SlideShare a Scribd company logo
1 of 23
MAKALAH
AGAMA ISLAM
“IJTIHAD”
Dosen Pembimbing : Abdul Hamid Aly,S.Pd., M.pd
Disusun Oleh:
Kelompok II
1. M.Taufik Nurhidayat 21901081039
2. Inrah Wati Juwita 21901081025
3. Ghani Oktaviyanto 21901081033
4. Hernita Cahyani D.P 21901081030
5. M.Ali Ma’syum 21901081020
6. Heriyanto 21901081008
PROGAM STUDI MANAJEMEN-01
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2019
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena rahmat,karunia,taufik
serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Ijtihad”. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah agama islam dan kami mengucapkan banyak terimaksih
kepada:
1. Pak Abdul Hamid Aly,S.Pd., M.pd, selaku dosen mata kuliah agama islam.
2. Anggota kelompok kami yang telah berpartisipasi dalam mengerjakan penuyusunan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipahami dan dimengerti bagi para pembacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila dalam menyusun makalah ini banyak kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan. Untuk itu kami berharap adanya kritik saran dan usulan demi perbaikan untuk makalah
selanjutnya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat maupun menginspirasi
terhadap pembaca.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Malang, Desember 2019
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………….………...………...….…...i
DAFTAR ISI ………………………………………………………..………….….....……...…. ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………..1
A. Latar Belakang …………………………………………………………………......1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………….2
C. Tujuan Pembahasan ………………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………….………...…. ….3
A. Pengertian Ijtihad………………………………………………… ………………..3
B. Ruang Lingkup Ijtihad.……………………………..……………………...…….... 4
C. Syarat dan Tingkatan Mujtahid……………………………………….……...……..4
D. Mengenal Imam Madzhab………………………………………………………….7
E. Sebab-Sebab Perbedaan Pendapat Para Imam Madzhab……………………….....10
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………….………....19
A. Kesimpulan …………………………………………………………………… …19
B. Saran …………………………………………………...………………...…… …19
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….……………….20
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah pemikiran islam, ijtihad telah banyak digunakan sejak dahulu. Esensi
ajaran Al-qur’an dan Hadits memang menghendaki adanya ijtiihad. Al-qur’an dan hadits
kebanyakan hanya menjelaskan garis besarnya saja, maka ulama berusaha menggali maksud
dan rinciannya dari kedua sumber tersebut melalui ijtihad.
Kemudian setelah wafatnya Rasulullah islam semakin luas dan para sahabat menyebar
keberbagai penjuru sehingga mereka dihadapkan pada berbagai persoalan yang tidak
ditemukan hukumnya dalam Al-qur’an dan al-hadits. Hal itu, mengharuskan mereka
menyelesaikannya dengan cara ijtihad.
Pada masa berikutnya peristiwa-peristiwa baru semakin kompleks, sehingga para
pemuka Agama yang sudah mempunyai keilmuan yang sangat luas merespon berbagai
persoalan itu dengan metode ijtihad yang mereka konsep.
Jadi, begitu pentingnya memahami ijtihad sebagai kunci untuk menyelesaikan
problem-problem yang dihadapi oleh umat islam sejak dulu, sekarang dan yang massa yang
akan datang. Ijtihad sebagai sumber ketiga setelah Al-qur’an dan Hadits. Inilah yang membuat
islam tidak kehilangan karakternya sebagai agama yang dinamis.
Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama
yaitu Al-Qur'an danAl-hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan
atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum
agama. Oleh karena itu kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yang telah mengorbankan waktu,
tenaga, serta pikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik
yang sudah lama terjadi di zaman Rosullulloh maupun yang baru terjadi. Kita telah mengetahui bersama
bahwa sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits. Di dalam keduanya terdapat
hukum-hukum yang relevan dalam kehidupan kita sehari -hari (bermasyarakat), beragama dan menjalani
kehidupan kita sebagai khalifah di muka bumi ini. Tanpa disadari, keterikatan muslimin untuk taat kepada
Allah dan Rasul-Nya dan dengan kekhawatiran akan jatuh dalam kekufuran, menjadikan setiap muslim
berjanji untuk mengikuti Al-Qur’an dan Hadits atau Sunnah. Tapi ada hal yang tidak dapat ditolak, yakni
2
adanya perubahan persepsi di kalangan muslim dalam memahami keduanya. Dari dasar sumber
yang sama ternyata muslimin memahami dengan berbeda. Awal perbedaan ini, nampak jelas ketika
Rasulullah SAW wafat. Al-Quran, dalam artian wahyu atau kalam Ilahi dan penjelas dalam praktik
kehidupan sehari-hari Nabi SAWitu terhenti. Sebagian muslimin berpandangan bahwa periode dasar hukum
telah terhenti, sehingga mereka berpandangan hanya Al-Quran danSunnah Nabisaja sebagai sumber hukum
yang mutlak. Sebagian muslimin yang lain memiliki pandangan dan keyakinanberbeda. Seiring berjalannya
waktu, permasalahan-permasalahan yang ditemui umat islam pun kian berkembang. Ketika permasalahan-
permasalahan tersebut tidak dapat lagi diselesaikan hanya melalui nash Al-Qur’an dan Hadist secara
eksplisit, maka timbul istilah ijtihad.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini berupa :
1. Apa itu pengertian ijtihad?
2. Bagaimana ruang lingkup ijtihad?
3. Apa sajakah syarat dan tingkatan mujtahid?
4. Siapa saja para imam madzhab?
5. Apa sebab-sebab perbedaan pendapatan para imam madzhab?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian ijtihad
2. Untuk mengetahui bagaimana ruang lingkup didalam ijtihad
3. Untuk mengetahui apa saja syarat dan tingkatan mujtahid
4. Untuk mengetahui siapa saja para imam madzhab
5. Untuk mengetahui sebab-sebab dan perbedaan para imam madzhab
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata jahada. Artinya mencurahkan segala kemampuan atau
menanggung beban kesulitan. Menurut bahasa, ijtihad adalah mencurahkan semua
kemampuan dalam segala perbuatan. Dalam ushul fiqh, para ulama ushul fiqh
mendefinisikan ijtihad secara berbeda-beda. Misalnya Imam as-Syaukani mendefinisikan
ijtihad adalah mencurahkan kemampuan guna mendapatkan hukum syara’ yang bersifat
operasional dengan cara istinbat (mengambil kesimpulan hukum).
Sementara Imam al-Amidi mengatakan bahwa ijtihad adalah mencurahkan semua
kemampuan untuk mencari hukum syara’ yang bersifat dhonni, sampai merasa dirinya
tidak mampu untuk mencari tambahan kemampuannya itu. Sedangkan imam al-Ghazali
menjadikan batasan tersebut sebagai bagian dari definisi al-ijtihad attaam (ijtihad
sempurna).
Imam Syafi’i menegaskan bahwa seseorang tidak boleh mengatakan tidak tahu
terhadap permasalahan apabila ia belum melakukan dengan sungguh-sungguh dalam
mencari sumber hukum dalam permasalahan tersebut. Demikian juga, ia tidak boleh
mengatakan tahu sebelum ia sungguh-sungguh menggali sumber hukum dengan sepenuh
tenaga. Imam Syafi-I hendak menyimpulkan bahwa dalam berijtihad hendaklah dilakukan
dengan sungguh-sungguh. Artinya, mujtahid juga harus memiliki kemampuan dari
berbagai aspek criteria seorang mujtahid agar hasil ijtihadnya bisa menjadi pedoman bagi
orang banyak.
Ahli ushul fiqh menambahkan kata-kata al-faqih dalam definisi tersebut sehingga
definisi ijtihad adalah pencurahan seorang faqih akan semua kemampuannya. Sehingga
Imam Syaukani memberi komentar bahwa penambahan faqih tersebut merupakan suatu
keharusan. Sebab pencurahan yang dilakukan oleh orang yang bukan faqih tidak disebut
ijtihad menurut istilah.
4
Dalam definisi lain, dikatakan bahwa ijtihad yaitu mencurahkan seluruh
kemampuan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan istinbat (mengeluarkan hukum)
dari Kitabullah dan Sunah Rasul. Menurut kelompok mayoritas, ijtihad merupakan
pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh
pengertian terhadap sesuatu hukum syara’. Jadi, yang ingin dicapai oleh ijtihad yaitu
hukum Islam yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa.
Ulama telah bersepakat bahwa ijtihad dibenarkan, serta perbedaan yang terjadi sebagai
akibat ijtihad ditolerir, dan akan membawa rahmat saat ijtihad dilakukan oleh yang
memenuhi persyaratan dan dilakukan di medannya (majalul ijtihad).
B. Ruang Lingkup Ijtihad
Secara garis besar ruang lingkup ijtihad dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Peristiwa yang ketepatan hukumnya masih dzanny. Tugas para mujtahid dalam
masalah ini adalah menafsirkan kandungan nash kemudian menetapkan hukum-hukum
yang termuat didalamnya. Contohnya adalah bersentuhan antara laki-laki dengan
perempuan yang bukan muhrimnya baik disengaja maupun tidak apakah itu
membatalkan wudhu atau tidak, kewajiban suami istri, dan lain sebagainya.
2. Peristiwa yang belum ada nash nya sama sekali. Tugas utama para mujtahid dalam
masalah ini adlah merumuskan hokum baru atas peristiwa tersebut dengan
menggunakan kekuatan ra’y. Contoh masalah ini adalah, hokum bayi tabung, keluarga
berencana, dan lain sebagainya.
C. Syarat dan Tingkatan Mujtahid
 Syarat Mujtahid
Tidak sembarangan orang dapat menjadi Mujtahid, karena ada ketentuan syarat-
syarat khusus agar layak untuk berijtihad dan menjadi seorang mujtahid. Imam Ghozali
5
menyebutkan bahwa syarat terhadap seorang mujtahid ada dua, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Seorang mujtahid harus mengetahui tentang hukum syara’, tidak hanya itu, seorang
mujtahid juga dituntut untuk mendahulukam sesuatu yang wajib didahulukan dan
mengakhirkan sesuatu yang wajib diakhirkan.
2. Seorang mujtahid harus adil dan juga harus menjauhi perbuatan maksiat yang bisa
menghilangkan sifat keadilan seorang mujtahid. Syarat ini bisa untuk menjadi pegangan
oleh para mujtahid, tapi kalau seorang mujtahid tidak ‘adil maka hasil ijtihadnya tidak sah
atau tidak boleh untuk dijadikan sebuah pegangan oleh orang awam.
Menurut Imam as-Syatiby seorang yang ingin mencapai derajat mujtahid juga harus
bisa memenuhi dua syarat dibawah ini:
1. Bisa memahami tujuan syari’at secara sempurna,
2. Bisa menggali suatu hukum atas pemahaman seorang mujtahid.
Sedangkan Imam Zakariya al-Anshari dalam kitab Tashilul Wushul fi Lubb Ushul,
al-Anwar 1, halaman 364-365 menyebutkan beberapa syarat menjadi mujtahid adalah
sebagai berikut:
1. Menguasai perkara-perkara ijma’
2. Menguasai nasikh-mansukh
3. Mengetahui asbabun nuzul
4. Mengetahui hadist-hadist shahih, hasan, dhaif
5. Menguasai hadist-hadist mutawatir dana had
6. Menguasai dalil aqli.
Menurut Khudhori Beik, syarat mujtahid ada dua, yaitu :
1. Adil
2. Ilmunya meliputi segala segi terhadap persoalan yang akan difatwakan.
6
Dari semua syarat yang disebutkan diatas yang tidak kalah penting pula adalah
seorang mujtahid harus menguasai bahasa Arab, tentu termasuk nahwu, sharaf serta
balaghahnya. Sebab Alquran dan Hadits semua berbahasa arab. Maka tidak mungkin
seseorang dapat memahami AlQuran dan hadits tanpa menguasai bahasa arab terlebih
dahulu.
 Tingkatan-tingkatan bagi para mujtahid
Menurut Abu Zahrah, tingkatan-tingkatan mujtahid ialah sebagai berikut:
1. Mujtahid mustaqil atau mujtahid fi al-syar’I atau disebut juga mujtahid mutlaq. Meujtahid
jenis ini terbebabs dari bertaklid kepada mujtahid yang lain, baik dalam metode istinbath
maupun furu’. Mujtahid jeniss ini yang menerapkan metode istinbath itu dalam berjihad
untuk membentuk hukum fikih. Contohnya, para imam mujtahid empat. Yaitu, Abi
Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad bin Hambal.
2. Mujtahid muntasib atau mujtahid mutlaq ghair al-mustaqil yaitu mujtahid dalam masalah
ushul fiqih. Meskipun dari segi kemampuan ia mampu merumuskannya, ia memenuhi
syarat-syarat ijtihad dari mujtahid mutlaq mustaqil, namun tetap berpegang kepada ushul
fiqh salah seorang imam mujtahid mustaqil, akan tetapi mereka bebas dalam berijtihad,
tanpa terikat salah seorang mujtahid mustaqil, contohnya : al-muzani, Abdurrahman al
Qasim, Qadhi Abu Yusuf.
3. Mujtahid fi al madzhab atau mujtahid muqayyad atau mujtahid takhrij, yaitu tingkat
mejtahid yang dalam ushul fiqh dan furu’ bertaklid kepada imam mujtahid tertentu. Mereka
disebut mujtahid karena dalam mengistinbathkan hukum pada permasalahan-permasalahan
yang tidak ditemukan pada Imam Madzhab. Misalnya, Abu Hamid al-Asfiraini.
4. Mujtahid fi tarjih, yaitu mujtahid yang kegiatnnya bukan mengistinbathkan hukum tetapi
sebatas membandingkan berbagai madzhab atau pendapat, dan mempunyai kemampuan
untuk mentarjih atau memilih salah satu pendapat terkuat dari pendapat-pendapat yang ada.
(Ushul Fiqh al-islamiy, Wahbah Zuhaili Juz II).
7
D. Mengenal Imam Madzhab
Dalam dunia islam ada empat imam yang masing-masing punya mazhab, yang sangat
terkenal dan diikuti oleh banyak umat Islam. empat imam tersebut satu sama lain tidak
pernah saling menyalahkan pendapat, namun yang ada hanya saling menghargai karena
diantara empat imam tersebut masing-masing punya dalil dan alasan disetiap menentukan
suatu hukum. Walaupun dasar hukum dalam islam Al-Qur'an dan Hadits, akan tetapi
pandangan dan penafsiran berbeda, namum tujuan dari perbedaan tesebut pada hakikatnya
adalah untuk kemaslahatan umat, agar bisa mendapat ridha dari Allah swt. Dan berikut ini
empat imam tersebut:
1. Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah yang nama lengkapnya Abu Hanifah Nu'man ibn Tsabit
at-Taimi. Tempat kelahirannya di Kufah pada tahun 80H /699M dan wafat pada
tahun 150H/767M. Dalam zamannya beliau terkenal seorang sarjana dan Maha
Guru yang luas ilmu pengetahuannya terutama dibidang hukum. Beliau hidup
dalam dua Dinasty, yaitu Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Tapi sama sekali
tidak turut aktif dalam gerakan politik.
Gubernur Irak Yazid Ibnu Hubairah, zaman khlaifah Marwan ibn
Muhammad dari Dinasty Umayyah akan mengangkat Ibnu Hanifah menjadi hakim,
tetapi beliau tolak dengan tegas, sebab itu beliau disiksa. Hal yang sama pun terjadi,
ketika Kerajaan Abbasyiah telah berdiri. Khalifah Al-Mansur memanggil beliau ke
Bagdad dan kemudian akan diangkat menjadi hakim kerajaan, belaiu pun menolak
dan akhirnya beliau harus dihukum dan disiksa.
Abu Hanifah telah mengabdikan hidupnya dalam study hukum islam dan
memberikan kuliah-kuliah pada para mahasiswanya. Beliau meninggalkan sebuah
buku yang dinamai "Al-Fiqhi Al-Akbar" Karya beliau dapat dihargai dengan
sesungguhnya, karena beliaulah orang yang pertama yang mencoba mengkodifisir
hukum Islam dengan memakai qiyas, ihtihsan dan tradisi masyarakat. Beliau telah
dianggap sebagai pembangun suatu mazhab, dimana mempunyai pengikut-
pengikut yang tersebar di dunia, utamanya di Turki, Afganistan, Transyordania,
Indo Cina, Cina, dan Soviet Rusia.
8
2. Imam Malik Ibn Anas
Imam Malik Ibn Anas lahir pada tahun 95H/713M dan Wafat pada tahun
179H/789M, berdian dan hidup di Madinah. Beliau menuntut ilmu di kota itu,
kemudian menjadi ulama besar yang berpengaruh luas. Imam Malik memiliki dua
keistimewaan yang melebihi para ulama pada zamannya, yaitu specialis ilmu hadits
dan memangku jabatan sebagai mufti. Adapun karyanya bernama "Al-muwaththa"
yaitu kumpulan hadits-hadits yang disusunnya. Malik menduduki tempat yang
penting dalam mengajarkan hadits. Disamping itu beliau memberi fatwa dan
mengajarkan hukum-hukum berdasarkan ijtihadnya sendiri.
Banyak mahasiswa dan ulama-ulama yang datang belajar kepadanya,
termasuk Imam Syafi'i. Dalam menetapkan hukum beliau pun menggunakan qiyas
walaupun dalam arti yang lebih sedikit dari pada Abu Hanifah. Sebagaimana Abu
Hanifah, beliau juga telah membentuk mazhab fiqhi. Pengikut-pengikutnya sudah
barang tentu paling banyak dikotanya sendiri di Madinah dan sekarang ini
pengikut-pengikutnya tersebar di Maroko, Al-jazair, Tunis, Sudan, Kuwait dan
Bahrain.
3. Imam Asy Syafi'i (Muhammad ibn Idris Asy Syafi'i)
Imam Asy Syafi'i (Muhammad ibn Idris Asy Syafi'i) dilahirkan di Gaza
pada Tahun 150H/757M, dan meninggal di Kairo pada tahun 204 H/ 820 M. Beliau
punya silsilah kefamilian degan Nabi, dari keturunan Mutthalib ibn Abdil Manaf,
dilahirkan sebagai seorang yatim. Sejak kecil Imam Syafi'i beliau tumbuh dalam
menuntut ilmu di Mekah, bersama dengan ibunya, dia hidup dalam keadaan yang
miskin. Sejak usia yang masih sangat muda, dia telah menghafal Al-qur'an 30 juz,
terkenal sebagai seorang yang jenius, memiliki kecerdasan yang luar biasa. Pernah
pula dia belajar tentang hadits pada Imam Malik di Madinah dan dalam waktu yang
singkat kitab Imam Malik itu yang bernama almuwaththa terhafal semua.Terhadap
semua pengetahuan yang berhubungan dengan qur'an, sunnah, ucapan-ucapan para
saahabat, sejarah serta pendapat-pendapat yang berlawanan dari pada ahli dan
sebagainya, diaduknya dengan sempurna dengan pengetahuannya yang mendalam
9
tentang bahasa arab yang dari gurun pasir itu, baik dalam ilmu bahasanya,
nahwunya, sarafnya, dan syairnya.
Imam Ahmad Ibnu Hambal, dengan segenap kejujuran berkata : "Asy
Syafi'i bagi umat ini, ibarat matahari bagi bumi dan laksana kesehatan bagi tubuh;
Siapa yang akan dapat menggantikannya?. Diforum-forum diskusi beliau termasuk
ulet dengan argumentasi-argumentasi yang sukar dipatahkan. Asy Syafi'i termasuk
orang yang mujur hidupnya dalam bidang ilmiyah. Beliau muncul setelahnya
tersusun kodifikasi syari'ah menurut sistem-sistem yang teratur dalam bentuk yang
rapi. Dengan demikian beliau mudah buah-buah pikian dari orang-orang terdahulu
dan belajar langsung dari maha guru-mahaguru terkemuka. Sebab itu akhirnya
beliau dapat mencapai sesuatu prestasi yang tinggi dalam bidang ilmiah, beliau
telah mampu merumuskan suatu metode yang mempersatukan qur'an, sunnah, ijma'
dan qiyas. Berbeda dengan Abu hanifah sebagai seorang ahli metode berfikir dan
lebih menyetujui suatu metode spekulasi yang hipotesis, maka Asy syafi'i tidak
menyetujui hal itu. Namun demikian beliau seorang yang luas ilmu pandagan, ilmu,
dan pengalaman, beliau juga menguasai fiqhi sarjana-sarjana dan ulama hijaz dan
fiqhi sarjana-sarjana Irak. Sebab itu sejak Asy syafi'i muncul di Bagdad, maka
ajarannya segera mendapat pengikut.
Asy Syafi'i mempunyai dua qaul (pendapat). Pertama, ketika beliau
bermukin di Bagdad, namanya Qaul Qadien (pendapat kuno). Kedua, ketika beliau
tinggal di Mesir namanya Qaul Jadid (pendapat baru). Tidak terhitung banyaknya
ulama yang datang belajar pada beliau. Selama hayatnya beliau telah menulis 113
buah kitab-kitab tentang tafsir, fiqhi, kesusasteraan dan lain-lainnya. Antara lain
kitab yang paling terkenal "Al-Um". Para pengikutnya terdapat di Indonesia,
Malaysia, palestina, Libanon, Mesir, Irak, Saudi Arabia, Yaman dan Hadramaut.
4. Imam Ahmad Ibn Hambal
Imam Ahmad Ibn Hambal dilahirkan di bagdad pada tahun 164H/780M dan
wafat dibagdad pada tahun 241H/855M. Beliau terkenal ahli dalam bidang hadits,
fiqhi, dan teologi. Waktu Asy Syafi'i mau meninggal dia berkata : "Saya tidak
meninggalkan di bagdad orang yang lebih utama, alim dan lebih cerdas selain dari
Ahmad ibn Hambal".Pertama kali beliau belajar pada Imanm Asy-Syafi'i, dan
10
setelah cukup ilmu dan peralatannya lalu berijtihad, merintis suatu madzhab
tersendiri.Seperti Imam-imam Madzhab yang terhdahulu, banyak pula ulama-
ulama besar datang belajar padanya. Beliau terkenal sebagai seorang yang teguh
pendirian dan keras mempertahankannya. watak itu yang menyebabkan Khalifah
Al-Makmun, sebagaimana pendapat Mu'tazilah yang menjadi madzhab kerajaan
waktu itu, bahwa Qur'an itu makhluk, sebab itu ia adalah baharu (huduts). Pendapat
mana dipaksakan oleh Al-Makmun, tetapi Imam Ahmad secara tegas dan
konsekwen menolaknya.
Imam Ahmad banyak menulis buku-buku yang berharga. Nampak-nya di
antara sekian banyak ilmu pengetahuannya, beliau lebih terkemuka sebagai
spesialis dalam Hadits. Beliua telah menyusun sebuah Musnad, yang mana karya
itu di dalamnya terkumpul Hadits-hadits yang tidak dikemukakan oleh Ulama
lainnya. Buku tersebut berisi 40.000 buah Hadits. Para pengikut Imam Ahmad pada
umumnya terdapat di Saudi Arabia, Libanon dan Syria.
E. Sebab-Sebab Perbedaan Pendapat Para Imam Madzhab
Dalam sejarah perkembangan hukum Islam, perbedaan pendapat mengenai
penetapan hukum telah terjadi di kalangan para sahabat Nabi ketika beliau masih hidup.
Tetapi perbedaan pendapat itu segera dapat dipertemukan dengan mengembalikannya
kepada Rasulullah SAW. Setelah beliau wafat, maka perbedaan pendapat sering timbul di
kalangan sahabat dalam menetapkan hukum kasus tertentu, misalnya Zaid ibn Tsabit, Ali,
dan Ibn Mas’ud memberikan harta warisan antara al-jadd (kakek) dan ikhwah (saudara),
sedangkan Abu Bakar tidak memberikan warisan kepada para saudara si mayat, jika
mereka mewarisi bersama-sama dengan kakek si mayat, karena kakek dia jadikan seperti
ayah.[8]
Perbedaan pendapat di kalangan para sahabat Nabi itu, relatif tidak banyak
jumlahnya, karena masalah yang terjadi pada masa itu tidak sebanyak yang timbul pada
generasi berikutnya.Terjadinya perbedaan pendapat dalam menetapkan hukum Islam, di
samping disebabkan oleh faktor yang bersifat manusiawi, juga oleh faktor lain karena
11
adanya segi-segi khusus yang bertalian dengan agama. Faktor penyebab itu mengalami
perkembangan sepanjang pertumbuhan hukum pada generasi berikutnya. Makin lama
makin berkembang sepanjang sejarah hukum Islam, sehingga kadang-kadang
menimbulkan pertentangan keras, utamanya di kalangan orang awam.
Mahmud Isma’il Muhammad Misy’al dalam bukunya, Atsar al-Khilaf al-Fiqhi fi
al-Qawaid al-Mukhtalif fiha [9] menyebutkan ada empat sebab pokok terjadinya ikhtilaf di
kalangan fukaha: (a) Perbedaan dalam penggunaan kaidah ushuliyah dan penggunaan
sumber-sumber istinbath (penggalian) lainnya, (b) Perbedaan yang mencolok dari aspek
kebahasaan dalam memahami suatu nash, (c) Perbedaan dalam ijtihad tentang ilmu hadis,
(d) Perbedaan tentang metode kompromi hadis (al-jam’u) dan mentarjihnya (al-tarjih)
yang secara zahir maknanya bertentangan.
Sedangkan Muhammad al-Madani dalam bukunya, Asbab Ikhtilaf al-Fuqaha,
sebagaimana dikutip Huzaemah,[10] membagi sebab-sebab ikhtilaf menjadi empat macam
juga, yaitu: (a) Pemahaman Alquran dan Sunnah Rasulullah, (b) Sebab-sebab khusus
tentang Sunnah Rasulullah, (c) Sebab-sebab yang berkenaan dengan kaidah-
kaidah ushuliyah, (d) Sebab-sebab yang khusus mengenai penggunaan dalil di luar Alquran
dan Sunnah Rasulullah SAW.
Sebab-sebab yang dikemukakan dua ulama tersebut tidak jauh berbeda,dan sebab-
sebab ikhtilaf tersebut sebagai berikut:
1. Pemahaman Alquran dan Sunnah
Sebagaimana kita maklumi bahwa sumber utama syariat Islam adalah
Alquran dan Sunnah Rasul. Keduanya berbahasa Arab. Di antara kata-katanya ada
yang memiliki arti lebih dari satu (musytarak). Selain itu, dalam ungkapannya
terdapat kata umum tetapi yang dimaksudkan khusus. Ada pula perbedaan
perspektif dari aspek lughawi (kebahasaan) dan ‘urfi (tradisi) serta dari
segi manthuq, mafhum dan lainnya.
Berikut ini akan dikemukakan contoh mengenai kata musytarak dalam nas Alquran
yang menimbulkan ikhtilaf:
. ٍ‫وء‬ُ‫ر‬ُ‫ق‬ َ‫ة‬َ‫ث‬‫ال‬َ‫ث‬ َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫س‬ُ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ِ‫ب‬ َ‫ْن‬‫ص‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َ‫ت‬َ‫ي‬ ُ‫ات‬َ‫ق‬َّ‫ل‬َ‫ط‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬[12]
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.
12
Sebagian ulama menafsiri kata quru’ dengan suci, sedangkan yang lain menafsiri
haid. Dengan demikian, ulama Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa
wanita yang ditalak harus beridah dengan tiga kali suci, sedangkan kalangan ulama
Hanafiyah dengan tiga kali haid.[13]
Selanjutnya akan dikemukakan contoh pemahaman terhadap Sunnah terkait
dengan isinya yang umum dan khusus. Perbedaan pendapat di kalangan ulama
tentang nisab zakat pertanian. Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa setiap jenis
hasil pertanian yang sedikit atau banyak wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan
pada keumuman suatu hadis:[14]
‫عثريا‬ َ‫َان‬‫ك‬ ْ‫و‬َ‫أ‬ ُ‫ن‬ْ‫ُو‬‫ي‬ُ‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬ ُ‫ء‬‫ا‬َ‫م‬َّ‫س‬‫ال‬ ِ‫ت‬َ‫ق‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫م‬ْ‫ي‬ِ‫ف‬. ِ‫ر‬ُ‫ش‬ُ‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ‫ْف‬‫ص‬ِ‫ن‬ ِ‫ح‬ْ‫ض‬َّ‫ن‬‫ال‬ِ‫ب‬ َ‫ي‬ِ‫ق‬ُ‫س‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ ُ‫ر‬ُ‫ش‬ُ‫ع‬ْ‫ل‬َ‫ا‬[15]
Sesuatu (hasil pertanian) yang pengairannya dengan air hujan, air sumber atau
menyerap air hujan, zakatnya sepersepuluh, sedangkan yang diairi dengan jasa
unta zakatnya setengah dari sepersepuluh.
Sedangkan pendapat jumhur fukaha berbeda dengan pendapat Imam Abu
Hanifah tersebut bahwa hasil pertanian yang tidak mencapai satu nisab tidak wajib
dikeluarkan zakatnya. Satu nisab adalah lima awsaq (± 300 gantang). Mereka
berhujah bahwa hadis tersebut dikhususkan dengan hadis Abu Sa’id Al-Khudri
bahwa Nabi SAW bersabda:
‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬َ‫ص‬ ٍ‫ق‬ُ‫س‬ْ‫و‬َ‫أ‬ ِ‫ة‬َ‫س‬ْ‫م‬َ‫خ‬ َ‫ن‬ْ‫و‬ُ‫د‬ ‫ا‬َ‫م‬ْ‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫ْس‬‫ي‬َ‫ل‬.[16]
Sesuatu yang kurang dari lima awsaq tidak wajib zakat.
Golongan Hanafi menakwili bahwa hadis ini tertuju pada zakat harta perdagangan,
bukan pertanian.[17]
2. Sebab-sebab Khusus Mengenai Sunnah Rasul
Sebab-sebab khusus mengenai Sunnah Rasul yang menonjol antara lain: (1)
Perbedaan dalam penerimaan hadis; sampai atau tidaknya suatu hadis kepada
sebagian sahabat, (2) Perbedaan dalam menilai periwayatan hadis, (3) Perbedaan
mengenai kedudukan kepribadian Rasul.
 Perbedaan dalam Penerimaan Hadis
13
Para sahabat yang menerima dan menyampaikan hadis, kesempatannya
tidak sama. Ada yang banyak menghadiri majis Rasul, tentunya mereka
inilah yang banyak menerima hadis sekaligus meriwayatkannya. Tetapi
bayak pula di antara mereka yang sibuk dengan urusan-urusan pribadinya,
sehingga jarang menghadiri majlis Rasul, padahal dalam majlis itulah Rasul
menjelaskan masalah-masalah yang ditanyakan atau menjelaskan hukum
sesuatu; memerintah atau melarang dan menganjurkan sesuatu. Contoh
mengenai ini sebagai berikut:
ِ‫إ‬ َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫الن‬ ُ‫ر‬ُ‫م‬ْ‫أ‬َ‫ي‬ ‫و‬ ٍ‫ر‬ْ‫م‬َ‫ع‬ َ‫ْن‬‫ب‬ ِ َّ‫اَّلل‬ َ‫د‬ْ‫ب‬َ‫ع‬ َّ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫َة‬‫ش‬ِ‫ئ‬‫َا‬‫ع‬ َ‫غ‬َ‫ل‬َ‫ب‬َّ‫ُن‬‫ه‬َ‫س‬‫ُو‬‫ء‬ ُ‫ر‬ َ‫ن‬ْ‫ض‬ُ‫ق‬ْ‫ن‬َ‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ن‬ْ‫ل‬َ‫س‬َ‫ت‬ْ‫غ‬‫ا‬ ‫ا‬َ‫ذ‬
Aisyah mendengar bahwaAbdullah ibn Umarmemberi fatwabahwa wanita
yang mandi janabah hendaknya membuka (mengudar) sanggulnya.
Setelah mendengar fatwa ini Aisyah merasa heran dan berkata:
‫ًا‬‫ب‬َ‫ج‬َ‫ع‬ ‫ا‬َ‫ي‬ ْ‫ت‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬َ‫ن‬ْ‫ض‬ُ‫ق‬ْ‫ن‬َ‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ن‬ْ‫ل‬َ‫س‬َ‫ت‬ْ‫غ‬‫ا‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫الن‬ ُ‫ر‬ُ‫م‬ْ‫أ‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ ‫و‬ ٍ‫ر‬ْ‫م‬َ‫ع‬ ِ‫ْن‬‫ب‬ِ‫ال‬َّ‫ُن‬‫ه‬َ‫س‬‫ُو‬‫ء‬ ُ‫ر‬ َ‫ن‬ْ‫ق‬ِ‫ل‬ْ‫ح‬َ‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬ ُ‫ر‬ُ‫م‬ْ‫أ‬َ‫ي‬َ‫ال‬َ‫ف‬َ‫أ‬ َّ‫ُن‬‫ه‬َ‫س‬‫ُو‬‫ء‬ ُ‫ر‬
ِ َّ‫اَّلل‬ ُ‫ل‬‫ُو‬‫س‬َ‫ر‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ن‬َ‫أ‬ ُ‫ل‬ِ‫س‬َ‫ت‬ْ‫غ‬َ‫أ‬ ُ‫ت‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬ ْ‫د‬َ‫ق‬َ‫ل‬-‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬-ْ‫ن‬َ‫أ‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُ‫د‬‫ي‬ ِ‫ز‬َ‫أ‬ َ‫ال‬َ‫و‬ ٍ‫د‬ ِ‫اح‬ َ‫و‬ ٍ‫اء‬َ‫ن‬ِ‫إ‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬‫ى‬ِ‫س‬ْ‫أ‬ َ‫ر‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫غ‬ ِ‫ر‬ْ‫ف‬ُ‫أ‬
.ٍ‫ت‬‫ا‬َ‫غ‬‫ا‬ َ‫ر‬ْ‫ف‬ِ‫إ‬ َ‫ث‬َ‫ال‬َ‫ث‬[18]
Aisyah berkata, “Sungguh aneh Ibn Umar ini memerintahkan kaum wanita
apabila mereka mandi janabah untuk mengudar sanggul. Jika demikian,
apakahtidak lebih baik menyuruh merekauntuk mencukurrambutnya saja?
Sesungguhnya aku pernah mandi bersama Rasulullah SAW dari satu
bejana dan aku menyiram rambut kepalaku tidak lebih dari tiga siraman.
Contoh kasus pada kalangan ulama mujtahid, yaitu tentang Abu
Hanifah dan kawan-kawannya dalam memutuskan suatu hukum. Ada suatu
cerita dari Abdul Warits ibn Sa’id: Pada suatu waktu saya berada di Makkah
bertemu dengan Abu Hanifah, Ibn Abi Laila dan Ibn Syabramah. Saya
berkata kepada Abu Hanifah: “Bagaimana pendapatmu tentang orang
menjual sesuatu dengan syarat tertentu?’’ Abu Hanifah menjawab: “Jual
belinya batal dan syaratnya juga batal.” Kemudian saya bertanya kepada
Ibn Abi Laila lalu ia menjawab: “Jual belinya sah dan syaratnya batal.’’
Kemudian saya bertanya kepada Ibn Syabramah lalu ia menjawab: “Jual
belinya sah dan syaratnya juga sah.’’ Lalu saya berucap:
14
“Subhanallah! Tiga fukaha Irak berbeda pendapat begitu tentang satu
masalah.’’
Saya kembali kepada mereka, menanyakan alasan mereka masing-masing.
Abu Hanifah berkata: “Aku tidak tahu apa alasan mereka berdua, yang jelas
saya menerima hadis dari Amr ibn Syu’ab dari ayahnya dari kakeknya
bahwa Nabi SAW melarang jual beli bersyarat; jual belinya batal syaratnya
juga batal.
Saya kembali kepada Ibn Abi Laila menginfokan tentang itu, dia berkata:
“Aku tidak tahu alasan mereka berdua, namun yang jelas aku menerima
hadis dari Hisyam ibn Urwah dari bapaknya dari Aisyah ia berkata, ‘Aku
pernah disuruh Rasulullah membeli budak dan ada syarat dari keluarganya
supaya nanti dimerdekakan, maka Nabi SAW membatalkan syarat itu dan
meneruskan jual itu.’ Jadi jual beli itu sah dan syaratnya batal.”
Kemudian saya mendatangi Ibn Syabramah mengabarkan tentang hal itu, ia
berkata: “Aku tidak tahu alasan mereka berdua, aku pernah mendengar
tentang hadis Jabir bahwa ia pernah menjual unta kepada Nabi SAW lalu
beliau mensyaratkan agar unta itu dibawakannya ke Madinah. Berarti jual
beli itu sah dan syarat juga sah.”[19]
 Perbedaan dalam Menilai Periwayatan Hadis
Perbedaan pendapat di kalangan fukaha terkait dengan hadis dari berbagai
segi. Perbedaan itu terjadi setidak-tidaknya ada tiga sebab.[20] Pertama,
perbedaan mereka tentang keterbatasannya dalam memiliki kuantitas
koleksi hadis secara penuh, sebagaimana contoh di atas. Sebagaimana kita
maklum bahwa tidak semua tokoh-tokoh sahabat Nabi selalu mengetahui
terhadap semua apa yang disabdakan Nabi pada suatu waktu. Kedua,
perbedaan mereka dalam memberi penilaian terhadap kualitas suatu
hadis. Ketiga, perbedaan mereka dalam menerima-tidaknya terhadap
kualitas hadis daif.
 Perbedaan tentang Kedudukan Rasulullah SAW
Rasulullah SAW di samping keberadaannya sebagai Rasul, juga sebagai
manusia biasa. Karena itu, tindakan dan ucapan yang dilakukan beliau tidak
15
sama kedudukannya kalau dikaitkan dengan keberadaan pribadinya ketika
melakukannya. Misalnya mengenai hadis berikut:
. ُ‫ه‬َ‫ل‬ َ‫ى‬ِ‫ه‬َ‫ف‬ ً‫ة‬َ‫ت‬ْ‫ي‬َ‫م‬ ‫ا‬ً‫ض‬ْ‫ر‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ي‬ْ‫ح‬َ‫أ‬ ْ‫ن‬َ‫م‬[21]
Barangsiapa menggarap tanah tak bertuan, maka dialah pemiliknya.
Mengenai hadis ini ulama berbeda pendapat tentang apakah hal itu
dinyatakan oleh Rasul sebagai kepala negara. Jika demikian, tidak setiap
kepemilikan tanah yang belum ada pemiliknya itu secara otomatis menjadi
miliknya, melainkan harus melalui prosedur yang berlaku pada waktu itu
dan pada negara di mana orang itu hidup. Sebaliknya, jumhur fukaha
memandang hadis yang dinyatakan Rasul itu dalam kedudukannya sebagai
Rasul, berpendapat bahwa kepemilikan tanah mati itu tidak lagi harus
melalui prosedur-prosedur negara tertentu, tetapi secara otomatis menjadi
milik penggarap.[22]
3. Sebab-sebab Berkenaan dengan Kaidah Ushuliyah
Kaidah ushuliyah merupakan metodologi hukum Islam yang digunakan
oleh ulama untuk menggali suatu hukum pada abad kedua hijriyah. Keberadaannya
efektif untuk menghasilkan suatu produk hukum. Metodologi ini digagas oleh
Imam Syafii, bermula dari sebuah inspirasi setelah beliau menelaah keilmuan yang
diwarisi oleh para sahabat Nabi, tabiin dan ulama fikih sebelumnya, terutama ketika
adanya persinggungan yang dinamis antara model fikih Madinah yang diperoleh
dari Imam Malik dengan fikih Irak yang diperoleh dari Imam Ibn Al-Hasan,
demikian juga fikih Makkah yang beliau pernah hidup dan bermukim di situ. Hal
itulah yang melatarbelakangi Imam Syafii mengadakan standarisasi untuk
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Standarisasi itulah yang
disebut ushul fiqh[23] (usul fikih).
Sejarawan, seperti Ibn Khaldun mencatatat bahwa orang pertama kali yang
mengkodifikasi ilmu usul fikih adalah Imam Syafii. Sebelum Imam Syafii tidak
didapati secara jelas di kalangan ulama mujtahid adanya model penggunaan usul
fikih dalam ijtihad mereka, artinya mereka tidak mempublikasikan model usul
fikih yang mereka gunakan dalam berijtihad. Imam Syafiilah satu-satunya orang
yang memulainya dan memiliki pengaruh setelah itu sehingga banyak bermunculan
16
kitab-kitab usul fikih di tataran mazhab-mazhab yang ada dengan sistematika
penulisannya menurut perkembangan zaman. Banyak dari kalangan peneliti
berpendapat bahwa usul fikih kalangan Hanafi berpijak pada apa yang digagas
Imam Syafii.[24]
Berikut akan dikemukakan contoh ikhtilaf di kalangan ulama dalam
memahami suatu teks berdasarkan metode mereka masing-masing:
َ‫ب‬ْ‫ق‬َ‫ت‬ ‫ال‬َ‫و‬ ً‫ة‬َ‫د‬ْ‫ل‬َ‫ج‬ َ‫ين‬ِ‫ن‬‫ا‬َ‫م‬َ‫ث‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫د‬ِ‫ل‬ْ‫ج‬‫ا‬َ‫ف‬ َ‫ء‬‫َا‬‫د‬َ‫ه‬ُ‫ش‬ ِ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ْ‫ر‬َ‫أ‬ِ‫ب‬ ‫وا‬ُ‫ت‬ْ‫أ‬َ‫ي‬ ْ‫م‬َ‫ل‬ َّ‫م‬ُ‫ث‬ ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ن‬َ‫ص‬ْ‫ح‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫ون‬ُ‫م‬ْ‫ر‬َ‫ي‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬‫ا‬ً‫د‬َ‫ب‬َ‫أ‬ ً‫ة‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ه‬َ‫ش‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ ‫وا‬ُ‫ل‬ِ‫ئ‬َ‫ل‬‫و‬ُ‫أ‬ َ‫و‬ُ‫م‬ُ‫ه‬ َ‫ك‬
. َ‫ون‬ُ‫ق‬ِ‫س‬‫ا‬َ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬[25]
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang
menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. dan mereka itulah orang-orang yang fasik.
. ‫يم‬ ِ‫ح‬َ‫ر‬ ‫ور‬ُ‫ف‬َ‫غ‬ َ َّ‫اَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ‫ُوا‬‫ح‬َ‫ل‬ْ‫ص‬َ‫أ‬ َ‫و‬ َ‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ ِ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ُوا‬‫ب‬‫ا‬َ‫ت‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ ‫ال‬ِ‫إ‬[26]
Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dari surat An-Nur ayat ke-4 itu dapat disimpulkan bahwa hukuman bagi
orang yang menuduh zina tanpa membuktikan dengan empat orang saksi adalah :
(a) dera 80 kali, (b) dicabut haknya untuk menjadi saksi apapun, (c) orang itu
dinyatakan fasik. Sedangkan ayat ke-5 mengkhususkan dengan pengecualian ayat
ke-4 itu. Para ulama berbeda pendapat tentang cakupan pengecualian itu.
Mayoritas ulama memahami pengecualian itu menyangkut ketiganya, hanya saja
karena ayat ini menyatakan sesudah itu dan yang dimaksud adalah sesudah
pemcambukan, maka pengecualian itu hanya mencabut sanksi b dan c. Dengan
demikian, apabila terbukti dia bertaubat dan melakukan perbaikan, maka
kesaksiannya dapat diterima dan dia tidak lagi wajar dinamai fasik.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pengecualian itu hanya tertuju
kepada yang terakhir disebut, walau dia bertaubat dan berbuat baik, kesaksiannya
tetap tidak dapat diterima. Sanksi pencambukan yang disebut di sini, ada yang
memahaminya—antara lain Abu Hanifah—sebagai hak Allah. Sehingga yang
dicemarkan nama baiknya tidak berhak memaafkan dan yang bersangkutan tetap
17
harus dicambuk. Sedangkan Imam Malik dan Imam Syafii menilainya hak yang
dicemarkan namanya, sehingga bila ia memaafkan maka gugurlah pencambukan
itu.[27]
4. Perbedaan Penggunaan Dalil di Luar Alquran dan Sunnah
Perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih juga disebabkan perbedaan
penggunaan dalil di luar Alquran dan Sunnah, seperti amal ahli madinah, dijadikan
dasar fikih oleh Imam Malik, tidak dijadikan dasar oleh Imam yang lain. Begitu
pula perbedaan dalam penggunaan ijmak, kias, istislah, istihsan, sad adz-
dzari’ah, tradisi dan sebagainya, yang oleh sebagian ulama dijadikan dasar,
sedangkan sebagian ulama yang lain tidak menjadikannya dasar dalam
menggali hukum.
‫ـ‬ Hikmah Adanya Ikhtilaf dan Implementasinya dalah Kehidupan Masyarakat
Khilafiah dalam hukum Islam merupakan khazanah. Bagi orang yang
memahami watak-watak kitab fikih yang memuat masalah-masalah yang
diperselisihkan hukumnya, sering menganggap bahwa fikih itu sebagai pendapat
pribadi yang ditransfer ke dalam agama. Padahal jika mereka mau mengkaji secara
mendalam, pasti mereka menemukan bahwa ketentuan hukum Islam itu bersumber
dari Al-Qur’an dan Sunnah. Ikhtilaf merupakan suatu hal yang lumrah dalam dunia
fikih, sehingga benar apa yang dikatakan Qatadah: “Barangsiapa tidak
mengetahui ikhtilaf maka hudungnya belum pernah mencium bau fikih’’, Hisyam
Ar-Razi juga mengatakan: “Barangsiapa tidak mengetahui perselisihan fukaha,
maka ia bukan ahli fikih.’’[28]
Fikih sebagai hasil ijtihad ulama dan tidak lepas dari sumbernya, yaitu
Alquran dan Sunnah, otomatis akan mengandung keragaman hasil ijtihad itu.
Namun demikian, nampak pada jati diri ulama mazhab adanya sikap sportif dan
toleran apabila dihadapkan pada fenomina tersebut, serta tetap konsisten kepada
prinsip firman Allah bahwa apabila terjadi perselisihan hendaknya dikembalikan
kepada Allah dan Rasul-Nya.
18
‫ـ‬ Tujuan Mengetahui Sebab Terjadinya Ikhtilaf
Mengetahui sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat para imam mazhab
sangat penting untuk membantu kita agar keluar dari taklid buta, karena kita akan
mengetahui dalil-dalil yang mereka pergunakan serta jalan pemikiran
mereka dalam penetapan hukum suatu masalah. Dengan demikian, akan terbuka
kemungkinan untuk memperdalam kajian tentang hal yang diperselisihkan,
meneliti sistem dan cara yang baik dalam menggali suatu hukum, juga dapat
mengembangkan kemampuan dalam hukum fikih bahkan akan terbuka
kemungkinan untuk menjadi mujtahid.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ijtihad adalah mencurahkan semua kemampuan dalam segala perbuatan.
Dalam ushul fiqh, para ulama ushul fiqh mendefinisikan ijtihad secara berbeda-
beda. Misalnya Imam as-Syaukani mendefinisikan ijtihad adalah mencurahkan
kemampuan guna mendapatkan hukum syara’ yang bersifat operasional dengan
cara istinbat (mengambil kesimpulan hukum). Yang mana terdapat beberapa
macam dan syarat mujtahid. Dan terdapat sebab-sebab perbedaan antara 4 mazhab
yang masyhur.
B. Saran
Inilah yang dapat kami paparkan dalam makalah ini, yang tentunya
pembahasan tentang Islam pada masa khulafaurrasyidin, pada pembahasan tersebut
kami selaku pembuat makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun. Kami juga mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat
untuk kami khususnya dan pembaca umumnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/m-khaliq-shalha/54f3c3a3745513902b6c7e39/sebabsebab-
terjadinya-perbedaan-mazhab
https://imamtantowilubis14.blogspot.com/2013/11/makalah-materi-pai-mazhab-mazhab-
fiqih.html
https://belajar-fiqih.blogspot.com/2019/10/fiqih-4-mazhab.html
https://www.bacaanmadani.com/2016/10/pengertian-ijtihad-dan-syarat-syarat.html
https://www.dosenpendidikan.co.id/pengertian-ijtihad-fungsi-tujuan-syarat-macam-dan-contoh/
https://www.ilmusaudara.com/2015/09/pengertian-ijtihad-ruang-lingkup-dan.html
https://makalah-pedia.blogspot.com/2014/10/makalah-ushul-fiqih-ijtihad-dan-ruang.html

More Related Content

What's hot

Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwiSoal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwiAlwiAssegaf
 
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anKedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anRobet Saputra
 
Makalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmuMakalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmuAbuy Thea
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaBuyung Iskandar
 
Makalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumMakalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumrismariszki
 
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islamMateri soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islamRohman Efendi
 
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamIlmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamWulandari Rima Kumari
 
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ahPengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ahAde Pratama
 
Tugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’anTugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’anNur Alfiyatur Rochmah
 
Makalah zakat kelompok 4
Makalah zakat kelompok 4Makalah zakat kelompok 4
Makalah zakat kelompok 4Uli Rahmawati
 
Buku 100 Pertanyaan Top Seputar Khilafah
Buku 100 Pertanyaan Top Seputar KhilafahBuku 100 Pertanyaan Top Seputar Khilafah
Buku 100 Pertanyaan Top Seputar KhilafahAnas Wibowo
 
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnyaHadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnyaRiana Arum
 
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuPutriAgilya
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAbulkhair Abdullah
 
Makalah paham ahlussunnah waljama
Makalah paham ahlussunnah waljamaMakalah paham ahlussunnah waljama
Makalah paham ahlussunnah waljamaRinoputra Stain
 
Terminologi hakim, mahkum fih, mahkum 'alaih
Terminologi  hakim, mahkum fih, mahkum 'alaihTerminologi  hakim, mahkum fih, mahkum 'alaih
Terminologi hakim, mahkum fih, mahkum 'alaihMarhamah Saleh
 
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaDodyk Fallen
 

What's hot (20)

Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwiSoal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
 
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anKedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
 
IJTIHAD
IJTIHADIJTIHAD
IJTIHAD
 
Hadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan DiroyahHadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan Diroyah
 
Makalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmuMakalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmu
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agama
 
Makalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumMakalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhum
 
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islamMateri soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
 
Makalah Ragam Bahasa Indonesia
Makalah Ragam Bahasa IndonesiaMakalah Ragam Bahasa Indonesia
Makalah Ragam Bahasa Indonesia
 
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamIlmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
 
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ahPengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
 
Tugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’anTugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’an
 
Makalah zakat kelompok 4
Makalah zakat kelompok 4Makalah zakat kelompok 4
Makalah zakat kelompok 4
 
Buku 100 Pertanyaan Top Seputar Khilafah
Buku 100 Pertanyaan Top Seputar KhilafahBuku 100 Pertanyaan Top Seputar Khilafah
Buku 100 Pertanyaan Top Seputar Khilafah
 
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnyaHadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
 
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
 
Makalah paham ahlussunnah waljama
Makalah paham ahlussunnah waljamaMakalah paham ahlussunnah waljama
Makalah paham ahlussunnah waljama
 
Terminologi hakim, mahkum fih, mahkum 'alaih
Terminologi  hakim, mahkum fih, mahkum 'alaihTerminologi  hakim, mahkum fih, mahkum 'alaih
Terminologi hakim, mahkum fih, mahkum 'alaih
 
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
 

Similar to Makalah IJTIHAD

Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfMetode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfpamtahpamtah
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdfIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdfZukét Printing
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docxIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docxZukét Printing
 
Ijtihad dan Madzhab.docx
Ijtihad dan Madzhab.docxIjtihad dan Madzhab.docx
Ijtihad dan Madzhab.docxZukét Printing
 
Ijtihad dan Madzhab .pdf
Ijtihad dan Madzhab .pdfIjtihad dan Madzhab .pdf
Ijtihad dan Madzhab .pdfZukét Printing
 
PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAH
PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAHPEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAH
PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAHAlfiseptina
 
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah FiqhiyahAgama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah FiqhiyahFahmiIbrahim10
 
Meluasnya perbedaan dalam fiqh
Meluasnya perbedaan dalam fiqhMeluasnya perbedaan dalam fiqh
Meluasnya perbedaan dalam fiqhfriskacaca
 
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUMEvi Rohmatul Aini
 
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafterUshul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafterMiftah Iqtishoduna
 
Pengantar Study Islam.pdf
Pengantar Study Islam.pdfPengantar Study Islam.pdf
Pengantar Study Islam.pdfZukét Printing
 
Pengantar Study Islam.docx
Pengantar Study Islam.docxPengantar Study Islam.docx
Pengantar Study Islam.docxZukét Printing
 
Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)Miftah Iqtishoduna
 
Makalah ijma' dan qiyas
Makalah ijma' dan qiyasMakalah ijma' dan qiyas
Makalah ijma' dan qiyasHasbullahAlwi1
 

Similar to Makalah IJTIHAD (20)

Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfMetode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdfIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docxIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
 
Ijtihad dan Madzhab.docx
Ijtihad dan Madzhab.docxIjtihad dan Madzhab.docx
Ijtihad dan Madzhab.docx
 
Ijtihad dan Madzhab .pdf
Ijtihad dan Madzhab .pdfIjtihad dan Madzhab .pdf
Ijtihad dan Madzhab .pdf
 
Makalah taqlid
Makalah taqlidMakalah taqlid
Makalah taqlid
 
PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAH
PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAHPEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAH
PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAH
 
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah FiqhiyahAgama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
 
Makalah pai
Makalah paiMakalah pai
Makalah pai
 
Ijma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdfIjma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdf
 
Ijma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docxIjma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docx
 
Meluasnya perbedaan dalam fiqh
Meluasnya perbedaan dalam fiqhMeluasnya perbedaan dalam fiqh
Meluasnya perbedaan dalam fiqh
 
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafterUshul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
 
Pengantar Study Islam.pdf
Pengantar Study Islam.pdfPengantar Study Islam.pdf
Pengantar Study Islam.pdf
 
Pengantar Study Islam.docx
Pengantar Study Islam.docxPengantar Study Islam.docx
Pengantar Study Islam.docx
 
Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
 
Makalah ijma' dan qiyas
Makalah ijma' dan qiyasMakalah ijma' dan qiyas
Makalah ijma' dan qiyas
 
makna ilmu.docx
makna ilmu.docxmakna ilmu.docx
makna ilmu.docx
 
Makalah usul fiqih
Makalah usul fiqihMakalah usul fiqih
Makalah usul fiqih
 

More from Nur Rohmah

KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTKEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTNur Rohmah
 
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTKEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTNur Rohmah
 
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)Nur Rohmah
 
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)Nur Rohmah
 
Makalah Al-Qur'an II
Makalah Al-Qur'an IIMakalah Al-Qur'an II
Makalah Al-Qur'an IINur Rohmah
 

More from Nur Rohmah (9)

KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTKEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
 
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTKEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
 
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
 
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
 
IJTIHAD
IJTIHADIJTIHAD
IJTIHAD
 
Makalah Qiyas
Makalah QiyasMakalah Qiyas
Makalah Qiyas
 
Qiyas
QiyasQiyas
Qiyas
 
Makalah Al-Qur'an II
Makalah Al-Qur'an IIMakalah Al-Qur'an II
Makalah Al-Qur'an II
 
Al-Qur'an II
Al-Qur'an IIAl-Qur'an II
Al-Qur'an II
 

Recently uploaded

Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4Adam Hiola
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Adam Hiola
 
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxAfifahNuri
 
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptxMateri akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptxWahyuSolehudin1
 
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHANKHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHANGilbertFibriyantAdan
 
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxPRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxSaeful Malik
 
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptxSosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptxMarto Marbun
 

Recently uploaded (7)

Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
 
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
 
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptxMateri akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
 
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHANKHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
 
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxPRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
 
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptxSosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
 

Makalah IJTIHAD

  • 1. MAKALAH AGAMA ISLAM “IJTIHAD” Dosen Pembimbing : Abdul Hamid Aly,S.Pd., M.pd Disusun Oleh: Kelompok II 1. M.Taufik Nurhidayat 21901081039 2. Inrah Wati Juwita 21901081025 3. Ghani Oktaviyanto 21901081033 4. Hernita Cahyani D.P 21901081030 5. M.Ali Ma’syum 21901081020 6. Heriyanto 21901081008 PROGAM STUDI MANAJEMEN-01 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2019
  • 2. i KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena rahmat,karunia,taufik serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Ijtihad”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah agama islam dan kami mengucapkan banyak terimaksih kepada: 1. Pak Abdul Hamid Aly,S.Pd., M.pd, selaku dosen mata kuliah agama islam. 2. Anggota kelompok kami yang telah berpartisipasi dalam mengerjakan penuyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipahami dan dimengerti bagi para pembacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila dalam menyusun makalah ini banyak kesalahan kata-kata yang kurang berkenan. Untuk itu kami berharap adanya kritik saran dan usulan demi perbaikan untuk makalah selanjutnya. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat maupun menginspirasi terhadap pembaca. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Malang, Desember 2019 Penyusun
  • 3. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………….………...………...….…...i DAFTAR ISI ………………………………………………………..………….….....……...…. ii BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………..1 A. Latar Belakang …………………………………………………………………......1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………….2 C. Tujuan Pembahasan ………………………………………………………………..2 BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………….………...…. ….3 A. Pengertian Ijtihad………………………………………………… ………………..3 B. Ruang Lingkup Ijtihad.……………………………..……………………...…….... 4 C. Syarat dan Tingkatan Mujtahid……………………………………….……...……..4 D. Mengenal Imam Madzhab………………………………………………………….7 E. Sebab-Sebab Perbedaan Pendapat Para Imam Madzhab……………………….....10 BAB III PENUTUP ………………………………………………………………….………....19 A. Kesimpulan …………………………………………………………………… …19 B. Saran …………………………………………………...………………...…… …19 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….……………….20
  • 4. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah pemikiran islam, ijtihad telah banyak digunakan sejak dahulu. Esensi ajaran Al-qur’an dan Hadits memang menghendaki adanya ijtiihad. Al-qur’an dan hadits kebanyakan hanya menjelaskan garis besarnya saja, maka ulama berusaha menggali maksud dan rinciannya dari kedua sumber tersebut melalui ijtihad. Kemudian setelah wafatnya Rasulullah islam semakin luas dan para sahabat menyebar keberbagai penjuru sehingga mereka dihadapkan pada berbagai persoalan yang tidak ditemukan hukumnya dalam Al-qur’an dan al-hadits. Hal itu, mengharuskan mereka menyelesaikannya dengan cara ijtihad. Pada masa berikutnya peristiwa-peristiwa baru semakin kompleks, sehingga para pemuka Agama yang sudah mempunyai keilmuan yang sangat luas merespon berbagai persoalan itu dengan metode ijtihad yang mereka konsep. Jadi, begitu pentingnya memahami ijtihad sebagai kunci untuk menyelesaikan problem-problem yang dihadapi oleh umat islam sejak dulu, sekarang dan yang massa yang akan datang. Ijtihad sebagai sumber ketiga setelah Al-qur’an dan Hadits. Inilah yang membuat islam tidak kehilangan karakternya sebagai agama yang dinamis. Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur'an danAl-hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama. Oleh karena itu kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yang telah mengorbankan waktu, tenaga, serta pikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yang sudah lama terjadi di zaman Rosullulloh maupun yang baru terjadi. Kita telah mengetahui bersama bahwa sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits. Di dalam keduanya terdapat hukum-hukum yang relevan dalam kehidupan kita sehari -hari (bermasyarakat), beragama dan menjalani kehidupan kita sebagai khalifah di muka bumi ini. Tanpa disadari, keterikatan muslimin untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan dengan kekhawatiran akan jatuh dalam kekufuran, menjadikan setiap muslim berjanji untuk mengikuti Al-Qur’an dan Hadits atau Sunnah. Tapi ada hal yang tidak dapat ditolak, yakni
  • 5. 2 adanya perubahan persepsi di kalangan muslim dalam memahami keduanya. Dari dasar sumber yang sama ternyata muslimin memahami dengan berbeda. Awal perbedaan ini, nampak jelas ketika Rasulullah SAW wafat. Al-Quran, dalam artian wahyu atau kalam Ilahi dan penjelas dalam praktik kehidupan sehari-hari Nabi SAWitu terhenti. Sebagian muslimin berpandangan bahwa periode dasar hukum telah terhenti, sehingga mereka berpandangan hanya Al-Quran danSunnah Nabisaja sebagai sumber hukum yang mutlak. Sebagian muslimin yang lain memiliki pandangan dan keyakinanberbeda. Seiring berjalannya waktu, permasalahan-permasalahan yang ditemui umat islam pun kian berkembang. Ketika permasalahan- permasalahan tersebut tidak dapat lagi diselesaikan hanya melalui nash Al-Qur’an dan Hadist secara eksplisit, maka timbul istilah ijtihad. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini berupa : 1. Apa itu pengertian ijtihad? 2. Bagaimana ruang lingkup ijtihad? 3. Apa sajakah syarat dan tingkatan mujtahid? 4. Siapa saja para imam madzhab? 5. Apa sebab-sebab perbedaan pendapatan para imam madzhab? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian ijtihad 2. Untuk mengetahui bagaimana ruang lingkup didalam ijtihad 3. Untuk mengetahui apa saja syarat dan tingkatan mujtahid 4. Untuk mengetahui siapa saja para imam madzhab 5. Untuk mengetahui sebab-sebab dan perbedaan para imam madzhab
  • 6. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ijtihad Ijtihad berasal dari kata jahada. Artinya mencurahkan segala kemampuan atau menanggung beban kesulitan. Menurut bahasa, ijtihad adalah mencurahkan semua kemampuan dalam segala perbuatan. Dalam ushul fiqh, para ulama ushul fiqh mendefinisikan ijtihad secara berbeda-beda. Misalnya Imam as-Syaukani mendefinisikan ijtihad adalah mencurahkan kemampuan guna mendapatkan hukum syara’ yang bersifat operasional dengan cara istinbat (mengambil kesimpulan hukum). Sementara Imam al-Amidi mengatakan bahwa ijtihad adalah mencurahkan semua kemampuan untuk mencari hukum syara’ yang bersifat dhonni, sampai merasa dirinya tidak mampu untuk mencari tambahan kemampuannya itu. Sedangkan imam al-Ghazali menjadikan batasan tersebut sebagai bagian dari definisi al-ijtihad attaam (ijtihad sempurna). Imam Syafi’i menegaskan bahwa seseorang tidak boleh mengatakan tidak tahu terhadap permasalahan apabila ia belum melakukan dengan sungguh-sungguh dalam mencari sumber hukum dalam permasalahan tersebut. Demikian juga, ia tidak boleh mengatakan tahu sebelum ia sungguh-sungguh menggali sumber hukum dengan sepenuh tenaga. Imam Syafi-I hendak menyimpulkan bahwa dalam berijtihad hendaklah dilakukan dengan sungguh-sungguh. Artinya, mujtahid juga harus memiliki kemampuan dari berbagai aspek criteria seorang mujtahid agar hasil ijtihadnya bisa menjadi pedoman bagi orang banyak. Ahli ushul fiqh menambahkan kata-kata al-faqih dalam definisi tersebut sehingga definisi ijtihad adalah pencurahan seorang faqih akan semua kemampuannya. Sehingga Imam Syaukani memberi komentar bahwa penambahan faqih tersebut merupakan suatu keharusan. Sebab pencurahan yang dilakukan oleh orang yang bukan faqih tidak disebut ijtihad menurut istilah.
  • 7. 4 Dalam definisi lain, dikatakan bahwa ijtihad yaitu mencurahkan seluruh kemampuan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan istinbat (mengeluarkan hukum) dari Kitabullah dan Sunah Rasul. Menurut kelompok mayoritas, ijtihad merupakan pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian terhadap sesuatu hukum syara’. Jadi, yang ingin dicapai oleh ijtihad yaitu hukum Islam yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa. Ulama telah bersepakat bahwa ijtihad dibenarkan, serta perbedaan yang terjadi sebagai akibat ijtihad ditolerir, dan akan membawa rahmat saat ijtihad dilakukan oleh yang memenuhi persyaratan dan dilakukan di medannya (majalul ijtihad). B. Ruang Lingkup Ijtihad Secara garis besar ruang lingkup ijtihad dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Peristiwa yang ketepatan hukumnya masih dzanny. Tugas para mujtahid dalam masalah ini adalah menafsirkan kandungan nash kemudian menetapkan hukum-hukum yang termuat didalamnya. Contohnya adalah bersentuhan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrimnya baik disengaja maupun tidak apakah itu membatalkan wudhu atau tidak, kewajiban suami istri, dan lain sebagainya. 2. Peristiwa yang belum ada nash nya sama sekali. Tugas utama para mujtahid dalam masalah ini adlah merumuskan hokum baru atas peristiwa tersebut dengan menggunakan kekuatan ra’y. Contoh masalah ini adalah, hokum bayi tabung, keluarga berencana, dan lain sebagainya. C. Syarat dan Tingkatan Mujtahid  Syarat Mujtahid Tidak sembarangan orang dapat menjadi Mujtahid, karena ada ketentuan syarat- syarat khusus agar layak untuk berijtihad dan menjadi seorang mujtahid. Imam Ghozali
  • 8. 5 menyebutkan bahwa syarat terhadap seorang mujtahid ada dua, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Seorang mujtahid harus mengetahui tentang hukum syara’, tidak hanya itu, seorang mujtahid juga dituntut untuk mendahulukam sesuatu yang wajib didahulukan dan mengakhirkan sesuatu yang wajib diakhirkan. 2. Seorang mujtahid harus adil dan juga harus menjauhi perbuatan maksiat yang bisa menghilangkan sifat keadilan seorang mujtahid. Syarat ini bisa untuk menjadi pegangan oleh para mujtahid, tapi kalau seorang mujtahid tidak ‘adil maka hasil ijtihadnya tidak sah atau tidak boleh untuk dijadikan sebuah pegangan oleh orang awam. Menurut Imam as-Syatiby seorang yang ingin mencapai derajat mujtahid juga harus bisa memenuhi dua syarat dibawah ini: 1. Bisa memahami tujuan syari’at secara sempurna, 2. Bisa menggali suatu hukum atas pemahaman seorang mujtahid. Sedangkan Imam Zakariya al-Anshari dalam kitab Tashilul Wushul fi Lubb Ushul, al-Anwar 1, halaman 364-365 menyebutkan beberapa syarat menjadi mujtahid adalah sebagai berikut: 1. Menguasai perkara-perkara ijma’ 2. Menguasai nasikh-mansukh 3. Mengetahui asbabun nuzul 4. Mengetahui hadist-hadist shahih, hasan, dhaif 5. Menguasai hadist-hadist mutawatir dana had 6. Menguasai dalil aqli. Menurut Khudhori Beik, syarat mujtahid ada dua, yaitu : 1. Adil 2. Ilmunya meliputi segala segi terhadap persoalan yang akan difatwakan.
  • 9. 6 Dari semua syarat yang disebutkan diatas yang tidak kalah penting pula adalah seorang mujtahid harus menguasai bahasa Arab, tentu termasuk nahwu, sharaf serta balaghahnya. Sebab Alquran dan Hadits semua berbahasa arab. Maka tidak mungkin seseorang dapat memahami AlQuran dan hadits tanpa menguasai bahasa arab terlebih dahulu.  Tingkatan-tingkatan bagi para mujtahid Menurut Abu Zahrah, tingkatan-tingkatan mujtahid ialah sebagai berikut: 1. Mujtahid mustaqil atau mujtahid fi al-syar’I atau disebut juga mujtahid mutlaq. Meujtahid jenis ini terbebabs dari bertaklid kepada mujtahid yang lain, baik dalam metode istinbath maupun furu’. Mujtahid jeniss ini yang menerapkan metode istinbath itu dalam berjihad untuk membentuk hukum fikih. Contohnya, para imam mujtahid empat. Yaitu, Abi Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad bin Hambal. 2. Mujtahid muntasib atau mujtahid mutlaq ghair al-mustaqil yaitu mujtahid dalam masalah ushul fiqih. Meskipun dari segi kemampuan ia mampu merumuskannya, ia memenuhi syarat-syarat ijtihad dari mujtahid mutlaq mustaqil, namun tetap berpegang kepada ushul fiqh salah seorang imam mujtahid mustaqil, akan tetapi mereka bebas dalam berijtihad, tanpa terikat salah seorang mujtahid mustaqil, contohnya : al-muzani, Abdurrahman al Qasim, Qadhi Abu Yusuf. 3. Mujtahid fi al madzhab atau mujtahid muqayyad atau mujtahid takhrij, yaitu tingkat mejtahid yang dalam ushul fiqh dan furu’ bertaklid kepada imam mujtahid tertentu. Mereka disebut mujtahid karena dalam mengistinbathkan hukum pada permasalahan-permasalahan yang tidak ditemukan pada Imam Madzhab. Misalnya, Abu Hamid al-Asfiraini. 4. Mujtahid fi tarjih, yaitu mujtahid yang kegiatnnya bukan mengistinbathkan hukum tetapi sebatas membandingkan berbagai madzhab atau pendapat, dan mempunyai kemampuan untuk mentarjih atau memilih salah satu pendapat terkuat dari pendapat-pendapat yang ada. (Ushul Fiqh al-islamiy, Wahbah Zuhaili Juz II).
  • 10. 7 D. Mengenal Imam Madzhab Dalam dunia islam ada empat imam yang masing-masing punya mazhab, yang sangat terkenal dan diikuti oleh banyak umat Islam. empat imam tersebut satu sama lain tidak pernah saling menyalahkan pendapat, namun yang ada hanya saling menghargai karena diantara empat imam tersebut masing-masing punya dalil dan alasan disetiap menentukan suatu hukum. Walaupun dasar hukum dalam islam Al-Qur'an dan Hadits, akan tetapi pandangan dan penafsiran berbeda, namum tujuan dari perbedaan tesebut pada hakikatnya adalah untuk kemaslahatan umat, agar bisa mendapat ridha dari Allah swt. Dan berikut ini empat imam tersebut: 1. Imam Abu Hanifah Imam Abu Hanifah yang nama lengkapnya Abu Hanifah Nu'man ibn Tsabit at-Taimi. Tempat kelahirannya di Kufah pada tahun 80H /699M dan wafat pada tahun 150H/767M. Dalam zamannya beliau terkenal seorang sarjana dan Maha Guru yang luas ilmu pengetahuannya terutama dibidang hukum. Beliau hidup dalam dua Dinasty, yaitu Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Tapi sama sekali tidak turut aktif dalam gerakan politik. Gubernur Irak Yazid Ibnu Hubairah, zaman khlaifah Marwan ibn Muhammad dari Dinasty Umayyah akan mengangkat Ibnu Hanifah menjadi hakim, tetapi beliau tolak dengan tegas, sebab itu beliau disiksa. Hal yang sama pun terjadi, ketika Kerajaan Abbasyiah telah berdiri. Khalifah Al-Mansur memanggil beliau ke Bagdad dan kemudian akan diangkat menjadi hakim kerajaan, belaiu pun menolak dan akhirnya beliau harus dihukum dan disiksa. Abu Hanifah telah mengabdikan hidupnya dalam study hukum islam dan memberikan kuliah-kuliah pada para mahasiswanya. Beliau meninggalkan sebuah buku yang dinamai "Al-Fiqhi Al-Akbar" Karya beliau dapat dihargai dengan sesungguhnya, karena beliaulah orang yang pertama yang mencoba mengkodifisir hukum Islam dengan memakai qiyas, ihtihsan dan tradisi masyarakat. Beliau telah dianggap sebagai pembangun suatu mazhab, dimana mempunyai pengikut- pengikut yang tersebar di dunia, utamanya di Turki, Afganistan, Transyordania, Indo Cina, Cina, dan Soviet Rusia.
  • 11. 8 2. Imam Malik Ibn Anas Imam Malik Ibn Anas lahir pada tahun 95H/713M dan Wafat pada tahun 179H/789M, berdian dan hidup di Madinah. Beliau menuntut ilmu di kota itu, kemudian menjadi ulama besar yang berpengaruh luas. Imam Malik memiliki dua keistimewaan yang melebihi para ulama pada zamannya, yaitu specialis ilmu hadits dan memangku jabatan sebagai mufti. Adapun karyanya bernama "Al-muwaththa" yaitu kumpulan hadits-hadits yang disusunnya. Malik menduduki tempat yang penting dalam mengajarkan hadits. Disamping itu beliau memberi fatwa dan mengajarkan hukum-hukum berdasarkan ijtihadnya sendiri. Banyak mahasiswa dan ulama-ulama yang datang belajar kepadanya, termasuk Imam Syafi'i. Dalam menetapkan hukum beliau pun menggunakan qiyas walaupun dalam arti yang lebih sedikit dari pada Abu Hanifah. Sebagaimana Abu Hanifah, beliau juga telah membentuk mazhab fiqhi. Pengikut-pengikutnya sudah barang tentu paling banyak dikotanya sendiri di Madinah dan sekarang ini pengikut-pengikutnya tersebar di Maroko, Al-jazair, Tunis, Sudan, Kuwait dan Bahrain. 3. Imam Asy Syafi'i (Muhammad ibn Idris Asy Syafi'i) Imam Asy Syafi'i (Muhammad ibn Idris Asy Syafi'i) dilahirkan di Gaza pada Tahun 150H/757M, dan meninggal di Kairo pada tahun 204 H/ 820 M. Beliau punya silsilah kefamilian degan Nabi, dari keturunan Mutthalib ibn Abdil Manaf, dilahirkan sebagai seorang yatim. Sejak kecil Imam Syafi'i beliau tumbuh dalam menuntut ilmu di Mekah, bersama dengan ibunya, dia hidup dalam keadaan yang miskin. Sejak usia yang masih sangat muda, dia telah menghafal Al-qur'an 30 juz, terkenal sebagai seorang yang jenius, memiliki kecerdasan yang luar biasa. Pernah pula dia belajar tentang hadits pada Imam Malik di Madinah dan dalam waktu yang singkat kitab Imam Malik itu yang bernama almuwaththa terhafal semua.Terhadap semua pengetahuan yang berhubungan dengan qur'an, sunnah, ucapan-ucapan para saahabat, sejarah serta pendapat-pendapat yang berlawanan dari pada ahli dan sebagainya, diaduknya dengan sempurna dengan pengetahuannya yang mendalam
  • 12. 9 tentang bahasa arab yang dari gurun pasir itu, baik dalam ilmu bahasanya, nahwunya, sarafnya, dan syairnya. Imam Ahmad Ibnu Hambal, dengan segenap kejujuran berkata : "Asy Syafi'i bagi umat ini, ibarat matahari bagi bumi dan laksana kesehatan bagi tubuh; Siapa yang akan dapat menggantikannya?. Diforum-forum diskusi beliau termasuk ulet dengan argumentasi-argumentasi yang sukar dipatahkan. Asy Syafi'i termasuk orang yang mujur hidupnya dalam bidang ilmiyah. Beliau muncul setelahnya tersusun kodifikasi syari'ah menurut sistem-sistem yang teratur dalam bentuk yang rapi. Dengan demikian beliau mudah buah-buah pikian dari orang-orang terdahulu dan belajar langsung dari maha guru-mahaguru terkemuka. Sebab itu akhirnya beliau dapat mencapai sesuatu prestasi yang tinggi dalam bidang ilmiah, beliau telah mampu merumuskan suatu metode yang mempersatukan qur'an, sunnah, ijma' dan qiyas. Berbeda dengan Abu hanifah sebagai seorang ahli metode berfikir dan lebih menyetujui suatu metode spekulasi yang hipotesis, maka Asy syafi'i tidak menyetujui hal itu. Namun demikian beliau seorang yang luas ilmu pandagan, ilmu, dan pengalaman, beliau juga menguasai fiqhi sarjana-sarjana dan ulama hijaz dan fiqhi sarjana-sarjana Irak. Sebab itu sejak Asy syafi'i muncul di Bagdad, maka ajarannya segera mendapat pengikut. Asy Syafi'i mempunyai dua qaul (pendapat). Pertama, ketika beliau bermukin di Bagdad, namanya Qaul Qadien (pendapat kuno). Kedua, ketika beliau tinggal di Mesir namanya Qaul Jadid (pendapat baru). Tidak terhitung banyaknya ulama yang datang belajar pada beliau. Selama hayatnya beliau telah menulis 113 buah kitab-kitab tentang tafsir, fiqhi, kesusasteraan dan lain-lainnya. Antara lain kitab yang paling terkenal "Al-Um". Para pengikutnya terdapat di Indonesia, Malaysia, palestina, Libanon, Mesir, Irak, Saudi Arabia, Yaman dan Hadramaut. 4. Imam Ahmad Ibn Hambal Imam Ahmad Ibn Hambal dilahirkan di bagdad pada tahun 164H/780M dan wafat dibagdad pada tahun 241H/855M. Beliau terkenal ahli dalam bidang hadits, fiqhi, dan teologi. Waktu Asy Syafi'i mau meninggal dia berkata : "Saya tidak meninggalkan di bagdad orang yang lebih utama, alim dan lebih cerdas selain dari Ahmad ibn Hambal".Pertama kali beliau belajar pada Imanm Asy-Syafi'i, dan
  • 13. 10 setelah cukup ilmu dan peralatannya lalu berijtihad, merintis suatu madzhab tersendiri.Seperti Imam-imam Madzhab yang terhdahulu, banyak pula ulama- ulama besar datang belajar padanya. Beliau terkenal sebagai seorang yang teguh pendirian dan keras mempertahankannya. watak itu yang menyebabkan Khalifah Al-Makmun, sebagaimana pendapat Mu'tazilah yang menjadi madzhab kerajaan waktu itu, bahwa Qur'an itu makhluk, sebab itu ia adalah baharu (huduts). Pendapat mana dipaksakan oleh Al-Makmun, tetapi Imam Ahmad secara tegas dan konsekwen menolaknya. Imam Ahmad banyak menulis buku-buku yang berharga. Nampak-nya di antara sekian banyak ilmu pengetahuannya, beliau lebih terkemuka sebagai spesialis dalam Hadits. Beliua telah menyusun sebuah Musnad, yang mana karya itu di dalamnya terkumpul Hadits-hadits yang tidak dikemukakan oleh Ulama lainnya. Buku tersebut berisi 40.000 buah Hadits. Para pengikut Imam Ahmad pada umumnya terdapat di Saudi Arabia, Libanon dan Syria. E. Sebab-Sebab Perbedaan Pendapat Para Imam Madzhab Dalam sejarah perkembangan hukum Islam, perbedaan pendapat mengenai penetapan hukum telah terjadi di kalangan para sahabat Nabi ketika beliau masih hidup. Tetapi perbedaan pendapat itu segera dapat dipertemukan dengan mengembalikannya kepada Rasulullah SAW. Setelah beliau wafat, maka perbedaan pendapat sering timbul di kalangan sahabat dalam menetapkan hukum kasus tertentu, misalnya Zaid ibn Tsabit, Ali, dan Ibn Mas’ud memberikan harta warisan antara al-jadd (kakek) dan ikhwah (saudara), sedangkan Abu Bakar tidak memberikan warisan kepada para saudara si mayat, jika mereka mewarisi bersama-sama dengan kakek si mayat, karena kakek dia jadikan seperti ayah.[8] Perbedaan pendapat di kalangan para sahabat Nabi itu, relatif tidak banyak jumlahnya, karena masalah yang terjadi pada masa itu tidak sebanyak yang timbul pada generasi berikutnya.Terjadinya perbedaan pendapat dalam menetapkan hukum Islam, di samping disebabkan oleh faktor yang bersifat manusiawi, juga oleh faktor lain karena
  • 14. 11 adanya segi-segi khusus yang bertalian dengan agama. Faktor penyebab itu mengalami perkembangan sepanjang pertumbuhan hukum pada generasi berikutnya. Makin lama makin berkembang sepanjang sejarah hukum Islam, sehingga kadang-kadang menimbulkan pertentangan keras, utamanya di kalangan orang awam. Mahmud Isma’il Muhammad Misy’al dalam bukunya, Atsar al-Khilaf al-Fiqhi fi al-Qawaid al-Mukhtalif fiha [9] menyebutkan ada empat sebab pokok terjadinya ikhtilaf di kalangan fukaha: (a) Perbedaan dalam penggunaan kaidah ushuliyah dan penggunaan sumber-sumber istinbath (penggalian) lainnya, (b) Perbedaan yang mencolok dari aspek kebahasaan dalam memahami suatu nash, (c) Perbedaan dalam ijtihad tentang ilmu hadis, (d) Perbedaan tentang metode kompromi hadis (al-jam’u) dan mentarjihnya (al-tarjih) yang secara zahir maknanya bertentangan. Sedangkan Muhammad al-Madani dalam bukunya, Asbab Ikhtilaf al-Fuqaha, sebagaimana dikutip Huzaemah,[10] membagi sebab-sebab ikhtilaf menjadi empat macam juga, yaitu: (a) Pemahaman Alquran dan Sunnah Rasulullah, (b) Sebab-sebab khusus tentang Sunnah Rasulullah, (c) Sebab-sebab yang berkenaan dengan kaidah- kaidah ushuliyah, (d) Sebab-sebab yang khusus mengenai penggunaan dalil di luar Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW. Sebab-sebab yang dikemukakan dua ulama tersebut tidak jauh berbeda,dan sebab- sebab ikhtilaf tersebut sebagai berikut: 1. Pemahaman Alquran dan Sunnah Sebagaimana kita maklumi bahwa sumber utama syariat Islam adalah Alquran dan Sunnah Rasul. Keduanya berbahasa Arab. Di antara kata-katanya ada yang memiliki arti lebih dari satu (musytarak). Selain itu, dalam ungkapannya terdapat kata umum tetapi yang dimaksudkan khusus. Ada pula perbedaan perspektif dari aspek lughawi (kebahasaan) dan ‘urfi (tradisi) serta dari segi manthuq, mafhum dan lainnya. Berikut ini akan dikemukakan contoh mengenai kata musytarak dalam nas Alquran yang menimbulkan ikhtilaf: . ٍ‫وء‬ُ‫ر‬ُ‫ق‬ َ‫ة‬َ‫ث‬‫ال‬َ‫ث‬ َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫س‬ُ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ِ‫ب‬ َ‫ْن‬‫ص‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َ‫ت‬َ‫ي‬ ُ‫ات‬َ‫ق‬َّ‫ل‬َ‫ط‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬[12] Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.
  • 15. 12 Sebagian ulama menafsiri kata quru’ dengan suci, sedangkan yang lain menafsiri haid. Dengan demikian, ulama Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa wanita yang ditalak harus beridah dengan tiga kali suci, sedangkan kalangan ulama Hanafiyah dengan tiga kali haid.[13] Selanjutnya akan dikemukakan contoh pemahaman terhadap Sunnah terkait dengan isinya yang umum dan khusus. Perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang nisab zakat pertanian. Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa setiap jenis hasil pertanian yang sedikit atau banyak wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan pada keumuman suatu hadis:[14] ‫عثريا‬ َ‫َان‬‫ك‬ ْ‫و‬َ‫أ‬ ُ‫ن‬ْ‫ُو‬‫ي‬ُ‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬ ُ‫ء‬‫ا‬َ‫م‬َّ‫س‬‫ال‬ ِ‫ت‬َ‫ق‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫م‬ْ‫ي‬ِ‫ف‬. ِ‫ر‬ُ‫ش‬ُ‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ‫ْف‬‫ص‬ِ‫ن‬ ِ‫ح‬ْ‫ض‬َّ‫ن‬‫ال‬ِ‫ب‬ َ‫ي‬ِ‫ق‬ُ‫س‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ ُ‫ر‬ُ‫ش‬ُ‫ع‬ْ‫ل‬َ‫ا‬[15] Sesuatu (hasil pertanian) yang pengairannya dengan air hujan, air sumber atau menyerap air hujan, zakatnya sepersepuluh, sedangkan yang diairi dengan jasa unta zakatnya setengah dari sepersepuluh. Sedangkan pendapat jumhur fukaha berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah tersebut bahwa hasil pertanian yang tidak mencapai satu nisab tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Satu nisab adalah lima awsaq (± 300 gantang). Mereka berhujah bahwa hadis tersebut dikhususkan dengan hadis Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Nabi SAW bersabda: ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬َ‫ص‬ ٍ‫ق‬ُ‫س‬ْ‫و‬َ‫أ‬ ِ‫ة‬َ‫س‬ْ‫م‬َ‫خ‬ َ‫ن‬ْ‫و‬ُ‫د‬ ‫ا‬َ‫م‬ْ‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫ْس‬‫ي‬َ‫ل‬.[16] Sesuatu yang kurang dari lima awsaq tidak wajib zakat. Golongan Hanafi menakwili bahwa hadis ini tertuju pada zakat harta perdagangan, bukan pertanian.[17] 2. Sebab-sebab Khusus Mengenai Sunnah Rasul Sebab-sebab khusus mengenai Sunnah Rasul yang menonjol antara lain: (1) Perbedaan dalam penerimaan hadis; sampai atau tidaknya suatu hadis kepada sebagian sahabat, (2) Perbedaan dalam menilai periwayatan hadis, (3) Perbedaan mengenai kedudukan kepribadian Rasul.  Perbedaan dalam Penerimaan Hadis
  • 16. 13 Para sahabat yang menerima dan menyampaikan hadis, kesempatannya tidak sama. Ada yang banyak menghadiri majis Rasul, tentunya mereka inilah yang banyak menerima hadis sekaligus meriwayatkannya. Tetapi bayak pula di antara mereka yang sibuk dengan urusan-urusan pribadinya, sehingga jarang menghadiri majlis Rasul, padahal dalam majlis itulah Rasul menjelaskan masalah-masalah yang ditanyakan atau menjelaskan hukum sesuatu; memerintah atau melarang dan menganjurkan sesuatu. Contoh mengenai ini sebagai berikut: ِ‫إ‬ َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫الن‬ ُ‫ر‬ُ‫م‬ْ‫أ‬َ‫ي‬ ‫و‬ ٍ‫ر‬ْ‫م‬َ‫ع‬ َ‫ْن‬‫ب‬ ِ َّ‫اَّلل‬ َ‫د‬ْ‫ب‬َ‫ع‬ َّ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫َة‬‫ش‬ِ‫ئ‬‫َا‬‫ع‬ َ‫غ‬َ‫ل‬َ‫ب‬َّ‫ُن‬‫ه‬َ‫س‬‫ُو‬‫ء‬ ُ‫ر‬ َ‫ن‬ْ‫ض‬ُ‫ق‬ْ‫ن‬َ‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ن‬ْ‫ل‬َ‫س‬َ‫ت‬ْ‫غ‬‫ا‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ Aisyah mendengar bahwaAbdullah ibn Umarmemberi fatwabahwa wanita yang mandi janabah hendaknya membuka (mengudar) sanggulnya. Setelah mendengar fatwa ini Aisyah merasa heran dan berkata: ‫ًا‬‫ب‬َ‫ج‬َ‫ع‬ ‫ا‬َ‫ي‬ ْ‫ت‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬َ‫ن‬ْ‫ض‬ُ‫ق‬ْ‫ن‬َ‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ن‬ْ‫ل‬َ‫س‬َ‫ت‬ْ‫غ‬‫ا‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫الن‬ ُ‫ر‬ُ‫م‬ْ‫أ‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ ‫و‬ ٍ‫ر‬ْ‫م‬َ‫ع‬ ِ‫ْن‬‫ب‬ِ‫ال‬َّ‫ُن‬‫ه‬َ‫س‬‫ُو‬‫ء‬ ُ‫ر‬ َ‫ن‬ْ‫ق‬ِ‫ل‬ْ‫ح‬َ‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬ ُ‫ر‬ُ‫م‬ْ‫أ‬َ‫ي‬َ‫ال‬َ‫ف‬َ‫أ‬ َّ‫ُن‬‫ه‬َ‫س‬‫ُو‬‫ء‬ ُ‫ر‬ ِ َّ‫اَّلل‬ ُ‫ل‬‫ُو‬‫س‬َ‫ر‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ن‬َ‫أ‬ ُ‫ل‬ِ‫س‬َ‫ت‬ْ‫غ‬َ‫أ‬ ُ‫ت‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬ ْ‫د‬َ‫ق‬َ‫ل‬-‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬-ْ‫ن‬َ‫أ‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُ‫د‬‫ي‬ ِ‫ز‬َ‫أ‬ َ‫ال‬َ‫و‬ ٍ‫د‬ ِ‫اح‬ َ‫و‬ ٍ‫اء‬َ‫ن‬ِ‫إ‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬‫ى‬ِ‫س‬ْ‫أ‬ َ‫ر‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫غ‬ ِ‫ر‬ْ‫ف‬ُ‫أ‬ .ٍ‫ت‬‫ا‬َ‫غ‬‫ا‬ َ‫ر‬ْ‫ف‬ِ‫إ‬ َ‫ث‬َ‫ال‬َ‫ث‬[18] Aisyah berkata, “Sungguh aneh Ibn Umar ini memerintahkan kaum wanita apabila mereka mandi janabah untuk mengudar sanggul. Jika demikian, apakahtidak lebih baik menyuruh merekauntuk mencukurrambutnya saja? Sesungguhnya aku pernah mandi bersama Rasulullah SAW dari satu bejana dan aku menyiram rambut kepalaku tidak lebih dari tiga siraman. Contoh kasus pada kalangan ulama mujtahid, yaitu tentang Abu Hanifah dan kawan-kawannya dalam memutuskan suatu hukum. Ada suatu cerita dari Abdul Warits ibn Sa’id: Pada suatu waktu saya berada di Makkah bertemu dengan Abu Hanifah, Ibn Abi Laila dan Ibn Syabramah. Saya berkata kepada Abu Hanifah: “Bagaimana pendapatmu tentang orang menjual sesuatu dengan syarat tertentu?’’ Abu Hanifah menjawab: “Jual belinya batal dan syaratnya juga batal.” Kemudian saya bertanya kepada Ibn Abi Laila lalu ia menjawab: “Jual belinya sah dan syaratnya batal.’’ Kemudian saya bertanya kepada Ibn Syabramah lalu ia menjawab: “Jual belinya sah dan syaratnya juga sah.’’ Lalu saya berucap:
  • 17. 14 “Subhanallah! Tiga fukaha Irak berbeda pendapat begitu tentang satu masalah.’’ Saya kembali kepada mereka, menanyakan alasan mereka masing-masing. Abu Hanifah berkata: “Aku tidak tahu apa alasan mereka berdua, yang jelas saya menerima hadis dari Amr ibn Syu’ab dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi SAW melarang jual beli bersyarat; jual belinya batal syaratnya juga batal. Saya kembali kepada Ibn Abi Laila menginfokan tentang itu, dia berkata: “Aku tidak tahu alasan mereka berdua, namun yang jelas aku menerima hadis dari Hisyam ibn Urwah dari bapaknya dari Aisyah ia berkata, ‘Aku pernah disuruh Rasulullah membeli budak dan ada syarat dari keluarganya supaya nanti dimerdekakan, maka Nabi SAW membatalkan syarat itu dan meneruskan jual itu.’ Jadi jual beli itu sah dan syaratnya batal.” Kemudian saya mendatangi Ibn Syabramah mengabarkan tentang hal itu, ia berkata: “Aku tidak tahu alasan mereka berdua, aku pernah mendengar tentang hadis Jabir bahwa ia pernah menjual unta kepada Nabi SAW lalu beliau mensyaratkan agar unta itu dibawakannya ke Madinah. Berarti jual beli itu sah dan syarat juga sah.”[19]  Perbedaan dalam Menilai Periwayatan Hadis Perbedaan pendapat di kalangan fukaha terkait dengan hadis dari berbagai segi. Perbedaan itu terjadi setidak-tidaknya ada tiga sebab.[20] Pertama, perbedaan mereka tentang keterbatasannya dalam memiliki kuantitas koleksi hadis secara penuh, sebagaimana contoh di atas. Sebagaimana kita maklum bahwa tidak semua tokoh-tokoh sahabat Nabi selalu mengetahui terhadap semua apa yang disabdakan Nabi pada suatu waktu. Kedua, perbedaan mereka dalam memberi penilaian terhadap kualitas suatu hadis. Ketiga, perbedaan mereka dalam menerima-tidaknya terhadap kualitas hadis daif.  Perbedaan tentang Kedudukan Rasulullah SAW Rasulullah SAW di samping keberadaannya sebagai Rasul, juga sebagai manusia biasa. Karena itu, tindakan dan ucapan yang dilakukan beliau tidak
  • 18. 15 sama kedudukannya kalau dikaitkan dengan keberadaan pribadinya ketika melakukannya. Misalnya mengenai hadis berikut: . ُ‫ه‬َ‫ل‬ َ‫ى‬ِ‫ه‬َ‫ف‬ ً‫ة‬َ‫ت‬ْ‫ي‬َ‫م‬ ‫ا‬ً‫ض‬ْ‫ر‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ي‬ْ‫ح‬َ‫أ‬ ْ‫ن‬َ‫م‬[21] Barangsiapa menggarap tanah tak bertuan, maka dialah pemiliknya. Mengenai hadis ini ulama berbeda pendapat tentang apakah hal itu dinyatakan oleh Rasul sebagai kepala negara. Jika demikian, tidak setiap kepemilikan tanah yang belum ada pemiliknya itu secara otomatis menjadi miliknya, melainkan harus melalui prosedur yang berlaku pada waktu itu dan pada negara di mana orang itu hidup. Sebaliknya, jumhur fukaha memandang hadis yang dinyatakan Rasul itu dalam kedudukannya sebagai Rasul, berpendapat bahwa kepemilikan tanah mati itu tidak lagi harus melalui prosedur-prosedur negara tertentu, tetapi secara otomatis menjadi milik penggarap.[22] 3. Sebab-sebab Berkenaan dengan Kaidah Ushuliyah Kaidah ushuliyah merupakan metodologi hukum Islam yang digunakan oleh ulama untuk menggali suatu hukum pada abad kedua hijriyah. Keberadaannya efektif untuk menghasilkan suatu produk hukum. Metodologi ini digagas oleh Imam Syafii, bermula dari sebuah inspirasi setelah beliau menelaah keilmuan yang diwarisi oleh para sahabat Nabi, tabiin dan ulama fikih sebelumnya, terutama ketika adanya persinggungan yang dinamis antara model fikih Madinah yang diperoleh dari Imam Malik dengan fikih Irak yang diperoleh dari Imam Ibn Al-Hasan, demikian juga fikih Makkah yang beliau pernah hidup dan bermukim di situ. Hal itulah yang melatarbelakangi Imam Syafii mengadakan standarisasi untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Standarisasi itulah yang disebut ushul fiqh[23] (usul fikih). Sejarawan, seperti Ibn Khaldun mencatatat bahwa orang pertama kali yang mengkodifikasi ilmu usul fikih adalah Imam Syafii. Sebelum Imam Syafii tidak didapati secara jelas di kalangan ulama mujtahid adanya model penggunaan usul fikih dalam ijtihad mereka, artinya mereka tidak mempublikasikan model usul fikih yang mereka gunakan dalam berijtihad. Imam Syafiilah satu-satunya orang yang memulainya dan memiliki pengaruh setelah itu sehingga banyak bermunculan
  • 19. 16 kitab-kitab usul fikih di tataran mazhab-mazhab yang ada dengan sistematika penulisannya menurut perkembangan zaman. Banyak dari kalangan peneliti berpendapat bahwa usul fikih kalangan Hanafi berpijak pada apa yang digagas Imam Syafii.[24] Berikut akan dikemukakan contoh ikhtilaf di kalangan ulama dalam memahami suatu teks berdasarkan metode mereka masing-masing: َ‫ب‬ْ‫ق‬َ‫ت‬ ‫ال‬َ‫و‬ ً‫ة‬َ‫د‬ْ‫ل‬َ‫ج‬ َ‫ين‬ِ‫ن‬‫ا‬َ‫م‬َ‫ث‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫د‬ِ‫ل‬ْ‫ج‬‫ا‬َ‫ف‬ َ‫ء‬‫َا‬‫د‬َ‫ه‬ُ‫ش‬ ِ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ْ‫ر‬َ‫أ‬ِ‫ب‬ ‫وا‬ُ‫ت‬ْ‫أ‬َ‫ي‬ ْ‫م‬َ‫ل‬ َّ‫م‬ُ‫ث‬ ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ن‬َ‫ص‬ْ‫ح‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫ون‬ُ‫م‬ْ‫ر‬َ‫ي‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬‫ا‬ً‫د‬َ‫ب‬َ‫أ‬ ً‫ة‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ه‬َ‫ش‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ ‫وا‬ُ‫ل‬ِ‫ئ‬َ‫ل‬‫و‬ُ‫أ‬ َ‫و‬ُ‫م‬ُ‫ه‬ َ‫ك‬ . َ‫ون‬ُ‫ق‬ِ‫س‬‫ا‬َ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬[25] Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka itulah orang-orang yang fasik. . ‫يم‬ ِ‫ح‬َ‫ر‬ ‫ور‬ُ‫ف‬َ‫غ‬ َ َّ‫اَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ‫ُوا‬‫ح‬َ‫ل‬ْ‫ص‬َ‫أ‬ َ‫و‬ َ‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ ِ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ُوا‬‫ب‬‫ا‬َ‫ت‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ ‫ال‬ِ‫إ‬[26] Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dari surat An-Nur ayat ke-4 itu dapat disimpulkan bahwa hukuman bagi orang yang menuduh zina tanpa membuktikan dengan empat orang saksi adalah : (a) dera 80 kali, (b) dicabut haknya untuk menjadi saksi apapun, (c) orang itu dinyatakan fasik. Sedangkan ayat ke-5 mengkhususkan dengan pengecualian ayat ke-4 itu. Para ulama berbeda pendapat tentang cakupan pengecualian itu. Mayoritas ulama memahami pengecualian itu menyangkut ketiganya, hanya saja karena ayat ini menyatakan sesudah itu dan yang dimaksud adalah sesudah pemcambukan, maka pengecualian itu hanya mencabut sanksi b dan c. Dengan demikian, apabila terbukti dia bertaubat dan melakukan perbaikan, maka kesaksiannya dapat diterima dan dia tidak lagi wajar dinamai fasik. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pengecualian itu hanya tertuju kepada yang terakhir disebut, walau dia bertaubat dan berbuat baik, kesaksiannya tetap tidak dapat diterima. Sanksi pencambukan yang disebut di sini, ada yang memahaminya—antara lain Abu Hanifah—sebagai hak Allah. Sehingga yang dicemarkan nama baiknya tidak berhak memaafkan dan yang bersangkutan tetap
  • 20. 17 harus dicambuk. Sedangkan Imam Malik dan Imam Syafii menilainya hak yang dicemarkan namanya, sehingga bila ia memaafkan maka gugurlah pencambukan itu.[27] 4. Perbedaan Penggunaan Dalil di Luar Alquran dan Sunnah Perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih juga disebabkan perbedaan penggunaan dalil di luar Alquran dan Sunnah, seperti amal ahli madinah, dijadikan dasar fikih oleh Imam Malik, tidak dijadikan dasar oleh Imam yang lain. Begitu pula perbedaan dalam penggunaan ijmak, kias, istislah, istihsan, sad adz- dzari’ah, tradisi dan sebagainya, yang oleh sebagian ulama dijadikan dasar, sedangkan sebagian ulama yang lain tidak menjadikannya dasar dalam menggali hukum. ‫ـ‬ Hikmah Adanya Ikhtilaf dan Implementasinya dalah Kehidupan Masyarakat Khilafiah dalam hukum Islam merupakan khazanah. Bagi orang yang memahami watak-watak kitab fikih yang memuat masalah-masalah yang diperselisihkan hukumnya, sering menganggap bahwa fikih itu sebagai pendapat pribadi yang ditransfer ke dalam agama. Padahal jika mereka mau mengkaji secara mendalam, pasti mereka menemukan bahwa ketentuan hukum Islam itu bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Ikhtilaf merupakan suatu hal yang lumrah dalam dunia fikih, sehingga benar apa yang dikatakan Qatadah: “Barangsiapa tidak mengetahui ikhtilaf maka hudungnya belum pernah mencium bau fikih’’, Hisyam Ar-Razi juga mengatakan: “Barangsiapa tidak mengetahui perselisihan fukaha, maka ia bukan ahli fikih.’’[28] Fikih sebagai hasil ijtihad ulama dan tidak lepas dari sumbernya, yaitu Alquran dan Sunnah, otomatis akan mengandung keragaman hasil ijtihad itu. Namun demikian, nampak pada jati diri ulama mazhab adanya sikap sportif dan toleran apabila dihadapkan pada fenomina tersebut, serta tetap konsisten kepada prinsip firman Allah bahwa apabila terjadi perselisihan hendaknya dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya.
  • 21. 18 ‫ـ‬ Tujuan Mengetahui Sebab Terjadinya Ikhtilaf Mengetahui sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat para imam mazhab sangat penting untuk membantu kita agar keluar dari taklid buta, karena kita akan mengetahui dalil-dalil yang mereka pergunakan serta jalan pemikiran mereka dalam penetapan hukum suatu masalah. Dengan demikian, akan terbuka kemungkinan untuk memperdalam kajian tentang hal yang diperselisihkan, meneliti sistem dan cara yang baik dalam menggali suatu hukum, juga dapat mengembangkan kemampuan dalam hukum fikih bahkan akan terbuka kemungkinan untuk menjadi mujtahid.
  • 22. 19 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ijtihad adalah mencurahkan semua kemampuan dalam segala perbuatan. Dalam ushul fiqh, para ulama ushul fiqh mendefinisikan ijtihad secara berbeda- beda. Misalnya Imam as-Syaukani mendefinisikan ijtihad adalah mencurahkan kemampuan guna mendapatkan hukum syara’ yang bersifat operasional dengan cara istinbat (mengambil kesimpulan hukum). Yang mana terdapat beberapa macam dan syarat mujtahid. Dan terdapat sebab-sebab perbedaan antara 4 mazhab yang masyhur. B. Saran Inilah yang dapat kami paparkan dalam makalah ini, yang tentunya pembahasan tentang Islam pada masa khulafaurrasyidin, pada pembahasan tersebut kami selaku pembuat makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Kami juga mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya dan pembaca umumnya.