Konseling obat sangat berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien. Penerapan konseling obat sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam praktek kefarmasian pada pasien dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat karena pasien mendapatkan penjelasan mengenai manfaat penggunaan obat yang sesuai dengan aturan pakai yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.
Konseling obat sangat berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien. Penerapan konseling obat sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam praktek kefarmasian pada pasien dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat karena pasien mendapatkan penjelasan mengenai manfaat penggunaan obat yang sesuai dengan aturan pakai yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.
3. LATAR BELAKANG
FARMASI
SOSIAL
3
• Mengapa pasien tidak menggunakan (atau tidak minum) obat
seperti yang diresepkan?
• Jenis informasi obat apa yang memiliki efek terbaik pada
pemahaman pasien dan kapan harus disediakan?
• Bagaimana seorang farmasis paling efektif mengidentifikasi
pasien yang terkait dengan masalah / efek samping obat?
• Bagaimana cara layanan farmasi baru untuk pasien /pelanggan
menjadi diimplementasikan dalam perawatan kesehatan?
5. 5
PRESENTATION
TITLE
• Perkembangan Farmasi Sosial dipicu oleh adanya perubahan konsep pola
penyakit dan penatalaksanaannya ke pola hidup sehat dan promosi
kesehatan.
• Farmasi Sosial juga bergeser dari (1) konsep bio-pathology ke
sociopsycholog; (2) menunjukkan pergeseran dari product oriented ke
patient oriented; (3) Perubahan konsep pada konteks kefarmasian, yaitu
bergeser dari dispensing and compounding menuju ke bentuk
hubungan client-counselor yang berarti farmasis berfungsi sebagai
konsultan obat (drug advicer).
6. • Perubahan orientasi praktek kefarmasian dari product oriented ke patient oriented menuntut
adaptasi dari perguruan tinggi dan farmasis yang telah bekerja untuk terus berbenah dan
melengkapi diri agar mampu berperan maksimal dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
• Perubahan orientasi ini mengharuskan farmasis untuk memiliki peran yang lebih luas dari hulu
ke hilir mulai dari pembuatan, pengawasan, penyerahan hingga pemasaran bahwa obat yang
akan digunakan oleh pasien memenuhi prinsip-prinsip rasionalitas .
• Farmasis dituntut berinteraksi dengan pasien dalam rangka memberikan informasi yang tepat
terhadap obat yang akan digunakan oleh pasien.
• Untuk menjalankan peran ini maka setiap farmasis tidak hanya dilengkapi dengan ilmu-ilmu
alam (natural sciences), analisis farmasi, dan teknologi farmasi. Tetapi lebih dari itu, farmasis
juga diwajibkan menguasai farmasi klinik dan farmasi sosial.
6
FARMASI
SOSIAL
7. Farmasi sosial adalah hal yang baru dan belum diterapkan PTF di Indonesia.
Pengetahuan-pengetahuan dasar farmasi dirasakan (tidak cukup) mendukung orientasi farmasis
yang telah mengarah pada pasien Farmasis harus dilengkapi dengan kemampuan yang
dapat memaksimalkan peran farmasis dalam lingkungan sosial ini.
Disinilah farmasi sosial muncul sebagai isu utama untuk menjawab tantangan ini.
7
FARMASI
SOSIAL
8. • Farmasi Sosial, yaitu suatu disiplin ilmu ( field of study) kefarmasian yang berkembang
dengan dukungan disiplin ilmu lain yang terkait untuk menguji, meneliti, memahami, dan
mengatasi persoalan-persoalan yang senantiasa timbul dalam pengabdian profesi farmasi.
• Tujuan disiplin ilmu Farmasi Sosial adalah pemahaman dan penjelasan menyeluruh tentang
masalah-masalah yang berkaitan dengan farmasi atau sedang dihadapi oleh farmasi (Harding
dkk., 1994).
• Farmasi Sosial merupakan hibrida ilmu kefarmasian yang bergerak/berkembang di atas
landasan teori serta metodologi ilmu sosial dan perilaku (social and behaviour) untuk
mengungkap masalah-masalah pharmacy practice.
• Disiplin ilmu-ilmu yang terkait, antara lain politik, komunikasi, psikologi, sosiologi, pendidikan,
pharmacy practice, ekonomi, manajemen, sejarah, dan antropologi.
8
FARMASI
SOSIAL
9. • Sekitar dua dekade lalu, Farmasi Sosial disinonimkan dengan farmakoepidemologi dan
distribusi sosial/ demografi penggunaan obat.
• Cakupan farmasi sosial menjadi lebih luas dan tidak hanya dibatasi oleh pemetaan distribusi
obat pada sebuah populasi.
• Untuk mencapai hasil yang optimum dalam asuhan kefarmasian (pharmaceutical care)
farmasis harus memiliki pemahaman mengenai aspek psikologi dan perilaku (behaviour)
dari pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
• Konsep ilmu psikologi dan perilaku inilah yang menjadi konsep fundamental dari ilmu
farmasi sosial.
9
PRESENTATION
TITLE
10. Dalam farmasi sosial, pengobatan dilihat dari persepektif sains, sosial dan
humanistik.
Farmasi sosial mencakup semua faktor-factor sosial yang mempengaruhi
penggunaan obat seperti kepercayaan pasien terhadap obat, regulasi, kebijakan,
perilaku, informasi obat, dan etik.
Bahkan Schafer, dkk (1992) memberikan pengertian yang lebih luas dengan
merumuskan farmasi sosial.
1 0
PRESENTATION
TITLE
11. Umumnya farmasi sosial mencakup
–farmakoekonomi,
–farmakovigilance/farmakoepidemologi,
–statistik farmasi,
–farmakoinformatik,
–ilmu kesehatan masyarakat,
–komunikasi,
–administrasi farmasi,
–manajemen farmasi,
–marketing,
–penilaian kualitas hidup,
–aspek sosiobehavioral dalam dunia kesehatan dan farmasi,
1 1
PRESENTATION
TITLE
12. Penelitian dalam farmasi sosial dihubungkan dengan bidang yang lebih luas yang dikenal dengan
penelitian pelayanan Kesehatan (health services research).
Farmasi sosial menekankan pada pemahaman dan peningkatan kualitas praktek kefarmasian dan
penggunaan obat.
Penelitian dibidang ini sangat penting karena seperti yang diketahui bersama bahwa praktek
kefarmasian harus didasarkan pada bukti ilmiah (evidence-based) dan menggunakan cara-cara
terbaik sehingga praktek kefarmasian harus selalu dievaluasi danhasil evaluasinya harus segera
diimplementasikan.
Hasil dari penelitian dapat dijadikan dasar oleh penentu kebijakan dalam menetapkan regulasi
yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
Penelitian di bidang farmasi sosial dapat dilakukan secara kuantitatif (survei) dan kualitatif seperti
wawancara, diskusi, dan pengamatan/observasi.
1 2
PRESENTATION
TITLE
13. POSISI FARMASI SOSIAL
DALAM ILMU FARMASI
Untuk menjelaskan dimana dan bagaimana
kedudukan farmasi social dalam rumpun keilmuan
bagan yang dapat diambil adalah yang disediakan
oleh Sorensen dkk (2003).
1 3
PRESENTATION
TITLE
15. Dalam bagan ini diilustrasikan bahwa farmasi klinik menjadi jembatan yang overlap sekaligus
menghubungkan antara ilmu alam dan farmasi sosial.
Farmasi sosial memiliki hubungan yang erat dengan praktek kefarmasian.
Farmasi sosial menjadi penyempurna ilmu kefarmasian.
Pengetahuan yang berasal dari farmasi sosial dapat membantu pengembangan kemampuan
personal dan interpersonal farmasis sehingga mampu memberikan komunikasi dan konseling
yang efektif dalam rangka meningkatkan kualitas pengobatan.
Farmasi sosial juga diharapkan dapat membantu farmasis dalam meningkatkan profesionalisme
dan kualitas kepemimpinannya
1 5
PRESENTATION
TITLE
POSISI FARMASI SOSIAL
DALAM ILMU FARMASI
17. 1 7
PRESENTATION
TITLE
DEFINISI
Farmasi sosial adalah disiplin ilmu farmasi yang dikendalikan oleh kebutuhan sosial dan
lebih fokus pada masyarakat secara keseluruhan.
Farmasi sosial adalah subyek yang interdisipliner, yang membantu untuk mengerti
interaksi antara obat dan masyarakat.
Pengembangan keilmuan dilakukan untuk mendukung tercapainya learning
outcome yang meliputi aspek farmasi komunitas, farmakoenomi serta aspek legal, etika
dan perilaku kefarmasian.
18. 1 8
PRESENTATION
TITLE
DEFINISI
Farmasi Sosial merupakan bidang ilmu yang mengajarkan tentang interaksi tenaga
kefarmasian dengan masyarakat serta cara pemberian informasi mengenai Obat.
Materi pengajaran meliputi penelitian pada bidang Farmasi sosial yang meliputi studi
pengobatan tradisional dan etnofarmasi, kebijakan penggunaan obat tradisional dan
implementasinya, studi evaluasi pelayanan kefarmasian, studi perilaku dan sikap tenaga
kefarmasian serta studi farmakoekonomi ----- diterapkan untuk pengabdian kepada
masyarakat.
19. 1 9
PRESENTATION
TITLE
Farmasi Sosial, yaitu suatu disiplin ilmu (field of study) kefarmasian yang
berkembang dengan dukungan disiplin ilmu lain yang terkait untuk menguji,
meneliti, memahami, dan mengatasi persoalan-persoalan yang senantiasa timbul
dalam pengabdian profesi farmasi.
Tujuan ilmu tersebut adalah pemahaman dan penjelasan menyeluruh tentang
masalah-masalah yang berkaitan dengan farmasi atau sedang dihadapi oleh
farmasi (Harding dkk., 1994).
DEFINISI
20. 2 0
PRESENTATION
TITLE
Farmasi Sosial merupakan hibrida ilmu kefarmasian yang
bergerak/berkembang di atas landasan teori serta metodologi ilmu sosial dan
perilaku (social and behaviour) untuk mengungkap masalah-masalah pharmacy
practice.
Dalam hal ini disiplin ilmu-ilmu yang terkait, antara lain, politik, komunikasi,
psikologi, sosiologi, pendidikan, pharmacy practice, ekonomi, manajemen,
sejarah, dan antropologi.
DEFINISI
21. 2 1
PRESENTATION
TITLE
Farmasi Sosial menyarankan 4 bidang yang dilaksanakan lebih dulu, yaitu (Harding
dkk., 1994):
1. Hubungan Antar Disiplin Ilmu (interdisciplinarity)
Telah disebutkan bahwa Farmasi Sosial didukung oleh filosofi dan metodologi ilmu
sosial dan perilaku yang seleksi/pemilihannya tergantung masalah yang dihadapi
(subject matter).
Contoh: Untuk menekan biaya pengobatan, pola peresepan, dan perawatan dipilih
pendekatan politik Untuk memahami pilihan ibu-ibu yang anaknya sakit dalam memilih
obat dipilih pendekatan psikologi sosial dan metode kualitatif. Untuk menemukan cara
pemecahan yang proporsional masalah ketidakharmonisan hubungan antara tenaga
profesi kesehatan dipilih pendekatan sosiologi, komunikasi, dan psikologi.
BIDANG FARMASI SOSIAL
22. 2 2
PRESENTATION
TITLE
2. Professionalization
Status profesi dan sikap professional yang berbanding lurus dengan kepuasan kerja
(satisfaction/satisfactory achievement).
Sikap professional berciri antara lain dedikasi dan loyalitas tinggi, mandiri, bersemangat,
gembira dalam pengabdian profesi.
BIDANG FARMASI SOSIAL
23. 2 3
PRESENTATION
TITLE
Contoh:
Perkembangan komputerisasi patiens medication records (PMRs), terbukti
meningkatkan status profesi karena farmasis menguasai salah satu sumber informasi
pelayanan kesehatan. Hasil analisis masalah yang terekam merupakan monitoring
pola resep yang ada, dan penggunaan informasi dapat: Mengetahui kesalahan resep
Menghindarkan interaksi obat dan adverse drug reaction, kontra-indikasi, reaksi alergi
dan idiosinkrasi, penggunaan obat yang salah (mis-use) dan penyalahgunaan obat
(abuse), serta efek samping yang berlebihan. Memantau kemajuan kesehatan pasien.
Memantau rasionalitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien Dari otoritas dan
kemampuan mengelola informasi obat, farmasis dapat bertugas sebagai penyuluh
antara lain tentang penyakit tertentu, pola hidup sehat, kesehatan lingkungan, gizi
dan nutrisi, serta konsultasi terapi. Hal itu menunjukkan bahwa inovasi dan
perkembangan lewat professionalization dapat segera dilaksanakan dan
menimbulkan harapan baru bagi pengabdian profesi.
BIDANG FARMASI SOSIAL
24. 2 4
PRESENTATION
TITLE
3. Efisiensi dan Efektivitas
Secara umum, inovasi dan perkembangan di bidang tersebut untuk mengatasi kendala
biaya (cost constraints) yang dapat dilakukan dengan pengamatan formal (audit) terus
menerus diiringi dengan pengendalian sistem pelayanan kesehatan. Berdasarkan
prinsip manajemen, pelaksanaannya dimulai dengan penyusunan macam pekerjaan
yang harus dilakukan, kemudian ditetapkan urutan skala prioritas dan dilanjutkan
dengan pengawasan serta pengendalian.
BIDANG FARMASI SOSIAL
25. 2 5
PRESENTATION
TITLE
4. Pendidikan dan Komunikasi
Peran-peran farmasis yang baru memerlukan inovasi dan perkembangan yang
proporsional di bidang pendidikan dan peningkatan kemampuan berkomunikasi, serta
secara profesional cepat tanggap dengan situasi dan lingkungan yang berbeda,
mengembangkan interpreneurship.
BIDANG FARMASI SOSIAL