, dan
banyak konsultan manajemen, bagaimanapun, "segitiga Maslow" telah sangat
influental.
C. Teori ERG Alderfer
Sebuah teori motivasi kerja didasarkan pada hirarki kebutuhan Maslow,
tetapi menggabungkan perubahan penting, diusulkan oleh Alderfer. Teori ERG
mengadakan hipotesis tiga set kebutuhan mulai dari yang paling tinggi ke
paling konkret (dasar). Kebutuhan ini—Existence (E), Relatedness (R), dan
Growth (G)—pada dasarnya adalah pengaturan kembali hierarki Maslow,
tetapi rigid ordering hirarkinya itu bukan bagian dari ERG Theory.
18. 18
Menurut ERG Theory, jika upaya untuk memenuhi kebutuhan pada satu
level itu secara terus menerus mengalami frustasi, individu mungkin
mengalami kemunduran (jatuh lagi) kepada perilaku kebutuhan yang lebih
konkret. Karyawan tidak dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan dirinya
pada pekerjannya mungkin menyudahi untuk melakukan itu lebih baik jika
tetap bekerja dan memenuhi kebutuhan sosial yang lebih rendah.
D.Teori Dua Faktor Herzberg
Teori motivasi dua-faktor Herzberg didasarkan pada pembagian hirarki
Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah. Menurut Herzberg, hanya kondisi
yang memungkinkan orang untuk mengisi kebutuhan tingkat atas untuk
penghargaan dan aktualisasi diri yang dapat meningkatkan motivasi kerja.
Sebuah organisasi harus memungkinkan karyawan untuk memenuhi kebutuhan
tingkat bawah melalui kerja sehingga dapat mencegah mereka meninggalkan
organisasi, tapi mampu memenuhi kebutuhan tersebut tidak mempengaruhi
motivasi kerja mereka.
Dalam teori dua faktor, kondisi kerja yang memungkinkan orang untuk
memenuhi kebutuhan tingkat atas disebut motivator. Di antara faktor-faktor
motivator yang diidentifikasi oleh Herzberg adalah pencapaian, pengakuan,
tanggung jawab, kesempatan untuk maju, dan ketertarikan bekerja.Faktor-
faktor ini, menurut teori, mempengaruhi kepuasan kerja dan mengarah kepada
motivasi kerja yang lebih besar.Kondisi yang relevan dengan kebutuhan tingkat
rendah meliputi jenis pengawasan, kebijakan perusahaan, hubungan dengan
rekan kerja, kondisi kerja fisik, dan pembayaran.
Oldham dan Hackam mengidentifikasi apa yang mereka yakini adalah
lima karakteristik dasar (disebut inti dimensi) dari pekerjaan:
1 Skill Variety
Pekerjaan yang memerlukan berbagai keterampilan yang berbeda
adalah lebih berarti daripada yang hanya memerlukan satu keterampilan.
2 Task Identity
Pekerjaan yang merupakan keseluruhan karya dari pekerjaan adalah lebih
berarti daripada yang terdiri dari beberapa bagian dari seluruh pekerjaan.
19. 19
3 Task Significance.
Pekerjaan yang memiliki kepentingan dididentifikasi oleh orang lain
adalah lebih berarti dibandingkan mereka yang tidak.
4 Otonomi
Pekerjaan yang memungkinkan kemerdekaan seseorang, kebebasan, dan
otoritas pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kinerja pekerjaan
adalah lebih berarti daripada mereka yang tidak.
5 Job Feedback
Pekerjaan yang menyediakan umpan balik tetap mengenai kinerja
karyawan adalah lebih berarti daripada mereka yang tidak.
Lima dimensi inti (faktor motivator dalam teori Herzberg) yang berteori
untuk mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan dengan menciptakan tiga
keadaan psikologis kritis dalam benak pemegang pekerjaan.Skill variety, task
identity, dan task significance berkontribusi untuk mengalami kebermaknaan
dalam pekerjaan, keyakinan bahwa salah satu pekerjaan adalah penting dan
berharga.Otonomi diyakini mengarah pada tanggung jawab atas hasil kerja,
dan umpan balik untuk pengetahuan atau hasil bagi individu yang
bersangkutan. Hubungan ini terlihat pada model karakteristik pekerjaan.
E. Teori Motivasi Berprestasi McClelland
Kebutuhan pencapaian (n'Ach) adalah hipotesis menjadi kebutuhan belajar
yang baik atau tidak dikembangkan di masa kanak-kanak. Menurut McClelland
(1961), orang-orang dengan kebutuhan untuk pencapaian akan lebih berupaya
untuk bekerja dibanding dengan orang tanpa kebutuhan ini (hal-hal lain
dianggap sama). Hal ini memotivasi keinginan untuk pencapaian seimbang
terhadap keinginan untuk menghindari kegagalan, bagaimanapun, perilaku
dapat diarahkan pada tujuan-tujuan perantara, bukan kesulitan tinggi.
Sebuah fitur unik dari teori n'Ach motivasi kerja adalah hipotesis bahwa
orang-orang yang memiliki level rendah dari kebutuhan ini dapat dilatih untuk
mengembangkan hal itu. Atau, hal itu mungkin berkembang dalam konteks
kerja sebagai orang mengalami pencapaian manfaat secara langsung.Dalam
20. 20
salah satu studi terkenal perwakilan reservasi telepon airline, misalnya,
motivasi berprestasi yang ditemukan berhubungan dengan kinerja empat
hingga delapan bulan setelah pelatihan, tapi tidak dalam tiga bulan pertama di
tempat kerja.
Kebutuhan pencapaian teori motivasi kerja telah lebih sukses dari sudut
pandang empiris daripada teori-teori kebutuhan yang didasarkan pada hipotesis
Maslow. Tampaknya ada hubungan antara mengukur kebutuhan dan perilaku
kerja tertentu, dan ini tetap menjadi area yang cukup aktif bagi penelitian
psikologi I/O.
4.1.2 Kepribadian dan Motivasi
Kemajuan konseptual dan empiris dalam studi kepribadian telah
menjadikan test kepribadian sebagai salah satu cara menyaring dan menyeleksi
karyawan. Jika tes ini berlaku untuk seleksi dalam beberapa situasi, maka
kepribadian berhubungan pada performa kerja dalam situasi ini.Beberapa
penelitan menyarankan kemungkinan yang menarik. Pertama, traits yang
spesifik seperti kewaspadaan ( e.g, Barrick & Mount, 1991) dan disiplin diri
(e.g, McHenry, Hough, Toquam, Hanson, & ashworth, 1990) telah menemukan
hubungan positif antara performa kerja dengan pekerjaannya. Kedua, peneliti
telah menemukan beberapa variable tipe kepribadian individu yang berbeda
(seperti self-awareness yang tinggi) yang diasosiasikan dengan Self Regulation
yang baik akan mempengaruhi individu dalam menyelesaikan tugasnya (e.g,
Campion & Lord, 1982; Kuhl, 1985). Ketiga, kesulitan tujuan yang ditetapkan
individu untuk diri mereka sendiri mungkin berhubungan dengan ciri-ciri
kepribadian tertentu (e.g, Gellatly, 1996).Terakhir, seperti yang telah
dijelaskan oleh Kanfer (1994), beberapa peneliti mulai mengeksplorasi
hubungan antara variabel kepribadian dan mengolah informasi kognitif karena
mempengaruhi kinerja tugas yang kompleks.
Memang terlalu dini untuk berbicara tentang teori kepribadian motivasi
yang sebenarnya, tetapi literatur pada subjek menjelaskan bahwa kepribadian
dapat menambahkan sesuatu yang baru pada kemampuan psikolog I/O untuk
21. 21
memprediksi perbedaan dalam upaya bahwa seseorang berusaha dalam
perilaku kerja yang efektif.
C. Teori Kognitif Motivasi Kerja
Dari perspektif kognitif, motivasi adalah pilihan sadar dibuat atas
dasar proses pengambilan keputusan yang kompleksuntuk menimbang
alternatif, biaya, manfaat, dan kemungkinan untuk mencapai hasil yang
diinginkan.Toeri kognitif motivasi tidak mendapat tempat yang signifikan
dalam literature psikolog I/O sampai pada tahun 1960-an.
1. General Expectancy Theory
General Expectancy Theory didasarkan pada premis bahwa hal itu adalah
harapan bahwa upaya yang diberikan dalam kegiatan tertentu akan
mengakibatkan hasil yang diinginkan yang menentukan motivasi. General
Expectancy Theory adalah teori harapan dimana individu berharap bahwa
usaha yang dilakukannya akan membawa hasil dan bisa meningkatkan
motivasinya. Ada empat variabel yang berinteraksi dalam sebuah mode
perkalian untuk menghasilkan tingkat usaha tertentu.
1. Effort-performance ecpectancy. Harapan ini adalah keyakinan bahwa
usaha akan melunasi dalam tingkat kinerja yang diinginkan. Hal ini
diungkapkan dalam pernyataan resmi sebagai kemungkinan mulai dari nol
sampai 1,00. Probabilitas ini sangat dipengaruhi oleh, persepsi orang
terhadap keterampilan dan pengetahuan pekerjaannya, harapan orang lain
dan dukungan yang diberikan oleh kondisi kerja, rekan kerja, dan variabel
lingkungan lainnya. Usaha akan dibayar pada level performa yang
diinginkan
2. Performance-outcome expectancy. Ini adalah konsep probabilitas mirip
denganeffort-performance expectancy, tetapi performance oucome
expectancy ini mencerminkan keyakinan bahwa kinerja akan diikuti oleh
tujuan tertentu, atau level pertama, yaitu outcomes. Outcomes ini meliputi
segalanya mulai dari meningkatkan promosi, dan rasa keberhasilan atas
22. 22
pengakuan, lebih banyak pekerjaan, dan waktu kerja yang lebih lama.
Harapan-harapan sebagai mana hasil ini cenderung mengikuti tingkat
kinerja tertentu tergantung pada tingkat yang cukup tentang apa yang telah
terjadi kepada individu dan kepada orang lain di masa lalu. Harapan bahwa
usaha yang dilakukan individu akan memabawa kepada outcomes yang
baik.
3. Instrumentality.. Instrumentality merujuk pada kegunaan dari satu
perilaku atau outcome untuk mencapai sesuatu yang lain yang dinilai; ini
merefleksikan bahwa ada hubungan antara dua hal. Seorang individu yang
percaya bahwa ada hubungan yang kuat antara tingkat usahanya di tempat
kerja dan jumlah uang yang ia dapat membuat personal efffort merasakan
memiliki nilai instrumental yang tinggi (kegunaan) untuk mencapai level
pertama dari pekerjaan (uang).
Nilai instrumental ini sangat relevan untuk mancapi level kedua
dari pekerjaan. Bonus (outcome level pertama) dapat meningkatkan status
sosial di lingkungan tempat tinggalnya (outcome level kedua) dengan
bergabung ke klub yang prestisius, misalnya.
4. Value. Baik outcomes level pertama dan outcomes level kedua memiliki
nilai-nilai terkait (kadang-kadang disebut valensi), sebuah variabel yang
merefleksikan bagaimana menariknya outcomes bagi individu. Kenaikan
(hasil tingkat pertama) yang berlangsung dengan promosi dapat memiliki
nilai positif yang tinggi karena itu merupakan instrumen yang bernilai
positif dalam mencapai tingkat kedua hasil bagi karyawan, seperti standar
hidup yang lebih baik. Tetapi promosi jabatan ini juga memiliki nilai yang
negatif, yaitu ketika jam kerja mulai bertambah lama ynag mengakibatkan
waktu untuk luang individu semakin berkurang.
Bersama-sama, effort-performance ecpectancy, performance-
outcome expectancydan values ditempatkan pada outcome level pertama
dan outcome level keduadimana usaha merupakan nilai instrumental
untuk menentukan motivasi.
23. 23
2. Balance Theory : Adams’s Equity Theory
Pemikiran dasar dibalik teori kognitif dari motivasi kerja yang
disebut teori keseimbangan adalah apa yang kebanyakan orang berusaha
untuk menyeimbangkan antara usaha dan hasilnya. Versi yang paling
bagus dari pendekatan motivasi ini adalah Teori Equity dari Adam (1963,
1965). Menurut Adam, orang membandingkan output dan input mereka
dengan orang lain. Outcome termasuk pembayaran, status dan tingkat
pekerjaan. Input yang penting adalah skill, pengetahuan, pengalaman,
lama bekerja, dan pendidikan. Perbandingannya seperti ini:
Self-outcomes Other’s
outcomes
Self-inputs Other’s inputs
Jika karyawan bisa mengganti kata versus dengan kata equal
(seimbang), inilah yang disebut keadilan dan teori memprediksikan bahwa
individu ini akan melanjutkan tingkat pekerjaanya dan performanya.
Menurut teori Inequity, suatu perasaan tidak seimbang akan
outcomes dan inputs diri relative terhadap orang lain membawa
keseimbangan kembali. Tabel dibawah menunjukkan penambahan usaha
yang diprediksi oleh teori dibawah kondisi tidak adil dijelaskan dalam
jumlah pembayaran untuk pekerjaan.
24. 24
Prediksi Teori Keseimbangan akan Respon Karyawan dengan
Pembayaran yang Tidak Adil
Underpayment Overpayment
Hourly Payment Subjek yang
dibayar kurang dari
jam kerja akan
menghasilkan
kualitas rendah
daripada yang
dibayar sesuai
Subjek yang dibayar
lebih dari jam kerja
akan menghasilkan
ouput dengan
kulaitas tinggi
daripada yang
dibayar sesuai
Piece-Rate PaymentSubjek yang
dibayar kurang dari
perbagian akan
menghasilkan
banyak barang
kualitas rendah..
Subjek yang dibayar
lebih akan
menghasilkan lebih
sedikit barang
berkualitas yang
lebih tinggi
Dua kondisi yang tidak seimbang muncul dalam table. Pembayaran yang
kurang (underpayment) adalah kondisi dimana payment diterima kurang dari
produksi. Teori Equity memprediksikan bahwa kuantitas dan kualitas atau
keduanya akan menurun, tergantung dari basis pembayaran. Sebaliknya
kelebihan pembayaran (overpayment) adalah ketidakseimbangan situasi
dimana outcomes diterima lebih dari kontribusinya. Dalam kasus ini, teori
tersebut memprediksi bahwa kuantitas atau kualitas akan meningkat.
Tidak semua yang tidak mampu membenarkan ketidakseimbangan
kompensasi yang diterima dalam situasi pekerjaan meninggalkan pekerjaan
mereka. Beberapa tidak mampu, beberapa sepertinya tidak sensitif dengan
ketidakseimbangan. Sementara banyak orang akan mengatakan mereka lebih
suka dunia dimana orang diperlakukan adil, ada beberapa orang yang percaya
meraka harus ada relative dari pada orang lain.
25. 25
Procedural justice adalah istilah digunakan untuk menjelaskan kejujuran
dari proses dimana keputusan dari sebuah tindakan diambil. Persepsi prosedur
yang curang sering membuat orang merasa bermusuhan dan marah.
Ada banyak aktvitas organisasi dimana prinsip procedural yang adil bisa
diaplikasikan. Diantaranya yang penting adalah seleksi (termasuk seleksi untuk
naik pangkat), penilaian performa, menentukan gaji dan bonus, serta
pengaturan performa standar.
3. Locke’s Goal Setting Theory
Pendapat bahwa prilaku manusia memiliki tujuan adalah pusat prinsip
dari goal-setting yang muncul untuk motivasi: orang men-set tujuan untuk
mereka sendiri dan mereka termotivasi untuk bekerja menuju tujuan mereka
karena mendapatkannya merupakan penghargaan. Aplikasi terkenal dari
gagasan ini adalah Locke (1968), yang mengatakan bahwa orang yang men-set
diri mereka sendiri untuk tujuan yang tinggi menggunakan lebih banyak usaha
dan melakukannya lebih baik.
Ada banyak laboratorium penelitian untuk mendukung hipotesis bahwa
tujuan yang lebih sulit lebih diasosiasikan dengan penampilan yang lebih baik
dari pada tujuan yang mudah. Lapangan penelitian juga suportif, terutama
dengan proporsi dari tujuan mereka sendiri adalah kritis untuk motivasi dan
tujuan yang spesifik dan cukup sulit lebih efektif daripada perintah samar
seperti “lakukan yang terbaik”. Dalam penelitian ini, mungkin untuk
mengidentifikasi beberapa komponen untuk meningkatkan motivasi pekerja. 5
prinsip tersebut sebagai berikut :
1. Tujuannya harus lebih spesifik. Tujuan spesifik membuat orang lebih
mengerti apa yang dibutuhkan.
2. Tujuannya harus berada diantara level kesulitan sedang hingga tinggi.
Secara keseluruhan, penelitian mendukung ide bahwa tujuan yang lebih sulit
membuat penampilan lebih baik daripada tujuan biasa.
3. Karyawan harus menerima tujuan. Maksudnya dia harus mau berusaha
untuk mencapainya.
26. 26
4. Karyawan harus menerima umpan balik tentang kemajuannya sehubungan
dengan tujuannya. Umpan balik membantu kemajuan seseorang dengan
mengidentifikasi bahwa usaha lebih diperlukan.
5. Tujuan yang di-set bisa lebih parsitipatif untuk mencapai tujuan.
Berpartisipasi dalam mencapai tujuan membantu seseorang mengerti apa yang
diharapkan darinya.
Psikolog I/O dan yang lainnya terus mengikuti perhatian aktif dalam mengatur
tujuan sebagai motivasi yang berpengaruh, tidak seperti teori kognitif lainnya.
5 prinsip dasar akan terus dikembangkan, tetapi penelitian sekarang lebih focus
pada bagaimana dan kenapa pengaturan tujuan berhasil daripada apa yang
dilakukannya.
D. Model Penguatan Motivasi Kerja
Pendekatan penguatan motivasi tidak dikembangkan sebagai
teori motivasi. Pada kenyataannya, itu bukan teori sama sekali, tapi satu set
prinsip-prinsip yang berkaitan dengan perilaku hasil. Prinsip-prinsip ini telah
ditarik dari data akumulasi awalnya dalam perilaku belajar dari pengaturan
laboratorium.Sebagai pendekatan motivasi untuk bekerja, model terdiri dari
ekstrapolasi penguatan belajar prinsip dengan perilaku orang di tempat
kerja.Tiga dari prinsip-prinsip ini merupakan kepentingan utama.
1 . Orang-orang terus melakukan hal-hal yang memiliki hasil yang
memuaskan. Hadiah memperkuat kemungkinan bahwa mereka akan
mengulangi perilaku mereka.
2. Orang menghindari melakukan hal-hal yang mengakibatkan hukuman.
Hukuman mengurangi kemungkinan bahwa perilaku berikut akan terjadi lagi.
3. Orang-orang akhirnya berhenti melakukan hal-hal yang tidak
menguntungkan atau menghasilkan hukuman. Perilaku yang memiliki hasil
yang netral akan hilang cepat atau lambat.
Diterapkan untuk motivasi kerja, penguatan prinsip di tempat kerja adalah
fungsi usaha langsung sejauh mana hubungan antara pekerjaan dan perilaku
reward telah dibangun dan diperkuat. Jika Anda bekerja keras dan melakukan
27. 27
apa yang diharapkan telah dihargai lebih dari mereka telah dihukum atau
diabaikan, seorang individu akan terus melanjutkan perilaku tersebut. Jika, di
sisi lain, hasil dari upaya kerja telah dihukum dalam beberapa cara bagi
perorangan, perusahaan akan berkurang. Usaha kerja juga berkurang, tapi lebih
secara bertahap, ketika ternyata tidak dihargai atau dihukum.
Sebuah pendekatan penguatan murni motivasi yang didasarkan pada efek
bahwa penguatan dari lingkungan memiliki usaha kerja—yaitu, extrinsic
reinforcement. Penguatan ini disediakan oleh informal reward, misalnya
pujian atau pengakuan, sama baiknya oleh reward organisasi formal, misalnya,
bonus, tugas kerja menarik, kantor yang lebih besar, atau promosi. Kebanyakan
psikolog I/O yakin bahwa intrinsic reinforcement (reward yang ”diberi” untuk
dirinya sendiri, misalnya rasa bangga dan perasaan prestasi) yang juga penting
untuk motivasi kerja; beberapa orang yakin itu relatif lebih penting.
4.1.3 Jadwal Penguatan
Hal ini tidak praktis untuk menilai setiap peristiwa dan setiap upaya
perilaku yang diinginkan pada bagian dari setiap karyawan dalam organisasi
setiap kali itu terjadi, dan tidak diperlukan. Waktu studi penghargaan (dari
jadwal penguatan, dalam bahasa psikologi) menunjukkan bahwa perilaku akan
berlangsung untuk waktu yang cukup lama jika hanya sesekali diperkuat. Ada
empat jadwal penguatan dasar. Jadwal tetap secara konsisten hadir, baik setelah
periode tertentu, dalam kasus yang disebut jadwal interval tetap, atau setelah
perilaku tertentu, dalam hal ini disebut rasio tetap (setelah setiap 100 unit
produksi, misalnya ).
Berdasarkan jadwal variabel penguatan, penghargaan diberikan kepada
interval yang berbeda. Jika perilaku independen interval (karyawan menerima
"baik dilakukan" setiap kali bos akan berpikir), jadwal itu disebut interval. Jika
penghargaan variabel datang setelah berbagai jumlah perilaku, disebut jadwal
rasio variabel.
Data dari ribuan percobaan tidak meninggalkan keraguan bahwa tingkat
kinerja tertinggi dari setiap perilaku jangka panjang diperoleh melalui
28. 28
penggunaan jadwal variabel rasio.Sesekali pola penguatan dalam interval tak
terduga dengan mudah sesuai dengan kendala dari organisasi modern yang
sibuk, setidaknya sejauh sebagai perilaku yang bersangkutan dengan penguat
informal.
Sistem penghargaan formal adalah sebuah organisasi yang berbeda sama
sekali. Sebuah perusahaan di mana gaji kadang-kadang datang hari terpisah
dan kadang-kadang bulan terpisah dan karyawan tidak pernah tahu kapan harus
mengharapkan (penguatan intermiten) akan tidak mungkin untuk eksis dengan
waktu lama. Masalah praktis tidak menjadi perhatian untuk memperkuat
model.Namun, titik penting adalah bahwa harus ada penguatan perilaku kerja
yang diinginkan jika Anda ingin melanjutkan.Sebuah tinjauan penelitian
tentang jadwal penguatan dan diskusi tentang beberapa isu utama yang terlibat
ditemukan di Latham dan Huber (1992).
4.1.4 Penelitian Terhadap Model Penguatan
Model adalah harapan masyarakat ke depan. Pentingnya mengetahui hal
yang terjadi di masa lalu berguna hanya sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi keyakinan tentang apa yang akan terjadi di masa depan.
Penguatan model diilustrasikan dalam Gambar 6-4 menggunakan kinerja
sebagai contoh, tetapi ditekankan bahwa model ini didirikan dalam konteks
yang sangat berbeda. Untuk memperoleh bukti untuk validitas dari model
motivasi kerja, maka perlu menentukan apa yang menjadi prinsip-prinsip
generalisasi perilaku-perilaku dalam organisasi. Contoh yang paling terkenal
seperti tes kasus Emery Air Freight ("Pada Air Freight Emery," 1973). Di
antara aplikasi lain dari prinsip-prinsip ini, penguatan program yang positif
untuk mendorong karyawan mengambil keuntungan penuh pada setiap
pengiriman kontainer Emery menyelamatkan lebih dari setengah juta dolar per
tahun (penghematan yang signifikan pada saat itu).
Sebagian besar penelitian di lapangan pada penguatan model telah
digunakan sebagai subjek dari penjual. Luthans, Paul, dan Baker (1981)
melaporkan peningkatan yang signifikan dalam kinerja penjualan ritel dalam
29. 29
tiga aspek sementara dengan membayar petugas kuliah cuti dan tunjangan
lainnya dibuat tergantung pada kinerja mereka. Sebuah penurunan yang
signifikan dalam ketidakhadiran di antara mata pelajaran juga diamati.
Kesimpulan yang sama dicapai oleh Casey (1989), 18 eksperimen terakhir
seperti dalam bidang penjualan.
Pengaturan kerja lainnya yang sering digunakan dalam studi model
memperkuat industri jasa makanan. Dalam salah satu penelitian terhadap tiga
restoran tradisional, dilakukan pengubahan metode dengan membayar server
dari upah per jam pada sistem tergantung pada nilai dolar makanan penjualan
meningkat, baik produktivitas dan pendapatan per jam kerja (George &
Hopkins, 1989).
Tidak setiap penelitian mencapai hasil yang positif dan signifikan, juga
tidak selalu praktis (atau bahkan dianjurkan) untuk mengambil rute ini untuk
meningkatkan motivasi dalam sebuah organisasi. Tidak ada keraguan,
bagaimanapun, prinsip-prinsip yang berasal dari pembelajaran laboratorium
berlaku untuk perilaku orang dalam pengaturan kerja.
Banyak penelitian penguatan positif kontemporer dalam pengaturan
organisasi diarahkan lebih ke arah menemukan apa insentif (reward yang
dijanjikan) yang paling efektif dengan kategori pekerja tertentu dibandingkan
untuk menunjukkan penghargaan pekerjaan. Psikolog juga membuat
pertanyaan dan masalah yang terkait dengan penggunaan efektif prinsip
penguatan positif untuk penggunaan tim kerja menjadi semakin populer.
Evolusi memikirkan insentif di tempat kerja ditinjau oleh Peach dan Gelatik
(1992).
Psikolog dan orang lain yang mempelajari perilaku orang di tempat kerja
tahu bahwa penguatan positif dapat meningkatkan usaha kerja. Banyak manajer
yang besar (dengan atau tanpa bantuan psikolog) juga menghargai nilai
manfaat, tetapi masalah penyediaan insentif yang efektif dalam iklim keuangan
yang ketat dapat mengganggu.Apa yang bisa menawarkan manajer agar tidak
melanggar anggaran? Contoh-contoh berikut alternatif kreatif dijelaskan dalam
berbagai bisnis yang berorientasi publikasi.
30. 30
o Sebuah ruang parkir di depan pintu selama satu bulan
o Tiket film gratis
o Mobil pinjaman prestise wakil presiden untuk akhir pekan
o Gratis layanan rumah jika karyawan membayar untuk bahan
o Sebuah cuti yang dibayar sampai satu bulan bekerja untuk sebuah pilihan
karyawan organisasi nirlaba.
Dengan penguatan model, review laporan terkemuka kekuatan teoritis
telah berlangsung. Secara konseptual, teori motivasi tidak saling eksklusif,
mereka hanya berbeda.Kemungkinannya adalah semua motivasi kerja yang
relevan.
Dengan tidak adanya keunggulan yang nyata untuk satu psikolog teori,
dan lain-lain banyak tertarik pada motivasi kerja mengarahkan energi mereka
terhadap koordinasi dan mengintegrasikan pendekatan yang ada.Konsisten
dengan semangat ini, non-partisan presentasi dari beberapa implikasi praktis
dari teori organisasi motivasi membawa berbagai aplikasi seperti diskusi
tentang teori motivasi.
E. Penerapkan Implikasi dari Teori Motivasi
Topik motivasi memberikan kesempatan yang baik untuk menggambarkan
premis. Implikasinya diterapkan memimpin teknik motivasi teori disajikan
tidak disajikan sebagai motivasi, tetapi sebagai satu set mengenai hipotesis
terpadu meningkatkan tingkat keseluruhan motivasi karyawan organisasi
meskipun terkoordinasi manajemen sumber daya manusia dan kebijakan.
F. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sebuah sikap, yang secara hipotetis membangun –
sama halnya seperti motivasi dan kebutuhan – hal yang tidak dapat diamati,
tapi yang ada tidaknya diyakini berhubungan dengan pola perilaku tertentu.
Singkatnya, seseorang yang merasa puas dalam bekerja akan lebih menyukai
pekerjaannya.
Darimanakah kepuasan kerja itu muncul dan bagaimana cara
mengukurnya?
31. 31
Apakah ada hubungan antara kepuasan kerja dan variabel pribadi tertentu,
seperti jenis kelamin, umur, dan pendidikan?
Apa kepuasan kerja mempengaruhi perilaku kerja individu dan aspek lain
dari hidupnya?
4.1.5 Arti dan Pengukuran Kepuasan Kerja
Psikolog organisasi industri telah meneliti tentang kepuasan kerja dalam
60 tahun terakhir, yang merupakan salah satu topik tunggal yang paling
ekstensif diteliti di lapangan. Meskipun penelitian mengenai teori kepuasan
kerja - apa penyebabnya dan bagaimana prosesnya - belum dikembangkan,
namun hal ini sudah pernah ada yang meneliti sebelumnya.
Dengan tidak adanya landasan teoritis yang memadai untuk penelitian
kepuasan pekerjaan, Psikolog Industri dan Organisasi lebih mengandalkan
definisi operasional dari konsep ini. Secara praktis, kepuasan kerja
didefinisikan dengan cara bagaimana kepuasan kerja itu sendiri diukur. Ada
perbedaan pendapat tentang pengukuran ini, namun terdapat instrumen yang
paling cocok dalam beberapa kategori dasar.
Tiga di antaranya - kepuasan kerja sebagai berikut:
(1) sebuah konsep global,
(2) sebuah aspek, dan
(3) fungsi dari kebutuhan yang terpenuhi. Dalam semua kasus, kepuasan kerja
diukur dengan cara kuesioner self-report.
Dalam penelitian Psikologi Industri dan Organisasi, tingkat kepuasan kerja
seseorang diukur dari self-report mereka, namun sayangnya hal ini sangat sulit
karena tidak ada cara untuk mengukurnya begitu pula dengan tingkat
akurasinya, karena self-report ini mungkin tidak menggambarkan bagaimana
perasaan responden yang sebenarnya. Kita akan berpikir bahwa kurangnya
kehadiran karyawan di tempat kerja menunjukkan kurangnnya tingkat
kepuasan kerjanya, kesimpulan ini tentu tidak bisa dijadikan dasar. Setiap
kesimpulan tentang penelitian yang bertuliskan "Kepuasan kerja berkorelasi
32. 32
dengan ..." selalu berarti "skor pada ukuran kepuasan kerja yang digunakan
dalam penelitian ini berkorelasi dengan ..."
Kepuasan Kerja sebagai Konsep Global
Kepuasan kerja digambarkan sebagai evaluasi positif dari situasi
pekerjaan tertentu.Ini menyiratkan semacam ringkasan psikologi dari semua
hal yang disukai dan tidak disukai dari aspek pekerjaan, dan ini pada
kenyataannya telah lama menjadi pendekatan umum untuk mengukur kepuasan
kerja. Pertanyaannya adalah "secara keseluruhan, seberapa puaskah Anda
dengan pekerjaan yang Anda lakukan - akankah Anda mengatakan bahwa
Anda sangat puas, cukup puas, agak puas, atau sangat puas?" (Vecchio, 1980,
hal 481. )
Kuisioner mengenai kepuasaan dalam pekerjaan memiliki kelebihan dan
kekurangan.Selain karena biaya yang murah, skor yang didapat dapat diolah
dengan mudah dan cepat. Hal ini tentu juga akan memudahkan para subjek
penelitian, karena memungkinkan mereka untuk berperilaku secara alami –
dengan menggabungkan aspek situasi pekerjaan mereka sebagaimana biasanya
mereka memikirkan pekerjaannya (Ironson, Smith, Brannick & Gibson, 1989).
Namun, kuisioner mengenai kepuasan kerja ini tentu memiliki kekurangan,
salah satunya adalah responden mungkin bisa memiliki jawaban yang berbeda
berdasakan interpretasi mereka terhadap pekerjaan, misalnya beberapa
responden bisa menjawab berdasarkan gaji, beberapa dasar dari sifat pekerjaan,
sebagian atas dasar iklim sosial organisasi, dan sebagainya.
Salah satu cara untuk meyakinkan bahwa subyek menjawab pertanyaan
tentang kepuasan kerja dari kerangka acuan yang sama adalah dengan memberi
mereka sedikit pengarahan. Sebuah kepuasan kerja kuesioner yang
dikembangkan oleh Andrew dan Withey (1976) menggabungkan nilai dari
(a) satu respon secara global untuk suatu pekerjaan dan
(b) empat pertanyaan tentang aspek tertentu (rekan kerja, pekerjaan itu sendiri,
kondisi kerja fisik, dan alat-alat kerja)
33. 33
(c) satu skor kepuasan pekerjaan. Skor pada kuesioner ini memiliki korelasi
yang signifikan dengan sejumlah perilaku kerja serta nilai dari ukuran
kepuasan kerja.
Kepuasan Kerja sebagai Sebuah Aspek
Dimensi lain dalam mengukur kepuasan kerja adalah, kepuasan kerja
sebagai sebuah aspek. Maksudnya adalah pengkuran dilakukan berdasarkan
pada asumsi bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi
pekerjaan dapat bervariasi secara independen dan harus diukur secara terpisah.
Dibawa ke batas, pendekatan faceted akan untuk mengukur kepuasan kerja
dengan tugas yang individu lakukan pada pekerjaannya (Taber & Alliger,
1995), tetapi untuk pendekatan ini masih belum berlaku secara luas, karena itu
masih sulit untuk dijadikan landasan (Roznowski & Haniseh, 1990 ).
Sebagian besar peneliti yang memandang kepuasan kerja sebagai konsep
aspek, tertarik pada aspek pekerjaan, yang membagi antara tugas dan
pekerjaan. Contoh aspek tersebut meliputi beban kerja, keamanan kerja,
kompensasi, kondisi kerja, status dan prestise kerja, pengertian rekan kerja,
kebijakan evaluasi kinerja perusahaan, praktek manajemen umum, sub-ordinat
pengawas hubungan, otonomi dan tanggung jawab pada pekerjaan, peluang
untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk
mengembangkan karir.
Semua komponen yang tercatat telah digunakan dalam penelitian
Psikologi Industri Organisasi, itu cukup bisa digunakan untuk pengukuran
kepuasan kerja yang bervariasi.Jumlah aspek yang diukur bervariasi juga,
pilihan tertentu dari jumlah dan jenis aspek untuk mengukur biasanya
tergantung pada pertanyaan penelitian.Jika seorang Psikolog Industri
Organisasi hanya tertarik pada hubungan antara turnover (pergantian) dan
kepuasan karyawan dengan pengawasan dalam organisasi, misalnya, tentang
kepuasan karyawan dengan gaji atau rekan kerja.Bahkan jika kepentingan
penelitian cukup spesifik, tidak perlu untuk setiap penyidik membangun skala
komponen spesifik pada setiap studi kepuasan kerja.Sebaliknya, itu adalah
praktek yang umum dalam kasus tersebut dengan hanya menggunakan
34. 34
sebagian (satu atau lebih sub-skala) dari skala yang telah dibuat. Salah satu
yang paling populer dari variabel multifaset adalah Job Descriptive Index
(Indeks Job Deskriptif) (Smith, Kendall & Hulim, 1969)
Job Descriptive Index (JDI) adalah skala dari lima aspek yang digunakan
untuk mengukur kepuasan atau ketidakpuasan dengan pekerjaan, supervisi,
upah, kesempatan promosi, dan rekan kerja. Instrumen terdiri dari serangkaian
kata yang bersifat deskriptif atau frase yang relevan dengan masing-masing
dari lima aspek pekerjaan. (skala yang dibuat oleh The Andrews dan Withey
juga mengukur lima aspek, tetapi hanya satu pertanyaan yang ditanya pada
masing-masing). Responden diminta untuk menjawab ya, tidak, atau tidak tahu
/ tidak dapat memutuskan.
JDI telah digunakan dan dikembangkan selama 35 tahun belakangan.Oleh
karena itu hasil penelitian dapat dipercaya kapabilitiasnya dan penerapannya
pada kelompok demografis yang berbeda (seperti kulit hitam/ kulit putih, laki-
laki/ perempuan, manajer/ non manajer) dapat digunakan secara luas.Namun
disamping itu, beberapa peneliti juga mempertanyakan mengenai prosedur
penilaian serta terdapat juga kelemahan dalam mengidentifikasi secara statistik.
Bentuk skala telah dikembangkan untuk menanggapi kritik-kritik pengukuran
tersebut, tetapi masalah yang lebih mendasar adalah apakah JDI dapat
mengukur apa yang ingin diukur.
JDI adalah sebuah deskripsi dari situasi pekerjaan.Perasaan seseorang
tentang bagaimana deskripsi -sejauh mana itu dievaluasi sebagai kepribadian
memuaskan atau tidak memuaskan - harus disimpulkan dari deskripsi ini.
Dalam skor JDI, diasumsikan bahwa jawaban dari “ya” untuk pertanyaan
“apakah Anda merasa buntu dalam bekerja?” menunjukkan adanya
ketidakpuasan kerja. Meskipun seseorang merasa buntu dengan pekerjaannya,
mungkin saja individu tersebut tidak mempermasalahkan hal ini. Dengan
demikian, asumsi setiap orang diharapkan sama dalam memandang suatu
situasi pekerjaan agar JDI dapat benar-benar digunakan secara akurat
Sebuah aspek kepuasan kerja lebih mudah dievaluasi daripada JDI (Smith,
1976). Kuesioner berisi delapan aspek pekerjaan, lima diantaranya dari JDI
35. 35
(pekerjaan dibagi menjadi dua aspek - jenis dan jumlah) ditambah kondisi kerja
fisik dan perusahaan itu sendiri. Pertanyaan berikut adalah contoh dari skala
rekan kerja.
Bagaimana Anda umumnya merasa tentang karyawan yang bekerja
dengan Anda?
1. Sangat tidak puas
2. Agak tidak puas
3. Baik puas atau tidak puas
4. Agak puas
5. Sangat puas
Jika pertanyaan ini dibandingkan dengan JDI, jelas bahwa seseorang lebih
mudah untuk menunjukkan bagaimana menurutnya tentang aspek pekerjaan
dengan Index of Organizational Reaction (Indeks Reaksi Organisasi).
Disamping itu, masih belum ada cara untuk mengetahui betapa pentingnya
aspek kepuasan kerja bagi seorang individu.
Kepuasan Kerja sebagai Kebutuhan yang Terpenuhi
Sebuah pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak
bergantung pada asumsi bahwa semua orang merasakan hal yang sama tentang
berbagai aspek pekerjaan dikembangkan oleh Porter dan dilaporkan dalam
serangkaian studi dimulai pada tahun 1961. Kuesioner asli yang dibuat oleh
Porter, didasarkan pada teori kebutuhan motivasi, terdiri dari 15 pernyataan
yang berkaitan dengan otonomi keamanan, harga diri, sosial, dan kebutuhan
aktualisasi diri. Berdasarkan kebutuhan mereka masing-masing dan bagaimana
persepsi mengenai pekerjaan, setiap responden menjawab tiga pertanyaan
tentang pernyataan masing-masing
1. Berapa banyak yang ada sekarang?
2. Berapa banyak harus ada?
3. Seberapa penting ini bagi saya?
36. 36
Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan mengenai
pemenuhan kebutuhan di tempat kerja, kepuasan kerja diukur dengan
perbedaan antara "berapa banyak yang ada sekarang?"Dan "berapa banyak
yang harus berada di sana?" semakin kecil perbedaan, semakin besar kepuasan.
Skor yang terpisah dihitung untuk masing-masing dari lima kategori
kebutuhan. Pertanyaan "seberapa pentingkah hal ini bagi saya?" memberi
peneliti ukuran secara relatif dari masing-masing kebutuhan untuk setiap
responden.Untuk kembali ke contoh sebelumnya, seseorang mungkin memiliki
rekan kerja yang kurang memuaskan, tapi ini aspek kondisi kerja mungkin
tidak begitu penting baginya yang tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Kuesioner Porter sulit untuk skor relatif pada penghitungan lain, dan ini
mungkin salah satu alasan bahwa pendekatan perbedaan kebutuhan untuk
mengukur kepuasan kerja menghilang hampir seluruhnya dari literatur
psikologi Industri Organisasi dalam beberapa tahun. Namun demikian banyak
yang merekomendasikan hal ini, karena bagi Porter individualitas dari
pendekatan ini, bersama dengan gagasan bahwa kepuasan kerja adalah relatif.
Rice, McFarlin, dan Bannett (1989)-pun setuju. Berdasarkan riset mereka
sendiri serta dari literatur, para penulis menyimpulkan bahwa perbedaan-
keinginan menambah signifikansi terhadap pengukuran dan pemahaman
tentang kepuasan kerja yang "akan sulit untuk membenarkan setiap teori
kepuasan yang tidak memiliki beberapa mekanisme untuk menggabungkan
konsep perbedaan "
Masalah dalam Mengukur Kepuasan Kerja
Hampir semua penelitian kepuasan kerja didasarkan pada langkah-langkah
kuesioner kepuasan kerja.Mengingat bahwa kepuasan kerja merupakan
fenomena individu dan bersifat subjektif, ini mungkin adalah pengukuran yang
paling tepat.Hal ini penting, namun keterbatasan metode ini terdapat pada data
dalam penelitian kepuasan kerja.permasalahannya berkaitan dengan akurasi
jawaban reponden.
Bahkan jika responden sengaja memberikan jawaban yang menyesatkan,
sejumlah variabel dapat mempengaruhi sejauh mana mereka memahami
37. 37
pertanyaan dan sejauh mana mereka bersedia untuk berterus terang dalam
jawaban mereka terhadap kuesioner kepuasan kerja. Faktor-faktor yang
ditinjau oleh Giles dan Feild (1978), diantarnya adalah responden diminta
untuk mengidentifikasi diri mereka (CV), dan di manakah kuesioner diberikan
(di rumah, di tempat kerja, di kantor)
Dalam studi mereka, Giles dan Feild menemukan bahwa skor kepuasan
pekerjaan juga dipengaruhi secara signifikan oleh hal yang sensitif.Dalam
konteks ini, item sensitivitas mengacu pada tingkat kekhawatiran responden
pada hal sensitif bagaimana mereka menjawab pertanyaan itu.Misalnya item
tentang kondisi kerja yang umumnya memilki sensitivitas rendah, sedangkan
yang menyangkut pengawasan memiliki sensitivitas tinggi. Berdasarkan
analisis mereka, para penulis menyimpulkan bahwa kuesioner dengan
pertanyaan depersonalized lebih mungkin untuk mendapatkan tanggapan jujur
daripada pertanyaan dari orang tertentu (seperti supervisor) sebagai fokus.
Faktor-faktor yang dibuat oleh Giles dan Feild meningkatkan kesalahan
pengukuran kepuasan kerja dalam meningkatkan perbedaan antara pernyataan
"benar" dari kepuasan kerja dan perkiraan yang diperoleh melalui kuesioner.
Akan bertambah salah ketika respon individu digabungkan atau dibandingkan
dalam beberapa cara.
Masalah yang dijelaskan tidak spesifik pada pengukuran kepuasan kerja,
untuk yang lebih besar atau lebih kecil, akan mengganggu semua kuesioner
berbasis penyelidikan. Kesalahan pengukuran yang berkaitan dengan bentuk
penelitian tidak bisa dihilangkan, tetapi ada langkah-langkah tertentu yang
dapat diambil untuk mengurangi itu. Ini termasuk menggunakan kuesioner
dengan tingkat kepercayaannya tidak diragukan lagi, pengujian petunjuk untuk
kejelasan, subjek menjamin anonimitas, dan menggunakan ukuran sampel
cukup besar untuk menganggap bahwa respons bisa didistribusikan secara
acak.
38. 38
4.1.6 Kejadian dan Parameter Kepuasan Kerja
Sejauh mana karyawan organisasi secara umum puas atau tidak
puas dengan pekerjaan mereka adalah pertanyaan yang telah ditangani oleh
survei lokal dan nasional secara berkala selama bertahun-tahun. Sebagian
besar survei bergantung pada ukuran single-item global kepuasan kerja, dan
kebanyakan menemukan orang-orang yang relatif lebih puas dibandingkan
yang tidak puas. Tetapi angka ini rata-rata berbasis (biasanya) pada ratusan
bahkan sampai ribuan subjek.
Siapa yang puas?
Pertanyaan tentang kemungkinan adanya perbedaan kepuasan kerja antara
sub kelompok dari berbagai karyawan (seperti pria / wanita, tua / muda, dan
full-time / part-time) telah diteliti berkali-kali. Salah satu temuan yang lebih
konsisten dalam penelitian korelasi positif antara usia dan kepuasan kerja,
yaitu kepuasan kerja cenderung berbanding lurus dengan usia karyawan.
Penelitian lebih baru bahkan membuka kemungkinan bahwa bagaimanpun
kesimpulan ini terlalu sederhana.
Figur tersebut menyajikan hasil dari sebuah studi yang menemukan
kepuasan kerja yang bervariasi, baik atas dan ke bawah, selama kehidupan
kerja individu. Kepuasan dalam kelompok usia 20-an menurun karena
perbedaan antara ideal dan realitas ( "reality shock") mengenai kerja dan
pekerjaan tertentu membuat mereka jatuh. Sebagai individu yang
menyesuaikan dengan kenyataan ini dan mulai untuk mencapai tujuan-tujuan
karir, meningkatkan kepuasan dan pada akhirnya mencapai puncaknya
terkadang pada usia akhir 30-an hingga awal 40-an. Mengikuti suatu "krisis
karir pertengahan” yang sering terjadi di tengah-tengah hingga akhir 40-an.
Kepuasan dihidupkan kembali sebagai krisis ini diselesaikan, tapi itu mulai
menurun lagi saat individu mempersiapkan untuk pensiun ( "preretirement").
Data dalam figur menawarkan sebuah contoh yang sangat baik dari
peringatan yang berlaku untuk menarik kesimpulan dari data correlational.
Jika grafik adalah gambaran yang akurat tentang realitas, kesimpulan yang
sangat berbeda dapat ditarik tentang kepuasan kerja dan usia, tergantung pada
39. 39
distribusi usia yang sebenarnya dari sampel. Memang, kemudian penelitian
mendukung hipotesis bahwa hubungan antara usia dan kepuasan kerja bukan
linear yang langsung tetapi mungkin dikelola oleh sejumlah variabel.
Dasar perbedaan kepuasan kerja antara pria dan wanita adalah
kemungkinan lain yang telah lama menarik psikolog I/O. Beberapa peneliti
telah melaporkan satu jenis kelamin (biasanya wanita) untuk menjadi lebih
puas daripada yang lain, tetapi tidak ada perbedaan yang dapat diandalkan
dalam kepuasan kerja karena jenis kelamin telah muncul dari garis
penyelidikan ini ketika diperiksa secara keseluruhan. Sumber kepuasan kerja
bagi laki-laki dan perempuan adalah kondisi kerja dan outcomes yang mereka
anggap secara pribadi adalah menguntungkan.Ini berbeda dari satu orang ke
yang berikutnya, tetapi mereka tidak lagi dapat diramalkan oleh jenis kelamin
berbeda, jika mereka pernah melakukannya.
Kepribadian dan Kepuasan Kerja
Perbedaan pencaarian kepuasan kerja diantara kelompok masyarakat luas
didefinisikan berdasarkan beberapa karakteristik deskriptif yang dapat
diamati, seperti usia atau jenis kelamin yang secara keseluruhan tidak semua
yang produktif, karena dari hasil penelitian karakteristik tersebut jalurnya
semakin lama semakin jauh dari sebelumnya. Seiring dengan kemunculan
variabel kepribadian pada bidang yang lain, banyak peneliti yang beralih
perhatiannya pada peran yang memungkinkan bahwa kepribadian bermain
dalam kepuasan kerja. Hipotesis dasar dari penelitian ini adalah bahwa
manusia memiliki sifat-sifat yang stabil yang mempengaruhi mereka untuk
menjadi puas atau tidak puas dengan pekerjaan tanpa memperhatikan situasi
kerja yang sebenarnya.
Para Psikolog menyebut kecenderungan umum dimana untuk
merespon lingkungan seseorang dengan perasaan positif sebagai “positive
affectivity” atau efektivitas positif dan kecenderungan untuk merespon secara
negatif yang disebut sebagai “negative affectivity”. Darimana kecenderungan
tersebut berasal? Seperti karakteristik kepribadian lainnya, kecenderungan
tersebut berkembang dari adanya interaksi sifat fisik dan psikologis yang
40. 40
diturunkan sejalan dengan pengalaman hidup. Dan seperti karakteristik
kepribadian lainnya, karakteristik ini tidak selalu mengikuti aturan
perilaku.Kebanyakan orang berperilaku “keluar dari karakter” dari waktu ke
waktu, tergantung pada keadaan. Jika tingkat kebahagiaan seorang individu
secara umum merupakan faktor penting dalam kepuasan kerja, masuk akal
untuk bertanya-tanya apakah ada korelasi positif antara kepuasa kerja dengan
kepuasan dalam kehidupan pada umumnya.
4.1.7 Kepuasan Kerja dan Kepuasan Hidup
Hubungan antara kepuasan kerja dengan kepuasan kerja akhir-akhir
ini sering dipermasalahkan.karena itu banyak peneliti yang tertarik seperti
Kabanoff yang meneliti tentang persamaan dan perbedaan antara kepuasan
hidup dengan kepuasan kerja.Penelitian ini gagal karena tidak adanya bukti-
bukti yang mendukung. Peneliti-peneliti yang lain juga meneliti hal yang
sama seperti Kabanoff tetapi mereka juga mengalami kegagalan. Timbullah
pertanyaan mengapa sangat sulit meneliti hubungan antara kepuasan kerja
dengan kepuasan hidup.Penyebab utamanya adalah karena setiap individu
berbeda, dan perbedaan ini memiliki lingkup yang sangat luas. Misalnya,
untuk meningkatkann kepuasan kerja seseorang bisa merombak ruang
kerjanya yang bagi orang lain belum tantu akan berdampak sama.
Penelitian selanjutnya memunculkan teori bahwa kepuasan kerja
seseorang dipengaruhi oleh cara berpikir terhadap pekerjaanya yang secara
alami akan mempengaruhi perasaannya dalam melakukan pekerjaan.
Perasaan senang yang terbentuk akan membawa kenyamanan dalam bekerja
sehingga hasilnya akan sempurna yang kemudian membawa kepuasan
seseorang itu dalam bekerja. kepuasan kerja juga dapat dinilai dari bagaimana
hubungan antara individu dalam organisasi.
Alasan kedua dalam menanggapi ketidak jelasan hubungan antara
kepuasan kerja dan kepuasan hidup mungkin karena keadaan sekarang tidak
sesederhana keadaan yang dulu.Penelitian terbaru menyebutkan bahwa
keduanya memiliki hubungan timbal balik. Hal inilah yang menimbulkan
41. 41
komplikasi dalam suatu organisasi, sehingga terjadi penggabungan antara
individu yang mengerti keluarga dengan yang mengerti pekerjaan.
4.1.8 Kepuasan dan Performa Kerja
Manusia yang memiliki kepuasan kerja akan bertahan lebih lama
dalam bidang pekerjaannya, jarang absen, dan melakukan yang lebih baik.
Keabsenan dan pergantian pekerjaan ,keduanya merupakan korelasi negatif
dengan kepuasan kerja. Psikologi Industri dan organisasi telah mengalami
pergumulan dengan pertanyaan tentang hubungan antara kepuasan kerja dan
performa kerja selama 50 tahun.“A happy worker is a good worker”
merupakan istilah yang menggambarkan hasil penelitian yaitu kepuasan kerja
diperoleh karena performa kerja yang baik.Selanjutnya, penelitian
memperlihatkan bahwa performa kerja dipengaruhi oleh tingkat atau jabatan
kerja, motivasi kerja, manajemen waktu, dan sifat dasar manusia itu sendiri.
Porter dan Lawler tampaknya menjadi yang pertama secara resmi
mengatakan Performa kerja sebagai penyebab, bukan efek kepuasan kerja
dalam performa kerja. Ide ini diselidiki oleh Cherrington, Reitz, dan scott
dalam sebuah penelitian dimana mereka menemukan bukti bahwa secara
alami kepuasan dan performa kerja yang baik dipengaruhi oleh reward.
Dalam eksperimennya, Cherrington memanipulasi hubungan antara
performance kerja dan reward formal yaitu bonus financial. Pada 1 jam
pertama manusia yang diamati masih bekerja kurang maksimal, kemudian di
akhir 1 jam tersebut manusia itu diberi tahu bahwa apabila ia dapat
melakukan pekerjaan dengan baik, ia akan diberi bonus. Pada jam kedua
terlihat bahwa individu mengalami peningkatan performa kerja yang jauh
lebih baik. Apabila ini terus dilanjutkan, maka manusia dengan sendirinya
akan terbiasa bekerja maksimal yang juga akan membawa kepuasan kerja
baginya. Dari eksperimen ini terlihat jelas kaitan antara performa kerja,
kepuasan kerja, dan reward.
Sejumlah kondisi yang telah diidentifikasi sebagai kemungkinan
kepuasan kerja untuk individu yang berbeda tercantum pada tabel dibawah ini
. Ketika kebutuhan untuk performa kerja baik mencapai kondisi positif atau
42. 42
negatif maka korelasi antara kepuasan kerja dengan performa kerja di
observasi.
Possible source of job
satisfaction
Relationship of
this source to
job performance
Observed job satisfaction –
job performance correlation
Pride Depends to
performance
Positive
Accomplishment
Recognition
Advancement
Challenge
Location of company Irrelevant to
performance
None
Prestige of company
Hours worked
Benefits
Working conditions
Oppurtunity to
socialize
Interferes with
performance
Negatif
Light work load
Job security
4.1.9 Penelitian Modern Mengenai Kepuasan
Peranan penting yang diperankan oleh reward dalam kepuasan kerja
dan performa kerja tidak mencari penyebab dan konsekuensi dari kepuasan
kerja berhenti, tetapi itu telah berubah. Ada tiga kecenderungan yang dapat
diidentifikasi.Pertama, berpusat kepada peran bahwa kepribadian
memungkinkan mengambil tempat di dalam kepuasan kerja.Terlalu dini
untuk mengambil kesimpulan dari penelitian ini, tapi ide dasarnya simple,
43. 43
yaitu mungkin orang yang bahagia adalah karyawan yang lebih produktif
serta yang lebih puas.
Kecenderungan kedua adalah pemeriksaan ulang dari sisi hubungan
antara kepuasan dengan kinerja. Studi yang dilakukan Ostroff
menginvestigasikan kemungkinan bahwa tingkat analisis tradisional
mungkin salah; mungkin bukan individu yang kinerjanya ditingkatkan oleh
kepuasan kerja, melainkan organisasi. Berdasarkan data yang dikumpulkan,
lebih dari 13.000 guru dari 300 sekolah, mendukung gagasan bahwa
organisasi dengan karyawan yang puas cenderung lebih efektif.
Organ (1997,1998) mengambil taktik yang berbeda, menempatkan
proposisi bahwa kinerja yang dipengaruhi oleh kepuasan kerja sama sekali
tidak produktivitas dalam pengertian tradisional. Lebih tepatnya, itu adalah
apa yang Bateman dan Organ namakan dengan citizenship behavior.
Dalam pekerjaan, citizenship behavior adalah “membantu: sikap
konstruktif yang ditunjukkan oleh anggota suatu organisasi yang dinilai atau
dihargai oleh para pejabat, tetapi tidak berkaitan langsung dengan
produktivitas individu maupun melekat dalam persyaratan yang diperankan
oleh individu. Contoh dari citizenship behavior adalah pulang lebih lama
sehingga teman sekerja dapat pulang lebih awal misalnya untuk mengunjungi
sodara yang sakit, sukarela untuk menjadi wakil perusahaan, atau merancang
cara yang lebih baik dalam melakukan pekerjaan.
Terdapat dukungan penelitian untuk hipotesis bahwa manusia yang
lebih puas dengan pekerjaannya cenderung membuat kontribusi yang tidak
diperlukan di tempat kerja, dan ide tersebut nampaknya mengubah pandangan
psikolog industri organisasi untuk menjauh dari upaya pembuktian bahwa
kepuasan kerja penting dan baik dalam tugas atau dalam peran perilaku.
Akhirnya, tampak sebuah kecenderungan dalam penelitian tentang
kepuasan kerja yang ditujukan untuk meningkatkan kekuatan prediksi sikap
yaitu untuk meningkatkan korelasi antara perilaku yang diamati dan sikap
yang diukur.
44. 44
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM
Menurut Para Ahli, Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali
dilontarkan pada tahun oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University
dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan
kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Slovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan
memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta
menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.
Kecerdasan emosional (emotional inteligence) adalah kemampuan untuk
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali
emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan
(bekerjasama) dengan orang lain,Sementara itu, Cooper dan Sawaf
menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan
mengindra, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan dan
ketajaman emosi sebagai sumber energi, informasi, dan pengaruh yang
manusiawi. Lebih lanjut dikatakan bahwa emosi manusia adalah wilayah dari
perasaan lubuk hati, naluri tersembunyi, dan sensasi emosi. Apabila
dipercayai dan dihormati, kecerdasan emosional menyediakan pemahaman
yang lebih mendalam tentang diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat
menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan
terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam
pembentukan kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukanlah lawan
keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi
secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain
itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. Pendapat lain tentang
kecerdasan emosional diajukan oleh Baron pada tahun 1992 seorang ahli
45. 45
psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan
lingkungan. Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind
mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang
penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum
kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik,
matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.
Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh
Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional. Dari beberapa
pengertian kecerdasan emosional di atas, maka terlihat bahwa inti kecerdasan
emosional adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri dan orang lain
serta kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
Adapun indikator kecerdasan emosional menurut Slovey dalam
Golema,terdiri dari lima indikator yaitu:
2. Mengenali emosi diri , yaitu kesadaran diri atau kemampuan untuk
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.
3. Mengelola emosi, yaitu kemampuan menangani agar perasaan dapat
terungkap dengan pas atau selaras hingga tercapai keseimbangan dalam diri
individu.
4. Memotivasi diri sendiri, yaitu kemampuan untuk menata emosi sebagai
alat untuk mencapai tujuan.
5. Mengenali emosi orang lain, Kemampuan untuk mengenali orang disebut
juga empati. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu
menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-
apa yang dibutuhkan orang lain keluar dari kesusahannya.
6. Membina hubungan,adalah mampu mengenali emosi masing-masing
individu dan mengendalikannya. Sebelum dapat mengendalikan emosi orang
lain, seseorang harus mampu mengendalikan emosinya sendiri dan mampu
berempati. Individu yang hebat dalam membina hubungan dengan orang lain
46. 46
akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus
dengan orang lain.
5.1.1 Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa kecerdasan emosional, menurut
Goleman, di antaranya mencakup aspek kemampuan memotivasi diri sendiri,
mengatasi frustrasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati,
berempati, dan kemampuan bekerjasama. Lebih lanjut dikatakan oleh
Goleman bahwa faktor kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20%
bagi sukes karier, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor lain, termasuk
kecerdasan emosional. Selaras dengan pendapat Goleman tersebut, Segal
juga menyatakan pentingnya kecerdasan emosional, terutama dalam hal
pekerjaan. Menurutnya kecerdasan emosional memiliki peran penting di
tempat kerja; di samping juga berperan di dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, pengalaman romantis dan kehidupan spiritual. Bahkan kesadaran
emosi membuat keadaan jiwa makin diperhatikan sehingga memungkinkan
dapat menentukan pilihan-pilihan yang lebih baik tentang apa yang akan
dikerjakan, bagaimana menjaga keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan
kebutuhan orang lain, dan dalam memilih pasangan hidup. Berdasarkan
kedua pendapat di atas, maka terlihat bahwa kecerdasan emosional
mengandung aspek-aspek yang sangat penting yang dibutuhkan dalam
bekerja. Seperti kemampuan memotivasi diri sendiri, mengendalikan emosi,
mengenali emosi orang lain, mengatasi frustasi, mengatur suasana hati, dan
faktor-faktor penting lainnya. Jika aspek-aspek tersebut dapat dimiliki dengan
baik oleh setiap karyawan dalam bekerja, maka akan membantu mewujudkan
kinerja yang baik. Dengan demikian dapat terlihat jelas bahwa kecerdasan
emosional berpengaruh pada kinerja karyawan.
47. 47
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPENTANSI SDM
Pelaksanaan strategi sangat tergantung pada personel yang
kompeten, memiliki kompetensi memadai dan kemampuan daya saing.
Membangun organisasi yang demikian selalu menjadi prioritas pelaksanaan
strategi. Tiga jenis tindakan yang terpenting dalam membangun organisasi,
meliputi.
1. Memilih orang mampu untuk posisi kunci.
2. Membuat yakin bahwa organisasi memiliki keterampilan, kompetensi inti,
bakat manajerial, pengetahuan teknis, kemampuan kompetitif, dan kekuatan
sumber daya yang dibutuhkan.
3. Menyelenggarakan proses bisnis, kegiatan rantai nilai, dan pengambilan
keputusan yang kondusif untuk pelaksanaan strategi yang berhasil.
Memilih Orang untuk Posisi Kunci Perakitan tim manajemen yang mampu
merupakan salah satu pilar pertama dari tugas membangun organisasi.
Strategi diimplementasikan harus menentukan jenis tim inti manajemen yang
mereka butuhkan untuk melaksanakan strategi dan kemudian menemukan
cara yang tepat. Kadang-kadang tim manajemen yang ada adalah jasa yang
mampu, kadang-kadang perlu diperkuat atau diperluas dengan
mempromosikan tim manajemen dengan orang-orang berkualitas yang tepat
dari dalam atau dengan mendatangkan orang luar yang memiliki pengalaman
pribadi dan keterampilan, dan kepemimpinan gaya sesuai dengan situasi.
Dalam manajemen perubahan yang cepat-fc adalah salah satu dari strategi
pertumbuhan situasi pertama, dan dalam kasus tersebut perusahaan tidak
memiliki orang yang cakap dalam menerapkan langkah-langkah.Dengan
pengalaman yang diperlukan dan manajemen pengetahuan, mengisi
mengelolaslot dari luar adalah dengan pendekatan yang cukup
48. 48
standar.Menyusun kelompok eksekutif inti dimulai dengan memutuskan
berbagai alasan, pengalaman, pengetahuan, nilai-nilai, keyakinan, gaya
manajemen, dan personalia-diperlukan hubungan untuk memperkuat dan
berkontribusi terhadap pelaksanaan strategi yang berhasil. Seperti halnya
jenis team-building latihan, penting untuk mengumpulkan sekelompok
kompatibel manajer yang memiliki keterampilan untuk menyelesaikan
sesuatu. Kepribadian harus benar, dan dasar bakat harus sesuai untuk strategi
yang dipilih. Memilih tim manajemen yang solid adalah membangun
organisasi penting sering mengimplementasi langkah pertama untuk strategy
langkah kedua Sampai pimpinan kunci, penuh dengan orang-orang mampu,
untuk implementasi strategi melanjutkan dengan kecepatan penuh.Tapi tim
manajemen yang baik saja tidak cukup. Tugas staf organisasi dengan orang-
orang berbakat harus masuk ke dalam jajaran organisasi. Perusahaan seperti
Electronic Data Systems (EDS), Microsoft, dan McKinsey & Co (salah satu
perusahaan terkemuka di dunia konsultasi manajemen) melakukan upaya
untuk merekrut dan mempertahankan bakat terbaik dan tercerdas mereka bisa
temukan dan memiliki kader yang kuat dengan orang keterampilan teknis
adalah penting untuk bisnis mereka. EDS memerlukan lulusan perguruan
tinggi untuk memiliki setidaknya nilai rata-rata 3,5 (dalam skala 4,0) hanya
untuk memenuhi syarat untuk wawancara, Microsoft berusaha keluarkan
programmer dunia yang paling berbakat untuk menulis kode untuk program
tersebut; McKinsey merekrut MBA hanya di sepuluh besar sekolah bisnis.
Perusahaan-perusahaan besar akuntansi Enam kandidat tidak hanya atas dasar
keahlian akuntansi mereka, tetapi juga pada apakah mereka memiliki
keterampilan orang untuk berhubungan baik.
Banyak perusahaan saat ini melakukan re-strukturisai hirarkis tradisional
yang di bangun berdasarkan spesialisasi fungsional dan otoritas
terpusat.Karena struktur organisasi semacam ini dirasakan tidak cocok lagi
dengan kondisi sekarang ini, tetapi struktur tersebut masih bisa digunakan
dengan baik,selama.
49. 49
1. Kegiatan dapat dibagi menjadi sederhana, tugas berulang yang dapat
dikuasai dengan cepat dan efisien kemudian dilakukan dalam jumlah banyak.
2. Ada manfaat penting untuk keahlian fungsional yang mendalam di setiap
disiplin manajerial, dan
3. Kebutuhan pelanggan yang sesuai standar yang mudah untuk
dirancangsesuai prosedur untuk memenuhi keinginan mereka.
Dari produk standar, perintah dan fitur-fitur khusus, perputaran
produk hidup tumbuh lebih singkat, kustom produksi massal metode produksi
massal menggantikan standar teknologi tehnik, pelanggan ingin diperlakukan
sebagai individu, perkembangan teknologi mempercepat perubahan, dan
kondisi pasar yang aman. Hirarki manajemen berlapis-lapis dan birokrasi
difungsikan yang memerlukan orang untuk melihat ke atas dalam struktur
organisasi untuk memberijawaban cenderung dibawah lingkungan tersebut.
Mereka tidak dapat memberikan pelayanan pelanggan yang responsif yang
mewakili atau beradaptasi cukup cepat untuk perubahan kondisi.Organisasi
fungsional memberikan tugas yang berorientasi kerja, fragmentasi proses,
hirarki manajemen berlapis, keputusan yang terpusat, birokrasi fungsional
dan manajemen menengah besar, dengan mengecek dan mengkontrol dan
waktu respon yang lama merusak keberhasilan kompetitif dalam lingkungan
pasar. Sukses pasar yang cepat berubah tergantung pada strategi yang
dibangun di sekitar kompetensi yang berharga tersebut dan kemampuan
organisasi sebagai respon cepat untuk pergeseran kebutuhan
konsumen.Desain siklus singkat pasar, membuatwaktu yang berkualitas,
custom-order dan produksi macam-macam ukuran, pengiriman dipercepat,
layanan pelanggan, mengisi urutan yang akurat, asimilasi yang cepat dari
teknologi baru, kreativitas dan inovasi, dan reaksi cepat terhadap
perkembangan kompetitif eksternal.
50. 50
6.1.1 Membangun Kemampuan Sumber Daya dan Penataan Organisasi
A. Komponen-komponen baru strategi bisnis telah mendorong sebuah
revolusi dalam organisasi perusahaan untuk tahun 40an. Sebagian besar
gerakan perampingan perusahaan itu dan bertujuan untuk menghilangkan
fungsional dan birokrasi manajemen menengah membentuk kembali struktur
organisasi piramidal otoriter menjadi struktur terdesentralisasi. Desain
organisasi terbaru untuk pencocokan struktur fitur strategi lapisan yang
sedikit kewenangan manajemen, skala kecil unit usaha, proses kerja untuk
mengurangi kemacetandi seluruh fungsional perangkat struktur
bergaris.Perusahaan mengembangan kompetensi kuat dan kapabalititas
hubungan organisasi dan penciptaan yang baru sesuai kebutuhan, kemitraan
kolaboratif dengan pihak luar, pemberdayaan pengawas linipertama dan
karyawan nonmanagemen, fungsi staf ramping mendukungan perusahaan,
komunikasi terbuka secara vertikal dan lateral (via e-mail), komputer dan
teknologi telekomunikasi untuk menyediakan akses cepat kedalam diseminasi
informasi, dan akuntabilitas hasil daripada penekanan pada aktifitas. Tema-
tema organisasi baru yang ramping, datar, lincah, responsif, dan inovatif.
Alat-alat baru dari desain organisasi adalah manajer dan pekerja untuk
bertindak atas penilaian mereka sendiri, direkayasa ulang proses kerja, tim
kerja, dan jaringan dengan pihak luar untuk memperbaiki kemampuan
organisasi yang sudah ada dan membuat yang baru. Tantangan organisasi
adalah penyediaan gedung baru untuk mengatasi saingan atas dasar
kemampuan organisasi yang unggul dan kekuatan sumber daya.
51. 51
BAB VII
PEMBAHASAN
7.1 KONSEP AUDIT KINERJA
7.1.1 Pengertian Audit MSDM
Audit SDM merupakan penilaian dan analisis yang komprehensif
terhadap program-program SDM. Walaupun secara khusus audit ini
dilakukan pada departemen SDM, tetapi tidak terbatas hanya pada aktivitas
yang terjadi pada departemen ini. Audit termasuk studi terhadap fungsi
manajemen SDM pada organisasi secara keseluruhan termasuk yang
dilaksanakan oleh manajer dan para supervisor. Audit SDM menekankan
penilaian (evaluasi) terhadap berbagai aktivitas SDM yang terjadi pada
perusahaan dalam rangka memastikan apakah aktivitas tersebut telah berjalan
secara ekonomis, efisien dan efektif dalam mencapai tujuannya dan
memberikan rekomendasi perbaikan atas berbagai kekurangan yang masih
terjadi pada aktivitas SDM yang diaudit untuk meningkatkan kinerja dari
program/aktivitas tersebut. Audit bisa dilakukan terhadap satu divisi atau
departemen, atau mungkin juga dilakukan terhadap keseluruhan organisasi.
Dari hasil audit akan diketahui apakah kebutuhan potensial SDM perusahaan
telah terpenuhi atau tidak dan berbagai hal aktivitas SDM yang masih bisa
ditingkatkan kinerjanya.Audit SDM membantu perusahaan meningkatkan
kinerja atas pengelolaan SDM dengan cara:
1. Menyediakan umpan balik nilai kontribusi fungsi SDM terhadap strategi
bisnis dan tujuan perusahaan.
2. Menilai kualitas praktik, kebijakan dan pengelolaan SDM.
3. Melaporkan keberadaan SDM saat ini dan langkah-langkah perbaikan
yang dibutuhkan.
4. Menilai biaya dan manfaat praktik-praktik SDM.
52. 52
5. Menilai hubungan SDM dengan menajemen lini dan cara-cara
meningkatkannya.
6. Merancang panduan untuk menentukan standar kinerja SDM.
7. Mengidentifikasi area yang perlu diubah dan ditingkatkan dengan
rekomendasi khusus.
Menurut Drs.H. Malayu S.P Hasibuan (2013), audit SDM merupakan
tindak lanjut dari realisasi perencanaan-perencanaan yang telah dilakukan.
Audit SDM penting dan mutlak harus dilakukan untuk mengetahui apakah
para karyawan bekerja dengan baik dan berperilaku sesuai rencana.
Pelaksanaan audit SDM ini sangat penting bagi perusahaan maupun bagi
karyawan yang bersangkutan.
Menurut Henry Simamora (2006), audit merupakan control kualitas
keseluruhan yang mencek aktivitas SDM di dalam sebuah departemen, devisi,
atau seluruh organisasi. Audit sumber daya manusia ( Human resource audit )
mengevaluasi aktivitas-aktivitas sumber daya manusia didalam sebuah
organisasi dengan tujuan untuk membenahi aktivitas tersebut. Audit dapat
meliputi satu divisi atau seluruh organisasi. Audit ini memberikan umpan
balik mengenai fungsi sumber daya manusia kepada manajer operasi dan
spesialis sumber daya manusia. Audit sumber daya manusia juga
menyediakan umpan balik perihal seberapa baik manajer mengemban
tanggung jawab sumber daya manusia mereka.
Menurut Mulyadi dan Kanaka Puradiredja, audit adalah suatu proses
sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif
mengenai pertanyaan-pertanyaan tingkat kesesuaian antara pertanyaan-
pertanyaan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian
hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Menurut Hani Handoko (1995), audit sdm adalah mengevaluasi
kegiatan-kegiatan sumber daya manusia yang dilakukan dalam suatu
53. 53
organisasi. Audit tersebut mungkin mencakup satu departemen atau
perusahaan keseluruhan. Hasilnya memeberikan umpan balik tentanng fungsi
sumber daya manusia bagi para manajer operasional dan departemen sumber
daya manusia. Ini juga mengemukakan seberapa baik para manajer
mengelolah tugas-tugas sumber daya manusia.
Menurut IBK Bayangkara (2008), audit sdm merupakan penilaian dan
analisis yang komperhensif terhadap program-program sdm. Audit sdm
menekankan penilaian (evaluasi) terhadap berbagai aktifitas sdm yang terjadi
pada perusahaan dalam rangka memastikan apakah aktivitas tersebut telah
berjalan secara ekonomis, efisien dan efektif dalam mencapai tujuannya dan
memberikan rekomendasi perbaikan atas berbagai kekurangan yang masih
terjadi pada aktifitas sdm yang di audit untuk meningkatkan kinerja dari
program/aktivitas tersebut.dan audit bisa dilakukan terhadap satu devisi atau
departemen, atau mungkin juga dilakukan terhadap keseluruhan organisasi.
Menurut Arens (1997) Audit merupakan proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai
suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan
independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi
dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Menurut Rivai (2004) Audit SDM adalah pemeriksaan kualitas kegiatan
SDM secara menyeluruh dalam suatu departemen, divisi atau perusahaan,
dalam arti mengevaluasi kegiatan-kegiatan SDM dalam suatu perusahaan
dengan menitikberatkan pada peningkatan atau perbaikan.
Menurut Gomez- Mejia (2001), audit sumber daya manusia merupakan
tinjauan berkala yang dilakukan oleh departemen sumber daya manusia untuk
mengukur efektifitas penggunaan sumber daya manusia yang terdapat di
dalam suatu perusahaan. Selain itu, audit memberikan suatu perspektif yang
komprehensif terhadap praktik yang berlaku sekarang, sumber daya, dan
54. 54
kebijakan manajemen mengenai pengelolaan SDM serta menemukan peluang
dan strategi untuk mengarahkan ulang peluang dan strategi tersebut. Intinya,
melalui audit dapat menemukan permasalahan dan memastikan kepatuhan
terhadap berbagai peraturan perundangan-undangan dan rencana-rencana
strategis perusahaan.
Menurut Rosari (2008) Audit SDM merupakan suatu metode evaluasi
untuk menjamin bahwa potensi SDM dikembangkan secara optimal Secara
lebih terinci, audit SDM juga memberi feedback dan kesempatan untuk:
1. Mengevaluasi keefektifan berbagai fungsi SDM yang meliputi rekrutmen
dan seleksi, pelatihan dan penilaian kinerja.
2. Menganalisis kontribusi fungsi SDM pada operasi bisnis perusahaan.
3. Melakukan benchmarking kegiatan SDM untuk mendorong perbaikan
secara berkelanjutan.
4. Mengidentifikasi berbagai masalah strategi dan administratif implementasi
fungsi SDM.
5. Menganalisis kepuasan para pengguna pelayanan departemen SDM
6. Mengevaluasi ketaatan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan,
kebijakan dan regulasi pemerintah.
7. Meningkatkan keterlibatan fungsi lini dalam implementasi fungsi SDM.
8. Mengukur dan menganalisis biaya dan manfaat setiap program dan
kegiatan SDM
9. Memperbaiki kualitas staf SDM.
10. Memfokuskan staf SDM pada berbagai isu penting dan
mempromosikan perubahan serta kreatifitas.
Dari berbagai pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa audit
MSDM merupakan tindak lanjut untuk mengevaluasi kinerja sumber daya
manusia dalam suatu organisasi secara sistematik sesuai aturan yang
ditetapkan suatu organisasi atau perusahaan.
55. 55
Ruang Lingkup Audit SDM
Ruang lingkup audit SDM, cara, system, metode penilaian, dan penilai
harus diinformasikan secara jelas kepada karyawan supaya mereka
mengetahuinya. Ruang lingkup audit SDM, yaitu what, why, where, when,
who, and how disingkat 5W+1H.
1. How (Bagaimana) penilaiannya, yaitu dengan metode tradisional atau
metode modern. Metode tradisional seperti rating scale, What (Apa) yang
dinilai, yaitu prestasi kerja, perilaku, kesetiaan, kejujuran, kerjasama,
kepemimpinan, loyalitas saat sekarang, potensi akan datang, sifat, dan hasil
kerjanya.
2. Why (Kenapa) dinilai, untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan,
kepentingan, pengembangan, dan lain-lain.
3. Where (Dimana) dinilai, didalam atau diluar pekerjaan.
4. When (Kapan) dinilai, yaitu secara periodic (formal) dan secara terus
menerus (informal).
5. Who (Siapa) yang menilai, yaitu atasan langsung, atasan dari atasan
langsungya, dan atau suatu tim yang dibentuk diperusahaanemployer
comparation, alternative rangking, paired comparation, dan lain-lain.
Metode Modern seperti assessment centre dan Management By Objective atau
manajemen berdasarkan sasaran ( MBS=MBO).
7.1.1 Tujuan Audit Msdm
Ada beberapa hal yang ingin dicapai melalui Audit Msdm yang
merupakan tujuan dilakukannya audit tersebut, yaitu :
1. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan dan hasil kerja karyawan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.
2. Untuk mengetahui apakah semua karyawan dapat menyelesaikan job
description-nya dengan baik dan tepat waktu.
56. 56
3. Sebagai pedoman menentukan besarnya balas jasa kepada setiap
karyawan.
4. Sebagai dasar pertimbangan pemberian pujian dan atau hukuman kepada
setip karyawan.
5. Sebagai dasar pertimbangan pelaksanaan mutasi vertikal (promosi
atau demosi), horizontal, dan atau alih tugas bagi karyawan.
6. Untuk memotifasi peningkatan semangat kerja, prestasi kerja, dan disiplin
karyawan.
7. Untuk menghindari terjadinya kesalahan sedini mungkin dan tindakan
perbaikannyadapat dilakukan secepatnya.
8. Sebagai dasar pertimbangan ikut sertanya karyawan mengikuti
pengembangan (pelatihan pendidikan).
9. Untuk memenuhi ego dan kepuasan dengan memperhatikan nilai mereka.
10. Sebagai pedoman yang efektif dalam melaksanakan seleksi
penerimaan karyawan di masa datang.
11. Sebagai dasar penilaian kembali rencana sdm apakah sudah baik
atau tidak, atau masih perlu disempurnakan kembali.
7.1.2 Manfaat Audit MSD
a) Mengidentifikasi konstribusi departemen sumber daya manusia
bagi organisasi
b) Meningkatkan citra professional departemen sumber daya manusia
c) Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme yang lebih besar
diantara anggota-anggota departemen sumber daya manusia
d) Menjelaskan tugas dan tanggung jawab departemen sumber daya
manusia
e) Merangsang keseragaman berbagai kebijakan dan praktik sumber
daya manusia
f) Menemukan masalah sumber daya manusia yang kritis
g) Memastikan ketaatan yang tepat waktu terhadap berbagai
ketentuan hukum
57. 57
h) Mengurangi biaya sumber daya manusia melalui prosedur
personalia yang efektif
i) Menciptakan peningkatan penerimaan terhadap perubahan yang
dibutuhkan didalam departemen sumber daya manusia
j) Mewajibkan suatu telaah yang cermat atas system informasi
departemen.
7.1.3 Jenis Audit
Terdapat berbagai macam jenis audit, tergantung dari tujuannya, yaitu :
1. Audit Laporan Keuangan
Audit terhadap laporan keuangan suatu entitas atau organisasi yang
akan menghasilkan opini mengenai relevansi, akurasi, dan kelengkapan
laporan-laporan tersebut.
2. Audit Operasional
Pengkajian terhadap setiap bagian organisasi terhadap prosedur
operasi standar yang diterapkan dengan tujuan untuk mengevaluasi
efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan.
3. Audit Ketaatan
Proses kerja yang menentukan apakah yang diaudit telah mengikuti
standar, prosedur, dan aturan tertentu yang telah ditetapkan.
4. Audit Investigatif
Serangkaian kegiatan mengenali, mengidentifikasi, dan menguji
secara detail informasi dan fakta-fakta yang ada untuk mengungkap
kejadian yang sebenarnya dalam rangka pembuktian untuk mendukung
58. 58
proses hukum atas dugaan penyimpangan yang dapat merugikan keuangan
suatu entitas.
7.1.4 Proses Audit Msdm
Pelaksanaan audit SDM dilakukan oleh atasan langsung dan
manajer urusan SDM, baik secara individual maupun kolektif. Audit SDM
dilakukan secara formal dan informal, baik langsung maupun tidak
langsung (laporan tertulis). Audit formal dilakukan oleh atasan langsung
atau orang yang dapat memberikan sanksi. Audit informal dilakukan oleh
masyarakat sehingga tidak dapat memberikan sanksi, tetapi penilaiannya
sangat objektif jadi perlu diperhatikan penilai formal sebagai masukan.
Audit SDM baru ada artinya jika ada tindak lanjut dari hasilnya. Hal ini
perlu supaya karyawan termotivasi untuk meningkatkan disiplin, semangat
kerja, dan perilakunya.
Standar pekerjaan lapangan ketiga menyebutkan beberapa prosedur
audit yang harus dilaksanakan oleh auditor dalam mengumpulkan berbagai
tipe bukti audit. Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan
tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam
audit. Prosedur audit yang disebutkan dalam standar tersebut meliputi
inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi.
Disamping auditor memakai prosedur audit yang disebutkan dalam
standar tersebut, auditor melaksanakan berbagai prosedur lainnya untuk
mengumpulkan bukti audit yang akan dipakai sebagai dasar untuk
menyatakan pendapat atasa laporan keuangan auditan. Prosedur audit lain
tersebut meliputi: penelusura, pemeriksaan bukti pemdukung,
penghitungan, dan scanning. Dengan demikian, prosedur audit yang biasa
dilakukan oleh auditor meliputi: