Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
1. LAPORAN KASUS
Ensefalopati Dengue
RSUD Cengkareng
Disusun oleh:
dr. Maria Gabriella Ananta
Pembimbing:
dr. Hanny Dewajanti
Penanggung Jawab:
dr. Titos Ahimsa, Sp.PD-KGEH.
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE NOVEMBER 2020 – AGUSTUS 2021
3. 2
PENDAHULUAN
Infeksi dengue merupakan masalah kesehatan global. Dalam beberapa tiga dekadi
terakhir, terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di berbagai negara yang
dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari 1%. Kejadian luar biasa penyakit
telah sering dilaporkan dari berbagai negara. Penyakit degue terutama ditemukan di
daerah tropis dan subtropis dengan skitar 2,5 milyar penduduk mempunyai rissiko
untuk terjangkit penyakit ini. Diperkirakan setiap tahunnya sekitar 50 juta masnusia
terinfeksi virus dengue yang 500.000 diantaranya memerlukan rawat inap, dan hampir
90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia Tenggara dengan jumlah
penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan daerah endemis, Indonesia bersama dengan
Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste
termasuk ke dalam kategori endemik A (endemik tinggi). Di negara tersebut penyakit
dengue merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian
anak.1
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness),
demam dengue (DD), DBD sampai DBD disertai syok (sindrom syok dengue = SSD).
Sejak tahun 1976, kasus dengue dihubungkan dengan keterlibatan beberapa organ
vital yang mengarah ke manifestasi yang tidak lazim (unusual) atau yang tidak
normal (atypical), dan sering berakibat fatal. Ada beberapa peneliti
mengklasifikasikan unusual manifestation infeksi virus dengue berupa keterlibatan
susunan saraf pusat (SSP), gagal fungsi hati, gagal fungsi ginjal, infeksi ganda dan
kondisi yang memperberat. Pengamatan terbaru menunjukkan bahwa profil klinis
DBD berubah dan bahwa manifestasi neurologis lebih sering dilaporkan.2
4. 3
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1 IDENTITAS
Nama : An. SAF
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 05 - 06 - 2009
Usia : 12 tahun
Agama : Islam
Nomor Rekam Medis : 55 - 23 - 67
Alamat : Cengkareng, Jakarta Barat
Tanggal Pemeriksaan : 27 Mei 2021
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dari ayah dan ibu pasien di IGD
Umum RSUD Cengkareng
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan
sejak tanggal 24/05/2021 dimana suhu tubuh pasien mendadak tinggi. Demam
dirasakan sepanjang hari dengan suhu naik turun. Menurut ibu pasien, demam
dirasakan memberat pada sore hingga malam hari dan membaik setelah
mengkonsumsi obat penurun panas. Sejak 2 hari SMRS ibu pasien metakan
bahwa pasien cenderung begong dan sulit untuk diajak kominikasi. Pasien juga
mengeluhkan adanya mual dan muntah sebanyak 2x hari ini. Muntah dikatakan
cair dengan sedikit ampas, volume sekitar satu gelas. Keluhan lain seperti batuk,
pilek, nyeri tenggorokan, BAB cair, nyeri perut, nyeri sendi, dan nyeri kepala
disangkal.
5. 4
Keluhan lain gusi berdarah tidak dirasakan pasien. Nafsu makan pasien
berkurang, namun pasien masih dapat makan dan minum. Pasien tampak gelisah,
dan cenderung tidur.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Tidak pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya. Tidak memiliki riwayat asma, riwayat atopi.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.
Tidak ada riwayat alergi pada keluarga.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal di rumah bersama ibu, ayah, tante, kakek, nenek dan adiknya.
Ayah bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Tidak ada anggota keluarga yang merokok, tidak memelihara binatang di
rumah. Rumah pasien merupakan rumah pribadi dengan ventilasi yang baik,
pencahayaan yang cukup, rumah selalu dibersihkan. Tidak ada genangan air,
namun terdapat bak penampungan air dirumah yang terkadang dibirkan terbuka.
Tidak ada baju-baju yang tergantung di rumah dan tidak banyak nyamuk.
Tetangga pasien ada yang memiliki gejala yang sama dan dirawat di rumah sakit
dengan diagnosa demam dengue.
Kesan : Riwayat sosial dan kondisi lingkungan kurang baik, riwayat ekonomi
menengah. Ada tetangga yang mengalami gejala yang serupa.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Kehamilan berjalan normal, pasien lahir secara normal, cukuo bilan, ditolong
oleh bidan di puskesmas. Setalah lahir pasien langsung menangis dan tidak
masuk perawatan intensif.
Riwayat Tumbuh Kembang :
Pertumbuhan dan perkembangan pasien baik, sesuai dengan teman seusianya,
pasien tidak mengalami ketertinggalan di sekolah.
6. 5
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Somnolen, GCS : E3M5V2
Antopometri :
BB : 40 kg
TB : 148cm
Tanda Vital
Laju Nadi : 120 x/menit
Laju Napas : 24 x/menit
Suhu : 38,00
Celcius
Tekanan darah : 110/80 mmHg
SpO2 : 99% room air
Head to toe examination
Kulit : kulit normal, berwarna coklat
Kepala : Normochephali, jejas (-), tidak tampak kelainan
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, Pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm/3mm, refleks cahaya +/+, edema palpebra +/+
Leher : Jejas (-), pembesaran KGB (-), Pembesaran Thyroid (-)
THT : Telinga à hiperemis (-), nyeri tekan tragus (-), Serumen(-)
Hidung àperrnafasan cuping hidung (-/-), deviasi septum(-),
perdaharan (-/-), mucus (-/-)
Tenggorokan à faring dan tonsil hiperemis(-/-), Tonsil T1-
T1
Thorax :
Cor
• Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Iktus cordis teraba
• Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
• Inspeksi : Permukaan & gerakan dada simetris, jejas (-), retraksi (-)
• Palpasi : Vokal fremitus sama pada semua lapang paru, krepitasi (-)
• Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. 6
• Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen :
• Inspeksi : Flat, tidak didapatkan jejas
• Auskultasi : BU (+) normal
• Perkusi : timpani (+)
• Palpasi : Supel, turgor kulit kembali dengan cepat (< 2 detik), massa(-),
Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba.
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Extremitas : Akral hangat, edema -/- , petechiae (-)
Pemeriksaan Neurologis :
• Saraf Kranial
a. Nervus I Olfaktorius : Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
b. Nervus II Optikus
c. Nervus III Okulomotorius
Kanan Kiri
Ketajaman penglihatan Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
–tidak kooperatif
Menilai warna Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Medan penglihatan Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Kanan Kiri
Ptosis - -
Gerakan mata ke media Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Gerakan mata ke atas Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
8. 7
d. Nervus IV Troklearis
e. Nervus V Trigeminus
Gerakan mata ke bawah Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Bentuk Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
Reflek Cahaya Langsung + +
Reflek Cahaya Tidak Langsung + +
Reflek Akomodatif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Strabismus Divergen Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Diplopia Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral bawah Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Strabismus konvergen Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Diplopia Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Kanan Kiri
Bagian Motorik
Menggigit Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Membuka mulut Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Bagian Sensorik
9. 8
f. Nervus VI Abdusen
g. Nervus VII Fasialis
Ophtalmik Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Maxilla Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Mandibula Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Reflek Kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Strabismus konvergen Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Diplopia Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Kanan Kiri
Fungsi Motorik
Mengerutkan dahi Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Mengangkat alis Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Memejamkan mata + +
Menyeringai Tidak dapat dinilai Tidak dapat
10. 9
h. Nervus VIII Vestibulokoklearis
i. Nervus IX dan X Glossofaringeus dan Vagus
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Mengembungkan pipi Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Mencucukan bibir Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Reflek Glabella - -
Chovstek - -
Fungsi Pengecapan
2/3 depan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Mendengar suara berbisik Tidak dapat dinilai –
tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus - -
Past Pointing - -
Kanan Kiri
Arkus faring Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Uvula Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Refleks muntah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Tersedak Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Disartria Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Daya kecap 1/3 lidah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
11. 10
j. Nervus XI Aksesorius
k. Nervus XII Hipoglosus
Mengangkat bahu Menoleh
Kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menjulurkan lidah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Atrofi -
Artikulasi Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Tremor Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
13. 12
• Radiologi
Xray Thorax PA
Kesan : infiltrat di kedua lapang paru sugestif ec non spesifik proces
1.5 ASSESMENT
Diagnosa IGD : Obs Febris ec susp DHF grade I
Diagnosa DpJp : Ensefalopati Dengue + Elektrolit Imbalans
1.6 DIAGNOSIS BANDING
• Dengue Syok Syndrome
• Ensefalopati Metabolik
14. 13
1.7 MANAGEMENT
• Pemeriksaan Lab : hema I, diff count, CRP, elektrolit, IgM dan IgG
dengue
• Xray thorax PA
• Swab Antigen
• Injeksi omeprazole 1x1amp
• Konsul dr. Iskandar SpA :
- NaCl 3% 200cc dalam 8 jam
- RL 2000cc/24 jam + KCL 30 meq/24 jam
- OMZ 1x40mg
- Sucralfat 3x1 Cth
- Paracetamol 3x400mg iv
- Diet biasa
- RL/8jam
- evaluasi tanda - tanda syok
15. 14
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Ensefalopati dengue adalah gangguan sistem saraf pusat berat pada infeksi
dengue baik pada Demam Berdarah Dengue (DBD) atau pada Demam Dengue
(DD) akibat kebocoran plasma dan sebagai komplikasi dari syok berkepanjangan,
tetapi dapat juga terjadi tanpa disertai dengan syok. Krena sifatnya yang
semnetara, beberapa teori mengatakan bahwa kejadian ini dapat disebabkan oleh
thrombosis pembuluh darah otak seentara akibat dari koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue sapat menembus sawar darah
otak, namun sangat arang dapat menginfeksu jaringan otak. Dikatakan juga
bahwa keadaan enf=sefalopati berhubungan dengan gagal hati akut. 2
2. EPIDEMIOLOGI
Keterlibatan neurologis terjadi pada 4% -5% dari kasus DBD. Kejadian infeksi
dengue pada pasien dengan dugaan sistem saraf (CNS) infeksi sentral tercatat
berkisar dari 4,2% di Vietnam Selatan, 13,5% di Jamaika. Dalam sebuah
penelitian frekuensi dengue ensefalitis antara 401 pasien dengan infeksi sistem
saraf pusat yang diduga virus ditemukan menjadi 6,9%. Manifestasi neurologis
lain dari demam berdarah meliputi; meningits (34%), kejang (11%), acute flaccid
paralysis dan sindrom Guillain-Barré (4%).2-4
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan
kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita
menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini
banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-
tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan. 2-4
Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur
yang paling sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak
kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap
tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun
bermakna < 2%.2-4
16. 15
3. ETIOLOGI
Ensefalopati dengue dapat disebabkan oleh5,6
:
• Syok berat akibat syok yang berkepanjangan dengan perdarahan/kelebihan
cairan
• Gangguan metabolisme seperti sindrom reye
• Penggunaan obat hepatotoksik
• Penyakit hati yang mendasari seperti karier hepatitis b atau thalasemia
• Gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremia dan hipokalsemia,
hipoksemia, hipoglikemia
• Perdarahan intrakranial
• Edema serebral
• Gagal hati atau gagal ginjal atau keduanya.
• Studi menunjukkan infeksi sekunder lebih sering menyebabkan ensefalopati
dengue daripada infeksi primer.
4. MANIFESTASI KLINIS
Virus dengue merupakan famili Flaviviridae yang dapat menyebabkan
ensefalopati. Ensefalopati dengue termasuk sala satu komplikasi dari
demamberdarah dengue yang jarang terjadi.
Ensefalopati dengue dapat memberikan gejala klinis ensefalopati dan infeksi
dengue. Infeksi dengue akan memberikan manifestasi klinis berupa
trombositopenia, peningkatan enzim hati dan demam. Keterlibatan sistem saraf
pusat akan menyebabkan depresi sensorik, letargi, somnolen, coma, kejan,
paresis dan kaku kuduk.
Gangguan neurologi yang berhubungan dengan infeksi dengue dapat dibagi
menjadi 3 tipe yaitu2,7
:
17. 16
• Gejala klasis infeksi akut berupa; Sakit kepala, pusing, delirium, gelisah dan
depresi
• Ensefalitis dengan infeksi akut; depresi sensori, letargi, confuse, somnolen,
koma, kejang, kaku kuduk dan paresis
• Gangguan post-infeksi; epilepsi, tremor, anemia, demensia, manic psychosis,
Bell's palsy, Reye's syndrome, dan meningoencephalitis.
5. PATOGENESIS
Virus dengue yang masuk akan dibawa oleh sel dendritik kulit menuju nodus
limfatikus dan menginfeksi monosit, bereplikasi, kemudian menyebar dalam
darag dan organ lain. Mekanisme infeksi dengue yang melibatkan susunan saraf
pusat (SSP) masih belum jelas diketahui, tetapi beberapa penelitian menunjukkan
lesi jaringan mungkin akibat sifat neurotropik dengue, perdarahan kapiler,
disseminated intravascular coagulation (DIC), dan gangguan metabolisme. Salah
satu penyebab untama ensefalitis adalah akibat infeksi dan demam dengue (DD).
Tiga cara infeksi dengue menimbukan gangguan neurologis;8
• Invasi langsung virus menimbulkan ensefalitis, meningitis, mielitis,
miositis, dan rabdomiolitis
• Ensefalopati sekunder akibat gangguan metabolik seperti syok
berkepanjangan, hiponatremia, asidosis, gangguan hati dan ginjal akut
• Sekel di awal maupun akhir pasca-infeksi, seperti acute disseminated
encephalomyelitis (ADEM)
Invasi langsung ke SSP dapat menimbulkan tanda dan gejala beurologis awal
pada fase viremia, didukung kerusakan sementara integritas sawar darah otak dan
infiltrasi makrofag yang terinfeksi. Poses apoptosis neuron yang berkaitan
dengan iskemia otak berat juga ditemukan pada infeksi DEN-2 dan DEN-3. Pada
infeksi DEN-3 genotip 1 dijumpai berkurangnya leukositosis, ditemukan
kosentrasi virus viabel dalam otak, peningkatan kadar interferon gamma,
interleukin (IL)-6, dan protein 1 yang menarik monosit secara kimiawi.
Penggantian asam amino aspartat-67 dengan aspargian-67 pada rantai ARN
dengue berhubungan dengan lebih tingginya muatan negatif elektrostasis kapsul
dan terdapat pada rantai virus penyebab ensefalitis. Aspargin dalam bentuk
18. 17
aspargin-67 tergikosilasi ditemukan pada 93% DEN-2, menyebabkan manifestasi
pada perdarahan demam berdatah dengue (DBD). Pergantian asam amino rantai
ARN berperan terhadap sifat neurovirulensinta. Predisposisi genetik inang
merupakan faktor neuromielitis optik (NMO) pada kasus pasca-infeksi ADEM.
Mekanisme Neuroinflamasi 8
Saat dengue berkaitan dengan antibodi, terjadi mekanisme respons imun bawaan
dan adaptif yang melibatkan sel pembunuh alamiah ataupun sel imun lainnya
mengaktivasi sel helper berubah menjadi Th-17 dan Th-9 merusak sawar darah
otak, sehingga memungkinkan sel imun dan mediator inflamasi menyebabkan
neuroinflamsai di otak. Aktivitas mikroglia merupakan mekanisme penting,
didukung penemuan sel T CD8+ dalam SSP yang tediagnosis ensefalitis vitus.
Sejumlah perahanan tubuh terhadap dengue, yaitu heat shock factor-1 sebagai
antivirus, humman heme oxygenase-1 sebagai fator dari sel inang yang penting
terhadap proses replikasi dengue, dan sasaran terhadap miARN ganda mampu
menurunkan virulensi dengue dalam otak.
Gambar 1. Proses Neuroinflamasi Virus Dengue
19. 18
Respons Imun Bawaan8
Sejumlah bukti mendukung adanya respons imun bawaan yang berperan dalam
aktivasi dan perkembangan neuroinflamasi akibat infeksi virus dengue, seperti
keterlibata makrofag, monosit, dan sejumlah mediator sistem imun lainnya. Pada
tahap awal infeksi, sel pembunuh alamiah bertugas memeriksa sekaligus
menghancurkan sel yang terinfeksi dengue, sel endotel yang terinfeksi dengue
menstimulasi aktivitas respons imun bawaan. Adanya perubahan pada tingkat
ekspresi reseptor juga diamati terjadi selama infeksi dengue. Dalam suaru studi
menggunakan tikus, protein NS1 berperan menginvasi respons imun bawaa
dengan cara memengaruhi sel mast dan dapat menimbulkan komplikasi berat di
otak.
Respons Imun Adaptif8
Kadar serum IL-4 dan IL-10 menungkat signifikan. Pertanda sCD163 berguna
sebagai blodmarker identifikasi kasus dengue berat. DEN-3 yang diinjeksikan ke
intrakranial tikus meningkatkan infiltrasi sel T CD8=, DC4=, dan neutrofil.
Dalam studi menunggunakan tikus, sejumlah sel imun yang reaktif terhadap NS3
ditemukan di seluruh otak dan menyebabkan perubahan perilaku sebelum tikus
mati. Reaksi serupa juga terhadu saar menggunakan dengue DEN-2.
Gambar 2. Mekanisme respons imun bawaan dan adaptif dalam neuroinflamasi dengue
20. 19
6. DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat
sangat penting dalam tatalaksana klinis, surveillans, penelitian, dan uji klinis
vaksin.9,10
• Isolasi virus
Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel
nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2 dan BHK21). Pemeriksaan
ini merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya dapat dilakukan pada enam
hari pertama demam.
• Deteksi antigen IgM dan IgG
Untuk mendeteksi antibodi (IgM dan IgG) penggunaan ELISA (Enzyme-
Linked Immunosorbent Assay) merupakan cara yang paling banyak digunakan,
cara ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.13
Serum
antibodi IgM dapat dideteksi dengan tingkat sensitivitas 96% dan tingkat
spesifisitas 97%. Sementara IgG muncul dengan titer yang rendah pada awal
gejala dan meningkat secara perlahan pada akhir minggu pertama dari onset
penyakit.
IgM anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi
pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah hari ke sembilan puluh.
Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat
dibandingkan dengan IgM anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul
lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam serum. Kinetik NS1
antigen virus dengue dan IgG serta IgM anti dengue, merupakan petunjuk
dalam menentukan jenis pemeriksaan dan untuk membedakan antara infeksi
primer dengan infeksi sekunder.
• Deteksi Antigen NS1 (Non-struktural 1)
Protein ini muncul saat awal gejala dan dapat bertahan hingga hari ke-14
setelah infeksi. Pemeriksaan antigen ini memiliki tingkat sensitivitas 90% dan
spesifisitas 100%.
• RT-PCR (Reverse Transcription followed by Polimerase Chain Reaction)
RT-PCR merupakan bagian dari test asam nukleat. Cara ini juga dapat
digunakan untuk mendeteksi materi genetik dari virus dengue. Cara ini
diperkirakan memiliki tingkat sensitivitas lebih baik dari isolasi virus pada
21. 20
kultur sel. Tingkat sensitivitasnya dapat mencapai 93% hingga 100%,
tergantung pada jenis serotip yang diperiksa.
• Pemeriksaan pada Ensefalopati dengue
Ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar transaminase
(SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang. Ensefalitis dengue dapat dijumpai
virus dengue atau dari jaringan otak.
Gambar 3. Analisa dan interpretasi pemeriksaan CSF pada infeksi dengue
7. TATALAKSANA
Penatalaksanaan ensefalopati dengue terutama untuk mencegah peningkatan
tekanan intrakranial (TIK); beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain11,12
:
• Cairan tidak diberikan dalam dosis penuh, melainkan cukup 4/4 - 4/5 dosis
untuk mencegah terjadinya atau memperberat edema otak selama fase
pumulihan dari syok.
• Pada ensefalopati dengue, cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka
bila syok telah teratasi, cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung
HCO3
-
, larutan laktat ringer dextrosa segera di ganti dengan larutan NaCl
(0.9%): glukosa (5%) = 3:1.
• Untuk mengurangi edema pada otak, dapat diberikan kortikosteroid, tetapi
bila terdapat perdarahan saluran cerna atau perdarahan masif sebaiknya
kortikosteroid tidak diberikan. Kortikosteroid yang dapat digunakan adalah
dexametason 0,15mg/kgBB IV setiap 6-8 jam
• Jika terdapat peningkatan hematokrit da kebocoran plasma berat dapat
diberikan cairan koloid
22. 21
• Diuretik dapat diberikan jika terjadi gejala overload
• Posisi pasien dengan kepala 30o
• Intubasi dini untuk mencegah hipercabnia dan melindungi jalan nafas,
pemberian oksigen yang adekuat untuk melindungi jalan nafas
• Menurunkan produksi amonia dengan cara : memberikan laktulosa 5-10ml
/6jam pada diare osmitik, antibiotik lokal untuk flora usus tidak diperlukan
jika telah diberikan antibiotik sistemik
• Mempertahankan gula darah apda kadar 80-100mg/dL. Infus glukosa
direkomendasikan 4-6mg/kg/jam
• Koreksi ketidakseimangan asam basa dan elektrolit
• Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10mg
selama 3 hari (3mg untuk <1 tahun, 5mg <5 tahun, 10mg >5 tahun)
• Dapat diberikan fenobarbital, feitoin, dan diazepam intravena untuk
mengontrol kejang
• Transfusi darah yang dianjurkan adalah packed red cell (PRC). Transfusi
trombosit, fresh frozen plasma (FFP) dapat menyebabkan overload cairan
dan peningkatan TIK
• Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk
mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin
100mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75mg/kgBB/hari)
• Diusahakan untuk menghindari penggunaan obat - obatan yang tidak
diperlukan seperti antasid dan anti muntah untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat di hati.
• Dapat diberikan H2-blockers atau proton pump inhibitor untuk mencegah
terjadinya perdarahan gastrointestinal
• Pertimbangkan plasmaferesis dan hemodialisis jka mengalami perburukan
23. 22
8. PROGNOSIS
Pada ensefalopati dengue sebagian pasien akan pulih seperti semula, sedangkan
sisanya akan mengalami gejala sisa seperti kelemahan dan kejang. Ensefalitis
dengue yang disertai gejala neurologis membutuhkan waktu pemulihan yang
cukup lama. Kelemahan dapat terjadi pada pasien dengan kelumpuhan saraf.13
Mortalitas ensefalopati dengue yang pernah dilaporkan di Denmark adalah
sebesar 22% dari jumlah keseluruhan pasien yang didiagnosis. Sedangkan
penelitian yang dilakukan di Pakistan, di dapatkan sebanyak 20% kematian
pasien yang didiagnosis dengan ensefalopati dengue dan 5% kematian pasien
dengan perdarahan intaserebral.13
24. 23
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarmo S; Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta, 2012
2. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak edisi 2. Jakarta, EGC 2008;
122-49.
3. Tripathi P, Kumar R, Tripathi S, Tambe J, Venkatesh V. Descriptive
epidemiology of dengue transmission in Uttar Pradesh. Indian Pediatr J
2012;45:315-8.
4. Sumarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Buku ajar
infeksi & Pediatri Tropis edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2011; 155-81.
5. Solomon T, Dung NM, Vaughn DW, Kneen R, Thao LT, Raengsakulrach B,
dkk. Neurological manifestations of dengue infection. Lancet 2012; 355:
1053-9.
6. Mendez A, Gonzalez G. Abnormal clinical manifestations of dengue
hemorrhagic fever in children. Biomedica 2012;26:61-70.
7. Varatharaj, A. Encephalitis in the clinical spectrum of dengue infection.
United Kingdom; Neuropathology Group Oxford University; 2010; 585-591.
8. Kurniawan, D. and Setiawan, A., 2020. Ensefalitis Dengue - Tinjauan
Klinis. CKD-284, [online] 47(3), pp.186-187. Available at:
<http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/369> [Accessed 20 July
2021].
9. Rahadinegoro, SR, Ismoedijanto M dan Alex C. Pedoman diagnosis dan tata
laksana infeksi virus dengue pada anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014
10. Sohler MP, Rosadas C, Castro MJC. Neurological complications in dengue
infection: a review for clinical practice. Rio de Janiero. 2013: 71(9-B): 667-
671.
11. Lardo, S. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit. Sub
SMF/ Devisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD
Gatot Subroto, Jakarta. Indonesia. CDK-208/vol.40 no 9,th. 2013.
25. 24
12. Sumarmo S; Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta, 2012.
13. Tropical Medicine and Health Vol. 39 No. 4 Supplement, 2011. The Japanese
Society of Tropical Medicine. Review TMH Clinical Manifestations and
Management of Dengue/DHF/DSS.