SlideShare a Scribd company logo
1 of 41
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
LAPORAN KASUS
Status Asmatikus
PENYUSUN:
Sri Feliciani
030.08.229
PEMBIMBING :
dr.Meidy Daniel Posumah, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
PERIODE 6 MEI2013 – 13 JULI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : An. A
Tanggal lahir/Umur : 19 Septermber 2010/ 2 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pondok Pelangi No 16
Agama : Kristen
No. RM : 32-91-69
2
Masuk RS : 7 Mei 2013, jam 12.30 WIB
B. Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Nama Tn. Chairul Andreas Ny. Dwi Kartika Sari
Umur 41 tahun 37 tahun
Alamat Pondok Pelangi No 16 Pondok Pelangi No 16
Agama Kristen Kristen
Suku Bangsa Melayu Melayu
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
 Hubungan Pasien dengan orang tua: Pasien anak kandung ( anak ke-2 dari 3 bersaudara)
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orang tua pasien pada tanggal 07
Mei 2013 pukul 12.30 WIB di kamar perawatan pasien anak ruang Bougenville.
• Keluhan Utama
Sesak sejak kurang lebih 30 menit sebelum masuk rumah sakit.
• Keluhan Tambahan
Batuk sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Pilek sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
• Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RS Otorita Batam dengan keluhan sesak setegah jam sebelum
masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus walaupun telah di uap sebanyak 3
kali dengan obat combivent yang telah diberikan dari poli dokter spesialis anak. Sesak
hilang timbul juga dirasakan oleh pasien sejak 2 minggu yang lalu, sesak dirasakan
semakin lama semakin berat, saat sesak terdapat bunyi “ngiik”. Sehingga pasien pernah
dirawat di RSOB pada tanggal 24 April 2013- 25 April 2013. Sebelumnya pasien pernah
mengalami sesak saat umur 1 tahun tapi tidak diobati karena membaik sendiri. Pasien
juga sering mengalami bersin-bersin saat pagi hari. Pasien mengaku ada batuk dan pilek.
Batuk dan pilek dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dan demam mulai
3
semalam sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak
kejang, tidak menggigil, dan tidak berkeringat dan tidak diobati. Pasien mengalami
penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu dan menyangkal adanya mual, muntah,
dan diare.
• Riwayat Penyakit Dahulu
Orang tua pasien mengaku bahwa pasien pernah mengalami sesak seperti itu 2 kali
sebelumnya. Pasien sering menderita batuk dan pilek. Pasien memiliki riwayat sesak
napas saat umur 1 tahun dan sering bersin-bersin saat pagi hari. Ada riwayat alergi
terhadap makanan yaitu udang dan tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan dan
tidak ada riwayat trauma sebelumnya
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteri - Penyakit jantung -
Cacingan - Diare - Penyakit ginjal -
DBD - Kejang - Penyakit darah -
Demam tifoid - Kecelakaan - Penyakit paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Lainnya -
• Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan
Morbiditas
kehamilan
Tidak pernah menderita penyakit selama
kehamilan, dan juga tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan apapun
Perawatan Antenatal Ibu pasien memeriksakan kandungannya ke
klinik dokter umum selama kehamilan.
Kelahiran
Tempat Kelahiran Klinik dokter
Penolong Persalinan Dokter
Cara Persalinan Persalinan normal
Masa Gestasi 38 minggu Cukup bulan
Keadaan Bayi Langsung menangis, warna kulit kemerahan
Berat badan lahir: 2.600 gram
Panjang badan: tidak ingat
Lingkar kepala tidak ingat
Apgar score (-)
 Kesimpulan: riwayat kehamilan baik dan kelahiran baik
• Riwayat Makanan
Umur/bulan ASI PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim
0-2 + - - - -
2-4 + - - - -
4
4-6 + - - - -
6-8 + - - - -
8-10 + + + + +
Kesimpulan:.Gizi cukup, bervariasi
• Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur)
I II III IV
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan
HepatitisB 0 bulan 1 bulan 5 bulan
Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap
• Riwayat Perkembangan
- Tengkurap : 2 bulan
- Duduk : 10 bulan
- Bicara : Lancar
 Kesimpulan: Perkembangan baik, sesuai usia
• Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak ke dua dari dua bersaudara. Saat ini tidak ada keluarga yang
mencret, muntah, demam, dan batuk seperti pasien. Kakak pasien pernah mengalami
sesak nafassatu kali saat umur 1 tahun. Ada riwayat asma pada keluarga yaitu ayahdan
kakak pasien. Terdapat riwayat alergi pada keluarga pasien. Tidak ada riwayat batuk
lama yang tidak sembuh, batuk darah dan penyakit darah dalam keluarga dan tidak ada
yang merokok di dalam rumah.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 07 Mei 2013 pukul 13.30 WIB
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Tanda-tanda vital :
- Nadi : 128x/ menit
- Pernafasan : 54 x/ menit
- Suhu : 37,50
Data antropometri
• Berat badan : 10 kg • Panjang badan : 85 cm
5
• BB/U : < -2 (gizi kurang)
• TB/U : -2 s/d +2 ( gizi normal)
• BB/TB : -2 s/d +2 (gizi normal)
Kesan : status Gizi baik
Kepala : normochepali, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah rontok dan
berwarna hitam, wajah simetris.
Mata : kelopak mata tidak cekung, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor kanan kiri, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung
+/+, mata merah -/-, mata berair -/-.
Telinga : deformitas -/-, sekret dari telinga -/- darah dari telinga -/-.
Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret -/-, pernafasan cuping hidung (+).
6
Mulut : deformitas (-), bibir kering (-), sianosis perioral (-), mukosa mulut kering
(-) hiperemis (-), lidah kotor (-)
Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
retraksi suprasternal (+).
Thoraks :
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV garis midclavicularis kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, tidak mendengar mumur dan gallop
Paru
Inspeksi : kedua hemitoraks simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi
sela iga (+), retraksi sub costa (-).
Palpasi : vokal fremitus sulit dinilai
Auskultasi : suara napas vesikuler pada hemitoraks kiri dan
kanan. Ronkhi -/-, wheezing +/+
Abdomen :
Inspeksi : datar, tidak tampak peristaltik usus, retraksi epigastrium (+)
Palpasi : abdomen teraba lunak, nyeri tekan (-),hepar tidak teraba membesar,
lien tidak teraba membesar, ballotment -/-, tidak teraba massa,turgor
kulit kembali dalam waktu kurang dari 2 detik.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus 6x/menit
Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, sianosis akral (-) di keempat
ekstremitas, CRT < 2 detik, ptekie (-)
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Nervus Kranial
1. Nervus Olfaktorius (N I): Tidak dilakukan
2. Nervus Optikus (N II) :
• Visus bedside : Tidak dilakukan
7
• Lapang Pandang konfrontasi : Tidak dilakukan
• Pupil : isokor, tepi rata,
o Refleks cahaya langsung OD/OS (+/+)
o Refleks cahaya tidak langsung OD/OS (+/+)
3. Nervus Okulomotorius (N III) :
Ptosis OD dan OS : (-/-)
Strabismus : (-/-)
Diplopia : (-/-)
Gerakan Bola Mata
• Melihat ke arah medial : normal
• Melihat ke supero-medial : normal
• Melihat ke supero-lateral : normal
4. Nervus Troklearis(N IV) :
Gerakan bola mata
• Melihat ke infero-medial : normal
5. Nervus Trigeminus(NV) :
• Membuka mulut : tidak sulit
• Refleks kornea (+)
6 Nervus Abdusen(N VI) :
Gerak bola mata
• Melihat ke arah lateral : normal
7. Nervus fasialis(N VII) :
Fungsi Motorik
8
• Mengerutkan dahi : Simetris kanan dan kiri
• Mengangkat alis :Simetris kanan dan kiri
• Menutup mata :Simetris kanan dan kiri
• Memperlihatkan gigi :Simetris kanan dan kiri
• Menggembungkan pipi:Simetris kanan dan kiri
Fungsi Sensorik
Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan
8. Nervus Vestibulo-kokhlearis (N VIII)
Tidak dilakukan
9. Nervus Glosofaringeus ( N IX) dan Nervus Vagus ( N X)
Fungsi Motorik
Fungsi pembentukan suara : Normal
Fungsi pengucapan kata-kata : Normal
Menelan : Normal
Fungsi Sensorik
Fungsi pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan
10. Nervus aksesorius (N XI)
Tidak dilakukan
11. Nervus Hypoglossus ( N XII)
Artikulasi : Baik
Statis
Lidah tidak deviasi, Tremor (-)
9
Dinamis
Lidah tidak deviasi
Motorik
Kekuatan otot
• Ekstremitas atas : kanan 5, kiri 5 • Ekstremitas bawah : kanan 5, kiri 5
Gerakan Abnormal (-)
Kesan : Normal
Sensorik
Rangsang Raba :
• Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris
• Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris
Rangsang Nyeri :
• Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris
• Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris
Kesan : Normal
Otonom
Defekasi : Normal Miksi : Normal
Rangsang Meningeal
• Kernig’s sign : -/-
• Laseque sign: -/-
• Brudzinsky I : -
• Brudzinsky II : -
• Kaku kuduk : -
Refleks
10
Refleks fisiologis
• Refleks Biceps : + / +
• Refleks Triceps : + / +
• Refleks Patella : + / +
• RefleksAchilles : + / +
Refleks patologis
• Refleks Oppenheim :-/-
• Refleks Gordon :-/-
• Refleks Schaeffer :-/-
• Refleks Chaddock : - /-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan lab darah :-
Pemeriksaan Hasil satuan Nilai rujukan
Hemoglobin 11,2 g/dL 11,0 – 16,5
Hematokrit 33,5 % 33 – 38
Leukosit 21.420 /ul 9000 - 12000
Trombosit 570.000 /ul 150.000 – 450.000
LED 57 mm/jam 0-15
• Rontgen Thorax : Tidak dilakukan
• Skin test ( tidak dilakukan)
• Uji faal paru (tidak dilakukan)
RESUME
Seorang anak laki-laki usia 2 tahun 8 bulan (BB : 10 kg), datang ke IGD RSOB dengan
keluhan sesak ½ jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus walaupun
telah di uap sebanyak 3 kali dengan obat combivent yang telah diberikan dari poli dokter
spesialis anak. Sesak hilang timbul juga dirasakan oleh pasien sejak 2 minggu yang lalu,
sesak dirasakan semakin lama semakin berat, saat sesak terdapat bunyi “ngiik”. Sehingga
pasien pernah dirawat di RSOB pada tanggal 24 April 2013- 25 April 2013. Sebelumnya
pasien pernah mengalami sesak saat umur 1 tahun tapi tidak diobati karena membaik sendiri.
Pasien juga sering mengalami bersin-bersin saat pagi hari. Pasien mengaku ada batuk dan
pilek. Batuk dan pilek dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dan demam mulai
11
semalam sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak menggigil,
dan tidak berkeringat dan tidak diobati. Pasien mengalami penurunan nafsu makan sejak 3
hari yang lalu dan menyangkal adanya mual, muntah, BAB dan BAK normal. Ada riwayat
asma pada keluarga dan ada riwayat alergi terhadap makanan yaitu udang, riwayat alergi
terhadap obat-obatan disangkal. Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak
sakit berat, kompos mentis. Tanda-tanda vital HR : 128x/menit, RR : 54x/menit(takipneu),
dan suhu : 37,5o
(febris). Pada pemeriksaan fisik ditemukan pernapasan cuping hidung,
retraksi suprasternal,retraksi sela iga, retraksi epigastrium, auskultasi thorax didapatkan bunyi
wheezing di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukositosis
21.420/ul, Ht meningkat.
DIAGNOSA KERJA
Status Asmatikus
DIAGNOSA BANDING:
1. Status Asmatikus
2. Asma Bronkiale
3. ISPA
4. Pneumonia
PENATALAKSANAAN
- IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro)
- Injeksi Ceftazidine 2 x 500 mg (iv)
- Tremenza syrup 3 x ½ cth
- Sanmol 4x 1 cth
- Terapi inhalasi combiven / 6 jam
PROGNOSIS
• Ad vitam : ad bonam
• Ad functionam : ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad bonam
EVALUASI HARIAN PASIEN
12
Tanggal 7 Mei 2013 (perawatan hari pertama)
Subjektif:
• Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-)
• Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+)sedikit
• sesak(+) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+)sedikit
Objektif:
Kes/KU : compos mentis/tampak sakit berat
Tanda vital : HR: 144x/menit, RR: 50x/menit, S: 37,20
C
Kepala : Normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, Pernafasan cuping
hidung +/+, bibir kering (-), kelopak mata cekung (-)
Leher : retraksi SS (+), KGB ttm
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (+)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm,retraksiepigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Refleks : Fisiologis (+) Patologis (-)
Assessment:
Asma bronkial Status Asmatikus
Planning (07.30)
- IVFD 2A 10 tpm/makro
- Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv)
- Tremenza syrup 3 x ½ cth
- Sanmol 4x 1 cth
- Terapi inhalasi combiven / 6 jam
Planning (13.30)
- IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro)
- Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv)
- Tremenza syrup 3 x ½ cth
- Sanmol 4x 1 cth
- Terapi inhalasi combiven / 6 jam
Tanggal 8 Mei 2013 (perawatan hari kedua)
13
Subjektif:
• Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-)
• Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+) banyak
• sesak(-) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+) banyak
Objektif:
Kes/KU : compos mentis/tampak sakit ringan
Tanda vital : HR: 120x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,60
Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH -/-,
bibir kering (-), kelopak matacekung (-)
Leher : retraksi SS (-), KGB ttm
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (-)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Assessment:
Status asmatikus
Planning
- IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro)
- Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv)
- Tremenza syrup 3 x ½ cth
- Sanmol 4x 1 cth
- Terapi inhalasi combiven / 6 jam
- Pasien di ijinkan pulang pada tanggal 8 Mei 2013
BAB II
ANALISA KASUS
Kasus ini didiagnosis sebagai Status Asmatikus berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang didapatkan yaitu:
14
Dasar diagnosa
Status Asmatikus
Pasien Literatur
Anamnesa 1. Sesak sejak 30 menit
sebelum masuk rumah sakit
walaupun telah di nebulasi
di rumah 3 kali.
2. Sesak 1 bulan yang lalu,
hilang timbul
3. Saat sesak terdapat bunyi
ngikk
4. Batuk dan pilek sejak 3 hari
yang lalu.
5. Semakin lama sesak
semakin berat.
6. Ada riwayat pernah sesak
saat berumur 1 tahun dan
membaik sendiri(reversible)
7. Sering bersin-bersin di pagi
hari (rhinitis alergi)
8. Ada riwayat alergi makanan
udang
9. Ayah dan kakak 1 memiliki
asma.
1. Serangan eksaserbasi akut
2. Asma yang tidak responsif
dengan pengobatan asma pada
umumnya yaitu dengan
pemberian nebulasi B agonis
(bronkodilator) sebanyak 3 kali
tetapi tidak memberikan respon
yang baik.
3. Sesak disertai bunyi mengi
(whezzing), batuk berdahak
yang berulang, rasa berat pada
dada
4. Dikarenakan oleh factor non
alergik, seperti infeksi saluran
pernafasan
5. Terdapat riwayat asma pada
keluarga
6. Terdapat riwayat atopi (rhinitis
alergi, dermatitis atopi)
Pemeriksaan Fisik 1. Pernapasan cuping hidung
(+)
2. Leher: retraksi suprasternal
(+)
3. Thorax :
Auskultasi paru wh +/+
4. Abdomen:
Retraksiepigastrium (+)
1. Pernapasan cuping hidung (+)
2. Leher:retraksisuprasternal (+)
3. Thorax:
Retraksi subcostae (+)
Auskultasi paru wh +/+
4. Abdomen:
Retraksi epigastrium (+)
15
Pemeriksaan
penunjang 1. Uji provokasi tidak
dilakukan
2. Uji faal paru tidak
dilakukan
1. Pemeriksaan laboratorium
dalam batas normal
2. Uji provokasi : mengalamai
penurunan VEP1 sebesar >
15%, Penurunan APE > 10%
3. Uji faal paru : pada derajat
ringan VEP1 dan APE bisa ≥
80%, Pada derajat sedang-berat
VEP1 dan APE mengalami
penurunan
ANALISA TERAPI:
1.Kebutuhan cairan,menurut holiday and segar berdasar berat bdan:
Berat badan (BB) Anak Jumlah (ml)/ kgBB/jam
BB 10 kg pertama 4ml/kgBB/jam
BB 10 kg kedua 2ml/ kgBB/jam
BB sisanya 1 ml/kgBB/jam
Pada pasien ini berat badan nya 10 kg.Maka kebutuhan cairan basalnya.(4x10) = 40 ml/jam
Jumlah tetesan/menit:
Kebutuhan cairan(cc/kg)xberat badan(kg)x20 tetes/menit(makro)
Waktu pemberian(jam)x60 cc/jam
40x10x20 =5,55 (6 tetes per mnit)
24x60
Pada pasien yang diberikan 10 tetes per menit infus 2A,
• Cairan kombinasi : Cairan 2a
Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1 : 1 yang
terdiri dari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa anhidrat 50 gr/L, Natrium 150
16
mmol/L dan klorida 150 mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare dengan komplikasi
dan bronkopneumoni dengan komplikasi.
• Pada pasien ini diberikan 10 tetes per menit.
ANTIBIOTIK
Antibiotik yang diberikan adalah Ceftazidime sesuai dosisnya yaitu:
• Dewasa : 1- 6 gram/hari, dalam 2 – 3 dosis terbagi.
• Bayi > 2 bulan dan anak-anak : 30 – 100 mg/kg BB/hari, dalam 2 – 3 dosis terbagi.
• Neonatus dan bayi < 2 bulan : 25 – 60 mg/kg BB/hari, dalam 2 dosis terbagi.
Besarnya dosis dapat disesuaikan dengan jenis infeksi, derajat infeksi, usia, berat badan,
dan fungsi ginjal dari penderita. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis
dapat disesuaikan dengan cara menurunkan dosis dan atau dengan memperpanjang
interval pemberian obat.
Pada pasien ini umurnya 2 tahun 8 bulan dengan bb 10kg maka :
100 mg x 10 kg = 1000 mg per hari ( dibagi dalam 2-3 dosis)
Diberikan : 2 x 500 mg (i.v)
Indikasi : Untuk infeksi-infeksi berat sebagai berikut : Infeksi-infeksi yang disebabkan
oleh organisme yang peka terhadap Ceftazidime : Septikaemia, bakteriemia, meningitis,
pneumonia, bronkopneumonia, pleuritis, empiema, abses paru, pielonefritis akut dan
kronik, pielitis, prostatitis, kolesistitis, kolangitis, peritonitis, abses intra abdominal,
penyakit inflamasi panggul, osteomielitis, osteitis, artritis septik, abses ginjal, selulitis,
infeksi luka bakar.
ANTIPIRETIK
Pada pasien diberikan antipiretik Sanmol sirup dengan dosis 10-15 mg/kg/bb per 6-8 jam.
Dosis pada pasien ini: 10x bb pasien(10)= 100 mg per 8 jam. Sediaan obat sirup 120mg/5ml
berarti diberikan 4 x 1 cth.
OBAT BATUK dan PILEK
Pada pasien ini diberikan obat batuk dan pilek yaitu tremenza (5 ml) mengandung
Pseudoefedrina-HCI 60 mg(30 mg), triprolidina-HCI 2,5 mg (1,25 mg). dengan dosis anak
2-5 th: 1/2 sdt. Seluruh dosis diberikan 3-4x / hari.
17
Meringankan gejala flu karena alergi pada saluran nafas atas yang memerlukan dekongestan
dan antihistamin.
Dosis pada pasien ini : (2 tahun 8 bulan)  tremenza syrup 3 x ½ cth.
OBAT ASMA
Aminofilin
• Jika anak tidak membaik setelah 3 dosis bronkodilator kerja cepat, beri aminofilin IV
dengan dosis awal (bolus) 6-8 mg/kgBB dalam 20 menit. Bila 8 jam sebelumnya telah
mendapatkan aminofilin, beri dosis setengahnya. Diikuti dosis rumatan 0.5-1 mg/kgBB/jam.
Pemberian aminofilin harus hati-hati, sebab margin of safety aminofilin amat sempit.
• Hentikan pemberian aminofilin IV segera bila anak mulai muntah, denyut nadi >180
x/menit, sakit kepala, hipotensi, atau kejang.
• Jika aminofilin IV tidak tersedia, aminofilin supositoria bisa menjadi alternatif.
Pada pasien ini diberikan 40 mg aminofilin dalam 100cc dextrose 5% / 8 jam. Diberikan
dosis rumatan 0,5 x 10 (8 jam)= 40 mg.
Pada pasien ini diberikan Terapi inhalasi combivent tiap 6 jam.
Combivent mengandung 21 mg Ipropropium Bromida + 125 mg Salbutamol yang fungsinya
adalah sebagai bronkodilator
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONKIAL
Definisi
Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas sehingga menimbulkan gejala
periodik berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang menyebabkan obstruksi
jalan napas dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Inflamasi menyebabkan peningkatan responjalan napas terhadap berbagai rangsangan
(Smeltzer & Bare, 2002).
Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermitten dan reversibel dimana trakea
dan bronki berespon hiperaktif terhadap stimulus tertentu. Asma berbeda dari penyakit
obstruktif lainnya dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel. Serangan asma dapat saja
18
terjadi dan berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam,diselingi oleh periode
bebas gejala (Smeltzer & Bare, 2002).
Penyebab
Penyebab asma sampai sekarang belum diketahui pasti. Telah banyak penelitian yang
dilakukan oleh para ahli dibidang asma untukmenerangkan sebab terjadinya asma, namun
belum ada teori ataupun hipotesis yang dapat diterima atau disepakati para ahli (Tanjung,
2003).
a. Faktor predisposisi
Genetik merupakan faktor pendukung timbulnya asma. Bakat alergi merupakan hal yang
diturunkan, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Bakat
alergi ini membuat penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar
faktor pencetus. Penderita biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita
penyakit alergi (Tanjung, 2003). Apabila kedua orang tua memiliki riwayat penyakit
asma maka hampir 50% dari anak-anaknya memiliki kecenderungan asma, sedangkan
jika hanya salah satu orang tuanya yang menderita asma maka kecenderungannya hanya
35% (BKPM Semarang, 2009).
b.Faktor Presipitasi
Menurut Tanjung (2003), beberapa faktor yang mencetuskan serangan asma, yaitu :
a.Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.)Inhalan : masuk melalui saluran pernapasan. misal : debu, serbuk bunga, bulu
binatang, polusi, asap rokok.
2.)Ingestan : masuk melalui mulut.misal : makanan dan obat-obatan.
3.)Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit. misal : perhiasan, logam, jam
tangan.
b.Stres atau gangguan emosi
Stres dapat menjadi pencetus serangan asma, bahkan memperberat serangan asma yang
sudah ada.
c.Lingkungan Kerja
Serangan asma yang timbul berhubungan langsung dengan lingkungan kerja penderita,
misalnya polisi lalu lintas, pekerja pabrik asbes, pekerja industri tekstil. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
d.Perubahan Cuaca
19
Cuaca lembab dan udara dingin juga dapat mempengaruhi asma.Terkadang serangan
asma berhubungan dengan musim.
e.Olahraga
Serangan asma timbul pada sebagian besar penderita jika melakukan aktivitas jasmani
atau olahraga berat. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi setelah selesai
aktivitas tersebut.
f.Infeksi saluran pernapasan
KLASIFIKASI ASMA
Parameter klinis,
kebutuhan obat
dan faal paru asma
Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
1 Frekuensi
serangan
<1x/bulan >1x/bulan Sering
2 Lama serangan <1minggu >1minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada periode
bebas serangan
3 Intensitas
serangan
Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
4 Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
5 Tidur dan aktifitas Tidak tergganggu Sering tergganggu Sangat tergganggu
6 Pemeriksaan fisik
diluar serangan
Normal ( tidak
ditemukan kelainan)
Mungkin tergganggu
(ditemukan kelainan)
Tidak pernah normal
7 Obat
pengendali(anti
inflamasi)
Tidak perlu Perlu Perlu
8 Uji faal paru(diluar
serangan)
PEFatauFEV1>80% PEFatauFEV1<60-80% PEVatauFEV<60%
9 Variabilitas faal
paru(bila ada
serangan)
Variabilitas>15% Variabilitas>30% Variabilitas 20-30%.
Variabilitas >50%
PEF=Peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak), FEV1=Forced expiratory volume in
second (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik)
20
Sumber : Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI, 2004
Klasifikasi Berdasarkan Pola Waktu Serangan (Bleecker,2004)
Aspek pengamatan Asma ringan Asma sedang Asma berat
Sesak napas Dapat berjalan
Dapat berbaring
Lebih suka duduk Membungkuk ke
depan
Cara berbicara Beberapa kalimat Satu kalimat Kata
Frekuensi napas Meningkat Meningkat >30x/menit
Retraksi otot Biasanya tidak Biasanya ada Ada
Suara wheezing Ringan-sedang Terdengar keras Sangat keras
Kay membagi obstruksi bronkus atas 3fase utama yaitu
1. fase cepat (spasmogenik),
Fase cepat identik denganrespon awal yang terlihat pada uji provokasibronkus. Ciri utamanya
adalah pelepasan histamin sebagai mediator utama yangmengakibatkan spasme otot polos
bronkus,reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhirsetelah 1-2 jam. Reaksi dapat
menghilangdengan sendirinya atau kemudian diikuti faselambat menetap.
2. fase lambat menetap (late,sustained),
Fase lambat menetap ditandaioleh spasme bronkus dan akumulasi sel-selneutrofil, dengan
mediator utamanya adalahleukotrin, prostaglandin dan tromboksan.Serangan dapat
berlangsung 6-8 jam ataulebih.
3. Fase subakut/kronik.
Pada fase subakut, reaksi inflamasimerupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasieosinofil
dan sel mononuklear. Fase lambatmenetap dan fase subakut sangatmempengaruhi terjadinya
asma kronis.
Tanda dan Gejala
Kejadian utama pada serangan asma adalah obstruksi jalan napas secara luas yang merupakan
kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edema mukosa karena sumbatan mukus. Tanda
serangan asma yang dapat kita ketahui adalah napas cepat, merasa cemas dan ketakutan, tak
sanggup bicara lebih dari 1-2 kata setiap kali tarik napas, dada dan leher tampak
mencekung bila tarik napas, bibir/ jari tampak berwarna biru (Balai Kesehatan Paru
Masyarakat Semarang, 2009).
Tiga gejala yang sering muncul pada asma adalah sesak napas, napas bunyi/ wheezing, batuk-
batuk terutama malam hari. Tingkat keparahan serangan asma tergantung pada tingkat
obstruksi saluran napas, kadarsaturasi oksigen, pembawaan pola napas, perubahan status
mental, dan bagaimana tanggapan penderita terhadap status pernapasannya (Smeltzer
21
& Bare, 2002).
Patofisiologi
Asma merupakan obstruksi jalan napas yang reversibel. Obstruksi tersebut dapat disebabkan
oleh faktor berikut, seperti penyempitan jalan napas; pembengkakan membran pada bronki;
pengisian bronki dengan mucus kental. Beberapa penderita mengalami respon imun yang
buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast
dalam paru yang menyebabkan pelepasan sel-sel mast, seperti histamin dan prostaglandin.
Pelepasan ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus berlebihan (Smeltzer & Bare, 2002).
Penderita asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh
beberapa faktor, seperti udara dingin, emosi, olahraga, merokok, polusi dan infeksi sehingga
jumlah asetilkolin yangdilepaskan meningkat. Peningkatan asetilkolin ini secara langsung
bisa menimbulkan bronkokonstriksi. Penderita dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis (Smeltzer & Bare, 2002).
Penatalaksanaan
Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi
saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan
controller.Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas .
Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten. Obat yang
termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik,teofilin,dan kortikosteroid sistemik.
Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2
mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler , dan mencegah pelepasan
mediator dari sel mast dan basofil.Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel
mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan hiperresponsif
bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin,
merupakan obat golongan simpatomimetik . Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa
gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala .
Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak
dapat lepas dari bronkodilator.
Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromide dalam bentuk
inhalasi. Ipratropium bromide mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan
enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi
22
adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. Mula kerja obat ini lebih cepat dibandingkan dengan
kerja obat agonis beta- 2 yang diberikan secara inhalasi. Ipratropium bromide digunakan sebagai obat
tambahan jika pemberian agonis beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat ini
terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang ekstrem atau pada
penderita yang disertai dengan bronkitis yang kronis.
Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang lemah,
tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman , dan harganya murah . Dosis
teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa biasanya diberikan 125-200 mg/kali. Efek
samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin peroral terutama mengenai sistem gastrointestinal
seperti mual, muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping yang lain ialah
diuresis. Pada pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi ,
takikardi dan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat
Obat yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid,
natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi
lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga digunakan sebagai controller. Natrium kromoglikat dapat
mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita asma.
Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih aman daripada
kortikosteroid . Perkembangan terbaru natrium kromoglikat menghasilkan natrium nedoksomil yang
lebih poten. Obat ini digunakan sebagai tambahan pada penderita asma yang sudah mendapat terapi
kortikosteroid tetapi belum mendapat hasil yang optimal
STATUS ASMATIKUS
Definisi
Status asmatikus adalah suatu serangan eksaserbasi akut asma yang tidak responsif
dengan pengobatan asma pada umumnya yaitu dengan pemberian nebulasi B agonis
(bronkodilator) sebanyak 3 kali tetapi tidak memberikan respon yang baik. Serangan pada
status asmatikus dapat terjadi dari yang ringan sampai yang berat tergantung dari tingkat
obstruksi pada bronkus yang disebabkan oleh bronkokonstriksi, sekresi mukus dan inflamasi
pada saluran pernapasan. Semuanya itu dapat menyebabkan gejala berupa sesak napas,
retensi dari karbondioksida, hipoksemia dan kegagalan pernapasan.2
Asma adalah suatu inflamasi kronik pada saluran pernapasan pada paru yang
menyebabkan terjadinya obstruksi pada bronkus secara episodik, bersifat reversible,
umumnya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam dan secara klinis dapat
pulih secara normal.7
23
Epidemiologi
Di seluruh dunia, insidensi terjadinya asma diperkirakan ada kurang lebih 20 juta
kasus, di mana 15% dari angka tersebut terjadi pada anak-anak. Peningkatan insidens kasus
asma di seluruh dunia adalah akibat dari polusi dan industrialisasi. Dari hipotesis higienis,
perbaikan dalam imunisasi dan kesehatan masyarakat akan berkontribusi dalam peningkatan
insidens kasus asma. Pada bayi, asma pada laki-laki lebih parah dari perempuan. Pada anak-
anak yang lebih tua, keparahan dan insidensi asma kurang lebih sama banyak pada laki-laki
dan perempuan. Tapi pada dewasa, insidens asma lebih banyak pada wanita.2
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300
juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak
maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).
Dalam dua puluh tahun terakhir ini angka kejadian asma cenderung meningkat baik Menurut
data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia, pada
tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas)
bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis
kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau
sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia
sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006). dinegara maju maupun negara berkembang.
Prevalensi asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).
Prevalensi tersebut sangat bervariasi, baik antar negara, bahkan antar daerah disuatu
negara.4
Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar
4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial
sebesar 5–15%. 7
Etiologi
Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh karena
faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan
24
dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan
mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernapasan, emosi dan aktivitas.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma
jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai
pada saat dewasa (usia > 35 tahun).
3. Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering ditemukan. Asma
ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
Asma terjadi akibat sejumlah faktor, termasuklah faktor predisposisi genetik, dan faktor
lingkungan. 1,2.9
• Alergen inhalasi (biasanya pada pasien dengan riwayat atopi)
• Infeksi virus (terutama pada bayi dan anak kecil)
• Infeksi saluran pernapasan bagian atas
• Polusi udara (debu, asap rokok, sisa industry)
• Medikasi (beta-blocker, aspirin, NSAID)
• Gastroesophageal reflux disease (dari suatu penelitian refluks dari isi lambung,
teraspirasi atau tidak, bisa menginduksi asma pada anak-anak dan dewasa yang
beresiko)
• Suhu dingin
• Latihan atau olahraga
25
• Iritan (Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2,
dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi
hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi)
Patogenesis
Early bronchospastic response
Salah satu yang memegang peranan penting pada patogenesis asma adalah sel mast.
Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus misalnya alergen, infeksi, excercise, dsb.
Bila alergen sebagai pencetus masuknya alergen ke dalam tubuh akan direspon oleh
makrofag yang berkerja sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang kemudian akan
diproses didalam sel APC dan selanjutnya alergen tersebut akan dipresentasikan ke sel
limfosit T dengan bantuan molekul-molekul Major Histocompatibility Complex ( MHC class
II), maka limfosit T akan membawa ciri antigen tertentu (spesifik), kemudian teraktivasi,
berdiferensiasi dan berploriferasi. Limfosit T spesifik (Th2) dan produknya akan
mempengaruhi dan mengontrol limfosit B atau sel plasma atau sel pembentuk antibodi
lainnya untuk menghasilkan antibodi reagenik yang disebut Imunoglobulin E (IgE).
Selanjutnya IgE akan beredar dan menempel pada reseptor yang sesuai pada dinding sel mast.
Sel mast yang demikian disebut sel mat yang tersensitisasi. Apabila alergen serupa masuk
kedalam tubuh , alergen itu akan menempel pada sel mast yang tersensitisasi dan kemudian
akan terjadi degradasi dinding dan degranulasi sel mast. terjadinya pelepasan mediator
inflamasi, termasuk histamin, prostaglandin D2, leukotriene C4. Semua bahan ini akan
menyebabkan kontraksi dari otot salur pernafasan, peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi
mukus, dan aktivasi refleks neuronal. Fase ini ditandai dengan terjadinya bronkokonstriksi
yang biasanya bisa diobati dengan bronkodilator, seperti agen beta-2-agonis.1,2
26
Later inflammatory response
Setelah antigen dipresentasikan ke limfosit T, maka limfosit yang mempunyai
berbagai kemampuan antara lain menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit terutama
eosinofil yang merupakan sel inflamasi khusus pada asma. Limfokin-limfokin tersebut adalah
Interleukin yaitu : IL-3, Il-4, IL-5, IL-9, Il-13, Granulocytemacrophagecolony stimulating
factor (GM-CSF). 11
Terjadi pelepasan mediator inflamasi akibat menempelnya adhesion molecules di
epitelium saluran pernafasan dan endotel kapiler. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, netrofil,
dan basofil akan berhubungan dengan epitelium dan endothelium dan akhirnya akan
bermigrasi ke jaringan salur pernafasan. Eosinofil akan melepaskan eosinophilic cationic
protein (ECP) dan major basic protein (MBP). Kedua ECP dan MBP akan menginduksi
deskuamasi dari epitelium saluran pernafasan yang menyebabkan kerusakan epitel jalan
napas dan akan menyebabkan terpaparnya ujung-ujung saraf. Proses ini akan menginduksi
lebih banyak terjadinya hiperrespons pada asma.1,2
27
Kay membagi obstruksi bronkus atas 3 fase utama yaitu :1,8
1. Fase cepat (spasmogenik)
Fase cepat identik denganrespon awal yang terlihat pada uji provokasibronkus. Ciri
utamanya adalah pelepasan histamin sebagai mediator utama yangmengakibatkan
spasme otot polos bronkus,reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhirsetelah 1-2 jam.
Reaksi dapat menghilangdengan sendirinya atau kemudian diikuti faselambat
menetap.
2. Fase lambat menetap (late,sustained),
Fase lambat menetap ditandaiakumulasi sel-selneutrofil 4 – 8 jam setelah rangsangan,
dengan mediator utamanya adalahleukotrin, prostaglandin dan tromboksan yang
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang lama dan edema
submukosa.Serangan dapat berlangsung 6-8 jam ataulebih. Reaksi lambat dapat
dihambat dengan pemberian kromoglikat, kortikosteroid, dan ketotifen sebelumnya.
3. Fase subakut/kronik.
Asma yang berlanjut yang tidak diobati atau kurang terkontrol berhubungan dengan
inflamasi didalam dan disekitar bronkus. Pada fase subakut, reaksi
inflamasimerupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasieosinofil dan sel
mononuklear. Akhir-akhir ini ditemukan mediator PAF ( Platelet Activating Factor)
yang dihasilkan sel mast, basofil danmakrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi
otot polos dan kerusakan mukosa bronkus. PAF juga menyebabkan bronkokonstriksi
28
yang lebih kuat. Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik. Fase lambat
menetap dan fase subakut sangatmempengaruhi terjadinya asma kronis.
Manifestasi klinik
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh dunia,
disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit
yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa
perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala
berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan
dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan
lebih meningkatkan nilai diagnostik. 10
• Riwayat penyakit atau gejala : 9
1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.
3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.
4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.
5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.
Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada
beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak
dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai
sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang
demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan
terbukti adanya sifat-sifat asma. 5
Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa dan
kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan
bentuk asma. 9
Pemeriksaan fisik1,2
Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan kondisi pasien dan mencari resiko
untuk terjadinya gagal nafas. Episode akut asma bisa bermula dengan simptom yang ringan
29
seperti dyspnea. Dengan obstruksi saluran pernafasan yang semakin memburuk, respiratory
distress, termasuk retraksi, penggunaan otot abdomen sewaktu ekspirasi, dan tidak bisa
berbicara satu atau dua kata bisa ditemukan. Terjadi gangguan ventilasi dan perfusi
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen dan hipoksia. Tanda vital bisa menunjukkan
takikardia dan hipertensi. Peak flow rate haruslah diperiksa sebagai tanda vital pada anak-
anak yang kooperatif. Jika tidak diberi pengobatan, obstruksi saluran nafas yang lama dan
usaha untuk bernafas yang meningkat bisa menyebabkan bradikardia, hipoventilasi, dan
cardiorespiratory arrest.
Pemeriksaan umum1,2,3,4
o Takikardia dan takipnea, tekanan darah mungkin meningkat. Pasien dengan
eksaserbasi ringan terjadi hipoksia dan penurunan saturasi oksigen. Fase
ekspirasi memanjang dengan wheezing bisa ditemukan.
o Anak dengan status asmatikus bisa dehidrasi karena asupan makanan atau
minuman buruk, muntah, dan usaha untuk bernafas yang meningkat.
o Retraksi interkostal, subkostal, penggunaan otot abdomen bisa dilihat
o Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa berbicara dengan
ayat penuh.
o Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh sampai koma. Jika hipoksemia
memburuk, pasien yang letargi menjadi agitasi. Dengan meningkatnya
obstruksi pada unit paru, hipoksemia memburuk lalu hiperkarbia terjadi.
Kedua hipoksemia dan hiperkarbia bisa mengakibatkan kejang dan koma, dan
merupakan tanda akhir dari respiratory compromise.
Pemeriksaan sistem respiratorik2,3,4
o Pada auskultasi selalu ditemukan wheezing bilateral pada ekspirasi. Wheezing,
terjadi akibat udara melalui saluran pernafasan yang menyempit akibat
obstruksi. Terjadi sewaktu ekspirasi, karena turbulensi udara.
o Suara nafas inspirasi bisa normal, berkurang atau tidak ada tergantung
keparahan penyakit. Silent chest (suara mengi yang lemah)bisa ditemukan
30
pada pasien yang sudah terjadi impending respiratory failure, di mana sudah
terjadi obstruksi yang berat atau terlalu lelah untuk menghasilkan wheezing.
o Pada pasien status asmatikus sedang sampai berat, penggunaan otot abdomen
bisa mengakibatkan sakit abdomen.
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan gambaran klinis (sumber : PDPI, 2006)3,4
Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru
Intermitten
(Bulanan)
o Gejala < 1x/ minggu
o Tanpa gejala di luar
serangan
o Serangan singkat
o ≤ 2 kali sebulan o VEP1 ≥ 80 % nilai
prediksi
o APE ≥80 % nilai
terbaik
o Variabilitas APE < 20
%
Persisten ringan
(mingguan)
o Gejala > 1x / minggu,
tetapi < 1x/ hari
o Serangan dapat
o Mengganggu aktivitas
dan tidur
o > 2x sebulan o VEP1 ≥ 80 % nilai
prediksi
o APE ≥80 % nilai
terbaik
o Variabilitas APE 20
-30%
Persisten sedang
(harian)
o Gejala setiap hari
o Serangan mengganggu
aktivitas dan tidur
o Membutuhkan
bronkodilator setiap
hari
o > 1x seminggu o VEP1 60 - 80 % nilai
prediksi
o APE 60 - 80 % nilai
terbaik
o Variabilitas APE >30 %
Persisten berat
(kontinyu)
o Gejala terus menerus
o Sering kambuh
o Aktivitas fisik terbatas
o Sering o VEP1 ≤60 % nilai
prediksi
o APE ≤ 60 % nilai
terbaik
o Variabilitas APE >30%
DIAGNOSIS BANDING 2
• Benda asing di saluran pernafasan • Sindrom aspiraasi
31
• Bronkiektasis
• Cystic fibrosis
• Congestive Heart Failure
• Cedera inhalasi
• Limfadenopati
• Infeksi RSV
• Trakeomalasia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemilihan jenis pemeriksaan tergantung dari data riwayat penyakit dan kondisi pasien.2
1. Pulse oximetry memberikan evaluasi saturasi oksigen, yang sangat penting karena
penyebab kematian utama pada status asmatikus adalah hipoksia. Keuntungan
penggunaan pulse oximetry adalah ia mudah didapatkan, tidak invasive, menunjukkan
monitoring yang berterusan, dan merupakan indikator yang baik untuk hipoksemia
akibat gangguan ventilasi/perfusi mismatch.
2. Pengukuran elektrolit serum adalah sangat penting, terutama untuk memonitor kadar
kalium serum. Obatan yang digunakan untuk mengobati status asmatikus bisa
menyebabkan hipokalemia. Nilai pH yang rendah bisa menyebabkan peningkatan
transien dari kalium.
3. Kadar glukosa serum bisa meningkat akibat stress, penggunaan agen beta-agonis,
seperti epinefrin, dan penggunaan kortikosteroid. Namun, akibat penyimpanan yang
tidak baik, hipoglikemia bisa terjadi pada anak-anak yang lebih muda.
4. Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengukur kadar oksigen dan karbondioksida
didalam darah yang mengindikasikan terjadinya hipoksia dan hipoksemia. Serta untuk
mengetahui apakah telah terjadi asidosis atau alkalosis dengan mengukur Ph dan
HCO3-.
5. Pemeriksaan darah lengkap, urin kengkap dan feces, bisa mengindikasikan ada infeksi
bakteria; tapi dengan penggunaan beta-agonis dan kortikosteroid bisa mengubah
komposisi dari sel darah putih dengan meningkatkan hitung sel darah putih perifer.
6. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi ,menilai hasil provokasi
bronkus, menilai hasil pengobatan, dan mengikuti perjalanan penyakit. Pemeriksaan
faal paru yang penting pada asma adalah aliran puncak ekspirasi (APE), Volume
32
kapasitas paksa (FVC), Volume ekspirasi selama 1 detik (VEP1). Memonitor peak
flow merupakan suatu pengukuran objektif terhadap obstruksi saluran pernafasan pada
anak yang cukup berusia dan kooperatif, dan bisa mentolerir pemeriksaan ini tanpa
memperparah penyakit yang dideritainya.1
7. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masuk diragukan. Tujuannya untuk
menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus. Dapat dilakukan dengan histamine,
metakolin,beban lari, udara dingin, uap air, allergen. Hipereaktivitas bronkus positip
aliran puncak ekspirasi (APE), Volume ekspirasi selama 1 detik (VEP1) menurun >
15% dari nilai uji provokasi sebelumnya dan setelah diberi bronkodilator nilai normal
akan tercapai lagi. Bila APE dan VEP1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator
naik >15% berarti hipereaktivitas positip dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.1
PEMERIKSAAN RADIOLOGI2
Pemeriksaan foto thoraks diindikasikan pada anak-anak dengan presentasi yang
atipikal atau yang tidak berespon terhadap terapi. Pada anak-anak yang sudah diketahui
menderita asma, pemeriksaan foto thoraks dilakukan jika curiga menderita pneumonia,
pneumothoraks, pseudomediastinum atau atelektasis yang signifikan.
TINDAKAN/PROSEDUR2
Intubasi trakeal dan ventilasi mekanis diindikasikan pada gagal nafas. Ventilasi non-
invasif bisa dicoba terlebih dulu untuk mengurangi paksaan untuk bernafas dan kelelahan,
agar tidak dilakukan intubasi. Pemasangan chest tube mungkin perlu untuk penanganan
pneumothorax, jika terjadi.
PENATALAKSANAAN
Menurut guidelines yang didapatkan dari National Asthma Education and Prevention
Program (NAEPP) of America Expert Panel, penanganan atau perawatan terhadap seseorang
anak dengan asma termasuklah rawat jalan yang intensif dengan medikasi dan intervensi
lingkungan. Rawat inap di rumah sakit merupakan suatu kagagalan dalam penanganan pasien
rawat jalan. Penanganan pasien dengan status asmatikus adalah seperti berikut:2
• Oksigen
33
Oksigenasi digunakan untuk membantu mengkoreksi ventilasi dan perfusi . Bisa
diberikan menggunakan nasal kanul atau face mask. Jika terjadi hipoksemia yang
signifikan, nonbreathing mask bisa digunakan untuk memberikan sebanyak-
banyaknya 98% oksigen. Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mencapai saturasi
oksigen di atas 90%.
• Beta-agonis inhalasi
Albuterol atau salbutamol, dan terbutalin merupakan terapi akut untuk asma. Obat-
obat ini menstimulasi cyclic adenosine monophosphate (AMP) untuk memediasi
terjadinya bronkodilatasi. Salur pernafasan mempunyai banyak reseptor beta. Dengan
menstimulasi reseptor ini, otot salur pernafasan berelaksasi, pembersihan mukosiliar
meningkat, dan produksi mukus menurun. Administrasi obat ini melalui nebulisasi
inhalasi biasanya merupakan cara yang paling efektif.
• Kortikosteroid
Kortikosteroid seperti metilprednisolon, prednisolon atau prednisone, merupakan
terapi yang penting dalam pengobatan status asmatikus. Ia digunakan untuk
mengurangi inflamasi salur pernafasan yang berat dan edema pada asma. Selain itu
kortikosteroid dikatakan membantu meningkat efek obat beta-agonis. Kortikosteroid
bisa diberikan secara intravena atau oral. Walaupun kebanyakan dokter memberikan
kortikosteroid secara intravena pada kasus status asmatikus , terdapat penelitian yang
mengatakan bahwa pemberian kortikosteroid secara oral adalah sama efektif dengan
pemberian kortikosteroid secara intravena.
• Antikolinergik
Agen antikolinergik menghalang terjadinya bronkokonstriksi dengan menghambat
cyclic guanosine monophosphate (GMP). Ia juga mengakibatkan menurunnya
produksi mukus dan meningkatkan pembersihan mukosiliar.
Protap penanganan status asmatikus di RS Dr. Soetomo Setelah diagnosis ditegakkan segera
diikuti dengan langkah langkah sebagai berikut
Menetapkan beratnya penyakit dan beratnya terapi dengan menggunakan predictor index
scoring system
34
Tanda-tanda fisik Score 0 Score 1
Nadi < 120 mmHg >120 mmHg
Pernapasan <30x/menit >30x/menit
Pulsus paradoxus <18 mmHg >18 mmHg
PEFR >120l/mnt <120l/mnt
Sesak napas Ringan Berat
Retraksi Tidak ada Ada
Wheezing Ringan Berat
Catatan: bila score lebih dari 4 harus masuk rumah sakit
Bila ada silent chest merupakan tanda bahaya
Penanggulangan status asmatikus1
1. Infus RL : D5 = 3: 1 dengan tetesan sesuai kebutuhan rehidrasi.
2. Oksigen 2 – 4 l/m melalui kanul nasal.
3. Aminofilin bolus 5-6 mg / kgBB i.v pelan selama 20-30 menit dilanjutkan maintenance
20 mg/kgBB/hari diberikan secara drip.
4. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam subkutan atau I.V. atau orciprenalin 0,25 mg / 6 jam subcutan
atau I.V. pelan (penelitian terakhir tidak berbeda bermakna)
5. Hidrocortison sodium suksinat 4 mg / kgBB / 4 jam I.V ( 200 mg / 4 jam I.V. ) bisa juga
memakai dexamethason 20 mg / 6 jam I.V. selain itu dapat digunakan 160 mg
methilprednisolon dalam dosis terbagi 4 kali per hari, kortikosteroid diberikan sampai
membaik secara klinis dan laboratoris. Disamping parenteral diberikan juga Prednison
peroral 3 x 10 mg per hari sampai keadaan membaik diberhentikan secara tappering off.
Kortikosteroid yang sudah diberikan diteruskan pemberiannya, bila belum harus
diberikan. Kortikosteroid diberikan intravena, karena sangat diperlukan untuk
mempercepat hilangnya udem dan mengembalikan sensitivitas terhadap bronkodilator.
6. Usaha pengenceran lendir dengan obat mukolitik perlu dipertimbangkan karena biasanya
pada keadaan seperti ini terdapat banyak lendir dan lengket di seluruh cabang-cabang
bronkus.
7. Antibiotik bila jelas ada infeksi. Oksitetrasiklin 2 x 100 mg I. M. atau Amoxillin /
Ampicillin 2 x 1 g I.V. atau golongan antibiotik yang sesuai dngan sumber infeksinya.
8. Menilai hasil tindakan dan terapi
Dengan keadaan klinis ( scoring) dan secara laboratoris yaitu pemeriksaan faal paru,
analisa gas darah , elektrolit, leukosit dan eosinofil serta monitoring EKG & foto rontgen
Pemeriksaan analisis gas darah arteri sebaiknya dilakukan pada :
35
• Serangan asma akut berat
• Membutuhkan perawatan rumah sakit
• Tidak respon dengan pengobatan/memburuk
• Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneuomothorax dll
Pada keadaan dibawah ini analisis gas darah mutlak dilakukan:
• Mengancam jiwa
• Tidak respon terhadap pengobatan/memburuk
• Gagal napas
• Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah
Tindak lanjut bila terjadi kegagalan terapi
a. Asidosis respiratorik
 Ventilasi diperbaiki
 Pemberian Na Bikarbonat
b. Hipoksia berat ( PaO2 < 50 mmHg )
 Pemberian O2 4- 6 L/m dengan ventilasi mask
c. Gagal napas akut
 alat bantu napas ( ventilator mekanik )
syarat :
• apneu
• kenaikan PaCO2 > 5 mmHg / jam disertai asidosis . respiratorik akut
• Nilai absolut PaCO2 > 50 mmHg disertai asidosis . respiratorik akut
• Hipoksia refrakter walau sudah diberi O2
Bedah
Status asmatikus umumnya ditangani dengan terapi medikasi, tapi jika terjadinya
pneumothoraks maka dilakukan thorakostomi atau thorakosentesis.
Diet
Beberapa anak dengan asma biasanya mempunyai beberapa episode asma akibat
alergi terhadap bahan makanan tertentu. Konsultasi dengan ahli nutrisi mungkin akan
membantu dalam menentukan penanganan pasien secara diet.
36
PENANGANAN LANJUT
Pasien yang dirawat di rumah sakit2
• Indikasi dirawat di ICU
o Kesadaran dan sensoris terganggu
o Penggunaan terapi beta-agonis inhalasi
o Pasien kelelahan
o Kemasukan udara atau inspirasi yang menurun mendadak
o Peningkatan PCO2 walaupun dengan pengobatan
o Adanya faktor resiko
o Kondisi pasien tidak membaik walaupun terapi mencukupi
• Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanis
o Apnea atau respiratory arrest
o Kesadaran menurun
o Impending respiratory failure, ditandai dengan peningkatan PCO2 dan
kelelahan/capek, penurunan pergerakan udara, dan penurunan kesadaran
o Hipoksemia signifikan, yang berespon buruk atau tidak berespon kepada terapi
oksigen tambahan
• Kateter arteri yang menetap (indwelling arterial catheters): tindakan memasang
kateter arteri bisa digunakan untuk memonitor tekanan darah yang berterusan, dan
untuk mengambil sampel untuk analisa gas darah arteri pada pasien dengan ventilasi
mekanis. Gas darah dimonitor untuk menilai respon pasien terhadap ventilasi
mekanis.
37
Pasien yang dirawat jalan1,2
• Follow-up pasien yang dirawat jalan dan perawatan yang berterusan terhadap pasien
yang pernah dirawat di ICU pediatrik karena status asmatikus yang parah adalah
sangat penting untuk mengoptimalkan hasil jangka panjang dan kualitas hidup dan
meminimalkan episode eksaserbasi asma parah.
• Antara yang penting dan harus diperhatikan adalan obat-obatan untuk diambil di
rumah, seperti anti-inflamasi. Kortikosteroid sekarang dianggap sebagai salah satu
terapi utama untuk pengobatan maintenance terhadap asma. Ada studi mengatakan
bahwa penggunaan anti-inflamasi yang kurang berhubungan dengan asma yang lebih
parah. Ini karena terjadinya remodeling dari salur pernafasan, dan perubahan dari
proses inflamasi pada tubuh yang persisten.
• Untuk eksaserbasi akut disarankan untuk menggunakan bronkodilator.
• Perubahan atau kontrol terhadap lingkungan juga perlu pada anak dengan asma yang
berhubungan dengan alergi yang berkaitan dengan lingkungan.
Pindah ruangan2
Anak yang dirawat di ICU karena status asmatikus yang parah bisa dipindah ke ruangan yang
biasa jika pasien telah memenuhi kriteria berikut:
• Pasien telah diekstubasi.
• Pasien telah tidak bergantung kepada terapi beta-agonis berterusan secara intravena
(seperti terbutalin, aminofilin) dan kondisinya stabil dengan penggunaan terapi beta-
agonis inhalasi/aerosol secara intermiten.
• Pasien bisa mentoleransi pengurangan penggunaan albuterol berterusan; dengan
menggunakan nebulisasi albuterol secara intermiten pada frekuensi yang bisa
dilakukan di ruangan biasa.
• Status hemodinamiknya telah stabil.
KOMPLIKASI
38
Komplikasi yang bisa terjadi termasuklah:2,3,4
• Cardiac arrest
• Gagal nafas atau respiratory arrest
• Hipoksemia dengan cedera susunan saraf pusat yang hipoksik dan iskemik
• Pneumothoraks atau pneumomediastinum
• Toksisitas dari obat-obatan
EDUKASI PASIEN2
Asma merupakan suatu penyakit kronis. Pasien dan keluarganya haruslah diberi
edukasi mengenai asma yang diderita pasien dan perawatan lanjutan atau follow-up.
Informasi mengenai perawatan atau pengobatan maintenance, monitoring dan kontrol
terhadap lingkungan pasien adalah sangat penting, terutama untuk mencegah eksaserbasi dari
asma.
PROGNOSIS
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10
juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas
kesehatan terbatas. 9
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik
ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada
masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis
pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang
menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma
penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma
anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang. 9
Prognosis pada pasien dengan status asmatikus pada umumnya baik apabila dilakukan
penanganan yang tepat dan cepat. 2
39
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Rogayah R. Penatalaksanaan asma bronkial prabedah. J Respir Indo1995;15:177-81
2. Surjanto E, Hambali S, Subroto H. Pengobatan jalan untuk asma. J Respir Indo
1988;8:30-5.
3. Alpers JH. The Changing approach to the pharmacotherapy of asthma.
4. dr. Latief A, dr. Napitupulu, dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal.1203-28.
5. Status Asthmaticus. Author : Constantine K Saadeh, MD; Chief editor : Zab
Mosenifar, MD. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/2129484-
overview. Accessed on 9 Mei 2013
6. UniversitasSumateraUtara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23341/4/C
hapter%20II.pdf. Accessed on 9 Mei 2013
7. UniversitasSumateraUtara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23277/4/C
hapter%20II.pdf. Accessed on 10 Mei 2013
8. Asthma UK; Key facts & statistics.
9. Allergy and asthma proceedings : the official journal of regional and state allergy
societies 33Suppl 1: pg S47-50
10. Ariz Pribadi, Darmawan BS. Serangan Asma Berat pada Asma Episodik sering. Sari
Pediatri Vol. 5, No. 4. Maret 2004: 171 - 177
11. Kay AB. Asthma and inflammation. J Allergy Clin Immunol 1991;5:893-910.
12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan
di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.
13. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar
Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 1995.
40
14. Zahorik KJ, Busse WW. Chronic asthma. Hall JB, Corbridge TC, Rodrigo C,
Rodrigo GJ, Acute Asthma. Singapore: McGraw-Hill, 2000 : 232-45
41

More Related Content

What's hot (13)

174537879 case-morbili
174537879 case-morbili174537879 case-morbili
174537879 case-morbili
 
Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatanAsuhan keperawatan
Asuhan keperawatan
 
172703336 case-ckd
172703336 case-ckd172703336 case-ckd
172703336 case-ckd
 
237768769 case
237768769 case237768769 case
237768769 case
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
194370103 case-tb-anak-neno
194370103 case-tb-anak-neno194370103 case-tb-anak-neno
194370103 case-tb-anak-neno
 
Preskas+nutrisi+metabolik
Preskas+nutrisi+metabolikPreskas+nutrisi+metabolik
Preskas+nutrisi+metabolik
 
225028305 case-varicella
225028305 case-varicella225028305 case-varicella
225028305 case-varicella
 
Portofolio epilepsi 1
Portofolio epilepsi 1Portofolio epilepsi 1
Portofolio epilepsi 1
 
Pengkajian perawatan anak difteri
Pengkajian  perawatan anak difteriPengkajian  perawatan anak difteri
Pengkajian perawatan anak difteri
 
225902788 case-sindroma-nefrotik
225902788 case-sindroma-nefrotik225902788 case-sindroma-nefrotik
225902788 case-sindroma-nefrotik
 
Kelompok 06 home visit UMM
Kelompok 06 home visit  UMMKelompok 06 home visit  UMM
Kelompok 06 home visit UMM
 
Askep brongkhopneumonia AKPER PEMDA MUNA
Askep brongkhopneumonia AKPER PEMDA MUNA Askep brongkhopneumonia AKPER PEMDA MUNA
Askep brongkhopneumonia AKPER PEMDA MUNA
 

Viewers also liked

176175164 case-mola-hidatidosa-doc
176175164 case-mola-hidatidosa-doc176175164 case-mola-hidatidosa-doc
176175164 case-mola-hidatidosa-dochomeworkping9
 
176234853 case-study
176234853 case-study176234853 case-study
176234853 case-studyhomeworkping9
 
218026572 the-imaginable-archetype
218026572 the-imaginable-archetype218026572 the-imaginable-archetype
218026572 the-imaginable-archetypehomeworkping9
 
218943050 new-obsgin-case-report
218943050 new-obsgin-case-report218943050 new-obsgin-case-report
218943050 new-obsgin-case-reporthomeworkping9
 
217860795 star-buck-case-study
217860795 star-buck-case-study217860795 star-buck-case-study
217860795 star-buck-case-studyhomeworkping9
 
219846653 madison-middle-case-study
219846653 madison-middle-case-study219846653 madison-middle-case-study
219846653 madison-middle-case-studyhomeworkping9
 
217675089 case-report-ras
217675089 case-report-ras217675089 case-report-ras
217675089 case-report-rashomeworkping9
 

Viewers also liked (10)

219629232 case-tiva
219629232 case-tiva219629232 case-tiva
219629232 case-tiva
 
176175164 case-mola-hidatidosa-doc
176175164 case-mola-hidatidosa-doc176175164 case-mola-hidatidosa-doc
176175164 case-mola-hidatidosa-doc
 
176234853 case-study
176234853 case-study176234853 case-study
176234853 case-study
 
175721174 china
175721174 china175721174 china
175721174 china
 
218026572 the-imaginable-archetype
218026572 the-imaginable-archetype218026572 the-imaginable-archetype
218026572 the-imaginable-archetype
 
177271973 4-6-cases
177271973 4-6-cases177271973 4-6-cases
177271973 4-6-cases
 
218943050 new-obsgin-case-report
218943050 new-obsgin-case-report218943050 new-obsgin-case-report
218943050 new-obsgin-case-report
 
217860795 star-buck-case-study
217860795 star-buck-case-study217860795 star-buck-case-study
217860795 star-buck-case-study
 
219846653 madison-middle-case-study
219846653 madison-middle-case-study219846653 madison-middle-case-study
219846653 madison-middle-case-study
 
217675089 case-report-ras
217675089 case-report-ras217675089 case-report-ras
217675089 case-report-ras
 

Similar to 177141336 case-status-asmatikus

PPT Ujian tahap 1 n3urologi dr Arif-1.pptx
PPT Ujian tahap 1 n3urologi dr Arif-1.pptxPPT Ujian tahap 1 n3urologi dr Arif-1.pptx
PPT Ujian tahap 1 n3urologi dr Arif-1.pptxKikieRizkyHening
 
127138896 case-stomatitis-kuuu-docx
127138896 case-stomatitis-kuuu-docx127138896 case-stomatitis-kuuu-docx
127138896 case-stomatitis-kuuu-docxhomeworkping8
 
TUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptx
TUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptxTUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptx
TUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptxDianaFadhilahSari2
 
Manajemen kasus pjb dan kep
Manajemen kasus pjb dan kepManajemen kasus pjb dan kep
Manajemen kasus pjb dan kepTri Utami
 
172428176 kejang-demam-case-surjo
172428176 kejang-demam-case-surjo172428176 kejang-demam-case-surjo
172428176 kejang-demam-case-surjohomeworkping8
 
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdfLapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdfgabriella946536
 
236715932 long-case-sle
236715932 long-case-sle236715932 long-case-sle
236715932 long-case-slehomeworkping3
 
113897314 case-stroke-haemoragik
113897314 case-stroke-haemoragik113897314 case-stroke-haemoragik
113897314 case-stroke-haemoragikhomeworkping10
 
et causa autism spectrum disorder et cause autism spectrum disorder
et causa autism spectrum disorder et cause autism spectrum disorderet causa autism spectrum disorder et cause autism spectrum disorder
et causa autism spectrum disorder et cause autism spectrum disordervinil26
 
Ketuban Pecah Dini (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
Ketuban Pecah Dini (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)Ketuban Pecah Dini (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
Ketuban Pecah Dini (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)Adeline Dlin
 
Case Report ITP
Case Report ITPCase Report ITP
Case Report ITPKharima SD
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKPhil Adit R
 

Similar to 177141336 case-status-asmatikus (20)

PPT Ujian tahap 1 n3urologi dr Arif-1.pptx
PPT Ujian tahap 1 n3urologi dr Arif-1.pptxPPT Ujian tahap 1 n3urologi dr Arif-1.pptx
PPT Ujian tahap 1 n3urologi dr Arif-1.pptx
 
127138896 case-stomatitis-kuuu-docx
127138896 case-stomatitis-kuuu-docx127138896 case-stomatitis-kuuu-docx
127138896 case-stomatitis-kuuu-docx
 
TUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptx
TUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptxTUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptx
TUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptx
 
Manajemen kasus pjb dan kep
Manajemen kasus pjb dan kepManajemen kasus pjb dan kep
Manajemen kasus pjb dan kep
 
196496593 case-sn
196496593 case-sn196496593 case-sn
196496593 case-sn
 
Anc linda charlie
Anc linda charlieAnc linda charlie
Anc linda charlie
 
Anc linda charlie
Anc linda charlieAnc linda charlie
Anc linda charlie
 
208548844 case-fix
208548844 case-fix208548844 case-fix
208548844 case-fix
 
dd
dddd
dd
 
172428176 kejang-demam-case-surjo
172428176 kejang-demam-case-surjo172428176 kejang-demam-case-surjo
172428176 kejang-demam-case-surjo
 
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdfLapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
 
236715932 long-case-sle
236715932 long-case-sle236715932 long-case-sle
236715932 long-case-sle
 
113897314 case-stroke-haemoragik
113897314 case-stroke-haemoragik113897314 case-stroke-haemoragik
113897314 case-stroke-haemoragik
 
et causa autism spectrum disorder et cause autism spectrum disorder
et causa autism spectrum disorder et cause autism spectrum disorderet causa autism spectrum disorder et cause autism spectrum disorder
et causa autism spectrum disorder et cause autism spectrum disorder
 
Anc linda charli
Anc  linda charliAnc  linda charli
Anc linda charli
 
Ketuban Pecah Dini (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
Ketuban Pecah Dini (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)Ketuban Pecah Dini (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
Ketuban Pecah Dini (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
 
TUTKLIN KDS.pptx
TUTKLIN KDS.pptxTUTKLIN KDS.pptx
TUTKLIN KDS.pptx
 
Epilepsy
EpilepsyEpilepsy
Epilepsy
 
Case Report ITP
Case Report ITPCase Report ITP
Case Report ITP
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIK
 

Recently uploaded

Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 

Recently uploaded (20)

Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 

177141336 case-status-asmatikus

  • 1. Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites LAPORAN KASUS Status Asmatikus
  • 2. PENYUSUN: Sri Feliciani 030.08.229 PEMBIMBING : dr.Meidy Daniel Posumah, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT OTORITA BATAM PERIODE 6 MEI2013 – 13 JULI 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS A. Identitas Pasien Nama : An. A Tanggal lahir/Umur : 19 Septermber 2010/ 2 tahun 8 bulan Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Pondok Pelangi No 16 Agama : Kristen No. RM : 32-91-69 2
  • 3. Masuk RS : 7 Mei 2013, jam 12.30 WIB B. Identitas Orang Tua Ayah Ibu Nama Tn. Chairul Andreas Ny. Dwi Kartika Sari Umur 41 tahun 37 tahun Alamat Pondok Pelangi No 16 Pondok Pelangi No 16 Agama Kristen Kristen Suku Bangsa Melayu Melayu Pendidikan SMA SMA Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga  Hubungan Pasien dengan orang tua: Pasien anak kandung ( anak ke-2 dari 3 bersaudara) ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orang tua pasien pada tanggal 07 Mei 2013 pukul 12.30 WIB di kamar perawatan pasien anak ruang Bougenville. • Keluhan Utama Sesak sejak kurang lebih 30 menit sebelum masuk rumah sakit. • Keluhan Tambahan Batuk sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit Pilek sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit • Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke UGD RS Otorita Batam dengan keluhan sesak setegah jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus walaupun telah di uap sebanyak 3 kali dengan obat combivent yang telah diberikan dari poli dokter spesialis anak. Sesak hilang timbul juga dirasakan oleh pasien sejak 2 minggu yang lalu, sesak dirasakan semakin lama semakin berat, saat sesak terdapat bunyi “ngiik”. Sehingga pasien pernah dirawat di RSOB pada tanggal 24 April 2013- 25 April 2013. Sebelumnya pasien pernah mengalami sesak saat umur 1 tahun tapi tidak diobati karena membaik sendiri. Pasien juga sering mengalami bersin-bersin saat pagi hari. Pasien mengaku ada batuk dan pilek. Batuk dan pilek dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dan demam mulai 3
  • 4. semalam sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak kejang, tidak menggigil, dan tidak berkeringat dan tidak diobati. Pasien mengalami penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu dan menyangkal adanya mual, muntah, dan diare. • Riwayat Penyakit Dahulu Orang tua pasien mengaku bahwa pasien pernah mengalami sesak seperti itu 2 kali sebelumnya. Pasien sering menderita batuk dan pilek. Pasien memiliki riwayat sesak napas saat umur 1 tahun dan sering bersin-bersin saat pagi hari. Ada riwayat alergi terhadap makanan yaitu udang dan tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur Alergi - Difteri - Penyakit jantung - Cacingan - Diare - Penyakit ginjal - DBD - Kejang - Penyakit darah - Demam tifoid - Kecelakaan - Penyakit paru - Otitis - Morbili - Tuberculosis - Parotitis - Operasi - Lainnya - • Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Kehamilan Morbiditas kehamilan Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, dan juga tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan apapun Perawatan Antenatal Ibu pasien memeriksakan kandungannya ke klinik dokter umum selama kehamilan. Kelahiran Tempat Kelahiran Klinik dokter Penolong Persalinan Dokter Cara Persalinan Persalinan normal Masa Gestasi 38 minggu Cukup bulan Keadaan Bayi Langsung menangis, warna kulit kemerahan Berat badan lahir: 2.600 gram Panjang badan: tidak ingat Lingkar kepala tidak ingat Apgar score (-)  Kesimpulan: riwayat kehamilan baik dan kelahiran baik • Riwayat Makanan Umur/bulan ASI PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim 0-2 + - - - - 2-4 + - - - - 4
  • 5. 4-6 + - - - - 6-8 + - - - - 8-10 + + + + + Kesimpulan:.Gizi cukup, bervariasi • Riwayat Imunisasi Vaksin Dasar (umur) I II III IV BCG 1 bulan DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan Polio 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan Campak 9 bulan HepatitisB 0 bulan 1 bulan 5 bulan Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap • Riwayat Perkembangan - Tengkurap : 2 bulan - Duduk : 10 bulan - Bicara : Lancar  Kesimpulan: Perkembangan baik, sesuai usia • Riwayat Keluarga Pasien adalah anak ke dua dari dua bersaudara. Saat ini tidak ada keluarga yang mencret, muntah, demam, dan batuk seperti pasien. Kakak pasien pernah mengalami sesak nafassatu kali saat umur 1 tahun. Ada riwayat asma pada keluarga yaitu ayahdan kakak pasien. Terdapat riwayat alergi pada keluarga pasien. Tidak ada riwayat batuk lama yang tidak sembuh, batuk darah dan penyakit darah dalam keluarga dan tidak ada yang merokok di dalam rumah. PEMERIKSAAN FISIK Tanggal 07 Mei 2013 pukul 13.30 WIB Kesadaran : Compos Mentis Keadaan umum : Tampak sakit berat Tanda-tanda vital : - Nadi : 128x/ menit - Pernafasan : 54 x/ menit - Suhu : 37,50 Data antropometri • Berat badan : 10 kg • Panjang badan : 85 cm 5
  • 6. • BB/U : < -2 (gizi kurang) • TB/U : -2 s/d +2 ( gizi normal) • BB/TB : -2 s/d +2 (gizi normal) Kesan : status Gizi baik Kepala : normochepali, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah rontok dan berwarna hitam, wajah simetris. Mata : kelopak mata tidak cekung, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor kanan kiri, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+, mata merah -/-, mata berair -/-. Telinga : deformitas -/-, sekret dari telinga -/- darah dari telinga -/-. Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret -/-, pernafasan cuping hidung (+). 6
  • 7. Mulut : deformitas (-), bibir kering (-), sianosis perioral (-), mukosa mulut kering (-) hiperemis (-), lidah kotor (-) Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (+). Thoraks : Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV garis midclavicularis kiri Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, tidak mendengar mumur dan gallop Paru Inspeksi : kedua hemitoraks simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (+), retraksi sub costa (-). Palpasi : vokal fremitus sulit dinilai Auskultasi : suara napas vesikuler pada hemitoraks kiri dan kanan. Ronkhi -/-, wheezing +/+ Abdomen : Inspeksi : datar, tidak tampak peristaltik usus, retraksi epigastrium (+) Palpasi : abdomen teraba lunak, nyeri tekan (-),hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, ballotment -/-, tidak teraba massa,turgor kulit kembali dalam waktu kurang dari 2 detik. Perkusi : timpani Auskultasi : bising usus 6x/menit Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, sianosis akral (-) di keempat ekstremitas, CRT < 2 detik, ptekie (-) PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Nervus Kranial 1. Nervus Olfaktorius (N I): Tidak dilakukan 2. Nervus Optikus (N II) : • Visus bedside : Tidak dilakukan 7
  • 8. • Lapang Pandang konfrontasi : Tidak dilakukan • Pupil : isokor, tepi rata, o Refleks cahaya langsung OD/OS (+/+) o Refleks cahaya tidak langsung OD/OS (+/+) 3. Nervus Okulomotorius (N III) : Ptosis OD dan OS : (-/-) Strabismus : (-/-) Diplopia : (-/-) Gerakan Bola Mata • Melihat ke arah medial : normal • Melihat ke supero-medial : normal • Melihat ke supero-lateral : normal 4. Nervus Troklearis(N IV) : Gerakan bola mata • Melihat ke infero-medial : normal 5. Nervus Trigeminus(NV) : • Membuka mulut : tidak sulit • Refleks kornea (+) 6 Nervus Abdusen(N VI) : Gerak bola mata • Melihat ke arah lateral : normal 7. Nervus fasialis(N VII) : Fungsi Motorik 8
  • 9. • Mengerutkan dahi : Simetris kanan dan kiri • Mengangkat alis :Simetris kanan dan kiri • Menutup mata :Simetris kanan dan kiri • Memperlihatkan gigi :Simetris kanan dan kiri • Menggembungkan pipi:Simetris kanan dan kiri Fungsi Sensorik Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan 8. Nervus Vestibulo-kokhlearis (N VIII) Tidak dilakukan 9. Nervus Glosofaringeus ( N IX) dan Nervus Vagus ( N X) Fungsi Motorik Fungsi pembentukan suara : Normal Fungsi pengucapan kata-kata : Normal Menelan : Normal Fungsi Sensorik Fungsi pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan 10. Nervus aksesorius (N XI) Tidak dilakukan 11. Nervus Hypoglossus ( N XII) Artikulasi : Baik Statis Lidah tidak deviasi, Tremor (-) 9
  • 10. Dinamis Lidah tidak deviasi Motorik Kekuatan otot • Ekstremitas atas : kanan 5, kiri 5 • Ekstremitas bawah : kanan 5, kiri 5 Gerakan Abnormal (-) Kesan : Normal Sensorik Rangsang Raba : • Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris • Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris Rangsang Nyeri : • Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris • Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris Kesan : Normal Otonom Defekasi : Normal Miksi : Normal Rangsang Meningeal • Kernig’s sign : -/- • Laseque sign: -/- • Brudzinsky I : - • Brudzinsky II : - • Kaku kuduk : - Refleks 10
  • 11. Refleks fisiologis • Refleks Biceps : + / + • Refleks Triceps : + / + • Refleks Patella : + / + • RefleksAchilles : + / + Refleks patologis • Refleks Oppenheim :-/- • Refleks Gordon :-/- • Refleks Schaeffer :-/- • Refleks Chaddock : - /- PEMERIKSAAN PENUNJANG • Pemeriksaan lab darah :- Pemeriksaan Hasil satuan Nilai rujukan Hemoglobin 11,2 g/dL 11,0 – 16,5 Hematokrit 33,5 % 33 – 38 Leukosit 21.420 /ul 9000 - 12000 Trombosit 570.000 /ul 150.000 – 450.000 LED 57 mm/jam 0-15 • Rontgen Thorax : Tidak dilakukan • Skin test ( tidak dilakukan) • Uji faal paru (tidak dilakukan) RESUME Seorang anak laki-laki usia 2 tahun 8 bulan (BB : 10 kg), datang ke IGD RSOB dengan keluhan sesak ½ jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus walaupun telah di uap sebanyak 3 kali dengan obat combivent yang telah diberikan dari poli dokter spesialis anak. Sesak hilang timbul juga dirasakan oleh pasien sejak 2 minggu yang lalu, sesak dirasakan semakin lama semakin berat, saat sesak terdapat bunyi “ngiik”. Sehingga pasien pernah dirawat di RSOB pada tanggal 24 April 2013- 25 April 2013. Sebelumnya pasien pernah mengalami sesak saat umur 1 tahun tapi tidak diobati karena membaik sendiri. Pasien juga sering mengalami bersin-bersin saat pagi hari. Pasien mengaku ada batuk dan pilek. Batuk dan pilek dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dan demam mulai 11
  • 12. semalam sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak menggigil, dan tidak berkeringat dan tidak diobati. Pasien mengalami penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu dan menyangkal adanya mual, muntah, BAB dan BAK normal. Ada riwayat asma pada keluarga dan ada riwayat alergi terhadap makanan yaitu udang, riwayat alergi terhadap obat-obatan disangkal. Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit berat, kompos mentis. Tanda-tanda vital HR : 128x/menit, RR : 54x/menit(takipneu), dan suhu : 37,5o (febris). Pada pemeriksaan fisik ditemukan pernapasan cuping hidung, retraksi suprasternal,retraksi sela iga, retraksi epigastrium, auskultasi thorax didapatkan bunyi wheezing di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukositosis 21.420/ul, Ht meningkat. DIAGNOSA KERJA Status Asmatikus DIAGNOSA BANDING: 1. Status Asmatikus 2. Asma Bronkiale 3. ISPA 4. Pneumonia PENATALAKSANAAN - IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro) - Injeksi Ceftazidine 2 x 500 mg (iv) - Tremenza syrup 3 x ½ cth - Sanmol 4x 1 cth - Terapi inhalasi combiven / 6 jam PROGNOSIS • Ad vitam : ad bonam • Ad functionam : ad bonam • Ad sanationam : dubia ad bonam EVALUASI HARIAN PASIEN 12
  • 13. Tanggal 7 Mei 2013 (perawatan hari pertama) Subjektif: • Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-) • Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+)sedikit • sesak(+) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+)sedikit Objektif: Kes/KU : compos mentis/tampak sakit berat Tanda vital : HR: 144x/menit, RR: 50x/menit, S: 37,20 C Kepala : Normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, Pernafasan cuping hidung +/+, bibir kering (-), kelopak mata cekung (-) Leher : retraksi SS (+), KGB ttm Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-) Pulmo : SN vesikuler Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (+) Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm,retraksiepigastrium (+) Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik Refleks : Fisiologis (+) Patologis (-) Assessment: Asma bronkial Status Asmatikus Planning (07.30) - IVFD 2A 10 tpm/makro - Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv) - Tremenza syrup 3 x ½ cth - Sanmol 4x 1 cth - Terapi inhalasi combiven / 6 jam Planning (13.30) - IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro) - Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv) - Tremenza syrup 3 x ½ cth - Sanmol 4x 1 cth - Terapi inhalasi combiven / 6 jam Tanggal 8 Mei 2013 (perawatan hari kedua) 13
  • 14. Subjektif: • Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-) • Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+) banyak • sesak(-) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+) banyak Objektif: Kes/KU : compos mentis/tampak sakit ringan Tanda vital : HR: 120x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,60 Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH -/-, bibir kering (-), kelopak matacekung (-) Leher : retraksi SS (-), KGB ttm Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-) Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (-) Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+) Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik Assessment: Status asmatikus Planning - IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro) - Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv) - Tremenza syrup 3 x ½ cth - Sanmol 4x 1 cth - Terapi inhalasi combiven / 6 jam - Pasien di ijinkan pulang pada tanggal 8 Mei 2013 BAB II ANALISA KASUS Kasus ini didiagnosis sebagai Status Asmatikus berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang didapatkan yaitu: 14
  • 15. Dasar diagnosa Status Asmatikus Pasien Literatur Anamnesa 1. Sesak sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit walaupun telah di nebulasi di rumah 3 kali. 2. Sesak 1 bulan yang lalu, hilang timbul 3. Saat sesak terdapat bunyi ngikk 4. Batuk dan pilek sejak 3 hari yang lalu. 5. Semakin lama sesak semakin berat. 6. Ada riwayat pernah sesak saat berumur 1 tahun dan membaik sendiri(reversible) 7. Sering bersin-bersin di pagi hari (rhinitis alergi) 8. Ada riwayat alergi makanan udang 9. Ayah dan kakak 1 memiliki asma. 1. Serangan eksaserbasi akut 2. Asma yang tidak responsif dengan pengobatan asma pada umumnya yaitu dengan pemberian nebulasi B agonis (bronkodilator) sebanyak 3 kali tetapi tidak memberikan respon yang baik. 3. Sesak disertai bunyi mengi (whezzing), batuk berdahak yang berulang, rasa berat pada dada 4. Dikarenakan oleh factor non alergik, seperti infeksi saluran pernafasan 5. Terdapat riwayat asma pada keluarga 6. Terdapat riwayat atopi (rhinitis alergi, dermatitis atopi) Pemeriksaan Fisik 1. Pernapasan cuping hidung (+) 2. Leher: retraksi suprasternal (+) 3. Thorax : Auskultasi paru wh +/+ 4. Abdomen: Retraksiepigastrium (+) 1. Pernapasan cuping hidung (+) 2. Leher:retraksisuprasternal (+) 3. Thorax: Retraksi subcostae (+) Auskultasi paru wh +/+ 4. Abdomen: Retraksi epigastrium (+) 15
  • 16. Pemeriksaan penunjang 1. Uji provokasi tidak dilakukan 2. Uji faal paru tidak dilakukan 1. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal 2. Uji provokasi : mengalamai penurunan VEP1 sebesar > 15%, Penurunan APE > 10% 3. Uji faal paru : pada derajat ringan VEP1 dan APE bisa ≥ 80%, Pada derajat sedang-berat VEP1 dan APE mengalami penurunan ANALISA TERAPI: 1.Kebutuhan cairan,menurut holiday and segar berdasar berat bdan: Berat badan (BB) Anak Jumlah (ml)/ kgBB/jam BB 10 kg pertama 4ml/kgBB/jam BB 10 kg kedua 2ml/ kgBB/jam BB sisanya 1 ml/kgBB/jam Pada pasien ini berat badan nya 10 kg.Maka kebutuhan cairan basalnya.(4x10) = 40 ml/jam Jumlah tetesan/menit: Kebutuhan cairan(cc/kg)xberat badan(kg)x20 tetes/menit(makro) Waktu pemberian(jam)x60 cc/jam 40x10x20 =5,55 (6 tetes per mnit) 24x60 Pada pasien yang diberikan 10 tetes per menit infus 2A, • Cairan kombinasi : Cairan 2a Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1 : 1 yang terdiri dari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa anhidrat 50 gr/L, Natrium 150 16
  • 17. mmol/L dan klorida 150 mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare dengan komplikasi dan bronkopneumoni dengan komplikasi. • Pada pasien ini diberikan 10 tetes per menit. ANTIBIOTIK Antibiotik yang diberikan adalah Ceftazidime sesuai dosisnya yaitu: • Dewasa : 1- 6 gram/hari, dalam 2 – 3 dosis terbagi. • Bayi > 2 bulan dan anak-anak : 30 – 100 mg/kg BB/hari, dalam 2 – 3 dosis terbagi. • Neonatus dan bayi < 2 bulan : 25 – 60 mg/kg BB/hari, dalam 2 dosis terbagi. Besarnya dosis dapat disesuaikan dengan jenis infeksi, derajat infeksi, usia, berat badan, dan fungsi ginjal dari penderita. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis dapat disesuaikan dengan cara menurunkan dosis dan atau dengan memperpanjang interval pemberian obat. Pada pasien ini umurnya 2 tahun 8 bulan dengan bb 10kg maka : 100 mg x 10 kg = 1000 mg per hari ( dibagi dalam 2-3 dosis) Diberikan : 2 x 500 mg (i.v) Indikasi : Untuk infeksi-infeksi berat sebagai berikut : Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh organisme yang peka terhadap Ceftazidime : Septikaemia, bakteriemia, meningitis, pneumonia, bronkopneumonia, pleuritis, empiema, abses paru, pielonefritis akut dan kronik, pielitis, prostatitis, kolesistitis, kolangitis, peritonitis, abses intra abdominal, penyakit inflamasi panggul, osteomielitis, osteitis, artritis septik, abses ginjal, selulitis, infeksi luka bakar. ANTIPIRETIK Pada pasien diberikan antipiretik Sanmol sirup dengan dosis 10-15 mg/kg/bb per 6-8 jam. Dosis pada pasien ini: 10x bb pasien(10)= 100 mg per 8 jam. Sediaan obat sirup 120mg/5ml berarti diberikan 4 x 1 cth. OBAT BATUK dan PILEK Pada pasien ini diberikan obat batuk dan pilek yaitu tremenza (5 ml) mengandung Pseudoefedrina-HCI 60 mg(30 mg), triprolidina-HCI 2,5 mg (1,25 mg). dengan dosis anak 2-5 th: 1/2 sdt. Seluruh dosis diberikan 3-4x / hari. 17
  • 18. Meringankan gejala flu karena alergi pada saluran nafas atas yang memerlukan dekongestan dan antihistamin. Dosis pada pasien ini : (2 tahun 8 bulan)  tremenza syrup 3 x ½ cth. OBAT ASMA Aminofilin • Jika anak tidak membaik setelah 3 dosis bronkodilator kerja cepat, beri aminofilin IV dengan dosis awal (bolus) 6-8 mg/kgBB dalam 20 menit. Bila 8 jam sebelumnya telah mendapatkan aminofilin, beri dosis setengahnya. Diikuti dosis rumatan 0.5-1 mg/kgBB/jam. Pemberian aminofilin harus hati-hati, sebab margin of safety aminofilin amat sempit. • Hentikan pemberian aminofilin IV segera bila anak mulai muntah, denyut nadi >180 x/menit, sakit kepala, hipotensi, atau kejang. • Jika aminofilin IV tidak tersedia, aminofilin supositoria bisa menjadi alternatif. Pada pasien ini diberikan 40 mg aminofilin dalam 100cc dextrose 5% / 8 jam. Diberikan dosis rumatan 0,5 x 10 (8 jam)= 40 mg. Pada pasien ini diberikan Terapi inhalasi combivent tiap 6 jam. Combivent mengandung 21 mg Ipropropium Bromida + 125 mg Salbutamol yang fungsinya adalah sebagai bronkodilator BAB III TINJAUAN PUSTAKA ASMA BRONKIAL Definisi Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas sehingga menimbulkan gejala periodik berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang menyebabkan obstruksi jalan napas dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Inflamasi menyebabkan peningkatan responjalan napas terhadap berbagai rangsangan (Smeltzer & Bare, 2002). Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermitten dan reversibel dimana trakea dan bronki berespon hiperaktif terhadap stimulus tertentu. Asma berbeda dari penyakit obstruktif lainnya dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel. Serangan asma dapat saja 18
  • 19. terjadi dan berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam,diselingi oleh periode bebas gejala (Smeltzer & Bare, 2002). Penyebab Penyebab asma sampai sekarang belum diketahui pasti. Telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli dibidang asma untukmenerangkan sebab terjadinya asma, namun belum ada teori ataupun hipotesis yang dapat diterima atau disepakati para ahli (Tanjung, 2003). a. Faktor predisposisi Genetik merupakan faktor pendukung timbulnya asma. Bakat alergi merupakan hal yang diturunkan, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Bakat alergi ini membuat penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar faktor pencetus. Penderita biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi (Tanjung, 2003). Apabila kedua orang tua memiliki riwayat penyakit asma maka hampir 50% dari anak-anaknya memiliki kecenderungan asma, sedangkan jika hanya salah satu orang tuanya yang menderita asma maka kecenderungannya hanya 35% (BKPM Semarang, 2009). b.Faktor Presipitasi Menurut Tanjung (2003), beberapa faktor yang mencetuskan serangan asma, yaitu : a.Alergen Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1.)Inhalan : masuk melalui saluran pernapasan. misal : debu, serbuk bunga, bulu binatang, polusi, asap rokok. 2.)Ingestan : masuk melalui mulut.misal : makanan dan obat-obatan. 3.)Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit. misal : perhiasan, logam, jam tangan. b.Stres atau gangguan emosi Stres dapat menjadi pencetus serangan asma, bahkan memperberat serangan asma yang sudah ada. c.Lingkungan Kerja Serangan asma yang timbul berhubungan langsung dengan lingkungan kerja penderita, misalnya polisi lalu lintas, pekerja pabrik asbes, pekerja industri tekstil. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. d.Perubahan Cuaca 19
  • 20. Cuaca lembab dan udara dingin juga dapat mempengaruhi asma.Terkadang serangan asma berhubungan dengan musim. e.Olahraga Serangan asma timbul pada sebagian besar penderita jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga berat. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi setelah selesai aktivitas tersebut. f.Infeksi saluran pernapasan KLASIFIKASI ASMA Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru asma Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten 1 Frekuensi serangan <1x/bulan >1x/bulan Sering 2 Lama serangan <1minggu >1minggu Hampir sepanjang tahun, tidak ada periode bebas serangan 3 Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat 4 Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam 5 Tidur dan aktifitas Tidak tergganggu Sering tergganggu Sangat tergganggu 6 Pemeriksaan fisik diluar serangan Normal ( tidak ditemukan kelainan) Mungkin tergganggu (ditemukan kelainan) Tidak pernah normal 7 Obat pengendali(anti inflamasi) Tidak perlu Perlu Perlu 8 Uji faal paru(diluar serangan) PEFatauFEV1>80% PEFatauFEV1<60-80% PEVatauFEV<60% 9 Variabilitas faal paru(bila ada serangan) Variabilitas>15% Variabilitas>30% Variabilitas 20-30%. Variabilitas >50% PEF=Peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak), FEV1=Forced expiratory volume in second (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik) 20
  • 21. Sumber : Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI, 2004 Klasifikasi Berdasarkan Pola Waktu Serangan (Bleecker,2004) Aspek pengamatan Asma ringan Asma sedang Asma berat Sesak napas Dapat berjalan Dapat berbaring Lebih suka duduk Membungkuk ke depan Cara berbicara Beberapa kalimat Satu kalimat Kata Frekuensi napas Meningkat Meningkat >30x/menit Retraksi otot Biasanya tidak Biasanya ada Ada Suara wheezing Ringan-sedang Terdengar keras Sangat keras Kay membagi obstruksi bronkus atas 3fase utama yaitu 1. fase cepat (spasmogenik), Fase cepat identik denganrespon awal yang terlihat pada uji provokasibronkus. Ciri utamanya adalah pelepasan histamin sebagai mediator utama yangmengakibatkan spasme otot polos bronkus,reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhirsetelah 1-2 jam. Reaksi dapat menghilangdengan sendirinya atau kemudian diikuti faselambat menetap. 2. fase lambat menetap (late,sustained), Fase lambat menetap ditandaioleh spasme bronkus dan akumulasi sel-selneutrofil, dengan mediator utamanya adalahleukotrin, prostaglandin dan tromboksan.Serangan dapat berlangsung 6-8 jam ataulebih. 3. Fase subakut/kronik. Pada fase subakut, reaksi inflamasimerupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasieosinofil dan sel mononuklear. Fase lambatmenetap dan fase subakut sangatmempengaruhi terjadinya asma kronis. Tanda dan Gejala Kejadian utama pada serangan asma adalah obstruksi jalan napas secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edema mukosa karena sumbatan mukus. Tanda serangan asma yang dapat kita ketahui adalah napas cepat, merasa cemas dan ketakutan, tak sanggup bicara lebih dari 1-2 kata setiap kali tarik napas, dada dan leher tampak mencekung bila tarik napas, bibir/ jari tampak berwarna biru (Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang, 2009). Tiga gejala yang sering muncul pada asma adalah sesak napas, napas bunyi/ wheezing, batuk- batuk terutama malam hari. Tingkat keparahan serangan asma tergantung pada tingkat obstruksi saluran napas, kadarsaturasi oksigen, pembawaan pola napas, perubahan status mental, dan bagaimana tanggapan penderita terhadap status pernapasannya (Smeltzer 21
  • 22. & Bare, 2002). Patofisiologi Asma merupakan obstruksi jalan napas yang reversibel. Obstruksi tersebut dapat disebabkan oleh faktor berikut, seperti penyempitan jalan napas; pembengkakan membran pada bronki; pengisian bronki dengan mucus kental. Beberapa penderita mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru yang menyebabkan pelepasan sel-sel mast, seperti histamin dan prostaglandin. Pelepasan ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus berlebihan (Smeltzer & Bare, 2002). Penderita asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh beberapa faktor, seperti udara dingin, emosi, olahraga, merokok, polusi dan infeksi sehingga jumlah asetilkolin yangdilepaskan meningkat. Peningkatan asetilkolin ini secara langsung bisa menimbulkan bronkokonstriksi. Penderita dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis (Smeltzer & Bare, 2002). Penatalaksanaan Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan controller.Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas . Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten. Obat yang termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik,teofilin,dan kortikosteroid sistemik. Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2 mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler , dan mencegah pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan hiperresponsif bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin, merupakan obat golongan simpatomimetik . Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala . Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak dapat lepas dari bronkodilator. Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromide dalam bentuk inhalasi. Ipratropium bromide mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi 22
  • 23. adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. Mula kerja obat ini lebih cepat dibandingkan dengan kerja obat agonis beta- 2 yang diberikan secara inhalasi. Ipratropium bromide digunakan sebagai obat tambahan jika pemberian agonis beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat ini terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang ekstrem atau pada penderita yang disertai dengan bronkitis yang kronis. Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman , dan harganya murah . Dosis teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa biasanya diberikan 125-200 mg/kali. Efek samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin peroral terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual, muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping yang lain ialah diuresis. Pada pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi , takikardi dan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat Obat yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga digunakan sebagai controller. Natrium kromoglikat dapat mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita asma. Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih aman daripada kortikosteroid . Perkembangan terbaru natrium kromoglikat menghasilkan natrium nedoksomil yang lebih poten. Obat ini digunakan sebagai tambahan pada penderita asma yang sudah mendapat terapi kortikosteroid tetapi belum mendapat hasil yang optimal STATUS ASMATIKUS Definisi Status asmatikus adalah suatu serangan eksaserbasi akut asma yang tidak responsif dengan pengobatan asma pada umumnya yaitu dengan pemberian nebulasi B agonis (bronkodilator) sebanyak 3 kali tetapi tidak memberikan respon yang baik. Serangan pada status asmatikus dapat terjadi dari yang ringan sampai yang berat tergantung dari tingkat obstruksi pada bronkus yang disebabkan oleh bronkokonstriksi, sekresi mukus dan inflamasi pada saluran pernapasan. Semuanya itu dapat menyebabkan gejala berupa sesak napas, retensi dari karbondioksida, hipoksemia dan kegagalan pernapasan.2 Asma adalah suatu inflamasi kronik pada saluran pernapasan pada paru yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada bronkus secara episodik, bersifat reversible, umumnya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam dan secara klinis dapat pulih secara normal.7 23
  • 24. Epidemiologi Di seluruh dunia, insidensi terjadinya asma diperkirakan ada kurang lebih 20 juta kasus, di mana 15% dari angka tersebut terjadi pada anak-anak. Peningkatan insidens kasus asma di seluruh dunia adalah akibat dari polusi dan industrialisasi. Dari hipotesis higienis, perbaikan dalam imunisasi dan kesehatan masyarakat akan berkontribusi dalam peningkatan insidens kasus asma. Pada bayi, asma pada laki-laki lebih parah dari perempuan. Pada anak- anak yang lebih tua, keparahan dan insidensi asma kurang lebih sama banyak pada laki-laki dan perempuan. Tapi pada dewasa, insidens asma lebih banyak pada wanita.2 Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003). Dalam dua puluh tahun terakhir ini angka kejadian asma cenderung meningkat baik Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006). dinegara maju maupun negara berkembang. Prevalensi asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi, baik antar negara, bahkan antar daerah disuatu negara.4 Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial sebesar 5–15%. 7 Etiologi Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu: 1. Ekstrinsik (alergik) Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat- obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan 24
  • 25. dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak. 2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik) Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (usia > 35 tahun). 3. Asma gabungan Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau nonalergik. Asma terjadi akibat sejumlah faktor, termasuklah faktor predisposisi genetik, dan faktor lingkungan. 1,2.9 • Alergen inhalasi (biasanya pada pasien dengan riwayat atopi) • Infeksi virus (terutama pada bayi dan anak kecil) • Infeksi saluran pernapasan bagian atas • Polusi udara (debu, asap rokok, sisa industry) • Medikasi (beta-blocker, aspirin, NSAID) • Gastroesophageal reflux disease (dari suatu penelitian refluks dari isi lambung, teraspirasi atau tidak, bisa menginduksi asma pada anak-anak dan dewasa yang beresiko) • Suhu dingin • Latihan atau olahraga 25
  • 26. • Iritan (Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi) Patogenesis Early bronchospastic response Salah satu yang memegang peranan penting pada patogenesis asma adalah sel mast. Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus misalnya alergen, infeksi, excercise, dsb. Bila alergen sebagai pencetus masuknya alergen ke dalam tubuh akan direspon oleh makrofag yang berkerja sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang kemudian akan diproses didalam sel APC dan selanjutnya alergen tersebut akan dipresentasikan ke sel limfosit T dengan bantuan molekul-molekul Major Histocompatibility Complex ( MHC class II), maka limfosit T akan membawa ciri antigen tertentu (spesifik), kemudian teraktivasi, berdiferensiasi dan berploriferasi. Limfosit T spesifik (Th2) dan produknya akan mempengaruhi dan mengontrol limfosit B atau sel plasma atau sel pembentuk antibodi lainnya untuk menghasilkan antibodi reagenik yang disebut Imunoglobulin E (IgE). Selanjutnya IgE akan beredar dan menempel pada reseptor yang sesuai pada dinding sel mast. Sel mast yang demikian disebut sel mat yang tersensitisasi. Apabila alergen serupa masuk kedalam tubuh , alergen itu akan menempel pada sel mast yang tersensitisasi dan kemudian akan terjadi degradasi dinding dan degranulasi sel mast. terjadinya pelepasan mediator inflamasi, termasuk histamin, prostaglandin D2, leukotriene C4. Semua bahan ini akan menyebabkan kontraksi dari otot salur pernafasan, peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi mukus, dan aktivasi refleks neuronal. Fase ini ditandai dengan terjadinya bronkokonstriksi yang biasanya bisa diobati dengan bronkodilator, seperti agen beta-2-agonis.1,2 26
  • 27. Later inflammatory response Setelah antigen dipresentasikan ke limfosit T, maka limfosit yang mempunyai berbagai kemampuan antara lain menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit terutama eosinofil yang merupakan sel inflamasi khusus pada asma. Limfokin-limfokin tersebut adalah Interleukin yaitu : IL-3, Il-4, IL-5, IL-9, Il-13, Granulocytemacrophagecolony stimulating factor (GM-CSF). 11 Terjadi pelepasan mediator inflamasi akibat menempelnya adhesion molecules di epitelium saluran pernafasan dan endotel kapiler. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, netrofil, dan basofil akan berhubungan dengan epitelium dan endothelium dan akhirnya akan bermigrasi ke jaringan salur pernafasan. Eosinofil akan melepaskan eosinophilic cationic protein (ECP) dan major basic protein (MBP). Kedua ECP dan MBP akan menginduksi deskuamasi dari epitelium saluran pernafasan yang menyebabkan kerusakan epitel jalan napas dan akan menyebabkan terpaparnya ujung-ujung saraf. Proses ini akan menginduksi lebih banyak terjadinya hiperrespons pada asma.1,2 27
  • 28. Kay membagi obstruksi bronkus atas 3 fase utama yaitu :1,8 1. Fase cepat (spasmogenik) Fase cepat identik denganrespon awal yang terlihat pada uji provokasibronkus. Ciri utamanya adalah pelepasan histamin sebagai mediator utama yangmengakibatkan spasme otot polos bronkus,reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhirsetelah 1-2 jam. Reaksi dapat menghilangdengan sendirinya atau kemudian diikuti faselambat menetap. 2. Fase lambat menetap (late,sustained), Fase lambat menetap ditandaiakumulasi sel-selneutrofil 4 – 8 jam setelah rangsangan, dengan mediator utamanya adalahleukotrin, prostaglandin dan tromboksan yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang lama dan edema submukosa.Serangan dapat berlangsung 6-8 jam ataulebih. Reaksi lambat dapat dihambat dengan pemberian kromoglikat, kortikosteroid, dan ketotifen sebelumnya. 3. Fase subakut/kronik. Asma yang berlanjut yang tidak diobati atau kurang terkontrol berhubungan dengan inflamasi didalam dan disekitar bronkus. Pada fase subakut, reaksi inflamasimerupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasieosinofil dan sel mononuklear. Akhir-akhir ini ditemukan mediator PAF ( Platelet Activating Factor) yang dihasilkan sel mast, basofil danmakrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi otot polos dan kerusakan mukosa bronkus. PAF juga menyebabkan bronkokonstriksi 28
  • 29. yang lebih kuat. Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik. Fase lambat menetap dan fase subakut sangatmempengaruhi terjadinya asma kronis. Manifestasi klinik Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. 10 • Riwayat penyakit atau gejala : 9 1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada. 3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari. 4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu. 5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator. Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya sifat-sifat asma. 5 Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan bentuk asma. 9 Pemeriksaan fisik1,2 Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan kondisi pasien dan mencari resiko untuk terjadinya gagal nafas. Episode akut asma bisa bermula dengan simptom yang ringan 29
  • 30. seperti dyspnea. Dengan obstruksi saluran pernafasan yang semakin memburuk, respiratory distress, termasuk retraksi, penggunaan otot abdomen sewaktu ekspirasi, dan tidak bisa berbicara satu atau dua kata bisa ditemukan. Terjadi gangguan ventilasi dan perfusi mengakibatkan penurunan saturasi oksigen dan hipoksia. Tanda vital bisa menunjukkan takikardia dan hipertensi. Peak flow rate haruslah diperiksa sebagai tanda vital pada anak- anak yang kooperatif. Jika tidak diberi pengobatan, obstruksi saluran nafas yang lama dan usaha untuk bernafas yang meningkat bisa menyebabkan bradikardia, hipoventilasi, dan cardiorespiratory arrest. Pemeriksaan umum1,2,3,4 o Takikardia dan takipnea, tekanan darah mungkin meningkat. Pasien dengan eksaserbasi ringan terjadi hipoksia dan penurunan saturasi oksigen. Fase ekspirasi memanjang dengan wheezing bisa ditemukan. o Anak dengan status asmatikus bisa dehidrasi karena asupan makanan atau minuman buruk, muntah, dan usaha untuk bernafas yang meningkat. o Retraksi interkostal, subkostal, penggunaan otot abdomen bisa dilihat o Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa berbicara dengan ayat penuh. o Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh sampai koma. Jika hipoksemia memburuk, pasien yang letargi menjadi agitasi. Dengan meningkatnya obstruksi pada unit paru, hipoksemia memburuk lalu hiperkarbia terjadi. Kedua hipoksemia dan hiperkarbia bisa mengakibatkan kejang dan koma, dan merupakan tanda akhir dari respiratory compromise. Pemeriksaan sistem respiratorik2,3,4 o Pada auskultasi selalu ditemukan wheezing bilateral pada ekspirasi. Wheezing, terjadi akibat udara melalui saluran pernafasan yang menyempit akibat obstruksi. Terjadi sewaktu ekspirasi, karena turbulensi udara. o Suara nafas inspirasi bisa normal, berkurang atau tidak ada tergantung keparahan penyakit. Silent chest (suara mengi yang lemah)bisa ditemukan 30
  • 31. pada pasien yang sudah terjadi impending respiratory failure, di mana sudah terjadi obstruksi yang berat atau terlalu lelah untuk menghasilkan wheezing. o Pada pasien status asmatikus sedang sampai berat, penggunaan otot abdomen bisa mengakibatkan sakit abdomen. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan gambaran klinis (sumber : PDPI, 2006)3,4 Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru Intermitten (Bulanan) o Gejala < 1x/ minggu o Tanpa gejala di luar serangan o Serangan singkat o ≤ 2 kali sebulan o VEP1 ≥ 80 % nilai prediksi o APE ≥80 % nilai terbaik o Variabilitas APE < 20 % Persisten ringan (mingguan) o Gejala > 1x / minggu, tetapi < 1x/ hari o Serangan dapat o Mengganggu aktivitas dan tidur o > 2x sebulan o VEP1 ≥ 80 % nilai prediksi o APE ≥80 % nilai terbaik o Variabilitas APE 20 -30% Persisten sedang (harian) o Gejala setiap hari o Serangan mengganggu aktivitas dan tidur o Membutuhkan bronkodilator setiap hari o > 1x seminggu o VEP1 60 - 80 % nilai prediksi o APE 60 - 80 % nilai terbaik o Variabilitas APE >30 % Persisten berat (kontinyu) o Gejala terus menerus o Sering kambuh o Aktivitas fisik terbatas o Sering o VEP1 ≤60 % nilai prediksi o APE ≤ 60 % nilai terbaik o Variabilitas APE >30% DIAGNOSIS BANDING 2 • Benda asing di saluran pernafasan • Sindrom aspiraasi 31
  • 32. • Bronkiektasis • Cystic fibrosis • Congestive Heart Failure • Cedera inhalasi • Limfadenopati • Infeksi RSV • Trakeomalasia PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemilihan jenis pemeriksaan tergantung dari data riwayat penyakit dan kondisi pasien.2 1. Pulse oximetry memberikan evaluasi saturasi oksigen, yang sangat penting karena penyebab kematian utama pada status asmatikus adalah hipoksia. Keuntungan penggunaan pulse oximetry adalah ia mudah didapatkan, tidak invasive, menunjukkan monitoring yang berterusan, dan merupakan indikator yang baik untuk hipoksemia akibat gangguan ventilasi/perfusi mismatch. 2. Pengukuran elektrolit serum adalah sangat penting, terutama untuk memonitor kadar kalium serum. Obatan yang digunakan untuk mengobati status asmatikus bisa menyebabkan hipokalemia. Nilai pH yang rendah bisa menyebabkan peningkatan transien dari kalium. 3. Kadar glukosa serum bisa meningkat akibat stress, penggunaan agen beta-agonis, seperti epinefrin, dan penggunaan kortikosteroid. Namun, akibat penyimpanan yang tidak baik, hipoglikemia bisa terjadi pada anak-anak yang lebih muda. 4. Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengukur kadar oksigen dan karbondioksida didalam darah yang mengindikasikan terjadinya hipoksia dan hipoksemia. Serta untuk mengetahui apakah telah terjadi asidosis atau alkalosis dengan mengukur Ph dan HCO3-. 5. Pemeriksaan darah lengkap, urin kengkap dan feces, bisa mengindikasikan ada infeksi bakteria; tapi dengan penggunaan beta-agonis dan kortikosteroid bisa mengubah komposisi dari sel darah putih dengan meningkatkan hitung sel darah putih perifer. 6. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi ,menilai hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan, dan mengikuti perjalanan penyakit. Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah aliran puncak ekspirasi (APE), Volume 32
  • 33. kapasitas paksa (FVC), Volume ekspirasi selama 1 detik (VEP1). Memonitor peak flow merupakan suatu pengukuran objektif terhadap obstruksi saluran pernafasan pada anak yang cukup berusia dan kooperatif, dan bisa mentolerir pemeriksaan ini tanpa memperparah penyakit yang dideritainya.1 7. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masuk diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus. Dapat dilakukan dengan histamine, metakolin,beban lari, udara dingin, uap air, allergen. Hipereaktivitas bronkus positip aliran puncak ekspirasi (APE), Volume ekspirasi selama 1 detik (VEP1) menurun > 15% dari nilai uji provokasi sebelumnya dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila APE dan VEP1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik >15% berarti hipereaktivitas positip dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.1 PEMERIKSAAN RADIOLOGI2 Pemeriksaan foto thoraks diindikasikan pada anak-anak dengan presentasi yang atipikal atau yang tidak berespon terhadap terapi. Pada anak-anak yang sudah diketahui menderita asma, pemeriksaan foto thoraks dilakukan jika curiga menderita pneumonia, pneumothoraks, pseudomediastinum atau atelektasis yang signifikan. TINDAKAN/PROSEDUR2 Intubasi trakeal dan ventilasi mekanis diindikasikan pada gagal nafas. Ventilasi non- invasif bisa dicoba terlebih dulu untuk mengurangi paksaan untuk bernafas dan kelelahan, agar tidak dilakukan intubasi. Pemasangan chest tube mungkin perlu untuk penanganan pneumothorax, jika terjadi. PENATALAKSANAAN Menurut guidelines yang didapatkan dari National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) of America Expert Panel, penanganan atau perawatan terhadap seseorang anak dengan asma termasuklah rawat jalan yang intensif dengan medikasi dan intervensi lingkungan. Rawat inap di rumah sakit merupakan suatu kagagalan dalam penanganan pasien rawat jalan. Penanganan pasien dengan status asmatikus adalah seperti berikut:2 • Oksigen 33
  • 34. Oksigenasi digunakan untuk membantu mengkoreksi ventilasi dan perfusi . Bisa diberikan menggunakan nasal kanul atau face mask. Jika terjadi hipoksemia yang signifikan, nonbreathing mask bisa digunakan untuk memberikan sebanyak- banyaknya 98% oksigen. Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mencapai saturasi oksigen di atas 90%. • Beta-agonis inhalasi Albuterol atau salbutamol, dan terbutalin merupakan terapi akut untuk asma. Obat- obat ini menstimulasi cyclic adenosine monophosphate (AMP) untuk memediasi terjadinya bronkodilatasi. Salur pernafasan mempunyai banyak reseptor beta. Dengan menstimulasi reseptor ini, otot salur pernafasan berelaksasi, pembersihan mukosiliar meningkat, dan produksi mukus menurun. Administrasi obat ini melalui nebulisasi inhalasi biasanya merupakan cara yang paling efektif. • Kortikosteroid Kortikosteroid seperti metilprednisolon, prednisolon atau prednisone, merupakan terapi yang penting dalam pengobatan status asmatikus. Ia digunakan untuk mengurangi inflamasi salur pernafasan yang berat dan edema pada asma. Selain itu kortikosteroid dikatakan membantu meningkat efek obat beta-agonis. Kortikosteroid bisa diberikan secara intravena atau oral. Walaupun kebanyakan dokter memberikan kortikosteroid secara intravena pada kasus status asmatikus , terdapat penelitian yang mengatakan bahwa pemberian kortikosteroid secara oral adalah sama efektif dengan pemberian kortikosteroid secara intravena. • Antikolinergik Agen antikolinergik menghalang terjadinya bronkokonstriksi dengan menghambat cyclic guanosine monophosphate (GMP). Ia juga mengakibatkan menurunnya produksi mukus dan meningkatkan pembersihan mukosiliar. Protap penanganan status asmatikus di RS Dr. Soetomo Setelah diagnosis ditegakkan segera diikuti dengan langkah langkah sebagai berikut Menetapkan beratnya penyakit dan beratnya terapi dengan menggunakan predictor index scoring system 34
  • 35. Tanda-tanda fisik Score 0 Score 1 Nadi < 120 mmHg >120 mmHg Pernapasan <30x/menit >30x/menit Pulsus paradoxus <18 mmHg >18 mmHg PEFR >120l/mnt <120l/mnt Sesak napas Ringan Berat Retraksi Tidak ada Ada Wheezing Ringan Berat Catatan: bila score lebih dari 4 harus masuk rumah sakit Bila ada silent chest merupakan tanda bahaya Penanggulangan status asmatikus1 1. Infus RL : D5 = 3: 1 dengan tetesan sesuai kebutuhan rehidrasi. 2. Oksigen 2 – 4 l/m melalui kanul nasal. 3. Aminofilin bolus 5-6 mg / kgBB i.v pelan selama 20-30 menit dilanjutkan maintenance 20 mg/kgBB/hari diberikan secara drip. 4. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam subkutan atau I.V. atau orciprenalin 0,25 mg / 6 jam subcutan atau I.V. pelan (penelitian terakhir tidak berbeda bermakna) 5. Hidrocortison sodium suksinat 4 mg / kgBB / 4 jam I.V ( 200 mg / 4 jam I.V. ) bisa juga memakai dexamethason 20 mg / 6 jam I.V. selain itu dapat digunakan 160 mg methilprednisolon dalam dosis terbagi 4 kali per hari, kortikosteroid diberikan sampai membaik secara klinis dan laboratoris. Disamping parenteral diberikan juga Prednison peroral 3 x 10 mg per hari sampai keadaan membaik diberhentikan secara tappering off. Kortikosteroid yang sudah diberikan diteruskan pemberiannya, bila belum harus diberikan. Kortikosteroid diberikan intravena, karena sangat diperlukan untuk mempercepat hilangnya udem dan mengembalikan sensitivitas terhadap bronkodilator. 6. Usaha pengenceran lendir dengan obat mukolitik perlu dipertimbangkan karena biasanya pada keadaan seperti ini terdapat banyak lendir dan lengket di seluruh cabang-cabang bronkus. 7. Antibiotik bila jelas ada infeksi. Oksitetrasiklin 2 x 100 mg I. M. atau Amoxillin / Ampicillin 2 x 1 g I.V. atau golongan antibiotik yang sesuai dngan sumber infeksinya. 8. Menilai hasil tindakan dan terapi Dengan keadaan klinis ( scoring) dan secara laboratoris yaitu pemeriksaan faal paru, analisa gas darah , elektrolit, leukosit dan eosinofil serta monitoring EKG & foto rontgen Pemeriksaan analisis gas darah arteri sebaiknya dilakukan pada : 35
  • 36. • Serangan asma akut berat • Membutuhkan perawatan rumah sakit • Tidak respon dengan pengobatan/memburuk • Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneuomothorax dll Pada keadaan dibawah ini analisis gas darah mutlak dilakukan: • Mengancam jiwa • Tidak respon terhadap pengobatan/memburuk • Gagal napas • Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah Tindak lanjut bila terjadi kegagalan terapi a. Asidosis respiratorik  Ventilasi diperbaiki  Pemberian Na Bikarbonat b. Hipoksia berat ( PaO2 < 50 mmHg )  Pemberian O2 4- 6 L/m dengan ventilasi mask c. Gagal napas akut  alat bantu napas ( ventilator mekanik ) syarat : • apneu • kenaikan PaCO2 > 5 mmHg / jam disertai asidosis . respiratorik akut • Nilai absolut PaCO2 > 50 mmHg disertai asidosis . respiratorik akut • Hipoksia refrakter walau sudah diberi O2 Bedah Status asmatikus umumnya ditangani dengan terapi medikasi, tapi jika terjadinya pneumothoraks maka dilakukan thorakostomi atau thorakosentesis. Diet Beberapa anak dengan asma biasanya mempunyai beberapa episode asma akibat alergi terhadap bahan makanan tertentu. Konsultasi dengan ahli nutrisi mungkin akan membantu dalam menentukan penanganan pasien secara diet. 36
  • 37. PENANGANAN LANJUT Pasien yang dirawat di rumah sakit2 • Indikasi dirawat di ICU o Kesadaran dan sensoris terganggu o Penggunaan terapi beta-agonis inhalasi o Pasien kelelahan o Kemasukan udara atau inspirasi yang menurun mendadak o Peningkatan PCO2 walaupun dengan pengobatan o Adanya faktor resiko o Kondisi pasien tidak membaik walaupun terapi mencukupi • Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanis o Apnea atau respiratory arrest o Kesadaran menurun o Impending respiratory failure, ditandai dengan peningkatan PCO2 dan kelelahan/capek, penurunan pergerakan udara, dan penurunan kesadaran o Hipoksemia signifikan, yang berespon buruk atau tidak berespon kepada terapi oksigen tambahan • Kateter arteri yang menetap (indwelling arterial catheters): tindakan memasang kateter arteri bisa digunakan untuk memonitor tekanan darah yang berterusan, dan untuk mengambil sampel untuk analisa gas darah arteri pada pasien dengan ventilasi mekanis. Gas darah dimonitor untuk menilai respon pasien terhadap ventilasi mekanis. 37
  • 38. Pasien yang dirawat jalan1,2 • Follow-up pasien yang dirawat jalan dan perawatan yang berterusan terhadap pasien yang pernah dirawat di ICU pediatrik karena status asmatikus yang parah adalah sangat penting untuk mengoptimalkan hasil jangka panjang dan kualitas hidup dan meminimalkan episode eksaserbasi asma parah. • Antara yang penting dan harus diperhatikan adalan obat-obatan untuk diambil di rumah, seperti anti-inflamasi. Kortikosteroid sekarang dianggap sebagai salah satu terapi utama untuk pengobatan maintenance terhadap asma. Ada studi mengatakan bahwa penggunaan anti-inflamasi yang kurang berhubungan dengan asma yang lebih parah. Ini karena terjadinya remodeling dari salur pernafasan, dan perubahan dari proses inflamasi pada tubuh yang persisten. • Untuk eksaserbasi akut disarankan untuk menggunakan bronkodilator. • Perubahan atau kontrol terhadap lingkungan juga perlu pada anak dengan asma yang berhubungan dengan alergi yang berkaitan dengan lingkungan. Pindah ruangan2 Anak yang dirawat di ICU karena status asmatikus yang parah bisa dipindah ke ruangan yang biasa jika pasien telah memenuhi kriteria berikut: • Pasien telah diekstubasi. • Pasien telah tidak bergantung kepada terapi beta-agonis berterusan secara intravena (seperti terbutalin, aminofilin) dan kondisinya stabil dengan penggunaan terapi beta- agonis inhalasi/aerosol secara intermiten. • Pasien bisa mentoleransi pengurangan penggunaan albuterol berterusan; dengan menggunakan nebulisasi albuterol secara intermiten pada frekuensi yang bisa dilakukan di ruangan biasa. • Status hemodinamiknya telah stabil. KOMPLIKASI 38
  • 39. Komplikasi yang bisa terjadi termasuklah:2,3,4 • Cardiac arrest • Gagal nafas atau respiratory arrest • Hipoksemia dengan cedera susunan saraf pusat yang hipoksik dan iskemik • Pneumothoraks atau pneumomediastinum • Toksisitas dari obat-obatan EDUKASI PASIEN2 Asma merupakan suatu penyakit kronis. Pasien dan keluarganya haruslah diberi edukasi mengenai asma yang diderita pasien dan perawatan lanjutan atau follow-up. Informasi mengenai perawatan atau pengobatan maintenance, monitoring dan kontrol terhadap lingkungan pasien adalah sangat penting, terutama untuk mencegah eksaserbasi dari asma. PROGNOSIS Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. 9 Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang. 9 Prognosis pada pasien dengan status asmatikus pada umumnya baik apabila dilakukan penanganan yang tepat dan cepat. 2 39
  • 40. BAB IV DAFTAR PUSTAKA 1. Rogayah R. Penatalaksanaan asma bronkial prabedah. J Respir Indo1995;15:177-81 2. Surjanto E, Hambali S, Subroto H. Pengobatan jalan untuk asma. J Respir Indo 1988;8:30-5. 3. Alpers JH. The Changing approach to the pharmacotherapy of asthma. 4. dr. Latief A, dr. Napitupulu, dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal.1203-28. 5. Status Asthmaticus. Author : Constantine K Saadeh, MD; Chief editor : Zab Mosenifar, MD. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/2129484- overview. Accessed on 9 Mei 2013 6. UniversitasSumateraUtara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23341/4/C hapter%20II.pdf. Accessed on 9 Mei 2013 7. UniversitasSumateraUtara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23277/4/C hapter%20II.pdf. Accessed on 10 Mei 2013 8. Asthma UK; Key facts & statistics. 9. Allergy and asthma proceedings : the official journal of regional and state allergy societies 33Suppl 1: pg S47-50 10. Ariz Pribadi, Darmawan BS. Serangan Asma Berat pada Asma Episodik sering. Sari Pediatri Vol. 5, No. 4. Maret 2004: 171 - 177 11. Kay AB. Asthma and inflammation. J Allergy Clin Immunol 1991;5:893-910. 12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004. 13. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 1995. 40
  • 41. 14. Zahorik KJ, Busse WW. Chronic asthma. Hall JB, Corbridge TC, Rodrigo C, Rodrigo GJ, Acute Asthma. Singapore: McGraw-Hill, 2000 : 232-45 41