2. Oleh:
Tansza Permata Setiana Putri
Pembimbing:
Indah Suasani W., drg.
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Recurrent aphthous stomatitis aphthous (RAS) yang dikenal juga sebagai
aphtae atau canker sore merupakan radang yang terjadi pada mukosa mulut,
biasanya berupa ulser putih kekuningan. Masyarakat umum mengenalnya sebagai
Sariawan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. RAS dapat
3. menyerang selaput mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, serta palatum
dalam rongga mulut.(8)
Etiologi RAS belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang
telah diketahui berperan dalam timbulnya lesi-lesi RAS. Faktor-faktor tersebut
diantaranya: defisiensi zat besi, folat, dan B12 , trauma, herediter, infeksi bakteri
dan virus, stress, gangguan sistem imun, alergi, hormonal, penyakit
gastrointestinal, kelainan darah, dan pengaruh obat.(3)(4)
Pada makalah laporan kasus ini dibahas mengenai seorang pasien wanita
usia 32 tahun yang datang dengan keluhan terdapat sariawan di bibir bawah
bagian dalam dekat gusi, pasien sering mengalami sariawan yang muncul tiba-tiba
atau kadang disebabkan karena trauma. Diagnosis dari pasien ini adalah RAS.
Pada permukaan lidah pasien juga terdapat selaput putih tidak beraturan yang
menyebabkan lidah terasa kasar, tebal, dan kotor yang kemudian didiagnosis
sebagai coated tongue. Selain itu,pada gusi terdapat pigmentasi berwarna hitam di
bagian gusi depan dan sedikit di bibir bagian dalam kanan. Rencana perawatan
yang diberikan pada pasien adalah pemberian resep triamcinolone acetonide, obat
kumur, dan multivitamin untuk penyembuhan ulsernya dan instruksi scrapping
lidah dengan tongue scrapper 2 kali sehari untuk menghilangkan coated tongue.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Status Pasien IPM
2.1.1 Data Umum Pasien
Tanggal pemeriksaan : 11 April 2012
Nomor Rekam Medik : 2011-11xxx
4. Nama : GI
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 32 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat Rumah : Jl. Griya Bukit Mas II
2.1.2 Anamnesa
Pasien datang dengan keluhan terdapat sariawan berukuran cukup besar di
bibir bawah bagian dalam dekat gusi, terasa sakit sampai mengganggu pada saat
makan dan berbicara. Sariawan muncul sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku
bahwa sariawan muncul tiba-tiba. Sariawan terasa semakin perih pada saat makan
dan minum (panas maupun dingin), berkumur, dan berbicara. Pasien sudah
mengobati Sariawan tersebut dengan albothyl. Keadaan psikologis pasien saat ini
sedang kurang baik (banyak pikiran/stress).
Sebelumnya terdapat sariawan di tempat lain yaitu pipi kanan bagian
dalam dan lidah. Pasien juga mengaku sering mengalami sariawan yang muncul
tiba-tiba atau kadang disebabkan karena menyikat gigi terlalu keras, paling sering
muncul di pipi dan bibir bagian dalam, dan bila Sariawan selalu diobati dengan
albothyl dan mengonsumsi Vitacimin dengan dosis agak berlebih yaitu diminum 3
kali sehari, sariawan biasa sembuh 7-14 hari. Pada saat sariawan terkadang
disertai demam dan pencernaan juga terganggu (konstipasi). Selain itu pasien
memiliki pola tidur yang kurang baik dimana pasien sering tidur setelah jam 12
malam dan bangun sekitar jam 5. Di keluarga pasien juga ada yang sering
mengalami sariawan yaitu kakak dan adik perempuan pasien. Pasien ingin
sariawannya dirawat dan diobati.
2.1.3 Riwayat Penyakit Sistemik
Penyakit jantung : YA/TIDAK
Hipertensi : YA/TIDAK
5. Diabetes Mellitus : YA/TIDAK
Asma/Alergi : YA/TIDAK (Alergi kepiting, gatal dan bentol di kulit,
dan tidak pernah mengonsumsi obat)
Penyakit Hepar : YA/TIDAK
Kelainan GIT : YA/TIDAK
Penyakit Ginjal : YA/TIDAK
Kelainan Darah : YA/TIDAK
Hamil : YA/TIDAK
Kontrasepsi : YA/TIDAK
Lain-lain : YA/TIDAK (Hipotensi)
Kelainan GIT : Pencernaan sering terganggu pada saat sariawan, biasanya
konstipasi, sekarang sudah konstipasi sejak 3 hari yang lalu. Tidak mengonsumsi
obat rutin.
Kelainan Darah : Saudara laki-laki pasien memiliki penyakit hemofilia, pasien
pernah menjalani tes darah untuk mengetahui apakah carrier atau tidak.
Perdarahan pada saat menstruasi biasanya banyak dan lama . Dicurigai pasien
menderita anemia karena wajah pucat, konjungtiva anemis, sering pusing, dan
lemas. Pasien sering mengonsumsi obat rutin Sangobion kalau terasa lemas atau
sehabis begadang.
2.1.4 Riwayat Penyakit Terdahulu
-disangkal-
2.1.5 Kondisi Umum
Keadaan Umum : Malaise
Kesadaran : Compos Mentis
Suhu : Afebris
Tensi : 110/70 mmHg
Pernafasan : 16 x/menit
Nadi : 80 x/menit
6. 2.1.6 Pemeriksaan Ekstra Oral
Kelenjar Limfe
Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Mata : Pupil isokhor; konjungtiva anemis; sklera non ikterik
TMJ : tidak ada kelainan
Bibir : tidak ada kelainan
Wajah : Asimetris/simetris, tidak ada kelainan
Sirkum Oral : tidak ada kelainan
Lain-lain : terdapat nevus di ujung cuping hidung kiri dan pipi kanan
Gambar 2.1 Nevus di ekstra oral
2.1.7 Pemeriksaan Intra Oral
Kebersihan Mulut : baik/sedang/buruk plak +/-
kalkulus +/ - stain +/-
Tidak terdapat halitosis
Gingiva : terdapat pigmentasi di gingiva anterior RA dan RB
Mukosa Bukal : tidak ada kelainan
7. Mukosa Labial : terdapat pigmentasi di bagian kanan mukosa labial atas di
regio gigi I2 dengan diameter ±2mm berwarna kecoklatan.
Palatum Durum : tidak ada kelainan
Palatum Mole : tidak ada kelainan
Frenulum : terdapat lesi ulser pada frenulum labialis RB berbentuk
bulat dengan diameter 5mm, tepi reguler dan eritem,
dasar berwarna putih
Lidah : terdapat selaput berwarna putih irreguler pada dorsal lidah
Dasar Mulut : tidak ada kelainan
2.1.8 Status geligi
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
Gambar 2.2 Lesi ulser pada frenulum labialis
bawah dan pigmentasi pada gingiva
Gambar 2.3 Pigmentasi pada gingiva dan
mukosa labial atas
8. 2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Radiologi : TDL
Darah : Pemeriksaan Hb, eritrosit
Patologi Anatomi : TDL
Mikrobiologi : TDL
2.1.10 Diagnosis
D/ Recurrent Aphtous Stomatitis minor a/r frenulum labialis rahang bawah
DD/ : Traumatic ulcer
Behcet’s Disease
● D/ Coated Tongue
DD/ : Candidiasis
Hairy Tongue
D/ Physiological pigmentation
DD/ : Drug-induced hyperpigmentation
Smoker’s hyperpigmentation
2.1.11 Rencana Perawatan dan Perawatan
Pro Oral Hygiene Instructions
Pro anjuran pola makan sehat, diet sayur dan buah-buahan yang berserat,
sayuran hijau (Fe), diet tinggi protein
Pro anjuran pola tidur sehat
Gambar 2.4 Coated tongue
9. Pro skeling
Pro resep :
R/ Chlorhexidine gluconate 0,2% gargle 150ml fl I
∫ coll oris (dikumur 2x sehari setelah menyikat gigi dan scraping lidah)
R/ Ultravit tab No.X
∫ 1 dd 1
R/ Triamcinolone acetonide tube No.I
∫ lit oris
Pro scraping lidah dengan tongue scrapper, dilakukan setelah sikat gigi
dan berkumur chlorhexidine gluconate 0,2% setelah lidah discrap.
Pro kontrol 1 minggu
2.2 Status Kontrol IPM
Tanggal pemeriksaan : 28 April 2012
Nomor Rekam Medik : 2012-03xxx
Nama : GI
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 32 tahun
2.2.1 Anamnesa
OS datang untuk kontrol setelah ±2 minggu yang lalu terdapat sariawan di
bibir bawah bagian dalam dekat gusi. Saat ini sariawan sudah sembuh dan sudah
tidak sakit lagi. Pasien telah mengaplikasikan triamcinolone acetonide 0,1%,
chlorhexidine gluconate 0,2% dan mengonsumsi multivitamin ultravit sesuai
anjuran untuk mempercepat penyembuhan. Pasien juga sudah menyikat lidahnya
2 kali sehari dan saat ini selaput putih pada lidah sudah berkurang namun terdapat
selaput kekuningan karena pasien habis menghisap permen. Saat ini pasien datang
untuk kontrol.
2.2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral
Kelenjar Limfe
10. Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Mata : Pupil isokhor; konjungtiva anemis; sklera non ikterik
TMJ : tidak ada kelainan
Bibir : tidak ada kelanian
Wajah : Asimetris/simetris
Sirkum Oral : tidak ada kelainan
Lain-lain : tidak ada kelainan
2.2.3 Pemeriksaan Intra Oral
Kebersihan mulut :
Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S
16
1
1
11
0
1
26
1
1
16
0
0
11
0
0
26
0
0
Baik/
sedang/
buruk
46
1
1
31
1
0
36
1
0
46
1
1
31
0
1
36
1
2
Stain +/-
DI = 9/12
OHI-S = DI+CI = 15/12 = 1,25
CI = 6/12
Gingiva : terdapat pigmentasi di gingiva anterior RA dan RB
Mukosa Bukal : tidak ada kelainan
Mukosa Labial : terdapat pigmentasi di bagian kanan mukosa labial atas di
regio gigi I2 dengan diameter ±2mm berwarna kecoklatan.
Palatum Durum : tidak ada kelainan
Palatum Mole : tidak ada kelainan
Frenulum : tidak ada kelainan
11. Lidah : terdapat selaput kekuningan irreguler pada dorsal lidah.
Dasar mulut : tidak ada kelainan
2.2.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang
Radiologi : TDL
Darah : belum dilakukan
Patologi Anatomi : TDL
Mikrobiologi : TDL
2.2.5 Diagnosis
D/ Post Recurrent Aphthous Stomatitis minor a/r frenulum labialis RB
D/ Post coated tongue
2.2.6 Rencana Perawatan dan Perawatan
Pro Oral Hygiene Instructions
Pro diet tinggi protein, sayur dan buah-buahan yang berserat, sayuran hijau
(Fe)
Pro melanjutkan scraping lidah 2 kali sehari
Gambar 2.6 RAS pada frenulum sudah
sembuh
Gambar 2.7 Coated tongue
sudah berkurang
12. BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Recurrent Aphthous Stomatits (RAS)
3.1.1 Definisi
Recurrent aphthous stomatitis (RAS) merupakan suatu kelainan yang
ditandai dengan adanya ulser rekuren pada mukosa oral pada pasien (Greenberg
and Glick, 2003). RAS merupakan penyakit mukosa oral yang paling umum dan
mempengaruhi 10-15% dari populasi, namun kebanyakan kasus tergolong ringan
dengan sedikit keluhan.(1) RAS, yang juga dikenal dengan aphtae atau canker
sores, memiliki karakterisasi-karakterisasi sebagai berikut: ulser tunggal maupun
multiple yang muncul berulang, berukuran kecil dengan bentuk bulat atau oval
dibatasi dengan tepi yang eritem dan dasar berwarna kekuningan atau keabuan,
biasa muncul pada daerah yang tidak berkeratin dan mukosa bergerak – jarang
pada gingiva atau palatum, muncul pertama kali pada masa kanak-kanak atau
remaja.(8)
Namun banyak peneliti dan spesialis dalam oral medicine tidak lagi
menganggap RAS sebagai penyakit tunggal, melainkan beberapa gejala patologis
dengan manifestasi klinik yang serupa. Immunologic disorders, hematologic
deficiencies, dan keabnormalan alergi atau psikologis semuanya telah dianggap
sebagai gejala patologis dari RAS.(4)
3.1.2 Insidensi
RAS menyerang sedikitnya 10% dari populasi. Pada kelompok etnik tertentu
atau social-ekonomi tertentu yang diteliti, terdapat insidensi dengan rentang dari
5%-50%. Menurut umur, RAS biasanya mulai muncul ketika masa anak-anak atau
remaja. Faktor jenis kelamin pun berpengaruh, biasanya lebih sering menyerang
wanita. Insidensi RAS terdapat di seluruh dunia, walaupun lebih sering di negara-
negara berkembang.(4)(8)
13. 3.1.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Penyebab terjadinya RAS belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa
factor pendukung terjadinya RAS menurut Greenberg and Glick pada tahun 2003
yaitu:
1. Genetik
Faktor genetik merupakan kemungkinan penyebab paling tinggi dari
seluruh kejadian RAS, dengan peningkatan insidensi yang dipengaruhi
keterlibatan faktor lingkungan. Sekitar 40-50% pasien yang terkena RAS
memiliki riwayat keluarga yang juga pernah terkena RAS. Kemungkinan
dipengaruhi oleh status RAS orangtua.
2. Defisiensi hematologik
Gangguan hematologik terutama defisiensi besi, folat atau vitamin B12.
khususnya serum Fe, folat, atau vitamin B12 juga dihubungkan dengan RAS.
Pada defisiensi ini, hemoglobin berada di bawah normal, dan ditandai dengan
mikro/makrositosis sel darah merah.(1)
3. Abnormalitas immunologis
Sebagian besar penelitian etiologi RAS, mengungkapkan keterkaitan
antara RAS dan faktor immunologi. Pada penelitian terbaru, menganggap
bahwa RAS merupakan abnormalitas dari respon imun terhadap antigen
bakteri mulut khususnya Streptococcus Sanguis.
4. Faktor Sistemik
Kondisi sistemik yang mempengaruhi kejadian RAS diantaranya
gangguan GIT, neutropenia, HIV, defisiensi IgA, dan penggunaan obat-
obatan anti inflamasi non steroid.
5. Trauma
Pasien RAS sering dilaporkan terkena ulser akibat trauma seperti
terkena sikat gigi atau injeksi saat anestesi local.(2) Trauma akibat gigitan dan
penyikatan gigi yang salah, dapat menyebabkan robeknya mukosa dan
memperparah ulser yang sudah ada.(1)
14. 6. Stress dan menstruasi
Pada wanita, RAS dihubungkan dengan siklus menstruasi. Tidak ada
hubungan yang pasti dari menstruasi maupun stres dengan RAS namun dapat
dihubungkan dengan kondisi hormonal.(8) Stress berpengaruh pada kondisi
rongga mulut, salah satunya juga merupakan faktor predisposisi dari
terjadinya RAS. Stress berhubungan dengan fungsi hormonal, dimana di saat
stress bagian emosional dari otak akan mempengaruhi pengeluaran hormon
dari kelenjar pituitary dan kelenjar adrenal. Hormon-hormon tersebut yang
dikeluarkan adalah adrenalin dan kortisol. Pengeluaran kortisol yang
berlebihan akan menekan fungsi sistem imun dengan mengurangi limfosit.(5)
7. Defisiensi nutrisi
Defisiensi zat besi (Fe), asam folat, vitamin B12 dan vitamin B-kompleks
(vitamin B1, B2, dan B6) dilaporkan berhubungan dengan kejadian RAS.(2)
Hubungannya biasanya karena defisiensi, terutama vitamin B12 dan asam folat
akibat malabsorpsi. Gangguan hematologik terutama defisiensi besi, folat atau
vitamin B12 khususnya serum Fe, folat, atau vitamin B12 juga dihubungkan
dengan RAS.(4) Pada defisiensi ini, hemoglobin berada di bawah normal, dan
ditandai dengan mikrositosis atau makrositosis sel darah merah.(1)
3.1.4 Gambaran Klinis
Episode pertama dari RAS paling sering dimulai pada dekade hidup kedua
dan mungkin dipercepat oleh minor trauma, menstruasi, infeksi pernapasan bagian
atas,atau karena makanan tertentu. Lesi terbatas pada mukosa oral dan dimulai
dengan prodromal burning pada 2-48 jam sebelum ulcer muncul. Selama periode
initial ini, suatu area erythema yang terlokalisir muncul. Dalam satu jam, muncul
papule putih kecil, membisul, dan berangsur-angsur membesar dalam 48-72 jam
berikutnya. Lesi individual berbentuk bulat, simetris, dan dangkal (serupa dengan
viral ulcer), tetapi tidak ada tissue tags yang keluar dari vesikel yang rupture (ini
dapat membedakan RAS dari penyakit dengan ulcer yang irregular seperti EM,
pemphigus, dan pemphigoid). Lesi multipel biasanya muncul, tetapi jumlah,
ukuran, dan frekuensinya sangat berubah-berubah. Lesi paling sering muncul di
15. mukosa bukal dan mukosa labial. Lesi biasanya jarang muncul pada palatum atau
ginggiva yang berkeratin. Pada RAS yang ringan, lesi mencapai ukuran 0,3-1,0
cm, disebut juga minor ulcer dan memulai penyembuhan dalam satu minggu.
Penyembuhan tanpa scarring biasanya selesai dalam 10-14 hari.(4)
Kebanyakan pasien RAS mempunyai lesi antara 2-6 lesi setiap episode
dan mengalami beberapa episode setiap tahunnya. Penyakit ini merupakan
gangguan bagi mayoritas pasien RAS ringan, tetapi ini dapat melumpuhkan bagi
pasien dengan severe frequent lesion, terutama bagi mereka yang tergolong major
aphtous ulcer. Pasien dengan major ulcer mempunyai lesi yang dalam dan
mempunyai diameter lebih besar dari 1cm (bisa mencapai 5cm). Sebagian besar
dari mukosa oral dapat tertutupi oleh ulcer besar yang dalam dan dapat menjadi
confluent. Lesi sangat menyakitkan dan menganggu saat bicara dan saat makan.
Banyak dari pasien ini secara terus menerus meninggalkan satu klinisi dan
mendatangi klinisi yang lain, hanya untuk mencari “penyembuhan”. Lesi dapat
bertahan selama sebulan dan terkadang dapat menjadi salah diagnosa sebagai
squamous cell carcinoma, penyakit granulomatous kronis, atau pemphigoid. Lesi
ini sembuh secara pelan-pelan dan meninggalkan bekas (parut) yang dapat
mengakibatkan berkurangnya mobilitas dari uvula dan lidah dan penghancuran
dari sebagian mukosa oral. Jenis RAS yang paling jarang terjadi adalah tipe
herpetiform, yang cenderung terjadi pada orang dewasa. Pada pasien akan muncul
small punctate ulcer yang menyebar di sebagian besar mukosa oral.(4)
Gambar 3.1 RAS tipe minor Gambar 3.2 RAS tipe mayor
16. Sumber gambar: Cawson and Odell, 2002
3.1.5 Diagnosis
Diagnosis diperoleh melalui suatu proses dan berddasarkan gejala-gejala
penyakit. Langkah awal dari diagnosis yaitu pengumpulan data yang berhubungan
dengan diagnosis sehingga didapat informasi. Untuk mengumpulkan informasi,
pertama perlu dilakukan anamnesis, lalu pemeriksaan klinis yang meliputi
pemeriksaan ekstraoral dan intraoral, serta dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium, atau biopsy
dan pemeriksaan patologi anatomi. Setelah didapat informasi-informasi kita mulai
mengklasifikasikan kelainan atau lesi-lesi yang ada, kemudian disusun berbagai
kemungkinan diagnosis, dan terakhir ditentukan diagnosis akhir untuk selanjutnya
dapat dibuat rencana perawatan yang sesuai untuk pasien.(4)(8)
Recurrent Apthous Stomatitis adalah penyebab paling umum dari recurring
oral ulcer. Pemeriksaan harus membedakan Recurrent Apthous Stomatitis dari
lesi akut primer seperti virus stomatitis atau dari beberapa lesi kronis seperti
pemphigoid, serta kemungkinan penyebab lain dari recurring ulcer, seperti
penyakit jaringan penghubung , reaksi obat, dan gangguan dermatologic.
Pengujian laboratorium harus dilakukan bila ulcer memburuk. Biopsi hanya
dilakukan bila perlu untuk menyingkirkan penyakit lain, terutama penyakit
granulomatosa seperti penyakit Crohn atau sarcoidosis.(4)
Pasien dengan minor atau major aphthous ulcer sebaiknya tahu faktor-
faktor yang terkait, termasuk penyakit jaringan penghubung dan tingkat
ketidaknormalan serum besi, folat, vitamin B12, dan ferritin. Pasien dengan
Gambar 3.3 RAS tipe herpetiform
17. kelainan pada nilai-nilai ini harus dirujuk ke internis untuk menghilangkan
sindrom malabsorpsi dan untuk memulai terapi pengganti yang tepat.(4)
3.1.4 Differential Diagnosis
Diagnosis pembanding untuk RAS antara lain:
1. Traumatic ulcer
Persamaannya dengan RAS adalah pemicunya trauma pada mukosa.
Perbedaannya yang utama dengan RAS adalah RAS dapat dilihat adanya
keterlibatan dari Human Leucocyte Antigen (HLA) dan bersifat rekuren
sedangkan ulser traumatik tidak adanya keterlibatan dari HLA dan tidak
rekuren karena disebabkan oleh faktor lokal. Bentuk lesi RAS berbentuk
bulat atau oval, sedangkan ulser traumatik irregular. RAS biasanya
mengenai mukosa non keratin seperti mukosa bukal dan labial, sedangkan
ulser tarumatik dapat mengenai palatum, gingiva, dan lidah (Greenberg
dan Glick, 2003).
Tabel 3.1 Perbedaan traumatic ulcer dan RAS
Traumatic ulcer Recurrent Aphtous Ulcer
Faktor
predisposisi
Trauma Trauma, stress psikologis,
hormonal, defisiensi nutrisi,
defisiensi serum Fe, folat, dan
B12
Keterlibatan
HLA
Tidak ada Ada
Rekurensi Tidak ada , bisa ada jika faktor
etiologi / iritasi kronis tdk
dihilangkan
Ada
Bentuk Irreguler Reguler, bulat/oval
Lokasi Palatum, gingiva, lidah, dapat
dimana saja di rongga mulut
Mukosa bukal dan labial (non
keratin)
18. Contoh
gambaran
2. Behcet’s Disease
Merupakan penyakit imunokompleks yang mengarah pada vasculitis
dari pembuluh darah kecil dan sedang dan inflamasi dari epitel yang
disebabkan oleh limfosit T dan plasma sel yang imunokompeten. Ditandai
dengan karakteristik triad gejala : ulser oral rekuren, ulser genital rekuren,
dan lesi pada mata. Diduga memiliki kesamaan mekanisme respon imun
dengan RAS. Lesi tunggal yang paling umum terjadi pada Behçet’s
syndrome terjadi di mukosa oral. Ulser oral rekuren muncul pada lebih
dari 90% pasien; lesi ini tidak dapat dibedakan dari RAS. Beberapa pasien
memiliki riwayat lesi oral ringan yang rekuren; beberapa pasien lainnya
memiliki lesi yang beRAS dan dalam serta meninggalkan jaringan parut
yang mirip dengan lesi RAS mayor.(4)
Gambar 3.4 Lesi menyerupai aphtous pada penderita Behcet’s Disease (Greenberg, and
Glick,2003)
3. Infeksi Herpes Simplex Virus (HSV) Rekuren
Perbedaan utama dengan SAR adalah dalam hal faktor etiologi/
penyebabnya yaitu pada infeksi HSV adalah virus sedangkan pada RAS
dapat multifaktorial.
19. Secara klinis mirip dengan RAS tipe herpetiform. Perbedaannya
dengan RAS adalah lesi RAS terbentuk dari papul yang ruptur, sedangkan
infeksi HSV lesi awalnya adalah vesikel. Infeksi HSV disertai dengan
keluhan sakit, rasa terbakar, gatal, dan bisa melibatkan mukosa berkeratin
sedangkan RAS tidak disertai gatal dan hanya mengenai mukosa non
keratin. Infeksi herpes rekuren dalam rongga mulut (recurrent herpes
labialis [RHL]; recurrent intraoral herpes simplex infection [RIH]) muncul
pada pasien yang pernah terinfeksi herpes simpleks dan memiliki serum
antibodi untuk melawan infeksi eksogen primer. Herpes rekuren bukan
merupakan infeksi berulang melainkan re-aktivasi virus yang menjadi
laten dalam jaringan saraf antara episode-episode dan masa replikasi.
Tabel 3.2 Perbedaan Infeksi HSV rekuren dan RAS tipe herpetiform
Infeksi HSV rekuren RAS tipe herpetiform
Etiologi
Lesi awal
Virus herpes simpleks
Vesikel
Faktor2 predisposisi
Papula yang ruptur
Keluhan Sakit, rasa terbakar, gatal Tidak disertai gatal
Lokasi Mukosa non-keratin dan
berkeratin,
unilateral pada infeksi HZV,
bilateral pada HSV
Hanya mukosa non-keratin,
bilateral
Perkembangan Reaktivasi virus Inflamasi berulang
Contoh
gambaran
Herpes simpleks dapat dikultur dari ganglion trigeminal pada jasad
manusia, dan lesi herpes rekuren bisaanya muncul setelah pembedahan
20. yang melibatkan ganglion tersebut. Herpes rekuren dapat juga diaktivasi
oleh trauma pada bibir, demam, sinar matahari, imunosupresan, dan
menstruasi. Virus berjalan ke bawah menuju batang saraf untuk
menginfeksi sel epitel, menyebar dari sel ke sel dan menyebabkan lesi.(4)
3.1.5 Perawatan
Obat yang diberikan harus berhubungan dengan berat ringannya kasus
penyakit. Kasus ringan dengan dua atau tiga lesi kecil, gunakan proteksi seperti
Orabase (Bristol-Myers Squibb, Princeton, NJ) atau Zilactin (Zila
Pharmaceutions, Phoenix, AZ).(4)
Nyeri lesi ringan dapat diberikan anestesi topikal agen atau
topikal diclofenac. Dalam kasus yang lebih berat, digunakan topical steroid,
seperti fluosinonida, betametason atau clobetasol, diberikan langsung pada
penyembuhan lesi dengan jangka waktu lebih singkat. Gel dapat dengan hati-
hati diaplikasikan langsung pada lesi setelah makan dan pada waktu tidur dua
sampai tiga kali sehari.(4)
Lesi yang lebih besar dapat diobati dengan menempatkan perban berisi
steroid topikal pada ulcer. Untuk mempercepat waktu penyembuhan lesi
Recurrent Apthous Stomatitis diberikan pasta topikal amlexanox tetracycline,
yang dapat digunakan baik sebagai cuci mulut. Intralesional steroid dapat
digunakan untuk mengobati lesi Recurrent Apthous Stomatitis yang besar. Bila
tidak responsif, diberikan terapi topikal, maka penggunaan terapi sistemik harus
dipertimbangkan misalnya colchicine, pentoxifylline, dapson, dan thalidomide.
Thalidomide diberikan untuk mengurangi insiden dan tingkat keparahan
Recurrent Apthous Stomatitis terutama pada pasien HIV-positif dan HIV-negatif,
namun obat ini harus digunakan dengan sangat hati-hati. Efek samping lain dari
thalidomide termasuk neuropati perifer, masalah gastrointestinal, dan
mengantuk.(4)
Agen antiplak sering digunakan untuk mengurangi infeksi dan bau mulut,
terutama pada pasien yang immunocompromised. Namun banyak jenis obat kumur
21. yang hanya memiliki aktivitas antiseptik saja. Berikut merupakan beberapa contoh
obat kumur yang dapat digunakan(4):
Chlorhexidine gluconate merupakan agen antiplak yang paling sering
digunakan dan aktif terutama dalam menghilangkan bakteri gram-
negatif, membantu mengontrol plak dan penyakit periodontal dan juga
memiliki aktivitas antikaries dan antifungal. Memiliki substantivity
yang baik atau kemampuan yang baik dalam ikatannya terhadap
jaringan keras dan lunak dan terlepas setelah jangka waktu yang lama,
namun juga dapat berikatan dengan tannin sehingga dapat
menyebabkan staining di gigi pada pasien yang sering mengonsumsi
kopi, the atau red wine.
Triclosan merupakan chlorinated bisphenol dengan kemampuan
substantivity dan memiliki broad spectrum pada aktivitas
antibacterial, dan menghasilkan efek antiplak yang baik, tanpa
menyebabkan staining pada gigi.
Phenolics, seperti Listerine, memiliki efek antiplak dan tidak
menyebabkan stain pada gigi, namun memiliki kemampuan
substantivity yang rendah.
Pemberian vitamin juga penting untuk membantu penyembuhan RAS
terutama vitamin B12 dimana pada penderita RAS biasanya terdapat defisiensi
vitamin B12. Vitamin B12 adalah sebuah vitamin yang berperan penting dalam
fungsi normal otak dan system saraf, serta dalam pembentukan komponen
darah.(4)
3.2. Coated Tongue
3.2.1. Definisi
Coated tongue atau furred tongue adalah kondisi dimana terdapat lapisan
putih pada dorsum lidah. Kondisi ini terjadi akibat keratin yang gagal
terdeskuamasi sehingga akan mengakibatkan papilla filiformis mengalami
hipertrofi dan elongasi. Bakteri, sisa makanan, pigmentasi rokok, ataupun permen
dapat terakumulasi pada papilla filiformis ini. Lidah akan tampak berselaput atau
22. berambut. Coated tongue atau furred tongue biasanya terjadi pada daerah
posterior dorsum lidah. Pada kondisi ini, pasien biasanya merasa gatal dan
terdapat perubahan rasa.(4)
3.2.2. Etiologi
Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan timbulnya coated tongue(4) :
1) Penggunaan obat-obatan baik lokal ataupun sistemik dapat menyebabkan
perubahan pada flora normal rongga mulut. Termasuk penggunaan antibiotik
sistemik, agen topikal yang bersifat mengoksidasi seperti hydrogen peroksida
dan perborat.
2) Merokok, minum minuman beralkohol, gangguan lambung dan saluran
pencernaan, gangguan saluran pernapasan, serta demam tifoid juga dapat
menyebabkan lidah menjadi berselaput. Demam tifoid dapat menyebabkan
hiposalivasi pada kelenjar saliva. Hiposalivasi ini mengakibatkan xerostomia
pada rongga mulut, dimana produksi saliva berkurang, saliva berfungsi
sebagai self cleansing, kurangnya produksi saliva dapat mempermudah
terjadinya coated tongue.
3) Keadaan tidak bergigi, diet makanan lunak, oral hygiene yang buruk,
berpuasa, febrile, dan xerostomia.
3.2.3. Gambaran Klinis
Coated tongue memberikan gambaran klinis seperti lidah yang ditutupi
oleh selaput berwarna putih, coklat, atau hitam. Pewarnaan ini tergantung dari
pigmen yang masuk. Coated tongue biasanya melibatkan 2/3 posterior bagian
dorsum lidah. Pada keadaan ini, papila filiformis mengalami pemanjangan dan
kekurangan deskuamasi papilla. Oleh karena itu, lidah tampak tebal dan
terbungkus.(4)
23. Gambar 3.5 Coated Tongue
3.2.4. Diagnosis Banding
Beberapa keadaan klinis yang dapat dijadikan diagnosis banding dari
coated tongue yaitu:
1. Hairy Tongue
Merupakan pemanjangan dari papila filiformis yang dapat disebabkan
karena lambatnya proses pengelupasan lapisan keratin pada lidah atau terlalu
cepatnya pembentukan bahan yang dikeratinisasi. Hairy tongue juga dapat
bersifat idopatik, juga dapat disebabkan penggunaan antibiotik,
kortikosteroid, penggunaan obat kumur tertentu terutama hidrogen peroksida,
oral hygiene yang buruk, merokok dan gangguan gastro intestinal.(4)
2. Oral Hairy Leukoplakia
Gambar 3.6 Hairy tongue
24. Oral hairy leukoplakia (OHL) yaitu lesi putih yang berlekuk-lekuk dan
bisanya terdapat pada tepi lateral lidah pasien yang mengalami
immunodefisiensi. Penyakit yang paling sering berhubungan dengan adanya
OHL yaitu HIV. Virus Epstein-Barr terlibat sebagai agen penyebab
terjadinya OHL. Hairy leukoplakia juga berhubungan dengan kondisi
penurunan system imun pasien, misalnya pada pasien yang mengalami
transplantasi organ dan pasien yang diberikan terpai steroid jangka panjang.(4)
Gambar 3.7 Oral hairy leukoplakia
3. Kandidiasis
Kandidiasis merupakan infeksi jamur yang paling sering terjadi di rongga
mulut. Candida sp merupakan jamur dengan distribusi yang luas dan bagian
dari flora komensal di tubuh manusia. Factor predisposisi timbulnya
kandidiasis secara local yaitu kebersihan rongga mulut yang buruk,
serostomia, kerusakan mukosa, gigi tiruan, obat kumur antibiotic. Sedangkan
faktor predisposisi secara sistemik yaitu penggunaan antibiotic spectrum luas,
steroid, obat-obatan immunosupresif, radiasi, infeksi HIV, kelainan
hematologis, neutropenia, anemia defisiensi Fe, immunodefisiensi sel,
kelainan endokrin.(7)
25. 3.8 Candidiasis
3.2.5. Terapi
Terapi yang paling efektif untuk kondisi ini adalah dengan menyikat lidah
setiap hari. Penggunaan sikat lidah dapat menghilangkan sel-sel keratin yang mati.
Dari hasil penelitian didapat bahwa dengan menyikat lidah dapat menghilangkan
bakteri dan bau mulut. Membersihkan mulut secara rutin telah dilaporkan menjadi
metode pencegahan yang paling utama dalam mencegah timbulnya lesi pada
mukosa.(7) Terdapat beberapa penelitian klinis mengenai penuntun yang
direkomendasikan yakni(10) :
1. Sikatlah gigi sebelum membersihkan lidah. Pastikan juga menyikat di
bagian belakang gigi untuk mengurangi akumulasi bakteri.
2. Arahkan spoon dari tongue scraper menjangkau bagian paling posterior dari
lidah, dan sepanjang permukaan lidah.
3. Gunakan bentuk tongue scraper sesuai ukuran dari mulut anda.
4. Gunakan tongue scraper timbal balik, scraper berlekuk atau menggunakan
pegangan untuk membersihkan lidah. Menjangkau sejauh mungkin dalam
mulut dan pembersih dari belakang ke depan dengan tekanan ringan.
5. Bilas tongue scraper dan pastikan mencuci bersih semua bakteri dan saliva
yang terakumulasi pada tongue scraper. Lakukan pembersihan lidah paling
tidak dua sampai tiga kali setiap pembersihan.
6. Cuci mulut dengan obat kumur pembunuhan bakteri setelah membersihkan
lidah.
7. Gunakan tekanan yang ringan ketika menggunakan tongue scraper, jangan
menekan terlalu keras karena dapat mengiritasi lidah.
26. Selain pembersihan lidah, terapi yang dapat dilakukan yaitu pemberian
obat kumur efervesen yang mengandung asam askorbat (vitamin C) mungkin
dapat membantu pembersihan selaput coated tongue, namun tetap harus
diimbangi dengan pembersihan lidah secara manual (Field and Longman, 2003).
Terapi dapat berupa aplikasi keratolytic agent secara topikal yang tersedia dalam
azelaic acid dan glycolic acid serta dalam formulasi asam salisilat, sulfur dan
benzoyl peroxide. Selain itu, konsumsi yoghurt atau minuman yang mengandung
lactobacillus acidophilus juga dapat digunakan untuk terapi coated tongue.
Yoghurt mengandung bakteri menguntungkan yang disebut acidophilus, yang
membantu memperbaiki ketidakseimbangan mikroba dalam tubuh, yang menjadi
penyebab coated tongue.(4)
3.3 Pigmentasi Oral
Diskolorisasi mukosa oral, yang berwarna kecoklatan sampai hitam dapat
disebabkan oleh faktor superfisial (ekstrinsik) ataupun dari dalam (intrinsik dari
dalam atau dari bawah mukosa).(8)
3.3.1 Macam-macam pigmentasi(8)
1) Diskolorisasi Ekstrinsik
Diskolorisasi ekstrinsik jarang terjadi dan biasanya dikarenakan makanan,
minuman, maupun obat-obatan. Penyebab-penyebabnya antara lain:
Makanan dan minuman, seperti beetroot, anggur merah, kopi dan teh.
Gula-gula, seperti liquorice
Obat-obatan, seperti klorheksidin, iron salts, griseofulvin, crack
cocaine, minocycline, bismuth subsalicylate, lansoprazole, dan HRT.
Tembakau: selain dapat menyebabkan diskolorisasi ekstrinsik, dapat
juga menyebabkan pigmentasi intinsik, dimana sel-sel pigmen
meningkat dan tampak di lamina propria.
27. Sirih: dapat menyebabkan diskolorisasi merah kecoklatan, terutama
pada gigi dan mukosa bukal, dengan permukaan epitel yang ireguler
yang cenderung mengalami deskuamasi.
2) Pewarnaan Intrinsik
Jumlah melanin atau melanosit yang meningkat, atau bahan lainnya dapat
menyebabkan hiperpigmentasi intrinsik (endogenous). Diskolorisasi
intrinsik Pigmentasi intrinsik biasanya disebabkan oleh melanin, yang
dihasilkan oleh melanosit – sel-sel dendritik yang terdapat pada epithelium
basal. Berasal dari amino acid tyrosine, yang dikonversi menjadi
dihydroxyphenylalanine (DOPA) dan kemudian menjadi melanin.
Warnanya berbeda-beda dari coklat, biru, sampai hitam, tergantung pada
jumlah dan lokasi melanin. Pigmentasi generalisata, yang biasanya
mengenai gingiva, umum terjadi pada orang-orang dengan kulit berwarna
(kulit hitam, asia, dll) dan merupakan pigmentasi rasial.
Daerah terlokalisasi dari pigmentasi biasanya disebabkan oleh
kondisi tidak berbahaya (benign):
Amalgam tattoo
Graphite tattoo
Foreign bodies
Iritasi/inflamasi local
Makula melanosis
Naevi
Melanoacanthoma
Bagaimanapun, neoplasma, seperti Kaposi sarcoma atau malignant
melanoma, terkadang juga mempengaruhi.
Kelenjar pituitari anterior melepas melanocyte stimulating
hormone (MSH), yang kemudian meningkatkan produksi melanin. Dengan
begitu, pigmentasi melanin meningkat karena stimulasi hormon, baik oleh
MSH, pada kehamilan, terkadang disebabkan oleh adrenocorticotrophic
hormone (ACTH), molekul yang mirip MSH, atau karena faktor lain (cth:
rokok).
28. 3.3.2 Penyebab
Penyebab pigmentasi oral antara lain sebagai berikut(8):
Racial pigmentation : merupakan penyebab paling umum dari pigmentasi
mukosa oral kecoklatan generalisata maupun berupa patch, disebabkan
oleh melanin. Umumnya terlihat pada orang-orang Afrika atau Asia, dapat
juga terlihat pada keturunan Mediteranian, dan terkadang pada orang-
orang kulit putih. Paling jelas terlihat pada gingival labial anterior dan
mukosa palatal, dan pigmentasi ini biasanya tersebar simetris. Patch
kecoklatan dapat terlihat dimanapun. Pigmentasi biasanya mulai terlihat
pada pasien di saat usia dewasa.
Inflamasi kronis, seperti lichen planus, dapat menyebabkan penurunan
melanin, terutama pada orang-orang dengan kulit yang mengalami
pigmentasi. Pigmentasi pada oral biasanya pada gingival atau bukal.
Amalgam tattoo: merupakan penyebab paling umum pada pigmentasi
macular berwarna biru-hitam, ukuran maupun warna tidak berubah secara
signifikan, tidak terasa sakit dan biasanya terlihat pada gingival mandibula
atau dekat dengan gigi yang ditambal atau diberi perawatan dengan
amalgam.
Gambar 3.9 Amalgam tattoo
Graphite tattoo: dapat terlihat contohnya dimana pensil patah dan
mengenai mukosa.
Melanotic macule: biasanya tunggal, kecoklatan, berisi kumpulan sel-sel
yang mengandung melanin. Gambaran klinis melanotic macule yaitu rata
29. dan biasanya berukuran lebih kecil dari 1cm dan berisi kandungan melanin
yang meningkat, ukuran dan warna tidak cepat berubah, tidak sakit dan
biasanya terlihat di batas vermilion bibir dan pada palatum. tidak
berbahaya dan biasanya muncul pada orang-orang kulit putih.
Kebanyakan timbulnya perlahan, namun terkadang juga cepat timbulnya.
Sebaiknya dihilangkan untuk mencegah terjadinya melanoma.
Naevi: berwarna biru-hitam, berupa lesi papula yang terbentuk dari sel-sel
dengan kandungan melanin yang meningkat (sel-sel nevus) dan biasanya
lebih kecil dari 1cm. Sebanyak 60% tampak menonjol, ukuran dan warna
tidak cepat berubah, tidak sakit dan terutama terlihat pada palatum. Rata-
rata setengah dari naevi timbul secara histologist di intradermal
(intramukosal) dimana melanin berada di lamina propria, sepertiga
merupakan naevi biru, lainnya naevi campuran, dan beberapa berupa
junctional. Biasanya kebanyakan naevi, kecuali naevi junctional, tidak
berkembang menjadi melanoma. Bagaimanapun, sebaiknya lesi ini
dihilangkan.
Melanoacanthoma: dapat timbul pada beberapa dewasa keturunan Afrika,
berupa lesi yang lebih besar, dengan diameter 5mm-2cm. Biasanya terlihat
di mukosa bukal atau palatum pada wanita, dapat timbul dengan cepat, dan
kemungkinan merupakan lesi reaktif. Sebaiknya dihilangkan.
Malignant melanoma: jarang terjadi namun dapat berkembang pada
mukosa yang kelihatannya normal atau pada nevus pigmentasi, biasanya
pada palatum atau gingiva maksila. Sekitar sepertiga dari melanoma
berkembang pada daerah yang mengalami hiperpigmentasi.Gambaran
malignansinya termasuk pertambahan ukuran yang cepat, perubahan
warna, ulserasi, sakit, timbulnya spot pigmentasi atau pembesaran
regional lymph node. Bagaimanapun, lebih dari15% melanoma adalah
amelanotic. Melanoma superficial memiliki prognosis yang lebih baik
daripada yang nodular. Eksisi radikal diindikasikan untuk perawatan
melanoma.
Kaposi sarcoma
30. Obat-obatan: Hiperpigmentasi atau pigmentasi generalisata dapat timbul
bersama pigmentasi pada kulit atau daerah lain:
o Tembakau dari rokok saat ini merupakan penyebab umum
(smoker’s melanosis)
o Antimalaria menghasilkan berbagai warna pada mukosa, dari
kuning (mepacrine) sampai biru-hitam (amodiaquine)
o Zidovudine dan terapi ACTH dapat menimbulkan pigmentasi
kecoklatan.
o Busulphan, obat-obat sitotoksik, kontrasepsi oral, phenothiazine
dan antikonvulsan juga terkadang dapat menghasilkan atau
meningkatkan pigmentasi kecoklatan.
o Minocycline dapat menyebabkan diskolorisasi kehitaman pada
gigi, gingiva dan tulang, kulit, sclera dan bahkan ASI.
o Gold dapat menghasilkan diskolorisasi gingiva berwarna
keunguan.
o Logam berat (merkuri, timah dan bismuth) yang saat ini sudah
tidak digunakan untuk terapeutik. Metallic sulphide dapat terendap
dalam jaringan jika oral hygiene buruk, dan bakteri juga
menghasilkan sulfide, sehingga menghasilkan pigmentasi pada
margin gingiva.
Addison’s disease (hypoadrenalism): jarang terjadi, namun dapat
menyebabkan hiperpigmentasi generalisata atau berupa patch yang
disebabkan oleh produksi berlebih dari ACTH, yang memiliki aktivitas
yang mirip dengan MSH. Addison’s disease (adrenocortical
hypofunction) biasanya autoimmune (idiopathic), namun hypoadrenalin
juga dapat terlihat pada penyakit HIV. Hiperpigmentasi menyebar, namun
paling jelas terlihat pada daerah yang biasanya mengalami pigmentasi
(areolae of nipple, genitalia), dan pada daerah yang terkena trauma. Pada
mukosa oral dapat terlihat patch-patch hiperpigmentasi. Pasien dengan
Addison’s disease juga biasanya lemah, berat badan menurun,dan
hipotensi.
31. Nelson syndrome: merupakan kondisi yang jarang terjadi yang disebabkan
oleh produksi berlebih dari ACTH sebagai respon dari adrenalectomy,
biasanya pada kanker payudara.
ACTH-producing tumours: dapat menimbulkan pigmentasi kecoklatan,
terutama pada palatum lunak, dan dapat juga merupakan manifestasi oral
dari ACTH-producing neoplasm, seperti bronchogenic carcinoma.
Peutz-Jeghers syndrome: pada kondisi autosomal-dominant ini, pigmentasi
kecoklatan berupa patch dapat terlihat pada oral dan sirkum oral disertai
dengan small-intestinal polyps.
3.3.3 Diagnosis
Jenis dari hiperpigmentasi terkadang dapat hanya dihasilkan dari
investigasi yang mendalam (Gambar 3.10).(8)
Gambar 3.10 Lesi hiperpigmentasi
1) Pasien dengan hiperpigmentasi multiple atau generalisata
o Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan untuk
mendiferensiasi dari Addison’s disease, karena Addison’s disease
memiliki karakteristik hipotensi
o Perlu diketahu juga level kortisol dalam plasma, pada Addison’s
disease ditemukan level yang rendah.
32. o Synacthen test juga diindikasikan untuk mendiferensiasi Addison’s
disease, dimana pada penyakit ini terdapat gangguan respon
terhadap ACTH.
2) Pasien dengan hiperpigmentasi terlokalisasi
o Radiograf dapat membantu, dimana dapat menunjukkan adanya
amalgam, graphite, benda asing, penipisan tulang pada pigmentasi
tumor neuroectodermal.
o Fotografi dapat membantu perbandingan ukuran dan warna.
o Urinary catecholamine: membantu mendiferensiasi penyakit
pigmentasi tumor neuroectodermal.
o Biopsi juga dapat diindikasikan. Jika dicapai deteksi awal dari
melanoma oral, semua pigmentasi lesi oral dapat menjadi
kemungkinan. Lesi dengan gambaran klinis berikut kemungkinan
dapat berkembang menjadi malignant melanoma dan sebaiknya
dilakukan biopsi: lesi tunggal menonjol, pertambahan ukuran yang
cepat, perubahan warna, ulserasi, sakit, terdapat spot pigmentasi,
pembesaran regional lymph node.
3.3.4 Manajemen
Manajemen merupakan hal yang penting. Biopsi eksisi dari isolasi lesi
hiperpigmentasi sering direkomendasikan untuk mencegah malignansi,
karena potensial malignan dari beberapa jenis pigmentasi dan bias juga
karena alasan kosmetis. Hal ini terutama penting jika lesi menonjol atau
nodular atau memiliki gambaran klinis seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya yang berpotensi menjadi malignant melanoma.(8)
33. BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kunjungan tanggal 11 April 2012, pasien datang dengan keluhan
terdapat sariawan berukuran cukup besar di bibir bawah bagian dalam dekat gusi,
terasa sakit sampai mengganggu pada saat makan dan berbicara. Sariawan muncul
sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku bahwa sariawan muncul tiba-tiba setelah
sebelumnya terdapat sariawan di tempat lain yaitu pipi kanan bagian dalam dan
lidah. Sariawan terasa semakin perih pada saat makan dan minum (panas maupun
dingin), berkumur, dan berbicara. Pasien sudah mengobati Sariawan tersebut
dengan albothyl. Keadaan psikologis pasien saat ini sedang kurang baik (banyak
pikiran/stress). Pasien juga mengaku sering mengalami sariawan yang muncul
tiba-tiba atau kadang disebabkan karena menyikat gigi terlalu keras, paling sering
muncul di pipi dan bibir bagian dalam, dan bila Sariawan selalu diobati dengan
albothyl dan mengonsumsi vitamin C dengan dosis yang agak berlebih, sariawan
biasa sembuh 7-14 hari. Pada saat sariawan terkadang disertai demam dan
pencernaan juga terganggu. Selain itu pasien memiliki pola tidur yang kurang baik
dimana pasien sering tidur setelah jam 12 malam dan bangun sekitar jam 5. Pasien
ingin sariawannya dirawat dan diobati.
Pasien memiliki riwayat sistemik antara lain berupa: alergi terhadap
kepiting yang bermanifestasi pada kulit berupa gatal-gatal dan bentol, kelainan
pada gastrointestinal tract dimana bila sedang sariawan sering disertai dengan
konstipasi, dan yang terakhir adalah kelainan darah dimana pasien memiliki
hipotensi, dan dicurigai menderita anemia karena wajah terlihat pucat,
konjungtiva anemis, mengaku sering pusing dan lemas, selain itu pada saat
menstruasi perdarahan biasanya banyak dan berlangsung lama, diketahui saudara
laki-laki pasien memiliki penyakit hemofilia dan pasien pernah menjalani tes
darah untuk mengetahui apakah carrier atau tidak.
Pemeriksaan ekstraoral ditemukan pada kelenjar submandibula,
submental, dan servikal sebelah kanan terasa sakit namun tidak ada yang teraba
34. atau mengalami pembesaran. Rasa sakit ini diperkirakan karena pasien mengalami
inflamasi.(8)
1. Analisis D/ Recurrent Aphthous Stomatitis
Pada pemeriksaan intraoral ditemukan adanya ulser berwarna putih yang
dikelilingi daerah eritem, dengan diameter kurang lebih 5 mm berbentuk bulat di
frenulum labialis bawah. Dari anamnesis dan pemeriksaan klinis, dapat
disimpulkan diagnosis penyakit dari pasien ini adalah RAS (Recurrent Aphthous
Stomatitis) a/r frenulum labialis rahang bawah yang muncul tiba-tiba dan
diperkirakan faktor predisposisinya adalah adanya kelainan darah (karena pasien
tampak pucat, sering letih dan lesu, konjunctiva anemis diperkirakan mengalami
anemia), gangguan pencernaan (saat pemeriksaan sedang mengalami konstipasi
selama 3 hari), sedang mengalami / mengaku dalam keadaan stress fisik /
kelelahan / pola tidur yang kurang baik dan stress psikologis / banyak pikiran
serta kurang mengonsumsi buah-buahan dan sayuran hijau dalam jumlah yang
cukup.
RAS yang diderita pasien diduga berhubungan dengan kelainan darah
(anemia) serta kelainan GIT yang dia miliki. Faktor predisposisi yang paling
sering terjadi pada penderita RAS adalah defisiensi serum Fe, folat, dan vitamin
B12, dimana defisiensi bahan-bahan ini dapat disebabkan karena malabsorbsi dlm
sistem GIT dan berakibat pada keadaan anemia. Defisiensi serum Fe selain karena
anemia yang diderita dapat dipengaruhi juga karena hemorragi kronis dimana
pada hal ini pasien selalu mengalami perdarahan yang cukup berat dan lama pada
saat menstruasi.
Defisiensi nutrisi juga diduga merupakan faktor predisposisi dari RAS
yang diderita pasien ini karena adanya gangguan pada pencernaan pasien dan pola
makan yang tidak teratur, termasuk kondisi pasien yang sedang diet rendah
protein hewani. Defisiensi folat dapat dikarenakan pasien kurang mengonsumsi
sayuran hijau, dan dapat berhubungan dengan malabsorbsi. Vitamin B12 biasa
ditemukan pada daging, gangguan pada sistem pencernaan maupun diet rendah
protein hewani dapat mempengaruhi penyerapan dan kecukupan asupan vitamin
B12 sehingga menyebabkan defisiensi vitamin B12.(4)(8)
35. Imunitas dapat merupakan pengaruh timbulnya RAS. Imunitas dapat
dipengaruhi oleh kondisi psikologis pasien dimana saat pemeriksaan pasien
mengaku sedang mengalami stress psikologis (banyak pikiran) dan stress fisik
(pola tidur tidak baik) sehingga imunitasnya menurun.
Stress berpengaruh pada kondisi rongga mulut, merupakan faktor
predisposisi dari terjadinya RAS. Stress berhubungan dengan fungsi hormonal,
dimana di saat stress bagian emosional dari otak akan mempengaruhi pengeluaran
hormon dari kelenjar pituitary dan kelenjar adrenal. Hormon-hormon tersebut
yang dikeluarkan adalah adrenalin dan kortisol. Pengeluaran kortisol yang
berlebihan akan menekan fungsi sistem imun dengan mengurangi limfosit.(5)
Imunitas yang paling banyak berperan pada RAS adalah imunitas selular.
Limfosit merupakan tipe sel dominan pada lesi RAS. Pada stadium akhir pada lesi
berat terlihat dominasi limfosit dan histokit. Diketahui neutrofil darah perifer
berperan penting dalam memfagosit dan mengeliminasi materi antigen atau
produk dari jaringan ikat yang rusak pada RAS ketika mengevaluasi tungsi
limfosit. Adanya Streptococcus sanguis dengan frekuensi tinggi pada daerah lesi
dini menjelaskan kemungkinan kuman tersebut ikut berperan serta dalam proses
terjadinya RAS. Hal ini menunjang pernyataan adanva reaksi silang mikroba
dengan antigen mukosa mulut dan menginduksi respon imun dengan terbentuknya
autoantibodi terhadap epitel rongga mulut.(9)
Ulser aftosa biasanya berkaitan dengan keadaan imunologi, sehingga
perawatannya mencakup obat - obat yang dapat mengatur atau mengendalikan
respon imun. (9) Terapi yang diberikan kepada pasien adalah pemberian resep
triamcinolone acetonide yang diaplikasikan pada lokasi ulser dengan
menggunakan cotton bud, multivitamin, serta obat kumur chlorhexidine gluconate
0,05% untuk pengobatan Recurrent Aphthous Stomatitis. Pasien juga dianjurkan
untuk melakukan skeling ke dokter gigi serta menjaga kebersihan rongga
mulutnya, lebih sering mengonsumsi sayur dan buah-buahan, serta memperbaiki
pola tidur yang tidak cukup
Setelah 17 hari pasien datang kembali untuk kontrol dengan keadaan ulkus
pada frenulum sudah sembuh karena pasien sudah melakukan instruksi
36. pengaplikasian triamcinolone acetonide 0,1%, chlorhexidine gluconate 0,02% dan
mengonsumsi multivitamin serta instruksi untuk melakukan diet tinggi protein,
sayur dan buah-buahan berserat. Penyembuhan ulkus di frenulum sembuh setelah
±3 hari setelah pengobatan.
2. Analisis D/ coated tongue
Pada pemeriksaan klinis pasien juga didiagnosis memiliki coated tongue.
Coated tongue pada pasien merupakan selaput putih kekuningan pada dorsal
lidah. Coated tongue pada pasien diperkirakan disebabkan karena pasien jarang
makan buah-buahan dan sayur-sayuran (kurang self cleansing) dan karena jarang
membersihkan lidahnya saat menyikat gigi.
Kebersihan rongga mulut yang buruk, dehidrasi, dan diet makanan lunak
merupakan faktor yang dapat menyebabkan terbentuknya coated tongue.
Terapi yang diberikan adalah pasien dianjurkan untuk rajin membersihkan
lidah dengan menggunakan tongue scrapper untuk menghilangkan selaput putih
kekuningan dan mencegah terjadinya retensi makanan serta halitosis. Tongue
scrapper digunakan dua kali sehari setelah selesai menyikat gigi. Pasien sudah
melakukan anjuran ini, setelah beberapa hari melakukan terapi ini pasien merasa
lidahnya lebih bersih. Pada saat kontrol selaput putihnya sudah berkurang namun
terdapat selaput kekuningan karena pada saat sebelum kontrol pasien menghisap
permen.
3. Analisis D/ Pigmentasi Rasialis
Selain RAS dan coated tongue ditemukan juga adanya pigmentasi pada
gingiva anterior rahang atas dan rahang bawah serta makula yang berukuran kecil
dengan diameter ±1mm pada mukosa labial sebelah kanan.
Pigmentasi pada pasien ini diperkirakan disebabkan oleh produksi melanin
yang berlebih. Anamnesa menunjukkan bahwa pasien tidak merokok dan tidak
mengonsumsi obat-obatan, maka berdasarkan dari hal tersebut dan pemeriksaan
klinis pasien didiagnosa memiliki Physiological pigmentation atau pigmentasi
rasialis.(8
Terapi yang diberikan untuk mengatasi keadaan ini tidak ada dan pada saat
kontrol pigmentasi masih terlihat sama.
37. BAB IV
KESIMPULAN
Pasien pada laporan kasus ini didiagnosa dengan Recurrent Aphthous
Stomatitis (RAS), coated tongue dan racial pigmentation.
Pada kunjungan pertama Pasien diberikan triamcinolone acetonide, obat
kumur chlorhexidine gluconate 0,05% dan multivitamin, yang ditujukan untuk
terapi RAS, juga dianjurkan untuk menggunakan tongue scrapper sehari dua kali
saat menyikat gigi setelah sarapan dan sebelum tidur sebagai terapi terhadap
coated tongue.
Pada kunjungan kontrol didapatkan lesi RAS pasien sudah sembuh dan
coated tonguenya sudah berkurang.
Selain itu dianjurkan juga untuk mengonsumsi sayur dan buah-buahan
serta tetap menjaga kebersihan mulutnya dan mengkonsumsi sayuran hijau (Fe)
dan vitamin B12 (berupa protein hewani), serta menjaga pola makan sehat dan
pola tidur yang cukup sebagai upaya memperbaiki kondisi sistemiknya.
Sebagai terapi lanjutan untuk mencapai keadaan oral hygiene yang baik
dianjurkan untuk melakukan skeling ke dokter gigi.
38. DAFTAR PUSTAKA
(1) Cawson, R.A. ; E.W. Odell. 2002. Essentials of Oral Pathology and Oral
Medicine. 7th ed. Churchill Livingstone : Edinburg.
(2) Field, A and L. Longman. 2003. Tyldesley's Oral Medicine. 5th ed. New
York : Oxford University Press.
(3) Gandolfo et al. 2006. Oral Medicine. Churchill Livingstone : Elsevier.
(4) Greenberg and Glick. 2008. Burket’s Oral Medicine: Diagnosis and
Treatment. 11th edition. Ontario: BC Decker Inc.
(5) Imanda, K. 2003. Stress dan Manifestasinya di Rongga Mulut serta
Perawatannya. Medan: FKG USU.
(6) Langlais and Miller. 2003. Color atlas of common oral disease.
Philadelphia: Lippincot William & Wilkins.
(7) Laskaris, George. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease 2nd Ed. New York :
Thieme.
(8) Scully, C. 2008. Oral and Maxillofacial Medicine: The Basis of Diagnosis
and Treatment. 2nd edition. USA: Elsevier.
(9) Systig S, et al. 2001. Natural immunity in recurrent aphthous ulceration. J
Oral Pathology Medicine.
(10) Yaegaki K, Coil, Kamemizu T, Miyazaki H. Tongue brushing and mouth
rinsing as basic treatment measures for halitosis. Int Dent J 2002: pp. 52,
192-5.