Modul ini membahas tentang hukum perburuhan di Indonesia menurut para ahli, sumber hukum perburuhan otonom dan heteronom seperti perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan pemerintah. Modul ini juga menjelaskan kasus implementasi hukum perburuhan pada konflik antara buruh dan perusahaan Tjiwi Kimia Sidoarjo yang terjadi akibat pemutusan hubungan kerja sepihak dan penggunaan ten
1. MODUL PERKULIAHAN
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Hukum Perburuhan
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program
Studi
Tatap
Muka
NIK Disusun Oleh
Ekonomi Dan
Bisnis
Akuntansi
07
4321701006 Febry Dian Utami Saragih
2. 2
Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Febry Dian Utami Saragih (43217010076) http://www.mercubuana.ac.id
Pengertian Hukum Perburuhan Menurut Para Ahli
1. M.G Levenbach
Hukum Perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana
pekerjaan dilakukan dibawah suatu pimpinan, dan dengan keadaan kehidupan yang
langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja.
2. A.N. Molenaar
Hukum Perburuhan adalah bagian dari hukum yang mengatur hubungan antara buruh
dengan majikan, antara buruh dengan buruh, dan antara buruh dengan penguasa.
3. NEH van Esveld
Hukum Perburuhan adalah bagian dari hukum positif yang meliputi hubungan antara
pekerja dan pemberi kerja, termasuk pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung
jawab sendiri.
4. S. Mok
Hukum Perburuhan adalah bagian dari hukum yang berkaitan dengan pekerjaan yang
dilakukan di bawah pimpinan orang lain dan dengan keadaan kehidupan yang langsung
berhubungan dengan pekerjaan itu.
5. Imam Soepomo
Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang
berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima
upah.
6. Myron G. Hill, Howard M. Rossen, Wilton S. Sogg
Hukum Perburuhan adalah pada dasarnya merupakan peraturan perundang-undangan,
terutama ketentuan yang bersifat nasional
7. H. L. Bakels
3. 3
Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Febry Dian Utami Saragih (43217010076) http://www.mercubuana.ac.id
Hukum Perburuhan merupakan bagian dari keseluruhan kaedah hukum yang berkaitan
dengan hubungan kerja seseorang dalam jabatan tertentu pada sektor privat dan publik
Hukum perburuhan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasHukum perburuhan adalah seperangkat
aturan dan norma, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur pola hubungan industrial
antara pemberi kerja (pengusaha, perusahaan, atau badan hukum) di satu sisi dan penerima
kerja (pekerja atau buruh) di sisi yang lain.
Hukum perburuhan terletak di antara hukum publik dan hukum privat. Dikatakan hukum privat
karena mengatur hubungan antara dua individu (pemberi kerja dan penerima kerja), dan
dikatakan hukum publik karena negara melakukan campur tangan melalui pengikatan aturan
yang mengurus hubungan antara dua individu.
Hukum perburuhan terbagi menjadi:
hukum perburuhan individu (mengenai kontrak kerja), dan
hukum perburuhan kolektif (mengenai serikat buruh, pemogokan, dan lain-
lain),yang secara bersama-sama membentuk hukum sosial.
Sumber Hukum Perburuhan Otonom
Terdiri dari Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP), dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang memuat syarat-
syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak yang dapat berbentuk tertulis atau lisan.[6]
Perjanjian Kerja dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat formil dan syarat materil. Syarat
materiil perjanjian kerja sesuai yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu
a Kesepakatan kedua belah pihak;
b Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan;
d Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. 4
Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Febry Dian Utami Saragih (43217010076) http://www.mercubuana.ac.id
Jenis perjanjian kerja berdasarkan ketentuan pasal 56 UU Nomor 13 Tahun 2003 dibedakan
dalam :
penjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT)
Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. (PKWTT)
Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu di atur dalam ketentuan pasal 57-66 UU No 13 Tahun
2003. PKWT dibuat secara tertulis serta menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
PKWT yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai PKWTT. PKWT tidak mempekenankan
masa percobaan, PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan
sifat atau kegiatan akan selesai dalam waktu tertentu
Pekerjaan sekali selesai atau sementara sifatnya
Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya tidak terlalu lama dan paling lama
3 (tiga) tahun
Pekerjaan yang sifatnya musiman
Pekerjaaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk
tambahan yang masih dalam pencobaan atau penjajakan.
Peraturan Perusahaan (PP)
Peraturan Perusahaan (PP) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Isinya adalah syarat kerja yang belum
diatur dalam peraturan perundang-undangan dan rincian pelaksanaan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam hal peraturan perusahaan akan mengatur kembali
materi dari peraturan perundangan maka ketentuan dalam peraturan perusahaan tersebut harus
lebih baik dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Pembuatan PP menjadi kewajiban pengusaha apabila telah mempekerjakan buruh sebanyak 10
(sepuluh) orang yang berlaku setelah di sahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Kewajiban ini tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki PKB. Masa berlaku PP
paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya. Apabila
perusahan tidak memenuhi kewajiban membentuk PP maka pengusaha di kenakan sanksi
tindak pidana pelanggaran. Peraturan Perusahaan ini disusun oleh dan menjadi tanggung jawab
pengusaha yang bersangkutan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil buruh
yang bekerja pada perusahaan yang bersangkutan
5. 5
Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Febry Dian Utami Saragih (43217010076) http://www.mercubuana.ac.id
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
PKB adalah: “Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat
buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah
pihak.”
Pada dasarnya, secara teknis pembuatan PKB sama dengan pembuatan PP. Namun sesuai
dengan definisinya, dalam pembuatan PKB ada peranan Serikat Buruh yang lebih diberikan
ruang oleh undang-undang. Pembuatan PKB merupakan ruang bertarung yang sebenarnya bagi
serikat buruh karena dari PKB ada 4 (empat) pilar kepentingan buruh dinegosiasikan dan
diperbaiki, yaitu:
Kebebasan berserikat;
Kepastian (perlindungan) pekerjaan;
Upah dan perbaikan kondisi kerja;
Jaminan sosial.
Hukum Perburuhan Heteronom
Adalah semua peraturan perundang-undangan di bidang perburuhan yang ditetapkan oleh
pemerintah yang berbentuk peraturan perundang-undangan perburuhan baik yang berbentuk
undang-undang, peraturan pemerintah dan berbagai aturan teknis lainnya.
Pada dasarnya hukum perburuhan heteronom dibuat dalam rangka memberikan pengaturan
dasar atas segala hal yang terkait dengan perburuhan dan wajib ditaati oleh semua pihak.
Hukum heteronom menjadi pedoman utama dalam membuat hukum perburuhan otonom yang
dilakukan oleh buruh dan majikan. Maksud pemerintah membentuk hukum perburuhan
heteronom ini agar para pelaku hubungan kerja yang jumlahnya sangat banyak ini tidak
membuat ketentuan yang berpotensi menimbulkan konflik sekaligus dapat dijadikan sebagai
alat ukur utama dalam meverifikasi apakah hukum perburuhan otonom yang dibuat sudah seuai
dengan standar normatif atau tidak. Standar normatif ini tidak dimaksudkan agar setiap pelaku
hubungan kerja dalam membuat hukum perburuhan otonom harus selalu sama persis dengan
hukum perburuhan heteronom, namun tidak boleh dibawah norma dari hukum yang
bersangkutan.
Hukum Perburuhan Heteronom : Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan
Hari Raya, dan berbagai peraturan lainnya yang dibuat pemerintah.
6. 6
Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Febry Dian Utami Saragih (43217010076) http://www.mercubuana.ac.id
Sumber Hukum Perburuhan Heteronom
Terdiri dari peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Menteri, dll. dibuat dengan cara tertentu sesuai dengan tingkatannya dalam hierarki
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Hierakis Peraturan Perundang-
undangan :
1) Undang-Undang Dasar 1945
2) TAP MPR
3) Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4) Peraturan Pemerintah
5) Peraturan Presiden
6) Peraturan Daerah Provinsi
7) Peraturan Daerah Kabupaten / Kota
Kesimpulan
Pada dasarnya hukum perburuhan heteronom dibentuk dalam rangka menetapkan standar
normatif yang dijadikan sebagai pedoman minimal bagi hukum perburuhan otonom agar dibuat
dengan kualitas minimal seperti kualitas hukum perburuhan heteronom.
Apabila hukum perburuhan otonom dibuat dengan kualitas lebih tinggi dari pada hukum
perburuhan heteronom maka yang berlaku adalah hukum perburuhan otonom. Doktrin ini
didasarkan atas pemikiran bahwa fungsi dari hukum perburuhan otonom selain mengisi
kekosongan hukum yang belum dibuat oleh hukum perburuhan heteronom juga memiliki
fungsi sebagai pranata untuk meningkatkan kualitas hubungan kerja antara perusahaan dan
pekerja.
7. 7
Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Febry Dian Utami Saragih (43217010076) http://www.mercubuana.ac.id
implementasinya pada perusahaan yang diamati, tentang Hukum Perburuhan
Implementasi dalam Kasus Hukum Pemburuhan
Buruh dan PT. Tjiwi Kimia Sidoarjo
Akar Masalah Konflik
Konflik antara perusahaan dan para buruh yang terjadi di PT. Tjiwi Kimia tidak hanya terjadi
kali ini saja. Sebelumnya, pada tahun 2012 juga pernah terjadi konflik antara perusahaan
dengan buruh yang disebabkan oleh adanya pemutusan hak kerja (PHK) secara sepihak yang
dilakukan oleh pihak perusahaan.
Sebagai reaksi atas pemutusan secara sepihak tersebut, para buruh kemudian melakukan demo
untuk menuntut hak kerja mereka. Pasca terjadinya demo tersebut, perusahaan tetap tidak
memenuhi tuntutan dari para buruh yang telah di PHK, total buruh yang di PHK oleh Tjiwi
Kimia pada saat itu berjumlah sebanyak 72 buruh terhitung sejak bulan Februari hingga Maret
2014. Dalam perjalanannya gerakan buruh pasca reformasi (selama lebih dari sepuluh tahun
terakhir ini), dapat dilihat bahwa kehidupan buruh tidak banyak mengalami perubahan. Hal ini
dapat dilihat misalnya, meskipun pada saat ini pemerintah sudah mengeluarkan beberapa
regulasi mengenai perburuhan, akan tetapi buruh tetap saja menerima upah yang relative
rendah dengan jam kerja panjang dan keselamatan kerja yang kurang memadai.
Kehidupan buruh yang selalu tertindas, juga tergambar pada konflik antara perusahaan dan
buruh yang terjadi di Tjiwi Kimia. Lebih jauh apabila dilihat konflik tersebut, pasca terjadinya
PHK di tahun 2012 lalu, saat ini buruh di Tjiwi Kimia juga mengalami penindasan yang
dilakukan oleh perusahaan. Salah satu bentuk penindasan yang nampak adalah munculnya
tenaga outsourcing yang dikontrak melalui mandor di perusahaan tersebut.Penggunaan tenaga
outsourcing pada perusahaan seringkali memicu reaksi keras dari kalangan masyarakat.
Outsourcing merupakan bentuk baru penindasan yang sebenarnya telah lama muncul dalam
dunia tenaga kerja. Munculnya kebijakan outsourcing di Indonesia sendiri berawal dari
disahkan oleh munculnya Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang outsourcing.
Relasi Dominatif Perusahaan
Penindasan yang dialami oleh buruh di Tjiwi Kimia diperparah dengan hadirnya karyawan
perusahaan yang ikut dalam penindasan terhadap para buruh. Pada kasus Tjiwi Kimia, mandor
yang merupakan karyawan dari perusahaan kemudian mencari orang yang bersedia bekerja
tanpa ikatan kontrak resmi dari perusahaan dengan upah yang seadanya. Dalam studi ini,
ditemukan bahwa mandor tersebut mencari para pekerja yang mau bekerja dengan sistem kerja
outsourcing.
8. 8
Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Febry Dian Utami Saragih (43217010076) http://www.mercubuana.ac.id
Para pekerja tersebut dibayar dengan gaji di bawah rata-rata para pekerja yang jelas-jelas
merugikan dirinya. Pemberian upah yang sangat kecil tersebut tentunya tidak mampu untuk
meningkatkan kesejahteraan dari para buruh pekerja harian tersebut. Disamping itu, buruh yang
juga telah bekerja lama di perusahaan tersebut, hingga saat ini juga masih dipertanyakan
kesejahteraannya.
Pada kasus Tjiwi Kimia, dengan dipekerjakannya pekerja outsourcing pada bagian produksi
pabrik, jelas-jelas menguntungkan perusahaan karena upah yang didapat oleh outsourcing
selalu di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Buruh harian yang dipekerjakan di
perusahaan tersebut diketahui meneriman pemotongan upah harian sebesar 30%, upah harian
yang seharusnya Rp 20.000,00 terkadang menjadi Rp 8.000,00. Mandor yang diserahkan
tanggung jawab untuk memberikan upah tersebut diketahui memotong upah para buruh
tersebut untuk keuntungannya sendiri. Para buruh harian tersebut dipekerjakan pada sektor
produksi yaitu memproduksi kertas.
Selain itu kebijakan outsourcing yang dilakukan melalui mandor juga memperlihatkan
lemahnya posisi buruh yang ada di perusahaan tersebut. Posisi tawar pekerja dan masyarakat
miskin yang rendah di tengah melimpahnya jumlah pencari kerja, pengangguran dan
meningkatnya jumlah penduduk migran yang mencoba mengadu nasib mencari kerja di kota
besar adalah titik-titik lemah yang seringkali disadari benar oleh para investor untuk membuat
para pekerjanya pasrah menerima nasib menerima upah yang tak pernah beringsut ke taraf
yang terkategori layak dan adil.
Studi yang dilakukan Monique Borrel, tentang Konflik Industri, Demonstrasi Masa, serta
Perubahaan Ekonomi dan Politik di Perancis Pascaperang (2004), menunjukkan bahwa salah
satu temuannya adalah bahwa gelombang pemogokan dan pemogokan umum secara signifikan
dipengaruhi oleh kesejahteraan sosial, upah minimum, dan jam kerja.
Perusahaan melalui mandor yang mempekerjakan pekerja harian, melakukan penindasan secara
tidak langsung, hal ini juga diperkuat dengan adanya pengetatan aturan kerja sehingga buruh
yang dianggap tidak sesuai dengan standart perusahaan akan diberhentikan. Pada sisi lain,
buruh merasa kehadiran para pekerja harian tersebut menyebabkan ketidaknyamanan dalam
menjalankan pekerjaannya. Munculnya berbagai macam isu seperti akan dilakukan PHK pada
buruh, penggantian tenaga buruh dengan mesin, dan lain sebagainya menjadikan para pekerja
semakin sering membicarakan apa yang saat ini menjadi kekhawatiran mereka seperti adanya
PHK, peningkatan beban kerja, dan penambahan jam kerja.
Selain itu hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa gelombang pemogokan dan pemogokan
umum memiliki dampak signifikan pada pertumbuhan serikat maupun pada kekuatan serikat
dalam perusahaan sejak tahun 1968 sampai akhir tahun 1970an. Sebagai tambahan, krisis
ekonomi 1975 menambah jumlah perwakilan serikat sementara karena para pekerja merasa
bahwa mereka berada dalam situasi rapuh dan membutuhkan dukungan tambahan dari serikat
untuk melindungi kepentingan mereka. Oleh karena itu perlu memunculkan kesadaran dari
para buruh terkait dengan kondisi yang mereka alami pada saat ini, baik terhadap buruh yang
9. 9
Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Febry Dian Utami Saragih (43217010076) http://www.mercubuana.ac.id
telah menjadi pekerja di Tjiwi Kimia, maupun terhadap buruh harian yang saat ini semakin
bertambah jumlahnya.
Perlawanan Terkoordinasi
Marx mengakui bahwa konflik bersumber dari perubahan yang terjadi dalam Model produksi
(mode of production), komunis primitif, kuno, feodal, kapitalis dan komunis.[6] Model
produksi (mode of production) terdiri atas kekuatan produksi (forces of production) dan
hubungan/relasi produksi (relations of production). Kekuatan produksi meliputi sarana
produksi (means of production) yaitu bahan mentah dan alat produksi (instrument of
production) atau sarana/alat produksi yang mengolah.
Kekuatan produksi menghasilkan komoditas yang dibutuhkan masyarakat pada waktu itu, dan
kekuatan produksi ini akan menentukan bentuk hubungan/relasi produksi. Hanya ada dua
kelompok dalam relasi produksi ini, yaitu kelompok yang memiliki/pemilik dan kelompok
yang tidak memiliki/bukan pemilik. Inilah yang oleh Marx disebut struktur kelas.
Pemisahan antara kelompok sosial yang menghasilkan profit – dan karenanya menguasai
kapital- dan kelompok sosial yang hanya mampu menjual tenaga kerja saja, menentukan
hubungan kelas, yang menjadi basis eksploitasi dan konflik sosial dalam masyarakat modern.
Di dalamnya menyangkut relasi sosial : pertama, hubungan-hubungan produksi yang bersifat
primer seperti hubungan buruh dan majikan; kedua, hubungan-hubungan produktif yang
bersifat sekunder seperti serikat buruh, asosiasi pemilik modal dan pola-pola dasar kehidupan
keluarga yang berkaitan erat dengan sistem produksi kapitalistik; ketiga, hubungan-hubungan
politik dan sosial yang bersumber dari hubungan produksi primer dan sekunder, lembaga-
lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga sosial lainnya yang mencerminkan hubungan buruh
dan majikan.
Berbeda dengan pandangan Marx, Dahrendorf melihat munculnya konflik yang terjadi di
masyarakat karena adanya perbedaan kewenangan. Kewenangan melekat pada setiap aktor
yang terdapat dalam konflik. Dahrendord melihat aktor yang sedang berkonflik, akan
memunculkan asosiasi yang saling berkonflik. Dalam setiap asosiasi, terdapat dua kelompok
dikotomis, yaitu kelompok yang menggunakan otoritas (Superordinat) dan kelompok yang
patuh atasnya (Subordinat). Adanya perbedaan kewenangan tersebut mengakibatkan
munculnya konflik diantara kedua asosiasi. Superordinat, akan selalu berusaha untuk
mempertahankan status-quo yang dimilikinya, sedangkan subordinat akan menentang atau
melakukan perubahan.
Bagi Dahrendorf, konflik hanya akan muncul melalui relasi-relasi sosial dalam sistem. Setiap
individu atau kelompok yang tidak terhubung dalam sistem tidak akan mungkin terlibat dalam
konflik. Dahrendorf menyebutnya sebagai “integrated into a common frame of a reference”.
Dalam kaitannya dengan konflik dalam konteks wilayah sosial industri, Ralf Dahrendorf
10. 10
Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Febry Dian Utami Saragih (43217010076) http://www.mercubuana.ac.id
melalui buku fenomenalnya mengenai Conflict and Industrial Conflict (1959) memperlihatkan
bagaimana konflik industrial terbangun melalui proses dari ketidakpuasan individual buruh,
menuju pada ketidakpuasaan kolektif yang tidak teroganisir, dan sampai pada tingkat
pengorganisasian ketidakpuasan kolektif buruh dalam rangka perjuangan untuk mencapai
tujuan. Menurut Dahrendorf, otoritas tidak konstan karena terletak pada posisi, bukan dalam
diri orangnya, sehingga seseorang yang berwenang dalam suatu lingkungan tertentu tidak harus
memegang posisi otoritas di dalam lingkungan yang lain, begitu pula orang yang menempati
posisi subordinat dalam suatu kelompok belum tentu subordinat pada kelompok lain. Pendapat
ini berasal dari argumen Dahrendorf yang menyatakan bahwa masyarakat tersusun dari
sejumlah unit yang disebut asosiasi yang dikoordinasikan secara imperative atau dikenal
dengan ICAs (Imperatively Coordinated Associations).
Asosiasi yang dikoordinasikan secara imperative (ICAs) terbangun dalam suatu proses
sosiologis yang spesifik dan sistematis dalam satu wilayah sosial. Pada awalnya di dalam suatu
wilayah sosial, seperti perusahaan, para buruh yang berada pada posisi diatur dan disubordinasi
(the ruled class) mulai mendapatkan kesadaran bahwa posisi dan hak mereka tertindas.
Walaupun demikian mereka belum mempunyai dan membangun kepentingan melakukan
perubahan posisi ketertindasan tersebut.Mereka hanya memiliki kepentingan (latent interest),
yaitu berada di level individu, muncul di bawah sadar. Kepentingan semu tidak hanya terbatas
pada satu individu buruh, namun tersebar pada mereka yang merasa ditindas sebagai kelompok
subordinasi. Sehingga menciptakan kelompok semu pula (quasi groups)
Kepentingan semu dari kelompok semu pada gilirannya mulai mengalami aktualisasi secara
kolektif menuju menjadi kepentingan yang terwujudkan (manifest interest). Proses penyadaran
dilakukan oleh beberapa orang yang terlebih dulu mengerti kepentingan yang harus
diperjuangkan.Mereka menciptakan kelompok yang benar-benar sadar pada kepentingan
bersama dan perlu diperjuangkan. Proses ini menumbuhkan bentuk kesadaran pada
kepentingan yang nyata, yaitu lepas dari ketertindasan. Pada fase inilah terjadi proses
pembentukan kelompok terorganisir, kelompok kepentingan (interest groups), (ICAs) yang siap
melakukan gerakan perlawanan terhadap posisi dominan kelompok teorganisir lainnya. Seperti
kelompok terorganisir buruh terhadap kelompok terorganisir pengusaha.Resolusi dalam konflik
antara kelompok-kelompok itu adalah redistribusi kekuasaan, atau wewenang, kemudian
menjadikan konflik itu sebagai sumber dari perubahan dalam sistem sosial. Selanjutnya,
sekelompok peran baru dalam memegang kunci kekuasaan dan wewenang dan yang lainnya
dalam posisi di bawahnya yang diatur.Redistribusi kekuasaan dan wewenang merupakan
perlembagaan dari kelompok peranan baru yang mengatur (ruling class) versus peranan yang
diatur (rules class), yaitu dalam kondisi khusus kontes perebutan wewnang akan kembali
muncul dengan inisiatif kelompok kepentingan yang ada, dan dengan situasi kondisi yang bisa
berbeda. Sehingga kenyataan sosial merupakan siklus tak berakhir dari adanya konflik
wewenang dalam bermacam-macam tipe konflik terkoordinasi dari sistem sosial.
11. 11
Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Febry Dian Utami Saragih (43217010076) http://www.mercubuana.ac.id
Sumber
http://www.koranopini.com/antitesis/konflik-industrial-buruh-dan-pt-tjiwi-kimia-
sidoarjo
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perburuhan
http://paralegal.bantuanhukum.or.id/blog/2013/09/25/sumber-hukum-perburuhan/