1. 1
MASA KE 6 (ENAM) ERA KEBANGKITAN KEMBALI DAN MASA DEPAN FIQH
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: fiqih
Dosen Pengampu: Dr. H. Saifudin Zuhri. M.Ag
Disusun oleh:
1. Satrio Adi Saputro (1703036006)
2. Nur Latifatul Hasanah (1703036023)
3. Atiqoh Salma Rusyda (1703036038)
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2018
2. 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu fiqih adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat penting kedudukannya dalam
kehidupan umat islam (Sirry, 1996). Fiqih termasuk ilmu yang muncul pada masa awal
berkembang agama islam. Secara esensial, fiqih sudah ada pada masa Nabi SAW, walaupun
belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Karena Semua persoalan keagamaan yang muncul
waktu itu, langsung ditanyakan kepada Nabi SAW. Maka seketika itu solusi permasalahan bisa
terobati, dengan bersumber pada Al Qur’an sebagai al wahyu al matludan, sunnah sebagai
alwahyu ghoiru matlu. Dan sepeninggal Nabi SAW, ilmu fiqh ini mulai muncul, seiring dengan
timbulnya permasalahan-permasalahan yang muncul dan membutuhkan sebuah hukum melalui
jalan istimbat.
Generasi penerus Nabi Muhammad SAW tidak hanya berhenti pada masa
khulafa’urrosyidin, namun masih diteruskan oleh para tabi’in dan ulama’ sholihin hingga sampai
pada zaman kita sekarang ini. Perkembangan ilmu fiqih, bisa kita kualifikasikan secara periodik
sesuai dengan kesepakatan para ulama. Yaitu ada empat, diantaranya : Pertama adalah masa
kemunculan dan pembentuakn dasar-dasar islam, perode ini mencakup masa Nabi SAW dan bisa
juga disebut sebagai masa turunnya al qur’an atau wahyu. Kedua adalah masa pembangunan dan
penyempurnaan, pada periode ini mencakup masa sahabat dan tabi’in hingga pertengahan qurun
ke empat hijriyah. Yang ke tiga adalah masa taqlid dan jumud, pada periode ini berkisar antara
pertengahan abad ke empat hingga abad ke tiga belas hijriyah. Keempat adalah masa kebangkitan,
periode ini berkisar dari abad tiga belas hingga sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses kebangkitan fiqh islam masa ke enam kembali?
2. Bagaimanakah kondifikasi hukum fiqh?
3. Bagaimanakah perkembangan fiqih pada saat ini?
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Awal mula kebangkitan fiqh islam pada masa ke enam
Setelah mengalami masa kebekuan dan kelesuan pemikiran selama beberapa abad,
para pemikir Islam berusaha keras untuk membangkitkan Islam kembali, termasuk di
dalamnya hal pemikiran hukumnya. Kebangkitan kembali ini timbul sebagai reaksi terhadap
sikap taqlid yang membawa kemunduran dunia Islam secara keseluruhan. Maka kemudian
muncullah gerakan-gerakan baru.
Fenomena-fenomena yang muncul pada akhir abad ke-13 H merupakan suatu wujud
kesadaran dari kebangkitan hukum Islam. Bagi mayoritas pengamat, sejarah kebangkitan
dunia Islam pada umumnya dan hukum Islam khususnya, terjadi karena dampak Barat.
Mereka memandang Islam sebagai suatu massa yang semi mati yang menerima pukulan-
pukulan yang destruktif atau pengaruh-pengaruh yang formatif dari barat. Fase kebangkitan
kembali ini merupakan fase meluasnya pengaruh barat dalam dunia Islam akibat kekalahan-
kekalahan dalam lapangan politik yang kemudian diikuti dengan bentuk-bentuk benturan
keagamaan dan intelektual melalui berbagai saluran yang beraneka ragam tingkat
kelangsungan dan intensitasnya. Periode kebangkitan ini berlangsung mulai sejak abad ke
19, yang merupakan kebangkitan kembali umat islam, terhadap periode sebelumnya, periode
ini ditandai dengan gerakan pembaharuan pemikiran yang kembali kepada kemurnian ajaran
islam.
Fase ini dimulai dari akhir abad ke-13 Hijriah sampai pada hari ini. Oleh karena itu Fase ini
mempunyai karakteristik dan corak tersendiri antara lain; dapat menghadirkan fiqih ke zaman baru
yang sejalan dengan perkembangan zaman, dapat memberi saham dalam menentukan jawaban bagi
setiap permasalahan yang muncul pada hari ini dan sumbernya yang asli, menghapus taqlid, dan
tidak terpaku dengan mazhab atau kitab tertentu.
Pada periode ini, penulisan kitab fiqh berkembang pesat. Yang diantaranya terdapat
kitab-kitab yang menjadi standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqh selanjutnya. Kitab ushul
fiqh yang penting diantaranya (Suratno, 2016) :
a. Kitab al-Mugni fi al-Abwab wa at-Tauhid yang ditulis oleh al-Qadhi Abdul Jabbar.(w.
415H). Didalam kitab ini tertulis kaidah fiqh , ilmu kalam, dan ilmu ushul fiqh yang
saling menyempurnakan.
4. 4
b. Kitab al-Mu’tamad fi Usulal-Fiqhyang ditulis oleh Abu al-Hussain al-Bashri (w. 436H)
yang beraliran Muktazilah. Kitab ini karya uang paling sempurna sebagai sumber utama
para ulama Muktazilah pada umumnya, bahkan dinilais bagai salah satu dari empat
standar kitab ushul fiqh yang dijadikan rujukanoleh para pengkaji ilmu ushul fiqh
sebelumnya.
c. Kitab al-Idaf fi Usul al-Fiqh, ditulis oleh Abu al-Qadhi Abu Muhammad Ya’la
Muhammad al-Husain binMuhammad bin Khaif al-Farra (w. 458H). Pengaruhnya di
kalangan Hanbali sangat besar dan berlanjut sampai ke generasi sunni sesudahnya ,
khususnya kaum Hanbali, melalui berbagai karangan tantang Al-Qur’an, akidah, fiqh,
dan ushul fiqh.
d. Kitab al-Burhan fi Usul al-Fiqh yang ditulis oleh Abu al-Ma’ali Abdul Malik bin
Abdullah bin Yusuf al-Juwaini Imam al-Haramain (w. 479H). Kitab ini dinilai sebagai
salah satu kitab standar ushul fiqh.
e. Kitab al-Mustasyfa fi ‘Ilm al-Usul, ditulis oleh Abu Hamid al-Ghazali (w. 505H).
Menurut Ibnu Khaldun, kitab al-Mustasyfa adalah kitab terakhir dari seluruh kitab
standar ushul fiqh.
Indikasi kebangkitan fiqih pada zaman kebangkitan dapat dilihat dari dua aspek; pertama,
pembahasan Fiqih Islam, dan kedua, kondifikasi Fiqih Islam. (Khalil, 2009)
a. Pembahasan Fiqih Islam
Pada zaman ini para ulama memberikan perhatian yang sangat besar terhadap Fiqih Islam
baik dengan cara menulis buku ataupun mengkaji sehingga Fiqih Islam bisa mengembalikan
kegemilangannya melalui tangan para ulama, menjauhi metode yang rumit dan menyusahkan,
menggunakan konsep ilmiah dengan kajian yang mendalam dan terfokus. Apabila kita ingin
Menuliskan beberapa indikasi kebangkitan Fiqih Islam pada zaman ini dari aspek sistem kajian
dan penulisan, dapat kita rincian sebagai berikut:
1. Memberikan perhatian khusus terhadap kajian mazhab-mazhab utama dan pendapat-pendapat
Fiqhiyyah yang sudah diakui dengan tetap mengedepankan prinsip persamaan dan keadilan
tanpa ada perlakuan khusus antara satu mazhab dengan mazhab yang lain. Para penguasa pada
zaman ini berpegang kepada mazhab tertentu dalam bertaqlid dan qadha' serta memaksa
rakyatnya untuk mengikuti mazhab tertentu seperti yang dilakukan oleh dinasti Fatimiyah di
Mesir, ketika mereka membatasi kurikulum Al Azhar hanya dengan mazhab Syiah. Atau
seperti yang dilakukan oleh dinasti ayyubiyah ketika mereka membatasinya dengan salah satu
5. 5
mazhab Ahlussunnah Wal Jamaah. Begitulah mayoritas penguasa di negeri-negeri Islam, yang
sudah tentu berdampak pada kejahilan terhadap pendapat pendapat fiqih yang ada dalam
mazhab lain. Pada zaman ini kaum muslimin sudah bebas dari masalah ini, kajian-kajian
keislaman dilaksanakan di sekolah dan kampus secara integral dan terbuka kepada semua
mazhab ditambah dengan pembahasan pendapat-pendapat yang sebelumnya belum ada
disebabkan belum sempat ditulis atau karena minimnya pengikut pendapat itu. Tentunya hal
ini membuka mata para pelajar betapa banyak warna-warni yang ada dalam Khazanah fiqih
sehingga memotivasi mereka untuk menambah wawasan keilmuan mereka.
2. Memberikan perhatian khusus terhadap kajian fiqih tematik1
. pembahasan bahasan fiqih pada
periode yang lalu bersifat ringkas, lafal yang penuh simbol dan rumus yang memerlukan
waktu banyak untuk memahaminya. Pada zaman ini kajian sudah beralih kepada pokok
masalah berkat kajian terhadap kitab-kitab fikih klasik yang tidak memuat rumus dan kejutan
selain karena jasa para penulis mutakhir yang menggunakan metodologi ilmiah dalam
penulisan mereka.
3. Memberikan perhatian khusus terhadap fiqih komparasi2
. Para peneliti fiqih di zaman ini
memberikan perhatian khusus dengan bentuk kajian fiqih komparasi. Terkadang antara
sesama mazhab Fiqih Islam dalam suatu masalah tertentu dan terkadang antara masuk Islam
dengan undang-undang konvensional dengan tetap menjadikan kekuatan dalil sebagai kata
akhirnya. Metode ini memiliki kelebihan Yaitu dapat memunculkan teori-teori umum dalam
Fiqih Islam dan menghasilkan teori baru seperti teori akad, kepemilikan, harta, dan
pendayagunaan hak yang tidak proposional serta yang lainnya yang bisa kita lihat dalam hasil
karya ilmiah. Selain itu, para peneliti Fiqih Islam juga berhasil memunculkan mutiara makna
dan rahasia yang tersimpan dalam perundang-undangan Islam. Hasilnya Fiqih Islam dapat
lahir dengan tampilan yang menarik, detail, komprehensif, dan mampu mengimbangi segala
permasalahan yang muncul. Pada Muktamar internasional tentang perbandingan undang-
undang yang dilaksanakan di Lahore tahun 1931, Kemudian pada tahun 1937, dan Konferensi3
advokasi internasional tahun 1948, para panelis mengatakan bahwa, " Fiqih Islam memiliki
nilai perundang-undangan yang tinggi dan tidak bisa ditandingi sehingga harus dijadikan
sumber perundang-undangan sipil. Semua Prinsipnya bisa mewujudkan peradaban dan
kemajuan, lebih mampu dari perundang-undangan lain dalam memenuhi keperluan umat
1
Tematik menurut KBBI adalah bersangkutan dengan tema.
2
Komparasi menurut KBBI adalah perbandingan.
3
Konferensi menurut KBBI adalah rapat atau pertemuan untuk berunding atau bertukar pendapat mengenai
suatu masalah yang dihadapi bersama.
6. 6
manusia, merealisasikan kemaslahatan bangsa, mudah dirujuk dan dikaji serta diambil produk
hukumnya"
4. Mendirikan lembaga-lembaga kajian ilmiah dan menerbitkan ensiklopedia fiqih. Diantara
indikasi kebangkitan fiqih pada zaman ini adalah didirikannya beberapa lembaga kajian di
berbagai negeri Islam dan terbitnya beberapa ensiklopedia4
fiqih. (Khalil, 2009)
Berikut ini kami sebutkan beberapa contoh kreativitas di bidang ini :
a. Lembaga kajian Islam di Al Azhar, didirikan di Mesir pada tahun 1961 M yang terdiri
dari para ulama besar dari semua negeri Islam yang sudah diakui kapasitas ilmu
keislamannya dalam bidang perundang-undangan dan sosial. Lembaga ini terdiri dari
beberapa bidang; Al Quran dan Sunnah, kajian fiqih, Khazanah Islam, dan kajian
sosial. Lembaga ini membahas permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara Islam
dan menawarkan solusi Islam terhadap masalah yang muncul, menyebarkan warisan
keilmuan Islam sehingga mudah untuk dipahami orang banyak. Pertemuan rutin
tahunan juga sering dilakukan dengan mengundang para ulama Islam untuk
membicarakan masalah yang dihadapi atau tema-tema tertentu yang perlu untuk
diputuskan.
b. Kantor pusat urusan Islam, di bawah koordinasi Kementerian wakaf Mesir, yang
bertugas menyebarkan buku-buku warisan ulama dahulu, dan beberapa hasil karya
ilmiah Para dewan pakar dalam bidang ilmu fiqih dan ilmu lain. Yang bisa berkhidmat
untuk Islam, mempermudah Jalan bagi para pencari petunjuk.
c. Ensiklopedia fiqih di Kuwait, yang bertujuan agar negara Kuwait mempunyai saham
dalam membangun kemajuan Fiqih Islam bersama negara-negara yang lain. Ada
beberapa ulama yang ikut andil dalam menjalankan tujuan ini yang sudah dikenal
memiliki kemampuan dan kapasitas ilmu yang memadai. Lembaga ini berhasil
menyusun kajian fiqih secara tematik berdasarkan huruf abjad dengan gaya bahasa
yang sangat mudah untuk dipahami.
d. Ensiklopedia fiqih di Mesir, di bawah koordinator kantor pusat Urusan Agama. Dalam
ensiklopedi ini para penulis membubuhkan pendapat para fuqaha' dalam satu masalah
4
Esiklopedia menurut KBBI adalah buku (atau serangkaian buku) yang menghimpun keterangan atau uraian
tentang berbagai hal dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, yang disusun menurut abjad atau menurut
lingkungan ilmu
7. 7
secara amanah dan rinci dan tidak hanya terbatas pada pendapatmu empat imam
mazhab, namun mereka juga menyebutkan pendapat 4 mazhab yang lain tanpa
terbawa rasa fanatik mazhab. Di antara mazhab itu adalah Hanafyah , malikiyah,
Syafi'iyah, hanabilah, zhahiriyah, zaidiah, imamiyah itsna asyariyah,dan ibadiyah.
Para ulama dalam lembaga ini menghimpun semua masalah dengan metode yang
sama, yaitu menukil pendapat mazhab dengan gaya bahasa yang lugas ringkas tanpa
mentarjih pendapat tertentu, dan biasanya kajian berkisar tentang masalah-masalah
fiqih sesuai dengan huruf abjad. (Khalil, 2009)
B. Kondifikasi Hukum Fiqh
Yang dimaksudkan dengan kondifikasi ( taqnim) adalah upaya mengumpulkan beberapa
masalah fiqih dalam 1 bab dalam bentuk butiran bernomor. Dan Jika ada masalah maka setiap
masalah akan dirujuk kepada materi yang sudah disusun dan pendapat ini akan menjadi kata putus
dalam menyelesaikan perselisihan.
Tujuan dari kondifikasi ini adalah untuk merealisasikan dua tujuan sebagai berikut.
Pertama, menyatukan semua hukum dalam setiap masalah yang memiliki kemiripan sehingga
tidak terjadi tumpang tindih, masing-masing Hakim memberi keputusan sendiri, tetapi
seharusnya mereka sepakat dengan materi undang-undang tertentu, dan tidak boleh dilanggar
untuk menghindari keputusan yang kontradiktif5
.
Kedua, memudahkan para hakim untuk merujuk semua hukum fiqih dengan susunan yang
sistematik, ada bab-bab yang teratur sehingga mudah untuk dibaca. (Khalil, 2009)
a. Permulaan kondifikasi
Upaya untuk menjadikan fiqh sebagai undang-undang bukan sesuatu yang baru terjadi
pada zaman ini. Upaya tersebut sudah muncul sejak awal abad kedua Hijriah ketika Ibnu muqaffa
menulis surat kepada Khalifah Abu Jafar al mansur agar undang-undang sipil negara diambil dari
Alquran dan Sunnah. Dan ketika tidak ada Nash maka cukup dengan ijtihad sendiri sesuai dengan
kemaslahatan umat. Ketika beliau melihat banyak terjadi perbedaan pendapat dalam satu
masalah, ia berkata, " diantara perkara yang harus diperhatikan oleh Amirul Mukminin dari
urusan dua orang Mesir dan yang lainnya dari setiap kota dan pelosok wilayah adalah terjadinya
perselisihan pendapat yang sudah memuncak. Jika saja Amirul Mukminin dapat memerintahkan
5
Kontradiktif menurut KBBI adalah bertentangan atau berlawanan
8. 8
agar semua perbedaan ini bisa dihilangkan, memberikan apa yang menjadi hajat setiap kaum dari
sunnah dan qiyas dengan cara menulis sebuah kompilasi undang-undang. Hal tersebut bertujuan
menyatukan semua pendapat yang bisa saja salah atau benar dengan satu pendapat yang pasti dan
benar."
Usulan Ibnu muqaffa ini tidak mendapat sambutan pada saat itu karena para fuqaha enggan untuk
memikul beban taqlid, sedangkan mereka sendiri sudah memberikan peringatan kepada murid
murid mereka agar menjauhi fanatisme mazhab.
Mereka merasa cemas dan masih ragu-ragu Jika saja ijtihad ini salah karena yang mereka lakukan
bukan membuat sebuah pokok produk undang-undang buatan manusia, namun mereka sedang
berhadapan dengan syariat yang turun dari langit.
Usaha yang sama juga pernah dilakukan oleh Imam Malik ketika ia melaksanakan Haji pada
tahun 148 Hijriah dan diminta untuk menyuruh masyarakat mengamalkan mazhabnya. akan
tetapi, sang Imam tidak mau dan berkata " wahai Amirul Mukminin setiap kaum ada pendahulu
dan imannya sendiri maka barangsiapa yang melihat keputusan para pendahulunya sesuai dengan
keadaannya maka hendaklah ia melaksanakan hal itu".
Sang khalifah memahami apa yang dimaksud oleh Imam Malik, atau hanya berpura-pura setuju,
namun Iya menawarkannya kembali pada tahun 163 Hijriah. akan tetapi, sang Imam tetap tidak
mau menyuruh umat untuk mengikuti mazhab nya dan tetap pada pendiriannya.
Dan pada abad ke-11 Hijriyah, Sultan Muhammad Alimgher (1038-1118 M), seorang raja India,
membentuk sebuah lembaga yang terdiri dari ulama-ulama terkenal di India di bawah pimpinan
Sheikh Nizham untuk menulis sebuah buku yang memuat semua riwayat riwayat yang sudah
disepakati dalam mazhab Hanafi, kemudian mereka menuliskannya dalam sebuah buku yang
dikenal dengan nama al-fatawa Al Hindiyah.
Meskipun demikian, Upaya ini belum secara resmi dan bersifat mengikat bagi semua Mufti atau
Hakim, sebagaimana corak penulisan dan pembuatan bab belum seperti sebuah materi undang-
undang dan hanya bersifat himpunan pendapat fiqih yang masih diperdebatkan, kemudian
Lembaga ini memilih salah satunya.
Semua upaya dan usaha baik ini belum bisa dikatakan sebuah bentuk kondifikasi Fiqih Islam
dengan makna yang sempurna seperti yang sudah kami jelaskan sebelumnya.
b. Titik tolak kondifikasi (Majallah Al-Ahkam Al Adliyyah)
Upaya dan pemikiran untuk melahirkan sebuah kondifikasi terhadap fiqh Islam betul-
betul dapat terwujud di Turki ketika muncul majalah Al Ahkam Al adliyah ( semacam kitab
undang-undang hukum perdata) pada masa Dinasti6
usmaniyah yang berangkat dari keinginan
6
Dinasti menurut KBBI adalah keturunan raja-raja yang memerintah, semuanya berasal dari satu keluarga.
9. 9
Imperium7
ini untuk mengajukan seluruh undang-undang sipil yang berlaku bagi umat Islam di
bawah pemerintahannya pada mazhab Imam Abu Hanifah sebagai mazhab resmi negara. Kita
kondifikasi hukum Islam ini disusun oleh para fuqaha kondang di bawah pimpinan Ahmad jaudat
Basya, direktur Al Ahkam Al adliyah.
Lembaga ini mulai bekerja pada tahun 1286 Hijriyah dan terus bekerja sampai tahun 1292
Hijriah. Setelah itu bekerja selama 7 tahun maka lahirlah sebuah karya Agung yang diberi nama
majalah Al Ahkam Al adliyah ( yang kemudian terkenal dengan istilah al majalah atau majelle).
Pada bulan Sya'ban 1292 Hijriyah, Sultan mengeluarkan surat perintah untuk menerapkan isi
kompilasi ini dalam semua pengadilan Turki dan semua negara yang berada di bawah kekuasaan
dinasti Turki utsmaniyah.
c. Kandungan Al majalah Al Ahkam Al adliyah
Kitab kompilasi hukum Islam Turki utsmaniyah ini memuat 1815 pasal yang membahas
berbagai hukum terhadap berbagai permasalahan yang masih diperdebatkan dalam membangun
hubungan sosial Islam yang terdiri dari enam belas Bab, dimulai dari bab jual beli dan berakhir
dengan bab tuntutan dan keputusan hakim(qadha')
Adapun yang menjadi catatan dari kompilasi ini adalah tidak ada konsistensi untuk berpegang
kepada pendapat yang rajih (kuat) dalam mazhab Hanafi dan terkadang mengambil pendapat
yang marjuh (dikuatkan) untuk memberi kemudahan kepada masyarakat dan demi kemaslahatan
bersama dan diantara kekurangannya ia tidak membahas tentang Al ahwal Al syakhsiyah. (Khalil,
2009)
C. Perkembangan Fiqh Pada Saat ini atau di Masa Modern
Pernyataan yang sangat nampak dari kebangunan Fiqih Islam di masa ini ialah
mempelajarinya secara ilmiah dan akademis. Inilah yang telah menghasilkan faedah yang besar.
Adanya studi studi tinggi dalam bidang Syariah merupakan usaha yang mempunyai nilai tinggi
yang telah diberikan untuk perkembangan Fiqih Islam. Karena itu sistem yang dipakai dalam
mempelajari fiqih ialah secara perbandingan (fiqh muqaran). (Hasbi Ash Shiddieqy, 1999)
1. Fiqh muqaran
Yang disebut fiqih muqaran ialah : " suatu ilmu yang menerangkan hukum syarat dengan
mengemukakan pendapat yang berbeda-beda terhadap sesuatu masalah dan dalil-dalil dari
masing-masing pendapat itu, kaidah-kaidah yang dipergunakan, serta membanding antara
7
Imperium menurut KBBI adalah kerajaan atau kekaisaran
10. 10
yang satu dengan yang lain, kemudian mengambil mana yang lebih dekat kepada kebenaran
dan di samping itu membanding dengan hukum positif suatu negeri".
Kalau di masa masa lalu para ulama telah menulis fiqih secara membanting sesuatu pendapat
ulama dengan lainnya yang hal itu banyak dilakukan sesudah abad keempat Hijriah, Maka
hal itu dilakukan hanyalah untuk membela pendapat imam dan mematahkan dalil-dalil dari
yang lain, bukan untuk mengemukakan sesuatu pendapat dari pada yang lainnya berdasarkan
kekuatan dalilnya. Juga pada masa itu ada keraguan untuk memilih mana yang lebih dekat
kepada kebenaran dan yang lebih memenuhi hasrat masyarakat.
Terjadinya hal itu, karena mereka mengumandangkan fatwa sebagai Amar bahwa mereka
harus bertaqlid dan tidak boleh bertaqlid kepada selain mazhab yang empat. Mereka yang
sudah bertaqlid kepada sesuatu Masa tidak boleh berpindah kepada mazhab yang lain atau
bertaqlid kepadanya, kecuali setelah memenuhi beberapa syarat. Para mutaakhirin tidak
boleh lagi berijtihad, tetapi harus mengikut saja yang telah menjadi sesuatu keputusan
mutaqaddimin.
Negara-negara yang telah mempunyai kesadaran Islam di samping mempunyai kesadaran
nasional nya membangun perguruan perguruan tinggi yang khusus mempelajari fiqih.
Diantaranya ialah Al Azhar dengan fakultas Syariah nya, Kairo University dengan kuliyatul
huquqnya. (Hasbi Ash Shiddieqy, 1999)
2. Faedah mempelajari fiqih secara muqaran
Studi perbandingan ini menjelaskan pada kita sampai di mana persamaan antara
hukum hukum positif yang berlaku dikalangan bangsa-bangsa di dunia ini dan dapat
mendekatkan mazhab-mazhab Islam yang sudah sangat renggang hingga dapat
mengambil mana yang lebih kuat dalilnya dan lebih dapat menunjukkan kepada
kemaslahatan umat serta mencerminkan ruh syari'atnya.
Disamping usaha-usaha studi ini timbullah usaha-usaha menyusun kitab-kitabnya.
Sudah banyak kita dapati risalah-risalah yang ditulis mengenai hukum-hukum Syariat
Yang dibandingkan dengan hukum-hukum yang lain atau antara mazhab-mazhab
yang ada dalam syariat Islam itu sendiri, atau risalah-risalah dalam hukum lain yang
dibandingkan dengan hukum Islam. (Hasbi Ash Shiddieqy, 1999)
Banyak faedah bagi umat islam dalam mempelajari fiqih muqarin. Berikut ini adalah faedah-
faedah tersebut.
a. Megetahui kelebihan dan kekurangan pada massing masing pendapat.
11. 11
Bagi yang mempelajari fiqh muqarin, akan mengetahui persamaan dan perbedaan
pendapat dalam bidang fiqh. Masing-masing pendapat itu memiliki dalil yang menjadi
acuanya, sekaligus kelebihan dan kekuranganya.
b. Mengambil mana yang lebih kuat dalilnya dari beberapa pendapat yang ada.
Ijtihad adalah proses penetapan hukum dengan menggunakan metode tertentu dan
kebenaranya bersifat relatif. Diantara ijtihad itu ada yang menggunakan dalil yang kuat
dan adapula yang kurang kuat. Sekalipun umat islam boleh memilih mazhab, ulama
hendaknya memprioritaskan dalil yang lebih kuat.
c. Timbul usaha membukukan perbandingan hukum-hukum syariat.
Salah satu buku yang memuat perbandingan hukum-hukum syariat adalah Al-Fiqh ‘ala
Al-Madzahib Al-Arba’ah. Bahkan menjadi mata kuliah di beberapa perguruan tinggi
yang di sebut dengan perbandingan mazhab. Ini semua dalam rangka pembukuan dan
mencari titik temudari berbagai mazhab agar umat mampu meningkatkan toleransi
antarsesama mereka. (Khon, 2013)
12. 12
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebangkitan fiqih dimulai dari akhir abad ketiga belas hijriyah sampai pada hari ini. fase ini
mempunyai karakter dan corak berbeda dengan fase – fase sebelumnya. Fiqih dihadapkan pada zaman
baru yang sejalan dengan perkembangan zaman, dapat memberikan pemaham dalam menentukan
jawaban atas setiap permasalahan yang muncul pada hari ini dari sumbernya yang asli, menghapus
taqlid, dan tidak terpaku dengan mazhab atau kitab tertentu.
13. 13
DAFTAR PUSTAKA
Hasbi Ash Shiddieqy, T. M. (1999). Pengantar Ilmu Fiqh. Semarang: PUSTAKA RIZKI PUTRA.
Khalil, R. H. (2009). TARIKH TASYRI' Sejarah Legislagi Hukum Islam. Jakarta: AMZAH.
Khon, A. M. (2013). IKHTISAR TARIKH TASYRI" Sejarah Pembinaan Hukum Islam dari Masa ke
Masa. Jakarta: AMZAH.
Sirry, M. A. (1996). Sejarah Fiqh Islam : Sebuah Pengantar. Surabaya: Risalah Gusti.
Suratno, A. Z. (2016). Mendalami Ushul Fiqh. Surakarta: P.T Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
www. Makalah Ilmu Fiqih.com di download pada hari rabu, 12 April 2018