1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Berbicara mengenai manusia, kita tidak bisa melepaskan nya dari 3 pilar,
yaitu anatomi, histologi dan fisiologi, salah satu yang harus ada dalam manusia
adalah kulit, namun kulit manusia tidaklah bebas dari hama. Kulit steril hanya
di dapatkan pada waktu yang singkat setelah lahir.
Bahwa kulit manusia tidak steril mudah dimengerti oleh karena
permukaan kulit mengandung banyak bahan makanan untuk pertumbuhan
organisme. Salah satu masalah yang dapat muncul adalah dermatitis. Dermatitis
adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan endogen yang menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik dan keluhan gatal.
Untuk mengetahui hal tersebut lebih lanjut, maka dalam makalah ini kami
akan membahas secara keseluruhan tentang dermatitis.
II. Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi serangkaian
tugas dari case "Tn. Ma’il". Selain itu juga untuk menambah ilmu pengetahuan,
dan sebagai media untuk belajar bagi yang membacanya.
2. 2
III. Kasus
Page 1
Anda adalah seorang mahsiswa kedokteran yang sedang bertugas di departemen
kulit dan kelamin ketika seorang pasien bernama Tn. Ma’il usia 30 tahun datang
dengan keluhan utama terdapat banyak ketombe di kepala sejak 3 minggu terakhir.
Keluhan tersebut disertai oleh timbulnya bercak bercak kemerahan dan bersisik
putih kekuningan di alis, pipi, dan daerah jenggot akan tetapi tidak gatal.
Pasien mencoba mengatasi keluhannya dengan menggunakan shampo dan sabun
yang di belinya di toko obat, tetapi tidak mengalami perbaikan.
Instruction :
a. Identifikasi masalah pada Tn Mail !
b. Apa hipotesis berdasarkan anamnesis di atas ?
c. Apakah informasi yang dibutuhkan untuk mencapai kesimpulan
Page 2
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat HIV positif
Konsulen kulit kelamin melakukan pemeriksaan fisik dan ditemukan :
A. Status generalis
1) Keadaan umum : tampak sakit sedang
2) Kesadaran : compos mentis
3) Tanda vital : TD : 120/80 R : 20x/menit N: 90/menit T : 37 C
4) Kepala : normocephal, rambut tidak mudah di cabut
5) Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
6) THT : normotia, deviasi septum (-) , faris hiperemis (-)
7) Leher : kelenjar tiroid dan KGB tidak teraba membesar
8) Thorax : jantung paru DBN
9) Abdomen : datar, bising usus (-) nyeri tekan (-)
10) Ekstermitas : edema (-) , kuku tidak ada kelainan
3. 3
B. Status Dermatologis
Pada kulit kepala, alis, lipat nasolabial dan janggut tampak bercak bercak
eritematosa difus berukuran lentikular sampai numular dengan skuama halus,
berminyak, dan kekuningan di atasnya. Pada kulit kepala lesi tidak melewati
garis rambut. Pada kuku dan mukosa tidak ditemukan adanya kelainan.
Pemeriksaan laboratorium :
Tes Eliza : HIV reaktif
CD4 : < 200
Pemeriksaan Parasitologi :
Kerokan kulit dengan KOH 10% : tidak ditemukan hifa dan atau artrospora.
Instruction :
1) Apa hipotesis anda sekarang ?
2) Informasi apa yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa berdasarkan data
di atas?
Page 3
Pemeriksaan penunjang :
Histopatologis :
a. Tampak temuan non spesifik berupa hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis,
aksentuasi rete ridges, dan spongiosis fokal.
b. Tampak sel limpohistiosit (serbukan ringan ) di daerah epidermis superfisial
Instruction :
1) Apa hipotesis anda sekarang ?
2) Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk kondisi di atas ?
3) Bagaimana prognosis pasien ini ?
4. 4
Page 4
Epilogue
spesialis kulit kelamin mengatakan bahwa Tn.Mail menderita Dermatitis Seboroik dan
di beri terapi berupa kortikosteroid topikal , keratolitik dan shampo selenium sulfida.
Untuk terapi HIV nya pasien dikonsultasikan ke internis
Setelah beberapa hari , terapi keluhan kulitnya membaik.
IV. Learning Progress Report
5. 5
V. Terminologi
a. Tes Elisa : enzym linked imunno sorbent assay; setiap imunoessay enzim
yang menggunakan imunoreaktan berlabel enzim dan imunosorbent.
b. Hiperkeratosis : Penabalan stratum korneum
c. Parakeratosis : penebalan staratum korneum dan intinya masih terlihat
d. Akantosis : penebalan statum spinosum
e. Aksentuasi rate ridges: penipisan epidermis karena sel sel mengecil dan
berkurang
f. Spongiosis fokal : penimbunan cairan di antara sel sel epidermis sehingga
celah diantara sel bertambah renggang.
g. Sel limfohistiosit : serbukan sel radang
h. Dermatitis : peradangan kulit
i. Dermatosis : setiap penyakit kulit, terutama dermatosis yang tidak di tandai
dengan peradangan
VI. Problem
a. Apa yang menyebabkan timbulnya ketombe ?
b. Bagaimana mekanisme munculnya ketombe ?
c. Apakah ada hubungan KT dengan munculnya ketombe ?
d. Mengapa tempat predileksinya di alis, pipi, dan daerah janggut ?
e. Apa kandungan shamponya ?
f. Mengapa keluhan tidak disertai gatal ?
VII. Hipotesis
Dermatitis seboroika
Psoriasis seboroika
Alopesia seboroik
Dermatitis kontak alergi
Tinea kapitis
7. 7
IX. More Info
1. Ciri ciri dermatitis seboroik ?
2. Distribusi rambut ?
3. Aktivitas sebelum keluarnya keluhan utama dan tambahan ?
4. Apa ada riwayat alergi ?
5. Apa yang pertama muncul, keluhan utama atau tambahan , atau muncul secara
bersamaan ?
6. Pemeriksaan fisik nya bagaimana (head to toe ) ?
7. Bagaimana status dermatologisnya ?
8. Bagaimana pemeriksaan laboratorium nya ?
X. I don’t know
1. Dermatitis
2. Dermatitis eritoskuamosa
3. Dermatitis seboroik
4. Interpretasi kasus
5. Mekanisme DKA dan DKI
XI. Learning issue
1. Dermatitis
Klasifikasi
Definisi
Sinonim
Etiologi
Epidemiologi
Gejala klinis
Diagnosa
10. 10
BAB II
PEMBAHASAN
a. Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan kulit sebagai respon terhadap pengaruh faktor
eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.
Etiologi nya dapat berupa eksogen : Bahan kimia, Fisik, Mikroorganisme, atau
endogen : Dermatitis Atopik
Gejala klinis nya umumnya gatal, namun tergantung pada stadium penyakit
1. Stadium akut : eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga
tampak basah
2. Stadium subakut : eritema dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi
krusta
3. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan
likenifikasi
Tata nama dan klasifikasi
Belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanama dan klasifikasi
1. Berdasarkan etiologi, Ex : dermatitis kontak, radiodermatitis, dermatitis
medikamentosa)
2. Berdasarkan morfologi
3. Berdasarkan bentuk
4. Berdasarkan lokalisasi
5. Berdasarkan stadium penyakit
11. 11
Dermatitis sendiri tediri atas :
1. Dermatitis kontak
Dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit.
Jenis : kontak iritan dan kontak alergik
a. Dermatitis Kontak Iritan
Adalah reaksi peradangan kulit nonimunologik yang terjadi langsung tanpa
didahului proses sensitisasi. Dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan. Jumlah penderita cukup banyak, terutama yang ada hubungannya
dengan pekerjaan
Etiologi : bahan yang bersifat iritan
Gejala Klinis : sangat beragam bergantung pada sifat iritan
DKI diklasifikasikan menjadi 10 macam :
1. DKI akut
2. Lambat akut
3. Rx. Iritan
4. Kumulatif
5. Traumateratif
6. Eksikasi ekzematik
7. Pustular
8. Akneformis
9. Noneritematosa
10.Subyektif
Ada juga yang membagi menjadi 2 kategori :
1. Kategori mayor : DKI akut dan DKI kumulatif
2. Kategori lain : DKI lambat akut, Rx. Iritasi, DKI traumatik, DKI
eritematosa, dan DKI subyektif.
12. 12
(a) DKI akut
Contoh : luka bakar oleh bahan kimia
Etiologi : iritan kuat atau basa kuat
Gejala Klinis : kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar
Efloresensi :eritema edema, bula, nekrosis, berbatas tegas dan umumnya
asimetris.
(b) DKI Kumulatif
Nama lain : DKI kronis
Etiologi : kontak berulang-ulang dengan iritan lemah
Gejala Klinis: kulit kering, eritema, skuama, kulit menjadi tebal
(hiperkeratosis) & likenifikasi, difus. Bila kontak terus bisa menyebabkan fisur
pada kulit, mis kulit tumit tukang cuci. Sering berhubungan dengan pekerjaan.
13. 13
(c) DKI akut lambat
Etiologi : iritan kuat atau basa kuat
Gejala Klinis : kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, tetapi baru mincul 8 - 24
jam/lebih setelah kontak
Bahan iritan yang menyebabkan DKI akut lambat, mis podofilin, antralin,
tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofluorat.
(d) Reaksi Iritan
Pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah.
Kelainan kulit dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, & erosi.
Dapat sembuh sendiri.
Dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif.
(e)DKI Traumatik
Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas/laserasi
Gejala : dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu
Sering terdapat di tangan.
(f)DKI Non erimatosa
Merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan fungsi sawar stratum
korneum tanpa disertai kelainan klinis.
(g) DKI Subyektif
Disebut DKI sensori. Kelainan kulit tidak terlihat; namun penderita merasa
seperti tersengat(pedih) atau terbakar(panas) setelah kontak dengan bahan
kimia tertentu, mis asam laktat.
14. 14
Pengobatan
Menghindari pajanan iritan serta menyingkirkan faktor yang memperberat
Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan diberikan kortikosteroid topikal,
mis hidrokortison
Memakai alat pelindung diri yang adekuat jika bekerja ditempat yang terpapar
dengan bahan iritan.
b. Dermatitis kontak alergik
Pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen
Terjadi pada orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif)
Etiologi : bahan kimia sederhana yang berat molekulnya rendah, merupakan
alergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat
menembus stratum korneum sehingga mencapai epidermis dibawahnya.
Gejala klinis umumnya gatal, kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis
dan lokalisasinya
Lokasi terjadinya DKA yaitu : Tangan, Wajah, Telinga, Leher, Badan, Genitalia,
Paha dan tungkai bawah
Pengobatan
Mencegah terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan
kelainan kulit yang timbul, Kortikosteroid, mis prednison 30mg/hari
2. Dermatitis atopic
Keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal. Umumnya terjadi
pada bayi dan anak-anak.
Sinonim : ekzema atopik, ekzema konstitusional, ekzema fleksural,
neurodermitis diseminata, prurigo, Besnier
15. 15
Di negara agraris terjadi pada anak mencapai 10 – 20% dan pada orang dewasa
1-3 %. Dinegara agraris prevalensi jauh lebih rendah.
Gambaran Klinis : kulit umumnya kering, pucat, kadar lipid di epidermis
berkurang, kehilangan air lewat epidermis meningkat, jari teraba dingin, sering
merasa cemas, egois, frustasi, aggressive atau merasa tertekan. Gejala utama :
pruritus dapat timbul setiap hari (paling hebat pada malam hari)
DD : dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dermatitis numularis, skabies,
iktiosis, psoriasis, dermatitis herpetiformis
Pengobatan antara lain :
Non farmako : edukasi
Farmako :
1. Topikal : kortikosteroid topikal : sebagai anti inflamasi lesi kulit ; Ex:
hidrokortison (bayi), triamsinolon (anak dan dewasa)
2. Sistemik : kortikosteroid sistemik, Antihistamin, Anti infeksi : generasi
sefalosporin
3. Terapi sinar : untuk DA yang berat dan luas digunakan PUVA, seperti
dipakai pada psoriasis
Prognosis : Sulit diramal. Buruk ketika kedua ortunya menderita DA
3. Neurodermatitis Sirkumskripta
Adalah peradangan kulit kronis gatal, sirkumstrip di tandai dengan kulit tebal
dan garis kulit tampak lenih menonjol menyerupai kulit batang kayu.
Gejala klinis berupa gatal yang sangat hebat, lesi biasanya tunggal, pada
walnya berupa plak erirematosa, sedikit edematosa lambat laun menjadi edema
dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama dan menebal,
hiperpigmentasi, batas kulit normal menjadi tidak jelas.
16. 16
Penyakit ini tidak terjadi pada anak anak, melainkan usia 30-50 tahun, terjadi di
scalp, tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum,
perianal, paha bagian medial, lutut, tungkai bawah lateral.
Pengobatan
Non farmako : perlu dijelaskan pada pasien bahwa garukan akan memperparah
penyakitnya
Farmako : untuk mengurangi rasa gatal di berikan antipritus, kortikosteroid
topikal, intralesi, produk ter. Untuk anti histamin di gunakan yang mempunyai
efek sedatif , dapat pula di berikan tipokal krim doxepin 5%.
Prognosis bergantung pada penyebab dan status pisiologik penderita
4. Dermatitis Numularis
Dermatitis yang berupa lesi berbentuk mata uang logam berbatas tegas dengan
efloresensi papula vesikel, dan mudah pecah.
Terjadi pada dewasa pria ataupun wanita, biasanya mengeluh gatal, lesi akut
berupa vesikel dan papulavesikel, lelu membesar dengan cara berkonfluensi
kesamping dan membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam.
Lesi mengalami eritematosa dengan sedikit edematosa dan berbatas tegas,
lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi, mengering dan membentuk krusta
kekuningan.
Penyakit ini cenderung hilang timbul, lesi juga bisa terdapat di beberapa tempat
yang mengalami trauma.
Pengobatan :
Bila kulit kering berikan pelembab, secara topikal lesi dapat diobati dengan
antiinflamasi, bila msih eksudatif, lesi di kompres dengan larutan permanganas
1:10.000. Prognosis penyakit ini menimbulkan lesi yang tidak hilang kecuali
dalam masa pengobatan.
5. Dermatitis Statis
Adalah dermatitis sekunder akibat insufiensi kronik vena tungkai bawah.
Gejala bisa terjadi karena adanya tekanan vena yang meningkat pada tungkai
17. 17
bawah sehingga pelebaran vena atau verises terjadi. Lalu kulit merah
kehitaman dan berbentuk purpura
Penyakit ini dapat mempunyai komplikasi berupa ulkus diatas malelusa.
Diagnosa bandingnya dengan DK, DN dan penyakit schambarg.
Pengobatan menggunakan kompresan pada eksudat, dan di berikan
kortikosteroid potensi rendah, antibiotika sistemik untuk mengatasi infeksi
sekunder.
6. Dermatitis Autosensitisasi
Adalah dermatitis akut yang timbul pada tempat yang jauh dari fokus inflamasi
lokal, gambaran klinis nya berupa erupsi vesikular akut dan luas, berhubungan
dengan ekzem kronis di tungkai bawah dengan atua tanpa ulkus. Erupsi akut
tersebar simetris, snagat gatal, bisa juga di sertai eritema, papul, dan vesikel.
Penyakit ini mengenai lengan bawah, paha, tungkai bawah, batang tubuh,
muka, tangan , leher, kaki.
Pengobatan : kurangi resiko penyakit awal yang mmicu timbulnya penyakit
seperti ini. Bila lesi basah di kompres, antihistamin untuk gatal, nial ada infeksi
sekunder di berikan antibiotik per or
b. Dermatitis eritoskuamosa
Adalah penyakit ditandai oleh eritema dan skuama, yaitu psoriasis, parapsoriasis,
pitiriasis rosea, eritroderma, dermatitis seboroik, dermatofitosis
1. Psoriasis
Penyakit yang disebabkan oleh autoimun, bersifat kronik dan residif. Ditandai
adanya berak bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kendur, berlapis
dan tranparan, disertai fenomen tetesan lilin, Auspitz dan kobner
Sinonim: Psioriasis Vulgaris
Epidemiologi: kulit putih labih tinggi terkena resiko disbanding orang kulit
hitam
18. 18
Etiopatogenesis: Faktor genetic, Faktor imunologik, Faktor pencetus :
Stress psikis, infeksi local, trauma, endokrin, gangguan metabolic, obat, alcohol
dan merokok
Puncak insiden : Psoriasis -> waktu pubertas dan menopause
Kehamilan -> membaik
Pascapartus -> memburuk
Gejala klinis : Keadaan umum tidak dipengaruhi kecuali psoriasis ->
eritroderma, Sebagian penderita mengeluh gatal ringan
Tempat predileksi : Skalp, perbatasan daerah tsb dengan muka, ekstremitas
bagian ekstensor terutama siku dan kutut dan lumbosakral
Kelainan: bercak eritemate yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya.
Eritema sirkumskrip dan merata.
Pada penyembuhan: sering eritema yang ditengah menghilang dan hanya
terdapat di pinggir
Skuama berlapis , kasar dan warna putih seperti mika srta transparan
Besar kelainan: Lentikular, numular/plakat dapat berkonfluensi
Dulu psoriasis ada dengan gejala khas:
a) Fenomena tetesan lilin adalah skuama berubah warna menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh indeks bias.
b) Fenomena Auspitz : Tampak serum/ darah berbentuk2 yang disebabkan
papilomatosis
c) Fenomena Kobner: Traumapada penderita psoriasis. Misalnya : garukan
Psoriasis dapat menyebabkan kelaina kuku , yakni sebanyak kira2 50% yang
agak khas adalah pitting nail/ nail pit berupa lekukan2 miliaar
19. 19
Kelainan tidfak khas adalah kuku keruh, tebal, bagian distal terangkat karena
terdapat lapisan tanduk dibawahmya
Bentuk klinis
a) Psoriasis vulgaris
-lesi umumnya berbentuk plak
b) Psoriasis inversa (psoriasis fleksural)
Predileksi daerah fleksor
c) Psoriasis eksudativa
Biasanay kelainan keringm tapi pada bentuk ini akut
d) Psoriasis seboroik
Gabungan antara psoriasis dan skuama kering menjadi berminyak dan agak
lunak
e) Psoriasis pustulosa
Psoriasis pustulosa pada plantar bersifar kronik dan residif
Penatalaksanaan
1) kortikosteroid, Prednisone 30 mg/hari
- Setelah membaik dosis diturunkan perlahan lalu diberi dosis
pemeliharaan
- Penghentian mendadak dapat menyebabkan kekambuhan dan terjadi
psoriasis pustulosa
2) metotreksat
Indikasi : psioriasis
21. 21
2. Parapsoriasis
Adalah kelainaan eritoderma bersisik yang makulopapular, menetap, dan
lambat berkembang tanpa gejala sebjektif dan resisten terhadap pengobatan.
Etiologi penyakit ini belum ditemukan , biasa nya penyakit ini timbul tanpa
keluhan yang berarti. Kelainan hanya terditeksi dari eritema dan skuama.
Klasifikasi
a. Parapsoriasis Gutata
Terjadi pada dewasa muda, dengan angka kejadian pada pria lebih tinggi
dibanding wanita, efloresensi berupa papul miliar lentikular, eritema dan
skuama, hemoragik, dan berkonfluensi. Predileksi nya pada badan, lengan
atas, dan paha. Gambaran histopatologik nya berupa infiltrate
limfohistosilik di sekitar pembuluh darah dengan jumlah yang sedikit,
terjadi hiperplaisa epidermal.
b. Parapsoriasis Variegata
Efloresensi nya berupa skuama, eritema bergaris garis seperti jebra, daerah
predileksi nya di badan, bahu, tungkai.
Gambaran histopatologik nya epidermis tampak menipis, parakeratosis, di
dermis terdapat infiltrate berupa pita yang terdiri dari limfosit.
22. 22
c. Parapsoriasis En Plaques
Epidemiologi pada pria dewasa lebih tinggi, efloresensi nya berupa bercak
eritematosa, permukaan datar, bulat dan lonjong dengan diameter 2,5 cm.
Skuama coklat atau agak kekuningan.
Tempat predileksi nya di badan dan ektermitas.
Gambaran histopatologik nya tidak khas.
Diagnosis banding nya dengan pitiriasis rosea dan psoriasis
Pengobatan dengan penyinaran ultraviolet, untuk farmakologi nya diberikan
kalsiferol, preparen, obat anti malaria, derivat sulfon, obat sitostatik, dan vitamin
E. Prognosis nya baik, namun jika sudah kronis terjadi mikosis fungoides.
23. 23
3. Pitiriasis Rosea
Terjadi pada semua umur dengan iklim lembab, namun etiologi penyakit ini
belum jelas, gejala klinis yang timbul adalah gatal ringan, dengan gambaran
efloresensi berbentuk oval dan anular, terdapat eritema, urtika, skuama halus di
pinggir , vesikel, papul, lesi serentak atau bisa muncul dalam beberapa hari.
Tempat predileksi nya dibadan, lengan, dan paha bagian atas. Diagnosa
bandinganya adalah tinea korporis, dermatitis seboroika, atau sifilis.
Gambaran histopatologisnya berupa epidermis terdapat spongiosis dan vesikel
di atas lapisan malpighi dan sub kornea. Pemeriksaan histopatologik nya
dengan serologis dan pemerikasaan kerokan kulit dengan KOH 10%.
Pengobatan nya dengan antihistamin (CTM 3 x 4 gram ), dan bedak asam
salsilat dengan menthol.
24. 24
c. Dermatitis seboroik
Adalah peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea.
Istilah dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari
oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat tempat seboroik.
Etiologi nya di duga akibat aktivitas kelenjar sebasea yang meningkat, glandula
tersebut aktif pada bayi baru lahir. Umur: pada orang dewasa dan anak-anak
Jenis kelamin: lebih sering pada pria
Faktor yang mempengaruhi
Bangsa/ras: semua bangsa
Makanan: lebih sering pada orang yg sering mengkonsumsi lemak dan alkohol.
Iklim: insiden meningkat pada iklim dingin.
Keturunan: tidak berpengaruh tetapi cenderung menigkat pada orang yg stres
secara emosional.
Lingkungan: yang menyebabkan kulit menjadi lembap dan maserasi akan lebih
mudah menyebabkan penyakit.
Gejala Klinis
Biasanya kulit penderita tampak berminyak , dengan pityrosporum ovale yang
hidup komensal di kulit dan berkembang menjadi lebih subur. Pada kepala tampak
eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan
menghasilkan skuama yg putih dan berminyak. Penderita akan mengeluh rasa gatal
yg hebat.
Distribusinya simetris dan biasanya melibatkan daerah berambut pada kepala
meliputi kulit kepala, alis mata, kumis dan jenggot. Adapun lokasi lainnya bisa
terdapat pada dahi, lipatan nasolabial, kanalis auditoris external dan daerah
belakang telinga. Sedangkan pada tubuh dermatitis seboroik dapat mengenai daerah
presternal dan lipatan-lipatan kulit seperti aksila, pusar, inguinal, infra mamae, dan
anogenital
25. 25
Gambaran histopatologik nya berupa pada epidermis di temukan parakeratosis
fokal dengan abses munro. Pada dermis terdapat pelebaran ujung pembuluh darah
di puncak stratum papilaris di sertai serbukan sel-sel neutrofil dan monosit.
Pemerikasaan penunjang Px mikroflora dari kulit kepala untuk melihat
pityrosporum ovale. Menentukan indeks mitosis pada kulit kepala yang
berketombe.
Efloresensi berupa Makula eritematosa yg di tutupi papula-papula miliar berbatas
tak tegas, dan skuama halus putih berminyak. Kadang-kadang di temukan erosi
dengan krusta yg sudah mengering berwarna kekuningan.
Penyakit ini menurut usianya di bagi menjadi 2 yaitu
a. Pada remaja dan dewasa
Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama
berminyak ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan
nasolabial atau pada belakang telinga. Skuama muncul pada kulit yang
berminyak di daerah dengan peningkatan kelenjar sebasea (misalnya aurikula,
jenggot, alis mata, tubuh (lipatan dan daerah infra mamae), kadang-kadang
bagian sentral wajah dapat terlibat.
Pada masa remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya sebagai scalp
scaling (ketombe) atau eritema ringan pada lipatan nasolabial pada saat stres
atau kekurangan tidur
b. Pada bayi
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada
verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada
bayi sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Dermatitis seboroik general
pada bayi dan anak-anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan
dengan defisiensi sistem imun. Anak dengan defisiensi sistem imun yang
26. 26
menderita dermatitis seboroik general sering disertai dengan diare dan failure
to thrive (Leiner’s disese).
Diagnosis banding
a. psoriasis: biasanya berskuama kasar, putih Mengkilat, berlapis-lapis
b. tinea barbae: pada daerah jenggot berupa papula menyerupai folikulitis yang
dalam.
c. tinea kapitis: tampak bercak-bercak botak dengan abses yang dalam , rambut
putus dan mudah di lepas.
d. Pitiriasis rosasea: Pitiriaris rosasea dapat terjadi eritem pada wajah menyerupai
dermatitis seboroik. Meskipun rosasea cenderung melibatkan daerah sentral
wajah tetapi dapat juga hanya pada dahi. Pada pitiriasis rosea, skuamanya halus
dan tak berminyak. Sumbu panjang lesi sejajar dengan garis kulit
Pengobatan
Keratolitik
Terapi lain untuk dermatitis seboroik dengan menggunakan keratolitik.
Keratolitik yang secara luas dipakai untuk dermatitis seboroik adalah
menggunakan shampo yg mengandung selenium sulfida (selsun), ketokonazol
(nizoral), ter (tegrin, sebutone), asam salisilat (sebulex) dan peyritioneyin (head
& shoulder).
Untuk predileksi di kepala dpt di berikan minyak kacang (dermasmoothe/FS)
di oleskan di bawah shower cap.
Obat anti inflamasi (immunomodulatory). Terapi konvensional untuk
dermatitis seboroik dewasa pada kulit kepala dengan steroid topikal atau
27. 27
inhibitor calcineuron. berupa shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio
steroid topikal, losio yang dioleskan pada kulit kepala atau krim pada kulit.
Anti jamur topikal lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan flukonazole
(Diflucan) mempunyai efek anti inflamasi juga.
Anti jamur (selenium sulfide, pytrithion zinc, azola, sodium sulfasetamid dan
topical terbinafin) dapat menurunkan kolonisasi oleh ragi lipopilik.
Penatalaksanaan farmakologi
Umum: hindari semua faktor yg memperberat, makanan berlemak, dan sters
emosi. Perawatan rambut, dicuci dan di bersihkan dengan sampo
Khusus:
Sistemik:
1.Anti histamin H1 sebagai penenang dan anti gatal
2. Vit B komplek
3.Kortikosteroid oral
4.Antiboiotik seperti penisilin, eritromisin pada infeksi sekunder.
5. Obat dari golongan azole
Topikal:
Cuci rambut dengan selenium sulfida atau larutan salisil 1% atau larutan
belerang 2-4 % dalam bentuk krim
Kortikosteroid topikal atau krim dpt memberi kesembuhan sementara
Prognosis: Baik, jika faktor pencetus dapat di hilangkan.
28. 28
d. Interpretasi kasus
a. Keluhan Utama : banyak ketombe di kepala sejak 3 minggu terakhir
Interpretasi : dari keluhan utama didapatkan adanya ketombe pada
kulit kepala, hal ini dapat mengindikasikan kelainan pada kulit kepala yaitu
Pitiriasis sika (ketombe) atau kelainan kulit lain yang predileksinya di kepala
seperti dermatitis seboroik ataupun psoriasis.
b. Keluhan tambahan : bercak-bercak kemerahan dan bersisik putih kekuningan
di alis, pipi, dan daerah janggut dan tidak gatal
Interpretasi : dari keluhan bercak kemerahan bersisik putih
kekuningan, dapat di hipotesiskan dermatitis seboroik dan psoriasis, karena
gejalanya sesuai. Lesi tidak gatal, kemungkinan penyakit kulit ini tidak
disebabkan oleh jamur.
c. Riwayat Penyakit Dahulu: HIV positif
Interpretasi : adanya riwayat HIV AIDS mungkin merupakan faktor
predisposisi dari penyakit ini karena penyakit AIDS dapat menurunkan status
imunologi(menurunkan kekebalan tubuh).
Vhjjnj Pemeriksaan fisik:
d. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum (sakit sedang), kesadaran (compos mentis)
Interpretasi : KU sakit sedang menandakan kelainan kulit masih ringan
(belum berat atau sistemik sampai menggangu aktivitas dll )
Tanda vital : TD(120/80 mmHg), Respirasi (20x/menit), Nadi:
90x/menit, Suhu: 37 C
Interpretasi : Tekanan darah normal menandakan tidak adanya
kelainan hipertensi, Suhu normal menandakan kelainan kulit ini bukan
disebabkan oleh infeksi (jika karena infeksi, suhu akan meningkat)
Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah dicabut
Interpretasi : keadaan normocephal menandakan tidak terjadinya
malnutrisi, rambut yang tidak rapuh menandakan
29. 29
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Interpretasi : konjungtiva tidak anemis menandakan tidak terjadi
anemia atau malnutrisi. Sklera tidak ikterik(kuning) memandakan tidak ada
kelainan dalam pigmentasi seperti hepatitis.
Thorax : Jantung, paru: dbn
Interpretasi : Tidak ada kelainan sistemik pada jantung dan paru yang
menyertai penyakit kulit ini.
Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan(-)
Interpretasi : bising usus normal, menandakan penyakit kulit ini tidak
disertai oleh gangguan saluran cerna. Tidak adanya nyeri tekan,
menandakan tidak adanya kelainan seperti pembesaran pada organ-organ
visceral.
Ekstremitas : edema(-), kuku normal
Interpretasi : tidak adanya edema pada ekstremitas menandakan tidak
terjadinya perpindahan protein-protein dan air ke dalam jaringan
interstitial. Kuku normal menandakan tidak adanya infeksi jamur, dan tidak
adanya kelainan vaskuler (capillary refill normal).
e. Pemeriksaan dermatologis:
Pada kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, janggut tampak bercak-bercak
eritematosa difus berukuran lentikular sampai numular dengan skuama halus,
berminyak, dan kekuningan di atasnya.
Pada kuku dan mukosa tidak ditemukan adanya kelainan.
Interpretasi : dari pemeriksaan didapatkan bercak eritema dengan skuama
halus ,dari sini dapat kita hipotesiskan dermatitis seboroik dan psoriasis
seboroik, karena gejala-gejalanya sesuai. Namun skuama yang berminyak dan
kekuningan lebih mengarah ke dermatitis seboroik, sedangkan pada psoriasis
skuama berwarna putih dan berlapis-lapis. Dengan begitu hipotesis psoriasis
dapat dilemahkan.
30. 30
f. Pemeriksaan Laboratorium: Tes Eliza (HIV reaktif), CD4(<200)
Interpretasi : pemeriksaan ELISA menandakan adanya infeksi HIV. Lalu
pengukuran limfosit CD4 digunakan untuk mengetahui stadium dari penyakit
HIV AIDS ini.
g. Pemeriksaan Parasitologi:Kerokan kulit dengan KOH 10%, tidak ditemukan
hifa atau pun artospora
Interpretasi : kerokan kulit dengan KOH tidak ditemuka hifa atau spora
menandakan penyakit kulit ini jelas tidak disebabkan oleh jamur.
h. Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan Histopatologis : hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis aksentuasi
rete ridges dan spongiosis fokal. Tampak sel limfohistiosit(sebukan ringan) di
daerah dermis superficial serta vasodilatasi pada lapisan dermis
Interpretasi : Pemeriksaan histopatologis dalam pemeriksaan penunjang
diperlukan untuk membedakan antara penyakit utama(diagnosis) dengan
diagnosis bandingnya. Dalam pemeriksaan ini didapatkan ambaran
parakeratosis, yaitu penebalan lapisan epidermis(pola dari hiperkeratosis),
dengan sel berinti sampai di stratum korneum. Akantosis yaitu penebalan pada
stratum spinosum. Serta pemanjangan rete ridges dan vasodilatasi pembuluh
darah pada bagian dermis. Hal ini menunjukan adanya kelainan kulit yaitu
dermatosis eritroskuamosa.
HIV
HIV merupakan retrovirus ( virus RNA ) yang mampu mengkode enzyim khusus
reserve transcriptase yang memungkinkan DNA di transkripsikan dari RNA sehingga
HIV dapat menggadakan gen mereka sendiri sebagai DNA di dalam sel inang seperti
limfosit helper CD4, DNA Virus bergabung dengan gen limfosit dan hal ini adalah
dasar dari infeksi kronis HIV.
31. 31
Imunopatogenesis
Sasaran utama virus HIV oleh subset limfosit yan berasal dari tymus ( sel helper/
inducter )
↓
Pada permukaan sel ini terdapat molekul glikoprotein disebut CD4 yg berikatan dgn
glikoprotein envelope virus HIV
↓
Kerusakan CD4 merupakan salah satu penyebab terjadsinya efek imunosupresif oleh
virus
↓
Fungsi terganggu oleh adanya ikatan ikatan oleh virus Hiv
↓
HIV yang sudah masuk ke dalam sel limfosit CD4
↓
Mengadakan multiplikasi dengan cara menumpang dalam proses pertumbuhan sel
inangnya
↓
Di dalam sel limfosit CD4, HIV mengadakan replikasi dan merusak sel
↓
Apabila sudah matang virus virus keluar
↓
Masuk ke dalam sel limfosit CD4 yang lain
↓
Berkembang biak dan merusak sel tersebut
32. 32
Sel Limfosit CD4
Sel limfosit CD4 berperan mengatur respon tubuh yang utama, ketika CD4 di
aktifkan oleh kontak antigen maka CD4 berespon dengan melakukan pembelahan sel
dan menghasilkan limfokin, limfokin akan merangsang interferon , interleukin , dan
TNF yang berfungsi menghasilkan hormon lokal yang mengendalikan pertumbuhan
dan maturasi sel linfosit tipe lain yaitu sel T sitotoksik/ supresor (CD8) , limfosit
pengghasil antibodi, dan memicu maturasi dan fungsi monosit dan makrofag jaringan.
Sel sel ini muncul pada awal infeksi dalam beberapa hari atau minggu, sehingga
terdapat peningkatan jumlah sel sititoksik atau supresor CD8, teteapi meskipun
penderita masih berada dalam kondisi seropositif sehat, pada paparan ujung antigen
yang tidak terjadi peningkatan sel CD8 lagi, hal ini karena berkurangnya limfokin IL-
2 yang dikeluarkan sel limfosit CD4 untuk memicu CD8.
Seseorang akan teteap seropositif dan sehat untuk jangka waktu yang lama, pertanda
progresif penyakit ini selain gejala klinis ditujukan dengan cepat penurunan jumlah
linfosit CD4 serta sel limfosit CD8.
Hal ini menyebabkan gangguan produksi limfokin oleh limfosit CD4 , fungsi sel sel
lain sehingga HIV akhirnya akan mnyebabkan penurunan imunitas tubuh.
i. Mekanisme DKA
Patogenesis Dermatitis Kontak Alergi (DKA) :
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) termasuk reaksi tipe IV yang merupakan
hipersensitivitas tipe lambat. Patogenesisnya melalui 2 fase yaitu induksi (fase
sensitisasi) dan fase elisitasi.
Fase induksi (fase sensitisasi) : terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit
sampai limfosit mengenal dan memberi respons, yang memerlukan 2-3 minggu.
Pada fase induksi/fase sensitisasi ini, hapten (protein tidak lengkap masuk ke dalam
kulit dan berikatan dengan protein karier membentuk antigen yang lengkap.
Antigen ini ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh makrofag dan sel langerhans.
Kemudian memacu reaksilimfosit T yang belum tersensitisasi di kulit sehingga
sensitisasi terjadi pada limfosit T. Melalui saluran limfe, limfosit tersebut
bermigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk
berdifferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi
33. 33
secara spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam
sirkulasi, sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh,
menyebabkan keadaan sensitisasi yang sama di seluruh kulit tubuh.
Fase elisitasi terjadi saat pajanan ulang dengan alergen yang sama sampai timbul
gejala klinis. Pada fase elisitasi, terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama. Sel
efektor yang telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mampu menarik
berbagai sel radang sehingga terjadi gejala klinis.
34. 34
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dermatitis seboroik adalah kelainanan kulit dengan gejala klinis eritema dan skuama
berminyak kekuningan yang predileksinya di tempat seboroik (tempat-tempat yang
menghasilkan sebum). Dermatitis seboroik termasuk kelainan kulit dermatosis
eritroskumosa karena gejalanya berupa adanya eritema dan skuama. Dermatitis
seboroik ini dapat lebih buruk lagi apabila terdapat faktor predisposisi seperti status
seboroik, keaktifan gandula sebasea, faktor kelelahan, stress emosional, infeksi,
defisiensi imun. Biasanya puncak insiden pada umur 18-30 tahun. Dapat pula terjadi
pada bayi, dan lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Saran
Kami sangat menyadari banyak sekali kekurangan dari makalah ini. Maka dari itu,
jika menemui keganjilan-keganjilan tertentu, disarankan agar mencari referensi buku
lain, bisa dari daftar pustaka makalah ini, atau pun buku terpercaya lainnya
35. 35
Daftar Pustaka
Budimulja, U., 2008. Ilmu Penyakit Kelamin Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Dorland, Kamus Kedokteran, EGC, Jakarta
Marks, J. G., Miller, J. J., 2006. Lookingbill and Marks’ Principles of Dermatology Fourth
Edition. Elvesier Saunders, India.
Wolf, K., Johnson, R. A., 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology Sixth Edition. Mc Graw Hill, New York.
www.google.com