1. MODUL PERKULIAHAN 7
Hukum Bisnis dan
Lingkungan
Hukum Perburuhan
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Ekonomi Dan Bisnis S1 Akuntansi
07
MK Ahmad Syauqi Ramadhandy
(43214010254)
2. PENGERTIAN DAN UNDANG-UNDANG HUKUM PERBURUHAN DIINDONESIA
A. Pengertian menurut para ahli
Definisi hukum perburuhan menurut pendapat para ahli hukum dapat dirangkum
sebagai berikut:
1. Menurut Molenaar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang
pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja
dan tenaga kerja.
2. Menurut Mok, hukum perburuan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan
yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan
risiko sendiri.
3. Menurut Soetikno, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai
hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah
perintah/pimpinan orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang
langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja tersebut.
4. Menurut Imam Sopomo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis
maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian saat seseorang bekerja pada
orang lain dengan menerima upah.
‘1
3 2
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. 5. Menurut M.G. Levenbach, hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan
hubungan kerja, yakni pekerja di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan
yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja itu.
6. Menurut N.E.H. Van Esveld, hukum perburuhan adalah tidak hanya meliputi
hubungan kerja dengan pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan, tetapi juga meliputi
pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja atas tanggung jawab dan risiko sendiri.
7. Menurut Halim, hukum perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur
hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh/pekerja
maupun pihak majikan.
8. Menurut Daliyo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan
dengan mendapat upah sebagai balas jasa.
9. Menurut Syahrani, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang
mengatur hubungan-hubungan perburuhan, yaitu hubungan antara buruh dan majikan
dengan perintah (penguasa).
B. Hukum Perburuhan era Reformasi
Era Reformasi benar-benar membuka lebar arus demokrasi. Secara regulatif, dan
Gradual hukum perburuhan kemudian menemukan momentumnya. hal tersebut
terepresentasi dalam tiga paket Undang-Undang perburuhan antara lain: Undang-
undang No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat Buruh, Undang-undang No.13 Tahun 2003
‘1
3 3
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4. Tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 1954
TENTANG
PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang : bahwa perlu diadakan aturan-aturan tentang perjanjian mengenai syarat-syarat
perburuhan antara serikat buruh dengan majikan; Mengingat : pasal 36 dan 89 Undang-
undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA
SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN.
Pasal 1
(1) Perjanjian tentang syarta-syarat perburuhan antara serikat buruh dengan majikan
(disingkat perjanjian perburuhan) ialah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat atau
serikat-serikat buruh yang telah didaftarkan pada Kementerian Perburuhan dengan majikan,
majikan-majikan, perkumpulan atau perkumpulan-perkumpulan majikan yang berbadan
hukum, yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat, yang harus diperhatikan
didalam perjanjian kerja.
(2) Perjanjian perburuhan dapat juga diselenggarakan untuk pekerjaan borongan atau untuk
perjanjian melakukan sesuatu pekerjaan dan didalam hal ini berlaku juga ketentuan-ketentuan
didalam undang-undang ini tentang perjanjian kerja, buruh dan majikan.
(3) Sesuatu atauran yang mewajibkan seorang majikan supaya hanya menerima atau menolak
buruh mewajibkan seorang buruh hanya bekerja atau tidak boleh bekerja pada majikan dari
‘1
3 4
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5. sesuatu golongan, baik berkenaan dengan agama, golongan warga negara atau bangsa,
maupun karena keyakinan politik atau anggota dari sesuatu perkumpulan, adalah tidak sah.
Demikian juga halnya dengan atauran-aturan yang bertentangan dengan hukum tentang
ketertiban umum atau dengan kesusilaan.
Pasal 2
(1) Perjanjian perburuhan harus dibuat dengan surat resmi atau surat yang ditanda tangani
oleh kedua belah pihak.
(2) Didalam Peraturan Pemerintah ditetapkan ketentuan-ketentuan tentang cara membuat dan
mengatur perjanjian itu.
Pasal 3
(1)Sesuatu serikat buruh atau perkumpulan majikan yang menyelenggarakan perjanjian
perburuhan, wajib memberitahukan isi perjanjian itu kepada anggota-anggotanya. Demikian
juga bilamana oleh kedua belah pihak dibuat keterangan-keterangan terhadap perjanjian itu.
(2) Kewajiban tersebut pada ayat 1 berlaku juga, bilamana diadakan perubahan-perubahan
didalam perjanjian perburuhan atau bilamana waktu berlakunya diperpanjang.
Pasal 4
(1)Sesuatu serikat buruh atau perkumpulan majikan yang menyelenggarakan perjanjian
perburuhan, wajib mengusahakan agar anggota-anggotanya memenuhi aturan-aturan yang
berlaku untuk mereka.
(2) Serikat buruh atau perkumpulan majikan tersebut hanya bertanggung jawab atas anggota-
anggotanya, bilamana hal ini bitentukan didalam perjanjian perburuhan.
Pasal 5
Majikan dan buruh yang terikat oleh perjanjian perburuhan, wajib melaksanakan perjanjian
itu sebaik-baiknya.
‘1
3 5
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
6. Pasal 6
(1)Mereka yang selama waktu berlakunya perjanjian perburuhan adalah anggota atau menjadi
anggota sesuatu serikat buruh atau perkumpulan majikan yang menyelenggarakan perjanjian
tersangkut didalam perjanjian itu, terikat oleh perjanjian itu.
(2) Mereka bertanggung jawab terhadap masing-masing pihak pada perjanjian perburuhan
didalam hal menepati segala aturan, yang telah ditentukan bagi mereka.
Pasal 7
(1)Anggota-anggota serikat buruh atau perkumpulan majikan tetap terikat oleh perjanjian
perburuhan, meskipun telah kehilangan keanggotaannya.
(2) Mereka tidak lagi terikat, bilamana setelah mereka kehilangan keanggotaannya, perjanjian
tersebut diubah.
(3) Jika waktu berlakunya perjanjian itu diperpanjang atau dianggap diperpanjang sesudah
mereka kehilangan keanggotaan, maka mereka hanya terikat sampai pada waktu berlakunya
perjanjian itu dengan tidak diperpanjang akan habis.
Pasal 8
Pembubaran sesuatu serikat buruh atau perkumpulan majikan yang menyelenggarakan
perjanjian perburuhan, tidak mengubah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersangkutan
dengan perjanjian tersebut.
Pasal 9
(1) Sesuatu aturan didalam perjanjian kerja antara seorang buruh dan seorang majikan yang
bertentangan dengan perjanjian perburuhan yang mengikat kedua mereka itu, tidak sah;
didalam hal itu aturan-aturan perjanjian perburuhan yang berlaku.
(2) Hal-hal yang tidak sah itu selalu dapat diajukan oleh tiap-tiap pihak dalam perjanjian
perburuhan.
‘1
3 6
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
7. Pasal 10
Bilamana suatu perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang ditetapkan didalam
perjanjian perburuhan yang mengikat buruh dan majikan itu juga, maka aturan-aturan
perjanjian perburuhan itulah yang berlaku.
Pasal 11
(1)Menteri Perburuhan, setelah mendengar lebih dahulu pertimbangan pihak-pihak yang
bersangkutan, dapat menetapkan supaya seorang majikan yang terikat oleh sesuatu perjanjian
perburuhan memenuhi sebagian atau semua aturan-aturannya, juga bilamana dia
menyelenggarakan perjanjian kerja dengan seorang buruh yang tidak terikat perjanjian
perburuhan itu.
(2) Menteri tersebut dapat pula, setelah mendengan lebih dahulu pertimbangan pihak-pihak
yang bersangkutan, menetapkan supaya sebagian atau seluruh perjanjian perburuhan yang
mengenai suatu, lapang usaha yang tertentu, dipenuhi juga oleh buruh-buruh dan majikan-
majikan dari lapang usaha yang sama, tidak terikat oleh perjanjian perburuhan tersebut.
(3) Didalam Peraturan Pemerintah ditetapkan aturan-aturan tentang penetapan-penetapan
tersebut pada ayat 1 dan 2.
Pasal 12
Seorang majikan atau perkumpulan majikan yang terikat oleh sesuatu perjanjian perburuhan,
tidak dapat menyelenggarakan perjanjian perburuhan dengan serikat buruh lain, yang memuat
syarat-syarat kerja yang kurang dari pada yang termuat dalam perjanjian perburuhan yang
sudah ada.
Pasal 13
(1) Sesuatu serikat buruh yang menyelenggarakan perjanjian perburuhan, dapat minta ganti
kerugian, jika pihak yang lain pada perjanjian itu atau seorang anggotanya bertindak
bertentangan dengan kewajibannya dalam perjanjian perburuhan tidak hanya untuk kerugian
‘1
3 7
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
8. yang dideritanya sendiri, melainkan juga untuk kerugian yang diderita oleh anggota-
anggotanya.
(2) Majikan yang menyelenggarakan perjanjian perburuhan, dapat minta ganti kerugian
kepada serikat buruh atau buruh, yang sengaja berbuat bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 14
Bilamana kerugian itu tidak mungkin dinyatakan dengan uang, maka pengganti kerugian itu,
ditetapkan berupa sejumlah uang atas dasar keadilan.
Pasal 15
(1) Mengenai pengganti kerugian didalam perjanjian perburuhan, dapat ditetapkan aturan-
aturan denda, yang menyimpang dari ketentuan tersebut dalam pasal 12 dan 13.
(2) Aturan denda ini dapat diubah oleh pengadilan, bilamana kewajiban yang dikenakan
hukuman itu untuk sebagian telah dipenuhi.
Pasal 16
(1) Sesuatu perjanjian perburuhan hanya dapat diselenggarakan untuk paling lama 2 tahun.
(2) Waktu itu dapat diperpanjang dengan paling lama 1 tahun lagi.
Pasal 17
(1)Masing-masing pihak pada Perjanjian perburuhan, karena alasan-alasan yang memaksa,
dapat minta kepada pengadilan supaya membatalkan sebagian atau seluruhnya perjanjian itu.
(2) Sesuatu aturan didalam perjanjian itu, yang mengurangi atau melenyapkan ketentuan pada
ayat 1, adalah tidak sah.
Pasal 18
Walaupun sesuatu perjanjian perburuhan diselenggarakan untuk waktu yang tertentu, maka
jika didalam perjanjian itu tidak ada ketentuan yang lain, perjanjian itu dianggap sebagai
‘1
3 8
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
9. diperpanjang terus menurut untuk waktu yang sama tetapi tidak lebih dari satu tahun, kecuali
jika ada pernyataan untuk mengakhiri. Pernyataan itu harus diberitahukan sekurang-
kurangnya satu bulan sebelum waktu yang dimaksudkan itu habis.
Pasal 19
Pernyataan mengakhiri perjanjian perburuhan harus disampaikan kepada semua pihak dalam
perjanjian itu dan hanya dapat dilakukan dengan surat tercatat.
Pasal 20
Bilamana didalam perjanjian perburuhan tidak ada ketentuan yang lain, maka karena
pernyataan untuk mengakhiri itu, perjanjian tersebut berhenti berlaku bagi semua pihak pada
perjanjian itu.
Pasal 21
Perjanjian perburuhan yang berlaku pada hari undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku
sampai pada waktu berlakunya itu habis atau perjanjian itu diubah; didalam hal itu selanjutnya
harus diturut aturan-aturan didalam undang-undang ini.
Pasal 22
Undang-undang ini disebut “Undang-undang perjanjian perburuhan tahun 1954”.
Pasal 23
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-
undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal
28 Mei 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
‘1
3 9
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
10. SUKARNO
Diundangkan pada tanggal
12 Juni 1954 MENTERI PERBURUHAN,
S.M. ABIDIN
MENTERI KEHAKIMAN
DJODY GONDOKUSUMO
STUDY KASUS
Hukum Ketenagakerjaan
A. Kasus
Karina adalah seorang karyawan di PT. Indrustri Kampar yang beralamat di Jl. Kebo
Iwa Perumahan BPU No. D4. Karina dalam hal ini disebut sebagai penggugat
melawan PT.Indrustri Kampar yang beralamat di Jl. Padang Sambian. PT. Indrustri
Kampar dalam hal ini disebut sebagai pihak yang tergugat.
B. Kronologi
• Bahwa Karina adalah seorang karyawati PT. Indrustri Kampar yang bekerja
sebagai ahli computer.
• Bahwa Karina selama ini bekerja sesuai dengan perjanjian kerja untuk waktu
tidak tertentu.
‘1
3 10
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
11. • Bahwa selama bekerja sebagai karyawati,Karina telah mendapat penghargaan
sebagai ahli computer di perusahaannya bekerja.
• Bahwa Karina diberi upah atas kerjanya yakni senilai Rp. 2.751.000,- (Dua
juta tujuh ratus lima puluh satu ribu rupiah.
• Bahwa upah yang diterima Karina adalah upah diatas minimum .
• Bahwa tiba-tiba tergugat mengeluarkan SK untuk mem PHK penggugat.
C. Pertanyaan
1. Apakah Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan tergugat sesuai dengan
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan apabila pada saat itu Karina
sedang menyusui bayinya dan Karina sebelumnya tidak pernah menerima surat
peringatan apabila Karina melakukan kesalahan ?
2. Apakah perbuatan Tergugat merupakan perbuatan melanggar hukum?
3. Apakah tergugat memiliki alasan untuk mem PHK Karina?
4. Bagaimana kah cara penyelesaian apa bila terjadi perselisihan hubungan
indrustrial seperti dalam kasus antara Karina dengan PT. Indrustri Kampar?
D. Analisis Pertanyaan sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
1. Pemutusan Hubungan Kerja berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (25) Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh
dengan pengusaha.
PHK pada dasarnya harus ada izin,kecuali dalam hal tertentu berdasarkan
ketentuan Pasal 154 UU Ketenagakerjaan, yaitu
a. Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah
dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya
‘1
3 11
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
12. b. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha,
berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu
untuk pertama kali
c. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perundang-undangan atau
d. Pekerja/buruh meninggal dunia.
Batasan pemberian izin PHK tergantung pada alasannya, yaitu izin tidak dapat
diberikan atau karena alasan yang dilarang. Berdasarkan ketentuan Pasal 153 ayat (1)
UU Ketenagakerjaan yakni
a. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan
dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-
menerus.
b. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi
kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
d. Pekerja/buruh menikah.
e. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya.
f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
g. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat
pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat
buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha,
atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
h. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
‘1
3 12
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
13. i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
j. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau
sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka
waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Jadi sudah jelas bahwa mem PHK seorang buruh/ pekerja dengan alasan bahwa
pekerja/buruh tersebut sedang menyusui adalah tidak dibenarkan menurut Pasal 153
ayat (1) poin e. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib
mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 153 ayat (2))
Dalam kasus ini juga tidak dibenarkan apabila pengusaha mem PHK pekerja
begitu saja terlebih tanpa surat peringatan sebelumnya. Dalam Pasal 161 ayat (1)
dinyatakan bahwa Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama,
pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh
yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara
berturut-turut.
Kecuali dalam hal ini menurut penulis, rasanya dibenarkan mem PHK pekerja
secara langsung tanpa didahulukan surat peringatan apabila pekerja dalam hal ini telah
melakukan suatu kesalahan berat (suatu tindak pidana) yang diatur dalam Pasal 158
ayat (1) UU Ketenagakerjaan yakni:
1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan
pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik
perusahaan.
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan.
c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
‘1
3 13
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
14. d. Mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan
kerja melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja.
f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha
dalam keadaan bahaya di tempat kerja.
i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
mdirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara atau
j. elakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti
sebagai berikut:
a. Pekerja/buruh tertangkap tangan.
b. Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan atau,
c. Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di
perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua)
orang saksi.
2. Menurut Pasal 51 UU Ketenagakerjaan perjanjian kerja harus dibuat secara tertulis
atau lisan.
Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila dalam hal ini perjanjian kerja
yang dibuat oleh Karina dan pengusaha sudah sah menurut UU, tentunya perjanjian
kerja tersebut akan menimbulkan akibat hukum apabila dilanggar. Perbuatan tergugat
dapat dikatakan melanggar hukum apabila :
‘1
3 14
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
15. a. Pemutusan Hubungan Kerja semata-mata hanya karena Karina adalah seorang
ibu yang sedang menyusui bayinya.
b. Pengusaha tidak memberikan surat peringatan pertama,kedua dan ketiga
apabila sebelumnya Karina telah melakukan kesalahan ringan.
3. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha
dibenarkan mem PHK pekerja/buruh apabila :
a. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan
mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan
memaksa (force majeur),atau perusahaan melakukan efisiensi. Kerugian
perusahaan tersebut dapat dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun
terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. (Pasal 164)
b. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/
buruh karena perusahaan pailit. (Pasal 165)
c. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena memasuki usia pension. (Pasal 167)
d. Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut
tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan
telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat
diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri. (Pasal
168)
4. Apabila terjadi perselisihan hubungan indrustrial antara pekerja dengan pengusaha,
maka penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh
pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah
untuk mufakat. Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak
tercapai, maka pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikatburuh
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang. (Pasal 136)
‘1
3 15
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Ahmad Syauqi Ramadhandy Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id