Disusun Oleh:
1710601068 Jangkung Hermawan
1710601086 Tasya Lucky W
1710601084 Muh Hisyam
1710601071 Tesa Putri D
1710601080 Veren Yonita E
1710601083 Maulana Ali S.Z
1710601070 Nadia Safira
1810601039 Tofik Supriyadi
1810601087 Anita
PROGRAM STUDI HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TIDAR
1. 1
MAKALAH HUKUM KETENAGKERJAAN
OMNIBUS LAW DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN
Disusun Oleh:
Jangkung Hermawan 1710601068
Tasya Lucky W 1710601086
Muh Hisyam 1710601084
Tesa Putri D 1710601071
Veren Yonita E 1710601080
Maulana Ali S.Z 1710601083
Nadia Safira 1710601070
Tofik Supriyadi 1810601039
Anita 1810601087
PRODI HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS TIDAR MAGELANG
2020
2. 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Urgensi
hukum Ketenagakerjaan sebagai aturan hukum yang yang dimasukan dalam agenda omnibus law.
Kegiatan pembuatan makalah ini merupakan salah satu mata kuliah wajib seta sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana yang ada di Program Studi Hukum Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Tidar.
Penulis menyadari penyusunan makalah ini tidak terwujud tanpa adanya batuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat Ibu Meydora Cahya Nugrahenti, S.H., M.H.
Demi kesempurnaan makalah ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi
berbagai pihak yang membutuhkan.
Magelang, 19 Maret 2020
Tim Penulis
3. 3
DAFTAR ISI
Table of Contents
MAKALAH HUKUM KETENAGKERJAAN .............................................................................. 1
OMNIBUS LAW DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN ................................................... 1
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
BAB I.......................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN...................................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 5
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................ 6
BAB II......................................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 7
2.1 Pengertian Omnibus Law ............................................................................................. 7
2.2 Alasan pemerintah membuat Omnibus Law................................................................. 7
2.3 Pengertian Hukum Ketenagakerjaan ............................................................................ 7
2.4 Unsur Hukum Ketenagakerjaan:................................................................................... 8
2.5 Asas dalam Hukum Ketenagakerja............................................................................... 9
2.6 Tujuan Hukum Ketenagakerjaan .................................................................................. 9
2.7 Sifat Hukum Ketenagakerjaan.................................................................................... 10
BAB III..................................................................................................................................... 11
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 11
3.1 Omnibus law............................................................................................................... 11
3.2 Keunggulan................................................................................................................. 11
3.3 Tenaga kerja Asing..................................................................................................... 11
3.4 PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu) .................................................................... 11
4. 4
3.5 Jam lembur.................................................................................................................. 12
3.6 Cuti ............................................................................................................................. 12
3.7 PKH ............................................................................................................................ 12
3.8 Upah minimum ........................................................................................................... 13
3.9 Penghargaan masa kerja (bonus) ................................................................................ 13
3.10 Masalah-masalah lain yang dapat timbul dari RUU ini.............................................. 13
BAB IV ..................................................................................................................................... 15
PENUTUP................................................................................................................................ 15
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 15
4.1 Saran. .......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 17
5. 5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara hukum yang menganut sistem civil law tentu memiliki
berbagai regulasi untuk mewujudkan tujuan negara. Sumber hukum yang digunakan dalam
sistem civil law dalam arti formal berupa peraturan perundang-undanga, kebiasaan, dan
yurisprudensi. Negara penganut sistem civil law menempatkan konstitusi tertulis pada
urutan tertinggi dalam hierarki perundangan. Sedangkan kebiasaan dijadikan sebagai
sumber hukum kedua untuk menyelesaikan permasalahan. Perkembangan teknologi dan
informasi turut mempengaruhi perkembangan hukum yang ada di masyarakat serta
peraturan tertulis yang dikeluarkan pemerintah. Banyaknya regulasi yang terdapat di
Indonesia seringkali membingungkan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan,
oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membuat omnibus law. Istilah
ini mungkin masih asing dikalangan masyarakat karena baru kali pertama akan diterpakan
di Indonesia dan masih dalam bentuk rancangan undang-undang. Omnibus law sendiri
sudah diterapkan dibeberapa negara penganut sistem common law seperti di negara
tetangga, Malaysia dan Singapura. Tujuan dari omnibus law sendiri antara lain untuk
mempercepat penyusunan peraturan perundang-undangan dan mengkoreksi peraturan
perundang-undangan.
Omnibus Law merupakan penggabungan beberapa undang-undang menjadi satu
dalam peraturan. Tujuan dari pemerintah membuat omnibus law adalah untuk
menggabungkan 1.244 pasal dan 79 undang-undang dalam satu peraturan. Salah satu
undang-undang yang turut digabungkan dalam omnibus law adalah Undang-Undang
Ketenagakerjaan. Dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan
Kerja akan menciptakan 11 perubahan antara lain penyederhanaan perizinan, persyaratan
investasi, tenaga kerja asing, jam kerja, hak dan perlindungan pekerja, menambah jenis
PHK, serta penguatan jaminan sosial.
Namun dengan dikeluarkannya Rancangan Undang-Undang Omnibus Law akan
menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat. Memungkinkan buruh berfikir bahwa
hak-haknya akan dikurangi sedangkan jam kerja akan tetap atau bertambah. Hal ini sempat
memicu berdebatan antara serikat buruh dengan pemerintah. Sebagai tenaga kerja local
para burh menolak adanya peluang yang lebih besar untuk tenaga kerja asing bekerja di
6. 6
Indonesia. Kebijakan ini memicu munculnya masa demonstrasi menolak RUU Omnibus
Law karena berbagai alasan serta membuat rasa percaya masyarakat terhadap pemrintah
semakin berkurang. Sedangkan dari pemerintah sendiri menggap bahwa ini kebijakan yang
tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada dimasyarakat selama ini. Kebijakan ini
nantinya akan mengurangi tumpang tindih regulasi dan mempercepat pertumbuhan
nasional menurut pemrintah.
Adanya pro kontra mengenai omnibus law ini menarik minat penulis untuk
mengangkatnya menjadi topic dalam makalah ini. Penulis ingin meneliti dampak yang
ditimbulkan dari adanya omnibus law ini serta pendapat penulis tentang bagaimana jika
hukum ketenagakerjaan ikut dimasukkan dalam RUU Omnibus Law.
1.2 Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang diatas rumusan masalah yang ingin penulis teliti adalah
uregensi hukum ketenagakerjaan sebagai aturan hukum yang dimasukkan dalam agenda
omnibus law?
7. 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Omnibus Law
Omnibus law merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk
mengacu pada satu isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa
undang-undang menjadi satu undang-undang yang lebih sederhana dan lengkap agar tidak
terjadi tumpang tindih peraturan. Hal ini dilakukan untuk mengamandemen beberapa
undang-undang menjadi satu undang-undang baru.Secara harfiah, Omnibus law adalah
hukum untuk semua. Secara bahasa berasal dari bahasa latin, yakni omnis yang berarti
‘untuk semua’ atau ‘banyak’
Menurut Bryan A Garner, dalam Black Law Dictionary Ninth Edition menyatakan:
“Omnibus: relating to or dealing with numerous objects or items at once; including many
things or having various purposes.” Yang berarti omnibus law memiliki kaitan dengan
berbagai objek atau hal sekaligus, dan memiliki beberapa tujuan.
2.2 Alasan pemerintah membuat Omnibus Law
Terlalu banyak regulasi, alasan pemerintah membuat omnibus law karena sudah
banyak regulasi yang dibuat yang tak jarang antara satu regulasi dengan regulasi lainnya
sering terjadi tumpang tindih dan menghambat akses pelayanan publik, hal ini juga
memperlambat pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2.3 Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
1. Molenaar dalam Asikin (1993: 2) berpendapat bahwa:
“Hukum Perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur
hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, serta antara tenaga kerja dan tenaga
kerja.”
2. M.G. Levenbach dalam Manulang (1995: 1) berpendapat bahwa:
“Hukum Perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja,
dimana pekerja itu dilakukan dibawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan
yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja itu.”
3. N.E.H. van Esveld dalam Manulang (1995: 1) berpendapat bahwa:
“Hukum Perburuhan tidak hanya meliputi hubungan kerja dimana pekerja
dilakukan dibawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh
swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggungjawab dan risiko sendiri.”
8. 8
4. Mok dalam Kansil (1989: 311) berpendapat bahwa:
“Hukum Perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang
dilakukan dibawah pimpinan orang lain dengan keadaan penghidupan yang
langsung bergandengan dengan pekerjaan itu.”
5. Soepomo dalam Manulang (1995: 2) berpendapat bahwa:
“Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan-peraturan, baik tertulis maupun
tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada
orang lain dengan meneruma upah.”
6. Soetikno dalam Asikin (1993: 2) berpendapat bahwa:
“Hukum Perburuhan adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai
hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan
dibawah perintah/pimpinan orang lain dan mengenai keadaan penghidupan yang
langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja tersebut.”
7. Halim (1990: 9) berpendapatan bahwa:
“Hukum Perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan
kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh/pegawai maupun
pihak majikan.”
8. Daliyo (1994: 76) berpendapat bahwa:
“Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan. Buruh pekerja
pada dan dibawah majikan dengan mendapat upah sebagai balas jasanya.”
9. Syahrani (1999: 86) berpendapat bahwa:
Hukum Perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur
hubungan-hubungan perburuhan, yaitu hubungan antara buruh dengan majikan,
dan hubungan antara buruh dan majikan dengan pemerintah (penguasa).”
2.4 Unsur Hukum Ketenagakerjaan:
a) Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis
b) Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha/majikan
c) Adanya orang bekerja pada dan dibawah orang lain, dengan mendapat upah sebagai
balas jasa
9. 9
d) Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil,
melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/buruh, dan sebagainya.
2.5 Asas dalam Hukum Ketenagakerja
a) Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan
bahwa:
“Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.” Dalam penjelasannya ditegaskan bahwa
pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakna dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan dilaksanakan untuk
mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan
merata, baik materiil maupun spiritual.
b) Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan
bahwa:
“Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas dasar keterpaduan melalui
koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.”
c) Asas Keterpaduan:
“Pembangunan ketenagakerjaan menyangkut multidimensi dan terkait berbagai
pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha, pekerja/buruh yang dilakukan secara
terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung.”
2.6 Tujuan Hukum Ketenagakerjaan
Menurut Manulang (1995: 2) tujuan hukum ketenagakerjaan adalah:
1. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan
2. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan
bahwa pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk:
a) Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
b) Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
c) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
d) Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
10. 10
2.7 Sifat Hukum Ketenagakerjaan
Bersifat Privat (perdata) karena mengatur hubungan kerja antara tenaga dan
pengusaha untuk mengatur kepentingan perseorangan. Bersifat Publik karena dalam
pelaksanaan hubungan kerja untuk masalah tertentu memerlukan campur tangan
pemerintah.
11. 11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Omnibus law
Diterbitkan untuk mencabut dan merubah beberapa peraturan perundang-undangan
(dilakukan oleh negara dengan sistem commed law), namun ada negara civil law yang
mengunakan konsep ini salah satunya Vietnam-menerbitkan peraturan terkait dengan
perpajakaan, yang mencabut beberapa ketetuan tentang perpajakan mulai dari penentuan
tarif pajak, sampai administrative perpajakan. Dan Indonesia juga sudah pernah memakai
konsep omnibus law yaitu UU 23 tahun 2014 tentang Pemda, yang mencabut ketentuan
dari 4 undang-undang sekaligus
3.2 Keunggulan
Penataan regulasi yang memang menjadi masalah di Indonesia, bakornas
mencatatat ada 5000an peraturan per undang-undangan dari tingkat pusat sampai daerah,
namun menurut berbagai elemen masyarakat menilai tujuan itu tidak tercapai karena
tujuannya hanya lebih di arahkan kepada peningkatan investasi, meskipun ujungnya adalah
pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Namun dalam prakteknya perjalanan pembahasan RUU ini dalam pemerintah ini
hanya melibatkan segelintir orang, yang klaim pemerintah sendiri sudah melibatkan serikat
buruh (yang mana). Dimana ini melanjutkan pemerintah Jokowi jilid I yang ingin
memudahkan berusaha, dimana Indonesia ingin meningkatkan pertumbuhan investasi baik
dari dalam negeri atau luar negeri. Dimana tujuannya adalah untuk menyerap
pengannguran yang ada di Indonesia.
3.3 Tenaga kerja Asing
Secara regulasi memang dipermudah Karen ketentuan sebelumnya harus ada IMTA
dan pengecualian IMTA hanya perwakilan negara (konsuler dan diplomatic), dan sekarang
bentuknya bukan IMTA namun pengesahan RPTKA, beda dengan IMTA yang
pengecualiannya hanya konsuler dan diplomatic, kalau sekaraang itu termasuk aggota
direksi dan komisaris dengan kepemilikan saham tertentu juga tenagan kerja asing yang
dibutuhkan oleh pemberi kerja pada beberapa jenis kegiatan yang salah satunya adalah
startup, padahal pada sector startup itu adalah peluang untuk penyerapan tenaga kerja tapi
ternyata pada sector ini RPTKnya termasuk dari yang dikecualikan.
3.4 PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu)
12. 12
Dalam RUU Ciptaker PKWT akan lebih dipermudah, maksudnya dia berbasis
ketaatan, yang berbeda dengan yang lama yaitu dengan batasan-batasannya dimana
maksimal 2 tahun bisa diperpanjang 1 tahun dan jika lebih dari itu akan menjadi PKWTT
(tetap). Dalam RUU Ciptaker sekarang didasarkan pada kesepakatan antara pekerja dengan
pengusaha, karena ini sama dengan peraturan pengupahan dalam RUU Ciptakerja.
Peraturan yang dulu memang ditulis secara normatifnya 1 thn, 2thn, 3thn otomatis menjadi
PKWTT. Maka timbul isu bahwa nanti pekerja kontrak akan bekerja kontrak seumur hidup.
Pada akhirnya aspek kepastian hukum terkait perjanjian kerjanya menjadi hilang dimana
sebelumya ada batasan-batasan waktu dihilangkan yang mana pekerja bisa mengukur
dengan telah melewati batasan-batasan waktu yang ditentukann maka ia akan menjadi
PKWTT, yang didalam RUU Ciptaker ini normatifnya dihapuskan.
3.5 Jam lembur
Terdapat perubahan jam lembur dari 3 jam meningkat ke 4 jam, dan skala upahnya
belum jelas karena skala upah ini dientukan oleh perusahaan. Jadi di RUU ini juga belum
jelas tentang pengaturan upah lembur, dimana besaran upah lembur ini diserahkan kepada
perusahaan.
3.6 Cuti
Dalam UU no.13 thn 2003 yang termasuk cuti adalah ketika mengkhitan kan anak,
kawin, keluarga meninggal, Haid, membaptiskan, dan lain sebagainya. Jadi meskipun
pekerja tidak masuk maka pekerja tetap mendapatkan upah dimana ketentuan ini
dihilangan dalam RUU ciptaker yang baru. Dan diganti dengan pemberi kerja wajib
memberi upah ketika pekerja tidak dapat bekerja karena berhalangan, dimana ketentuan
berhalangan ini belum diatur secara spesifik. Jadi dalam RUU Ciptaker ini mengubah dari
peraturan yang lama dimana ia mengatur secara spesifik tentang cuti lebih di perlentur di
peraturan yang baru ini. Namun beredar isu jika cuti ini akan dimasukkan dalam cuti
taunan, padahal untuk cuti khusus tadi teknisnya bisa diatur di peraturan perusahaan atau
di peraturan kerja bersama (PKB).
3.7 PKH
Jika memang alasan-alasan PHK diperluas dari peratuan yang sebelumnya itu
diatur secara terpisah dari beberapa pasal, dan sekarang akhirnya dijadikan saatu pasal.
Dimana pada peraturan sebelumnya ketentuan pesangon itu ditentukan menurut jenis
13. 13
pasalnya, jadi besaran pesangon berbeda besarannya tergantung pasal mana yang
digunakan. Berbeda dengan sekarang yang hanya diatur dalam satu pasal dan pengaturan
pesangon di tetapkan berdasarkan masa kerjanya, yang artinya dalam RUU Ciptaker ini
tidak melihat alasan pekerja di berhentikan namun hanya melihat masa kerja seorang
pekerja dalam suatu perusahaan untuk menen tukan besaran pesangon
3.8 Upah minimum
UU tenaga kerja yang sekarang berlaku itu dikenal upah minimum provinsi yang
penentuannya melibatkan dewan pengupahan daerah selain dengan dewan pengupahan
nasional, namun di RUU Ciptakerja ini memang tidak dihapus tetapi ada upah jenis lain
yaitu, upah satuan hasil (perjam), upah didasarkan pada kesepakataan (ketika pekerja ingin
upahnya diatas upah minimum). Dalam perubahan kosep ini kalangan buruh menilai bahwa
ini akan merugikan karena semua akan didasarkan pada kesepakatan.
Juga dalam RUU Ciptaker ini juga menghapus pasal yang secara khusus
mengatakan bahwa pemberi kerja dilarang memberikan upah kepada pekerja dibawah upah
minimum. Sebenarnya ini termasuk pengalihan kewenangan penetapan dari kewenangan
daerah ke pusat, dimana ini menghapus kewenangan kementrian ketenagakerjaan dalam
hal penentuan mekanisme penagguhan pembayaran upah minimum, dimana upah
minimum dihapuskan dan diganti dengan kesepakatan antara pemberi kerja dengan
pekerja
3.9 Penghargaan masa kerja (bonus)
Sebenarnya di UU no 13 tahun 2003 ini sudah ada namun akan diberikan pada saat
PHK dan didalam RUU Ciptaker ini disebut penghargaan masa kerja/ bonus. Diatur dalam
pasal 92 RUU Ciptaker dimana ia mengatur soal penghargaan lainnya, dan yang
menariknya hal ini diwajibkan untuk memberikan penghargaan lainnya. Artinya
berdasarkan ketentuan peraturannyannya, untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja,
pemberikerja berdasarkan Undang-undang ini memberikan penghargaan lainnya kepada
pekerja, ketentuan ini harus dilaksanakan paling lama 1 tahun setelah undang-undang ini
berlaku. Jadi pada akhirnya ini mewajibkan pemberikerja memberika penghargaan lainnya
kepada pekerja walaupun tetap ada batasnya karena dibatasi masa kerjanya.
3.10 Masalah-masalah lain yang dapat timbul dari RUU ini
14. 14
Terdapat banyak penolakan dari RUU Ciptakerja ini, bisa dibilang ini adalah
masalah legitimasi karena dimana-mana terdapat banyak penolakan juga ada tuduhan yang
cukup serius dimana pemerintah kurang melibatkan stake holder terkait dalam
pembentukan RUU ini. kesalahan pemerintah disini adalah terkesan agak tertutup dalam
pembahasan draf awal RUU ini maka menimbulkan kecurigaan dimata mata masyarakat
karena berkaca pada RUU KPK yang memang tiba-tiba disahkan dalam waktu yang cepat
dan tanpa melibatkan masyarakat.
Kedepannya memang pemerintah dan DPR harus lebih terbuka terutama agar RUU
ini tidak cacat formil artinya memang harus ada partisipasi public, keterbukaan yang
memang di amanatkan oleh peraturan perundang-undanggan. Karena bisa dibilang RUU
ini boleh dikatakan cacat formil, karena pertama metode ini memang tidak diatur didalam
regulasi kita (omnibus law), yang kedua terkesan tertutup sehingga masukan, kritikan tidak
dapat tersampaikan bagi pihak-pihak yang berdampak pada khusunya dan pada umumnya
dari seluruh eleman masyaraat tentang subtansi dari RUU ini.
15. 15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
RUU ini memang harus menjadi perhatian semua elemen masyarakat karena bukan
hanya tenaga kerja saja yang akan merasakan dampak dari RUU ini, namun sebagian besar
masyarakat terutama kalangan nelayan, petani, masyarakat hukum adat karena memang
banyak sector yang akan terdampak. Misal seperti dalam bidang agraria atau minerbah
seperti dalam hal perizinan yang dipermudah, dimana persyaratan kepemilikan lahan yang
banyak diubah, misal batas penguasaaan lahan diperpanjang, dimana ini akan menunda
reforma agrarian yang seharusnya diserahkan kepada masyaraakat, tapi karena penguasaan
lahan dikuasi oleh pemilik modal dengan jangka waktu yang lama ini akan merugikan
masyarakat sekitar. Maka dari itu sebenarnya RUU ini ketika disahkan pada dasarnya akan
mempengaruhi berbagai sector, tidak hanya bagi ketenagakerjaan saja, semua sector akan
mendapat dampaknya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ketika kita melihat tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah memang baik yaitu
ingin membuka lapangan pekerjaan, meskipun arahnya yaitu lebih ke bagaimana
memajukan investasi, baik dalam atau luar negeri. Salah satu jalan untuk menarik investasi
yaitu dengan mempermudah perizinan, dimana memang ini adalah salah satu factor yang
menghambat tumbuhnya investasi di Indonesia, bisa kita lihat bahwa dari RUU ini terdapat
1.200 an pasal yang akan diubah dibanyak sekali undang-undang, yang menyangkut
perizinan akan berubah lebih dari 1000an pasal, yang menyangkut tenaga kerja ada 63
pasal. Yang artinya memang pemerintah lebih focus untuk mempermudah berbisnis.
Pada dasarnya omnibus law ini adalah salah satu peluang yang dilihat oleh presiden
dimana ini bisa saja menjadi jawaban atas problematika yang ada di Indonesia Karena dia
menekel kebijakan-kebijan yang berbelit-belit, namun dimata masyarakat khususnya kaum
terdampak ini justru menilai dengan hilangnya aturan-aturan ini malah menghilangkan juga
kepastian-kepastian yang diatur dalam undang-undang no13 tahun 2003. Selain itu ada
aturan yang dia bukan dihapuskan, melainkan dia diganti secara konseptual, dimana ini
bisa menimbulkan implikasi-implikasi. Apakah memang seimbang dari benefit yang
diasumsikan itu sebanding dengan cost yang sebenarnya sudah bisa diperkirakan jika
memang RUU ini di terapkan
4.1 Saran.
16. 16
Awal dari permasalahan ini sebenarnya adalah adanya ketidak ikutan beberapa
pihak didalam pembahasan draf RUU Ciptaker ini dimana yang dilibatkan hanya pihak
pengusaha. Dan setelah draf tersebut di masukkan ke DPR baru pemerintah mengklaim
akan mengajak untuk bersama-sama membahas tentang RUU ini. Padahal berkaca pada
RUU KPK dimana ia tiba-tiba disahkan tanpa keterelibatan public secara luas, ini
sebenarnya yang dikhawatirkan oleh masyarakat. Maka dari itu memang harus diadakan
suatu forum yang dihadiri oleh pihak yang terdampak untuk membahas RUU ini secara
koperhensif.
Sebenarnya dari berbagai pihak setuju dan sepakat bahwa kita harus maju dalam
iklim investasi, karena jika semakin banyak investasi semakin banyak lapangan kerja
dimana kita juga bisa mengurangi pengangguran. Kebijakan itu harus memiliki narasi yang
jelas, dan RUU yang sekaarang ini Narasinya tidak dikerjakan secara maksimal karena dari
dulu perijinan ini memang menjadi permasalahan dari taun ke taun. Ease of doing business
kita tidak bergerak dari 73, dan didalam omnibus law ini berbicara tentang peluang untuk
tenaga kerja.
Permasalahan lainnya yaitu masalah pesangon, dimana Indonesia ini termasuk
Negara yang paling mahal dari Negara-negara lainya didalam pembayaran pesangon, juga
tenaga kerja di Indonesia dinilai tidak prodiktif dari pada Negara lainnya. Maka dari itu
program padat karya sudah tidak ada yang masuk lagi, karena pegusahaan besar indonesia
yang masuk kedalam padat karya sudah pindah ke luar negri, melihat mahal serta tidak
produktifnya tenagakerja Indonesia. Maka pr bagi pemerintah adalah bagai mana
meningkatkan SDM yang ada didalam Indonesia, untuk menunjang program padat karya
tersebut.