SlideShare a Scribd company logo
1 of 52
1
Get Homework/Assignment
Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : MH
Umur : 12 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Tn. H
Nama Ibu : Ny. DE
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Luar kota
MRS : 5 September 2013
B. ANAMNESA
(Alloanamnesis dengan ibu penderita, 6 September 2013)
2
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Keluhan Tambahan : Demam, kejang
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak ± 8 hari SMRS, penderita mengalami demam, demam tinggi terus
menerus. Penderita tidak batuk, tidak pilek, mual muntah tidak ada, BAB dan
BAK biasa. Penderita dibawa berobat ke dokter umum lalu panas turun.
Sejak ± 4 hari SMRS penderita demam tinggi terus menerus, tidak mual,
tidak muntah, tidak batuk, dan tidak pilek, BAB cair tidak ada, BAK biasa.
Penderita mengeluh leher bagian belakang terasa sakit, kejang umum tonik
klonik, 1-2x/hari, post ictal anak menangis. Penderita lalu dibawa berobat ke
RSUD Tj. Enim 1 hari SMRS, penderita mengalami kejang frekuensi 3-
4x/hari lama kejang 1-2 menit, post ictal pasien tidak sadar lalu dirujuk ke
RSMH dan dirawat di bagian anak RSMH Palembang.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat kejang sebelumnya disangkal
- Riwayat trauma jatuh tergelincir di sungai, kepala bagian belakang
terbentur.
- Riwayat batuk berulang (-)
- Riwayat kontak dengan penderita TB (-)
- Riwayat sering berkeringat pada malam hari (-)
- Riwayat sering demam sejak 1 bulan yang lalu (+)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
- Riwayat kejang dalam keluarga tidak ada
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Cukup bulan
Partus : Spontan (G1P0A0)
Ditolong oleh : Dukun
3
Tanggal : 9 Maret 2001
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan lahir : 47 cm
Keadaan saat lahir : Langsung menangis
Riwayat Makan
ASI : Lahir – 6 bulan
Susu Botol : 6 bulan – 1 tahun
Bubur Nasi : 6 bulan – 1 tahun
Nasi : 1 tahun - sekarang
Riwayat Perkembangan
Berbalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak : 6 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 1 tahun
Berbicara : 1 tahun
Kesan : Perkembangan motorik dalam batas normal
Riwayat Imunisasi
BCG : 1 kali
DPT : 3 kali
Polio : 3 kali
Hepatitis B : 3 kali
Campak : 1 kali
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
4
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak pertama dari pasangan Tn H berumur 45 tahun,
pendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai petani dengan Ny DE berumur 27
tahun, pendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Penghasilan perbulan rata – rata Rp 1.000.000 – 1.500.000. Kesan : Sosial
ekonomi menengah ke bawah.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 6 September 2013
Keadaan Umum
Kesadaran : somnolen
Nadi : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,7 °c
Berat Badan : 30 kg
Tinggi Badan : 142 cm
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Dispnea : tidak ada
Edema : tidak ada
Status Gizi : BB/U : 30/42 x 100% = 71,4%
PB/U : 142/152 x 100% = 93,4%
BB/PB : 30/36 x 100% = 83,3%
Kesan : gizi kurang
Keadaan Spesifik
 Kepala
Bentuk : Normosefali , simetris, lingkar kepala 51 cm
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
5
Mata : Cekung (-), Pupil bulat isokor ø 3 mm, reflek cahaya +/+
normal, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema
palpebra -/-
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-).
Telinga : Sekret (-)
Mulut : mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).
Tenggorokan : T1-T1 hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.
 Thorak
Paru-paru
 Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi subcosta (-)
 Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-), stridor (-)
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, voussure cardiac tidak terlihat.
 Palpasi : Thrill tidak teraba, iktus tidak teraba
 Perkusi : Dalam batas normal
 Auskultasi : HR: 130 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur (-
), gallop (-).
 Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
6
 Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-)
 Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-),
edema pretibial (-)
Pemeriksaan Neurologis
 Fungsi motorik
Pemeriksaan Tungkai
Kanan
Tungkai
Kiri
Lengan
Kanan
Lengan
Kiri
Gerakan Cukup Cukup Cukup cukup
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflek fisiologis Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Reflek patologis Babinsky + Babinsky + - -
 Fungsi sensorik : Dalam batas normal
 Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal
 GRM : Kaku kuduk (+) , Brudzinsky I, II (-), Kernig sign
(-)
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
06 September 2013
Pemeriksaan Hematologi
No Parameter Hasil Rujukan
1 Hb 11,7 g/dl 12.0 – 14.4 g/dL
2 Leukosit 9000 / mm3 6.000-17.500 / mm3
3 Hematokrit 35% 36 – 42 %
7
4 Eritrosit 3.700.000 / mm3 5.330.000-5.470.000 / mm3
5 Trombosit 234.000 / µL 150.000 – 450.000 / µL
6 LED 83 mm/jam < 15 mm/jam
7 Diff count 0/2/0/54/31/13 0-1/1-6/2-6/50-70/25-40/2-8
8 Glukosa sewaktu 110 mg/dl <200 mg/dl
9 Kreatinin 0,34 mg/dl 0,53-0,79 mg/dl
10 Ureum 36 mg/dl 16,6 – 48,5 mg/dl
11 Na 140 mEq/L 135-155 mEq/L
12 K 4,4 mEq/L 3,6-5,5 mEq/L
13 Cl 103 mEq/L 18-320 mEq/L
14 Ca 9,3 mg/dl 8,4-10,4 mg/dl
15 CRP Kualitatif Positif Negatif
16 CRP Kuantitatif 5 <5
Pemeriksaan LCS
(07 September 2013)
No Parameter Hasil Pemeriksaan Rujukan
LCS
Makroskopi
1 Volume 2 cc
2 Warna Bening Transudat : kekuningan
Eksudat : kuning sd merah
3 Kejernihan Jernih Transudat : jernih
Eksudat : keruh
4 Bau Tidak berbau Transudat : tidak berbau
Eksudat : berbau busuk
5 Berat jenis 1.020 Transudat : < 1.016
8
Eksudat : > 1.016
6 Bekuan Negatif Transudat : negatif
Eksudat : positif
7 pH 8,0 Transudat : 7,4-7,6
Eksudat : <7,3
Mikroskopi
8 Jumlah
leukosit
3,0 sel/µl Transudat : <500
Eksudat : >500
9 PMN cell 0 % Transudat : lebih sedikit
Eksudat : lebih banyak
10 MN cell 100 % Transudat : lebih banyak
Eksudat : lebih sedikit
11 Nonne Negatif Transudat : jernih
Eksudat : keruh
12 Pandy Negatif Transudat : jernih
Eksudat : keruh
13 Protein 0,1 g/dl Transudat : <2,5
Eksudat : >3
13 Protein 0,1 g/dl Transudat : <2,5
Eksudat : >3
14 LDH 40 U/L Transudat : <200
Eksudat : >200
15 Glukosa 89,4 mg/dl Transudat : = kadar di
serum
Eksudat : < kadar di serum
16 Klorida 131 mEq/L 98 – 107
Pemeriksaan Rontgen Thorax (6 September 2013)
9
Kesan : dalam batas normal
E. DIAGNOSIS BANDING
 Meningitis bakterialis
 Meningitis tuberculosis
 Meningitis aseptik/viral
 Ensefalitis virus
F. DIAGNOSIS KERJA
Meningitis bakterialis + Gizi kurang
G. PENATALAKSANAAN
 IVFD D5 ¼ NS , gtt 15 x / menit makro
 O2 canul 2 L/m
10
 Ampicilin 4 x 1 gr (iv)
 Kloramfenikol 3 x 750 mg (iv)
 Diet : 1800 kkal
 Rencana cek BTA
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
I. FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
6 September
2013
S: Keluhan : demam menurun, gelisah (+), muntah(+)
O: Keadaan Umum
Sens: E4M5V4
RR : 22 x/menit
N : 90 x/menit T : 37,8 oC
Keadaan spesifik
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat
isokor, ø 3 mm, reflek cahaya +/+ , edema
palpebra (-) , nafas cuping hidung (-).
11
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak : simetris, retraksi (-)
Cor : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-
)
Pulmo : vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik,
Status neurologikus
Fungsi Motorik
Pemeriksa
an
Tungkai
Kanan
Tungkai
Kiri
Lengan
Kanan
Lengan
Kiri
Gerakan Cukup Cukup Cukup Cukup
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflek
fisiologis
Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Reflek
patologis
Babinsky
+
Babinsky
+
- -
Fungsi sensorik : dalam batas normal
Fungsi nervi craniales : dalam batas normal
GRM : kaku kuduk (+)
M1 : Meningitis
M2 : Gizi kurang
P: IVFD D5 1/2 NS , gtt 15x / menit mikro
O2 canul 2 L/m
12
Ampicilin 4x1 g (iv)
Kloramfenikol 4x500 mg (iv)
Parasetamol syrup 10-15 mg/kgbb; 3 x ¾ cth (7,5ml),
bila T ≥ 38,5 0 C
Diet : 1800 kkal + 40 gr protein ( NB 3x1 porsi)
Rencana cek BTA I/II/III
Rencana LP + kultur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MENINGITIS
2.1.1 DEFINISI
Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meningen) termasuk
dura, arachnoid dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang
dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat
diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal
(LCS).3
13
Gambar 1. Meningitis
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi
terhadap patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko
terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun,
tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah
kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang
menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit
hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada
umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang
melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7
 Meningitis Bakterial
Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia
dan jenis pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada
neonatus tinggi dan meningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae
yang menyebabkan morbiditas pada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni
pada tahun pertama kehidupan, menurun pada pertengahan (mid life) dan
meningkat kembali di masa tua. Insidens lebih banyak pada kulit hitam. Bayi laki
– laki lebih sering terkena meningitis gram negatif, bayi perempuan lebih rentan
terhadap infeksi L.monocytogenes , sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS)
mengenai kedua jenis kelamin.8
14
Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun.
Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah.
Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000
kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih
tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan
E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus. Penyakit
ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40%
diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit
neurologis.9-11
 Meningitis Tuberkulosis
Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas
dan kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari
5% dari seluruh kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini
mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk.
Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena
morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai
pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih
rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam
usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian
berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18%
pasien yang normal secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis
tuberkulosis yang tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka
kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa.6,9,10
 Meningitis Viral
Insidens meningitis viral di Amerika serikat yang secara resmi dilaporkan
berjumlah lebih dari 10.000 kasus, namun pada kenyataannya dapat mencapai
75.000 kasus. Kekurangan dalam pelaporan data ini disebabkan oleh gejala klinis
yang tidak khas dan inabilitas beberapa virus untuk tumbuh dalam kultur.
Menurut data yang dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention
15
(CDC), pasien rawat inap dengan meningitis viral sekitar 25.000 – 50.000 tiap
tahunnya.12
Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk enterovirus, mumps
virus mumps (gondongan), virus measles (campak), virus varicella zoster (VZV)
dan HIV. Gejala meningitis dapat timbul hanya pada 1 dari 3000 kasus. Mumps
menyebabkan 10-20% meningitis dan meningoencephalitis di bagian negara
dimana akses vaksin sulit. Insidens 20 kali lebih besar pada tahun pertama
kehidupan. Pada neonatus lebih dari 7 hari, meningitis aseptik sering disebabkan
oleh enterovirus. Vaksinasi mengurnagi insidens dari meningitis oleh virus
mumps, polio dan measles. Virus mumps dan measles sering menyebabkan
meningitis pada anak usia sekolah sampai kuliah. Enterovirus 1,3 – 1,5 kali lebih
sering lebih sering menyebabkan meningitis pada laki-laki dibanding perempuan ,
sedangkan virus mumps 3 kali lebih sering menyerang laki-laki dibanding
perempuan. Menurut WHO tahun 1997, meningitis enteroviral dengan sepsis
merupakan penyebab tersering ke-5 kematian pada neonatus. Diluar periode
neonatal mortalitas kurang dari 1%, begitu juga dnegan morbiditasnya.12
Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa.
Di negeri tropis dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak
bergantung kepada musim seperti pada negeri beriklim dingin yang angka
kejadian tertingginya dijumpai pada musim panas dan musim rontok.9
2.1.3. ETIOLOGI
Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun
parasit :
 Virus :
Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara
alami tanpa pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat
terutama selama musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya
beberapa kasus saja yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang
dapat menyebabkan meningitis, yakni :
 Virus Mumps
16
 Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-
zoster, Measles, and Influenza
 Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)
 Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis
virus), disebarkan melalui tikus.5
 Bakteri :
Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang
dewasa muda di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningitides.
Meningitis disebabkan oleh bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus.
Bakteri penyebab meningitis juga bervariasi menurut kelompok umur.5
Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada
bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu,
Streptococcus group B, basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes).
Meningitis pada kelompok ini kadang -kadang dapat karena Haemophilus
influenzae dan patogen lain ditemukan pada penderita yang lebih tua.
Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan – 12 tahun biasanya karena H.
influenzae tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis.
Penyakit yang disebabkan oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur
namun seringkali terjadi sebelum usia 2 tahun.
Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan
Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter
diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.
Risk and/or Predisposing Factor Bacterial Pathogen
Age 0-4 weeks Streptococcus agalactiae (group B streptococci)
E coli K1
Listeria monocytogenes
17
Age 4-12 weeks S agalactiae
E coli
H influenzae
S pneumoniae
N meningitides
Age 3 months to 18 years N meningitidis
S pneumoniae
H influenza
Age 18-50 years S pneumoniae
N meningitidis
H influenza
Age older than 50 years S pneumoniae
N meningitidis
L monocytogenes
Aerobic gram-negative bacilli
Immunocompromised state S pneumoniae
N meningitidis
L monocytogenes
Aerobic gram-negative bacilli
Intracranial manipulation, including
neurosurgery
Staphylococcus aureus
Coagulase-negative staphylococci
Aerobic gram-negative bacilli, including
P aeruginosa
Basilar skull fracture S pneumoniae
H influenzae
Group A streptococci
CSF shunts Coagulase-negative staphylococci
S aureus
Aerobic gram-negative bacilli
Propionibacteriumacnes
Tabel 1. Bakteri penyebab tersering menurut umur dan faktor predisposisi 2
Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :3
a. 0 – 3 bulan :
Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasuk
bakteri, virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab
18
yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus
selain E.Coli ( Klebsiella, Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus
lain, jamur, nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob. Virus yang
sering seperti Herpes simplekx virus (HSV), enterovirus dan
Cytomegalovirus.
b. 3 bulan – 5 tahun
Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat,
penyakit yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri
penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti
N.meningitidis dam S.Pneumoniae. H. influenza tipe B masih dapat
dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi pada anak kurang dari 2
tahun yang belum mendapat imunisasi atau imunisasi yang tidak lengkap.
Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus
dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi
dan jika didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang
mendukung diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini
seperti enterovirus, HSV, Human Herpesvirus-6 (HHV-6).
c. 5 tahun – dewasa
Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti
N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat
menyebabkan meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup
usia ini. Meningitis virus pada grup ini tersering disebabkan oleh
enterovirus, herpes virus, dan arbovirus. Virus lain yang lebih jarang
seperti virus Epstein-Barr , virus lymphocytic choriomeningitis, HHV-6,
virus rabies, dan virus influenza A dan B.
19
Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi selain dapat
disebabkan oleh pathogen seperti di atas, harus juga dipertimbangkan oleh
pathogen lain seperti Cryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan HIV.
Tabel 3. Etiologi Meningitis pada Anak
2.1.4 PATOGENESIS
Meningitis Bakterial 1
Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :
1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti
faringitis, tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan
ini sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai
dengan kuman yang ada dalam cairan otak.
2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh
infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.
3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi
lumbal dan mielokel.
4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:
 Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau
oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir
 Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.
20
Gambar 2. Patogenesis Meningitis Bakterial
Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran
hematogen. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab
meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur
hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut :
1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)
2. Bakteri menembus rintangan mukosa
3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel
fagosit dan aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.
4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal
5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal
6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.
Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu
melampaui semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme
virulensi yang berbeda-beda, dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan
yang khusus pada satu atau lebih dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis
bacterial dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan,
bakteri penyebab dan lingkungan yang menunjang.
21
Faktor Host
Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:
1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis
dibandingkan dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan
meningitis, laki-laki dan wanita berbanding 1,7 : 1
2. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah
menderita meningitis disbanding bayi cukup bulan
3. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama
kehamilan, adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah
terjadinya sepsis dan meningitis
4. Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit,
defisiensi beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya
properdin serum, rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di
transfer melalui plasenta pada bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama
sekali tidak di transfer melalui plasenta), akan mempermudah terjadinya
infeksi atau meningitis pada neonates. Rendahnya IgM dan IgA berakibat
kurangnya kemampuan bakterisidal terhadap bakteri gram negatif.
5. Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia
atau dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital,
kekurangan sel B dan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya
meningitis
6. Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit
Hodgkin menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga
mempermudah terjadinya infeksi.
7. Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah
terjadinya infeksi
8. Malnutrisi
Faktor Mikroorganisme
Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri.
Mikroorganisme penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode
22
neonatal bakteri penyebab utama adalah golongan enterobacter terutama
Escherichia Coli disusul oleh bakteri lainnya seperti Streptococcus grup B,
Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella sp. Sedangkan pada
bayi umur 2 bulan sampai 4 tahun yang terbanyak adalah Haemophillus influenza
type B disusul oleh Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides. Pada
anak lebih besar dari 4 tahun yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia,
Neisseria meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis bakterial
adalah kuman batang gram negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter,
Klebsiella Sp dan Seprata Sp.
Faktor Lingkungan
Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan
sosial ekonomi rendah memgang peranan penting untuk mempermudah terjadinya
infeksi. Pada tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi
penularan. Adanya vektor binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu
predisposisi, untuk terjadinya leptospirosis.
Meningitis Tuberkulosis 9
Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran
tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena
terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan
biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum
tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid
(rich dan McCordeck). Kadang-kadang dapat juga terjadi per-kontinuitatum dari
mastoiditis atau spondilitis.
Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan
meningo-ensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak,
terutama batang otak (brain stem) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat
yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna
basalis dan mengakibatkan hidrocephalus serta kelainan saraf pusat. Tampak juga
kelainan pembuluh darah seperti Arteritis dan Phlebitis yang menimbulkan
23
penyumbatan. Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian
mengakibatkan perlunakan otak.
Meningitis Viral
Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan
masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan.
Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh
dengan beberapa cara:1
 Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan
atau organ tertentu.
 Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.
 Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah
pertama kali masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke
organ lain.
 Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput
lender dan menyebar melalui system saraf.
Berikut contoh cara transmisi virus :12
 Enterovirus : biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui
rute saluran respirasi
 Arbovirus : melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk
 Virus limfositik koriomeningitis – melalui kontak dengan tikus dan
sejenisnya ataupun bahan eksresinya.
Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik, melalui penelanan
enterovirus; pemasukan membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau HSV;
atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain.
Ditempat tersebut, mulai terjadi multiplikasi dan masuk alirann darah
menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada
sakit demam, sistemik, tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada
organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi
24
SSP disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai
otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf.
Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan
penghancuran jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh
reaksi hospes terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin
karena invasi virus secara langsung, sedangkan respon jaringan hospes yang hebat
mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler dan (3)
oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.1,7
Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen
atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang
diketahui. Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan
biasanya terbatas pada virus Herpes (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus
[VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh
mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi yang signifikan secara klinis. Hal
ini termasuk respon imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan blood-
brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada sistem organ awal ( seperti mukasa
sistem respiratorius atau gastrointestinal ) dan mencapai akses ke pembuluh darah.
Viremia primer memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen
dan kelenjar limfe / limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan
imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung
jawab dalam SSP . Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam
melawan pertahanan host.
Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya
dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler
atau melalui defek natural (area post trauma dan tempat lainyang kurang BBB).
Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear
(PMN) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti
kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSS telah
dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam
melawan beberapa virus.
25
Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP
dengan transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis
HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa
oleh serat olfaktori ke basal frontal dan lobus temporal anterior.
2.1.5 MANIFESTASI KLINIS
Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari
demam, sakit kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa
gejala lain, seperti :
 Mual
 Muntah
 Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
 Perubahan atau penurunan kesadaran
 Kejang
Meningitis Bakterial
Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9
1. Gejala infeksi akut.
a. Lethargy.
b. Irritabilitas.
c. Demam ringan.
d. Muntah.
e. Anoreksia.
f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).
g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).
2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.
a. Muntah.
b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).
c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)
d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.
e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.
26
f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.
g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis,
Strabismus.
h. Crack pot sign.
i. Pernafasan Cheyne Stokes.
j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang
lebih besar).
3. Gejala rangsangan meningeal.
a. Kaku kuduk positif.
b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala
di atas terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan
punggung.
Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat
diandalkan sebagai diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu
dilakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).
Gambar 3. Tanda Brudzinski dan Gambar 4. Tanda Kernig
27
Gambar 5. Manifestasi klinis pada bayi / neonatus
Gambar 6. Manifestasi klinis pada anak dan dewasa
Meningitis Tuberkulosis 9,10
Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata
walaupun selaput otak sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis
miliaris sehingga pada penyebaran miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal
walaupun gejala meningitis belum tampak.
28
Meningitis Viral 5,9
Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat
sembuh alami tanpa pengobatan yang spesifik.
Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang-
kadang didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan
pada anak besar ialah panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku
kuduk. Gejala lain yang dapat timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah,
penurunan kesadaran, nyeri pada kuduk dan punggung, fotophobia, parestesia,
myalgia. Gejala pada bayi tidak khas. Bayi mudah terangsang dan menjadi
gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang didapati.
Bila penyebabnya Echovirus atau Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan
panas yang akan menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku
kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski kadang-kadang positif.
Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti :
 Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus
 Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari
campak dan enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan
herpangina dari infeksi coxsackie virus A
 Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV
29
 Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV
atau HIV
 Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps
2.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pungsi Lumbal 1
Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling
sering dilakukan pada segala umur, dan relatif aman
Indikasi
1. Kejang atau twitching
2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI
3. Koma
4. Ubun-ubun besar membonjol
5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
6. TBC milier
7. Leukemia
8. Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis
9. Sepsis
Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya
dah pada pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan
dilakukan pada meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis.
Cairan serebrospinal dikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit
kepala dan sakit pinggang. Pungsi lumbal berulang-ulang juga dilakukan pada
tekanan intrakranial meninggi jinak (beningn intracranial hypertension), pungsi
lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obat tertentu.
30
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah
sekitar tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya
proses desak ruang dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan
pembekuan yang belum diobati. Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga
karena infeksi (meningitis) bukan kontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan
hati-hati.
Gambar 7. Lumbal Pungsi
Pengukuran Tekanan Cairan Serebrospinal
Bila tusukan jarum pungsi lumbal tepat dan LCS mengalir keluar,
manometer pengukur tekanan LCS dihubungkan dengan pangkal jarum pungsi
lumbal tersebut. LCS dibiarkan mengalir mengisi manometer, dan tingginya
cairan yang mengisi manometer diukur dalam milimeter air. Nilai normal tekanan
LCS 50-200 mm pada keadaan tenang. Pada anak yang berontak, menangis atau
batuk tekanan akan meningkat.
31
Pemeriksaan LCS
Biasanya pada LP yang berhasil LCS yang keluar ditampung dalam botol
steril untuk pemeriksaan lengkap. Cairan yang keluar diperhatikan kejernihan dan
warnanya, kemudian ditentukan adanya protein yang meninggi dengan
menggunakan uji Pandy dan Nonne.
Pada uji Pandy 1-2 tetes LCS diteteskan ke dalam tabung reaksi yang
sebelumnya telah diisi dengan 1 ml larutan fenol jenuh (carbolic acid). Bila kadar
protein meninggi akan didapatkan warna putih keruh atau endapan putih dalam
tabung reaksi tersebut.
Pada uji Nonne, 0,5 ml LCS dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
sebelumnya telah diisi dengan 1 ml larutan amonium-sulfat jenuh. Bila kadar
protein LCS meningkat didapati cincin putih pada perbatasan kedua cairan
tersebut.
Pada kesempatan selanjutnya ditentukan jumlah dan diferensiasi sel, kadar
protein, glukosa dan kuman dengan preparat langsung maupun kultur. Pada
keadaan normal LCS berwarna jernih seperti akuadest, tetapi pada neonatus bisa
xantokrom.
Sel
Untuk menghitung jumlah sel LCS harus segar, harus sudah dihitung
dalam waktu 1 jam sesduah pungsi, karena jika terlalu lama sebagia sel menempel
di dinding tabung/botol, sebagian sudah lisis sehingga mempengaruhi
perhitungan. Jumlah sel leukosit normal pada bayi sampai umur 1 tahun adalah 10
sel/ µl, 1-4 tahun 8 sel/ µl, reamaj dan dewasa 2,59 ± 1,73 leukosit /µl. Eritrosit
biasanya tidak terdapat pada anak dan orang dewasa, kecuali pada pungsi
traumatik. Adanya sel neoplastik, plasmasit, sel stem dan eosinofil dalam LCS
selalu abnormal.
Sel eritrosit berlebihan dalam LCS menunjukkan adanya perdarahan atau
pungsi traumatik, untuk membedakannya segera lakukan pemutaran (centrifuge)
dan perhatikan supernatanya. Apabila supernatan berwarna xantokrom berarti
perdarah lama, jika jernih berarti pungsi traumatik.
32
Apabila terdapat peninggian jumlah sel dan terutama PMN, maka
kemungkinan pasien menderita meningitis bakterial, atau pada meningitis virus
dini atau neoplasma.di Bagian ilmu kesehatan anak FKUI dipakai patokan jumlah
sel LCS normal pada anak 20/3 per µl dan pada neonatus minggu pertama 100/3
per µl, tetapi tergantung juga pada keadaan klinis pasien dan diferensiasi sel.
Protein
Kadar protein normal 20-40 mg/dl. Kadar ini meningkat pada sindrom
Guillain Barre, tumor intrakranial atau intraspinal, perdarah intrakranial, penyakit
degeneratif dan meningitis.
Pada neonatus kadar protein agak lebih tinggi, yaitu 40-80 mg/dl pada
umur 0-2 minggu, dan 30-50 mg/dl pada umur 2-4 minggu. Pada neonatus dengan
berat badan lahir rendah kadar protein lebih tinggi lagi rata-rata 100 mg/dl. Kadar
protein yang tinggi pada neonatus mungkin disebabkan oleh fungsi sawar darah
otak yang belum matang dan adanya perdarahan-perdarahan kecil saat partus.
Glukosa
Kadar normal glukosa dalam LCS antara ½ - 2/3 kadar glukosa plasma,
biasanya 50-90 mg/dl. Bila memeriksa kadar glukosa LCS perlu pula ditentukan
kadar glukosa plasma dan kedua nilai ini dibandingkan. Bila kadar glukosa LCS
kurang dari 50% kadar glukosa plasma, maka dapat dikatakan bahwa kadar
glukosa dalam LCS merendah. Penurunan kadar glukosa dalam LCS didapati
pada pasien dengan meningitis bakterial, karsinomatosis selaput otak dan lain-
lain.
Mikroorganisme
Pemeriksaan mikroorganisme perlu dilakukan yang pertama-tama dengan
pewarnaan gram. Dengan melihat bentuk kuman dan gram dapat diduga
diagnosisnya secara cepat. Biakan LCS dalam media dan uji sensitivitas terhadap
obat dapat menentukan kuman penyebab yang sebenarnya dan obat yang serasi.
33
Meningitis bakterial 10
- Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan
elektrolit jika ada indikasi.
- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan etiologi :
 Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan Nonne (-)/(+) dan
Pandy (+)/(++).
 Jumlah sel 100-10.000/m3 dengan hitung jenis predominan
polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl. Pada
stadium dini jumlah sel dapat normal dengan predominan limfosit.
 Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat
tidak spesifik.
- Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap diberikan
pemberian antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai
diagnostik kecuali identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya senstitif)
- Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-
tanda peningkatan tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat
dilakukan asalkan berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat
meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi.
- Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan
gejala peningkatan tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang.
- Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat
atau curiga ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan
abses otak)
- Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan
umum.
34
Meningitis Tuberkulosis 10
- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula
darah. Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3).
Sering ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi
antidiuretik hormon yang tidak adekuat.
- Pungsi lumbal :
 Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom
 Jumalh sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500
sel/mm3. Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium
awal dapat dominan polimorfonuklear.
 Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun
dibawah 35 mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal
 Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap
dilakukan.
 Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal
ulangan dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.
- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) dan Latex particle agglutination dapat
mendeteksi kuman Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila
memungkinkan).
- Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat
menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma,
maupun hidrosefalus.
- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.
- Uji Tuberkulin dapat mendukung diagnosis
- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat
menunjukkan perlambatan gelombang irama dasar.9
35
Meningitis Viral
- Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan
- Pemeriksaan LCS merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan
penyebab meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan
dengan tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkanlesi intrakranial atau
hidrosefalus obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur LCSD tetap
kriteria standar pada pemeriksaan bakteri atau piogendari meningitis aseptic.
Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari meningitis bakteri dapat timbul
dengan pewarnaan gram negative dan maka timbul aseptic. Hal berikut ini
merupakan karakteristik LCS yangdigunakan untuk mendukung diagnosis
meningitis viral:
 Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000x
109/L darah telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear
predominan merupakan aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama
pada 12-24 jam pertama; hitung sel biasanya kemudian didominasi oleh
limfosit pada pola LCS klasik meningitisviral. Hal ini menolong untuk
membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana mempunyai lebih
tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan sel; hal ini
merupakan bukan merupakan aturan yang absolute bagaimanapun.
 Protein: Kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat
bervariasi dari normal hingga setinggi 200 mg/dL.
- Studi Pencitraan : Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis
dapat termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI
otak dengan gadolinium. CT scan dengan contrast menolong dalam
menyingkirkan patologi intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk
mengevaluasi untuk penambahan sepanjang mening dan untuk menyingkirkan
cerebritis, abses intrakranial, empyema subdural, atau lesi lain. Secara
alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium dapat dilakukan.
MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada memvisualisasikan
patologi intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1 lebih sering
36
mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal dengan gambaran sering lesi
bilateral yang difus.
- Tes Lain : Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis
dalam24-48 jam harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahui penyebab
meningitis. Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan
kontras dan visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal
adalah diperlukan. EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis
dicurigai pada pasien yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform
discharge (PLEDs) seringkali terlihat pada ensefalitis herpetic.
- Prosedur : Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam
mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada
indikasi individu dan keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan
intrakranial, biopsi otak, dan drainase ventricular atau shunting.
Tabel 4. Kadar Normal Cairan Cerebrospinal
37
Tabel. 5. Gambaran Cairan Serebrospinal pada meningitis berdasarkan
agen etiologinya 2
2.1.7 DIAGNOSIS
Meningitis Bakterial
Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat
gejala dan tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah,
kaku kuduk dan adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi
pada meningismus, meningitis TBC dan meningitis aseptic. Hampir semua
penulis mengatakan bahwa diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan
pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh Karena itu setiap
pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi lumbal.1
Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi
pada stadium dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy
umumnya didapatkan positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter
kubik cairan yang sebagian besar terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada
stadium dini didapatkan jumlah sel hanya ratusan permilimeter kubik dengan
hitung jenis lebih banyak limfosit daripada segmen. Oleh karena itu pada keadaan
38
sedemikian, pungsi lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk menegakkan
diagnosis yang pasti. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada stadium
penyembuhan meningitis purulenta. Kadar protein dalam CSS meninggi. Kadar
gula menurun tetapi tidak serendah pada meningitis tuberkulosa. Kadar klorida
kadang-kadang merendah.9
Dari pemeriksaan sediaan langsung dibawah mikroskop mungkin dapat
ditemukan kuman penyebab, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Diferensiasi
kuman yang dapat dipercaya hanya ditentukan secara pembiakan (kultur) dan
percobaan binatang. Tidak ditemukan kuman pada sediaan langsung bukanlah
kontra-indikasi terhadap diagnosis. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan
leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri (Shift to the left). Umumnya
terdapat anemia megaloblastik.9
Meningitis Tuberkulosis
Diagnosis dapat ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang
terpenting ialah gambaran CSS. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila
ditemukan kuman tuberkulosis dalam CSS. Uji tuberkulin yang positif, kelainan
radiologis yang tampak pada foto roentgen thorak dan terdapatnya sumber infeksi
dalam keluarga hanya dapat menyokong diagnosis. Uji tuberkulin pada Meningitis
tuberkulosis sering negatif karena reaksi anergi (false-negative), terutama dalam
stadium terminalis.9
Meningitis Viral
Diagnosis etiologis hanya dapat dibuat dengan isolasi virus. Dalam
prakteknya, pemeriksaan serologis tidak dikerjakan berhubung dengan banyaknya
jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit ini.
Diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan CSS
dan perjalanan penyakit yang self-limited. Biakan CSS terhadap kemungkinan
penyebab mikroorganisme lain harus dikerjakan (fungus, leptospira,
mikobakterium) agar kemungkinan mikroorganisme penyebab lain dapat
disingkirkan.
39
Selain biakan CSS, pemeriksaan lain seperti uji tuberkulin, foto Rontgen
thorak, mencari sumber tuberkulosis harus dikerjakan agar dapat menyingkirkan
kemungkinan meningitis tuberkulosa.
2.1.8 DIAGNOSIS BANDING 1
 Meningitis aseptik/viral
 Ensefalitis virus
 Meningitis bakterialis
 Meningitis tuberkulosis
2.1.9 KOMPLIKASI 1-2
Komplikasi dini :
 Syok septik, termasuk DIC
 Koma
 Kejang (30-40% pada anak)
 Edema serebri
 Septic arthritis
 Efusi pericardial
 Anemia hemolitik
Komplikasi lanjut :
 Gangguan pendengaran
sampai tuli
 Disfungsi saraf kranial
 Kejang multipel
 Paralisis fokal
 Efusi subdural
 Hidrocephalus
 Defisit intelektual
 Ataksia
 Buta
 Waterhouse-Friderichsen
syndrome
 Gangren periferal
40
2.1.10 TATA LAKSANA
Meningitis bakterial
Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke
meningitis. Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh
sebelum antibiotik yang diberikan. Jika bayi yang baru lahir dengan ventilator dan
penilaian klinis menunjukkan pungsi lumbal mungkin berbahaya, dapat ditunda
hingga bayi stabil. Pungsi lumbal yang dilakukan beberapa hari pengobatan awal
berikut masih menunjukkan kelainan seluler dan kimia namun hasil kultur bisa
negatif.8
Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan memantau pasien dengan
memeriksa tanda-tanda vital dan status neurologis dan balans cairan, menetapkan
jenis yang dan volume cairan, risiko edema otak dapat diminimalkan. Anak harus
menerima cairan cukup untuk menjaga tekanan darah sistolik pada sekitar 80 mm
Hg, output urin 500 mL/m2/hari, dan perfusi jaringan yang memadai. Meskipun
menghindari SIADH adalah penting, mengurangi hidrasi pasien dan risiko
penurunan perfusi serebral sama-sama penting juga.
Dopamin dan agen inotropik lain mungkin diperlukan untuk mempertahankan
tekanan darah dan sirkulasi yang memadai.8
Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak tahun 2004, terapi empirik
untuk neonatus dengan meningitis bakterial sebagai berikut :11
 Umur 0-7 hari
- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Sefotaksim 100
mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau
- Seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV atau
- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Gentamisin 5
mg/kgBB/hari setiap 12 ajm IV.
41
 Umur >7 hari
- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV + Gentamisin 7,5
mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau
- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV atau
- Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV.
Bayi dan anak
Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010, terapi empirik pada bayi
dan anak dnegan meningitis bakterial sebagai berikut : 10
 Usia 1 – 3 bulan :
- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau
- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
 Usia > 3 bulan :
- Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau
- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau
- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dnegan
hasil kultur dan resistensi.
Durasi pemberian antibiotik menurut IDSA 2004 guidelines for management of
bacterial meningitis adalah sebagai berikut :8
 N meningitidis - 7 hari
 H influenzae - 7 hari
 S pneumoniae - 10-14 hari
 S agalactiae - 14-21 hari
 Bacil aerob Gram negatif - 21 hari atau or 2 minggu
 L monocytogenes - 21 hari atau lebih
42
Terapi Deksametason
Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis
bakterial yang menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses
inflamasi, penurunan edema serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit
didapatkan kerusakan otak.8
Begitu juga pada penelitian bayi dan anak dengan meningitis H.infulenzae
tipe B yang mendapat terapi deksametason menunjukkan penurunan signifikan
insidens gejala sisa neurologis dan audiologis, dan juga terbukti memperbaiki
gangguan pendengaran. Oleh karena itu IDSA merekomendasikan penggunaan
deksametason pada kasus meningits oleh H.influenza tipe B 10 – 20 menit
sebelum atau saat pemberian antibiotik dengan dosis 0,15 – 0,6 mg/kg setiap 6
jam selama 2-4 hari.1,8
Namun pemberian deksametason dapat menurunkan penetrasi antibiotik
ke SSP. Oleh karena itu pemberiannya harus dengan pemikiran yang matang
berdasarkan kasus, resiko dan manfaatnya.8
Bedah
Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali jika ada komplikasi
seperti empiema subdural, abses otak, atau hidrosefalus.10
Meningitis Tuberkulosis 9
Berdasarkan rekomendasi American Academic of Pediatrics 1994
diberikan 4 macam obat selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian INH dan
Rifampisin selama 10 bulan.
Dasar pengobatan meningitis tuberkulosis adalah pemberian kombinasi
obat anti-tuberkulosa ditambah dengan kortikosteroid, pengobatan simptomatik
bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau
muntah-muntah dan fisioterapi.
43
Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut:
1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300
mg/hari.
2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari.
3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000
mg/hari.
4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500
mg/hari.
5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan
tappering off untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon.
Meningitis Viral 2
Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu
terapi suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan
tertentu antiviral spesifik mungkin diperlukan.
Pada pasien dengan defisiensi imun ( seperti agammaglobulinemia),
penggantian imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik
enterovirus.
Herpes simplex meningitis
Manajemen antivirus HSV meningitis adalah kontroversial. Acyclovir (10 mg / kg
IV q8h) telah diberikan untuk HSV-1 dan HSV-2 meningitis. Beberapa ahli tidak
menganjurkan terapi antivirus kecuali bila diikuti dengan ensefalitis.
CMV meningitis
Gansiklovir (dosis induksi 5 mg / kg q12h IV, dosis pemeliharaan 5 mg /kg q24h)
dan foskarnet (dosis induksi 60 mg / kg q8h IV, pemeliharaan dosis 90-120 mg /
kg q24h IV) digunakan untuk CMV meningitis pada host yang
immunocompromised.
HIV meningitis
44
Terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk pasien dengan meningitis
HIV yang terjadi selama sindrom serokonversi akut.
2.1.11 PROGNOSIS
Meningitis bakterial 1
Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara
lain:
1. Umur pasien
2. Jenis mikroorganisme
3. Berat ringannya infeksi
4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan
5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan
Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir
yang menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai
DIC mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat
ataupun kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen.
Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.
Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang
adekuat dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat
diturunkan. Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif masih sulit diturunkan, tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-
bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan meningokok angka kematian dapat
diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens sequele Meningitis bakterialis
9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah
pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain
disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.1,9
45
Meningitis Tuberkulosis 9
Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis
tuberkulosis hampir 100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat
diturunkan walaupun masih tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus.
Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat. Gejala sisa masih tinggi pada anak
yang selamat dari penyakit ini, terutama bila datang berobat dalam stadium lanjut.
Gejala sisa yang sering didapati adalah gangguan fungsi mata dan pendengaran.
Dapat pula dijumpai hemiparesis, retardasi mental dan kejang. Keterlibatan
hipothalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin. Saat
permulaan pengobatan umumnya menentukan hasil pengobatan.
Meningitis Viral 9
Penyakit ini self-limited dan penyembuhan sempurna dijumpai setelah 3-4
hari pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan berat.
2.2. ENSEFALITIS
2.2.1. Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang proses peradangannya
jarang terbatas pada jaringan otak saja tetapi hampir selalu mengenai selaput otak,
maka dari itu lebih tepat bila disebut meningoensefalitis. Manifestasi utama
meningoensefalitis virus terdiri dari konvulsi, gangguan kesadaran (“acute
organic brain syndrome”), hemiparesis, paralisis bulbaris (meningo-
encephalomyelitis), gejala-gejala serebelar dan nyeri serta kaku kuduk.
Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari bentuk yang paling ringan
sampai dengan yang parah sekali seperti koma dan kematian. Ensefalitis dapat
disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, riketsia dan virus, tetapi yang
terutama virus dan bakteri.
46
2.2.2. Etiologi
Ensefalitis virus di bagi dalam 3 kelompok :
1) Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus
kelompok herpes simpleks, virus influenza, ECHO, Coxsackie dan
virus arbo
2) Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya
3) Ensefalitis para-infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai
komplikasi penyakit virus yang sudah dikenal, seperti rubeola,
varisela, herpes zoster, parotitis epidemika, mononukleosis
infeksiosa dan vaksinasi.
2.2.3. Manifestasi Klinis
Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga
sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat
bila disebut sebagai meningo-ensefalitis. Manifestasi utama meningo-ensefalitis
adalah konvulsi, gangguan kesadaran (acute organic brain syndrome),
hemiparesis, paralisis bulbaris (meningo-encephalomyelitis), gejala-gejala
serebelar, nyeri, dan kaku kuduk.
47
1. Infeksi ringan:
- demam
- nyeri kepala
- nafsu makan yang memburuk
- lemah
2. Infeksi berat:
- demam tinggi
- nyeri kepala yang berat
- mual dan muntah
- kekakuan leher
- disorientasi dan halusinasi
- gangguan kepribadian
- kejang
- gangguan berbicara dan mendengar
- lupa ingatan
- penurunan kesadaran sampai koma
3. Tanda-tanda yang bisa dilihat adalah:
- muntah
- ubun-ubun mencembung
- menangis yang tidak berhenti
Secara umum, gejala ensefalitis dibagi menjadi tiga (trias):
- tanda infeksi, baik akut maupun subakut: panas
- kejang-kejang
- kesadaran menurun
48
2.2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, titer antibodi
terhadap virus, pemeriksaan cairan otak: limfosit, monosit meningkat, kadar
protein meninggi ringan, kadar glukosa normal, kultur virus bila mungkin, EEG
dan CT-Scan bila mungkin. Pada ensefalitis yang disebabkan oleh Herpes
simpleks tipe I, gambaran EEG khas berupa aktivitas gelombang tajam periodik di
temporal dengan latar belakang fokal/difus.
2.2.5. Penatalaksanaan
Pengobatan simtomatik diberikan untuk menurunkan demam dan
mencegah kejang. Kortison diberikan untuk mengurangi edema otak. Pengobatan
antivirus diberikan pada ensefaltis virus yang disebabkan herpes simpleks atau
varisela zoster yaitu dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB intravena, 3 kali
sehari selama 10 hari, atau 200 mg tiap 4 jam per oral. Bila kadar hemoglobin
(Hb) turun hingga 9 d/dl, turunkan dosis hingga 200 mg tiap 8 jam. Bila Hb
kurang dari 7 g/dl, hentikan pengobatan dan baru diberikan lagi setelah Hb normal
kembali dengan dosis 200 mg per 8 jam.
49
BAB III
ANALISA KASUS
Seorang anak perempuan usia 12 tahun, berat badan 30 kg, panjang badan
142 cm, beragama Islam, alamat Luar kota Palembang, MRS 5 September 2013
pukul 22.00 WIB dengan keluhan utama penurunan kesadaran dan keluhan
tambahan demam disertai kejang.
Dari anamnesis didapatkan bahwa ± 8 hari SMRS, penderita mengalami
demam tinggi, tidak batuk, tidak pilek, mual muntah tidak ada, BAB dan BAK
biasa. Penderita dibawa berobat ke dokter umum lalu panas turun. ± 4 hari SMRS
penderita mengalami demam tinggi dan kejang umum, bersifat tonik klonik,
postictal penderita menangis. ± 1 hari SMRS, penderita mengalami kejang,
frekuensi 3-4 kali, kejang berlangsung selama kurang lebih 1-2 menit, kejang
umum, bersifat tonik-klonik, postictal penderita tidak sadar.
Berdasarkan anamnesis penderita mengalami demam, penurunan
kesadaran dan kejang hal ini merupakan tanda – tanda dari meningitis bakterialis.
Tidak adanya riwayat kontak TB atau menderita TB sehingga dapat
menyingkirkan terjadinya meningitis tuberkulosa.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan status gizi kurang, demam dan tanda-
tanda infeksi intrakranial seperti gangguan kesadaran, gangguan neurologis
berupa refleks fisiologis yang meningkat, refleks babinsky + pada kedua tungkai
dan didapatkan kaku kuduk. Hasil ini dapat memperkuat kemungkinan terjadinya
infeksi intrakranial berupa meningitis dan dapat menyingkirkan kemungkinan
kejang demam kompleks dan penyakit epilepsy.
Hasil pemeriksaan darah rutin menunjukkan penurunan nilai Hb 11,7
g/dL, hematokrit 35%, peningkatan LED 83 mm/jam dan pemeriksaan CRP
positif (5). Pada hasil pemeriksaan lumbal pungsi, didapatkan warna cairan
cerebrospinal bening, jernih, tidak berbau, pH 8,0, jumlah leukosit 3,0 sel/µ,
pandy (-), Nonne (-) glukosa 89,4 mg/dl, protein 0,1 g/dL, PMN cell 0%, MN cell
100% dan kadar chloride 131 mEq/L. Dari manifestasi klinis, pemeriksaan
50
laboratorium dan pemeriksaan lumbal fungsi diatas maka diagnosis yang paling
mendekati adalah meningitis bakterialis.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini antara lain antibiotik ampicilin
dengan dosis 4 x 1 g iv dan kloramfenikol 3 x 750 mg iv untuk mengatasi infeksi
dan profilaksis pada pasien ini. Penderita diberikan diet berupa 1800 kkal untuk
memperbaiki status gizi penderita.
Pada kasus ini, diagnosis banding meningitis adalah meningitis bakterialis
meningitis tuberkulosis, meningitis aseptic dan ensefalitis. Pada pasien ini
terdapat kaku kuduk. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan penurunan nilai
Hb 11,7 g/dL, hematokrit 35%, peningkatan LED 83 mm/jam dan pemeriksaan
CRP positif (5). Pada hasil pemeriksaan lumbal pungsi, didapatkan warna jernih,
jumlah sel meningkat MN > PMN. Dari hasil pemeriksaan yang paling mendekati
adalah meningitis bakterialis.
Prognosis pada meningitis bakterialis ditentukan dari beberapa faktor yaitu
umur pasien, jenis mikroorganisme, berat ringannya infeksi, lamanya sakit
sebelum mendapat pengobatan dan kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang
diberikan. Maka prognosis pada pasien ini quo ad vitam dubia ad bonam dan quo
ad fungsionam dubia ad bonam.
51
DAFTAR PUSTAKA
1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS,
Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI;
1999. h. 40-6, 339-71
2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from
: http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed May
29th,2011.
3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting.
Pediatric Hospital Medicine, textbook of inpatient management.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003. h. 443-6.
4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-
mega2.pdf. Accessed June 1st, 2011.
5. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.
Updated: August 6th, 2009 Available from :
http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. Accessed May 29th,
2011.
6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier
saunders; 2005. h. 106-13.
7. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman,
Kliegman, Jenson, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-
17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 2038-47.
8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Accessed
May 29th, 2011.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2.
Jakarta: Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.
10. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2010. h. 189-96.
52
11. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi
ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.
12. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview. Accessed May
29th, 2011.
13. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.
Updated: August 6th, 2009 Available from :
http://www.cdc.gov/meningitis/about/ prevention.html. Accessed June 1st,
2011.
14. Bakta, M. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC

More Related Content

What's hot

106418371 case-ika-epilepsi
106418371 case-ika-epilepsi106418371 case-ika-epilepsi
106418371 case-ika-epilepsihomeworkping7
 
220920557 case-anak-ii
220920557 case-anak-ii220920557 case-anak-ii
220920557 case-anak-iihomeworkping9
 
Farmasi klinik kasus
Farmasi klinik kasus Farmasi klinik kasus
Farmasi klinik kasus Omhe_ID
 
Presentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / MorbiliPresentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / MorbiliAris Rahmanda
 
Tuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
Tuberculosis Milier dan Meningitis TbcTuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
Tuberculosis Milier dan Meningitis TbcSoroy Lardo
 
Studi Kasus Malaria dan Campak
Studi Kasus Malaria dan CampakStudi Kasus Malaria dan Campak
Studi Kasus Malaria dan Campaklidyasrprb
 
Case Presentation : Severe Dengue With Menstruation and Plasma Leakage
Case Presentation :  Severe Dengue  With Menstruation and Plasma Leakage   Case Presentation :  Severe Dengue  With Menstruation and Plasma Leakage
Case Presentation : Severe Dengue With Menstruation and Plasma Leakage Soroy Lardo
 
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...Soroy Lardo
 
Studi Kasus DBD
Studi Kasus DBDStudi Kasus DBD
Studi Kasus DBDlidyasrprb
 
Presentasi kasus TB dan pneumonia
Presentasi kasus TB dan pneumoniaPresentasi kasus TB dan pneumonia
Presentasi kasus TB dan pneumonialydiaagustina17
 
Sindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptxSindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptxAvinoMulanaFikri1
 
Kasus saluran cerna bawah
Kasus saluran cerna bawahKasus saluran cerna bawah
Kasus saluran cerna bawahlidyasrprb
 

What's hot (18)

106418371 case-ika-epilepsi
106418371 case-ika-epilepsi106418371 case-ika-epilepsi
106418371 case-ika-epilepsi
 
220920557 case-anak-ii
220920557 case-anak-ii220920557 case-anak-ii
220920557 case-anak-ii
 
Ppt lapsus ika
Ppt lapsus ikaPpt lapsus ika
Ppt lapsus ika
 
Bst dhf (guntur)
Bst dhf (guntur)Bst dhf (guntur)
Bst dhf (guntur)
 
Farmasi klinik kasus
Farmasi klinik kasus Farmasi klinik kasus
Farmasi klinik kasus
 
Presentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / MorbiliPresentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / Morbili
 
Laporan kasus
Laporan kasusLaporan kasus
Laporan kasus
 
Tuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
Tuberculosis Milier dan Meningitis TbcTuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
Tuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
 
Studi Kasus Malaria dan Campak
Studi Kasus Malaria dan CampakStudi Kasus Malaria dan Campak
Studi Kasus Malaria dan Campak
 
Case Presentation : Severe Dengue With Menstruation and Plasma Leakage
Case Presentation :  Severe Dengue  With Menstruation and Plasma Leakage   Case Presentation :  Severe Dengue  With Menstruation and Plasma Leakage
Case Presentation : Severe Dengue With Menstruation and Plasma Leakage
 
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...
 
Askep dhf anak AKPER PEMKAB MUNA
Askep dhf anak AKPER PEMKAB MUNA Askep dhf anak AKPER PEMKAB MUNA
Askep dhf anak AKPER PEMKAB MUNA
 
Studi Kasus DBD
Studi Kasus DBDStudi Kasus DBD
Studi Kasus DBD
 
Presentasi kasus TB dan pneumonia
Presentasi kasus TB dan pneumoniaPresentasi kasus TB dan pneumonia
Presentasi kasus TB dan pneumonia
 
237346908 case
237346908 case237346908 case
237346908 case
 
Askep hepatitis
Askep hepatitisAskep hepatitis
Askep hepatitis
 
Sindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptxSindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptx
 
Kasus saluran cerna bawah
Kasus saluran cerna bawahKasus saluran cerna bawah
Kasus saluran cerna bawah
 

Viewers also liked

167846401 max-project
167846401 max-project167846401 max-project
167846401 max-projecthomeworkping8
 
216781903 case-anestesi
216781903 case-anestesi216781903 case-anestesi
216781903 case-anestesihomeworkping8
 
209252192 8 a-cardiovascularfinalwithdx-1
209252192 8 a-cardiovascularfinalwithdx-1209252192 8 a-cardiovascularfinalwithdx-1
209252192 8 a-cardiovascularfinalwithdx-1homeworkping8
 
167603708 secured-trans-cases
167603708 secured-trans-cases167603708 secured-trans-cases
167603708 secured-trans-caseshomeworkping8
 
167731482 tadic-case-human-rights
167731482 tadic-case-human-rights167731482 tadic-case-human-rights
167731482 tadic-case-human-rightshomeworkping8
 
127027205 selected-case-studies-on-cyber-crime
127027205 selected-case-studies-on-cyber-crime127027205 selected-case-studies-on-cyber-crime
127027205 selected-case-studies-on-cyber-crimehomeworkping8
 
209500293 case-stroke
209500293 case-stroke209500293 case-stroke
209500293 case-strokehomeworkping8
 
169960087 j2 ee-project-report
169960087 j2 ee-project-report169960087 j2 ee-project-report
169960087 j2 ee-project-reporthomeworkping8
 
129193531 case-study
129193531 case-study129193531 case-study
129193531 case-studyhomeworkping8
 
Présentation - Enjeux et perspectives de la TV connectée pour le Commerce - N...
Présentation - Enjeux et perspectives de la TV connectée pour le Commerce - N...Présentation - Enjeux et perspectives de la TV connectée pour le Commerce - N...
Présentation - Enjeux et perspectives de la TV connectée pour le Commerce - N...Nicolas Marguerite
 
Enquête - Un an dans la vie des blogueurs
Enquête - Un an dans la vie des blogueurs Enquête - Un an dans la vie des blogueurs
Enquête - Un an dans la vie des blogueurs SLAP digital
 
Twitter et les membres du gouvernement - 2803 MEDIA
Twitter et les membres du gouvernement - 2803  MEDIATwitter et les membres du gouvernement - 2803  MEDIA
Twitter et les membres du gouvernement - 2803 MEDIA2803 MEDIA
 

Viewers also liked (14)

167846401 max-project
167846401 max-project167846401 max-project
167846401 max-project
 
129447337 beam
129447337 beam129447337 beam
129447337 beam
 
216781903 case-anestesi
216781903 case-anestesi216781903 case-anestesi
216781903 case-anestesi
 
209252192 8 a-cardiovascularfinalwithdx-1
209252192 8 a-cardiovascularfinalwithdx-1209252192 8 a-cardiovascularfinalwithdx-1
209252192 8 a-cardiovascularfinalwithdx-1
 
167603708 secured-trans-cases
167603708 secured-trans-cases167603708 secured-trans-cases
167603708 secured-trans-cases
 
129526918 old-ccs
129526918 old-ccs129526918 old-ccs
129526918 old-ccs
 
167731482 tadic-case-human-rights
167731482 tadic-case-human-rights167731482 tadic-case-human-rights
167731482 tadic-case-human-rights
 
127027205 selected-case-studies-on-cyber-crime
127027205 selected-case-studies-on-cyber-crime127027205 selected-case-studies-on-cyber-crime
127027205 selected-case-studies-on-cyber-crime
 
209500293 case-stroke
209500293 case-stroke209500293 case-stroke
209500293 case-stroke
 
169960087 j2 ee-project-report
169960087 j2 ee-project-report169960087 j2 ee-project-report
169960087 j2 ee-project-report
 
129193531 case-study
129193531 case-study129193531 case-study
129193531 case-study
 
Présentation - Enjeux et perspectives de la TV connectée pour le Commerce - N...
Présentation - Enjeux et perspectives de la TV connectée pour le Commerce - N...Présentation - Enjeux et perspectives de la TV connectée pour le Commerce - N...
Présentation - Enjeux et perspectives de la TV connectée pour le Commerce - N...
 
Enquête - Un an dans la vie des blogueurs
Enquête - Un an dans la vie des blogueurs Enquête - Un an dans la vie des blogueurs
Enquête - Un an dans la vie des blogueurs
 
Twitter et les membres du gouvernement - 2803 MEDIA
Twitter et les membres du gouvernement - 2803  MEDIATwitter et les membres du gouvernement - 2803  MEDIA
Twitter et les membres du gouvernement - 2803 MEDIA
 

Similar to 208548844 case-fix

PPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptxPPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptxSuciMayvera1
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKPhil Adit R
 
Case eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix yaCase eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix yabeequeen_30
 
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxLAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxAnnisaRizkaFauziah
 
kejang demam sederhana dehidrasi akut
kejang demam sederhana dehidrasi akut kejang demam sederhana dehidrasi akut
kejang demam sederhana dehidrasi akut Nuzulul Laras
 
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anakhomeworkping7
 
CASE BP PERTUSIS SEPSIjjnjnS DR RITA.pptx
CASE BP PERTUSIS SEPSIjjnjnS DR RITA.pptxCASE BP PERTUSIS SEPSIjjnjnS DR RITA.pptx
CASE BP PERTUSIS SEPSIjjnjnS DR RITA.pptxReinaldoPutraHardian
 
CASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptxCASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptxlydiaekaputri
 
Lapsus DBD Onewood dr. Mira.pptx
Lapsus DBD Onewood dr. Mira.pptxLapsus DBD Onewood dr. Mira.pptx
Lapsus DBD Onewood dr. Mira.pptxRizkyIshakPridata2
 
149418771 case-report-chairul-epilepsi
149418771 case-report-chairul-epilepsi149418771 case-report-chairul-epilepsi
149418771 case-report-chairul-epilepsihomeworkping4
 
Kasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus newKasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus newnurmegakurnia
 
118552056 case-sn-resti
118552056 case-sn-resti118552056 case-sn-resti
118552056 case-sn-restihomeworkping9
 
Cc bangsal rs uns 20 september 2021
Cc bangsal rs uns 20 september 2021Cc bangsal rs uns 20 september 2021
Cc bangsal rs uns 20 september 2021budimansekali
 

Similar to 208548844 case-fix (20)

BATUK KRONIK.pptx
BATUK KRONIK.pptxBATUK KRONIK.pptx
BATUK KRONIK.pptx
 
PPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptxPPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptx
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIK
 
Case eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix yaCase eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix ya
 
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxLAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
 
kejang demam sederhana dehidrasi akut
kejang demam sederhana dehidrasi akut kejang demam sederhana dehidrasi akut
kejang demam sederhana dehidrasi akut
 
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
 
CASE BP PERTUSIS SEPSIjjnjnS DR RITA.pptx
CASE BP PERTUSIS SEPSIjjnjnS DR RITA.pptxCASE BP PERTUSIS SEPSIjjnjnS DR RITA.pptx
CASE BP PERTUSIS SEPSIjjnjnS DR RITA.pptx
 
205802122 case-asma
205802122 case-asma205802122 case-asma
205802122 case-asma
 
CASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptxCASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptx
 
Lapsus DBD Onewood dr. Mira.pptx
Lapsus DBD Onewood dr. Mira.pptxLapsus DBD Onewood dr. Mira.pptx
Lapsus DBD Onewood dr. Mira.pptx
 
Asma pada anak
Asma pada anakAsma pada anak
Asma pada anak
 
LASKAP ANAK ITP (2) copy.pptx
LASKAP ANAK ITP (2) copy.pptxLASKAP ANAK ITP (2) copy.pptx
LASKAP ANAK ITP (2) copy.pptx
 
149418771 case-report-chairul-epilepsi
149418771 case-report-chairul-epilepsi149418771 case-report-chairul-epilepsi
149418771 case-report-chairul-epilepsi
 
Kasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus newKasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus new
 
118552056 case-sn-resti
118552056 case-sn-resti118552056 case-sn-resti
118552056 case-sn-resti
 
Prescil paru
Prescil paruPrescil paru
Prescil paru
 
TUTKLIN KDS.pptx
TUTKLIN KDS.pptxTUTKLIN KDS.pptx
TUTKLIN KDS.pptx
 
stroke.pdf
stroke.pdfstroke.pdf
stroke.pdf
 
Cc bangsal rs uns 20 september 2021
Cc bangsal rs uns 20 september 2021Cc bangsal rs uns 20 september 2021
Cc bangsal rs uns 20 september 2021
 

Recently uploaded

Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 

Recently uploaded (20)

Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 

208548844 case-fix

  • 1. 1 Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTIFIKASI Nama : MH Umur : 12 tahun Jenis kelamin : Perempuan Nama Ayah : Tn. H Nama Ibu : Ny. DE Agama : Islam Kebangsaan : Indonesia Alamat : Luar kota MRS : 5 September 2013 B. ANAMNESA (Alloanamnesis dengan ibu penderita, 6 September 2013)
  • 2. 2 Keluhan Utama : Penurunan kesadaran Keluhan Tambahan : Demam, kejang Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak ± 8 hari SMRS, penderita mengalami demam, demam tinggi terus menerus. Penderita tidak batuk, tidak pilek, mual muntah tidak ada, BAB dan BAK biasa. Penderita dibawa berobat ke dokter umum lalu panas turun. Sejak ± 4 hari SMRS penderita demam tinggi terus menerus, tidak mual, tidak muntah, tidak batuk, dan tidak pilek, BAB cair tidak ada, BAK biasa. Penderita mengeluh leher bagian belakang terasa sakit, kejang umum tonik klonik, 1-2x/hari, post ictal anak menangis. Penderita lalu dibawa berobat ke RSUD Tj. Enim 1 hari SMRS, penderita mengalami kejang frekuensi 3- 4x/hari lama kejang 1-2 menit, post ictal pasien tidak sadar lalu dirujuk ke RSMH dan dirawat di bagian anak RSMH Palembang. Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat kejang sebelumnya disangkal - Riwayat trauma jatuh tergelincir di sungai, kepala bagian belakang terbentur. - Riwayat batuk berulang (-) - Riwayat kontak dengan penderita TB (-) - Riwayat sering berkeringat pada malam hari (-) - Riwayat sering demam sejak 1 bulan yang lalu (+) Riwayat Penyakit Dalam Keluarga - Riwayat kejang dalam keluarga tidak ada Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Masa kehamilan : Cukup bulan Partus : Spontan (G1P0A0) Ditolong oleh : Dukun
  • 3. 3 Tanggal : 9 Maret 2001 Berat badan lahir : 2800 gram Panjang badan lahir : 47 cm Keadaan saat lahir : Langsung menangis Riwayat Makan ASI : Lahir – 6 bulan Susu Botol : 6 bulan – 1 tahun Bubur Nasi : 6 bulan – 1 tahun Nasi : 1 tahun - sekarang Riwayat Perkembangan Berbalik : 3 bulan Tengkurap : 4 bulan Merangkak : 6 bulan Duduk : 7 bulan Berdiri : 10 bulan Berjalan : 1 tahun Berbicara : 1 tahun Kesan : Perkembangan motorik dalam batas normal Riwayat Imunisasi BCG : 1 kali DPT : 3 kali Polio : 3 kali Hepatitis B : 3 kali Campak : 1 kali Kesan : Imunisasi dasar lengkap
  • 4. 4 Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah anak pertama dari pasangan Tn H berumur 45 tahun, pendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai petani dengan Ny DE berumur 27 tahun, pendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan perbulan rata – rata Rp 1.000.000 – 1.500.000. Kesan : Sosial ekonomi menengah ke bawah. C. PEMERIKSAAN FISIK Tanggal pemeriksaan: 6 September 2013 Keadaan Umum Kesadaran : somnolen Nadi : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup Pernapasan : 22 x/menit Suhu : 36,7 °c Berat Badan : 30 kg Tinggi Badan : 142 cm Anemis : tidak ada Sianosis : tidak ada Ikterus : tidak ada Dispnea : tidak ada Edema : tidak ada Status Gizi : BB/U : 30/42 x 100% = 71,4% PB/U : 142/152 x 100% = 93,4% BB/PB : 30/36 x 100% = 83,3% Kesan : gizi kurang Keadaan Spesifik  Kepala Bentuk : Normosefali , simetris, lingkar kepala 51 cm Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
  • 5. 5 Mata : Cekung (-), Pupil bulat isokor ø 3 mm, reflek cahaya +/+ normal, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra -/- Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-). Telinga : Sekret (-) Mulut : mulut dan bibir kering (-), sianosis (-). Tenggorokan : T1-T1 hiperemis (-) Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.  Thorak Paru-paru  Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi subcosta (-)  Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri  Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru  Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-), stridor (-)  Jantung  Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, voussure cardiac tidak terlihat.  Palpasi : Thrill tidak teraba, iktus tidak teraba  Perkusi : Dalam batas normal  Auskultasi : HR: 130 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur (- ), gallop (-).  Abdomen  Inspeksi : Datar  Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba  Perkusi : Timpani  Auskultasi : Bising usus (+) normal
  • 6. 6  Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-)  Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema pretibial (-) Pemeriksaan Neurologis  Fungsi motorik Pemeriksaan Tungkai Kanan Tungkai Kiri Lengan Kanan Lengan Kiri Gerakan Cukup Cukup Cukup cukup Kekuatan 5 5 5 5 Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni Klonus - - Reflek fisiologis Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Reflek patologis Babinsky + Babinsky + - -  Fungsi sensorik : Dalam batas normal  Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal  GRM : Kaku kuduk (+) , Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-) D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 06 September 2013 Pemeriksaan Hematologi No Parameter Hasil Rujukan 1 Hb 11,7 g/dl 12.0 – 14.4 g/dL 2 Leukosit 9000 / mm3 6.000-17.500 / mm3 3 Hematokrit 35% 36 – 42 %
  • 7. 7 4 Eritrosit 3.700.000 / mm3 5.330.000-5.470.000 / mm3 5 Trombosit 234.000 / µL 150.000 – 450.000 / µL 6 LED 83 mm/jam < 15 mm/jam 7 Diff count 0/2/0/54/31/13 0-1/1-6/2-6/50-70/25-40/2-8 8 Glukosa sewaktu 110 mg/dl <200 mg/dl 9 Kreatinin 0,34 mg/dl 0,53-0,79 mg/dl 10 Ureum 36 mg/dl 16,6 – 48,5 mg/dl 11 Na 140 mEq/L 135-155 mEq/L 12 K 4,4 mEq/L 3,6-5,5 mEq/L 13 Cl 103 mEq/L 18-320 mEq/L 14 Ca 9,3 mg/dl 8,4-10,4 mg/dl 15 CRP Kualitatif Positif Negatif 16 CRP Kuantitatif 5 <5 Pemeriksaan LCS (07 September 2013) No Parameter Hasil Pemeriksaan Rujukan LCS Makroskopi 1 Volume 2 cc 2 Warna Bening Transudat : kekuningan Eksudat : kuning sd merah 3 Kejernihan Jernih Transudat : jernih Eksudat : keruh 4 Bau Tidak berbau Transudat : tidak berbau Eksudat : berbau busuk 5 Berat jenis 1.020 Transudat : < 1.016
  • 8. 8 Eksudat : > 1.016 6 Bekuan Negatif Transudat : negatif Eksudat : positif 7 pH 8,0 Transudat : 7,4-7,6 Eksudat : <7,3 Mikroskopi 8 Jumlah leukosit 3,0 sel/µl Transudat : <500 Eksudat : >500 9 PMN cell 0 % Transudat : lebih sedikit Eksudat : lebih banyak 10 MN cell 100 % Transudat : lebih banyak Eksudat : lebih sedikit 11 Nonne Negatif Transudat : jernih Eksudat : keruh 12 Pandy Negatif Transudat : jernih Eksudat : keruh 13 Protein 0,1 g/dl Transudat : <2,5 Eksudat : >3 13 Protein 0,1 g/dl Transudat : <2,5 Eksudat : >3 14 LDH 40 U/L Transudat : <200 Eksudat : >200 15 Glukosa 89,4 mg/dl Transudat : = kadar di serum Eksudat : < kadar di serum 16 Klorida 131 mEq/L 98 – 107 Pemeriksaan Rontgen Thorax (6 September 2013)
  • 9. 9 Kesan : dalam batas normal E. DIAGNOSIS BANDING  Meningitis bakterialis  Meningitis tuberculosis  Meningitis aseptik/viral  Ensefalitis virus F. DIAGNOSIS KERJA Meningitis bakterialis + Gizi kurang G. PENATALAKSANAAN  IVFD D5 ¼ NS , gtt 15 x / menit makro  O2 canul 2 L/m
  • 10. 10  Ampicilin 4 x 1 gr (iv)  Kloramfenikol 3 x 750 mg (iv)  Diet : 1800 kkal  Rencana cek BTA H. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam I. FOLLOW UP Tanggal Keterangan 6 September 2013 S: Keluhan : demam menurun, gelisah (+), muntah(+) O: Keadaan Umum Sens: E4M5V4 RR : 22 x/menit N : 90 x/menit T : 37,8 oC Keadaan spesifik Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor, ø 3 mm, reflek cahaya +/+ , edema palpebra (-) , nafas cuping hidung (-).
  • 11. 11 Leher : pembesaran KGB (-) Thorak : simetris, retraksi (-) Cor : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (- ) Pulmo : vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-) Abdomen : datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) normal Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, Status neurologikus Fungsi Motorik Pemeriksa an Tungkai Kanan Tungkai Kiri Lengan Kanan Lengan Kiri Gerakan Cukup Cukup Cukup Cukup Kekuatan 5 5 5 5 Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni Klonus - - Reflek fisiologis Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Reflek patologis Babinsky + Babinsky + - - Fungsi sensorik : dalam batas normal Fungsi nervi craniales : dalam batas normal GRM : kaku kuduk (+) M1 : Meningitis M2 : Gizi kurang P: IVFD D5 1/2 NS , gtt 15x / menit mikro O2 canul 2 L/m
  • 12. 12 Ampicilin 4x1 g (iv) Kloramfenikol 4x500 mg (iv) Parasetamol syrup 10-15 mg/kgbb; 3 x ¾ cth (7,5ml), bila T ≥ 38,5 0 C Diet : 1800 kkal + 40 gr protein ( NB 3x1 porsi) Rencana cek BTA I/II/III Rencana LP + kultur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MENINGITIS 2.1.1 DEFINISI Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meningen) termasuk dura, arachnoid dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS).3
  • 13. 13 Gambar 1. Meningitis 2.1.2 EPIDEMIOLOGI Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7  Meningitis Bakterial Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia dan jenis pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada neonatus tinggi dan meningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae yang menyebabkan morbiditas pada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni pada tahun pertama kehidupan, menurun pada pertengahan (mid life) dan meningkat kembali di masa tua. Insidens lebih banyak pada kulit hitam. Bayi laki – laki lebih sering terkena meningitis gram negatif, bayi perempuan lebih rentan terhadap infeksi L.monocytogenes , sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS) mengenai kedua jenis kelamin.8
  • 14. 14 Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun. Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah. Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000 kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit neurologis.9-11  Meningitis Tuberkulosis Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk. Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis yang tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa.6,9,10  Meningitis Viral Insidens meningitis viral di Amerika serikat yang secara resmi dilaporkan berjumlah lebih dari 10.000 kasus, namun pada kenyataannya dapat mencapai 75.000 kasus. Kekurangan dalam pelaporan data ini disebabkan oleh gejala klinis yang tidak khas dan inabilitas beberapa virus untuk tumbuh dalam kultur. Menurut data yang dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention
  • 15. 15 (CDC), pasien rawat inap dengan meningitis viral sekitar 25.000 – 50.000 tiap tahunnya.12 Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk enterovirus, mumps virus mumps (gondongan), virus measles (campak), virus varicella zoster (VZV) dan HIV. Gejala meningitis dapat timbul hanya pada 1 dari 3000 kasus. Mumps menyebabkan 10-20% meningitis dan meningoencephalitis di bagian negara dimana akses vaksin sulit. Insidens 20 kali lebih besar pada tahun pertama kehidupan. Pada neonatus lebih dari 7 hari, meningitis aseptik sering disebabkan oleh enterovirus. Vaksinasi mengurnagi insidens dari meningitis oleh virus mumps, polio dan measles. Virus mumps dan measles sering menyebabkan meningitis pada anak usia sekolah sampai kuliah. Enterovirus 1,3 – 1,5 kali lebih sering lebih sering menyebabkan meningitis pada laki-laki dibanding perempuan , sedangkan virus mumps 3 kali lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan. Menurut WHO tahun 1997, meningitis enteroviral dengan sepsis merupakan penyebab tersering ke-5 kematian pada neonatus. Diluar periode neonatal mortalitas kurang dari 1%, begitu juga dnegan morbiditasnya.12 Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa. Di negeri tropis dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak bergantung kepada musim seperti pada negeri beriklim dingin yang angka kejadian tertingginya dijumpai pada musim panas dan musim rontok.9 2.1.3. ETIOLOGI Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun parasit :  Virus : Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami tanpa pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama selama musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus saja yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan meningitis, yakni :  Virus Mumps
  • 16. 16  Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella- zoster, Measles, and Influenza  Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)  Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus), disebarkan melalui tikus.5  Bakteri : Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa muda di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningitides. Meningitis disebabkan oleh bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus. Bakteri penyebab meningitis juga bervariasi menurut kelompok umur.5 Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group B, basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada kelompok ini kadang -kadang dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen lain ditemukan pada penderita yang lebih tua. Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan – 12 tahun biasanya karena H. influenzae tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yang disebabkan oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali terjadi sebelum usia 2 tahun. Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter diversus merupakan penyebab abses otak yang penting. Risk and/or Predisposing Factor Bacterial Pathogen Age 0-4 weeks Streptococcus agalactiae (group B streptococci) E coli K1 Listeria monocytogenes
  • 17. 17 Age 4-12 weeks S agalactiae E coli H influenzae S pneumoniae N meningitides Age 3 months to 18 years N meningitidis S pneumoniae H influenza Age 18-50 years S pneumoniae N meningitidis H influenza Age older than 50 years S pneumoniae N meningitidis L monocytogenes Aerobic gram-negative bacilli Immunocompromised state S pneumoniae N meningitidis L monocytogenes Aerobic gram-negative bacilli Intracranial manipulation, including neurosurgery Staphylococcus aureus Coagulase-negative staphylococci Aerobic gram-negative bacilli, including P aeruginosa Basilar skull fracture S pneumoniae H influenzae Group A streptococci CSF shunts Coagulase-negative staphylococci S aureus Aerobic gram-negative bacilli Propionibacteriumacnes Tabel 1. Bakteri penyebab tersering menurut umur dan faktor predisposisi 2 Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :3 a. 0 – 3 bulan : Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasuk bakteri, virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab
  • 18. 18 yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus selain E.Coli ( Klebsiella, Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus lain, jamur, nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob. Virus yang sering seperti Herpes simplekx virus (HSV), enterovirus dan Cytomegalovirus. b. 3 bulan – 5 tahun Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat, penyakit yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti N.meningitidis dam S.Pneumoniae. H. influenza tipe B masih dapat dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi pada anak kurang dari 2 tahun yang belum mendapat imunisasi atau imunisasi yang tidak lengkap. Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi dan jika didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang mendukung diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini seperti enterovirus, HSV, Human Herpesvirus-6 (HHV-6). c. 5 tahun – dewasa Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat menyebabkan meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia ini. Meningitis virus pada grup ini tersering disebabkan oleh enterovirus, herpes virus, dan arbovirus. Virus lain yang lebih jarang seperti virus Epstein-Barr , virus lymphocytic choriomeningitis, HHV-6, virus rabies, dan virus influenza A dan B.
  • 19. 19 Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi selain dapat disebabkan oleh pathogen seperti di atas, harus juga dipertimbangkan oleh pathogen lain seperti Cryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan HIV. Tabel 3. Etiologi Meningitis pada Anak 2.1.4 PATOGENESIS Meningitis Bakterial 1 Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui : 1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak. 2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus. 3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan mielokel. 4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:  Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir  Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.
  • 20. 20 Gambar 2. Patogenesis Meningitis Bakterial Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut : 1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi) 2. Bakteri menembus rintangan mukosa 3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia. 4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal 5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal 6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak. Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang berbeda-beda, dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus pada satu atau lebih dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis bacterial dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan lingkungan yang menunjang.
  • 21. 21 Faktor Host Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis: 1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis dibandingkan dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis, laki-laki dan wanita berbanding 1,7 : 1 2. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita meningitis disbanding bayi cukup bulan 3. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama kehamilan, adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan meningitis 4. Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit, defisiensi beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya properdin serum, rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di transfer melalui plasenta pada bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di transfer melalui plasenta), akan mempermudah terjadinya infeksi atau meningitis pada neonates. Rendahnya IgM dan IgA berakibat kurangnya kemampuan bakterisidal terhadap bakteri gram negatif. 5. Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia atau dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel B dan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis 6. Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit Hodgkin menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga mempermudah terjadinya infeksi. 7. Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah terjadinya infeksi 8. Malnutrisi Faktor Mikroorganisme Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri. Mikroorganisme penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode
  • 22. 22 neonatal bakteri penyebab utama adalah golongan enterobacter terutama Escherichia Coli disusul oleh bakteri lainnya seperti Streptococcus grup B, Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella sp. Sedangkan pada bayi umur 2 bulan sampai 4 tahun yang terbanyak adalah Haemophillus influenza type B disusul oleh Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides. Pada anak lebih besar dari 4 tahun yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis bakterial adalah kuman batang gram negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter, Klebsiella Sp dan Seprata Sp. Faktor Lingkungan Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan sosial ekonomi rendah memgang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi. Pada tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan. Adanya vektor binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi, untuk terjadinya leptospirosis. Meningitis Tuberkulosis 9 Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid (rich dan McCordeck). Kadang-kadang dapat juga terjadi per-kontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningo-ensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama batang otak (brain stem) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrocephalus serta kelainan saraf pusat. Tampak juga kelainan pembuluh darah seperti Arteritis dan Phlebitis yang menimbulkan
  • 23. 23 penyumbatan. Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian mengakibatkan perlunakan otak. Meningitis Viral Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara:1  Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu.  Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.  Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke organ lain.  Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lender dan menyebar melalui system saraf. Berikut contoh cara transmisi virus :12  Enterovirus : biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui rute saluran respirasi  Arbovirus : melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk  Virus limfositik koriomeningitis – melalui kontak dengan tikus dan sejenisnya ataupun bahan eksresinya. Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik, melalui penelanan enterovirus; pemasukan membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau HSV; atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Ditempat tersebut, mulai terjadi multiplikasi dan masuk alirann darah menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik, tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi
  • 24. 24 SSP disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf. Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan penghancuran jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh reaksi hospes terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin karena invasi virus secara langsung, sedangkan respon jaringan hospes yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler dan (3) oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.1,7 Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui. Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada virus Herpes (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi yang signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan blood- brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada sistem organ awal ( seperti mukasa sistem respiratorius atau gastrointestinal ) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan kelenjar limfe / limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam SSP . Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam melawan pertahanan host. Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau melalui defek natural (area post trauma dan tempat lainyang kurang BBB). Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSS telah dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam melawan beberapa virus.
  • 25. 25 Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP dengan transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal frontal dan lobus temporal anterior. 2.1.5 MANIFESTASI KLINIS Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam, sakit kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain, seperti :  Mual  Muntah  Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)  Perubahan atau penurunan kesadaran  Kejang Meningitis Bakterial Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9 1. Gejala infeksi akut. a. Lethargy. b. Irritabilitas. c. Demam ringan. d. Muntah. e. Anoreksia. f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar). g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus). 2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi. a. Muntah. b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar). c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus) d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma. e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.
  • 26. 26 f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang. g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus. h. Crack pot sign. i. Pernafasan Cheyne Stokes. j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar). 3. Gejala rangsangan meningeal. a. Kaku kuduk positif. b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung. Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat diandalkan sebagai diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan cairan serebrospinal (CSS). Gambar 3. Tanda Brudzinski dan Gambar 4. Tanda Kernig
  • 27. 27 Gambar 5. Manifestasi klinis pada bayi / neonatus Gambar 6. Manifestasi klinis pada anak dan dewasa Meningitis Tuberkulosis 9,10 Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput otak sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis miliaris sehingga pada penyebaran miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum tampak.
  • 28. 28 Meningitis Viral 5,9 Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat sembuh alami tanpa pengobatan yang spesifik. Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang- kadang didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada anak besar ialah panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku kuduk. Gejala lain yang dapat timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah, penurunan kesadaran, nyeri pada kuduk dan punggung, fotophobia, parestesia, myalgia. Gejala pada bayi tidak khas. Bayi mudah terangsang dan menjadi gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang didapati. Bila penyebabnya Echovirus atau Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan panas yang akan menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski kadang-kadang positif. Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti :  Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus  Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari campak dan enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina dari infeksi coxsackie virus A  Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV
  • 29. 29  Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau HIV  Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps 2.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pungsi Lumbal 1 Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering dilakukan pada segala umur, dan relatif aman Indikasi 1. Kejang atau twitching 2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI 3. Koma 4. Ubun-ubun besar membonjol 5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun 6. TBC milier 7. Leukemia 8. Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis 9. Sepsis Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya dah pada pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan dilakukan pada meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis. Cairan serebrospinal dikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit kepala dan sakit pinggang. Pungsi lumbal berulang-ulang juga dilakukan pada tekanan intrakranial meninggi jinak (beningn intracranial hypertension), pungsi lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obat tertentu.
  • 30. 30 Kontraindikasi Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses desak ruang dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan yang belum diobati. Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga karena infeksi (meningitis) bukan kontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan hati-hati. Gambar 7. Lumbal Pungsi Pengukuran Tekanan Cairan Serebrospinal Bila tusukan jarum pungsi lumbal tepat dan LCS mengalir keluar, manometer pengukur tekanan LCS dihubungkan dengan pangkal jarum pungsi lumbal tersebut. LCS dibiarkan mengalir mengisi manometer, dan tingginya cairan yang mengisi manometer diukur dalam milimeter air. Nilai normal tekanan LCS 50-200 mm pada keadaan tenang. Pada anak yang berontak, menangis atau batuk tekanan akan meningkat.
  • 31. 31 Pemeriksaan LCS Biasanya pada LP yang berhasil LCS yang keluar ditampung dalam botol steril untuk pemeriksaan lengkap. Cairan yang keluar diperhatikan kejernihan dan warnanya, kemudian ditentukan adanya protein yang meninggi dengan menggunakan uji Pandy dan Nonne. Pada uji Pandy 1-2 tetes LCS diteteskan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diisi dengan 1 ml larutan fenol jenuh (carbolic acid). Bila kadar protein meninggi akan didapatkan warna putih keruh atau endapan putih dalam tabung reaksi tersebut. Pada uji Nonne, 0,5 ml LCS dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diisi dengan 1 ml larutan amonium-sulfat jenuh. Bila kadar protein LCS meningkat didapati cincin putih pada perbatasan kedua cairan tersebut. Pada kesempatan selanjutnya ditentukan jumlah dan diferensiasi sel, kadar protein, glukosa dan kuman dengan preparat langsung maupun kultur. Pada keadaan normal LCS berwarna jernih seperti akuadest, tetapi pada neonatus bisa xantokrom. Sel Untuk menghitung jumlah sel LCS harus segar, harus sudah dihitung dalam waktu 1 jam sesduah pungsi, karena jika terlalu lama sebagia sel menempel di dinding tabung/botol, sebagian sudah lisis sehingga mempengaruhi perhitungan. Jumlah sel leukosit normal pada bayi sampai umur 1 tahun adalah 10 sel/ µl, 1-4 tahun 8 sel/ µl, reamaj dan dewasa 2,59 ± 1,73 leukosit /µl. Eritrosit biasanya tidak terdapat pada anak dan orang dewasa, kecuali pada pungsi traumatik. Adanya sel neoplastik, plasmasit, sel stem dan eosinofil dalam LCS selalu abnormal. Sel eritrosit berlebihan dalam LCS menunjukkan adanya perdarahan atau pungsi traumatik, untuk membedakannya segera lakukan pemutaran (centrifuge) dan perhatikan supernatanya. Apabila supernatan berwarna xantokrom berarti perdarah lama, jika jernih berarti pungsi traumatik.
  • 32. 32 Apabila terdapat peninggian jumlah sel dan terutama PMN, maka kemungkinan pasien menderita meningitis bakterial, atau pada meningitis virus dini atau neoplasma.di Bagian ilmu kesehatan anak FKUI dipakai patokan jumlah sel LCS normal pada anak 20/3 per µl dan pada neonatus minggu pertama 100/3 per µl, tetapi tergantung juga pada keadaan klinis pasien dan diferensiasi sel. Protein Kadar protein normal 20-40 mg/dl. Kadar ini meningkat pada sindrom Guillain Barre, tumor intrakranial atau intraspinal, perdarah intrakranial, penyakit degeneratif dan meningitis. Pada neonatus kadar protein agak lebih tinggi, yaitu 40-80 mg/dl pada umur 0-2 minggu, dan 30-50 mg/dl pada umur 2-4 minggu. Pada neonatus dengan berat badan lahir rendah kadar protein lebih tinggi lagi rata-rata 100 mg/dl. Kadar protein yang tinggi pada neonatus mungkin disebabkan oleh fungsi sawar darah otak yang belum matang dan adanya perdarahan-perdarahan kecil saat partus. Glukosa Kadar normal glukosa dalam LCS antara ½ - 2/3 kadar glukosa plasma, biasanya 50-90 mg/dl. Bila memeriksa kadar glukosa LCS perlu pula ditentukan kadar glukosa plasma dan kedua nilai ini dibandingkan. Bila kadar glukosa LCS kurang dari 50% kadar glukosa plasma, maka dapat dikatakan bahwa kadar glukosa dalam LCS merendah. Penurunan kadar glukosa dalam LCS didapati pada pasien dengan meningitis bakterial, karsinomatosis selaput otak dan lain- lain. Mikroorganisme Pemeriksaan mikroorganisme perlu dilakukan yang pertama-tama dengan pewarnaan gram. Dengan melihat bentuk kuman dan gram dapat diduga diagnosisnya secara cepat. Biakan LCS dalam media dan uji sensitivitas terhadap obat dapat menentukan kuman penyebab yang sebenarnya dan obat yang serasi.
  • 33. 33 Meningitis bakterial 10 - Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada indikasi. - Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi :  Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++).  Jumlah sel 100-10.000/m3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl. Pada stadium dini jumlah sel dapat normal dengan predominan limfosit.  Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak spesifik. - Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap diberikan pemberian antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya senstitif) - Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda- tanda peningkatan tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi. - Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala peningkatan tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang. - Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau curiga ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak) - Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.
  • 34. 34 Meningitis Tuberkulosis 10 - Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah. Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak adekuat. - Pungsi lumbal :  Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom  Jumalh sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3. Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan polimorfonuklear.  Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35 mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal  Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan.  Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu. - Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan Latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila memungkinkan). - Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun hidrosefalus. - Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis. - Uji Tuberkulin dapat mendukung diagnosis - Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan perlambatan gelombang irama dasar.9
  • 35. 35 Meningitis Viral - Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan - Pemeriksaan LCS merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan penyebab meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkanlesi intrakranial atau hidrosefalus obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur LCSD tetap kriteria standar pada pemeriksaan bakteri atau piogendari meningitis aseptic. Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari meningitis bakteri dapat timbul dengan pewarnaan gram negative dan maka timbul aseptic. Hal berikut ini merupakan karakteristik LCS yangdigunakan untuk mendukung diagnosis meningitis viral:  Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000x 109/L darah telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear predominan merupakan aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung sel biasanya kemudian didominasi oleh limfosit pada pola LCS klasik meningitisviral. Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan sel; hal ini merupakan bukan merupakan aturan yang absolute bagaimanapun.  Protein: Kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat bervariasi dari normal hingga setinggi 200 mg/dL. - Studi Pencitraan : Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan gadolinium. CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk penambahan sepanjang mening dan untuk menyingkirkan cerebritis, abses intrakranial, empyema subdural, atau lesi lain. Secara alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium dapat dilakukan. MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada memvisualisasikan patologi intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1 lebih sering
  • 36. 36 mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal dengan gambaran sering lesi bilateral yang difus. - Tes Lain : Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam24-48 jam harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahui penyebab meningitis. Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan kontras dan visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal adalah diperlukan. EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai pada pasien yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform discharge (PLEDs) seringkali terlihat pada ensefalitis herpetic. - Prosedur : Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada indikasi individu dan keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan intrakranial, biopsi otak, dan drainase ventricular atau shunting. Tabel 4. Kadar Normal Cairan Cerebrospinal
  • 37. 37 Tabel. 5. Gambaran Cairan Serebrospinal pada meningitis berdasarkan agen etiologinya 2 2.1.7 DIAGNOSIS Meningitis Bakterial Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala dan tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk dan adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi pada meningismus, meningitis TBC dan meningitis aseptic. Hampir semua penulis mengatakan bahwa diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh Karena itu setiap pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi lumbal.1 Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi pada stadium dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya didapatkan positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter kubik cairan yang sebagian besar terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada stadium dini didapatkan jumlah sel hanya ratusan permilimeter kubik dengan hitung jenis lebih banyak limfosit daripada segmen. Oleh karena itu pada keadaan
  • 38. 38 sedemikian, pungsi lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk menegakkan diagnosis yang pasti. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada stadium penyembuhan meningitis purulenta. Kadar protein dalam CSS meninggi. Kadar gula menurun tetapi tidak serendah pada meningitis tuberkulosa. Kadar klorida kadang-kadang merendah.9 Dari pemeriksaan sediaan langsung dibawah mikroskop mungkin dapat ditemukan kuman penyebab, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Diferensiasi kuman yang dapat dipercaya hanya ditentukan secara pembiakan (kultur) dan percobaan binatang. Tidak ditemukan kuman pada sediaan langsung bukanlah kontra-indikasi terhadap diagnosis. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri (Shift to the left). Umumnya terdapat anemia megaloblastik.9 Meningitis Tuberkulosis Diagnosis dapat ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah gambaran CSS. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila ditemukan kuman tuberkulosis dalam CSS. Uji tuberkulin yang positif, kelainan radiologis yang tampak pada foto roentgen thorak dan terdapatnya sumber infeksi dalam keluarga hanya dapat menyokong diagnosis. Uji tuberkulin pada Meningitis tuberkulosis sering negatif karena reaksi anergi (false-negative), terutama dalam stadium terminalis.9 Meningitis Viral Diagnosis etiologis hanya dapat dibuat dengan isolasi virus. Dalam prakteknya, pemeriksaan serologis tidak dikerjakan berhubung dengan banyaknya jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit ini. Diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan CSS dan perjalanan penyakit yang self-limited. Biakan CSS terhadap kemungkinan penyebab mikroorganisme lain harus dikerjakan (fungus, leptospira, mikobakterium) agar kemungkinan mikroorganisme penyebab lain dapat disingkirkan.
  • 39. 39 Selain biakan CSS, pemeriksaan lain seperti uji tuberkulin, foto Rontgen thorak, mencari sumber tuberkulosis harus dikerjakan agar dapat menyingkirkan kemungkinan meningitis tuberkulosa. 2.1.8 DIAGNOSIS BANDING 1  Meningitis aseptik/viral  Ensefalitis virus  Meningitis bakterialis  Meningitis tuberkulosis 2.1.9 KOMPLIKASI 1-2 Komplikasi dini :  Syok septik, termasuk DIC  Koma  Kejang (30-40% pada anak)  Edema serebri  Septic arthritis  Efusi pericardial  Anemia hemolitik Komplikasi lanjut :  Gangguan pendengaran sampai tuli  Disfungsi saraf kranial  Kejang multipel  Paralisis fokal  Efusi subdural  Hidrocephalus  Defisit intelektual  Ataksia  Buta  Waterhouse-Friderichsen syndrome  Gangren periferal
  • 40. 40 2.1.10 TATA LAKSANA Meningitis bakterial Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis. Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh sebelum antibiotik yang diberikan. Jika bayi yang baru lahir dengan ventilator dan penilaian klinis menunjukkan pungsi lumbal mungkin berbahaya, dapat ditunda hingga bayi stabil. Pungsi lumbal yang dilakukan beberapa hari pengobatan awal berikut masih menunjukkan kelainan seluler dan kimia namun hasil kultur bisa negatif.8 Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan memantau pasien dengan memeriksa tanda-tanda vital dan status neurologis dan balans cairan, menetapkan jenis yang dan volume cairan, risiko edema otak dapat diminimalkan. Anak harus menerima cairan cukup untuk menjaga tekanan darah sistolik pada sekitar 80 mm Hg, output urin 500 mL/m2/hari, dan perfusi jaringan yang memadai. Meskipun menghindari SIADH adalah penting, mengurangi hidrasi pasien dan risiko penurunan perfusi serebral sama-sama penting juga. Dopamin dan agen inotropik lain mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi yang memadai.8 Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak tahun 2004, terapi empirik untuk neonatus dengan meningitis bakterial sebagai berikut :11  Umur 0-7 hari - Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau - Seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV atau - Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Gentamisin 5 mg/kgBB/hari setiap 12 ajm IV.
  • 41. 41  Umur >7 hari - Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV + Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau - Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV atau - Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV. Bayi dan anak Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010, terapi empirik pada bayi dan anak dnegan meningitis bakterial sebagai berikut : 10  Usia 1 – 3 bulan : - Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau - Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis  Usia > 3 bulan : - Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau - Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau - Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dnegan hasil kultur dan resistensi. Durasi pemberian antibiotik menurut IDSA 2004 guidelines for management of bacterial meningitis adalah sebagai berikut :8  N meningitidis - 7 hari  H influenzae - 7 hari  S pneumoniae - 10-14 hari  S agalactiae - 14-21 hari  Bacil aerob Gram negatif - 21 hari atau or 2 minggu  L monocytogenes - 21 hari atau lebih
  • 42. 42 Terapi Deksametason Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis bakterial yang menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi, penurunan edema serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan otak.8 Begitu juga pada penelitian bayi dan anak dengan meningitis H.infulenzae tipe B yang mendapat terapi deksametason menunjukkan penurunan signifikan insidens gejala sisa neurologis dan audiologis, dan juga terbukti memperbaiki gangguan pendengaran. Oleh karena itu IDSA merekomendasikan penggunaan deksametason pada kasus meningits oleh H.influenza tipe B 10 – 20 menit sebelum atau saat pemberian antibiotik dengan dosis 0,15 – 0,6 mg/kg setiap 6 jam selama 2-4 hari.1,8 Namun pemberian deksametason dapat menurunkan penetrasi antibiotik ke SSP. Oleh karena itu pemberiannya harus dengan pemikiran yang matang berdasarkan kasus, resiko dan manfaatnya.8 Bedah Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali jika ada komplikasi seperti empiema subdural, abses otak, atau hidrosefalus.10 Meningitis Tuberkulosis 9 Berdasarkan rekomendasi American Academic of Pediatrics 1994 diberikan 4 macam obat selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin selama 10 bulan. Dasar pengobatan meningitis tuberkulosis adalah pemberian kombinasi obat anti-tuberkulosa ditambah dengan kortikosteroid, pengobatan simptomatik bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah-muntah dan fisioterapi.
  • 43. 43 Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut: 1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300 mg/hari. 2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari. 3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000 mg/hari. 4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500 mg/hari. 5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan tappering off untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon. Meningitis Viral 2 Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu terapi suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu antiviral spesifik mungkin diperlukan. Pada pasien dengan defisiensi imun ( seperti agammaglobulinemia), penggantian imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik enterovirus. Herpes simplex meningitis Manajemen antivirus HSV meningitis adalah kontroversial. Acyclovir (10 mg / kg IV q8h) telah diberikan untuk HSV-1 dan HSV-2 meningitis. Beberapa ahli tidak menganjurkan terapi antivirus kecuali bila diikuti dengan ensefalitis. CMV meningitis Gansiklovir (dosis induksi 5 mg / kg q12h IV, dosis pemeliharaan 5 mg /kg q24h) dan foskarnet (dosis induksi 60 mg / kg q8h IV, pemeliharaan dosis 90-120 mg / kg q24h IV) digunakan untuk CMV meningitis pada host yang immunocompromised. HIV meningitis
  • 44. 44 Terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk pasien dengan meningitis HIV yang terjadi selama sindrom serokonversi akut. 2.1.11 PROGNOSIS Meningitis bakterial 1 Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain: 1. Umur pasien 2. Jenis mikroorganisme 3. Berat ringannya infeksi 4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan 5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal. Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan. Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sulit diturunkan, tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri- bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan meningokok angka kematian dapat diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens sequele Meningitis bakterialis 9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.1,9
  • 45. 45 Meningitis Tuberkulosis 9 Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis tuberkulosis hampir 100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat diturunkan walaupun masih tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus. Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat. Gejala sisa masih tinggi pada anak yang selamat dari penyakit ini, terutama bila datang berobat dalam stadium lanjut. Gejala sisa yang sering didapati adalah gangguan fungsi mata dan pendengaran. Dapat pula dijumpai hemiparesis, retardasi mental dan kejang. Keterlibatan hipothalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin. Saat permulaan pengobatan umumnya menentukan hasil pengobatan. Meningitis Viral 9 Penyakit ini self-limited dan penyembuhan sempurna dijumpai setelah 3-4 hari pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan berat. 2.2. ENSEFALITIS 2.2.1. Definisi Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang proses peradangannya jarang terbatas pada jaringan otak saja tetapi hampir selalu mengenai selaput otak, maka dari itu lebih tepat bila disebut meningoensefalitis. Manifestasi utama meningoensefalitis virus terdiri dari konvulsi, gangguan kesadaran (“acute organic brain syndrome”), hemiparesis, paralisis bulbaris (meningo- encephalomyelitis), gejala-gejala serebelar dan nyeri serta kaku kuduk. Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari bentuk yang paling ringan sampai dengan yang parah sekali seperti koma dan kematian. Ensefalitis dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, riketsia dan virus, tetapi yang terutama virus dan bakteri.
  • 46. 46 2.2.2. Etiologi Ensefalitis virus di bagi dalam 3 kelompok : 1) Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok herpes simpleks, virus influenza, ECHO, Coxsackie dan virus arbo 2) Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya 3) Ensefalitis para-infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus yang sudah dikenal, seperti rubeola, varisela, herpes zoster, parotitis epidemika, mononukleosis infeksiosa dan vaksinasi. 2.2.3. Manifestasi Klinis Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila disebut sebagai meningo-ensefalitis. Manifestasi utama meningo-ensefalitis adalah konvulsi, gangguan kesadaran (acute organic brain syndrome), hemiparesis, paralisis bulbaris (meningo-encephalomyelitis), gejala-gejala serebelar, nyeri, dan kaku kuduk.
  • 47. 47 1. Infeksi ringan: - demam - nyeri kepala - nafsu makan yang memburuk - lemah 2. Infeksi berat: - demam tinggi - nyeri kepala yang berat - mual dan muntah - kekakuan leher - disorientasi dan halusinasi - gangguan kepribadian - kejang - gangguan berbicara dan mendengar - lupa ingatan - penurunan kesadaran sampai koma 3. Tanda-tanda yang bisa dilihat adalah: - muntah - ubun-ubun mencembung - menangis yang tidak berhenti Secara umum, gejala ensefalitis dibagi menjadi tiga (trias): - tanda infeksi, baik akut maupun subakut: panas - kejang-kejang - kesadaran menurun
  • 48. 48 2.2.4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, titer antibodi terhadap virus, pemeriksaan cairan otak: limfosit, monosit meningkat, kadar protein meninggi ringan, kadar glukosa normal, kultur virus bila mungkin, EEG dan CT-Scan bila mungkin. Pada ensefalitis yang disebabkan oleh Herpes simpleks tipe I, gambaran EEG khas berupa aktivitas gelombang tajam periodik di temporal dengan latar belakang fokal/difus. 2.2.5. Penatalaksanaan Pengobatan simtomatik diberikan untuk menurunkan demam dan mencegah kejang. Kortison diberikan untuk mengurangi edema otak. Pengobatan antivirus diberikan pada ensefaltis virus yang disebabkan herpes simpleks atau varisela zoster yaitu dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB intravena, 3 kali sehari selama 10 hari, atau 200 mg tiap 4 jam per oral. Bila kadar hemoglobin (Hb) turun hingga 9 d/dl, turunkan dosis hingga 200 mg tiap 8 jam. Bila Hb kurang dari 7 g/dl, hentikan pengobatan dan baru diberikan lagi setelah Hb normal kembali dengan dosis 200 mg per 8 jam.
  • 49. 49 BAB III ANALISA KASUS Seorang anak perempuan usia 12 tahun, berat badan 30 kg, panjang badan 142 cm, beragama Islam, alamat Luar kota Palembang, MRS 5 September 2013 pukul 22.00 WIB dengan keluhan utama penurunan kesadaran dan keluhan tambahan demam disertai kejang. Dari anamnesis didapatkan bahwa ± 8 hari SMRS, penderita mengalami demam tinggi, tidak batuk, tidak pilek, mual muntah tidak ada, BAB dan BAK biasa. Penderita dibawa berobat ke dokter umum lalu panas turun. ± 4 hari SMRS penderita mengalami demam tinggi dan kejang umum, bersifat tonik klonik, postictal penderita menangis. ± 1 hari SMRS, penderita mengalami kejang, frekuensi 3-4 kali, kejang berlangsung selama kurang lebih 1-2 menit, kejang umum, bersifat tonik-klonik, postictal penderita tidak sadar. Berdasarkan anamnesis penderita mengalami demam, penurunan kesadaran dan kejang hal ini merupakan tanda – tanda dari meningitis bakterialis. Tidak adanya riwayat kontak TB atau menderita TB sehingga dapat menyingkirkan terjadinya meningitis tuberkulosa. Dari pemeriksaan fisik ditemukan status gizi kurang, demam dan tanda- tanda infeksi intrakranial seperti gangguan kesadaran, gangguan neurologis berupa refleks fisiologis yang meningkat, refleks babinsky + pada kedua tungkai dan didapatkan kaku kuduk. Hasil ini dapat memperkuat kemungkinan terjadinya infeksi intrakranial berupa meningitis dan dapat menyingkirkan kemungkinan kejang demam kompleks dan penyakit epilepsy. Hasil pemeriksaan darah rutin menunjukkan penurunan nilai Hb 11,7 g/dL, hematokrit 35%, peningkatan LED 83 mm/jam dan pemeriksaan CRP positif (5). Pada hasil pemeriksaan lumbal pungsi, didapatkan warna cairan cerebrospinal bening, jernih, tidak berbau, pH 8,0, jumlah leukosit 3,0 sel/µ, pandy (-), Nonne (-) glukosa 89,4 mg/dl, protein 0,1 g/dL, PMN cell 0%, MN cell 100% dan kadar chloride 131 mEq/L. Dari manifestasi klinis, pemeriksaan
  • 50. 50 laboratorium dan pemeriksaan lumbal fungsi diatas maka diagnosis yang paling mendekati adalah meningitis bakterialis. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini antara lain antibiotik ampicilin dengan dosis 4 x 1 g iv dan kloramfenikol 3 x 750 mg iv untuk mengatasi infeksi dan profilaksis pada pasien ini. Penderita diberikan diet berupa 1800 kkal untuk memperbaiki status gizi penderita. Pada kasus ini, diagnosis banding meningitis adalah meningitis bakterialis meningitis tuberkulosis, meningitis aseptic dan ensefalitis. Pada pasien ini terdapat kaku kuduk. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan penurunan nilai Hb 11,7 g/dL, hematokrit 35%, peningkatan LED 83 mm/jam dan pemeriksaan CRP positif (5). Pada hasil pemeriksaan lumbal pungsi, didapatkan warna jernih, jumlah sel meningkat MN > PMN. Dari hasil pemeriksaan yang paling mendekati adalah meningitis bakterialis. Prognosis pada meningitis bakterialis ditentukan dari beberapa faktor yaitu umur pasien, jenis mikroorganisme, berat ringannya infeksi, lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan dan kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang diberikan. Maka prognosis pada pasien ini quo ad vitam dubia ad bonam dan quo ad fungsionam dubia ad bonam.
  • 51. 51 DAFTAR PUSTAKA 1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71 2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed May 29th,2011. 3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric Hospital Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003. h. 443-6. 4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi- mega2.pdf. Accessed June 1st, 2011. 5. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Updated: August 6th, 2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. Accessed May 29th, 2011. 6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier saunders; 2005. h. 106-13. 7. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman, Jenson, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke- 17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 2038-47. 8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Accessed May 29th, 2011. 9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9. 10. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.
  • 52. 52 11. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208. 12. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29th, 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview. Accessed May 29th, 2011. 13. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Updated: August 6th, 2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/ prevention.html. Accessed June 1st, 2011. 14. Bakta, M. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC