SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
Download to read offline
LAPORAN KASUS
Ensefalopati Dengue
RSUD	Cengkareng	
Disusun oleh:
dr. Maria Gabriella Ananta
Pembimbing:
dr. Hanny Dewajanti
Penanggung Jawab:
dr. Titos Ahimsa, Sp.PD-KGEH.
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE NOVEMBER 2020 – AGUSTUS 2021
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
Ensefalopati Dengue
Disusun oleh:
dr. Maria Gabriella Ananta
Telah disetujui dan disahkan oleh:
Dokter Pendamping
dr. Hanny Dewajanti
2
PENDAHULUAN
Infeksi dengue merupakan masalah kesehatan global. Dalam beberapa tiga dekadi
terakhir, terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di berbagai negara yang
dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari 1%. Kejadian luar biasa penyakit
telah sering dilaporkan dari berbagai negara. Penyakit degue terutama ditemukan di
daerah tropis dan subtropis dengan skitar 2,5 milyar penduduk mempunyai rissiko
untuk terjangkit penyakit ini. Diperkirakan setiap tahunnya sekitar 50 juta masnusia
terinfeksi virus dengue yang 500.000 diantaranya memerlukan rawat inap, dan hampir
90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia Tenggara dengan jumlah
penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan daerah endemis, Indonesia bersama dengan
Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste
termasuk ke dalam kategori endemik A (endemik tinggi). Di negara tersebut penyakit
dengue merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian
anak.1
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness),
demam dengue (DD), DBD sampai DBD disertai syok (sindrom syok dengue = SSD).
Sejak tahun 1976, kasus dengue dihubungkan dengan keterlibatan beberapa organ
vital yang mengarah ke manifestasi yang tidak lazim (unusual) atau yang tidak
normal (atypical), dan sering berakibat fatal. Ada beberapa peneliti
mengklasifikasikan unusual manifestation infeksi virus dengue berupa keterlibatan
susunan saraf pusat (SSP), gagal fungsi hati, gagal fungsi ginjal, infeksi ganda dan
kondisi yang memperberat. Pengamatan terbaru menunjukkan bahwa profil klinis
DBD berubah dan bahwa manifestasi neurologis lebih sering dilaporkan.2
3
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1 IDENTITAS
Nama : An. SAF
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 05 - 06 - 2009
Usia : 12 tahun
Agama : Islam
Nomor Rekam Medis : 55 - 23 - 67
Alamat : Cengkareng, Jakarta Barat
Tanggal Pemeriksaan : 27 Mei 2021
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dari ayah dan ibu pasien di IGD
Umum RSUD Cengkareng
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan
sejak tanggal 24/05/2021 dimana suhu tubuh pasien mendadak tinggi. Demam
dirasakan sepanjang hari dengan suhu naik turun. Menurut ibu pasien, demam
dirasakan memberat pada sore hingga malam hari dan membaik setelah
mengkonsumsi obat penurun panas. Sejak 2 hari SMRS ibu pasien metakan
bahwa pasien cenderung begong dan sulit untuk diajak kominikasi. Pasien juga
mengeluhkan adanya mual dan muntah sebanyak 2x hari ini. Muntah dikatakan
cair dengan sedikit ampas, volume sekitar satu gelas. Keluhan lain seperti batuk,
pilek, nyeri tenggorokan, BAB cair, nyeri perut, nyeri sendi, dan nyeri kepala
disangkal.
4
Keluhan lain gusi berdarah tidak dirasakan pasien. Nafsu makan pasien
berkurang, namun pasien masih dapat makan dan minum. Pasien tampak gelisah,
dan cenderung tidur.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Tidak pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya. Tidak memiliki riwayat asma, riwayat atopi.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.
Tidak ada riwayat alergi pada keluarga.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal di rumah bersama ibu, ayah, tante, kakek, nenek dan adiknya.
Ayah bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Tidak ada anggota keluarga yang merokok, tidak memelihara binatang di
rumah. Rumah pasien merupakan rumah pribadi dengan ventilasi yang baik,
pencahayaan yang cukup, rumah selalu dibersihkan. Tidak ada genangan air,
namun terdapat bak penampungan air dirumah yang terkadang dibirkan terbuka.
Tidak ada baju-baju yang tergantung di rumah dan tidak banyak nyamuk.
Tetangga pasien ada yang memiliki gejala yang sama dan dirawat di rumah sakit
dengan diagnosa demam dengue.
Kesan : Riwayat sosial dan kondisi lingkungan kurang baik, riwayat ekonomi
menengah. Ada tetangga yang mengalami gejala yang serupa.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Kehamilan berjalan normal, pasien lahir secara normal, cukuo bilan, ditolong
oleh bidan di puskesmas. Setalah lahir pasien langsung menangis dan tidak
masuk perawatan intensif.
Riwayat Tumbuh Kembang :
Pertumbuhan dan perkembangan pasien baik, sesuai dengan teman seusianya,
pasien tidak mengalami ketertinggalan di sekolah.
5
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Somnolen, GCS : E3M5V2
Antopometri :
BB : 40 kg
TB : 148cm
Tanda Vital
Laju Nadi : 120 x/menit
Laju Napas : 24 x/menit
Suhu : 38,00
Celcius
Tekanan darah : 110/80 mmHg
SpO2 : 99% room air
Head to toe examination
Kulit : kulit normal, berwarna coklat
Kepala : Normochephali, jejas (-), tidak tampak kelainan
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, Pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm/3mm, refleks cahaya +/+, edema palpebra +/+
Leher : Jejas (-), pembesaran KGB (-), Pembesaran Thyroid (-)
THT : Telinga à hiperemis (-), nyeri tekan tragus (-), Serumen(-)
Hidung àperrnafasan cuping hidung (-/-), deviasi septum(-),
perdaharan (-/-), mucus (-/-)
Tenggorokan à faring dan tonsil hiperemis(-/-), Tonsil T1-
T1
Thorax :
Cor
• Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Iktus cordis teraba
• Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
• Inspeksi : Permukaan & gerakan dada simetris, jejas (-), retraksi (-)
• Palpasi : Vokal fremitus sama pada semua lapang paru, krepitasi (-)
• Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
6
• Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen :
• Inspeksi : Flat, tidak didapatkan jejas
• Auskultasi : BU (+) normal
• Perkusi : timpani (+)
• Palpasi : Supel, turgor kulit kembali dengan cepat (< 2 detik), massa(-),
Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba.
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Extremitas : Akral hangat, edema -/- , petechiae (-)
Pemeriksaan Neurologis :
• Saraf Kranial
a. Nervus I Olfaktorius : Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
b. Nervus II Optikus
c. Nervus III Okulomotorius
Kanan Kiri
Ketajaman penglihatan Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
–tidak kooperatif
Menilai warna Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Medan penglihatan Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Kanan Kiri
Ptosis - -
Gerakan mata ke media Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Gerakan mata ke atas Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
7
d. Nervus IV Troklearis
e. Nervus V Trigeminus
Gerakan mata ke bawah Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Bentuk Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
Reflek Cahaya Langsung + +
Reflek Cahaya Tidak Langsung + +
Reflek Akomodatif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Strabismus Divergen Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Diplopia Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral bawah Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Strabismus konvergen Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Diplopia Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Kanan Kiri
Bagian Motorik
Menggigit Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Membuka mulut Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Bagian Sensorik
8
f. Nervus VI Abdusen
g. Nervus VII Fasialis
Ophtalmik Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Maxilla Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Mandibula Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Reflek Kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Strabismus konvergen Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Diplopia Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Kanan Kiri
Fungsi Motorik
Mengerutkan dahi Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Mengangkat alis Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Memejamkan mata + +
Menyeringai Tidak dapat dinilai Tidak dapat
9
h. Nervus VIII Vestibulokoklearis
i. Nervus IX dan X Glossofaringeus dan Vagus
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Mengembungkan pipi Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Mencucukan bibir Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Reflek Glabella - -
Chovstek - -
Fungsi Pengecapan
2/3 depan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Mendengar suara berbisik Tidak dapat dinilai –
tidak kooperatif
Tidak dapat
dinilai – tidak
kooperatif
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus - -
Past Pointing - -
Kanan Kiri
Arkus faring Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Uvula Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Refleks muntah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Tersedak Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Disartria Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Daya kecap 1/3 lidah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
10
j. Nervus XI Aksesorius
k. Nervus XII Hipoglosus
Mengangkat bahu Menoleh
Kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menjulurkan lidah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Atrofi -
Artikulasi Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Tremor Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
11
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Laboratorium 27 Mei 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 14.6 g/dL 11.8 - 15.0 g/dL
Leukosit 2.7 /mL 4.5 - 13.5
Trombosit 33/mL 154 - 442
Hematokrit 42% 33 - 45%
Diff Count
Basofil 0% 0 - 1
Eosinofil 0% 2 - 4
Batang 0% 3 - 5
Segmen 43% 50 - 70
Limfosit 44% 25 - 40
Monosit 13% 2 - 8
CRP Kwantitatif
CRP Kwantitatif 1.42mg/dL <= 0.3
Antigen SARS - CoV-2 (rapid)
Antigen SARS - CoV-2 (rapid) Negatif Negatif
Elektrolit
Natrium 127 mmol/L 136 - 146 mmol/L
Kalium 2.6 mmol/L 3.5 - 5.0 mmol/L
Chlorida 91 mmol/L 98 - 106 mmol/L
Glukosa
Glukosa Strep 113 <110
DHF IgG & IgM
Dengue IgM Negatif Negatif
Dengue IgG Positif Negatif
12
• Radiologi
Xray Thorax PA
Kesan : infiltrat di kedua lapang paru sugestif ec non spesifik proces
1.5 ASSESMENT
Diagnosa IGD : Obs Febris ec susp DHF grade I
Diagnosa DpJp : Ensefalopati Dengue + Elektrolit Imbalans
1.6 DIAGNOSIS BANDING
• Dengue Syok Syndrome
• Ensefalopati Metabolik
13
1.7 MANAGEMENT
• Pemeriksaan Lab : hema I, diff count, CRP, elektrolit, IgM dan IgG
dengue
• Xray thorax PA
• Swab Antigen
• Injeksi omeprazole 1x1amp
• Konsul dr. Iskandar SpA :
- NaCl 3% 200cc dalam 8 jam
- RL 2000cc/24 jam + KCL 30 meq/24 jam
- OMZ 1x40mg
- Sucralfat 3x1 Cth
- Paracetamol 3x400mg iv
- Diet biasa
- RL/8jam
- evaluasi tanda - tanda syok
14
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Ensefalopati dengue adalah gangguan sistem saraf pusat berat pada infeksi
dengue baik pada Demam Berdarah Dengue (DBD) atau pada Demam Dengue
(DD) akibat kebocoran plasma dan sebagai komplikasi dari syok berkepanjangan,
tetapi dapat juga terjadi tanpa disertai dengan syok. Krena sifatnya yang
semnetara, beberapa teori mengatakan bahwa kejadian ini dapat disebabkan oleh
thrombosis pembuluh darah otak seentara akibat dari koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue sapat menembus sawar darah
otak, namun sangat arang dapat menginfeksu jaringan otak. Dikatakan juga
bahwa keadaan enf=sefalopati berhubungan dengan gagal hati akut. 2
2. EPIDEMIOLOGI
Keterlibatan neurologis terjadi pada 4% -5% dari kasus DBD. Kejadian infeksi
dengue pada pasien dengan dugaan sistem saraf (CNS) infeksi sentral tercatat
berkisar dari 4,2% di Vietnam Selatan, 13,5% di Jamaika. Dalam sebuah
penelitian frekuensi dengue ensefalitis antara 401 pasien dengan infeksi sistem
saraf pusat yang diduga virus ditemukan menjadi 6,9%. Manifestasi neurologis
lain dari demam berdarah meliputi; meningits (34%), kejang (11%), acute flaccid
paralysis dan sindrom Guillain-Barré (4%).2-4
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan
kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita
menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini
banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-
tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan. 2-4
Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur
yang paling sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak
kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap
tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun
bermakna < 2%.2-4
15
3. ETIOLOGI
Ensefalopati dengue dapat disebabkan oleh5,6
:
• Syok berat akibat syok yang berkepanjangan dengan perdarahan/kelebihan
cairan
• Gangguan metabolisme seperti sindrom reye
• Penggunaan obat hepatotoksik
• Penyakit hati yang mendasari seperti karier hepatitis b atau thalasemia
• Gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremia dan hipokalsemia,
hipoksemia, hipoglikemia
• Perdarahan intrakranial
• Edema serebral
• Gagal hati atau gagal ginjal atau keduanya.
• Studi menunjukkan infeksi sekunder lebih sering menyebabkan ensefalopati
dengue daripada infeksi primer.
4. MANIFESTASI KLINIS
Virus dengue merupakan famili Flaviviridae yang dapat menyebabkan
ensefalopati. Ensefalopati dengue termasuk sala satu komplikasi dari
demamberdarah dengue yang jarang terjadi.
Ensefalopati dengue dapat memberikan gejala klinis ensefalopati dan infeksi
dengue. Infeksi dengue akan memberikan manifestasi klinis berupa
trombositopenia, peningkatan enzim hati dan demam. Keterlibatan sistem saraf
pusat akan menyebabkan depresi sensorik, letargi, somnolen, coma, kejan,
paresis dan kaku kuduk.
Gangguan neurologi yang berhubungan dengan infeksi dengue dapat dibagi
menjadi 3 tipe yaitu2,7
:
16
• Gejala klasis infeksi akut berupa; Sakit kepala, pusing, delirium, gelisah dan
depresi
• Ensefalitis dengan infeksi akut; depresi sensori, letargi, confuse, somnolen,
koma, kejang, kaku kuduk dan paresis
• Gangguan post-infeksi; epilepsi, tremor, anemia, demensia, manic psychosis,
Bell's palsy, Reye's syndrome, dan meningoencephalitis.
5. PATOGENESIS
Virus dengue yang masuk akan dibawa oleh sel dendritik kulit menuju nodus
limfatikus dan menginfeksi monosit, bereplikasi, kemudian menyebar dalam
darag dan organ lain. Mekanisme infeksi dengue yang melibatkan susunan saraf
pusat (SSP) masih belum jelas diketahui, tetapi beberapa penelitian menunjukkan
lesi jaringan mungkin akibat sifat neurotropik dengue, perdarahan kapiler,
disseminated intravascular coagulation (DIC), dan gangguan metabolisme. Salah
satu penyebab untama ensefalitis adalah akibat infeksi dan demam dengue (DD).
Tiga cara infeksi dengue menimbukan gangguan neurologis;8
• Invasi langsung virus menimbulkan ensefalitis, meningitis, mielitis,
miositis, dan rabdomiolitis
• Ensefalopati sekunder akibat gangguan metabolik seperti syok
berkepanjangan, hiponatremia, asidosis, gangguan hati dan ginjal akut
• Sekel di awal maupun akhir pasca-infeksi, seperti acute disseminated
encephalomyelitis (ADEM)
Invasi langsung ke SSP dapat menimbulkan tanda dan gejala beurologis awal
pada fase viremia, didukung kerusakan sementara integritas sawar darah otak dan
infiltrasi makrofag yang terinfeksi. Poses apoptosis neuron yang berkaitan
dengan iskemia otak berat juga ditemukan pada infeksi DEN-2 dan DEN-3. Pada
infeksi DEN-3 genotip 1 dijumpai berkurangnya leukositosis, ditemukan
kosentrasi virus viabel dalam otak, peningkatan kadar interferon gamma,
interleukin (IL)-6, dan protein 1 yang menarik monosit secara kimiawi.
Penggantian asam amino aspartat-67 dengan aspargian-67 pada rantai ARN
dengue berhubungan dengan lebih tingginya muatan negatif elektrostasis kapsul
dan terdapat pada rantai virus penyebab ensefalitis. Aspargin dalam bentuk
17
aspargin-67 tergikosilasi ditemukan pada 93% DEN-2, menyebabkan manifestasi
pada perdarahan demam berdatah dengue (DBD). Pergantian asam amino rantai
ARN berperan terhadap sifat neurovirulensinta. Predisposisi genetik inang
merupakan faktor neuromielitis optik (NMO) pada kasus pasca-infeksi ADEM.
Mekanisme Neuroinflamasi 8
Saat dengue berkaitan dengan antibodi, terjadi mekanisme respons imun bawaan
dan adaptif yang melibatkan sel pembunuh alamiah ataupun sel imun lainnya
mengaktivasi sel helper berubah menjadi Th-17 dan Th-9 merusak sawar darah
otak, sehingga memungkinkan sel imun dan mediator inflamasi menyebabkan
neuroinflamsai di otak. Aktivitas mikroglia merupakan mekanisme penting,
didukung penemuan sel T CD8+ dalam SSP yang tediagnosis ensefalitis vitus.
Sejumlah perahanan tubuh terhadap dengue, yaitu heat shock factor-1 sebagai
antivirus, humman heme oxygenase-1 sebagai fator dari sel inang yang penting
terhadap proses replikasi dengue, dan sasaran terhadap miARN ganda mampu
menurunkan virulensi dengue dalam otak.
Gambar 1. Proses Neuroinflamasi Virus Dengue
18
Respons Imun Bawaan8
Sejumlah bukti mendukung adanya respons imun bawaan yang berperan dalam
aktivasi dan perkembangan neuroinflamasi akibat infeksi virus dengue, seperti
keterlibata makrofag, monosit, dan sejumlah mediator sistem imun lainnya. Pada
tahap awal infeksi, sel pembunuh alamiah bertugas memeriksa sekaligus
menghancurkan sel yang terinfeksi dengue, sel endotel yang terinfeksi dengue
menstimulasi aktivitas respons imun bawaan. Adanya perubahan pada tingkat
ekspresi reseptor juga diamati terjadi selama infeksi dengue. Dalam suaru studi
menggunakan tikus, protein NS1 berperan menginvasi respons imun bawaa
dengan cara memengaruhi sel mast dan dapat menimbulkan komplikasi berat di
otak.
Respons Imun Adaptif8
Kadar serum IL-4 dan IL-10 menungkat signifikan. Pertanda sCD163 berguna
sebagai blodmarker identifikasi kasus dengue berat. DEN-3 yang diinjeksikan ke
intrakranial tikus meningkatkan infiltrasi sel T CD8=, DC4=, dan neutrofil.
Dalam studi menunggunakan tikus, sejumlah sel imun yang reaktif terhadap NS3
ditemukan di seluruh otak dan menyebabkan perubahan perilaku sebelum tikus
mati. Reaksi serupa juga terhadu saar menggunakan dengue DEN-2.
Gambar 2. Mekanisme respons imun bawaan dan adaptif dalam neuroinflamasi dengue
19
6. DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat
sangat penting dalam tatalaksana klinis, surveillans, penelitian, dan uji klinis
vaksin.9,10
• Isolasi virus
Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel
nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2 dan BHK21). Pemeriksaan
ini merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya dapat dilakukan pada enam
hari pertama demam.
• Deteksi antigen IgM dan IgG
Untuk mendeteksi antibodi (IgM dan IgG) penggunaan ELISA (Enzyme-
Linked Immunosorbent Assay) merupakan cara yang paling banyak digunakan,
cara ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.13
Serum
antibodi IgM dapat dideteksi dengan tingkat sensitivitas 96% dan tingkat
spesifisitas 97%. Sementara IgG muncul dengan titer yang rendah pada awal
gejala dan meningkat secara perlahan pada akhir minggu pertama dari onset
penyakit.
IgM anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi
pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah hari ke sembilan puluh.
Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat
dibandingkan dengan IgM anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul
lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam serum. Kinetik NS1
antigen virus dengue dan IgG serta IgM anti dengue, merupakan petunjuk
dalam menentukan jenis pemeriksaan dan untuk membedakan antara infeksi
primer dengan infeksi sekunder.
• Deteksi Antigen NS1 (Non-struktural 1)
Protein ini muncul saat awal gejala dan dapat bertahan hingga hari ke-14
setelah infeksi. Pemeriksaan antigen ini memiliki tingkat sensitivitas 90% dan
spesifisitas 100%.
• RT-PCR (Reverse Transcription followed by Polimerase Chain Reaction)
RT-PCR merupakan bagian dari test asam nukleat. Cara ini juga dapat
digunakan untuk mendeteksi materi genetik dari virus dengue. Cara ini
diperkirakan memiliki tingkat sensitivitas lebih baik dari isolasi virus pada
20
kultur sel. Tingkat sensitivitasnya dapat mencapai 93% hingga 100%,
tergantung pada jenis serotip yang diperiksa.
• Pemeriksaan pada Ensefalopati dengue
Ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar transaminase
(SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang. Ensefalitis dengue dapat dijumpai
virus dengue atau dari jaringan otak.
Gambar 3. Analisa dan interpretasi pemeriksaan CSF pada infeksi dengue
7. TATALAKSANA
Penatalaksanaan ensefalopati dengue terutama untuk mencegah peningkatan
tekanan intrakranial (TIK); beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain11,12
:
• Cairan tidak diberikan dalam dosis penuh, melainkan cukup 4/4 - 4/5 dosis
untuk mencegah terjadinya atau memperberat edema otak selama fase
pumulihan dari syok.
• Pada ensefalopati dengue, cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka
bila syok telah teratasi, cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung
HCO3
-
, larutan laktat ringer dextrosa segera di ganti dengan larutan NaCl
(0.9%): glukosa (5%) = 3:1.
• Untuk mengurangi edema pada otak, dapat diberikan kortikosteroid, tetapi
bila terdapat perdarahan saluran cerna atau perdarahan masif sebaiknya
kortikosteroid tidak diberikan. Kortikosteroid yang dapat digunakan adalah
dexametason 0,15mg/kgBB IV setiap 6-8 jam
• Jika terdapat peningkatan hematokrit da kebocoran plasma berat dapat
diberikan cairan koloid
21
• Diuretik dapat diberikan jika terjadi gejala overload
• Posisi pasien dengan kepala 30o
• Intubasi dini untuk mencegah hipercabnia dan melindungi jalan nafas,
pemberian oksigen yang adekuat untuk melindungi jalan nafas
• Menurunkan produksi amonia dengan cara : memberikan laktulosa 5-10ml
/6jam pada diare osmitik, antibiotik lokal untuk flora usus tidak diperlukan
jika telah diberikan antibiotik sistemik
• Mempertahankan gula darah apda kadar 80-100mg/dL. Infus glukosa
direkomendasikan 4-6mg/kg/jam
• Koreksi ketidakseimangan asam basa dan elektrolit
• Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10mg
selama 3 hari (3mg untuk <1 tahun, 5mg <5 tahun, 10mg >5 tahun)
• Dapat diberikan fenobarbital, feitoin, dan diazepam intravena untuk
mengontrol kejang
• Transfusi darah yang dianjurkan adalah packed red cell (PRC). Transfusi
trombosit, fresh frozen plasma (FFP) dapat menyebabkan overload cairan
dan peningkatan TIK
• Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk
mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin
100mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75mg/kgBB/hari)
• Diusahakan untuk menghindari penggunaan obat - obatan yang tidak
diperlukan seperti antasid dan anti muntah untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat di hati.
• Dapat diberikan H2-blockers atau proton pump inhibitor untuk mencegah
terjadinya perdarahan gastrointestinal
• Pertimbangkan plasmaferesis dan hemodialisis jka mengalami perburukan
22
8. PROGNOSIS
Pada ensefalopati dengue sebagian pasien akan pulih seperti semula, sedangkan
sisanya akan mengalami gejala sisa seperti kelemahan dan kejang. Ensefalitis
dengue yang disertai gejala neurologis membutuhkan waktu pemulihan yang
cukup lama. Kelemahan dapat terjadi pada pasien dengan kelumpuhan saraf.13
Mortalitas ensefalopati dengue yang pernah dilaporkan di Denmark adalah
sebesar 22% dari jumlah keseluruhan pasien yang didiagnosis. Sedangkan
penelitian yang dilakukan di Pakistan, di dapatkan sebanyak 20% kematian
pasien yang didiagnosis dengan ensefalopati dengue dan 5% kematian pasien
dengan perdarahan intaserebral.13
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarmo S; Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta, 2012
2. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak edisi 2. Jakarta, EGC 2008;
122-49.
3. Tripathi P, Kumar R, Tripathi S, Tambe J, Venkatesh V. Descriptive
epidemiology of dengue transmission in Uttar Pradesh. Indian Pediatr J
2012;45:315-8.
4. Sumarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Buku ajar
infeksi & Pediatri Tropis edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2011; 155-81.
5. Solomon T, Dung NM, Vaughn DW, Kneen R, Thao LT, Raengsakulrach B,
dkk. Neurological manifestations of dengue infection. Lancet 2012; 355:
1053-9.
6. Mendez A, Gonzalez G. Abnormal clinical manifestations of dengue
hemorrhagic fever in children. Biomedica 2012;26:61-70.
7. Varatharaj, A. Encephalitis in the clinical spectrum of dengue infection.
United Kingdom; Neuropathology Group Oxford University; 2010; 585-591.
8. Kurniawan, D. and Setiawan, A., 2020. Ensefalitis Dengue - Tinjauan
Klinis. CKD-284, [online] 47(3), pp.186-187. Available at:
<http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/369> [Accessed 20 July
2021].
9. Rahadinegoro, SR, Ismoedijanto M dan Alex C. Pedoman diagnosis dan tata
laksana infeksi virus dengue pada anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014
10. Sohler MP, Rosadas C, Castro MJC. Neurological complications in dengue
infection: a review for clinical practice. Rio de Janiero. 2013: 71(9-B): 667-
671.
11. Lardo, S. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit. Sub
SMF/ Devisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD
Gatot Subroto, Jakarta. Indonesia. CDK-208/vol.40 no 9,th. 2013.
24
12. Sumarmo S; Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta, 2012.
13. Tropical Medicine and Health Vol. 39 No. 4 Supplement, 2011. The Japanese
Society of Tropical Medicine. Review TMH Clinical Manifestations and
Management of Dengue/DHF/DSS.

More Related Content

What's hot

dr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptx
dr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptxdr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptx
dr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptxArivaSyivaa2
 
Bayi berat lahir rendah
Bayi  berat  lahir  rendahBayi  berat  lahir  rendah
Bayi berat lahir rendahF.x. Alexander
 
Definisi dan klasifikasi konjungtivitis
Definisi dan klasifikasi konjungtivitisDefinisi dan klasifikasi konjungtivitis
Definisi dan klasifikasi konjungtivitisBrenda Panjaitan
 
uveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referatuveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referatNovi Vie Opie
 
Ulkus Kornea.pptx
Ulkus Kornea.pptxUlkus Kornea.pptx
Ulkus Kornea.pptxeyeeasy
 
Kasus asuhan kejang 1
Kasus asuhan kejang 1Kasus asuhan kejang 1
Kasus asuhan kejang 1rikiab
 
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAIPenatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAISeascape Surveys
 
Presentasi kasus congestive heart failure
Presentasi kasus congestive heart failurePresentasi kasus congestive heart failure
Presentasi kasus congestive heart failureLetta Samudra
 
1. perbedaan antara skizoafektif
1. perbedaan antara skizoafektif1. perbedaan antara skizoafektif
1. perbedaan antara skizoafektifAmelia Rahmadiyan
 
Tatalaksana Gawat Nafas Pada Neonatus
Tatalaksana Gawat Nafas Pada NeonatusTatalaksana Gawat Nafas Pada Neonatus
Tatalaksana Gawat Nafas Pada NeonatusDokter Tekno
 
Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)fikri asyura
 
Gawat napas-pada-neonatus
Gawat napas-pada-neonatusGawat napas-pada-neonatus
Gawat napas-pada-neonatusregiregene
 
CBD OMSK Maligna
CBD OMSK MalignaCBD OMSK Maligna
CBD OMSK MalignaCoassTHT
 
Amblyopia DNP
Amblyopia DNP Amblyopia DNP
Amblyopia DNP dewi_putri
 
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan TenggorokanPemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokanpjj_kemenkes
 

What's hot (20)

dr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptx
dr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptxdr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptx
dr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptx
 
Bayi berat lahir rendah
Bayi  berat  lahir  rendahBayi  berat  lahir  rendah
Bayi berat lahir rendah
 
Definisi dan klasifikasi konjungtivitis
Definisi dan klasifikasi konjungtivitisDefinisi dan klasifikasi konjungtivitis
Definisi dan klasifikasi konjungtivitis
 
uveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referatuveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referat
 
Ulkus Kornea.pptx
Ulkus Kornea.pptxUlkus Kornea.pptx
Ulkus Kornea.pptx
 
Kasus asuhan kejang 1
Kasus asuhan kejang 1Kasus asuhan kejang 1
Kasus asuhan kejang 1
 
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAIPenatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
 
Audiometri praktek
Audiometri praktekAudiometri praktek
Audiometri praktek
 
Presentasi kasus congestive heart failure
Presentasi kasus congestive heart failurePresentasi kasus congestive heart failure
Presentasi kasus congestive heart failure
 
1. perbedaan antara skizoafektif
1. perbedaan antara skizoafektif1. perbedaan antara skizoafektif
1. perbedaan antara skizoafektif
 
Tatalaksana Gawat Nafas Pada Neonatus
Tatalaksana Gawat Nafas Pada NeonatusTatalaksana Gawat Nafas Pada Neonatus
Tatalaksana Gawat Nafas Pada Neonatus
 
Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)
 
Gawat napas-pada-neonatus
Gawat napas-pada-neonatusGawat napas-pada-neonatus
Gawat napas-pada-neonatus
 
Kasus - BPPV.pptx
Kasus - BPPV.pptxKasus - BPPV.pptx
Kasus - BPPV.pptx
 
Hidrosefalus
HidrosefalusHidrosefalus
Hidrosefalus
 
CBD OMSK Maligna
CBD OMSK MalignaCBD OMSK Maligna
CBD OMSK Maligna
 
Amblyopia DNP
Amblyopia DNP Amblyopia DNP
Amblyopia DNP
 
Asma pada anak
Asma pada anakAsma pada anak
Asma pada anak
 
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan TenggorokanPemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
 
kejang-demam-terbaru-presentasi-ppt
kejang-demam-terbaru-presentasi-pptkejang-demam-terbaru-presentasi-ppt
kejang-demam-terbaru-presentasi-ppt
 

Similar to Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf

106418283 case-ika-epilepsi
106418283 case-ika-epilepsi106418283 case-ika-epilepsi
106418283 case-ika-epilepsihomeworkping7
 
83355370 presus-infeksi-saluran-kemih
83355370 presus-infeksi-saluran-kemih83355370 presus-infeksi-saluran-kemih
83355370 presus-infeksi-saluran-kemihTracey Rompas
 
PPT Lapsus-Nasywa Maharani Yudiantara-2130912320016.pptx
PPT Lapsus-Nasywa Maharani Yudiantara-2130912320016.pptxPPT Lapsus-Nasywa Maharani Yudiantara-2130912320016.pptx
PPT Lapsus-Nasywa Maharani Yudiantara-2130912320016.pptxMuhammadHalilGibran
 
106418371 case-ika-epilepsi
106418371 case-ika-epilepsi106418371 case-ika-epilepsi
106418371 case-ika-epilepsihomeworkping7
 
ppt RESPONSI KEJANG DEMAM BANGLI.pptx
ppt RESPONSI KEJANG DEMAM BANGLI.pptxppt RESPONSI KEJANG DEMAM BANGLI.pptx
ppt RESPONSI KEJANG DEMAM BANGLI.pptxPanjiWageKosasih
 
Kasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus newKasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus newnurmegakurnia
 
128118124 skajdklasjdkljsldjaskldjaklsjdlkasjdlasjlbies-case-ok
128118124 skajdklasjdkljsldjaskldjaklsjdlkasjdlasjlbies-case-ok128118124 skajdklasjdkljsldjaskldjaklsjdlkasjdlasjlbies-case-ok
128118124 skajdklasjdkljsldjaskldjaklsjdlkasjdlasjlbies-case-okhomeworkping8
 
151297729 case-rds-hie
151297729 case-rds-hie151297729 case-rds-hie
151297729 case-rds-hiehomeworkping4
 
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anakhomeworkping7
 
225902788 case-sindroma-nefrotik
225902788 case-sindroma-nefrotik225902788 case-sindroma-nefrotik
225902788 case-sindroma-nefrotikhomeworkping10
 
Presentasi kasus nefrologi
Presentasi kasus nefrologiPresentasi kasus nefrologi
Presentasi kasus nefrologivyamignonette
 
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptxPPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptxssuser6a7917
 
Askep anak kejang demam
Askep anak kejang demamAskep anak kejang demam
Askep anak kejang demamEka Yuliana
 
115127030 case-saraf-by-chris-final
115127030 case-saraf-by-chris-final115127030 case-saraf-by-chris-final
115127030 case-saraf-by-chris-finalhomeworkping9
 

Similar to Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf (20)

236227596 case-dhf
236227596 case-dhf236227596 case-dhf
236227596 case-dhf
 
106418283 case-ika-epilepsi
106418283 case-ika-epilepsi106418283 case-ika-epilepsi
106418283 case-ika-epilepsi
 
83355370 presus-infeksi-saluran-kemih
83355370 presus-infeksi-saluran-kemih83355370 presus-infeksi-saluran-kemih
83355370 presus-infeksi-saluran-kemih
 
PPT Lapsus-Nasywa Maharani Yudiantara-2130912320016.pptx
PPT Lapsus-Nasywa Maharani Yudiantara-2130912320016.pptxPPT Lapsus-Nasywa Maharani Yudiantara-2130912320016.pptx
PPT Lapsus-Nasywa Maharani Yudiantara-2130912320016.pptx
 
106418371 case-ika-epilepsi
106418371 case-ika-epilepsi106418371 case-ika-epilepsi
106418371 case-ika-epilepsi
 
Kejang demam kompleks
Kejang demam kompleksKejang demam kompleks
Kejang demam kompleks
 
Bst dhf (guntur)
Bst dhf (guntur)Bst dhf (guntur)
Bst dhf (guntur)
 
ppt RESPONSI KEJANG DEMAM BANGLI.pptx
ppt RESPONSI KEJANG DEMAM BANGLI.pptxppt RESPONSI KEJANG DEMAM BANGLI.pptx
ppt RESPONSI KEJANG DEMAM BANGLI.pptx
 
Kasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus newKasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus new
 
128118124 skajdklasjdkljsldjaskldjaklsjdlkasjdlasjlbies-case-ok
128118124 skajdklasjdkljsldjaskldjaklsjdlkasjdlasjlbies-case-ok128118124 skajdklasjdkljsldjaskldjaklsjdlkasjdlasjlbies-case-ok
128118124 skajdklasjdkljsldjaskldjaklsjdlkasjdlasjlbies-case-ok
 
151297729 case-rds-hie
151297729 case-rds-hie151297729 case-rds-hie
151297729 case-rds-hie
 
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
 
Preskas+nutrisi+metabolik
Preskas+nutrisi+metabolikPreskas+nutrisi+metabolik
Preskas+nutrisi+metabolik
 
225902788 case-sindroma-nefrotik
225902788 case-sindroma-nefrotik225902788 case-sindroma-nefrotik
225902788 case-sindroma-nefrotik
 
Presentasi kasus nefrologi
Presentasi kasus nefrologiPresentasi kasus nefrologi
Presentasi kasus nefrologi
 
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptxPPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptx
 
REFKAS (2).docx
REFKAS (2).docxREFKAS (2).docx
REFKAS (2).docx
 
Askep anak kejang demam
Askep anak kejang demamAskep anak kejang demam
Askep anak kejang demam
 
208548844 case-fix
208548844 case-fix208548844 case-fix
208548844 case-fix
 
115127030 case-saraf-by-chris-final
115127030 case-saraf-by-chris-final115127030 case-saraf-by-chris-final
115127030 case-saraf-by-chris-final
 

Recently uploaded

Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosizahira96431
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikassuser1cc42a
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxCAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxPuskesmasTete
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxagussudarmanto9
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxmarodotodo
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanDevonneDillaElFachri
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAcephasan2
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptxgizifik
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxDianaayulestari2
 
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptxAyu Rahayu
 

Recently uploaded (20)

Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxCAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
 
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
 

Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf

  • 1. LAPORAN KASUS Ensefalopati Dengue RSUD Cengkareng Disusun oleh: dr. Maria Gabriella Ananta Pembimbing: dr. Hanny Dewajanti Penanggung Jawab: dr. Titos Ahimsa, Sp.PD-KGEH. RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA PERIODE NOVEMBER 2020 – AGUSTUS 2021
  • 2. 1 LEMBAR PENGESAHAN Laporan Kasus Ensefalopati Dengue Disusun oleh: dr. Maria Gabriella Ananta Telah disetujui dan disahkan oleh: Dokter Pendamping dr. Hanny Dewajanti
  • 3. 2 PENDAHULUAN Infeksi dengue merupakan masalah kesehatan global. Dalam beberapa tiga dekadi terakhir, terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di berbagai negara yang dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari 1%. Kejadian luar biasa penyakit telah sering dilaporkan dari berbagai negara. Penyakit degue terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis dengan skitar 2,5 milyar penduduk mempunyai rissiko untuk terjangkit penyakit ini. Diperkirakan setiap tahunnya sekitar 50 juta masnusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 diantaranya memerlukan rawat inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia Tenggara dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan daerah endemis, Indonesia bersama dengan Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste termasuk ke dalam kategori endemik A (endemik tinggi). Di negara tersebut penyakit dengue merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian anak.1 Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD), DBD sampai DBD disertai syok (sindrom syok dengue = SSD). Sejak tahun 1976, kasus dengue dihubungkan dengan keterlibatan beberapa organ vital yang mengarah ke manifestasi yang tidak lazim (unusual) atau yang tidak normal (atypical), dan sering berakibat fatal. Ada beberapa peneliti mengklasifikasikan unusual manifestation infeksi virus dengue berupa keterlibatan susunan saraf pusat (SSP), gagal fungsi hati, gagal fungsi ginjal, infeksi ganda dan kondisi yang memperberat. Pengamatan terbaru menunjukkan bahwa profil klinis DBD berubah dan bahwa manifestasi neurologis lebih sering dilaporkan.2
  • 4. 3 BAB I ILUSTRASI KASUS 1.1 IDENTITAS Nama : An. SAF Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Lahir : 05 - 06 - 2009 Usia : 12 tahun Agama : Islam Nomor Rekam Medis : 55 - 23 - 67 Alamat : Cengkareng, Jakarta Barat Tanggal Pemeriksaan : 27 Mei 2021 1.2 ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dari ayah dan ibu pasien di IGD Umum RSUD Cengkareng Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan sejak tanggal 24/05/2021 dimana suhu tubuh pasien mendadak tinggi. Demam dirasakan sepanjang hari dengan suhu naik turun. Menurut ibu pasien, demam dirasakan memberat pada sore hingga malam hari dan membaik setelah mengkonsumsi obat penurun panas. Sejak 2 hari SMRS ibu pasien metakan bahwa pasien cenderung begong dan sulit untuk diajak kominikasi. Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah sebanyak 2x hari ini. Muntah dikatakan cair dengan sedikit ampas, volume sekitar satu gelas. Keluhan lain seperti batuk, pilek, nyeri tenggorokan, BAB cair, nyeri perut, nyeri sendi, dan nyeri kepala disangkal.
  • 5. 4 Keluhan lain gusi berdarah tidak dirasakan pasien. Nafsu makan pasien berkurang, namun pasien masih dapat makan dan minum. Pasien tampak gelisah, dan cenderung tidur. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Tidak memiliki riwayat asma, riwayat atopi. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi pada keluarga. Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien tinggal di rumah bersama ibu, ayah, tante, kakek, nenek dan adiknya. Ayah bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tidak ada anggota keluarga yang merokok, tidak memelihara binatang di rumah. Rumah pasien merupakan rumah pribadi dengan ventilasi yang baik, pencahayaan yang cukup, rumah selalu dibersihkan. Tidak ada genangan air, namun terdapat bak penampungan air dirumah yang terkadang dibirkan terbuka. Tidak ada baju-baju yang tergantung di rumah dan tidak banyak nyamuk. Tetangga pasien ada yang memiliki gejala yang sama dan dirawat di rumah sakit dengan diagnosa demam dengue. Kesan : Riwayat sosial dan kondisi lingkungan kurang baik, riwayat ekonomi menengah. Ada tetangga yang mengalami gejala yang serupa. Riwayat Kehamilan dan Persalinan : Kehamilan berjalan normal, pasien lahir secara normal, cukuo bilan, ditolong oleh bidan di puskesmas. Setalah lahir pasien langsung menangis dan tidak masuk perawatan intensif. Riwayat Tumbuh Kembang : Pertumbuhan dan perkembangan pasien baik, sesuai dengan teman seusianya, pasien tidak mengalami ketertinggalan di sekolah.
  • 6. 5 1.3 PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang Kesadaran : Somnolen, GCS : E3M5V2 Antopometri : BB : 40 kg TB : 148cm Tanda Vital Laju Nadi : 120 x/menit Laju Napas : 24 x/menit Suhu : 38,00 Celcius Tekanan darah : 110/80 mmHg SpO2 : 99% room air Head to toe examination Kulit : kulit normal, berwarna coklat Kepala : Normochephali, jejas (-), tidak tampak kelainan Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm/3mm, refleks cahaya +/+, edema palpebra +/+ Leher : Jejas (-), pembesaran KGB (-), Pembesaran Thyroid (-) THT : Telinga à hiperemis (-), nyeri tekan tragus (-), Serumen(-) Hidung àperrnafasan cuping hidung (-/-), deviasi septum(-), perdaharan (-/-), mucus (-/-) Tenggorokan à faring dan tonsil hiperemis(-/-), Tonsil T1- T1 Thorax : Cor • Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat • Palpasi : Iktus cordis teraba • Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan • Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo • Inspeksi : Permukaan & gerakan dada simetris, jejas (-), retraksi (-) • Palpasi : Vokal fremitus sama pada semua lapang paru, krepitasi (-) • Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
  • 7. 6 • Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-) Abdomen : • Inspeksi : Flat, tidak didapatkan jejas • Auskultasi : BU (+) normal • Perkusi : timpani (+) • Palpasi : Supel, turgor kulit kembali dengan cepat (< 2 detik), massa(-), Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan Extremitas : Akral hangat, edema -/- , petechiae (-) Pemeriksaan Neurologis : • Saraf Kranial a. Nervus I Olfaktorius : Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif b. Nervus II Optikus c. Nervus III Okulomotorius Kanan Kiri Ketajaman penglihatan Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai –tidak kooperatif Menilai warna Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan Medan penglihatan Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Kanan Kiri Ptosis - - Gerakan mata ke media Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Gerakan mata ke atas Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
  • 8. 7 d. Nervus IV Troklearis e. Nervus V Trigeminus Gerakan mata ke bawah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Bentuk Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor Reflek Cahaya Langsung + + Reflek Cahaya Tidak Langsung + + Reflek Akomodatif Tidak dilakukan Tidak dilakukan Strabismus Divergen Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Diplopia Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Kanan Kiri Gerakan mata ke lateral bawah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Strabismus konvergen Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Diplopia Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Kanan Kiri Bagian Motorik Menggigit Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Membuka mulut Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Bagian Sensorik
  • 9. 8 f. Nervus VI Abdusen g. Nervus VII Fasialis Ophtalmik Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Maxilla Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Mandibula Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Reflek Kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan Kanan Kiri Gerakan mata ke lateral Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Strabismus konvergen Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Diplopia Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Kanan Kiri Fungsi Motorik Mengerutkan dahi Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Mengangkat alis Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Memejamkan mata + + Menyeringai Tidak dapat dinilai Tidak dapat
  • 10. 9 h. Nervus VIII Vestibulokoklearis i. Nervus IX dan X Glossofaringeus dan Vagus – tidak kooperatif dinilai – tidak kooperatif Mengembungkan pipi Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Mencucukan bibir Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Reflek Glabella - - Chovstek - - Fungsi Pengecapan 2/3 depan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan Kanan Kiri Mendengar suara berbisik Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan Nistagmus - - Past Pointing - - Kanan Kiri Arkus faring Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Uvula Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Refleks muntah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tersedak Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Disartria Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Daya kecap 1/3 lidah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
  • 11. 10 j. Nervus XI Aksesorius k. Nervus XII Hipoglosus Mengangkat bahu Menoleh Kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai Kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai Menjulurkan lidah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Atrofi - Artikulasi Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif Tremor Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
  • 12. 11 1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG • Laboratorium 27 Mei 2021 Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Hemoglobin 14.6 g/dL 11.8 - 15.0 g/dL Leukosit 2.7 /mL 4.5 - 13.5 Trombosit 33/mL 154 - 442 Hematokrit 42% 33 - 45% Diff Count Basofil 0% 0 - 1 Eosinofil 0% 2 - 4 Batang 0% 3 - 5 Segmen 43% 50 - 70 Limfosit 44% 25 - 40 Monosit 13% 2 - 8 CRP Kwantitatif CRP Kwantitatif 1.42mg/dL <= 0.3 Antigen SARS - CoV-2 (rapid) Antigen SARS - CoV-2 (rapid) Negatif Negatif Elektrolit Natrium 127 mmol/L 136 - 146 mmol/L Kalium 2.6 mmol/L 3.5 - 5.0 mmol/L Chlorida 91 mmol/L 98 - 106 mmol/L Glukosa Glukosa Strep 113 <110 DHF IgG & IgM Dengue IgM Negatif Negatif Dengue IgG Positif Negatif
  • 13. 12 • Radiologi Xray Thorax PA Kesan : infiltrat di kedua lapang paru sugestif ec non spesifik proces 1.5 ASSESMENT Diagnosa IGD : Obs Febris ec susp DHF grade I Diagnosa DpJp : Ensefalopati Dengue + Elektrolit Imbalans 1.6 DIAGNOSIS BANDING • Dengue Syok Syndrome • Ensefalopati Metabolik
  • 14. 13 1.7 MANAGEMENT • Pemeriksaan Lab : hema I, diff count, CRP, elektrolit, IgM dan IgG dengue • Xray thorax PA • Swab Antigen • Injeksi omeprazole 1x1amp • Konsul dr. Iskandar SpA : - NaCl 3% 200cc dalam 8 jam - RL 2000cc/24 jam + KCL 30 meq/24 jam - OMZ 1x40mg - Sucralfat 3x1 Cth - Paracetamol 3x400mg iv - Diet biasa - RL/8jam - evaluasi tanda - tanda syok
  • 15. 14 BAB II PEMBAHASAN 1. DEFINISI Ensefalopati dengue adalah gangguan sistem saraf pusat berat pada infeksi dengue baik pada Demam Berdarah Dengue (DBD) atau pada Demam Dengue (DD) akibat kebocoran plasma dan sebagai komplikasi dari syok berkepanjangan, tetapi dapat juga terjadi tanpa disertai dengan syok. Krena sifatnya yang semnetara, beberapa teori mengatakan bahwa kejadian ini dapat disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah otak seentara akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue sapat menembus sawar darah otak, namun sangat arang dapat menginfeksu jaringan otak. Dikatakan juga bahwa keadaan enf=sefalopati berhubungan dengan gagal hati akut. 2 2. EPIDEMIOLOGI Keterlibatan neurologis terjadi pada 4% -5% dari kasus DBD. Kejadian infeksi dengue pada pasien dengan dugaan sistem saraf (CNS) infeksi sentral tercatat berkisar dari 4,2% di Vietnam Selatan, 13,5% di Jamaika. Dalam sebuah penelitian frekuensi dengue ensefalitis antara 401 pasien dengan infeksi sistem saraf pusat yang diduga virus ditemukan menjadi 6,9%. Manifestasi neurologis lain dari demam berdarah meliputi; meningits (34%), kejang (11%), acute flaccid paralysis dan sindrom Guillain-Barré (4%).2-4 Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahun- tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan. 2-4 Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang paling sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%.2-4
  • 16. 15 3. ETIOLOGI Ensefalopati dengue dapat disebabkan oleh5,6 : • Syok berat akibat syok yang berkepanjangan dengan perdarahan/kelebihan cairan • Gangguan metabolisme seperti sindrom reye • Penggunaan obat hepatotoksik • Penyakit hati yang mendasari seperti karier hepatitis b atau thalasemia • Gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremia dan hipokalsemia, hipoksemia, hipoglikemia • Perdarahan intrakranial • Edema serebral • Gagal hati atau gagal ginjal atau keduanya. • Studi menunjukkan infeksi sekunder lebih sering menyebabkan ensefalopati dengue daripada infeksi primer. 4. MANIFESTASI KLINIS Virus dengue merupakan famili Flaviviridae yang dapat menyebabkan ensefalopati. Ensefalopati dengue termasuk sala satu komplikasi dari demamberdarah dengue yang jarang terjadi. Ensefalopati dengue dapat memberikan gejala klinis ensefalopati dan infeksi dengue. Infeksi dengue akan memberikan manifestasi klinis berupa trombositopenia, peningkatan enzim hati dan demam. Keterlibatan sistem saraf pusat akan menyebabkan depresi sensorik, letargi, somnolen, coma, kejan, paresis dan kaku kuduk. Gangguan neurologi yang berhubungan dengan infeksi dengue dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu2,7 :
  • 17. 16 • Gejala klasis infeksi akut berupa; Sakit kepala, pusing, delirium, gelisah dan depresi • Ensefalitis dengan infeksi akut; depresi sensori, letargi, confuse, somnolen, koma, kejang, kaku kuduk dan paresis • Gangguan post-infeksi; epilepsi, tremor, anemia, demensia, manic psychosis, Bell's palsy, Reye's syndrome, dan meningoencephalitis. 5. PATOGENESIS Virus dengue yang masuk akan dibawa oleh sel dendritik kulit menuju nodus limfatikus dan menginfeksi monosit, bereplikasi, kemudian menyebar dalam darag dan organ lain. Mekanisme infeksi dengue yang melibatkan susunan saraf pusat (SSP) masih belum jelas diketahui, tetapi beberapa penelitian menunjukkan lesi jaringan mungkin akibat sifat neurotropik dengue, perdarahan kapiler, disseminated intravascular coagulation (DIC), dan gangguan metabolisme. Salah satu penyebab untama ensefalitis adalah akibat infeksi dan demam dengue (DD). Tiga cara infeksi dengue menimbukan gangguan neurologis;8 • Invasi langsung virus menimbulkan ensefalitis, meningitis, mielitis, miositis, dan rabdomiolitis • Ensefalopati sekunder akibat gangguan metabolik seperti syok berkepanjangan, hiponatremia, asidosis, gangguan hati dan ginjal akut • Sekel di awal maupun akhir pasca-infeksi, seperti acute disseminated encephalomyelitis (ADEM) Invasi langsung ke SSP dapat menimbulkan tanda dan gejala beurologis awal pada fase viremia, didukung kerusakan sementara integritas sawar darah otak dan infiltrasi makrofag yang terinfeksi. Poses apoptosis neuron yang berkaitan dengan iskemia otak berat juga ditemukan pada infeksi DEN-2 dan DEN-3. Pada infeksi DEN-3 genotip 1 dijumpai berkurangnya leukositosis, ditemukan kosentrasi virus viabel dalam otak, peningkatan kadar interferon gamma, interleukin (IL)-6, dan protein 1 yang menarik monosit secara kimiawi. Penggantian asam amino aspartat-67 dengan aspargian-67 pada rantai ARN dengue berhubungan dengan lebih tingginya muatan negatif elektrostasis kapsul dan terdapat pada rantai virus penyebab ensefalitis. Aspargin dalam bentuk
  • 18. 17 aspargin-67 tergikosilasi ditemukan pada 93% DEN-2, menyebabkan manifestasi pada perdarahan demam berdatah dengue (DBD). Pergantian asam amino rantai ARN berperan terhadap sifat neurovirulensinta. Predisposisi genetik inang merupakan faktor neuromielitis optik (NMO) pada kasus pasca-infeksi ADEM. Mekanisme Neuroinflamasi 8 Saat dengue berkaitan dengan antibodi, terjadi mekanisme respons imun bawaan dan adaptif yang melibatkan sel pembunuh alamiah ataupun sel imun lainnya mengaktivasi sel helper berubah menjadi Th-17 dan Th-9 merusak sawar darah otak, sehingga memungkinkan sel imun dan mediator inflamasi menyebabkan neuroinflamsai di otak. Aktivitas mikroglia merupakan mekanisme penting, didukung penemuan sel T CD8+ dalam SSP yang tediagnosis ensefalitis vitus. Sejumlah perahanan tubuh terhadap dengue, yaitu heat shock factor-1 sebagai antivirus, humman heme oxygenase-1 sebagai fator dari sel inang yang penting terhadap proses replikasi dengue, dan sasaran terhadap miARN ganda mampu menurunkan virulensi dengue dalam otak. Gambar 1. Proses Neuroinflamasi Virus Dengue
  • 19. 18 Respons Imun Bawaan8 Sejumlah bukti mendukung adanya respons imun bawaan yang berperan dalam aktivasi dan perkembangan neuroinflamasi akibat infeksi virus dengue, seperti keterlibata makrofag, monosit, dan sejumlah mediator sistem imun lainnya. Pada tahap awal infeksi, sel pembunuh alamiah bertugas memeriksa sekaligus menghancurkan sel yang terinfeksi dengue, sel endotel yang terinfeksi dengue menstimulasi aktivitas respons imun bawaan. Adanya perubahan pada tingkat ekspresi reseptor juga diamati terjadi selama infeksi dengue. Dalam suaru studi menggunakan tikus, protein NS1 berperan menginvasi respons imun bawaa dengan cara memengaruhi sel mast dan dapat menimbulkan komplikasi berat di otak. Respons Imun Adaptif8 Kadar serum IL-4 dan IL-10 menungkat signifikan. Pertanda sCD163 berguna sebagai blodmarker identifikasi kasus dengue berat. DEN-3 yang diinjeksikan ke intrakranial tikus meningkatkan infiltrasi sel T CD8=, DC4=, dan neutrofil. Dalam studi menunggunakan tikus, sejumlah sel imun yang reaktif terhadap NS3 ditemukan di seluruh otak dan menyebabkan perubahan perilaku sebelum tikus mati. Reaksi serupa juga terhadu saar menggunakan dengue DEN-2. Gambar 2. Mekanisme respons imun bawaan dan adaptif dalam neuroinflamasi dengue
  • 20. 19 6. DIAGNOSIS Penegakkan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat sangat penting dalam tatalaksana klinis, surveillans, penelitian, dan uji klinis vaksin.9,10 • Isolasi virus Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2 dan BHK21). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya dapat dilakukan pada enam hari pertama demam. • Deteksi antigen IgM dan IgG Untuk mendeteksi antibodi (IgM dan IgG) penggunaan ELISA (Enzyme- Linked Immunosorbent Assay) merupakan cara yang paling banyak digunakan, cara ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.13 Serum antibodi IgM dapat dideteksi dengan tingkat sensitivitas 96% dan tingkat spesifisitas 97%. Sementara IgG muncul dengan titer yang rendah pada awal gejala dan meningkat secara perlahan pada akhir minggu pertama dari onset penyakit. IgM anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah hari ke sembilan puluh. Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam serum. Kinetik NS1 antigen virus dengue dan IgG serta IgM anti dengue, merupakan petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan dan untuk membedakan antara infeksi primer dengan infeksi sekunder. • Deteksi Antigen NS1 (Non-struktural 1) Protein ini muncul saat awal gejala dan dapat bertahan hingga hari ke-14 setelah infeksi. Pemeriksaan antigen ini memiliki tingkat sensitivitas 90% dan spesifisitas 100%. • RT-PCR (Reverse Transcription followed by Polimerase Chain Reaction) RT-PCR merupakan bagian dari test asam nukleat. Cara ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi materi genetik dari virus dengue. Cara ini diperkirakan memiliki tingkat sensitivitas lebih baik dari isolasi virus pada
  • 21. 20 kultur sel. Tingkat sensitivitasnya dapat mencapai 93% hingga 100%, tergantung pada jenis serotip yang diperiksa. • Pemeriksaan pada Ensefalopati dengue Ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang. Ensefalitis dengue dapat dijumpai virus dengue atau dari jaringan otak. Gambar 3. Analisa dan interpretasi pemeriksaan CSF pada infeksi dengue 7. TATALAKSANA Penatalaksanaan ensefalopati dengue terutama untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial (TIK); beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain11,12 : • Cairan tidak diberikan dalam dosis penuh, melainkan cukup 4/4 - 4/5 dosis untuk mencegah terjadinya atau memperberat edema otak selama fase pumulihan dari syok. • Pada ensefalopati dengue, cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah teratasi, cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3 - , larutan laktat ringer dextrosa segera di ganti dengan larutan NaCl (0.9%): glukosa (5%) = 3:1. • Untuk mengurangi edema pada otak, dapat diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna atau perdarahan masif sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Kortikosteroid yang dapat digunakan adalah dexametason 0,15mg/kgBB IV setiap 6-8 jam • Jika terdapat peningkatan hematokrit da kebocoran plasma berat dapat diberikan cairan koloid
  • 22. 21 • Diuretik dapat diberikan jika terjadi gejala overload • Posisi pasien dengan kepala 30o • Intubasi dini untuk mencegah hipercabnia dan melindungi jalan nafas, pemberian oksigen yang adekuat untuk melindungi jalan nafas • Menurunkan produksi amonia dengan cara : memberikan laktulosa 5-10ml /6jam pada diare osmitik, antibiotik lokal untuk flora usus tidak diperlukan jika telah diberikan antibiotik sistemik • Mempertahankan gula darah apda kadar 80-100mg/dL. Infus glukosa direkomendasikan 4-6mg/kg/jam • Koreksi ketidakseimangan asam basa dan elektrolit • Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10mg selama 3 hari (3mg untuk <1 tahun, 5mg <5 tahun, 10mg >5 tahun) • Dapat diberikan fenobarbital, feitoin, dan diazepam intravena untuk mengontrol kejang • Transfusi darah yang dianjurkan adalah packed red cell (PRC). Transfusi trombosit, fresh frozen plasma (FFP) dapat menyebabkan overload cairan dan peningkatan TIK • Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75mg/kgBB/hari) • Diusahakan untuk menghindari penggunaan obat - obatan yang tidak diperlukan seperti antasid dan anti muntah untuk mengurangi beban detoksifikasi obat di hati. • Dapat diberikan H2-blockers atau proton pump inhibitor untuk mencegah terjadinya perdarahan gastrointestinal • Pertimbangkan plasmaferesis dan hemodialisis jka mengalami perburukan
  • 23. 22 8. PROGNOSIS Pada ensefalopati dengue sebagian pasien akan pulih seperti semula, sedangkan sisanya akan mengalami gejala sisa seperti kelemahan dan kejang. Ensefalitis dengue yang disertai gejala neurologis membutuhkan waktu pemulihan yang cukup lama. Kelemahan dapat terjadi pada pasien dengan kelumpuhan saraf.13 Mortalitas ensefalopati dengue yang pernah dilaporkan di Denmark adalah sebesar 22% dari jumlah keseluruhan pasien yang didiagnosis. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Pakistan, di dapatkan sebanyak 20% kematian pasien yang didiagnosis dengan ensefalopati dengue dan 5% kematian pasien dengan perdarahan intaserebral.13
  • 24. 23 DAFTAR PUSTAKA 1. Sumarmo S; Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2012 2. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak edisi 2. Jakarta, EGC 2008; 122-49. 3. Tripathi P, Kumar R, Tripathi S, Tambe J, Venkatesh V. Descriptive epidemiology of dengue transmission in Uttar Pradesh. Indian Pediatr J 2012;45:315-8. 4. Sumarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Buku ajar infeksi & Pediatri Tropis edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2011; 155-81. 5. Solomon T, Dung NM, Vaughn DW, Kneen R, Thao LT, Raengsakulrach B, dkk. Neurological manifestations of dengue infection. Lancet 2012; 355: 1053-9. 6. Mendez A, Gonzalez G. Abnormal clinical manifestations of dengue hemorrhagic fever in children. Biomedica 2012;26:61-70. 7. Varatharaj, A. Encephalitis in the clinical spectrum of dengue infection. United Kingdom; Neuropathology Group Oxford University; 2010; 585-591. 8. Kurniawan, D. and Setiawan, A., 2020. Ensefalitis Dengue - Tinjauan Klinis. CKD-284, [online] 47(3), pp.186-187. Available at: <http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/369> [Accessed 20 July 2021]. 9. Rahadinegoro, SR, Ismoedijanto M dan Alex C. Pedoman diagnosis dan tata laksana infeksi virus dengue pada anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014 10. Sohler MP, Rosadas C, Castro MJC. Neurological complications in dengue infection: a review for clinical practice. Rio de Janiero. 2013: 71(9-B): 667- 671. 11. Lardo, S. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit. Sub SMF/ Devisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Indonesia. CDK-208/vol.40 no 9,th. 2013.
  • 25. 24 12. Sumarmo S; Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2012. 13. Tropical Medicine and Health Vol. 39 No. 4 Supplement, 2011. The Japanese Society of Tropical Medicine. Review TMH Clinical Manifestations and Management of Dengue/DHF/DSS.