MAKALAH “PERIODE TAHRIR, TAKHRIJ DAN TARJIH DALAM MAZHAB FIQIH” (FIQIH)
Yang Diampu oleh Abdul Hamid Aly, S.Pd., M.Pd
Jurusan PERBANKAN SYARI'AH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2. Disusun Oleh Kelompok :
NADIA AINUL ISLAMY (21901083041)
DWI PUJI RAHAYU (21901083043)
SIYAMUN NIKMAH KHUSNUL K. (21901083051)
ILYAS (21901083054)
3. PERIODE TAHRIR, TAKHRIJ,
DAN TARJIH
Periode Tahrir, Takhrij, Dan Tarjih
Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 H. Yang dimaksudkan
dengan tahrir, takhrij, dan tarjih adalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing mazhab dalam
mengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para imam mereka. Periode ini ditandai dengan
melemahnya semangat ijtihad dikalangan ulama fiqh. Ulama fiqh lebih banyak berpegang pada hasil
ijtihad yang telah dilakukan oleh imam mazhab mereka masing-masing, sehingga mujtahid mustaqill
(mujtahid mandiri) tidak ada lagi. Sekalipun ada ulama fiqh yang berijtihad, maka ijtihadnya tidak terlepas
dari prinsip mazhab yang mereka anut. Artinya ulama fiqh tersebut hanya berstatus sebagai mujtahid fi al-
mazhab (mujtahid yang melakukan ijtihad berdasarkan prinsip yang ada dalam mazhabnya). Akibat dari
tidak adanya ulama fiqh yang berani melakukan ijtihad secara mandiri, muncullah sikap at-ta'assub al-
mazhabi (sikap fanatik buta terhadap satu mazhab) sehingga setiap ulama berusaha untuk
mempertahankan mazhab imamnya.
4. MATAN
Matan adalah suatu karangan tulisan yang merupakan kitab
induk. Biasanya hanya sebatas tulisan singkat dan padat yang
disusun dalam beberapa bab maupun pasal. Matan bisa berupa
syair atau nadzom, bisa juga berupa kalam natsar atau prosa.
Contoh matan yang berupa nadzom atau syair adalah
Matan Alfiyyah Ibnu Malik yang dikarang dan ditulis oleh Syeikh
Jamaluddin bin Abdillah bin Malik.
5. SYARAH
Kata syarah diambil dari kata “syaraha, yashrahu, syarh” yang secara bahasa
berarti menguaraikan dan memisahkan bagian sesuatu dari bagian lainnya. Dalam
tradisi para penulis kitab berbahasa Arab, istilah syarah berarti memberi catatan dan
komentar kepada naskah atau matn (matan) suatu kitab.
Kitab jenis ini adalah kitab yang ditulis untuk mengulas dan mensyarahkan
matan atau mukhtasar. Penulis kitab ini akan mengulas setiap istilah dan kenyataan
yang sukar atau kabur pemahamannya.Ulasan juga dibuat terhadap pandangan dan
ijtihad ulama lain terhadap sesuatu masalah yang diperbahaskan.
6. SEJARAH SYARAH
1. Syarah Hadits pada Masa Kelahirannnya (Fi ‘Ashr al-Risalah)
Segala ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi merupakan bayan
kepada umatnya. Akan tetapi tidak semua sahabat mampu memahami
setiap ucapan Nabi dengan baik, sehingga mereka menanyakan makna
kata-kata tertentu secara langsung kepada Nabi atau kepada sahabat
yang lain. Hal ini menunjukkan syarah hadits telah terjadi pada masa
kelahiran hadits itu sendiri, dan penysyarahnya adlah Rasulullah saw.
7. 2. Syarah Hadits pada Masa Periwayatan dan Pembukuan Hadits (Fi ‘Ashr Al-Riwayah wa
al-Tadwin)
Hadits pada masa periwayatan dan pembukuan hadits adalah kegiatan syarah hadits yang
dilakukan secara lisan atau tulisan sejak masa sahabat hingga memasuki masa penulisan
kitab-kitab syarah, yaitu dari dasawarsa kedua abad pertama Hijriah hingga akhir abad
ketiga Hijriah. Periode ini dinamai masa periwayatan dan pembukuan hadits karena kedua
kegiatan tersebut tidak pernah dapat dipisahkan, setidaknya selama batas waktu tersebut
periwayatan dan pembukuan hadits berjalan seiring, karena periwayatan hadits juga
berlangsung bedasarkan hafalan dan tulisan. Apabila periode ini diakhiri dengan
munculnya kitab syarah, maka periode ini dapat berakhir pada akhir pertengahan abad
keempat Hijriah, yaitu dengan lahirnya kitab syarah shahih al-Bukhari yang tertua berjudul
A’lam al-Sunan karya al-Khaththabi (w. 388 H).
8. 3. Syarah Hadits Pasca Pembukuan Hadits (Ba’da al-Tadwin)
Periode pasca pembukuan adalah berakhirnya penulisan-penulisan kitab-kitab hadits yang
termasuk kategori al-Mashadir al-Ashliyyah, yaitu kitab-kitab yang disusun berdasarkan
hasil pencarian dan penelusuran hadits oleh penulisnya dengan sanad-nya sendiri, bukan
kumpulan kutipan-kutipan hadits dari berbagai kitab, bukan himpunan di antara dua kitab
atau lebih, dan bukan pula ringkasan dari kitab-kitab yang lain.
9. HASYIAH
Hasyiyah berarti anggota badan yg berada di dalam perut,spt limpa dan
jantung.juga dapat berarti pinggir baju.jika artinya di gabungkan dg kitab (hasyiyah
al-kitab),berarti catatan yg di tulis menyangkut isi kitab tersebut. Penulisan yang
berbentuk Ta’liq (komentar) atau Mulahazhat (catatan) yang dilakukan terhadap
sesuatu syarh. Bentuknya hampir sama dengan bentuk penulisan secara atau jenis
syarh, tetapi bedanya penulis kitab jenis Hasyiah ini hanya akan memilih perkataan-
perkataan atau ayat-ayat yang tertentu dalam kitab syarh untuk diulas dengan
komentar-komentar atau catatan yang tertentu.
10. MUNCULNYA KITAB KITAB
FATWAHFatwa pertama kali dikumpulkan dalam sebuah kitab pada abad ke-12 M. Mazhab Hanafi memiliki sejumlah
kitab fatwa seperti az-Zakhiratal-Burhaniyah, kumpulan fatwa Burhanuddin bin Maza (wafat 570 H/1174).
Inilah kitab kumpulan fatwa pertama.Mazhab Maliki memiliki kitab kumpulan fatwa bertajuk al-Mi'yar al-
Magrib yang berisi fatwa-fatwa al-Wasyarisi (wafat 914 H/1508 M). Mazhab Hanbali juga memiliki sejumlah
kitab fatwa, yang paling terkenal adalah Majmu al-Fatawa. SEDANGKAN,
Perkembangan fatwa di tanah Nusantara telah dimulai sejak seperempat akhir abad ke-19 di Indonesia
ditandai dengan dimulainya permintaan fatwa dari umat Muslim Indonesia kepada mufti Arab Saudi
sebagaimana yang terekam dalam kitab Muhimmāt al-Nafā’is fī Bayān As’ilah al-Ḥadīth. Seiring
masuknya ide pembaruan dari Mesir (Timur Tengah) dan penyebaran majalah al-Manar dan al-‘Urwat al-
Wutsqa, ditemukan adanya fatwa-fatwa yang diminta oleh Muslim Asia Tenggara, terutama kepulauan
Nusantara (Malay-Indonesia Archipelago) kepada para pembaharu tersebut. Munculnya fatwa Ahmad
Hassan kemudian merubah peta perkembangan fatwa di Indonesia
Fatwa ini dikeluarkan oleh tiga organisasi besar Islam terbesar di Indonesia, yaitu NU, Muhammadiyah, dan
MUI.
11. DEFINISI FATWAH Fatwa berasal dari bahasa Arab yang artinya nasihat, petuah, jawaban atau pendapat,
adapun yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh
sebuah lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, disampaikan oleh seorang mufti
atau ulama, sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh
peminta fatwa (mustafti) yang tidak mempunyai keterikatan.
Definisi fatwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu: (1) jawaban
berupa keputusan atau pendapat yang diberikan oleh mufti/ahli tentang suatu masalah,
dan (2) nasihat orang alim, pelajaran baik, dan petuah.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fatwa adalah hasil ijtihad seorang
mufti sehubungan dengan peristiwa hukum yang diajukan kepadanya. Jadi fatwa lebih
khusus dari pada fikih atau ijtihad secara umum. Karena boleh jadi fatwa yang dikeluarkan
seorang mufti, sudah dirumuskan dalam fikih, hanya belum dipahami oleh peminta fatwa.
12. RUKUN FATWAH
Rukun merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dalam melaksanakan amal ibadah.
Demikian pula halnya dengan fatwa juga harus melaksanakan beberapa rukun agar fatwa yang djiadikan dasar
hukum dapat berjalan dengan baik dan benar.Terdapat empat rukun fatwa yaitu:
a. Al-Sa’il, Al-sa’il atau juga disebut Mustafti merupakan orang yang meminta fatwa atau orang yang
bertanya mengenai persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah-masalah dalam agama.
b. Al-Mas’ul, Al-Mas’ul yang juga disebut Mufti merupakan orang yang memberi fatwa atau orang yang
menjawab soalan-soalan bagi permasalahan tersebut.
c. Al-‘amaliyyah, Al-‘Amaliyyah adalah Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Mufti.
d. Al-Madhmun, Al-Madhmun yang merupakan kebenaran sesuatu fatwa yang terjamin.
13. LEMBAGA LEMBAGAH
FATWAH DI INDONESIA
Lembaga fatwa adalah sebuah lembaga ilmiah yang melakukan
penelitian dan membuat kesimpulan berdasarkan metodologi ilmiah
khusus yang selalu dikembangkan dari waktu ke waktu. Dengan demikian
sebuah lembaga fatwa resmi tidak perlu dikhawatirkan akan selalu menjadi
corong pemerintah dalam semua kebijakannya baik salah atau benar.
Beberapa lembaga-lembaga fatwa yang terdapat di Indonesia, antara lain:
• Majelis Tarjih Muhammadiyah
• Lajnah Bahsul Masail Nahdatul Ulama
• Majelis Fatwa Indonesia
14. PENETAPAN UNDANG-UNDANG
BERDSARKAN MADZAB FIQIH
TERTENTU
Penetapan undang-undang berdsarkan madzab fiqih tertentu
Contoh penetapan undang-undang berdasarkan tinjauan madzab syafi’i :
UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf pasal 16 ayat (3) menjelaskan bahwa benda bergerak seperti uang, logam mulia,
surat berharga, kendaraan, ha katas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lain dapat berlaku menjadi
mawquf (benda yang dapat diwakafkan). Sehingga benda-benda bergerak yang telah disebutkan pada UU
tersebut terlebih pada pasa 16 ayat tiga, hukumnya sah untuk dijadikan objek wakaf. Adapun ketentuan benda
tersebut sah sebagai objek wakaf menurut mazhab Syafi‘i dapat dirincikan bahwa, uang, saham perusahaan dan logam
mulia tidak sah menjadi benda wakaf sebab ia akan lenyap dalam sekali pakai. Sedangkan kendaraan dan HAKI
sah menjadi benda yang diwakafkan karena mempunyai manfaat yang jelas dan bertahan lama. Adapun hak sewa
tidak sah dijadikan objek wakaf karena tidak termasuk dalam benda yang dapat dimiliki secara penuh.
Sementara benda-benda bergerak lain yang sesuai dengan ketentuan syara‘ dan peraturan perundang-undangan
berdasarkan pada pendapat mayoritas Ulama empat mazhab adalah sah untuk dijadikan objek wakaf.