1. 1
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
KEPANITERAAN KLINIK FK UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RS BHAKTI YUDHA
Tanda tangan
Nama : Chrismicel
NIM : 11-2011-212
Dr. Pembimbing : dr. Dini Andriani, SpS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
2. 2
Status perkawinan : Sudah menikah
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Alamat : Jalan Pitara gg Ta’Lim RT 3/15 no. 148
No.CM : 00282223
Dirawat di ruang : Cattleya I
Tanggal masuk : 8 Agustus 2012
II. SUBJEKTIF
Alloanamnesis (anak) pada tanggal 8 Agustus 2012 jam 1300 WIB
Keluhan utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran ± 3 jam sebelum masuk ke rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang
Pasien seorang perempuan, berusia 62 tahun, datang ke UGD RSBY dibawa oleh
keluarganya karenan tidak sadar sejak kurang lebih 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Oleh
anak pasien mengatakan bahwa pada pagi harinya kira-kira pukul 6.15 os masih sadar dan
minum energen. Kemudian os dimandikan oleh anak pasien, setelah dimandikan, os mulai
mengalami penurunan kesadaran ketika os sedang dipakaikan baju. Setelah os mengalami
penurunan kesadaran, dengan wajah dan kedua bola mata melirik ke kiri, penurunan
kesadaran ini terjadi tiba-tiba tanpa didahului dengan keadaan os yang mengantuk terlebih
dahulu dan os sudah tidak dapat menjawab walaupun dipanggil dengan diguncang-
guncangkan badannya. Kemudian Anak os memanggil dokter setempat untuk diperiksa dan
anak os menceritakan bahwa tensi os 210 untuk sistolik, dan kemudian oleh dokter setempat
os dirujuk ke RSBY. Selama memanggila dokter dan sampai ke RSBY menurut pengakuan
anak os, tidak terdapat perubahan dari kesadaran os. Os masih tetap tidak merespon ketika
dipanggil dan wajah dan kedua mata os tetap melirik ke kiri.
3. 3
Sebelum kesadaran os menurun, menurut pengakuan dari anak os, os tidak mengalami
muntah, sakit kepala, dan tidak terdapat riwayat demam. Riwayat muntah disangkal oleh
anak os. Menurut pengakuan dari anak pasien, pasien tidak mengalami demam dalam
beberapa hari kebelakang. Menurut pengakuan anak pasien, hal yang paling sering
dikeluhkan oleh pasien adalah rasa sakit kepala yang nyut-nyutan saja, dan apabila os sakit,
maka keluarga membawa os ke dokter setempat.
Sejak 7 bulan yang lalu menurut pengakuan anak pasien, pasien sering mengeluhkan
sakit kepala, batuk berdahak, darah (-). dan pilek, oleh keluarga pasien, pasien dibawa
berobat ke dokter setempat dan diberikan obat antihipertensi berupa beta bloker.
Menurut pengakuan anak pasien, 4 bulan yang lalu pasien sempat merasa kehilangan
penglihatan, dimana pasien mengatakan bahwa pandangan pasien menjadi kabur, tetapi
peristiwa tersebut hanya berlangsung beberapa jam saja, kemudian penglihatan pasien pulih
kembali.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada
Riwayat penyakit dahulu
Pada tahun 2007 pasien pernah menderita stroke. Saat kejadian pasien mengalami gangguan
lengan dan kaki sebelah kiri serta bicara pelo. Sewaktu kejadian, pasien mengalami
kesukaran untuk menggerakan tangan dan kaki, tidak mampu berjalan sendiri. Setelah
pengobatan pasien dikatakan sudah membaik sejak kejadian pertama tersebut. Pasien sudah
bisa berjalan menggunakan tongkat . Walaupun begitu, pasien bicara sedikit pelo.
Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi, dan oleh dokter sudah diberikan obat beta
bloker.
Riwayat sosial, ekonomi, pribadi
4. 4
Kesan : Baik
III. OBJEKTIF
1. Status Generalis
Kesadaran : Sopor
Glasgow coma scale : E2 M5 V2
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Pernapasan : 29 kali/menit
Suhu : 38,5 oC
Kepala : Normosefali
Leher : Tak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba
pembesaran KGB leher
Jantung : BJ I – II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : SN Vesikuler, rhonki + / +, wheezing - / -
Perut : Supel, BU (+) normal, NT abdomen (-), tidak teraba
pembesaran hepar dan lien
2. Status Psikikus
Cara berpikir : Tidak dapat dinilai
Perasaan hati : Tidak dapat dinilai
Tingkah laku : Tidak dapat dinilai
Ingatan : Tidak dapat dinilai
Kecerdasan : Tidak dapat dinilai
3. Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Normosefali
Nyeri tekan : Tidak ada
5. 5
Simetris : Tampak simetris
Pulsasi : Tidak ada
B. Leher
Sikap : Menengok ke kiri
Pergerakan : bebas
C. Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : Negatif
Brudzinksi : Negatif
Kernig : Negatif
Lasegue : Negatif
D. Pemeriksaan saraf cranial
i. N. I kanan kiri
Subjektif tidak bisa dinilai
Dengan bahan tidak dilakukan
ii. N. II kanan kiri
Tajam penglihatan tidak bisa dinilai
Lapangan penglihatan tidak bisa dinilai
Melihat warna tidak bisa dinilai
Fundus okuli tidak dilakukan
iii. N. III kanan kiri
Ptosis - -
Pergerakan bulbus parese parese
Strabismus tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Nistagmus tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Eksoftalmus tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Enoftalmus tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Pupil - Besar 4 mm 4 mm
6. 6
- Bentuk bulat, isokor bulat, isokor
Refleks terhadap sinar (+) (+)
Refleks konversi Tidak dilakukan
Refleks konsensuil Tidak dilakukan
Melihat ganda tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
iv. N.IV kanan kiri
Pergerakan mata
(ke bawah-medial) sulit dinilai sulit dinilai
Sikap bulbus tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Melihat ganda tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
v. N.V kanan kiri
Membuka mulut baik baik
Mengunyah tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Menggigit tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Refleks kornea tidak dilakukan
Sensibilitas tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
vi. N.VI kanan kiri
Pergerakan mata ke lateral parese +
Sikap bulbus tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Melihat ganda tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
vii. N.VII kanan kiri
Sulcus nasolabialis kesan hemiparese sinistra sentral
Mengerutkan dahi tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Menutup mata (+) (+)
Memperlihatkan gigi tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Mengembungkan pipi tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
7. 7
viii. N.VIII kanan kiri
Detik arloji tidak dilakukan
Suara berisik tidak dilakukan
Weber tidak dilakukan
Rinne tidak dilakukan
ix. N.IX
Perasaan lidah 1/3 belakang tidak dilakukan
Arcus pharynx tidak bisa dinilai
x. N.X
Arcus pharynx tidak bisa dinilai
Menelan tidak bisa dinilai
Bicara tidak bisa dinilai
xi. N.XI kanan kiri
Mengangkat bahu tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Memalingkan kepala tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Tropi otot bahu eutrofi eutrofi
xii. N.XII
Julur lidah tidak bisa dinilai
Tremor lidah tidak bisa dinilai
Fasikulasi tidak bisa dinilai
Atrofi tidak bisa dinilai
E. Badan dan anggota gerak
A. Badan
Motorik
- Respirasi : Takipnea
8. 8
- Duduk : Tidak dapat dinilai
- Bentuk kolumna vertebralis : Tidak dapat dinilai
- Pergerakan kolumna vertebralis : Tidak dapat dinilai
Sensibilitas
- Taktil : Tidak dilakukan
- Nyeri : Respons terhadap nyeri positif
- Thermi : Tidak dilakukan
- Diskriminasi : Tidak dilakukan
- Lokalisasi : Tidak dilakukan
Refleks
- Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan
- Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan
- Refleks kulit perut tengah : Tidak dilakukan
- Refleks kremaster : Tidak dilakukan
B. Anggota Gerak Atas
Motorik Kanan Kiri
- Pergerakan (kesan hemiparese duplex dimana kiri lesi lama)
- Kekuatan - -
- Tonus Normotonus Normotonus
- Atrofi Eutrofik Eutrofik
Sensibilitas
- Taktil Tidak dilakukan
- Nyeri Tidak dilakukan
- Thermi Tidak dilakukan
- Diskriminasi Tidak dilakukan
- Lokalis Tidak dilakukan
9. 9
Refleks
- Biceps ++ ++
- Triceps ++ ++
- Radius Tidak dilakukan
- Ulna Tidak dilakukan
- Tromner-Hoffman Tidak dilakukan
C. Anggota Gerak Bawah
Motorik Kanan Kiri
- Pergerakan kesan hemiparese duplex kiri lesi lama
- Kekuatan - -
- Tonus Normotonus Normotonus
- Atrofi Eutrofik Eutrofik
Sensibilitas
- Taktil Tidak dilakukan
- Nyeri Tidak dilakukan
- Thermi Tidak dilakukan
- Diskriminasi Tidak dilakukan
- Lokalis Tidak dilakukan
Refleks
- Patella ++ ++
- Achilles ++ ++
- Babinsky + +
- Chaddock + +
- Schaefer + +
- Oppenheim - -
- Klonus paha - -
E. Koordinasi, Gait dan Keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
10. 10
Tes Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesia : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomenon: Tidak dilakukan
Dismetria : Tidak dilakukan
F. Gerakan abnormal
Tremor : Tidak ada
Miokloni : Tidak ada
Khorea : Tidak ada
G. Alat vegetative
Miksi : Normal (Dipasang catheter)
Defekasi : Normal
Ereksi : Tidak dinilai
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
8 Agustus 2012. Jam 15:14 WIB
Darah lengkap
Hb : 15.6
Leukosit : 22.53
Trombosit : 316
Hematokrit : 46
MCV : 88
MCH : 30.2
MCHC : 34.3
LED : 15
Diff. count : 0 / 0/ 1/ 93/ 2/ 4
GDS : 168 mg/dL
12. 12
Candida negative
Hasil Pemeriksaan Foto Thorax dan CT-Scan Kepala 10 April 2012
CT-Scan Kepala Polos
Hasil : MSCT – Cerebral Cranium Potongan axial (tanpa kontras)
Reformat sagital/coronal dengan hasil sbb :
Tampak lesi hipodense batas tidak tegas dengan perifocal edema minimal di
parietal kanan
13. 13
Sulci dan gyri tampak normal
System ventrikel dan cisterna tampak normal
Pons dan cerebelum tampak normal
Tak tampak kalsifikasi abnormal
Tak tampak deviasi midline struktur
Mastoid, sinus frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis kanan kiri tampak normal
Tulang calvaria tampak normal
Kesan :
Suspect abses di lobus parietalis kanan
Foto toraks
14. 14
Hasil : X – FOTO THORAX AP :
Cor : kesan membesar
Aorta tampak normal
Pulmones : tampak konsolidasi di parahiler kanan, corakan bronkovaskuler
normal
Diafragma normal
Sinus costophrenicus kanan dan kiri : normal
Tulang-tulang : tak tampak kelainan
Kesan : sugestif cardiomegali
Pulmo : gambaran pneumonia
V. RINGKASAN
Subjektif :
Pasien seorang perempuan berusia 62 tahun datang ke UGD RSBY dengan penurunan
kesadaran ± 3 jam SMRS. Pada saat kejadian pasien sedang duduk-duduk di kasur.
Kedua bola mata melirik ke arah kiri. Muntah (-) sakit kepala (-), demam (+). Pasien
sering mengeluhkan sakit kepala, dan terdapat riwayat stroke pada tahun 2007.
Objektif :
Pasien dengan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran sopor dengan GCS = 9,
E2 M5 V2. TD : 170/100 mmHg, N : 88 x/menit, RR : 29 x/menit, Suhu : 38,5oC.
Pada pemeriksaan neurologikus didapatkan tanda rangsang meningeal (-), kesan
parese N.VI dan IV kanan, parese N III (dolls eye (-)), hemiparese N VII sentral
sinistra. Motorik kesan hemiparese dupleks dimana kiri lesi lama. Rangsang nyeri
positif. Refleks fisologis normal, dengan reflex patologis Babinksi (+).
Pemeriksaan penunjang:
Leukosit : 22.53 ribu/mm3
CT-Scan Kepala Polos : Suspect abses di lobus parietalis kanan
Foto toraks : sugestif cardiomegali
Pulmo : gambaran pneumonia
15. 15
VI. DIAGNOSIS
Diagnosa Klinik :
- Penurunan kesadaran
- Hipertensi
- Hemiparese duplex (kiri lesi lama)
- parese N.VI kanan, parese N III kiri (dolls eye (-)), paresis N VII kiri sentral.
- Peningkatan suhu tubuh.
Diagnosia Topik : korteks
Diagnosa Etiologik : SOL, abses
Diagnosa Patologik : inflamasi, penekanan
VII. TATALAKSANA
Nonmedikamentosa.
Fisioterapi
Medikamentosa
NGT
DC
O2 2 liter
IVFD aminofluid 1000cc : RL = 1:2/ 24 jam
Mannitol 125 cc drip laju dihabiskan dalam 40 menit dilanjutkan dengan 4 x 125 cc
drip laju dihabiskan dalam 35 menit, tiap kali pemberian
Metronidazole 3x500 mg
INH 1x300mg
Rifampisin 1x450mg
Pyrazinamide 2x500mg
Ethambutol 3x250 mg
16. 16
Cortidex 4x i amp IV
Ranitidine 2x1 amp IV
Cefotaxime 1x 2 gr IV
Sohobion 1x1 IV
Amlodipine 1x10 mg po
Paracetamol 3x500 mg
Diet cair 6x200 cc
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia
Ad sanationam : dubia
Follow up tanggal 9/8/2012
S : sudah mulai buka mata dan tutup mata, kontak (+), bicara (-)
O : E3M5V2
Pupil bulat isokor diameter 4 mm/4mm RCL +/+ RCTL +/+
A : SOL (abses) dd/ Tuberkuloma
P : Metronidazole 3x500 mg
Manitol 125 cc drip dalam 40 menit (pk 13-19-01)
INH 1x300 mg
Rifampisin 1x450 mg
Ethambutol 3x250 mg
Cortidex 4x1 amp IV
Ranitidine 2x 1 amp IV
Cefotaxime 1 x 2gr iv
17. 17
Sohobion 1x1 iv
Amlodipine 1x10 mg po
Paracetamol 3x500 mg
Diet cair 6x200 cc
Follow up tanggal 10/8/2012
S : kadang buka mata sendiri, demam +
O: E3M5V2
Pupil bulat isokor diameter 4mm/4mm, RCL +/+, RCTL +/+
Kaku kuduk –
N cranialis : dolls eye +
Motorik : kesan hemiparesis duplex
A: suspek SOL dd/tuberkuloma
Riwayat stroke
P : cek ulang darah rutin
IVFD aminofluid 1000cc : RL : 1:2
Diet cair 6x200 cc
Fisioterapi pasif dan chest fisioterapi, miring kiri kanan
Terapi lanjut
Manitol 100cc drip habis dalam 30 menit (09-17-01)
18. 18
TINJAUAN PUSTAKA
PENURUNAN KESADARAN
Seseorang disebut sadara bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Orang normal
dapat berada dalam keadaan : sadar, mengantuk atau tidur. Bila ia tidur, ia dapat disadarkan
oleh rangsang, misalnya rangsang nyeri, bunyi atau gerak. Rangsang ini disampaikan pada
sistem aktivitas retikuler, yang berfungsi mempertahankan kesadaran. Sistem aktivitas
retikuler terletak di bagian atas batang otak, terutama di mesensefalon dan hipothalamus. Lesi
di otak yang terletak di atas hipotalamus tidak akan menyebabkan penurunan kesadaran,
kecuali bila lesinya luas dan bilateral. Lesi fokal di cerebrum, misalnya oleh tumor atau
stroke, tidak akan menyebabkan koma, kecuali bila letaknya dalam dan menggangu
hipotalamus. Dalam memeriksa tingkat kesadaran, seseorang dokter melakukan inspeksi,
konversasi dan bila perlu memberikan rangsang nyeri.
1. Inspeksi, Perhatikan apakah pasien berespon secara wajar terhadap stimulus visual,
auditoar dan taktil yang ada disekitarnya.
2. Konversi. Apakah pasoen memberi reaksi wajar terhadap suara konversasi, atau dapat
dibangunkan oleh suruhan atau pertanyaan yang disampaikan dengan suara kuat?
3. Nyeri. Bagaimana respon pasien terhadap rangsang nyeri?1
Kedaran (consciousness) didefiniksikan sebagai suatu keadaan “menyadari keadaan dirinya
sendiri juga keadaan lingkungannya” (sebaliknya dengan koma, yaitu tidak adanya kesadaran
terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya).
Gangguan kesadaran bisa berbentuk :
- Gangguan terhadap “isi kesadaran (content)”
- Bisa juga terhadap “keadaan bangun (arousal)”
Secara klinis “keadaan bangun” ditandai dengan kemampuan membuka mata, baik spontan
maupun setelah diberi rangsangan, sedangkan indikator klinis dari “isi kesadaran” adalah dari
fungsi bicara bahasanya.2
19. 19
Perubahan Patologis tingkat Kesadaran
Penyakit dapat mengubah tingkat kesadaran ke dua arah, yaitu : meningkatkan atau
menurunkan kesadaran. Peningkatan tingkat kesadaran dapat pula mendahului penurunan
kesadaran, jadi mnerupakan suatu siklus. Pada kesadaran yang meningkat atau eksitasi
serebral dapat ditemukan tremor, euforia, dan mania. Pada mania penderitanya dapat
merasakan ia hebat; alur pikiran cepat berubah, hiperaktif, banyak bicara, dan insomnia.
Delirium
Penderita delirium menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal
dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien
tampak gaduh gelisah, kacau disorientasi, berteriak, aktivitas motoriknya meningkat,
meronta-ronta. Penyebab delirium beragam, diantaranya ialah kurang tidur oleh berbagai
obat, dan gangguan metabolik toksik. Pada manula, delirium kadang-kadang didapatkan
waktu malam hari.2
Secara sederhana tingkat kesadaran dapat dibagi atas :
Somnolen : keadaan mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen
disebut juga : letargi, obtudansi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita
dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
Sopor (stupor) : kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang
singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat
dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat
diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri
masih baik.
Koma-ringan : Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Refleks (kornea,
pupil dlsbnya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri.
Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban “primitif”. Penderita
sama sekali tidak dapat dibangunkan.
Koma : tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri
yang bagaimanapun kuatnya.
20. 20
Walaupun sudah dibagikan tahapan penurunan kesadaran seperti diatas, haruslah diingat
bahwa pembagian dilakukan berdasarkan pengertian klinis dan batas antara satu tahapan ke
tahapan lain tidak tegas sehingga seorang pasien dapat dinyatakan berada dalam keadaan
sporo-koma, atau somnolen-sopor.1
Pemeriksaan Penurunan Kesadaran
Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadran dapat digunakan skala koma glasgow yang
memperhatikan tanggapan penderita terhadap rangsang.
a. Membuka mata
- Spontan
- Terhadap bicara (mengarahkan pasien
membuka mata)
- Dengan rangsang nyeri
- Tidak ada reaksi
Nilai
4
3
2
1
b. Respons verbal
- Baik dan tidak disorientasi
- Kacau
- Tidak tepat (kata-kata tidak berupa
kalimat)
- Mengerang (tidak ada kata-kata)
- Tidak ada jawapan
5
4
3
2
1
c. Respons motorik
- Menurut perintah
- Mengetahui lokasi nyeri
- Reaksi menghindar
- Reaksi fleksi (dekortikasi)
- Reaksi ekstensi (deserebrasi)
- Tidak ada reaksi
6
5
4
3
2
1
Pemeriksan fisik
21. 21
Pada tiap penderita dengan kesadaran yang menurun atau koma harus dilakukan pemeriksaan
yang sistematis. Hal ini menghemat waktu dan menghindarkan kekhilafan serta pemeriksaan
laboratorium yang tidak perlu. Pemeriksaan harus mencakup :
Anamnesis
Harus ditanyakan kepada orang yang mengetahui (allo-anamnesis) apakah ada :
- Riwayat trauma kepala
- Gangguan konvulsif (kejang), riwayat epilepsy
- Diabetes mellitus, pengobatan hipoglikemia, insulin
- Penyakit ginjal, hati, jantung atau paru
- Perubahan suasana hati pasien (mood), tingkah laku, pikiran, depresi
- Penggunaan obat-obat atau penyalahgunaan zat
- Riwayat alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik
- Gejala kelumpuhan, demensia atau gangguan fungsi luhur
- Penyakit terdahulu yang berat serta perawatan di rumah sakit sebelumnya
Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum harus mencakup;
- Gejala vital. Periksalah jalan napas pasien, keadaan respiarasi dan sirkulasi. Pastikan
bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat bernafas.
- Kulit. Diperhatikan apakah adanya tanda-tanda trauma, stigmata penyakit hati, bekas
suntikan, kulit basah karena keringatan (misalnya pada hipoglikema, syok), kulit
kering (seperti pada koma diabetik), perdarahan (misalnya, demam berdarah, DIC).
- Kepala. Diperhatikan apakah terdapatnya tanda – tanda trauma, hematoma di kulit
kepala, hematoma di sekitar mata, perdarahan di liang telinga dan hidung.
- Pemeriksaan toraks, jantung, paru, abdomen dan ekstremitas
Pemeriksaan neurologis
Pada tiap pasien yang dating dengan penurunan kesadaran atau koma, harus dilakukan
pemeriksaan neurologis. Dengan pemeriksaan neurologis yang baik, diharapkan dapat
mengungkap penyebab dari penuruan kesadaran.
22. 22
Pemeriksaan paling pertama dan paling mudah dapat dilakukan adalah inspeksi. Dilihat
keadaan sikap penderita sewaktu berbaring, apakah tenang dan santai, yang menandakan
bahwa penurunan kesadaran tidak dalam. Adanya gerak menguap atau menelan merupakan
tanda bahwa penurunan kesadaran tidak dalam. Kelopak mata yang terbuka dan rahang yang
kelihatan “menggantung” merupakan tanda kepada penurunan kesadaran yang dalam.
Pemeriksa haruslah sentiasa ingat bahwa tidak ada batasan yang tegas antara tingkat-tingkat
kesadaran. Secara umum dapat dikatakan bahwa jika kuat rangsangan yang diperlukan untuk
membangkitkan respons dari pasien itu adalah lebih tinggi, maka pasien berada dalam
keadaan penurunan kesadaran yang lebih dalam.2
Pada pemeriksaan neurologis pasien dengan penurunan kesadaran dapat dilakukan
pemeriksaan terhadap;3
- Respirasi. Diperhatikan pola pernafasan pasien. Hal ini dapat membantu dalam
menentukan letak tingginya lesi dan kadang-kadang dapat membantu dalam
menentukan jenis gangguan.
Cheyne-Stokes. Pada pola pernafasan Cheyne-Stokes penderita bernafas semakin
lama semakin dalam dan kemudian mendangkal, diikuti dengan fase apneu. Pola
pernfasan ini dapat ditemui pada disfungsi hemisfer bilateral, sedangkan batang otak
masih baik. Pola pernafasan ini juga merupakan tanda dari gangguan metabolic dan
gagal jantung. Hal ini dapat merupakan gejala pertama pada herniasi transtentorial.
Hiperventilasi-Neurogen-Sentral. Pola pernafasan yang cepat dan dalam dengan
frekuensi kira-kira 25 kali per menit. Pada keadaan ini, lesi biasanya berada pada
tinggi tegmentum otak, antara mesensefalon dan pons. Pada pemeriksaan, didapatkan
ambang respirasi rendah, pemeriksaan darah menunjukkan alkalosis respiratorik,
PCO2 arterial rendah, pH meningkat dan tedapat hipoksia ringan. Pemberian oksigen
tidak mengubah pola nafas. Pola pernafasan ini sering didapatkan pada infark
mesensefalon-pontin, anoksia, atau hipoglikemia yang melibatkan daerah ini dan pada
kompresi mesensefalon karena herniasi tentorial.
Apneustik. Pola pernafasan apnestik ditandai dengan inspirasi yang memanjang
diikuti oleh apne pada saat ekspirasi dengan frekuensi 1 – 1 ½ per menit.
Pernafasan kluster. Atau cluster breathing ditandai dengan respirasi yang
berkelompok diikuti oleh apne. Keadaan ini didapatkan apabila terjadinya kerusakan
setinggi pons.
23. 23
Ataksik (ireguler). Pola pernafasan yang tidak teratur baik dalam maupun iramanya.
Kerusakan biasanya setinggi medulla oblongata dan merupakan keadaan preterminal.
Kerusakan yang luas pada batang otak jarang memberikan pola pernafasan yang
normal.
- Pupil mata.
Diperhatikan keadaan pupil, bagaimana ukurannya: normal, midriasis atau miosis,
apakah sama besar. Stimulasi saraf simpatik mengakibatkan midriasis,sedangkan
stimulasi parasimpatik menyebabkan miosis. Obat yang menyebabkan miosis ialah
stimulator parasimpatik (contoh: bromide, reserpin, karpin, nikotin) atau inhibitor
simpatik (contoh: kokain, efedrin, adrenalin). Pupul yang masih beraskis menandakan
bahwa mesensefalon belum rusak. Pada penderita koma dengan reaksi kornea dan
gerak mata ekstraokuler yang negative, sedangkan reaksi pupil masih ada, perlu
dipikirkan adanya gangguan metabolic atau intoksikasi obat. Lesi mesensefalon
menyebabkan dilatasi pupil yang tidak bereaksi terhadap cahaya. Pupil melebar satu
sisi dan tidak bereaksi menandakan bahwa adanya tekanan pada N.III yang dapat
disebabkan oleh herniasi tentorial (unkus). Kerusakan pons dapat mengakibatkan
pupil yang kecil, yang masih bereaksi terhadap cahaya terang. Heroin menyebabkan
pupil yang kecil.
- Gerakan bola mata.
Untuk pemeriksaan gerak bola mata dilakukan doll’s eye maneuver. Kelopak mata
penderita dibuka dan kepala diputar dari samping kiri ke samping kanan dan
24. 24
sebaliknya, kemudian ditekuk dan ditengadahkan. Reaksi positif apabila pada
pemutaran kepala ke kanan, mata berdeviasi ke kiri. Mata berdeviasi ke atas apabila
leher difleksi. Mata kemudian dengan cepat kembali ke sikap semula, walaupun
kepala masih dalam sikap terputar atau terfleksi. Reaksi negative apabila bola mata
tidak bergerak atau gerakannya asimetrik; yang dapat dijumpai pada kerusakan pons-
mesensefalon. Bila dicurigai adanya fraktur tulang servikal, tes di atas tidak boleh
dilakukan karena boleh memperberat cedera tulang belakang dan menyebabkan
kerusakan medulla spinalis.
- Funduskopi.
Pada pemeriksaan funduskopik diperhatikan keadaan papil, apakah edema,
perdarahan dan eksudasi serta bagaimana keadaan pembuluh darah. Tekanan
intracranial yang meninggi, menyebabkan terjadinya edema papil. Pada perdarahan
subarachnoid dapat dijumpai perdarahan subhialoid.
- Motorik
Perhatikan adanya gerakan pasien, apakah asimetrik (paresis). Gerakan mioklonik
dapat dijumpai pada ensefalopati metabolic (misalnya gagal hepar, uremia, hipoksia),
demikian juga gerak asteriksis. Kejang multifocal dapat dijumpai pada gangguan
metabolik. Sikap dekortikasi (lengan fleksi, tungkai ekstensi) menandakan lesi yang
dalam pada hemsifer atau tepat pada mesensefalon. Sikap deserebrasi (lengan
ekstensi, aduksi dan endorotasi, tungkai dalam sikap ekstensi) dijumpai pada lesi
batang otak bagian atas, antara nucleus ruber dan nucleus vestibular.
25. 25
Pemeriksaan penunjang
Dilakukan untuk mendeteksi apakah adanya gangguan metabolic misalnya hipoglikemia,
hiperkalsemia, koma diabetic, uremia, gagal hepar dan gangguan elektrolit lainnya. Bila ada
fasilitas, dapat dilakukan pemeriksaan CT-scan untuk mendeteksi ganguan serebral
(hematomsa, perdarahan, dan tumor). Bila tidak ada kontraindikasi, maka pemeriksaan cairan
serebrospinal perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis dan perdarahan
subarachnoid.1
Jaras Kesadaran
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua
sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating
System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari
medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem ntk kemudian difus di
korteks serebri.
26. 26
Sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla,
pons, mesencephalon menuju ke subthalamus, hipothalamus, thalamus dan korteks serebri
akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS
antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gamma aminobutyric acid
(GABA).
Reticular Activating System atau Sistem aktivasi reticuler merupakan bagian dari Formasio
Retikularis
.
27. 27
Formasio Retikularis menghubungkan semua jenis informasi neuronal melalui kolateralnya. Disini
berbagai masukan diterima dan kemudian disebarluarkan serta dilakukan organisasi respon nya.
28. 28
Penerimaan informasi yang luas, baik sumbernya yang berasal dari bagian sensoris yang
melalui saraf tulang belakang dan dari seluruh bagian sensoris di batang otak, di kirim
melalui bagian tepi dari formasio retikularis.
Input yang berasal dari hidung (olfactory) melalui sistem saraf hidung masuk kebagian otak
depan.
Struktur yang berasal dari hipotalamus dan sistem limbic juga memberikan input ke formasio
retikularis, beberapa bagian dari fungsi viseral dan fungsi saraf otonom, dan serebelum juga
turut memberikan input ke bagian medial formasio retikularis untuk diaturnya.
29. 29
Ascending Reticular Activating system (ARAS) dari formasio retikularis bertanggungjawab
untuk kesadaran dan bangun. Perjalanan nya melalui nuclei tak spesifik dari talamus hingga
ke korteks otak; kerusakan pada bagian ini dapat menyebabkan koma.
Formasio Retikularis mengirimkan impuls kebagian sensorik, motorik dan bagian autonom
dari sistem saraf ditulang belakang yang menerima masukan dari bagian sensoris yang ada
disana, keluar dari masing-masing preganglion saraf autonom, dan keluar dari sistem saraf
motorik bagian tepi (LMN).
Formasio Reticularis mengirimkan secara luas hubungan dengan inti yang ada dibatang otak
(seperti nucleus tractus solitarius) dan pusat regulator autonom dan nukleus yang memodulasi
fungsi viseral.
Proyeksi bagian Efferen formasio retikularis ke hipotalamus, nukleus di septum dan area
limbic di otak depan membantu untuk memodulasi fungsi autonom bagian visceral,
pengeluaran sistem saraf endokrin dan bertanggungjawab pada emosi dan perilaku.
30. 30
Proyeksi Bagian efferent formasio reticularis ke serebelum bersama dengan ganglia basalis
untuk memodulasi sistem motorik bagian atas (UMN) dan sistem motorik bagian bawah
(LMN)
RAS terdiri dari beberapa sirkuit saraf yang menghubungkan otak ke korteks. Jalur ini berasal
di inti batang otak reticular bagian atas dan proyeksi sirkuitnya melalui riley sinaptik dalam
rostral intralaminar dan inti talamus ke korteks serebri. Akibatnya, Individu dengan lesi/
kerusakan kedua belah inti intralaminar talamus berakibat menjadi lesu atau mengantuk,
bahkan dapat menyebabkan penurunan kesadaran atau koma.
Batas RAS ini tidak jelas dan cenderung merupakan suatu kesatuan istilah fisiologi daripada
anatomi. Beberapa daerah yang termasuk dalam RAS adalah :
`1. Formasio Reticularis di Otak tengah
2. Inti mesencephalon di Mesencephalon
31. 31
3. Nukleus Intralaminar di talamus
4. Hipotalamus bagian belakang
5. Tegmentum
Sirkuit saraf RAS dimodulasi oleh interaksi kompleks neurotransmitter utama. RAS
mengandung komponen kolinergik dan adrenergik yang memperlihatkan sinergi serta
tindakan kompetitif untuk mengatur aktivitas talamus dan korteks (talamokortikal) dan
kondisi perilaku yang sesuai.
Fungsi RAS
RAS juga turut mengatur perubahan fisiologi dari keadaan tidur nyenyak hingga terjaga dan
bersifat reversible untuk hal ini.
Selama tidur, neuron di RAS akan memiliki aktifitas yang jauh lebih rendah sebaliknya, RAS
memiliki tingkat aktivitas yang lebih tinggi selama keadaan sadar.
Agar otak dapat tidur, harus ada pengurangan aktivitas ascending aferen mencapai korteks
dengan penekanan aktivitas RAS.
Sistem retikuler juga membantu mediasi transisi dari terjaga santai hingga periode Perhatian
tinggi. Ada peningkatan aliran darah di daerah ini (menunjukan peingkatan aktivitas saraf)
dalam formasio retikularis otak tengah dan inti intralaminar thalamic selama kegiatan yang
memerlukan kewaspadan dan perhatian.
Mengingat pentingnya RAS untuk perubahan modulasi Korteks, gangguan RAS
menghasilkan perubahan dari siklus tidur-bangun dan ganguan kesadaran.
Beberapa kondisi patologi RAS dapat dikaitkan dengan usia, nampak adanya penurunan
reaktivitas dari RAS dari waktu ke waktu.3
Etiologi
Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan menjadi 3 kategori besar :
1. Kelainan struktural (33%) : kebanyakan kasus ditegakkan melalui pemeriksaan
imaging otak CT-Scan, MRI, atau melalui lumbal punksi
2. Kelainan metabolik atau keracunan (66%) : dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah
3. Kelainan psikiatri (1%)
Stupor atau koma yang disebabkan oleh penyakit mempengaruhi kedua hemisferotak atau
batang otak. Lesi unilateral dari satu hemisfer tidak menyebabkan stupor ataukoma kecuali
32. 32
massa tersebut besar hingga menekan hemisfer kontralateral atau batangotak. Koma yang
disebabkan kelainan fokal di batang otak terjadi karena terganggunya reticular activating
system. Kelainan metabolik dapat menyebabkan gangguan kesadarankarena efek yang luas
terhadap formasio retikularis dan korteks serebral.
Tiga penyebab koma yang dapat cepat menyebabkan kematian dandapatditangani antara lain :
1. Herniasi dan penekanan batang otak : space occupying lesionyang menyebabkan koma
merupakan keadaan emergensi bedah saraf.
2. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : peningkatan tekanan intrakranial
dapatmenyebabkan gangguan perfusi otak dan global hypoxic-ischemic injury
3. Meningitis atau encephalitis : kematian akibat meningitis bakterialis atau
herpesencephalitis dapat dicegah dengan terapi secepatnya.4
Contih penyebab struktural koma
Lesi kompresif Lesi destruktif
Hemisfer cerebral Hemisfer cerebral
Hematoma epidural dan subdural, tumor dan
abses
Hipoksia iskemik
Perdarahan subarachnoid, infeksi
(meningitis), tumor
Hipoglikemi
Perdarahan intracerebral, infark, tumor dan
abses
Vaskulitis
ensefalitis
leukoensefalopati
Penyakit prion
Leukoensefalopati yang multifokal dan
progresif
Diensefalon Diensefalon
Perdarahan basal ganglia, tumor, infarkm dan
abses,Tumor pituitary, tumor pineal
Infark thalamus, ensefalitis, fatal familia
insomnia, sindrom praneoplastik, tumor
Batang otak Batang otak
Tumor cerebelar, perdarahan cerebelar, abses
cerebelar
Infark, perdarahan, infeksi
33. 33
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan
oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan menyebabkan terjadinya
kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah. Apabila ADO turun
lebih rendah lagi, maka akan terjadi penurunan konsumsi oksigen secara proporsional.2
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi
menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan
penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan elektrolit. O2 dan glukosa
memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan kesadaran. Namun, penyediaan O2
dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh adanya gangguan asam
basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin. 6
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma
disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf.
1. Ensefalopati metabolik primer
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan glia.
Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang
mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun keracunan.
Pada koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan system motorik simetris dan
tetap utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan glutethmide atau atropin), juga
utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan barbiturat).3
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor dan
koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi setempat pada otak
menimbulkan koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada gangguan metabolik
terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS dan korteks serebri. 6
34. 34
No Penyakit metabolic atau
sistemik
Keterangan
1 Elektrolit imbalace Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal ginjal
dan gagal hati.
2 Endokrin Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik
3 Vascular Ensefalopati hipertensif
4 Toksik Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)
5 Nutrisi Defisiensi vitamin B12
6 Gangguan metabolic Asidosis laktat
7 Gagal organ Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatik
Gangguan Struktur Intrakranial
Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio retikularis
di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut koma
diensefalik. Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma
akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.
Gambar 4 gangguan structural 2
Lindsay, KW dan Bone I. 1997. Coma and Impaired Conscious Level dalam Neurology and
Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone
1. Koma supratentorial
35. 35
a. Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan
batang otak tetap normal.
b. Lesi struktural supratentorial (hemisfer).
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer serebri)
beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom mengakibatkan
dorongan dan pergeseran struktur di sekitarnya, terjadilah herniasi girus singuli,
herniasi transtentorial sentral dan herniasi unkus3
1)Herniasi girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral menyebabkan
tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak, mengakibatkan iskemi dan
edema.
2) Herniasi transtentorial/ sentral
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak ruang
rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan
menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan medulla oblongata melalui celah
tentorium. 3
3)Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media atau
lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke
arah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang akhirnya menekan
mesensefalon. 2,3
2. Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1. Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta merusak
pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan
nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya. 5
2. Proses di luar batang otak yang menekan ARAS 2
1. Langsung menekan pons
36. 36
2. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium dan
menekan tegmentum mesensefalon.
3. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan
medulla oblongata. Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan
serebelum dan sebagainya. Ditentukan lateralisasi (pupil anisokor,
hemiparesis) dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang.5
Gambar 5 Tipe herniasi
Patofisiologi
Mempertahankan kesadaran membutuhkan fungsi utuh dari kedua belahan otak dan
mempertahankan mekanisme arousal dalam system aktivasi retikuler (Reticular Activating
System-juga dikenal sebagai sistem ascending arousal), suatu jaringan nucleus yang luas dan
serat yang saling berhubungan di atas pons, otak tengah, dan diencephalon
posterior. Oleh karena itu, mekanisme gangguan kesadaran harus melibatkan keduabelahan
otak atau disfungsi dari RAS.
Untuk dapat mengganggu kesadaran, disfungsi serebral harus bilateral; gangguan pada 1sisi
belahan otak tidak cukup, meskipun dapat menyebabkan defisit neurologisberat. Namun,
37. 37
jarang, sebuah lesi fokal unilateral besar (misalnya, stroke arteri serebralmedia kiri) merusak
kesadaran jika sudah terkompensasi oleh belahan otak kontralateral.
Biasanya, disfungsi RAS dapat timbul dari suatu kondisi yang memiliki efek
menyebar,seperti gangguan toksik atau metabolik (misalnya, hipoglikemia, hipoksia,
uremia,overdosis obat). Disfungsi RAS juga dapat disebabkan oleh iskemia fokal
(misalnya,infark batang otak),perdarahan, atau gangguan mekanik langsung.Kondisi yang
meningkatkan tekanan intrakranial dapat menurunkan tekanan perfusi otak,mengakibatkan
iskemia otak sekunder. Iskemia otak sekunder dapat mempengaruhi RASatau kedua belahan
otak, dan merusak/mengganggu kesadaran.Ketika kerusakan otak luas, herniasi otak
memberikan kontribusi untuk kerusakan neurologis karena langsung mengkompresi jaringan
otak, meningkatkan tekananintrakranial, dan dapat menyebabkan hidrosefalus.4
Peningkatan TIK
Otak berada didalam rongga tengkorak,yang dilindungi oleh selaput durameter. Struktur
tulang tengkorak yang kaku dan keras serta selaput durameter yang tidak elastis mengurangi
kemungkinan pengembangan jaringan otak dalam keadaan tertentu. Di dalam rongga
tengkorak yang kaku terdapat jaringan otak,darah dan pembuluh darah serta cairan
serebrospinalis.
Tekanan intrakranial merupakan jumlah total dari tekanan yang mewakili volume jaringan
otak, volume darah intrakranial dan cairan serebrospinalis. Apabila volume dari salah satu
faktor tadi meningkat dan tidak dapat dikompensasi oleh kedua faktor yang lain, maka
terjadilah tekanan tinggi intrakranial.
Tekanan tinggi intrakranial secara klasik ditandai dengan suatu trias, yaitu nyeri kepala,
muntah-muntah dan papil edem. Dalam hal ini foto polos kepala dapat membantu untuk
menentukan ada tidaknya tekanan tinggi intrakranial.
Hukum Monroe Kellie
Perubahan volume salah satu komponen intra kranial akan menyebabkan perubahan
kompensatorik volume komponen intra kranial lainnya.
Peningkatan tekanan intrakranial terjadi bila peningkatan volume dari satu atau lebih
komponen tidak dapat diatasi dengan penurunan volume dari komponen lainnya.
38. 38
Sebagian besar cairan serebrospinalis dibentuk oleh ventrikel lateral otak dengan kecepatan
0,3 – 0,4 meningococcus/menit atau 500 meningococcus/hari. Dalam keadaan normal jumlah
cairan serebrospinalis adalah 100 - 150 meningococcus (O’brein MS 1980).
Cairan kebanyakan keluar dari setiap ventrikel lateral, melalui foramen Monro menuju
ventrikel III, melalui akuaduktus Sylvi masuk ke ventrikel IV dan mengalir ke ruang
subrakhnoid melalui foramen Luschka dan Magendi. Ruang subarakhnoid mengelilingi otak
dan medula spinalis, dan cairan serebrospinalis bersirkulasi diseluruh ruang tersebut (Gilroy J
1975).
Kebanyakan absorpsi cairan serebrospinalis terjadi pada villi arakhnoid. Mekanisme yang
pasti kenapa terutama mengambil tempat tersebut tidak diketahui, tetapi perbedaan diantara
tekanan hidrostatik cairan serebrospinalis dan sinus-sinus venosus adalah sangat penting.
Kapasitas absopsi adalah 2-4 kali lebih besar dari kecepatan normal sirkulasi cairan
serebrospinalis (O’brein MS 1980).
Otak dan cairan serebrospinalis bersama-sama dengan pembuluh darah otak diliputi oleh
tulang yang kaku. Rongga kranium normal mengandung berat otak ± 1400 gram, 75 ml
darah dan 75 ml cairan serebrospinalis. Otak, volume darah dan cairan serebrospinalis didlam
kranium pada setiap saat harus relatif konstan (hipotesa Monro-Kellie). Yang lebih penting
adalah penekanan pada pembuluh darah otak bila terjadi peninggian tekanan intrakranial
(Ganong WF, Kandel ER)
Kranium dan kanalis vertebralis yang utuh, bersama-sama dengan durameter membentuk
suatu wadah yang berisi jaringan otak, darah dan cairan serebrospinalis. Jika diukur tekanan
intrakranial yang normal adalah 5-15 mm Hg (Kandal ER). Penulis lain mencatat tekanan
intrakranial adalah 5-20 mm Hg (Adam RD)
Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat
menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Sebab volume yang meninggi ini dapat
dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinalis dari ronga tengkorak ke kanalis
spinalis dan disamping itu volume darah intrakranial akan menurun oleh karena
berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal
dengan complience. Jika otak, darah dan cairan serebrospinalis volumenya terus menerus
meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah tekanan tinggi
intrakranial (Adams RD, Youmans JR).6
39. 39
ETIOLOGI TEKANAN TINGGI INTRAKRANIAL
1. Volume intrakranial yang meninggi (Adams RD 1989)
Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh:
• Tumor serebri
• Infark yang luas
• Trauma
• Perdarahan
• Abses
• Hematoma ekstraserebral
• Acute brain swelling
2. Dari faktor pembuluh darah
Meningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena obstruksi mediastinal
superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus duramater,
juga terjadi gangguan absorpsi cairan serebrospinalis.
3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka dapat terjadi
hidrosefalus6
Edema Cerebri
Jenis-jenis edema otak meliputi edema vasogenik, sitotoksik, hidrostatik, dan hipoosmotik.
Edema otak dapat berperan sebagai faktor penyebab koma, dan dapat pula timbul sebagai
komplikasi dari koma melalui berbagai mekanisme atai iatrogenik.
Edema otak vasogenik merupakan bentuk edema ekstraseluler. Cairan terkumpul secara pasif
di dalam ruang interstisial sesudah terjadi kerusakan sawar darah otak. Hal demikian
diinduksi oleh meningginya tekanan hidrostatik lokal, misalnya pada hipertensi sistemik,
blokade aliran vena, neoplasma, abses, trauma kapitis, dan sebagian besar episoda
cerebrovaskular.
Edema sitotoksik, adalah suatu akumulasi air di dalam sel-sel otak, disebabkan oleh
abnormalitas tekanan osmotik intraseluler atau dinamika membran sel, tanpa terganggunya
sawar darah-otak. Hal demikian ini disebabkan oleh tiadanya energi (hipoksemia dan atau
iskemia) atau oleh toksin. Akibat dari edema sitotoksik ini adalah terganggunya fungsi sel
otak.
Edema hidrostatik merupakan mekanisme ensefalopati hipertensif, tetapi juga dapat terjadi
pada truma kapitis dan pasca dekompresi massa intrakranial yang telah meningkatkan
tekanan intrakranial dan menyebabkan terjadinya pergeseran jaringan otak. Edema hidrostatik
40. 40
ini sebenarnya merupakan bentuk lain dari edema ekstraseluler, tetapi lebih disebabkan oleh
takanan intravaskuler yang hebat oleh daripada kerusakan dinding pembuluh darah. Edema
jenis ini akan terjadi apabila hipertensi arterial dikombinasikan dengan hilangnya
vasokonstriksi protektif yang merupakan mekanisme autoregulasi.
Edema hipo-osmotik akan terjadi apabila kadar natrim dalam serum turun di bawah 120
mEq/liter. Hiponatremia dapat terjadi pada pemberian infus dextrose 5% secara berlebihan,
atau sebagai akibat dari syndrome of inappropiate antidiuretic hormone secretion.
Sebagaimana telah diketahui edema otak dapat membahayakan kehidupan penderita melalui
herniasi otak.7
Cytotoxic Vasogenic Osmotic
Development
1. ↑ Cell membrane
Na+/K+ permeability
2. Na+/K+-ATPase failure
3. Uptake of osmotically
active solutes
↑ Permeability of capillary
endothelial cells
(caused by tissue necrosis)
(BBB disruption)
Osmotic gradient
(plasma → tissue)
Permeability Unchanged ↑ Unchanged
Edema fluid
No proteins
Rich in electrolytes
Rich in protein
No proteins
Rich in electrolytes
(tissue hyper-
osmolality)
↓ Eletrolytes (serum
hypo-osmolality)
Morphology
Cell swelling
↓ Interstitial space
No cell swelling
↑ Interstitial space
Cell swelling
Herniasi otak
Adanya tekanan tinggi intrakranial dapat menimbulkan cedera karena pergeseran otak dan
herniasi. Sulit untuk menentukan apakah kerusakan otak yang terjadi merupakan akibat dari
pengaruh tekanan pada neuron atau glia, atau karena iskhemia lokal akibat kompresi pada
pembuluh darah setempat. Herniasi otak terjadi karena timbulnya perbedaan tekanan
antarkompartmen kraniospinal.
Ada beberapa jenis herniasi yang dikenal yaitu : herniasi transtentorial ke bawah (sentral dan
unkal), herniasi subfaksial, herniasi transtentorial ke atas yang dikenal sebagai herniasi
upward dan herniasi transforaminal. Lesi massa supratentorial dapat menyebabkan herniasi
subfaksial dan herniasi transtentorial ke bawah, baik bilateral (sentral) atau unilateral (unkal),
tergantung dari distribusi elevasi penekanannya. Pada herniasi transtentorial sentral,
41. 41
pergeseran hemisfer otak dan ganglia basalis ke bawah akan menekan dan mendorong,
diensefalon dan otak tengah ke kaudal melalui insisura tentorial. Herniasi tipe inin
menimbulkan distorsi rostrokaudal dan disfungsi progresif dari diensefalon, otak tengah,
pons, dan akhirnya medula oblongata.
Sedangkan pada herniasi transtentorial unkal, unkus dan hipokampus tergeser ke medial ke
arah tentorial knotch, antara tepi tentorium dan batang otak. Gejala dan tanda klinis pada
peristiwa ini dapat disebabkan oleh distorsi batang otak dan regangan pembuluh darah atau
kompresi batang otak oleh lobus temporalis medialis. Herniasi unkal menyebabkan kompresi
N III pada level otak tengah dan kompresi batang otak ipsilateral oleh lobus temporalis
medialis. Kompresi batang otak kontralateral dapat terjepit terhadap pinggir bebas tentorial
knotch. Gejala ini disebut sebagai kernohan sign. Bila proses ini berlanjut, gangguan batang
otak sebagai disfungsi rostro-kaudal dari pons dan medula terjadi seperti pada peristiwa
herniasi sentral.
Pada herniasi subfaksial, girus cinguli terdorong ke medial menyeberang garis tengah dan
terjepit di bawah falks cerebri. Herniasi ini akan menyebabkan kompresi dan obstruksi vena
serebri interna dan juga arteri serebri anterior ipsilateral. Biasanya lesi otak unilateral pada
awalnya menyebabkan subfaksial dan baru herniasi sentral atau unkal.
Lesi fossa posterior dapat menyebabkan herniasi transtentorial ke atas atau herniasi
transforaminal. Pada herniasi transtentorial ke atas, serebelum dan batang otak terdorong ke
atas, sedangkan herniasi transforaminal akan berakibat penekanan pada medula oblongata
dan terjad igangguan respirasi yang progresif dan fatal.
Herniasi sentral dan unkal menimbulkan dua gambaran klinis yang berbeda yaitu sindrom
sentral dan sindrom unkal. Gejala klinis dari sindrom herniasi sentral berjalan rostro-kaudal,
diawali dari stadium diensefalik kemudian berlanjut ke otak tengah, pons dan stadium
medula. Indikasi adanya stadium kompresi diensefalon adalah perubahan tingkah laku atau
penurunan kesadaran sampai koma. Selanjutnya tanda-tanda kelainan neurologis dapat
ditentukan berdasarkan pola pernafasan, tanda okular, dan tanda motorik yang khas pada tiap
fase. Pada fase diensefalik, bisa kita dapatkan pola pernafasan cheyne-stokes, pupil kecil dan
hampir tidak bereaksi terhadap cahaya. Lesi unilateral dapat juga menimbulkan hemiparese
kontralateral. Pada fase otak tengah, pola pernafasan berubah menjadi takipnea, pupil
cenderung terfiksasi ke tengah (oftalmoplegia intranuklear), refleks okulo-vestibuler mulai
terganggu dan motorik menampilkan postur deserebrasi. Fase pons biasanya merupakan
42. 42
tahap selanjutnya, dimana pola pernafasan yang timbul adalah hiperventilasi menurun namun
masih cepat dan dangkal, pupil tetap terfiksasi pada posisi tengah dan refleks okulo-
vestibular tak lagi didapatkan. Motorik menjadi flasid. Pada fase medula oblongata pola
pernafasan menjadi tak teratur, kadang hiperpnea yang diselingi dengan apnea. Hipoksia
yang berkelanjutan menyebabkan pupil dilatasi, tekanan darah menurun. Bila proses ini terus
berlanjut maka fase akhir yang kita dapatkan adalah menghilangnya fungsi batang otak,
keadaan ini yang biasa disebut dengan mati otak.8
Tatalaksana Penurunan kesadaran
Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan
dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua komponen utama
yaitu umum dan khusus.
Umum
a. Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila
tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial yang
meningkat.
b. Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial,
pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di
darah nasofaring jika diduga ada cairan.
c. Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai dengan
kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
43. 43
d. Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan
elektrokardiogram (EKG).
e. Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah aspirasi,
lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv,
berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis opium/ morfin,
berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai kesadaran pulih
(maksimal 2 mg).
Khusus
- Pada herniasi
a. Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30 mmHg.
b. Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20
menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
c. Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv
lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
d. Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti epidural
hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.
- Pengobatan khusus tanpa herniasi
a. Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.
b. Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan pungsi
lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan antibiotik yang sesuai. Jika LP
positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan perdarahan
subarakhnoid. 5
44. 44
SOL
Definisi
Lesi yang meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses.
Epidemiologi
1. Keganasan
Metastase, glioma, menigioma, pituitary adenoma, dan acoustic neuroma (merupaka
95% dari seluruh tumor otak). Pada orang dewasa, 2/3 dari tumor otak primer
termasuk supratentorial, sedangkan pada anak-anak 2/3 tumor otak adalah jenis
infratentorial. Tumor primer meliputi astrositoma, glioblastoma, multifore,
oligodendroglioma, dan ependioma. Semuanya mempunyai 5 years survival rate yang
kurang dari 50%. Cerebelar hemangioblastoma memiliki tingkat survival rate 20
tahun sebesar 40%. Meningioma memiliki recovery total apabila dibuang. 30% tumor
otak merupakan metastase dan 50%nya adalah multiple tumor. Primer tersering
adalah kanker paru, diikuti oleh kanker payudara, karsinoma kolon dan melanoma
maligna.
2. Penyebab lain
Hematoma akibat trauma, faktor resikonya termasuk usia tua dan antikoagulasi. Abses
cerebri cukup jarang, yang termasuk resikonya adalah COPD yang dapat menjadi
sumber infeksi terhadap sirkulasi sistemik. Abses cerebri bersifat multiple pada 25%
kasus. Amoebiasis dan sistiserkosis cerebral jarang terjadi. Infeksi dan limfoma CNS
lebih sering terjadi dengan infeksi HIV. Granuloma dan tuberkuloma dapat terjadi.
Manifestasi klinik
Gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial
1. Sakit kepala
Gejala yang terberat, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat
bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi
intrakranial seperti saat batuk, bersin, koitus atau waktu posisi berbaring, berjalan
progresif
2. Muntah
45. 45
Pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya diserta dengan nyeri
kepala. Sering akibat tumor di fossa posterior. Bisa proyektil atautidak dan sering
tidak disertai dengan perasaan mual.
3. Penurunan kesadaran
4. Penglihatan kabur
5. Papiledema
6. Bradikardia
Gejala lain
1. Kejang
2. Gangguan kepribadian dan mental
3. Demam (jika da abses karena infeksi)
4. Defisit neurologis fokal yang progresif tergantung lokasi lesi. Terjadi akibat kompresi
neuron oleh massa tumor dan edema disekitarnya
Lobus frontalis : kelemahan lengan dan tungkai kontralateral, afasia motorik,
perubahan kepribadian, emosional, tingkah laku dan gangguan intelektual
Lobus temporalis : afasia sensorik (jika terkena lobus temporalis dominan), gangguan
lapang pandang (kuadranopsia homonim atas)
Lobus parietalis : gangguan sensorik, gangguan lapang pandang (kuadranopsia
homonim bawah), agnosia jari, akalkulia, agrafia, apraksia
Lobus oksipitalis : gangguan lapang pandang (hemianopsia homonim)
Korpus kalosum : sindrom diskoneksi
Hipotalamus/hipofisis : gangguan endokrin
Batang otak : penurunan kesadaran, muntah, cegukan, tremor, kelainan gerakan bola
mata, abnormalitas pupil
Serebelum : ataksia berjalan, tremor intensional, disartia, nistagmus.
46. 46
ABSES
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan
otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah
mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak tetap masih tinggi yaitu
sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai di negara-negara maju,
namun karena resiko kematiannya tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi
yang mengancam kehidupan masyarakat.
Menurut Britt, Richard et al, penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki
daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu
sekita 20-50 tahun.
Faktor etiologi dan presdisposisi
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis
(paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxilaris). Abses dapat timbul akibat dari
penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru,
bronkiektasis, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung
bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan
otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan
peredaran darah yang terdistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau
cerebellum dan batang otak.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita
penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan
tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui.
Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tenglorak, sellulitis, erysipelas wajah,
abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di
kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses
dilobus otak.
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis melalui klep vena
diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak
superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat menyebabkan
47. 47
abses di bagian anterior dan inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat
menyebabkan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat
menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses
pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis. Infeksi
pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan
tegmentum timpani, atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteoma dapat menyebar ke
dalam cerebellum. Infeksi parasit (schistosomiasis, amoeba, fungus(Actinonmycosis,
Candida albicans) dapat menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi.
Neuropatologi dan gambaran CT Scan
Proses pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha haemolyticus secara
histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk terbentuknya kapsul abses.
1. Early cerebritis
Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit, limfosit dan
plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi yang dimulai pada hari pertama dan
meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari
pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini
disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa
karena pembesaran abses.
Gambaran CT Scan : Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan
sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai
diameter serebritisnya. Didapati mengelilingi pusat nekrosis.
2. Late Cerebritis
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan pembentukan nanah karena
pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Ditepi pusat nekrosis didapati daerah sel
radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast
mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema
otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.
Gambaran CT Scan : gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras
perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen
(menunjukkan adanya cerebritis)
3. Early capsule formation
48. 48
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan “acellular debris” dan fibroblast
meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman
retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding
sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansia putih
dibanding substansia abu. Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah
memungkinkan abses membesar ke dalam substansia putih. Bila abses cukup besar,
dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah
anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen. Reaksi astrosit
disekitar otak mulai meningkat.
Gambaran CT Scan : hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih
kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.
4. Late capsule formation
Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut :
bentuk pusat nekrosis diisi oleh “accelular debris” dan sel-sel radang. Daerah tepi dari
sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovaskular
sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak
diluar kapsul.
Gambaran CT Scan : Gambaran kapsul dari abses terlihat jelas, sedangkan daerah
nekrosis tidak diisi oleh kontras.
Gejala dan Tanda Klinis
Hampir seluruh penderita abses didapati keluhan sakit kepala (70-90%), muntah-muntah (25-
30%), kejang-kejang (30-50%), Gejala pusing, vertigo, ataxia (pada penderita abses
cerebelli), gangguan bicara (19,6%), hemianopsis (31%). Unilaral midriasis (20,5%) yang
merupakan indikasi terjadinya herniasi tentorial.
Gejala fokal (61%) pad apenderita abses supratentorial)
Pemeriksaan untuk Diagnosa
GCS : untuk menentukan derajat kesadaran penderita
Rontgen foto kepala, sinus atau mastoid, thorax : untuk mencari sumber infeksi
CT Scan : untuk menentukan lokasi abses dengan tepat dan fase abses
Diagnosis Banding
49. 49
Tumor ganas, thrombophlebitis intra cerebral, empyema subdural, abses extradural,
ensefalitis.
Pemeriksaan Laboratorium
Jumlah leukost : 10rb-20rb/cm#
LED meningkat 45 mm/jam
Lumbal punksi tidak dianjurkan (tidak spesifik untuk abses otak), karena dapat dengan cepat
menunjukkan tanda-tanda herniasi otak
Komplikasi
Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ke ruang subarachnoid, penyumbatan cairan
serebrospinal, edema otak, herniasi tentorial oleh massa abses otak
Prinsip pengobatan
Untuk menghilangkan proses infeksi, efek massa dan edema terhadap otak. Pemberian
antibiotik yang tepat selama 6-8 minggu untuk mengecilkan abses dan 10 minggu untuk
menghilangkan efek massa dari abses otak.9
50. 50
Analisa Kasus
Pada pasien ini penurunan kesadaran diakibatkan karena terdapatnya lesi desak ruang
yang disebabkan oleh karena abses. Pengambilan WD sebagai abses dikarenakan terdapatnya
demam pada pemeriksaan tanda-tanda vital, dan didapatkannya leukositosis pada
pemeriksaan laboratorium yang dimana dapat dikarenakan terjadinya infeksi pada parenkim
otak. Sebagai DD adalah terjadinya stroke berulang, dikarenakan pasien memiliki riwayat
stroke dan hipertensi yang dapat menyebabkan terjadinya stroke berulang, dan juga sebagai
DD dapat diambil tumor cerebri maka dari itu untuk memastikan diagnosis dilakukan
pemeriksaan CT Scan pada CT scan terdapat suspect abses pada lobus parietalis kanan,
pemeriksaan CT Scan untuk mendiagnosis pasti abses haruslah dilakukan menggunakan
kontras, tetapi karena keluarga dari pasien menolak, maka tidak dilakukan pemeriksaan CT
scan menggunakan kontras. Abses pada pasien ini dapat diakibatkan karena penyebaran
secara hematogen oleh karena infeksi paru, dimana didapatkan gambaran pneumonia pada
pemeriksaan rontgen thorax PA, dan riwayat pasien yang menderita batuk dan pilek.
Dengan adanya abses ini, maka dapat memungkinkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial yang dikarenakan karena efek massa. Hal ini dapat menimbulkan desakan dan
peregangan mikrovaskuler akibatnya terjadi pergeseran jaringan otak dan kerusakan jaringan. Pada
abses juga dapat terjadi edema otak, yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan tekanan intracranial yang terjadi pada pasien
ini dapat menimbulkan penekanan pada jaras kesadaran yaitu ARAS, maka dapat terjadi
penurunan kesadaran dan akibat dari peningkatan tekanan intrakranial dapat pula
menimbulkan herniasi. Herniasi yang terjadi diakibatkan karena terdapatnya abses pada
supratentorial sehingga dapat terjadi herniasi sentral dan unkus. Akibat dari herniasi tersebut
terjadi penekanan ke batang otak. Parese-parese nervus III, IV dan VI yang terjadi pada
pasien yang ditandai dengan pasien melirik ke kiri diakibatkan terdapatnya herniasi. Refleks
dolls eye yang negatif pada pemeriksaan menunjukkan terjadinya penekanan pada
mesensefalon-pons. Pada pasien juga terdapat pernafasan hiperventilasi dimana dapat
diakibatkan karena terjadi penekanan pada mesensefalon dan pons.
Pengobatan yang diberikan
Pemberian Manitol pada pasien ini dimaksudkan untuk mengurangi peningkatan
tekanan intrakranial yang terjadi pada pasien Manitol merupakan terapi pilihan pada penderita
peningkatan tekanan intracranial karena dianggap dianggap paling memadai sebab tidak
51. 51
dimetabolisme oleh tubuh, stabil dan efeknya yang panjang. Manitol bekerja dengan cara
meningkatkan perbedaan osmolaritas antara intra dan ekstravaskular sehingga menarik cairan dari
jaringan otak ke dalam intravaskuler. Manitol menurunkan tekanan intracranial dengan cara
mengurangi volume otak yang normal dan tidak mengurangi volume jaringan patologis. Pengaruh dari
hilangnnya cairan didalam jaringan otak yang edema ini akan mengurangi volume otak dan dengan
demikian tekanan intracranial berkurang. Tetapi sesudah sekitar 1 ½ jam tekanan mulai kembali lagi
pada tingkat sebelumnya atau diatasnya dan ini disebut rebound phenomena. Untuk mencegah atau
mengurangi rebound ini dengan pemberian manitol lebih lanjut. Kontraindikasi dalam pemberian
manitol adalah adanya hipersensitivitas terhadap manitol, gagal ginjal berat (anuria), perdarahan
intracerebral yang masih aktif, gagal jantung, edema pulmonal dan kongesti pulmonal.
Pemberian cortidex pada pasien ini adalah untuk mengurangi edema cerebri. Kebanyakan
studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu
dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan
pada kasus-kasus dimana terdapat risiko edema cerebri.
Amlodipine pada pasien ini digunakan untuk mengatasi hipertensi yang terjadi.
Paracetamol digunakan untuk mengurangi demam akibat abses yang terjadi
Cefotaxime merupakan antibiotik yang dapat menmbus kapsul abses dengan baik, dan
pemberian metronidazole untuk kuman anaerob, dan pemberian obat OAT yaitu INH, rifampisin,
ethambutol, dan pirazinamid daapt diberikan karena abses yang terjadi pada otak dapat disebabkan
oleh tuberkuloma.
Sohobion mengandung Vitamin B1 100 mg, Vitamin B6 200 mg, Vitamin B12 200, digunakan
untuk memelihara jaringan saraf.
52. 52
Daftar Pustaka
1. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Cetakan ke-14.
Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2011
2. Pengenalan dan Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi. Buku ke-2. Penerbit
Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Jakarta : 2007
3. Fadly akhmad. 2011. RAS. Diunduh dari http://brain-
klinik.blogspot.com/2011/09/reticular-activating-system-ras.html, 19 agustus 2012.
4. Pratita S. 2011. Penurunan Kesadaran. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/51538983/referat-pemeriksaan-neurologis-pada-pasien-koma, 19
agustus 2012.
5. Wulandari siti. 2011. Penurunan kesadaran. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/57899613/Penurunan-Kesadaran, 19 agustus 2012.
6. Japardi iskandar. 2002. Tekanan Tinggi Intrakranial. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1988/1/bedah-iskandar%20japardi53.pdf, 20
agustus 2012.
7. Kapita selekta
8. Satyanegara. Ilmu bedah saraf. Diunduh dari
http://books.google.co.id/books?id=YmUwVAPSX1MC&pg=PA162&lpg=PA162&dq=gejal
a+penekanan+pons&source=bl&ots=3iDNzWfzU1&sig=bfalwOK_wXo6zvAU-FdakVAD-
Fc&hl=id#v=onepage&q=gejala%20penekanan%20pons&f=false, 20 agustus 2012.
9. Adril arsyad. 2005. Abses otak. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15591/1/mkn-des2005-%20(9).pdf, 21
agustus 2012.
10. Erlina natalia. 2011. Space Occupying Lession. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/83155983/Space-Occupying-Lession, 20 agustus 2011.
11. Homework Help
12. https://www.homeworkping.com/
13. Math homework help
14. https://www.homeworkping.com/
15. Research Paper help
53. 53
16. https://www.homeworkping.com/
17. Algebra Help
18. https://www.homeworkping.com/
19. Calculus Help
20. https://www.homeworkping.com/
21. Accounting help
22. https://www.homeworkping.com/
23. Paper Help
24. https://www.homeworkping.com/
25. Writing Help
26. https://www.homeworkping.com/
27. Online Tutor
28. https://www.homeworkping.com/
29. Online Tutoring
30. https://www.homeworkping.com/
31.