Periode keemasan tasyri' pada abad ke-2 hingga ke-4 Masehi ditandai dengan tumbuhnya kajian ilmiah, kebebasan berpendapat, dan kodifikasi ilmu-ilmu agama seperti fiqh, ushul fiqh, hadis, dan tafsir. Lahirlah karya-karya klasik dan imam-imam madzhab utama seperti Imam Malik, Syafi'i, Hanafi, dan Ahmad bin Hambal.
2. Tabiit tabiin dan Kondisi Umat
Berakhirnya periode Dinasti Umayyah tahun 750 M (II
H), dan naiknya Dinasti Abbasiyyah sebagai penguasa
Daulah Islamiyah.
Gerakan keagamaan mulai menguat kembali,
terutama dalam pemikiran hukum Islam.
Para khalifah Dinasti Abbasiyyah memberikan yang
cukup bagi pertumbuhan pengetahuan. Misalnya
Harun Ar-Rasyid yang menggaji tinggi kaum ilmuwan
dan meminta anaknya (Al-Amin dan Al-Ma’mun)
untuk belajar agama kepada Imam Malik.
3. Faktor Kemajuan Tasyri
Tumbuhnya kajian-kajian ilmiah. Hal ini telah dimulai
pada masa khalifah Al-Mansur, khalifah kedua.
Terjemahan dan pengetahuan asing memarnai corak
pemikiran.
Kebebasan berpendapat (berijtihad). Dialog Imam
Malik dan khalifah Abu Ja’far Al-Mansur dapat
menjadi bukti.
Adanya Kodifikasi ilmu. Fiqh, ushul fiqh, fatwa
sahabat dan tabi’in, Tafsir, dll.
4. Periode KodifikasiHadist.
Meskipun ada larangan dari Nabi, namun larangan tersebut
tidak ditujukan pada semua sahabat, tetapi khusus penulis
wahyu.
Abdullah bin Umar (dijelaskan dalam Musnad Imam Ahmad
bin Hambal) menyatakan diperbolehkan oleh Rasulullah
menulis hadist. Nabi juga pernah memerintahkan menulis
khutbahnya lalu untuk diberikan orang yang memintanya,
“Tulislah untuk Abu Syat”.
Sebenarnya telah dimulai pada masa Dinasti Umayyah, khalifah
Umar bin Abdul Aziz.
Hal ini didorong karena kekhawatiran ada banyak orang yang
bohong dengan menggunakan pendapat Nabi (hadist). Abu
Bakar bin Muhammad bin Hazm dan Ibnu Syihab adalah dua
sahabat yang diperintahkan oleh khalifah Umar.
5. Tahap Penulisan Hadist
Dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa Khalifah Umar bin
Abdul Aziz. Kemudia muncullah penulis-penulis hadist di berbagai
wilayah, seperti Muhammad Ishaq dan Malik bin Anas (Madinah);
Rabi’ah bin Shuaih dan Hammad din Abi Sulaiman (Basrah); Sufyan
Tsauri (Kuffah); Auza’i (Syam); Ma’mar (Yaman); Ibnu Mubarak
(Khurasan); dan Laits bin Sa’ad (Mesir).
Tahap ini hadis telah ditulis per-bab; bab shalat, jual beli, dll. 2) Akhir
Abad II H.
Tahap ini hadis ditulis berdasarkan sanad (periwayatnya).
Misalnya; kumpulan hadist Abu Hurairah merupakan hadist-hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Bakar, dll.
Para ulama hadis dengan metode ini; Abdullah bin Musa, Naim bin
Hammad, Ishaq bin Rahawaih, Usman bin Syaibah.
Musnah Imam Ahmad bin Hambal menggunakan metode ini dan masih
digunakan hingga sekarang.
6. Pertengahan Abad III H.
Periode ini penulisan hadis kembali seperti semula,
yakni berdasarkan bab-bab tertentu. Bedanya, hadis
dipisahkan dari pendapat (qaul) sahabat dan fatwa-
fatwanya.
Hadist disusun secara sistematis menurut penulisan
fiqh.Hadist-hadist shahih dan dhaif dipisahkan, serta
dibuat syarat tertentu dari penerimaan riwayat
hadist.Periode ini dinilai sebagai masa kecermelangan
hadist.
7. Lahirlah ulama-ulama hadist yang terkenal hingga
saat ini (kutub al-sittah), seperti:
1) Muhammad bin Ismail al-Bukhari (w. 265 H)
2) Muslim bin Hajjaj al-Naisaburi (w. 261 H)
3) Abu Daud Sulaiman bin Asy’at al-Sajastani (w. 275
H)
4) Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Quzaini
(Ibnu Majjah) (w. 273 H)
5) Abu Isa Muhammad bi Isa al-Salami al-Tarmidzi
(w. 279 H)
6) Abu Abdurrahman Ahmad bin Syua’ib an-Nasa’i
(w. 303 H).
8. Perkembangan Tafsir
Tafsir pada hakikatnya terlah berkembang pada masa Rasulullah
dan Sahabat.Rasulullah merupakan penafsir utama dari Al-
Qur’an, demikian para sahabat juga menjadi penafsir. Salah satu
yang sangat terkenal adalah Abbas, paman Rasulullah.
Tafsir yang dimaksud di sini adalah penjelasan Rasulullah terkait
dengan hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an. Namun
banyak ayat Al-Qur’an yang mengandung hukum dan belum
mendapatkan tafsir dari Rasulullah.
Tabi’in kemudian menuliskan tafsir yang pernah dilakukan oleh
Rasulullah dan sahabat. Nama-nama penulis tafsir pada masa
awal periode ini adalah Sufyan bin Uyainah, Waki bin Jarah, dan
Ishaq bin Rahawaih.
Penulisan tafsir kemudian dilakukan secara sistematis menurut
kronologi ayat. Periode ini muncullah tafsir Ibnu Juraih, Saddi
bin Muhammad bin Ishaq, Ibnu Jarir at-Tabari.
9. Metodologi Tafsir
Tafsir bi al-Maktsur, dilakukan dengan menafsirkan ayat
dengan hadist dan atsar sahabat. Lahirlah penafsir
seperti Suyuthi, Syaukani, dan Thabari.
Tafsir bi al-Ra’y, tafsir berdasarkan ra’y (rasio) dan
ijtihad. Dikenal pulan dengan istilah takwil.
Tafsir ayat ahkam, menafsirkan ayat-ayat hukum secara
tematis.
10. Kodifikasi Fiqh
Tiga metode penulisan fiqh:
1) Gabungan Hadist, fatwa sahabat dan tabi’in. Karya
yang paling terkenal dengan metode ini adalah Al-
Muwattha’ karya Imam Malik.
o Al-Muwattha’ menggabungkan hadist, qaul sahabat,
ijtihad tabi’in dan tradisi orang-orang Madinah.
o Jami’ Kabir, karya Sufyan Tsauri dan Ikhtilaf al-Hadist,
karya Imam Syafi’i juga menggunakan metode ini.
11. 2) Fiqh ditulis secara terpisah dengan hadist dan atsar
sahabat.
o Ulama Hanafiyah banyak menggunakan metode ini.
o Al-Kharaj, karya Abu Yusuf menjadi contoh. Kitab ini
merupakan persembahan kepada khalifah Harun Ar-
Rasyid, yang berisi mengenai administrasi negara,
keuangan dan kedaulatan negara Islam.
o Dhahir ar-Riwayah al-Sittah, Muhammad bin Hasan;
al-Ashl, al-Jami al-Kabir, Al-Jami al-Shaghir, Al-Ziyadah,
al-Sair al-Kabir, dan al-Sair al-Shighar (memuat
pendapat Abu Hanifah).
o Al-Mudawwanah, juga dapat digolongkan metode ini.
kitab ini berisi dialog Imam Malik dengan muridnya.
12. 3) Penulisan fiqh komparatif.
o Fiqh yang ditulis dengan metode ini adalah menulis
fiqh secara sistematis dengan didukung dalil-dalil (al-
Qur’an dan Hadist), pendapat (ijtihad) dan komparasi
dengan pendapat-pendapat ulama.
o Kitab Al-Umm karya Imam Syafi’i adalah kitab Fiqh
yang pertama menggunakan metode ini.
o Kelebihan metode ini mudah dipahami dan dipelajari
oleh siapapun.
13. Penyusunan Ushul Fiqh
Ushul Fiqh merupakan metodologi berijtihad dalam
menemukan hukum. Ushul Fiqh sendiri pada
hakikatnya telah ada semenjak Rasulullah dan
Sahabat, hanya saja belum disusun.
Misalnya maslahah sebagai alasan hukum yang
diambil Abu Bakar dalam kasus fokus pada jabatan
dan meninggalkan berdagang, dharurat yang diambil
Umar dalam kasus pencuri, illat sebagai alasan hukum
Usman dalam kasus unta liar.Ar-Risalah karya Imam
Syafi’i merupakan salah satu kitab Ushul Fiqh yang
paling awal.
14. Munculnya Imam Madzhab
Dr Thaha Jabir Fayyadh al-Ulwani mencatat ada 13 imam
madzhab yang berafiliasi sunni, namun hanya sembilan
yang dapat diketahui jelas dasar metode fiqhiyah yang
mereka gunakan. Mereka adalah:
1) Imam Abu Said bin Yasar Al-Bashri (w.110 H).
2) Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi (w.
150 H)
3) Imam Auza’i Abu Amr Abdurrahaman bin Amru bin
Muhammad (w. 157 H).
4) Imam Sufyan bin Said bin Masruq al-Tsauri (w. 160 H)
5) Imam Laits bin Sa’ad (w. 157 H)
6) Imam Malik bin Anas al-Anshari (w. 179 H)
7) Imam Sufyan bin Uyainah (w. 198 H)
8) Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (w. 204 H)
9) Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal (w. 241 H).