1. 1
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
LAPORAN KASUS
KEJANG DEMAM KOMPLEKS DENGAN GASTROENTERITIS
DEHIDRASI SEDANG
2. 2
Disusun Oleh :
Suryo Nugroho Suhardi
030.08.235
Pembimbing :
Dr. Hot, SpA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 26 AGUSTUS – 2 NOVEMBER 2013
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, 2013
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
RS PENDIDIKAN: BUDHI ASIH JAKARTA
STATUS PASIEN KEPANITERAAN
Nama Koassisten : Suryo Nugroho S Tanggal Pengelolaan : 8 September 2013
3. 3
Nama Dokter Pembimbing : Dr. Hot, SpA Periode Bimbingan : 26/08 - 2/11/2013
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat rumah : Jl. Cipinang Bali no.31 Kp. Melayu, Jakarta Timur
Tempat dan Tanggal lahir/Umur :Jakarta, 7 Maret 2011/ 2 tahun, 6 bulan
Pendidikan : Belum Sekolah
No. RM : 894377
Ayah
Nama : Tn. M
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cipinang Bali no.31 Kp. Melayu, Jakarta Timur
Pekerjaan : Pedagang
Penghasilan : Rp 2.500.000,-/bulan
Ibu
Nama : Ny. S
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cipinang Bali no.31 Kp. Melayu, Jakarta Timur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan :-
I. RIWAYAT PENYAKIT
KELUHAN UTAMA : Kejang sejak ±14 jam SMRS
KELUHAN TAMBAHAN : Demam, Mencret, Nafsu makan turun
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan kejang sejak ±14 jam SMRS
(pukul 03.00). ±15 jam SMRS (pukul 02.00), sebelum kejang, pasien demam tinggi dimana pada
waktu itu diukur dengan menggunakan termometer digital oleh ibu pasien suhunya 38,5oC.
4. 4
±13 jam SMRS (Pukul. 04.00), kejang terjadi lagi. Saat diukur dengan termometer digital
oleh ibu pasien suhunya 38,7oC. Setelah kejang, Pasien diberi obat panas sirup yang dibeli di
apotek, kemudian demam pasien dirasakan turun. Kemudian ±10 jam SMRS (pukul 08.00),
badan pasien panas lagi, lalu pasien dibawa ke klinik yang berada di dekat rumah. Di sana pasien
diberi obat penurun panas yang dimasukkan dari pantat. Setelah mendapatkan obat, demam
pasien dirasakan turun.
±2 jam SMRS (pukul 15.00), badan pasien dirasa panas lagi,ketika diukur suhunya
dengan termometer digital oleh ibu pasien suhunya 38,9oC, ±1 jam SMRS (pukul. 14.30) pasien
kembali kejang. Karena dirasa keluhan belum membaik maka keluarga memutuskan untuk
membawa pasien ke RS Budhi Asih. Di IGD RSBA, pasien sudah tidak kejang.
Seluruh kejang tipenya sama. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, badan kelojotan, mata
terbuka namun tidak mendelik ke atas. Saat kejang keluar cairan berbusa dari mulut pasien
warna bening,jumlah sedikit. Lidah tidak tergigit, kepala tidak terbentur saat kejang berlangsung.
Kejang terjadi selama ± 1-2 menit. Setelah kejang berhenti pasien tertidur, setelah bangun dari
tidur pasien langsung menangis.
±1 hari SMRS BAB pasien cair. BAB cair yang dialami oleh pasien berlangsung 5-6 kali
sehari, volume ± ½ gelas belimbing, cair dengan sedikit ampas, berwarna kuning, terdapat lendir,
tidak ada darah, serta tidak berbau. Selain itu pasien juga mengeluh mengalami demam yang
juga muncul bersamaan dengan BAB cairnya. Demam berlangsung terus menerus, ketika diukur
dengan termometer digital oleh ibu pasien suhunya 37,9oC. Anak masih mau minum dan tampak
haus sehingga menjadi sering minum. Ibu pasien menyangkal adanya cairan yang keluar dari
telinga, batuk (-), pilek (-), muntah (-), Nafsu makan pasien menurun. Penurunan berat badan (-).
B. RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN
KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan DM (-), Hipertensi (-)
Perdarahan (-), Ketuban pecah
dini (-), Lain-lain (-)
Perawatan Antenatal Rutin kontrol ke klinik bidan 1
bulan sekali dan sudah
5. 5
mendapat imunisasi vaksin TT
2 kali.
KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah Bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Normal
Masa Gestasi 9 bulan
Keadaan bayi Berat lahir 3150 gr
Panjang lahir:49 cm
Lingkar kepala:tidak tahu
Langsung menangis (+)
Merah (+)
Nilai APGAR: tidak tahu
Kelainan Bawaan: tidak ada
Kesimpulan Riwayat Kehamilan/ Kelahiran: baik
C. RIWAYAT PERKEMBANGAN
-Pertumbuhan gigi : 6 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
-Tengkurap : 3 bulan (normal 3-4 bulan)
-Duduk : 6 bulan (normal: 6-9 bulan)
-Berdiri : 11 bulan (normal: 9-12 bulan)
- Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)
- Bicara : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)
-Membaca dan menulis : Belum bisa
Gangguan Perkembangan mental/emosi: tidak ada
Kesimpulan riwayat perkembangan: sesuai usia(normal)
D. RIWAYAT MAKANAN
Umur(Bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi Tim
0-2 ASI - - -
2-4 ASI - - -
4-6 ASI - - -
6-8 ASI+PASI + + -
8-10 ASI+PASI + + +
10-12 ASI+PASI + + +
6. 6
Umur di atas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan jumlah
Nasi/pengganti 2-3x/hari, 1 centong nasi
Sayur 3x/minggu
Daging 2x/bulan
Telur 3x/minggu
Ikan 1x/minggu
Tahu 2x/hari
Tempe 3x/hari
Kesimpulan riwayat makanan: tidak ada kesulitan, asupan cukup baik.
E. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 1 bulan
DPT/DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan
CAMPAK - - 9 bulan
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
MMR - - -
TIFOID - - -
Kesimpulan riwayat imunisasi: imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap.
F. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No Tgl lahir
(umur)
Jenis kelamin Hidup Lahir
mati
abortus Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
1. 7 Maret 2011/
2th, 6 bln
Perempuan YA - - - Pasien
b. Riwayat Pernikahan
Ayah/wali Ibu/wali
Nama Tn. M Ny. S
Perkawinan ke 1 1
Umur saat menikah 24 21
Pendidikan terakhir SMA SMP
7. 7
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan Epilepsi (-), DM (-), HT (-),
TB paru (-)
Epilepsi (-), DM (-), HT (-),
TB paru (-)
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Penyakit, bila ada Pernah kejang saat usia 1th Tidak ada
Kesimpulan Riwayat Keluarga: Ayah pasien pernah kejang seperti OS saat usia 1 tahun. Ibu
dan ayah tidak menderita penyakit hipertensi, jantung dan kencing manis.
G. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN:
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan kakaknya di perkampungan, rumah dengan dua kamar
tidur, satu kamar mandi, dan 1 dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok.
Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi baik. Sumber air bersih dari air PAM.
Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya
diangkut oleh petugas kebersihan. Tidak terdapat orang yang mengeluh hal serupa dengan
pasien.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan: Cukup baik.
H. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi
Cacingan
Demam berdarah
Demam typhoid
Otitis
parotitis
-
-
-
-
-
-
Difteria
Diare
Kejang
Kecelakaan
Morbili
Operasi
-
-
-
-
-
-
Penyakit Jantung
Penyakit ginjal
Penykait darah
Radang paru
Tuberkulosis
Lain,……
-
-
-
-
-
-
Kesimpulan Riwayat Penyakit Sekarang: pasien belum pernah sakit serupa.
II. PEMERIKSAAN FISIS
(Tanggal: 7 September 2013, pukul 17.00 WIB)
Keadaan Umum:
8. 8
- Kesan sakit: Tampak sakit sedang
- Kesadaran: Compos Mentis (cengeng)
- Kesan gizi: gizi kurang
Data Antropometri
Berat Badan: 13 kg Lingkar kepala : 48 cm (normal)
Tinggi Badan: 88 cm Lingkar lengan atas : 16 cm
Status gizi:
BB/U= 13/ 14 x 100% = 92% gizi baik
TB/U= 88/ 91 x 100% = 96% tinggi normal
BB/TB= 13/10,1 x 100% = 79% gizi kurang
Tanda Vital
Frekuensi nadi : 140x/ menit,regular, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri (N: 80 - 150)
Tekanan darah : 95/65 mmHg
Frekuensi napas : 36x/menit, tipe torako-abdomino, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2
Suhu : 36,8 ºC, axilla (diukur dengan thermometer air raksa)
KEPALA : Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal
WAJAH : Simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
MATA :
Visus : kesan baik Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjunctiva anemis : -/- Cekung : +/+
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+
Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+
TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
9. 9
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/-
BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (+), sianosis (-)
MULUT : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah muda,
hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
TENGGOROKAN : tonsil T1-T1 tenang, kripta tidak melebar, detritus (-), faring tidak
hiperemis, ulkus (-) massa (-)
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak
tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah
THORAKS :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan
yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi,
pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada, ictus
cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,
vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea
midclavicularis kiri, denyut kuat
Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal
Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II
reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur (-),
gallop (-)
10. 10
ABDOMEN :
Inspeksi : perut rata, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun benjolan,
kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-)
Palpasi :lamas dan tidak teraba adanya massa maupun pembesaran organ, nyeri tekan (+),
turgor kulit baik
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen (-)
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 3x / menit
ANOGENITALIA : jenis kelamin perempuan, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-), fissura ani
(-)
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas : akral hangat ++/++
Tangan Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain oedem (-) oedem (-)
Kaki Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
11. 11
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain oedem (-) oedem (-)
STATUS NEUROLOGIS
A. Rangsang meningeal
Kaku kuduk (-)
Refleks neurologis:
Kanan Kiri
Kernig > 135° > 135°
Laseq (-) (-)
Bruzinski I (-) (-)
Bruzinski II (-) (-)
B. Saraf cranialis
- N. I (Olfaktorius): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius): Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. V (Trigeminus): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
Sensorik:
- cabang oftalmik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- cabang maksilaris: tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- cabang mandibularis: tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. VII (Facialis): Wajah simetris, Motorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan, Sensorik: tidak
dapat dilakukan pemeriksaan
- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. XI (Aksesorius): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. XII (Hipoglosus): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
KULIT : warna sawo matang merata, tidak anemis, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
baik, lembab, pengisian kapiler < 2 detik, petechie (-)
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
12. 12
MAURICE KING SCORE:
- Keadaan Umum: cengeng = 1
- Turgor kulit: baik = 0
- Mata: sedikit cekung = 1
- Ubun-ubun besar: datar = 0
- Mulut: kering = 1
- Denyut nadi: kuat = 0
Jumlah: 3 = Dehidrasi sedang
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 7 September 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI RUTIN
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
LED
Basofil
Eosinofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
KIMIA DARAH
Gula Darah Sewaktu
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida
6,6 ribu/μL
11,8 g/dL
36 %
283 ribu/ μL
25 mm/jam
1 %
0 %
1 %
50 %
44 %
14 %
118 mg/dL
130 mmol/L
3,0 mmol/L
98 mmol/L
5,5-15,5
10,8-12,8
35-43
229-553
0-10
0-1
1-5
3-6
25-60
25-50
1-6
33-111
135-155
3,6-5,5
98-109
Tanggal 8 September 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
FESES LENGKAP
Makroskopik
Warna Cokelat Cokelat
13. 13
Konsistensi
Lendir
Darah
Mikroskopik
Leukosit
Eritrosit
Amoeba coli
Amoeba histolitika
Telur cacing
Pencernaan
Lemak
Amilum
Serat
Sel ragi
Cair
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
Lunak
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tanggal 9 April 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida
140 mmol/L
4,3 mmol/L
106 mmol/L
135-155
3,6-5,5
98-109
RINGKASAN:
Pasien seorang anak perempuan berusia 2 tahun 6 bulan datang dengan keluhan kejang
sejak ±14 jam SMRS. Kejang 3x, seluruh tubuh kelojotan, ±1-2 menit, keluar cairan berbusa
dari mulut pasien warna bening, jumlah sedikit, lidah tidak tergigit, kepala tidak terbentur saat
kejang berlangsung. Setelah kejang berhenti pasien tertidur, setelah bangun dari tidur pasien
langsung menangis. demam (+) tinggi.
±1 hari SMRS BAB pasien cair. BAB cair yang dialami oleh pasien berlangsung 5-6 kali
sehari, volume ± ½ gelas belimbing, cair dengan sedikit ampas, berwarna kuning, terdapat lendir,
tidak ada darah, serta tidak berbau. Nafsu makan pasien menurun semenjak sakit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum Tampak Sakit Sedang (cengeng),
status gizi baik, tinggi normal, T: 36,8 ºC, N: 140x/menit, P: 36x/menit, mata cekung +/+, bibir
kering (+). Lab: Leu: 6,6 rb/uL, LED: 25 mm/jam, monosit: 14%, Natrium: 130mmol/L Kalium:
3,0 mmol/L. Feses lengkap: warna cokelat, cair (+), lendir (+), lemak (+).
14. 14
DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang Demam Kompleks dd/ Epilepsi
2. Gastroenteritis dengan Dehidrasi sedang et causa infeksi virus
3. Gastroenteritis dengan Dehidrasi sedang et causa infeksi bakteri
4. Hiponatremia ringan e.c GED sedang dd/ e.c intake kurang
5. Hipokalemia ringan e.c GED sedang dd/ e.c intake kurang
DIAGNOSIS KERJA
1. Kejang Demam Kompleks
2. Gastroenteritis dengan Dehidrasi Sedang et causa infeksi virus
3. Hiponatremia ringan e.c GED sedang
4. Hipokalemi ringan e.c GED sedang
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
- EEG
- Urin Lengkap
- Feses Lengkap
- Cek ulang H2TL
- Cek SI, TIBC
- Cek ulang Elektrolit: Ca ion
PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa:
- Tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital
- Kompres air hangat bila demam
Medikamentosa:
- Rawat inap
- Proris supp
- IVFD Kaen 1 B 5 cc/kgBB
- Paracetamol 3x 3/4 Cth
- Ampicillin 4x 200 mg
15. 15
- Fenitoin oral 2x 20 mg
PROGNOSIS
- Ad vitam : ad bonam
- Ad fungtionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
Tindak Lanjut:
Tgl S O A P
8/9/13
TD: 90/60
mmHg
N:160x/m,
regular, isi
cukup,
kuat, equal
T: 39,3 ºC
RR: 36x /m
-Kejang sering
seperti kaget
-Demam (+)
-Muntah 1x isi
susu.
-BAB belum
-nafsu makan
kurang
KU/KS: TSS,cengeng/CM
Kepala: mikrocephali, UUB
datar
Mata: cekung (+/+),CA
(+/+),
Hidung: NCH -/-, secret -/-
Mulut: tonsil T1-T1, uvula
di tengah,hiperemis (-),
bibir kering (+)
Leher: KGB dan tiroid: ttm
Thorax: C/ BJI-II reg, m (-),
g (-)
P/ BND vesik +/+, rh -/-,
wh -/-
Abdomen: supel, BU (+)
3x/menit, turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2”
MKS: 3
-Kejang Demam
Kompleks
-Gastroenteritis
dengan
Dehidrasi
Sedang
-Gizi kurang
kronis
-Anemia
mikrositik -
normokrom
-Hipokalemi
ringan e.c GED
sedang
IVFD Kaen
3 B 5
cc/kgBB/jam
Inj.
Ampicillin
4x 200 mg
Fenitoin oral
2x 20 mg
Paracetamol
2x 80 mg
12/4/13
TD: 90/60
N: 160x/m,
regular, isi
-Demam (-)
setelah minum
obat, tadi malam
39 ºC
KU/KS: TSS, cengeng, CM
Kepala: mikrocephali, UUB
datar
Mata: cekung (+/+), CA
-Kejang Demam
Kompleks
-Gastroenteritis
dengan
IVFD Kaen
3 B 5
cc/kgBB/jam
Inj.
16. 16
cukup,
kuat, equal
T: 37,5 ºC
RR: 35x/m
-kejang jarang
-BAB mencret
2x, seperti
bubur,kuning,bau
asem
-Nafsu makan
kurang
(+/+), SI -/-
Hidung: NCH -/-, secret -/-
Bibir: kering (+)
Thorax: C/ BJI-II reg, m (-),
g (-)
P/ BND vesikuler +/+, rh -/-
,wh -/-
Abdomen:supel, BU (+)
3x/menit, hipertimpani,
turgor baik
Ekstremitas: CRT<2”
MKS: 3
Lab:
Fe: 101
TIBC: 259
Ca ion: 1,02
Ca: 8,8
GDT:
Vakuolisasi +1
Limfosit atipik +1
Kesan: anemia mikrositik
hipokrom
FL: amilum (+), serat (+)
Dehidrasi
Sedang
-Gizi kurang
kronis
-Anemia
defisiensi besi
-Hipokalemi
ringan e.c GED
sedang
Ampicillin
4x 200 mg
Fenitoin oral
2x 20 mg
Paracetamol
2x 80 mg
Laboratorium tgl 12/4/13
Hematologi HASIL NILAI NORMAL
Besi (Fe/ion) 101 ug/dl 60 - 160
TIBC - Besi daya ikat total 259ug/dL 240 - 400
KIMIA KLINIK
Kalsium ion 1,02 mmol/L 1,17 – 1,29
ELEKTROLIT
17. 17
Kalsium (Ca) 8,8 mg/dL 8,4 - 10,1
12/4/13
GAMBARAN DARAH TEPI
Eritrosit: Normositik Normokrom
Leukosit:
Kesan jumlah: cukup
Morfologi:
Vakuolisasi +1
Limfosit atipik +1
Trombosit: kesan jumlah: CUKUP
Morfologi: normal
Kesan: Anemia mikrositik normokrom
12/4/13
HASIL NILAI NORMAL
TINJA
FESE RUTIN
Makroskopik
Warna Coklat coklat
Konsistensi Lunak lunak
Lendir negatif negatif
Darah negatif negatiF
Mikroskopik:
Leukosit negatif negatif
Eritrosit negatif negatif
Amoeba coli negatif negatif
Amoeba Histolitika negatif negatif
Telur cacing negatif negatif
Pencernaan:
Lemak negatif negatif
Amilum positif* negatif
18. 18
Serat positif* negatif
Sel ragi negatif negatif
Tgl 13/4/13
N: 160x/m,
regular, isi
cukup, kuat,
equal
T: 38,6 °C
RR: 35x/m
Kejang (-)
Demam (+)
Batuk (+) kering
pilek (+)
BAB mencret 2x
Muntah (+) susu
Nafsu makan
kurang
KU/KS: TSS,
cengeng, CM
Kepala: mikrocephali,
UUB datar
Mata: cekung (+/+),
CA (+/+),
Hidung: hiperemis
(+/+), sekret (+/+),
livid (+/+)
Mulut: tonsil T1-T1,
uvula di
tengah,hiperemis (-).
Bibir kering (-)
Leher: KGB dan
tiroid: ttm
Thorax: C/ BJI-II reg,
m (-), g (-)
P/ BND vesik +/+, rh -
/-, wh -/-
Abdomen: supel, BU
(+) 3x/menit,
hipertimpani, turgor
baik
Ekstremitas: CRT< 2”
MKS: 2
- Kejang
Demam
Kompleks
- Gastroenteritis
dengan
Dehidrasi
Sedang
perbaikan
- Gizi kurang
kronis
- Anemia
defisiensi besi
- Hipokalemi
ringan e.c GED
sedang
Inj. Gentamicin
1x 40 mg
Inj. Ampicillin
4x 200 mg
Fenitoin oral
2x 20 mg
PCT 4x 80 mg
Tgl 15/4/13
N: 160x/m,
regular, isi
Kejang (-),
Demam (-),
Batuk (-) kering
KU/KS: TSS,
cengeng, CM
Kepala: mikrocephali,
- Kejang
Demam
Kompleks
Inj. Gentamicin
1x 40 mg
Inj. Ampicillin
19. 19
cukup, kuat,
equal
T: 38,6 °C
axilla
RR: 35x/m
pilek (-)
Belum BAB
sejak kemarin
Muntah (-) susu
ASI hisap kuat
(+)
Anak sering
tidur
UUB datar
Mata: cekung (+/+),
CA (+/+),
Hidung: hiperemis (-/-
), secret (-/-), livid (-/-
)
Mulut: tonsil T1-T1,
uvula di
tengah,hiperemis (-),
bibir kering (-)
Leher: KGB dan
tiroid: ttm
Thorax: C/ BJI-II reg,
m (-), g (-)
P/ BND vesik+/+,rh-/-
,wh-/-
Abdomen:supel,
BU(+) hipertimpani,
3x/menit, turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2”
MKS: 2
- Gastroenteritis
dengan
Dehidrasi
Sedang
perbaikan
- Gizi kurang
kronis
- Anemia
defisiensi besi
- Hipokalemi
ringan e.c GED
sedang
4x 200 mg
Fenitoin oral
2x 20 mg
PCT 4x 80 mg
Tgl 16/4/13
N: 160x/m,
regular, isi
cukup, kuat,
equal
T: 38,6 °C
axilla
RR: 35x/m
Kejang (-),
Demam (-)
Nafsu makan
membaik
ASI hisap kuat
Sudah bisa BAB
Batuk (-), pilek
(-)
Kepala: mikrocephali,
UUB datar
Mata: cekung (-/-),
CA (+/+),
Hidung: hiperemis (-/-
), secret (-/-), livid (-/-
)
Mulut: tonsil T1-T1,
uvula di tengah,
- Kejang
Demam
Kompleks
- Gastroenteritis
dengan
Dehidrasi
Sedang
perbaikan
- Gizi kurang
Inj. Gentamicin
1x 40 mg
Inj. Ampicillin
4x 200 mg
Fenitoin oral
2x 20 mg
PCT 4x 80 mg
20. 20
hiperemis (-), kering (-
)
Leher: KGB dan
tiroid: ttm
Thorax: C/ BJI-II reg,
m (-), g (-)
P/ BND vesik +/+, rh -
/-, wh -/-
Abdomen:supel, BU
(+) timpani, 3x/menit,
turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2
MKS: 1
kronis
- Anemia
defisiensi besi
- Hipokalemi
ringan e.c GED
sedang
22. 22
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
A. Definisi
Kejang
Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui tentang seizure dan
konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktifitas listrik abnormal yang terjadi
secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf di otak yang tidak dapat
dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacam-
macam, dapat berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik
(kelojotan), konvulsi dan fenomena psikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang dari seizure
yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi (ayan).
Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bisa
dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai
kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.1
Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 38 ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kranium.2-4 Mengenai definisi
kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan-batasan sendiri, tetapi pada garis
besarnya hampir sama. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur antara umur 3 bulan dan 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.2,3 Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang
demam ialah 38 ºC atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang tidak diketahui.2 Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang
demam.5
23. 23
B. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 - 4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan
Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 - 23 bulan). Kejang
demam sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki.4
C. Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat
kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada
masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.4
Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi
(kekambuhan), dan kira kira 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, risiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur
yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.2-4
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4
tahun, terbanyak di antara 17 - 23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama
sebelum berumur 5 - 6 bulan atau setelah berumur 5 - 8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun
pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai
umur lebih dari 5 - 6 tahun. Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana.2
D. Klasifikasi
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi
triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif epidemiologi
membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak
sebanyak yang diperkirakan.4
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria Livingston tersebut
setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana ialah:3
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
24. 24
4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ke tujuh kriteria modifikasi
Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok
ke-dua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan
demam hanya merupakan faktor pencetus saja.3
Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu:
a. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang menyeluruh yang
berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang dalam 24 jam.
b. Kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal (hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15 menit dan atau berulang
dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang demam atau
kejang tanpa demam dalam keluarga.4,6,7
E. Etiologi
Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat
menyebabkan kejang.2-4
F. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10% - 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
25. 25
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.3
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38 ºC sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40 ºC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.3
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat.3
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak
selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksemia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edem otak
yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.3
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi
yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis
di otak sehingga terjadi epilepsi.3
G. Manifestasi klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat,
misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain.2-4,8 Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau akinetik.
Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan
26. 26
atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.1,2-4,8
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari
15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak kembali terbangun dan
sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis
Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang lama lebih sering terjadi pada
kejang demam yang pertama. Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka
kemungkinan cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.4
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang
sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini biasanya
terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal. Gangguan
intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah
ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi.
Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya
kejang tanpa demam.
H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang mengalami
demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan
yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik khusus pada anak, yaitu:2,6-8
1. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk
menyingkirkan meningitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-bayi kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Berdasar
penelitian yang telah diterbitkan, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada
anak dengan kejang demam yang:
- Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk).
- mengalami complex partial seizure.
27. 27
- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya).
- Kejang saat tiba di IGD.
- Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam
setelah kejang demam adalah normal.
- Kejang pertama setelah usia 3 tahun.
Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf
pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya,
gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbal sangat
dianjurkan untuk dilakukan.7
2. EEG
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak-normalan gelombang.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali
tanpa adanya defisit neurologis.3,4 Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang
dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi
akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh
gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat
prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.1,3,4,8 EEG dapat
memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang yang bilateral, sering asimetris,
kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada
hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari setelah
serangan kejang.2 Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam
sederhana.2,7
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium,
atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium
harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.6,7
4. Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan:6
a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
28. 28
b. Kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastik).
c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang,
fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil)
I. Diagnosis Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah
penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak). Kelainan di dalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-lain.2 Oleh sebab
itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru
sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana atau
epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan klinis dan cairan cerebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-
kadang diikuti hemiparesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial.
Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak
dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga
menyerupai kejang demam.2
J. Perjalanan Penyakit
Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan mental dan
neurologis, berulangnya kejang demam dan risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari. Mortalitas
pada kejang demam sangat rendah, hanya sekitar 0,64 - 0,74%.2
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Peneliti lain melakukan penelitian retrospektif dan melaporkan kelainan neurologis pada
sebagian kecil kasus. Kelainan neurologis yang terbanyak ialah hemiparesis, disusul diplegia,
koreoatetosis atau rigiditas serebrasi. Kelainan ini biasanya terjadi pada pasien dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal. 11% pasien kejang menunjukkan
hiperaktifitas walaupun tidak diberi pengobatan fenobarbital.2
Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana.
Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam tidak berbeda
dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang demam.2 IQ lebih rendah
ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Risiko
retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang
29. 29
tanpa demam. Angka kejadian kejang tanpa demam atau epilepsi berbeda-beda tergantung
kepada cara penelitian, pemilihan kasus dan definisi. Sebagian peneliti melaporkan angka sekitar
2 - 5%.2
Livingston melakukan pengamatan selama 1 tahun lebih. Ia mendapatkan bahwa di antara
201 pasien kejang demam sederhana hanya 6 (3%) yang menderita kejang tanpa demam
(epilepsi), sedangkan di antara 297 pasien yang digolongkan epilepsi yang diprovokasi oleh
demam 276 (93%) menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal mendapatkan angka epilepsi 2%
pada kejang demam sederhana dan 30% pada kejang demam atipikal. Di Indonesia, Lumban
Tobing melaporkan 5 (6,5%) di antara 83 pasien kejang demam menjadi epilepsi.2
Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2 - 3 kali lebih banyak
dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam berulang kemungkinan terjadinya
epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami
berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya epilepsi adalah:
1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan.
2) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua atau saudara kandung.
3) Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.
Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah 2 – 3%, sedangkan
apabila terdapat 2 dari 3 faktor di atas, kemungkinan menjadi epilepsi adalah 13%. Epilepsi yang
terjadi setelah kejang demam dapat bermacam-macam, yang paling sering adalah epilepsi motor
umum yaitu kira-kira 50%. Kejang demam yang lama biasanya diikuti oleh epilepsi parsial
kompleks. Sebanyak 30 - 35% pasien mengalami berulangnya kejang demam. Sebagian besar
hanya berulang 2 - 3 kali kecuali pada 9 - 17% kasus yang berulang lebih dari 3 kali.
Setengahnya berulang dalam 6 bulan pertama dan 75% berulang dalam 1 tahun. Nelson dan
Ellenberg melaporkan berulangnya kejang demam pada 35% diantara 1706 pasien. Berulangnya
kejang demam lebih sering bila serangan pertama terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 tahun
yaitu sebanyak 50%. Bila kejang demam pertama terjadi pada usia lebih dari 1 tahun risiko
berulangnya kejang adalah 28%. Berulangnya kejang multipel juga lebih sering terjadi pada bayi.
Anak dengan perkembangan abnormal atau mempunyai riwayat epilepsi dalam keluarga juga
lebih sering tmengalami berulangnya kejang demam.2
30. 30
K. Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:
pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap
berulangnya kejang demam;3,4
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah
aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan
keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh
yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.3,4,9
Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai dalam waktu 1 - 3
menit apabila diazepam diberikan intravena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan
intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3 - 0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1 - 2
mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Apabila kejang
tidak berhenti dapat diberikan diazepam lagi dengan dosis dan cara yang sama. Apabila sukar
mencari vena dapat diberikan diazepam intrarektal dengan dosis 0,5 - 0,75 mg/kgBB atau
sebanyak 5 mg pada anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg. Bila kejang tidak berhenti diberikan fenitoin dengan dosis awal 10 - 20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/kg/menit. Dosis selanjutnya diberikan 4 - 8 mg/kg/hari, 12 - 24 jam setelah dosis awal.
Dalam waktu 30 - 60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan pasien dapat
kejang kembali. Oleh karena itu setelah kejang berhenti harus diberikan obat dengan masa kerja
yang lama misalnya valproat atau fenobarbital. Fenobarbital diberikan secara intramuskular
dengan loading dose. Dosis awal 10 - 20 mg/kg dan dosis selanjutnya 4 - 8 mg/kg/hari.
Diberikan 24 jam setelah dosis awal.
Fenobarbital dosis tinggi intravena dapat menyebabkan depresi pernapasan, hipotensi, letargi
dan somnolen, sehingga pemberian harus dipantau dengan ketat. Diazepam juga mempunyai
efek samping hipotensi dan depresi pernapasan,sebab itu setelah pemberian fenobarbital dosis
tinggi jangan diberikan diazepam.3,4,7,10
31. 31
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai mengalami meningitis atau
bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas,
sehingga pungsi lumbar harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan untuk
mencari penyebab.2-4
3. Pengobatan profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan bila sering
berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis, yaitu:
1. Profilaksis intermiten pada waktu demam.
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan).
Profilaksis intermiten
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua
pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat yang diberikan
harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi.
Peneliti-peneliti sekarang tidak mendapat hasil dengan fenobarbital intermiten. Diazepam
intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya cepat. Dapat digunakan diazepam
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,50 ºC
atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3
dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan
hipotonia.2-4,7,10
Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak selalu efektif karena kejang
dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan. Efek sedasi diazepam juga
dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.11
Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari ( rumatan)
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang
dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian
32. 32
hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan fenobarbital 4- 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam
2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15 - 40 mg/kgBB/hari.2
Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2)
yaitu:
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan
( misalnya cerebral palsy atau mikrosefal).
2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan neurologis
sementara atau menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung.
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang,
maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau
rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.2-4
33. 33
ALGORITMA PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT KEJANG12
5 – 15 menit
KEJANG
Perhatikan jalan napas, kebutuhan O2 atau bantuan
pernapasan
Bila kejang menetap 3-5 menit,
Diazepam rektal 0,5mg/kg
dosis 5 - 10 kg
> 10 kg : 10 mg rekta
Atau
Diazepam intravena dosis rata-rata
(0,2 – 0,5 mg/kg/dosis)
dapat diulang dengan dosis/cara yang sama dengan
interval 5 - 10 menit
15 – 20 menit Pencarian akses vena dan pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi
Kejang (-) Kejang (+)
Fenitoin IV (15 – 20 mg/kg) diencerkandgn
NaCl 0,9% diberikan selama 20 - 30 menit
atau dengan kecepatan 50 mg/menit
> 30 menit: Status konvulsifus
Kejang (-) Kejang (+)
Dosis pemeliharaan Fenobarbotal IV/IM 10 - 20 mg/kg
FenitoinIV 5 – 7 mg/kg
diberikan 12 jam kemudian
Kejang (-) Kejang (+)
Dosis pemeliharaan Perawatan Ruang Intensif
Fenobarbital IVIM 5 - 7 mg/kg Pentobarbital IV 5 – 15 mg/kg
diberikan 12 jam kemudian bolus atau Midazolam 0,2 mg/kg
34. 34
L. Rujukan
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:
a. Kejang demam kompleks
b. Hiperpireksia
c. Usia dibawah 6 bulan
d. Kejang demam pertama
e. Dijumpai kelainan neurologis
M. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian.3,4 Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka kematian 0,46%
dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%
yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.3
Berdasarkan kepustakaan lainnya, risiko berulangnya kejang apabila terjadi demam lagi kira-
kira 40 - 50%. Angka kejadian berulangnya kejang meningkat apabila onsetnya kurang dari umur
19 bulan, riwayat kejang dalam keluarga positif, terdapat kelainan neurologis (meskipun
minimal), kejang awal gambarannya unilateral, kejang berhenti lebih dari 30 menit atau berulang
karena penyakit yang sama.1
Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, lennox-Buchtal (1973)
mendapatkan:1
- Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%.
- Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,
terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang adalah 25%.
Berdasarkan penelitian Livingston didapati golongan kejang demam sederhana hanya 2,9%
yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97%
yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang
demam tergantung dari faktor:
a. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.
b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
c. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
35. 35
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2 - 3% saja
(Consensus Statement on Febrile Seizure, 1981).
N. Pencegahan
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus,
kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang sebagai
tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini
sekarang sudah jarang dilakukan.
Kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat menderita demam,
bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun melalui rektal).
36. 36
DAFTAR PUSTAKA
1. Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid Dua.
Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-3.
2. S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan Kedua. BP.
IDAI. Jakarta: 2000; hal 244-51.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian IKA FK
UI. Jakarta: 1985; hal 847-55.
4. Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid
2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta: 2000; hal 434-7.
5. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia. 1993;34;592-8
6. Pusponegoro, H.D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta: 2004; hal 210-1.
7. Febrile Sizure. 2002. Pada laman
http://aappolicy.aappublication.org/cgi/content/abstract/pediatrics. Diakses pada tanggal 15
September 2013
8. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15. EGC.
Jakarta: 1999; hal 575-8
9. Infants and children: Acute Management of Seizures. Edisi kedua. 2004. Pada laman
www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf. Diakses pada tanggal
15 September 2013
10. Prodigy Guidance Convulsion. 2001. Pada Laman
http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=febrile%20convulsion. Diakses pada tanggal
15 September 2013
11. Committee on Quality Improvement and Subcommitte on Febrile Seizure. Practice
Parameter: Long Term Treatment of The Child with Simple Febrile Seizure. Pediatrics.
1999; 103:1307-9.
12. Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit Anak. Cetakan
Pertama. RSUP Nasional Dr Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; hal 252