Dokumen tersebut membahas tentang pengertian hukum perburuhan menurut para ahli dan sumber-sumber hukum perburuhan. Disebutkan bahwa hukum perburuhan terdiri dari hukum perburuhan otonom yang terdiri dari perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja bersama, serta hukum perburuhan heteronom yang bersumber dari peraturan perundang-undangan. Hukum perburuhan bertujuan mengatur hubun
2. Pengertian Hukum Perburuhan Menurut Para Ahli
1. M.G Levenbach
Hukum Perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan dilakukan
dibawah suatu pimpinan, dan dengan keadaan kehidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan
kerja.
2. A.N. Molenaar
Hukum Perburuhan adalah bagian dari hukum yang mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara
buruh dengan buruh, dan antara buruh dengan penguasa.
3. NEH van Esveld
Hukum Perburuhan adalah bagian dari hukum positif yang meliputi hubungan antara pekerja dan pemberi
kerja, termasuk pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab sendiri.
4. S. Mok
Hukum Perburuhan adalah bagian dari hukum yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan di bawah
pimpinan orang lain dan dengan keadaan kehidupan yang langsung berhubungan dengan pekerjaan itu.
5. Imam Soepomo
Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian
dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
6. Myron G. Hill, Howard M. Rossen, Wilton S. Sogg
Hukum Perburuhan adalah pada dasarnya merupakan peraturan perundang-undangan, terutama ketentuan
yang bersifat nasional
7. H. L. Bakels
Hukum Perburuhan merupakan bagian dari keseluruhan kaedah hukum yang berkaitan dengan hubungan kerja
seseorang dalam jabatan tertentu pada sektor privat dan publik
3. Hukum perburuhan
• Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasHukum perburuhan
adalah seperangkat aturan dan norma, baik tertulis maupun tidak tertulis,
yang mengatur pola hubungan industrial antara pemberi kerja
(pengusaha, perusahaan, atau badan hukum) di satu sisi dan penerima
kerja (pekerja atau buruh) di sisi yang lain.
• Hukum perburuhan terletak di antara hukum publik dan hukum privat.
Dikatakan hukum privat karena mengatur hubungan antara dua individu
(pemberi kerja dan penerima kerja), dan dikatakan hukum publik karena
negara melakukan campur tangan melalui pengikatan aturan yang
mengurus hubungan antara dua individu.
Hukum perburuhan terbagi menjadi:
• hukum perburuhan individu (mengenai kontrak kerja), dan
• hukum perburuhan kolektif (mengenai serikat buruh, pemogokan, dan
lain-lain),yang secara bersama-sama membentuk hukum sosial.
4. Sumber Hukum Perburuhan Otonom
Terdiri dari Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP), dan Perjanjian Kerja
Bersama (PKB)
1. Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak yang dapat berbentuk
tertulis atau lisan.[6] Perjanjian Kerja dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat
formil dan syarat materil. Syarat materiil perjanjian kerja sesuai yang tercantum
dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu
a Kesepakatan kedua belah pihak;
b Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan;
d Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Jenis perjanjian kerja berdasarkan ketentuan pasal 56 UU Nomor 13 Tahun 2003
dibedakan dalam :
• penjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT)
• Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. (PKWTT)
Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu di atur dalam ketentuan pasal 57-66 UU No 13
Tahun 2003. PKWT dibuat secara tertulis serta menggunakan bahasa Indonesia dan
huruf latin. PKWT yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai PKWTT. PKWT tidak
mempekenankan masa percobaan, PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan
tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan akan selesai dalam waktu
tertentu
Pekerjaan sekali selesai atau sementara sifatnya
Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya tidak terlalu lama dan paling lama 3
(tiga) tahun
Pekerjaan yang sifatnya musiman
Pekerjaaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk
tambahan yang masih dalam pencobaan atau penjajakan.
6. Peraturan Perusahaan (PP)
• Peraturan Perusahaan (PP) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Isinya
adalah syarat kerja yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan
dan rincian pelaksanaan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam hal peraturan perusahaan akan mengatur kembali materi dari peraturan
perundangan maka ketentuan dalam peraturan perusahaan tersebut harus lebih
baik dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
• Pembuatan PP menjadi kewajiban pengusaha apabila telah mempekerjakan
buruh sebanyak 10 (sepuluh) orang yang berlaku setelah di sahkan oleh menteri
atau pejabat yang ditunjuk. Kewajiban ini tidak berlaku bagi perusahaan yang
telah memiliki PKB. Masa berlaku PP paling lama 2 (dua) tahun dan wajib
diperbaharui setelah habis masa berlakunya. Apabila perusahan tidak memenuhi
kewajiban membentuk PP maka pengusaha di kenakan sanksi tindak pidana
pelanggaran. Peraturan Perusahaan ini disusun oleh dan menjadi tanggung
jawab pengusaha yang bersangkutan dengan memperhatikan saran dan
pertimbangan dari wakil buruh yang bekerja pada perusahaan yang
bersangkutan
7. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
• PKB adalah: “Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat
pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.”
• Pada dasarnya, secara teknis pembuatan PKB sama dengan pembuatan PP.
Namun sesuai dengan definisinya, dalam pembuatan PKB ada peranan Serikat
Buruh yang lebih diberikan ruang oleh undang-undang. Pembuatan PKB
merupakan ruang bertarung yang sebenarnya bagi serikat buruh karena dari PKB
ada 4 (empat) pilar kepentingan buruh dinegosiasikan dan diperbaiki, yaitu:
• Kebebasan berserikat;
• Kepastian (perlindungan) pekerjaan;
• Upah dan perbaikan kondisi kerja;
• Jaminan sosial.
8. Hukum Perburuhan Heteronom
• Adalah semua peraturan perundang-undangan di bidang perburuhan yang ditetapkan oleh
pemerintah yang berbentuk peraturan perundang-undangan perburuhan baik yang
berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah dan berbagai aturan teknis lainnya.
• Pada dasarnya hukum perburuhan heteronom dibuat dalam rangka memberikan
pengaturan dasar atas segala hal yang terkait dengan perburuhan dan wajib ditaati oleh
semua pihak. Hukum heteronom menjadi pedoman utama dalam membuat hukum
perburuhan otonom yang dilakukan oleh buruh dan majikan. Maksud pemerintah
membentuk hukum perburuhan heteronom ini agar para pelaku hubungan kerja yang
jumlahnya sangat banyak ini tidak membuat ketentuan yang berpotensi menimbulkan
konflik sekaligus dapat dijadikan sebagai alat ukur utama dalam meverifikasi apakah hukum
perburuhan otonom yang dibuat sudah seuai dengan standar normatif atau tidak. Standar
normatif ini tidak dimaksudkan agar setiap pelaku hubungan kerja dalam membuat hukum
perburuhan otonom harus selalu sama persis dengan hukum perburuhan heteronom,
namun tidak boleh dibawah norma dari hukum yang bersangkutan.
• Hukum Perburuhan Heteronom : Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun 1994 tentang
Tunjangan Hari Raya, dan berbagai peraturan lainnya yang dibuat pemerintah.
9. Sumber Hukum Perburuhan Heteronom
• Terdiri dari peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri, dll. dibuat dengan cara tertentu sesuai dengan
tingkatannya dalam hierarki perundang-undangan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.[2] Hierakis Peraturan Perundang-undangan :
1) Undang-Undang Dasar 1945
2) TAP MPR
3) Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4) Peraturan Pemerintah
5) Peraturan Presiden
6) Peraturan Daerah Provinsi
7) Peraturan Daerah Kabupaten / Kota
10. Kesimpulan
• Pada dasarnya hukum perburuhan heteronom dibentuk dalam rangka
menetapkan standar normatif yang dijadikan sebagai pedoman minimal bagi
hukum perburuhan otonom agar dibuat dengan kualitas minimal seperti kualitas
hukum perburuhan heteronom.
• Apabila hukum perburuhan otonom dibuat dengan kualitas lebih tinggi dari pada
hukum perburuhan heteronom maka yang berlaku adalah hukum perburuhan
otonom. Doktrin ini didasarkan atas pemikiran bahwa fungsi dari hukum
perburuhan otonom selain mengisi kekosongan hukum yang belum dibuat oleh
hukum perburuhan heteronom juga memiliki fungsi sebagai pranata untuk
meningkatkan kualitas hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja.