SlideShare a Scribd company logo
1 of 5
Pengertian hubungan ketenagakerjaan
Hubungan ketenagakerjaan (industrial) atau hubungan perburuan pada hakikatnya merupakan
hubungan antarpihak-pihak terkait dengan kepentingan, yaitu antara pekerja (buruh) dan
pengusaha (majikan), serta organisasi buruh (serikat pekerja) dan organisasi pengusaha
(Kepmenaker Nomor 648/ Men/1985).
Secara empirik, istilah “pekerja” semestinya lebih luas, yaitu orang yang melakukan pekerjaan,
baik dalamhubungan kerja maupun di luar kerja. Fakta menunjukkan bahwa istilah “buruh”
terasa kurang proporsional pada zaman penjajahan, yaitu orang yang melakukan pekerjaan
“kasar”, misalnya kuli angkut barang, tukang batu, montir mobil, dsb. Kelompok buruh ini
dikenal dengan sebutan pekerja yang kerah bajunya berwarna biru-gelap (blue collar),
sebaliknya, untuk kelompok kerja perkantoran (bidang administrasi) yang bekerja di belakang
meja, dikenal dengan sebutan “white collar”. Menurut hemat penulis, sudah cukup tepat
pergantian istilah “buruh” diganti “pekerja” akan menimbulkan kesan secara psikologis yang
lebih netral memanusiakan manusia. Hal ini sejalan dengan pedoman pelaksanaan
Hubungan Industrial Pancasila, yang mencakup:
1) Pengusaha, istilah “pengusaha” digunakan sebagai pengganti istilah “majikan”. Majikan pada
umumnya dikaitkan dengan kelompok “buruh”. Istilah “pengusaha” dirasa lebih mencerminkan
kedudukan dalam hubungan industrial Pancasila. Secara definitif, pengusaha adalah orang yang
memiliki otoritas mempekerjakan pekerja dengan memberi imbalan upah kerja pada
pekerjanya;
2) Serikat pekerja (labor union), pada hakikatnya antara pekerja dan pengusaha bukanlah dua
kekuatan yang memiliki perbedan kepentingan, sehingga saling berusaha untuk memenangkan
kepentingannya dengan kekuatan tertentu. Namun, justru keduanya saling membutuhkan dan
bekerja sama untuk dapat mencapai tujuan yaitu kesejahteraan bersama atas dasar kemitraan.
Salah satu perwujudan upaya tersebut adalah mendirikan suatu organisasi pekerja yang diberi
nama “Serikat Pekerja”. Serikat Pekerja sekaligus sebagai pengganti “Serikat Buruh” dan hal ini
sesuai dengan UUD 1945 (Penjelasan Pasal 2) yang menyatakan bahwa “yang disebut golongan-
golongan ialah badan-badan seperti koperasi, serikat pekerja dan lain-lain badan kolektif”
Serikat Pekerja/Serikat Buruh Secara yuridis formal, batasan pekerja/buruh secara jelas
diungkapkan dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan, yaitu bahwa
“Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalama
bentuk lain”. Selanjutnya, batasan Serikat Pekerja/Serikat Buruh sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 UU Nomor 21/2000 adalah bahwa “Serikat Pekerja/Buruh adalah organisasi
yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar
perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya”. Atas dasar batasan itu, maka tertutup
kemungkinan seseorang yang bukan pekerja/buruh dapat menjadi anggota atau apalagi sebagai
pemimpin Serikat Pekerja/Serikat Buruh dimaksud
Kondisi Tenaga Kerja Saat Ini dan Implementasinya di Lapangan Peran Negara atau Pemerintah
dalam hubungan dengan industrial di Indonesia, sebenarnya telah cukup banyak produk hukum
serta penyertanya. Sebagai salah satu contoh, UU Nomor 25, Tahun 1997 tentang
Ketenagakerjaan. Semenjak berlakunya UU tersebut, yang dimaksud dengan pengganti dan
kompilasi seluruh aturan perburuhan tidak berhasil untuk diberlakukan dan harus ditunda
karena penolakan masyarakat pekerja/buruh terus berlanjut. Akhirnya, Pemerintah
menawarkan untuk mengajukan turunan UU tersebut dalam3 paket, yaitu RUU Perburuhan,
RUU Perlindungan Pembinaan Ketenagakerjaan (PPK) dan RUU Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (PPHI).
Analisis Kritis
Berkaitan dengan peraturan perundangundangan tentang ketenagakerjaan dan serikat
pekerja/serikat buruh, sebenarnya Negara/ Pemerintah telah mengatur dalambeberapa hal
yang masih sering menjadi konflik kepentingan antara pekerja/buruh dengan
majikan/pengusaha. Konflik kepentingan tersebut antara lain terkait dengan pendirian serikat
pekerja/serikat buruh, pemutusan hubungan kerja, dan sanksi pidana bagi pekerja/buruh.
Hal tersebut secara berturut-turut termasuk dalam Pasal 153 ayat (1) huruf g UU tentang
Ketenagakerjaan Nomor 13, Tahun 2003 yang menyatakan bahwa”Pengusaha dilarang
melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mendirikan, menjadi
anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan
serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau didalam jam kerja, atas kesepakatan
pengusaha,atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalamperjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”. Selanjutnya, Pasal 28 huruf a UU tentang Serikat
Pekerja/Serikat buruh, menyatakan bahwa “Siapa pun dilarang menghalang-halangi atau
memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau
tidak pengurus".
Hukum ketenagakerjaan di Indonesia diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan mengatur tentang segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah kerja. Tujuan dari dibentuknya
hukum ketenagakerjaan adalah untuk :
• memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
• mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
• memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan
• meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya
Selain itu, hukum ketenagakerjaan juga mengatur hubungan antara tenaga kerja dengan
pengusaha. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh. Hubungan kerja terdiri dari dua macam yaitu hubungan kerja berdasarkan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Perjanjian kerja yang dibuat tersebut dapat dilakukan secara
tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Mengenai hubungan kerja tersebut
diatur di Bab IX Pasal 50-66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja
yang dibentuk antara pengusaha dan pekerja/buruh haruslah berlandaskan dan sesuai dengan
substansi dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan hukum lainnya
yang terkait.
Di dalam menjalankan aktivitas perusahaan, pengusaha mempunyai kewajiban untuk
memenuhi hak dari setiap pekerja. Hak pekerja tersebut diantaranya yaitu hak untuk
mendapatkan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi atas dasar apapun, hak untuk
mengembangkan kompetensi kerja, hak untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya,
hak untuk mendapatkan upah atau penghasilan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia, hak untuk mendapatkan perlindungan, kesejahteraan, kesehatan,dan keselamatan
kerja.
Apabila pekerja merasa bahwa hak-haknya yang dilindungi dan diatur di dalam UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut merasa tidak terpenuhi dan diabaikan oleh
pengusaha maka hal tersebut akan dapat menyebabkan perselisihan-perselisihan tertentu
antara pengusaha dan pekerja. Jika perselisihan itu terjadi, maka peraturan hukum di Indonesia
telah mengaturnya di dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan. Setiap bentuk perselisihan tersebut memiliki cara atau prosedur
tersendiri untuk menyelesaikannya baik itu melalui perundingan bipartit, mediasi, konsiliasi,
arbitrase, atau diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Atas dasar uraian peran negara dalamhubungan industrial di Indonesia, dapat disimpulkan
bahwa Negara telah cukup banyak menghasilkan produkproduk hukum terkait dengan
hubungan kerja antara pekerja/buruh dan majikana/pengusaha, namun dalam
implementasinya. Pemerintah belum memihak kepada kaum dzuafa/lemah (pekerja/buruh).
Sebagai salah satu indikator bahwa akhir-akhir ini terjadi pemilihan pengurus Serikat
Pekerja/Serikat Buruh sebagian besar bukan berasal dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
sehingga dalammemperjuangkan hak-hak pekerja/buruh seringkali tidak membawa hasil sesuai
yang diharapkan. Di samping itu, berbagai perundingan penyelesaian atau konflik antara
pekerja/buruh dan majikan/pengusaha kebebasan berserikat dan berpendapat tidak
sepenuhnya diberikan kepada pekerja/buruh. Dengan kata lain, sekalipun produk undang-
undang terkait dengan serikat pekerja/buruh telah diimplementasikan, akan tetapi masih
terjadi ketidakkonsistenan pelaksanaan.
Pemerintah dalam mengimplementasikan Pasal-Pasal, yaitu Pasal 56 ayat (2a) dengan Pasal 59
ayat (3) yang mengatur dasar penetapan upah minimum. Kemudian Pasal 1 butir 15 dengan
Pasal 66 ayat (2a) yang mengatur outsourching pekerja. Ketidakkonsistenan pasal-pasal
tersebut mengakibatkan ketidakefektifan pasal-pasal yang mengatur hak berserikat dan hak
atas jaminan social bagi pekerja PKWT dan outsourching. Disamping itu, ditemukan pula pasal
yang menghambat proses efisiensi perusahaan karena alasan ekonomi yaitu Pasal 164 ayat (3).
Dalammenyelesaikan konflik antara pekerja dengan majikan (pengusaha) masih belum
terselesaikan secara proporsional, sehingga seringkali pihak tenaga kerja merasa dirugikan. Hal
ini terutama penyelesaian masalah tenaga kerja di luar negeri yang memang secara faktual
adakalanya pihak Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) kurang bertanggung jawab
dalam aspek kelengkapan dokumen dan seleksi keterampilan fungsional yang dimiliki oleh calon
pencari kerja di Indonesia.
Saran
Atas dasar simpulan tersebut maka disarankan agar:
1) Kemdiknas dan Kemnakertrans meningkatkan koordinasi dan kolaborasi khususnya
kewenangan pendidikan dan pelatihan bagi kedua kementerian khususnya dalam ke jelasan
dan kepastian kewenangan menyiapkan tenaga kerja yang siap berkompetisi dan memiliki
kompetensi yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja;
2) Pemerintah melalui DPR RI perlu melakukan pengawasan dan supervisi implementasi setiap
peraturan perundang-undangan terkait dengan ketenagakerjaan di Indonesia;
3) Kemnakertrans perlu melakukan pembinaan dan meningkatkan koordinasi dengan pimpinan
Serikat Pekerja/Buruh sehingga tercipta iklim kerja yang kondusif dan harmonis dalam tata
hubungan kerja secara kelembagaan;
4) Pemerintah perlu berupaya terus-menerus dalam upaya menertibkan PJTKI agar pengiriman
tenaga kerja Indonesia ke luar negeri benar benar sesuai dengan prosedur dan persyaratan
kerja yang berlaku; dan.
5) Kemnakertrans perlu meningkatkan kerja sama dengan Kementerian/Instansi terkait lainnya
seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM); Kementerian Luar Negeri (terkait dengan
urusan izin tinggal/bekerja orang asing di Indonesia), Kementerian Kelautan terkait dengan
Sertifikasi Profesi tenaga Pelayaran (sertifikat IMO).

More Related Content

What's hot

Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusia
Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusiaHubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusia
Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusiaMaxMedia
 
Analisis kasus ketenagakerjaan
Analisis kasus ketenagakerjaanAnalisis kasus ketenagakerjaan
Analisis kasus ketenagakerjaanFranky L. Tobing
 
Hubungan Industrial di Indonesia
Hubungan Industrial di Indonesia Hubungan Industrial di Indonesia
Hubungan Industrial di Indonesia Instansi
 
Paper perselisihan hubungan industrial
Paper perselisihan hubungan industrialPaper perselisihan hubungan industrial
Paper perselisihan hubungan industrialLiafatra Thohir
 
Pengertian hubungan industrial
Pengertian hubungan industrialPengertian hubungan industrial
Pengertian hubungan industrialPatrysio Patti
 
Uu no 13_2003
Uu no 13_2003Uu no 13_2003
Uu no 13_2003dpbme
 
Makalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerjaMakalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerjadede nurcholis
 
Perlindungan tenaga kerja
Perlindungan tenaga kerjaPerlindungan tenaga kerja
Perlindungan tenaga kerjaKathleen Pontoh
 
Upah minimum
Upah minimumUpah minimum
Upah minimumazie_10
 
Uu13 Thn 2003
Uu13 Thn 2003Uu13 Thn 2003
Uu13 Thn 2003soeryadie
 
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan IndustrialCut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrialcutzurnali
 
Uu 13-2003-ketenagakerjaan
Uu 13-2003-ketenagakerjaanUu 13-2003-ketenagakerjaan
Uu 13-2003-ketenagakerjaanDerry Subiyanto
 
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalahTm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalahWennaSustiany
 

What's hot (20)

Artikel ilmiah
Artikel ilmiahArtikel ilmiah
Artikel ilmiah
 
Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusia
Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusiaHubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusia
Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusia
 
Msdm hub.industrial
Msdm hub.industrialMsdm hub.industrial
Msdm hub.industrial
 
Analisis kasus ketenagakerjaan
Analisis kasus ketenagakerjaanAnalisis kasus ketenagakerjaan
Analisis kasus ketenagakerjaan
 
Hubungan Industrial Pancasila
Hubungan Industrial PancasilaHubungan Industrial Pancasila
Hubungan Industrial Pancasila
 
Hukum ketenagakerjaan
Hukum ketenagakerjaanHukum ketenagakerjaan
Hukum ketenagakerjaan
 
Hubungan Industrial di Indonesia
Hubungan Industrial di Indonesia Hubungan Industrial di Indonesia
Hubungan Industrial di Indonesia
 
Paper perselisihan hubungan industrial
Paper perselisihan hubungan industrialPaper perselisihan hubungan industrial
Paper perselisihan hubungan industrial
 
Pengertian hubungan industrial
Pengertian hubungan industrialPengertian hubungan industrial
Pengertian hubungan industrial
 
Hubungan industrial
Hubungan industrialHubungan industrial
Hubungan industrial
 
Uu no 13_2003
Uu no 13_2003Uu no 13_2003
Uu no 13_2003
 
Makalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerjaMakalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerja
 
Perlindungan tenaga kerja
Perlindungan tenaga kerjaPerlindungan tenaga kerja
Perlindungan tenaga kerja
 
Perundingan Kerja Bersama dan Hubungan Karyawan
Perundingan Kerja Bersama dan Hubungan KaryawanPerundingan Kerja Bersama dan Hubungan Karyawan
Perundingan Kerja Bersama dan Hubungan Karyawan
 
Upah minimum
Upah minimumUpah minimum
Upah minimum
 
Penjelasan Uu No.13 Th.2003 (Ketenagakerjaan)
Penjelasan Uu No.13 Th.2003 (Ketenagakerjaan)Penjelasan Uu No.13 Th.2003 (Ketenagakerjaan)
Penjelasan Uu No.13 Th.2003 (Ketenagakerjaan)
 
Uu13 Thn 2003
Uu13 Thn 2003Uu13 Thn 2003
Uu13 Thn 2003
 
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan IndustrialCut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
 
Uu 13-2003-ketenagakerjaan
Uu 13-2003-ketenagakerjaanUu 13-2003-ketenagakerjaan
Uu 13-2003-ketenagakerjaan
 
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalahTm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalah
 

Similar to Hubungan Ketenagakerjaan

Sosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptxSosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptxBrian801227
 
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, hukum pe...
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, hukum pe...Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, hukum pe...
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, hukum pe...WennaSustiany
 
Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docx
Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docxMengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docx
Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docxiwanahwanah
 
Hbl 7, mei ika, hapzi ali, hukum perburuhan, mercu buana
Hbl 7, mei ika, hapzi ali, hukum perburuhan, mercu buanaHbl 7, mei ika, hapzi ali, hukum perburuhan, mercu buana
Hbl 7, mei ika, hapzi ali, hukum perburuhan, mercu buanaMeikaSihombimg
 
7.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri, Hapzi Ali, Hukum Perburuhan ,Universitas M...
7.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri, Hapzi Ali, Hukum Perburuhan ,Universitas M...7.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri, Hapzi Ali, Hukum Perburuhan ,Universitas M...
7.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri, Hapzi Ali, Hukum Perburuhan ,Universitas M...Jihan Nabilah
 
Modul_Hukum_Ketenagakerjaan_pdf.pdf
Modul_Hukum_Ketenagakerjaan_pdf.pdfModul_Hukum_Ketenagakerjaan_pdf.pdf
Modul_Hukum_Ketenagakerjaan_pdf.pdfEmirPasha1
 
BUKU_AJAR_HUKUM_KETENAGAKERJAAN.pdf
BUKU_AJAR_HUKUM_KETENAGAKERJAAN.pdfBUKU_AJAR_HUKUM_KETENAGAKERJAAN.pdf
BUKU_AJAR_HUKUM_KETENAGAKERJAAN.pdfJohanBhagaskaraMarbu
 
Tugas 6. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu b...
Tugas 6. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu b...Tugas 6. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu b...
Tugas 6. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu b...Hayyu Safitri
 
07, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perburuhan, univer...
07, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perburuhan, univer...07, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perburuhan, univer...
07, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perburuhan, univer...angelaregife
 
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...febrysaragih
 
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, power point, executive summary
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany,  hapzi ali, power point, executive summaryTm 7, 4, hbl, wenna sustiany,  hapzi ali, power point, executive summary
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, power point, executive summaryWennaSustiany
 
Hbl minggu 7, hefti juliza, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...
Hbl minggu 7, hefti juliza, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...Hbl minggu 7, hefti juliza, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...
Hbl minggu 7, hefti juliza, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...Hefti Juliza
 
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...claramonalisa09
 
Hukum Ketenagakerjaan - Konsep Dasar Hukum Ketenagakerjaan (Idik Saeful Bahri)
Hukum Ketenagakerjaan - Konsep Dasar Hukum Ketenagakerjaan (Idik Saeful Bahri)Hukum Ketenagakerjaan - Konsep Dasar Hukum Ketenagakerjaan (Idik Saeful Bahri)
Hukum Ketenagakerjaan - Konsep Dasar Hukum Ketenagakerjaan (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...megiirianti083
 
7. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan. univers...
7. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan. univers...7. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan. univers...
7. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan. univers...Novi Siti
 
HBL 7, Riny Triana Savitri, Prof. Hapzi Ali, Hukum Perburuhan, Universitas Me...
HBL 7, Riny Triana Savitri, Prof. Hapzi Ali, Hukum Perburuhan, Universitas Me...HBL 7, Riny Triana Savitri, Prof. Hapzi Ali, Hukum Perburuhan, Universitas Me...
HBL 7, Riny Triana Savitri, Prof. Hapzi Ali, Hukum Perburuhan, Universitas Me...Rinytrianas21
 
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptx
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptxPPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptx
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptxaciambarwati
 
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 20187. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018claramonalisa09
 

Similar to Hubungan Ketenagakerjaan (20)

Sosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptxSosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptx
 
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, hukum pe...
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, hukum pe...Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, hukum pe...
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, hukum pe...
 
Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docx
Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docxMengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docx
Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docx
 
Hbl 7, mei ika, hapzi ali, hukum perburuhan, mercu buana
Hbl 7, mei ika, hapzi ali, hukum perburuhan, mercu buanaHbl 7, mei ika, hapzi ali, hukum perburuhan, mercu buana
Hbl 7, mei ika, hapzi ali, hukum perburuhan, mercu buana
 
7.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri, Hapzi Ali, Hukum Perburuhan ,Universitas M...
7.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri, Hapzi Ali, Hukum Perburuhan ,Universitas M...7.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri, Hapzi Ali, Hukum Perburuhan ,Universitas M...
7.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri, Hapzi Ali, Hukum Perburuhan ,Universitas M...
 
Modul_Hukum_Ketenagakerjaan_pdf.pdf
Modul_Hukum_Ketenagakerjaan_pdf.pdfModul_Hukum_Ketenagakerjaan_pdf.pdf
Modul_Hukum_Ketenagakerjaan_pdf.pdf
 
BUKU_AJAR_HUKUM_KETENAGAKERJAAN.pdf
BUKU_AJAR_HUKUM_KETENAGAKERJAAN.pdfBUKU_AJAR_HUKUM_KETENAGAKERJAAN.pdf
BUKU_AJAR_HUKUM_KETENAGAKERJAAN.pdf
 
Tugas 6. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu b...
Tugas 6. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu b...Tugas 6. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu b...
Tugas 6. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu b...
 
07, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perburuhan, univer...
07, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perburuhan, univer...07, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perburuhan, univer...
07, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perburuhan, univer...
 
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...
 
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, power point, executive summary
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany,  hapzi ali, power point, executive summaryTm 7, 4, hbl, wenna sustiany,  hapzi ali, power point, executive summary
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, power point, executive summary
 
Hbl minggu 7, hefti juliza, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...
Hbl minggu 7, hefti juliza, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...Hbl minggu 7, hefti juliza, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...
Hbl minggu 7, hefti juliza, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...
 
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...
 
Hukum Ketenagakerjaan - Konsep Dasar Hukum Ketenagakerjaan (Idik Saeful Bahri)
Hukum Ketenagakerjaan - Konsep Dasar Hukum Ketenagakerjaan (Idik Saeful Bahri)Hukum Ketenagakerjaan - Konsep Dasar Hukum Ketenagakerjaan (Idik Saeful Bahri)
Hukum Ketenagakerjaan - Konsep Dasar Hukum Ketenagakerjaan (Idik Saeful Bahri)
 
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu bu...
 
7. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan. univers...
7. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan. univers...7. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan. univers...
7. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan. univers...
 
1. pendahuluan
1. pendahuluan1. pendahuluan
1. pendahuluan
 
HBL 7, Riny Triana Savitri, Prof. Hapzi Ali, Hukum Perburuhan, Universitas Me...
HBL 7, Riny Triana Savitri, Prof. Hapzi Ali, Hukum Perburuhan, Universitas Me...HBL 7, Riny Triana Savitri, Prof. Hapzi Ali, Hukum Perburuhan, Universitas Me...
HBL 7, Riny Triana Savitri, Prof. Hapzi Ali, Hukum Perburuhan, Universitas Me...
 
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptx
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptxPPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptx
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptx
 
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 20187. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018
 

Recently uploaded

Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxImahMagwa
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 

Recently uploaded (7)

Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 

Hubungan Ketenagakerjaan

  • 1. Pengertian hubungan ketenagakerjaan Hubungan ketenagakerjaan (industrial) atau hubungan perburuan pada hakikatnya merupakan hubungan antarpihak-pihak terkait dengan kepentingan, yaitu antara pekerja (buruh) dan pengusaha (majikan), serta organisasi buruh (serikat pekerja) dan organisasi pengusaha (Kepmenaker Nomor 648/ Men/1985). Secara empirik, istilah “pekerja” semestinya lebih luas, yaitu orang yang melakukan pekerjaan, baik dalamhubungan kerja maupun di luar kerja. Fakta menunjukkan bahwa istilah “buruh” terasa kurang proporsional pada zaman penjajahan, yaitu orang yang melakukan pekerjaan “kasar”, misalnya kuli angkut barang, tukang batu, montir mobil, dsb. Kelompok buruh ini dikenal dengan sebutan pekerja yang kerah bajunya berwarna biru-gelap (blue collar), sebaliknya, untuk kelompok kerja perkantoran (bidang administrasi) yang bekerja di belakang meja, dikenal dengan sebutan “white collar”. Menurut hemat penulis, sudah cukup tepat pergantian istilah “buruh” diganti “pekerja” akan menimbulkan kesan secara psikologis yang lebih netral memanusiakan manusia. Hal ini sejalan dengan pedoman pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila, yang mencakup: 1) Pengusaha, istilah “pengusaha” digunakan sebagai pengganti istilah “majikan”. Majikan pada umumnya dikaitkan dengan kelompok “buruh”. Istilah “pengusaha” dirasa lebih mencerminkan kedudukan dalam hubungan industrial Pancasila. Secara definitif, pengusaha adalah orang yang memiliki otoritas mempekerjakan pekerja dengan memberi imbalan upah kerja pada pekerjanya; 2) Serikat pekerja (labor union), pada hakikatnya antara pekerja dan pengusaha bukanlah dua kekuatan yang memiliki perbedan kepentingan, sehingga saling berusaha untuk memenangkan kepentingannya dengan kekuatan tertentu. Namun, justru keduanya saling membutuhkan dan bekerja sama untuk dapat mencapai tujuan yaitu kesejahteraan bersama atas dasar kemitraan. Salah satu perwujudan upaya tersebut adalah mendirikan suatu organisasi pekerja yang diberi nama “Serikat Pekerja”. Serikat Pekerja sekaligus sebagai pengganti “Serikat Buruh” dan hal ini sesuai dengan UUD 1945 (Penjelasan Pasal 2) yang menyatakan bahwa “yang disebut golongan- golongan ialah badan-badan seperti koperasi, serikat pekerja dan lain-lain badan kolektif” Serikat Pekerja/Serikat Buruh Secara yuridis formal, batasan pekerja/buruh secara jelas diungkapkan dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan, yaitu bahwa “Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalama bentuk lain”. Selanjutnya, batasan Serikat Pekerja/Serikat Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 21/2000 adalah bahwa “Serikat Pekerja/Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
  • 2. memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya”. Atas dasar batasan itu, maka tertutup kemungkinan seseorang yang bukan pekerja/buruh dapat menjadi anggota atau apalagi sebagai pemimpin Serikat Pekerja/Serikat Buruh dimaksud Kondisi Tenaga Kerja Saat Ini dan Implementasinya di Lapangan Peran Negara atau Pemerintah dalam hubungan dengan industrial di Indonesia, sebenarnya telah cukup banyak produk hukum serta penyertanya. Sebagai salah satu contoh, UU Nomor 25, Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Semenjak berlakunya UU tersebut, yang dimaksud dengan pengganti dan kompilasi seluruh aturan perburuhan tidak berhasil untuk diberlakukan dan harus ditunda karena penolakan masyarakat pekerja/buruh terus berlanjut. Akhirnya, Pemerintah menawarkan untuk mengajukan turunan UU tersebut dalam3 paket, yaitu RUU Perburuhan, RUU Perlindungan Pembinaan Ketenagakerjaan (PPK) dan RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Analisis Kritis Berkaitan dengan peraturan perundangundangan tentang ketenagakerjaan dan serikat pekerja/serikat buruh, sebenarnya Negara/ Pemerintah telah mengatur dalambeberapa hal yang masih sering menjadi konflik kepentingan antara pekerja/buruh dengan majikan/pengusaha. Konflik kepentingan tersebut antara lain terkait dengan pendirian serikat pekerja/serikat buruh, pemutusan hubungan kerja, dan sanksi pidana bagi pekerja/buruh. Hal tersebut secara berturut-turut termasuk dalam Pasal 153 ayat (1) huruf g UU tentang Ketenagakerjaan Nomor 13, Tahun 2003 yang menyatakan bahwa”Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau didalam jam kerja, atas kesepakatan pengusaha,atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalamperjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”. Selanjutnya, Pasal 28 huruf a UU tentang Serikat Pekerja/Serikat buruh, menyatakan bahwa “Siapa pun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak pengurus". Hukum ketenagakerjaan di Indonesia diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan mengatur tentang segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah kerja. Tujuan dari dibentuknya hukum ketenagakerjaan adalah untuk : • memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
  • 3. • mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; • memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan • meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya Selain itu, hukum ketenagakerjaan juga mengatur hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Hubungan kerja terdiri dari dua macam yaitu hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Perjanjian kerja yang dibuat tersebut dapat dilakukan secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Mengenai hubungan kerja tersebut diatur di Bab IX Pasal 50-66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja yang dibentuk antara pengusaha dan pekerja/buruh haruslah berlandaskan dan sesuai dengan substansi dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan hukum lainnya yang terkait. Di dalam menjalankan aktivitas perusahaan, pengusaha mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak dari setiap pekerja. Hak pekerja tersebut diantaranya yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi atas dasar apapun, hak untuk mengembangkan kompetensi kerja, hak untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya, hak untuk mendapatkan upah atau penghasilan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, hak untuk mendapatkan perlindungan, kesejahteraan, kesehatan,dan keselamatan kerja. Apabila pekerja merasa bahwa hak-haknya yang dilindungi dan diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut merasa tidak terpenuhi dan diabaikan oleh pengusaha maka hal tersebut akan dapat menyebabkan perselisihan-perselisihan tertentu antara pengusaha dan pekerja. Jika perselisihan itu terjadi, maka peraturan hukum di Indonesia telah mengaturnya di dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Setiap bentuk perselisihan tersebut memiliki cara atau prosedur tersendiri untuk menyelesaikannya baik itu melalui perundingan bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.
  • 4. Simpulan dan Saran Simpulan Atas dasar uraian peran negara dalamhubungan industrial di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa Negara telah cukup banyak menghasilkan produkproduk hukum terkait dengan hubungan kerja antara pekerja/buruh dan majikana/pengusaha, namun dalam implementasinya. Pemerintah belum memihak kepada kaum dzuafa/lemah (pekerja/buruh). Sebagai salah satu indikator bahwa akhir-akhir ini terjadi pemilihan pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh sebagian besar bukan berasal dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh, sehingga dalammemperjuangkan hak-hak pekerja/buruh seringkali tidak membawa hasil sesuai yang diharapkan. Di samping itu, berbagai perundingan penyelesaian atau konflik antara pekerja/buruh dan majikan/pengusaha kebebasan berserikat dan berpendapat tidak sepenuhnya diberikan kepada pekerja/buruh. Dengan kata lain, sekalipun produk undang- undang terkait dengan serikat pekerja/buruh telah diimplementasikan, akan tetapi masih terjadi ketidakkonsistenan pelaksanaan. Pemerintah dalam mengimplementasikan Pasal-Pasal, yaitu Pasal 56 ayat (2a) dengan Pasal 59 ayat (3) yang mengatur dasar penetapan upah minimum. Kemudian Pasal 1 butir 15 dengan Pasal 66 ayat (2a) yang mengatur outsourching pekerja. Ketidakkonsistenan pasal-pasal tersebut mengakibatkan ketidakefektifan pasal-pasal yang mengatur hak berserikat dan hak atas jaminan social bagi pekerja PKWT dan outsourching. Disamping itu, ditemukan pula pasal yang menghambat proses efisiensi perusahaan karena alasan ekonomi yaitu Pasal 164 ayat (3). Dalammenyelesaikan konflik antara pekerja dengan majikan (pengusaha) masih belum terselesaikan secara proporsional, sehingga seringkali pihak tenaga kerja merasa dirugikan. Hal ini terutama penyelesaian masalah tenaga kerja di luar negeri yang memang secara faktual adakalanya pihak Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) kurang bertanggung jawab dalam aspek kelengkapan dokumen dan seleksi keterampilan fungsional yang dimiliki oleh calon pencari kerja di Indonesia. Saran Atas dasar simpulan tersebut maka disarankan agar: 1) Kemdiknas dan Kemnakertrans meningkatkan koordinasi dan kolaborasi khususnya kewenangan pendidikan dan pelatihan bagi kedua kementerian khususnya dalam ke jelasan dan kepastian kewenangan menyiapkan tenaga kerja yang siap berkompetisi dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja;
  • 5. 2) Pemerintah melalui DPR RI perlu melakukan pengawasan dan supervisi implementasi setiap peraturan perundang-undangan terkait dengan ketenagakerjaan di Indonesia; 3) Kemnakertrans perlu melakukan pembinaan dan meningkatkan koordinasi dengan pimpinan Serikat Pekerja/Buruh sehingga tercipta iklim kerja yang kondusif dan harmonis dalam tata hubungan kerja secara kelembagaan; 4) Pemerintah perlu berupaya terus-menerus dalam upaya menertibkan PJTKI agar pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri benar benar sesuai dengan prosedur dan persyaratan kerja yang berlaku; dan. 5) Kemnakertrans perlu meningkatkan kerja sama dengan Kementerian/Instansi terkait lainnya seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM); Kementerian Luar Negeri (terkait dengan urusan izin tinggal/bekerja orang asing di Indonesia), Kementerian Kelautan terkait dengan Sertifikasi Profesi tenaga Pelayaran (sertifikat IMO).