Makalah ini membahas tentang metode ijtihad dalam hukum Islam. Ijtihad didefinisikan sebagai pengerahan maksimal untuk menemukan hukum syara' dari dalil-dalil yang ada. Ijtihad wajib dilakukan karena keterbatasan nash al-Quran dan Sunnah. Syarat menjadi mujtahid antara lain menguasai al-Quran, hadis, bahasa Arab, dan ilmu ushul fiqh. Terdapat beberapa metode ijtihad seperti ij
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
1. MAKALAH
USHUL FIQH
METODE IJTIHAD
DOSEN PENGAMPU :
H. Ramli, S. Ag., M. Pd. I
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
Bagas Pranata Wijaya
Solikah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF JAMBI
TAHUN AJARAN 2021/2022
2. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " Metode Ijtihad " dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Ushul Fiqih. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak H. Ramli, S. Ag., M. Pd. I
selaku dosen pengampu di mata kuliah ini . Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Jambi , 2022
Penulis
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
BAB II ................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2
A. Definisi Ijtihad .................................................................................................... 2
B. Dasar Hukum Wajibnya Ijtihad ............................................................................. 4
C. Syarat Ijtihad .......................................................................................................... 6
D. Macam – Macam Ijtihad ........................................................................................ 7
E. Metode Ijtihad ........................................................................................................ 8
BAB III ............................................................................................................................... 11
PENUTUP........................................................................................................................... 11
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 11
B. Saran ....................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 12
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Agama Islam yang bersifat luwes dan dinamis secara konseptual terkandung
dalam prinsip syari’ah itu sendiri. Diantara prinsip-prinsip tersebut adalah syari’ah selalu
berprinsip kepada menegakkan maslahah, menegakkan keadilan, tidak menyulitkan,
menyedikitkan beban dan berangsur-angsur dalam proses penerapan hukum. Akan tetapi
dalam konteks sekarang, hukum Islam yang semestinya diharapkan dapat menjawab
segala persoalan kehidupan umat manusia pada kenyataannya seolah tidak mampu untuk
menjawab persoalan itu.
Didalam tataran empiris, fiqh sebagai bagian produk pemikiran hukum Islam
(ijtihad), semestinya tidak adaptis terhadap persoalan baru yang muncul dalam
konstruksi sosial budaya masyarakat yang terus berubah. Sebaliknya hukum Islam (fiqh)
dituntut harus peka dalam menjawab setiap problematika kemasyarakatan. Oleh karena
itu, dalam proses aplikasinya sebagai konsekuensi logis dari konsep syari’ah pada
akhirnya akan selalu melahirkan sebuah penafsiran, pemahaman, bahkan produk
pemikiran baru melalui ijtihad.
Munculnya perbedaan dalam pemahaman dan penafsiran para ulama melahirkan
apa yang disebut fiqh. Pada prinsipnya munculnya perbedaan pemikiran dalam fiqh
disebabkan oleh adanya perbedaan dalam metodologi ijtihad.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Ijtihad ?
2. Apa Dasar Hukum Ijtihad ?
3. Apa saja Syarat Ijtihad ?
4. Apa saja Macam-macam Ijtihad ?
5. Bagaimana Metode Ijtihad ?
5. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI IJTIHAD
Syariat Islam adalah suatu hukum ketuhanan dan ijtihat disini merupakan suatu jalan
untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum dalil-dalil, untuk itu dan sebagai cara untuk
memberikan ketentuan hukum yang timbul karena tuntutan kepentingan hukum Islam ijtihad
ini menjadi suatu keharusan praktis.
Ijtihad menurut pendapat ushul : “Ijtihad menurut istilah ulama ushul fiqh
mencurahkan segala kesungguhan (tenaga dan pikiran) untuk menemukan hukum syara dari
dalil-dalil yang tafshi dari kaidah-kaidah hukum syara. Objek ijtihad ialah setiap peristiwa
hukum, baik sudah ada nashnya yang bersifat zanni maupun belum ada nash-nya sama sekali.
Dalam pada itu ijtihad adalah dogma yang penting sekali bagi pembinaan dan perkembangan
hukum islam.
Terbuka bebasnya ijtihad dalam hukum islam, tidak berarti bahwa setiap orang boleh
melakukan ijtihad, melainkan hanya orang-orang yang telah memiliki syarat-syarat tertentu
pula, baik yang berhubungan dengan sikap ketika menghadapi nash-nash yang berlawanan. 1
Dikutip dari jurnal yang berjudul 'Ijtihad Sebagai Alat Pemecahan Masalah Umat
Islam', kata ijtihad berasal dari kata “al-jahd” atau “al-juhd”, yang memiliki arti “al-
masyoqot” (kesulitan atau kesusahan) dan “athoqot” (kesanggupan dan kemampuan) atas
dasar pada firman Allah Swt dalam QS. Yunus ayat 9 yang artinya: “dan (mencela) orang
yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan”.
Pengertian ijtihad sendiri dapat dilihat dari dua sisi, yakni pengertian ijtihad secara
etimologi dan pengertian ijtihad secara terminologi.
1 Slideshare , Makalah Metode Ijtihad Dan Macam Macam Ijtihad
(https://www.slideshare.net/cuccipeghang/makalah-metode-ijtihad-dan-macam-macam-ijtihad ) Diakses :
23/3/2022 , 19 : 22 WIB
6. 3
Pengertian ijtihad secara etimologi memiliki pengertian: “pengerahan segala
kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit”. Sedangkan pengertian ijtihad secara
terminologi adalah penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada
kitabullah (syara) dan sunnah rasul atau yang lainnya untuk memperoleh nash yang ma’qu;
agar maksud dan tujuan umum dari hikmah syariah yang terkenal dengan maslahat.
Kemudian Imam al-Amidi menjelaskan pengertian ijtihad yaitu mencurahkan semua
kemampuan untuk mencari hukum syara yang bersifat dhanni, sampai merasa dirinya tidak
mampu untuk mencari tambahan kemampuannya itu.
Sedangkan menurut mayoritas ulama ushul fiqh, pengertian ijtihad adalah pencurahan
segenap kesanggupan (secara maksimal) seorang ahli fiqh untuk mendapatkan pengertian
tingkat dhanni terhadap hukum syariat.
Fungsi ijtihad sendiri di antaranya adalah:
1. fungsi ijtihad al-ruju’ (kembali) : mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada al-
Qur’an dan sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan.
2. fungsi ijtihad al-ihya (kehidupan) : menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai
dan Islam semangat agar mampu menjawab tantangan zaman.
3. fungsi ijtihad al-inabah (pembenahan) : memenuhi ajaran-ajaran Islam yang telah di-
ijtihadi oleh ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks
zaman dan kondisi yang dihadapi.
Adapun rukun ijtihad adalah:
1. Al-Waqi’ yaitu adanya kasus yang terjadi atau diduga akan terjadi tidak diterangkan
oleh nash,
2. Mujtahid ialah orang yang melakukan ijtihad dan mempunyai kemampuan untuk ber-
ijtihad dengan syarat-syarat tertentu,
3. Mujtahid fill ialah hukum-hukum syariah yang bersifat amali (taklifi), dan
7. 4
4. Dalil syara untuk menentukan suatu hukum bagi mujtahid fill. 2
B. DASAR HUKUM WAJIBNYA BERIJTIHAD
Dalam sejarah perkembangan hukum islam ijtihad menjadi istilah hukum tertentu,
yang berarti suatu jalan pengambilan hukum dengan Al-Qur'an, As Sunnah dan akal. Adapun
adanya ijtihad secara tegas dan jelas menurut sejarah hukum islam adalah tentang Tanya
jawab Nabi SAW dengan sahabat Mu'az bin Jabal ra sewaktu ditunjuk oleh Nabi dengan
gubernur atau hakim di Yaman.
Sedangkan dalil hukum sebagai dasar wajibnya berijtihad itu adalah firman Allah
SWT: Artinya : “Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang
yang mempunyai pandangan!” (Q.S. Al-Hasyr 59 : 2)
Dalam firman Allah di atas adalah Allah telah mengharuskan bagi orang-orang yang
ahli memahami dan merenungkan dalam mengambil ibarat supaya berijtihad. 3
Dasar dari ijtihad adalah Al Quran dan Sunnah. Jadi para ulama tidak sembarang
menentukan hukum dari suatu permasalahan.
Allah SWT berfirman dalam ayatnya yang Artinya “Sesungguhnya kami telah
menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara
manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu dan janganlah kamu menjadi
penantang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat”. (QS.
An-Nisa’: 105).
Dasar hukum dibolehkannya ijtihad adalah al-Qur'an, Sunnah, dan logika. Ayat al-
Quran yang dijadikan dasar bolehnya ijtihad adalah surat An-Nisa' (5) : 59. Ayat ini berisi
perintah untuk taat kepada Allah (dengan menjadikan al-Quran sebagai sumber hukum), taat
2 Artikel Andre Kurniawan , Ketahui Pengertian Ijtihad, Rukun Beserta Fungsinya, Berikut Syarat Dari
Mujtahid (https://www.merdeka.com/jabar/ketahui-pengertian-ijtihad ) Diakses 23/3/2022 , 19:24 WIB
3 Slideshare , Makalah Metode Ijtihad Dan Macam Macam Ijtihad
(https://www.slideshare.net/cuccipeghang/makalah-metode-ijtihad-dan-macam-macam-ijtihad ) Diakses :
23/3/2022 , 19 : 22 WIB
8. 5
kepada Rasul-Nya (dengan menjadikan Sunnahnya sebagai pedoman), dan taat kepada ulil
amri, serta perintah untuk mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada al-Quran
dan Sunnah terkandung maka adanya perintah melakukan ijtihad.
Dasar Sunnah atau hadits yang dijadikan rujukan oleh para ulama tentang bolehnya
melakukan ijtihad adalah hadis Muadz seperti telah disebutkan di atas. Hadis ini
menceritakan perihal diutusnya Muadz menjadi qadi (hakim) di Yaman.
Dasar logika dibolehkannya ijtihad adalah karena keterbatasan nash al-Quran dan
Sunnah jika dibandingkan dengan banyaknya peristiwa yang dihadapi oleh umat manusia.
Begitu juga, banyaknya lafazh atau dalil yang menjelaskannya, meskipun tidak jarang hasil
ijtihad para ulama berbeda-beda dari lafazh atau dalil yang sama. 4
Hukum melakukan ijtihad dalam Jurnal berjudul Ijtihad : Teori dan Penerapannya oleh
Ahmad Badi' yakni:
1. Fardu 'ain untuk melakukan ijtihad untuk kasus dirinya sendiri dan ia harus
mengamalkan hasil ijtihadnya sendiri.
2. Fardu 'ain juga untuk menjawab permasalahan yang belum ada hukumnya. Dan bila
tidak dijawab dikhawatirkan akan terjadi kesalahan dalam melaksanakan hukum
tersebut, dan habis waktunya dalam mengetahui kejadian tersebut.
3. Fardu kifayah jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan akan
habis waktunya, atau ada lagi mujtahid yang lain yang telah memenuhi syarat.
4. Dihukumi sunnah, jika berijtihad terhadap permasalahan yang baru, baik ditanya
ataupun tidak.
5. Hukumnya haram terhadap ijtihad yang telah ditetapkan secara qat'i karena
bertentangan dengan syara'.
4 Artikel Dwiambar Rini , Diperbolehkannya Ijtihad karena Keterbatasan Nash Al-Quran dan Sunnah
(https://www.kompasiana.com/dwiambarrini/5 ) Diakses : 23/3/2022, 19:35 WIB
9. 6
C. SYARAT-SYARAT IJTIHAD
Menurut Al-Syaukani untuk dapat melakukan ijtihad hukum diperlukan lima
persyaratan, yaitu
1. Mengetahui Al-Qur'an dan As-Sunnah,
2. Mengetahui Ijma',
3. Mengetahui Bahasa Arab,
4. Mengetahui ilmu Ushul Fiqh, dan
5. Mengetahui Nasikh-Mansukh.
Ulama Ushul berbeda pendapat dalam menetapkan syarat-syarat ijtihad yang harus
dimiliki oleh seorang mujtahid. Secara umum, pendapat mereka tentang persyaratan seorang
mujtahid dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Qur'an
baik menurut bahasa maupun syariah.
2. Mengetahui dan menguasai hadits-hadits tentang hukum, baik menutur bahasa
maupun syariah : akan tetapi, tidak disyaratkan untuk menghafalnya, melainkan
cukup mengetahui letak-letaknya secara pasti , untuk memudahkan jika ia
membutuhkanya.
3. Mengetahui Nasikh dan Mansukh dalam Al Qur'an dan Sunnah, supaya tidak salah
dalam menetapkan hukum, namun tidak disyaratkan menghafalnya.
4. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma' ulama, sehingga
ijtihadnya tidak bertentangan dengan ijma.
5. Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratannya, karena qiyas merupakan kaidah
dalam berijtihad.
6. Mengetahui Bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa,
serta berbagai problematikanya.
10. 7
7. Mengetahui ilmu ushul fiqh yang merupakan fondasi dari ijtihad .
8. Mengetahui maqashidu al-syari'ah (tujuan syariat) secara umum, karena
bagaimanapun juga syariat itu berkaitan dengan maqasyidu al syari'ah atau rahasia
disyariatkannya suatu hukum.
Mujtahid adalah orang yang mampu melakukan ijtihad melalui cara istinbath
(mengeluarkan hukum dari sumber hukum syariat) dan tatbiq (penerapan hukum). Terdapat
banyak perbedaan dalam menentukan syarat-syarat mujtahid. Adapun syarat yang paling
penting disepakati adalah Bersifat Adil dan Takwa. Hal ini bertujuan agar produk hukum
yang telah diformulasikan oleh mujtahid benar-benar proporsional karena memiliki sifat adil,
jauh dari kepentingan politik dalam istinbat hukumnya.
D. MACAM - MACAM IJTIHAD
Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian yang sebagiannya sesuai dengan
pendapat al-Syatibi dalam kitab Al-Muwafaqot, yaitu :
1. Ijtihad Al-Bayani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara' dari nash.
2. Ijtihad Al-Qiyasi, yaitu ijtihad terdapat permasalahan yang tidak terdapat dalam
Al-Qur’an dan Sunnah dengan menggunakan metode qiyas.
3. Ijtihad Al Istishah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat di
dalam al Qur'an dan Sunnah dengan menggunakan ra'yu berdasarkan kaidah istilah.
Pembagian diatas masih belum sempurna, seperti yang diungkapkan oleh Muhammad
Taqiyu Al Hakim dengan mengemukakan beberapa alasan diantaranya Jami' wal Mani,
menurutnya, ijtihad itu dapat dibagi menjadi dua bagian saja, yaitu :
1. Istihad al Aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya di dasarkan pada akal, tidak
menggunakan dalil syara'.
Contoh : Menjaga kemudaratan, hukuman itu jelek bila tidak disertai
penjelasan dan lain-lain.
11. 8
2. Ijtihad Syari', yaitu ijtihad didirikan pada syara', termasuk dalam pembagian ini
adalah ijma', qiyas, istishan, istishlah, 'urf, istishab dan lain-lain.
E. METOTE IJTIHAD
1. Ijma’
Ijma’ artinya kesepakatan, yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum-hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu
perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama
dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma
adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang
untuk diikuti seluruh umat.
2. Qiyas
Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan, artinya menetapkan suatu hukum
atau suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya, namun
memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan
perkara terdahulu, sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya
darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-
masa sebelumnya. Beberapa definisi qiyâs (analogi) :
a. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan
titik persamaan di antara keduanya.
b. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu
persamaan di antaranya.
c. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-
Qur'an] atau [Hadits] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab
(iladh).
12. 9
d. Menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum di terangkan oleh
al-qur'an dan hadits.
3. Istihsan
Beberapa definisi Istihsan :
a. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fiqh), hanya karena dia merasa
hal itu adalah benar.
b. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya.
c. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang
banyak.
d. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
e. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang
ada sebelumnya.
4. Maslahah Murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskahnya dengan
pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat
dan menghindari kemudharatan.
5. Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentingan umat.
6. Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang
bisa mengubahnya, contohnya apabila ada pertanyaan bolehkah seorang
perempuan menikah lagi apabila yang bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di
perantauan dan tidak jelas kabarnya? maka dalam hal ini yang berlaku adalah
13. 10
keadaan semula bahwa perempuan tersebut statusnya adalah istri orang sehingga
tidak boleh menikah lagi kecuali sudah jelas kematian suaminya atau jelas
perceraian keduanya.
7. Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan
masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-
aturan prinsipal dalam Al-Quran dan Hadits. 5
5 https://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad Diakses : 23/3/2022, 20:21 WIB
14. 11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasakan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ; secara bahasa ijtihad
berarti pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu. Yaitu penggunaan
akal sekuat mungkin untuk menemukan sesuatu keputusan hukum tertentu yang tidak
ditetapkan secara eksplisit dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Kedudukan ijtihad sebagai
sumber hukum Islam adalah sebagai sumber hukum ketiga setelah Al-Quran dan Al-
Hadits. Hasil ijtihad antara lain adalah : ijma’, qiyas, istihsan, maslahah mursalah, sududz
dzariah, istishab dan urf.
B. SARAN
Dalam penulisan ini jika terdapat banyak kesalahan, penulis mohon maaf dengan
sebesar-besarnya, dan dalam penulisan makalah ini kritik dan saran sangat penulis
harapkan dari audiensi sekalian, untuk penulisan makalah yang lebih baik lagi
kedepannya, terimakasih.
15. 12
DAFTAR PUSTAKA
Slideshare, Makalah Metode Ijtihad Dan Macam-Macam Ijtihad
(https://www.slideshare.net/cuccipeghang/makalah-metode-ijtihad-dan-
macam-macam-ijtihad )
Artikel Andre Kurniawan , Ketahui Pengertian Ijtihad, Rukun Beserta Fungsinya, Berikut
Syarat Dari Mujtahid (https://www.merdeka.com/jabar/ketahui-pengertian-
ijtihad )
Slideshare, Makalah Metode Ijtihad Dan Macam Macam Ijtihad
(https://www.slideshare.net/cuccipeghang/makalah-metode-ijtihad-dan-
macam-macam-ijtihad )
Artikel Dwiambar Rini , Diperbolehkannya Ijtihad karena Keterbatasan Nash Al-Quran dan
Sunnah (https://www.kompasiana.com/dwiambarrini/5 )
https://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad