Dermatosis seborea adalah kondisi produksi sebum berlebihan pada daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kepala, wajah dan badan. Dokumen ini membahas pengertian, klasifikasi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, pemeriksaan dan penatalaksanaan dermatosis seborea. Dermatosis seborea disebabkan oleh berbagai faktor seperti aktivitas kelenjar sebum berlebihan, infeksi jamur dan bakteri, serta
1. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dermatosis seborea merupakan keadaan terjadinya produksi sebum (sekret dari
kelenjar sebasea) yang berlebihan pada daerah – daerah tempat kelenjar tersebut terdapat dalam
jumlah yang besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, pada kedua sisi hidung serta
bibir atas, daerah pipi, telinga, aksila, di bawah payudara, lipat paha, dan lipatan glutus di
daerah pantat).
Dermatosis seborea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic
eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari
kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang
menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang
terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa
sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga
dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap
dermatitis seboroik sama dengan ketombe.
DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah ditemukan pada
tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak paling sering pada usia di
bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit
kepala dan folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Jamur Pityrosporum ovale
kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk
menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora
normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena
jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik
dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam penyusunan makalah ini diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan dermatosis seborea?
2. Apa klasifikasi dari dermatosis seborea?
3. Apa epidemiologi dari dermatosis seborea?
4. Apa etiologi dari dermatosis seborea?
5. Apa patogenesis dari dermatosis seborea?
6. Apa pemeriksaan penunjang dari dermatosis seborea?
7. Apa penetalaksanaan medis dan keperawatan dermatosis seborea?
8. Bagaimana asuhan keperawatan dari dermatosis seborea?
1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan dermatosis seborea?
Untuk mengetahui apa klasifikasi dari dermatosis seborea?
Untuk mengetahui apa epidemiologi dari dermatosis seborea?
Untuk mengetahui apa etiologi dari dermatosis seborea?
Untuk mengetahui apa patogenesis dari dermatosis seborea?
Untuk mengetahui apa pemeriksaan penunjang dari dermatosis seborea?
Untuk mengetahui apa penetalaksanaan medis dan keperawatan dermatosis seborea?
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari dermatosis seborea?
1
2. BAB II
PEMBAHASANA
2.1 Pengertian
Dermatosis seborea merupakan keadaan terjadinya produksi sebum (sekret dari kelenjar
sebasea) yang berlebihan pada daerah – daerah tempat kelenjar tersebut terdapat dalam jumlah yang
besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, pada kedua sisi hidung serta bibir atas, daerah
pipi, telinga, aksila, di bawah payudara, lipat paha, dan lipatan glutus di daerah pantat). Dermatitis
seborea merupakan kelainan di daerah inflamasi kronik kulit dengan predileksi di daerah yang
banyak di pasok dengan kelenjar sebasea atau terletak di antara lipatan kulit tempat bakteri terdapat
dalam jumlah yang banyak.
Dimanapun lokasi timbulnya eksim, gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal.
Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala kemerahan
biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki, namun tidak menutup kemungkinan
kemerahan muncul di daerah lain.
2.2 Klasifikasi
1. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan
bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dermatitis kontaki terbagi 2 yaitu :
Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik);
Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik).
Perbedaan Dermatitis kontak iritan dan kontak alergik
No.
Subjek penilaian
Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak alergik
1.
Penyebab
Iritan primer
Alergen kontak S.sensitizer
2.
Permulaan
Pada kontak pertama
Pada kontak ulang
3.
Penderita
Semua orang
Hanya orang yang alergik
4.
Lesi
Batas lebih jelas
Batas tidak begitu jelas
Eritema sangat jelas
Eritema kurang jelas
Sesudah ditempel 24 jam,
Bila sesudah 24 jam bahan allergen
bila iritan di angkat reaksi
di angkat, reaksi menetap atau
akan segera
meluas berhenti.
5.
Uji Tempel
2
3. 2. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan
kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, tempatnya
dilipatan atau fleksural.
3. Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam
dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
4. Dermatitis seboroik
Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi, hormon, kebiasaan
buruk dan bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di
sekitar leher, alis mata dan di belakang telinga.
Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga:
1. Seboroik kepala
Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-kuningan
sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang disebut Pitriasis Oleosa
(Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas
sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe). Pasien mengeluhkan gatal di kulit kepala disertai dengan
ketombe. Pasien berpikir bahwa gejala-gejala itu timbul dari kulit kepala yang kering kemudian
pasien menurunkan frekuensi pemakaian shampo, sehingga menyebabkan akumulasi lebih lanjut.
Inflamasi akhirnya terjadi dan kemudian gejala makin memburuk.
Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia dan rasa
gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi,
disebut Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi disebut Cradle cap.
Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga sensasi terbakar pada wajah yang
terkena. Dermatitis seboroik bisa menjadi nyata pada orang dengan kumis atau jenggot, dan
menghilang ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan tidak diterapi akan menjadi
tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat terjadi infeksi bakterial.
2. Seboroik muka
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat makula eritem,
yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Bila sampai palpebra,
3
4. bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa didapati di daerah berambut, seperti dagu
dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering
mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbe5.
3. Seboroik badan dan sela-sela
Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus, krural
(lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada permukaannya ada
skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk
seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul
fisura sehingga menyebabkan infeksi sekunder.
2.3 Epidemiologi
Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita.Hal ini mungkin disebabkan karena adanya aktifitas kelenjar sebasea yang
diatur oleh hormon androgen.
Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik dapat menyerang bayi
pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden
memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Berdasarkan
pada suatu survey pada 1.116 anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan
prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada anak perempuan.
Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila umur lebih dari
4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat terlihat pada hampir 35%
pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit Parkinson, paralisis fasial, pityriasis versicolor,
cedera spinal, depresi dan yang menerima terapi psoralen ditambah ultraviolet A (PUVA). Juga
beberapa obat–obatan neuroleptik mungkin merupakan faktor, kejadian ini sering terjadi tetapi
masih belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering terjadi dan sering lebih parah pada musim
dingin yang lembab dibandingkan pada musim panas.
4
5. 2.4 Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan respon kulit
terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa
menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. ( Arief
Mansjoer.1998.”Kapita selekta” ).
Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen, asam, basa ), fisik ( sinar matahari,
suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur);
2. Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.
Patofisiologi
Selain itu berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis seboroik yaitu:
Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan;
Infeksi Pityrosporum ovale;
Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus;
Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal;
Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson);
Respon emosional terhadap stres atau kelelahan;
Proliferasi epidermal yang menyimpang;
Diet yang abnormal;
Obat-obatan (arsen, emas, metildopa, simetidin, dan neuroleptik);
Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban) dan Imunodefisiensi.
5
6. 2.5 Patogenesis
Selama usia kanak – kanak, kelenjar sebasea berukuran kecil dan pada hakekatnya tidak
berfungsi. Kelenjar ini berada di bawah kendali endikrin, khususnya hormon – hormon androgen.
Dalam usia pubertas, hormon androgen menstimulasi kelenjar sebasea dan menyebabkankelenjar
tersebut membesar serta mensekresi suatu minyak alami, yaitu sebum , yang merembes naik hingga
folikel rambut dan mengalir ke luar pada permukaan kulit. Pada remaja yang berjerawat, stimulasi
androgenik akan meningkatkan daya responsif kelenjar sebasea sehingga akne terjadi ketika duktus
pilosebaseus tersumbatoleh tumpukan sebum. Bahan yang bertumpuk ini akan menjadi ketombe.
2.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan
histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit lain, seperti pada
dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis
maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.
Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki karakteristik
yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan parafin disertai
penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
Diagnosis banding dermatitis seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan dan umur dari
pasien. Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis atopik, tinea kapitis dan psoriasis.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, riwayat penyakit, gambaran
klinis maupun hasil dari pemeriksaan penunjang.
Penegakkan diagnosis lainnya dapat dilakukan berdasarkan:
1. Karakteristik skuamanya khas.
2. Pemeriksaan histopatologi
3. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.
4. Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).
2.7 Penatalaksanaan medis dan keperawatan
Penatalaksanaan medis dan keperawatan dermatitis melalui terapi yaitu :
Terapi sitemik yaitu Pada dermatitis ringan diberi antihistamin atau kombinasi
antihistamin, antiserotonin, antigraditinin, arit – SRS – A dan pada kasus berat
dipertimbangkan pemberian kortikosteroid.
Terapi topical yaitu Dermatitis akut diberi kompres bila sub akut cukup diberi bedak kocok
bila kronik diberi saleb.
Diet yaitu Tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP ) Contoh : daging, susu, ikan, kacangkacangan.
Manajemem keperawatan pada pasien Dermatitis seboroik
6
7.
Sarankan pada pasien untuk menghindari iritasai dari luar, factor pemicu yang
menyebabkan muncul lagi dermatitis seboroik ulangan, dan menyarankan untuk tidak
sering menggaruk area yang gatal.
Diskusikan pada pasien untuk menghindari udara ke kulit dan selalu menjaga kebersihan
pelipatan pada kulit dan usahakan supaya tetap kering.
Instruksikan untuk menggunakan shampoo dan menghindari kebiasaan yang buruk.
Beritahu pasien bahwa dermatitis seboroik adalah masalah yang sangat kronik dan tidak
tertutup kemungkinan untuk muncul lagi.
Ajarkan pada pasien menempelkan cara-cara untuk mengghindari dermatitis.
2.8 Asuhan keperawatan dari penyakit dermatosis seborea
a. Pengkajian Identitas Klien
Nama
:
MR
:
Masuk ke RS :
Tanggal Lahir :
Umur
:
Jenis kelamin :
Agama
:
Alamat
:
b. Pengkajian Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan sekarang
c. Pemerikasaan Penunjang
1. Pemeriksaan penunjang :
Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000).
Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi
3. Laboratorium
Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
Urin : pemerikasaan histopatologi
7
8. Pengkajian 11 Funggsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
Hygiene personal yang kurang.
2.
Adanya riwayat infeksi sebelumya.
Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
Pola Nutrisi Metabolik
Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
Jenis makanan yang disukai.
Nafsu makan menurun.
Muntah-muntah.
Penurunan berat badan.
Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
3.
Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari makan.
Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau perih.
Pola Eliminasi
4.
Sering berkeringat.
tanyakan pola berkemih dan bowel.
Pola Aktivitas dan Latihan
Kelemahan umum, malaise.
Toleransi terhadap aktivitas rendah.
Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
5.
Pemenuhan sehari-hari terganggu.
Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
Pola Tidur dan Istirahat
Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
Mimpi buruk.
8
9. 6.
Pola Persepsi Kognitif
7.
Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
Pengetahuan akan penyakitnya.
Pola Persepsi dan Konsep Diri
8.
Perasaan tidak percaya diri atau minder.
Perasaan terisolasi.
Pola Hubungan dengan Sesama
Frekuensi interaksi berkurang
9.
Hidup sendiri atau berkeluarga
Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
Pola Reproduksi Seksualitas
Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
Emosi tidak stabil
Ansietas, takut akan penyakitnya
Disorientasi, gelisah
11. Pola Sistem Kepercayaan
Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
Agama yang dianut
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
Sasaran
: pemeliharaan integritas kulit
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan integritas kulit
Tidak ada laserasi
Tidak ada tanda – tanda cedera termal
Tidak ada infeksi
Memberikan obat topical yang diprogramkan
Menggunakan obat yang diresepkan sesuai jadwal.
9
10. INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri:
1. pantau keadaan kulit pasien
2. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya
cedera termal akibat penggunaan kompres
hangat dengan suhu yang terlalu tinggi dan
akibat cidera panas yang tidak terasa ( bantalan
pemanasan, radiator )
3. Anjurkan pasien untuk menggunakan kosmetik
dan preparat tabir surya.
kolaborasi
1. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat anti histamine dan salep kulit
2.
Mengetahui kondisi kulit untuk
dilakukan pilihan intervensi
yang tepat
Penderita dermatosis dapat
mengalami penurunan
sensitivitas terhadap panas.
Banyak masalah kosmetika pada
hakekatnya semua kelainan
malignitas kulit dapat dikaitkan
dengan kerusakan kulit kronik.
Penggunaan anti histamine dapat
mengurangi respon gatal serta
mempercepat proses pemulihan
Nyeri dan yang berhubungan dengan lesi kulit
Sasaran : peredaan ketidaknyamanan
Hasil yang diharapkan :
Mencapai peredaan gangguan rasa
Mengutarakan dengan kata – kata bahwa gatal telah reda
Memperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan
Mematuhi terapi yang diprogramkan
Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
Menunjukkan kulit utuh ; kulit menunjukkan, kemajuan dalam penampilan yang
sehat.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri:
1. Periksa daerah yang terlibat
2.
Upaya untuk menemukan penyebab
gangguan rasa nyaman
3.
Mencatat hasil – hasil observasi
secara rinci dengan memakai
terminology deskriptif
Pemahaman tentang luas dan karakteristik kulit
meliputi bantuan dalam menyusun rencana
intervensi.
Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat
untuk memberikan kenyamanan.
Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit
diperlukan untuk diagnosisi dan pengobatan.
Banyak kondisi kulit tampak serupa tetapi
mempunyai etiologi yang berbeda. Respons
inflamasi kutan mungkin mati pada pasien lansia.
10
11. 4.
Mengantisipasi reaksi alergi yang
mungkin terjadi ; mendapatkan riwayat
pemakaian obat.
5. Kendalikan factor – factor
iritan
Pertahankan kelembaban kira – kira
60 % ; gunakan alat pelembab.
7.
Pertahankan lingkungan dingin
6.
8. Gunakan sabun ringan ( Dove
) atau sabun yang dibuat untuk
kulit sensitive ( Neutrogena,
Avveno ).
9. Lepaskan kelebihan pakaian
atau peralatan di tempat tidur.
10. Cuci linen tempat tidur dan pakaian
dengan sabun ringan
11. Hentikan pemajanan berulang
terhadap detergen, pembersih, dan
pelarut.
12. Gunakan tindakan perawatan kulit
untuk mempertahankan integritas kulit
dan meningkatkan kenyamanan pasien.
13. lakukan kompres penyejuk dengan air
suam – suam kuku ataukompres dingin
guna meredakan rasa gatal.
14. Atasi kekeringan ( serosis )
sebagaimana dipreskripsikan.
Dengan kelembaban yang rendah, kulit akan
kehilangan air.
Kesejukan mengurangi gatal
Upaya ini mencakup tidak adanya larutan
detegen, zat pewarna atau bahan pengeras.
Meningkatkan lingkungan yang sejuk
Sabun yang keras dapat menimbulkan iritasi
kulit.
Setiap substansi yang mneghilangkan air, lipid
atau protein dari epidermis akan mengubah
fungsi barier kulit.
Kulit merupakan barier yang penting yang harus
dipertahankan keutuhannya agar dapat berfungsi
dengan benar.
Penghisapan air yang bertahap dari kasa kompres
akan menyejukkan kulit dan meredakan pruritus.
Kulit yang kering dapat menimbulkan daerah
dermatitis dengan kemerahan, gatal, deskuamasi
dan pada bentuk yang lebih berat,
pembengkakan, pembentukan lepuh, keretakan
dan eksudat.
Hidrasi yang efektif pada stratum korneum
mencegah gangguan lapisan barier pada kulit.
Tindakan ini membantu meredakan gejala
Masalah pasien dapat disebabkan oleh iritasi atau
sensitisasi karena pengobatan sendiri.
Kolaborasi:
1. Oleskan lotion dan krim kulit
segera setelah mandi
2.
Gunakan terapi topical seperti yang
dipreskripsikan.
3. Anjurkan pasien untuk
menghindari pemakaian salep
ayau lotion yang dibeli tanpa
resep dokter.
4. Jaga agar kuku selalu
terpangkas.
Ruam menyeluruh terutama dengan aeitan yang
mendadak dapat mennjukkan reaksi alergi
terhadap obat.
Rasa gatal diperburuk oleh panas, kimia, dan
fisik.
Pemotongan kuku akan mengurangi kerusakan
kulit karena garukan.
11
12. 3.
Perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus
Sasaran : Pencapaian tidur yang nyenyak.
Hasil yang diharapkan :
Mencapai tidur yang nyenyak
Melaporkan peredaan rasa gatal
Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat
Menghindari konsumsi kafein pada sore gari dan menjelang tidur pada malam hari.
Mengenali tindakan untuk mneingkatkan tidur.
Mengalami pola tidur / istirahat yang memuaskan.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri :
1. Bantu pasien melakukan gerak
badan secara teratur
2.
jaga kamar tidur agar tetap memiliki
ventilasi dan kelembaban yang baik.
Kolaborasi:
Gerak badan memberikan efek yang
menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan
pada sore hari.
Udara yang kering membuat kulit terasa gatal.
Lingkungan yang nyaman meningkatkan
relaksasi.
1. Cegah dan obati kulit yang
kering
Pruritus noeturnal mengganggu tidur yang
normal.
Tindakan ini mencegah kehilangan air. Kulit
yang kering dan gatal biasanya tidak dapat
disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Kafein memiliki efek puncak 2 – 4 jam
sesudah dikonsumsi
Tindakan ini memudahkan peralihan dari
keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.
HE:
1. Anjurkan kepada klien menjaga
kulit selalu lembab
2.
Anjurkan klien Menghindari minuman
yang mengandung kafein menjelang tidur
di malam hari.
3. Anjurkan klien Mengerjakan hal –
hal yang ritual dan rutin
menjelang tidur.
12
13. 4.
Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.
Sasaran : Pengembangan peningkatan penerimaan diri.
Hasil yang diharapkan :
Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
Mengikuti dan turut berpatisipasi dalam tindakan perawatan – mandiri.
Melaporkan perasaan dalam penegndalian situasi.
Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
Tampak tidak begitu memperhatikan kondisi.menggunakan teknik
menyembunyikan kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan
penampilan.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri:
1. Kaji adanya gangguan pada citra diri
pasien ( menghindari kontak mata,
ucapan yang merendahkan diri
sendiri, ekpresi keadaan muak
terhadap kondisi kulitnya ).
2. Identifikasi stadium psikososial tahap
perkembangan.
3.
Berikan kesempatan untuk pengungkapan.
Dengarkan ( dengan cara yang terbuka, tidak
menghakimi ) untuk mengekspresikan
berduka / ansietas tentang perubahan citra
tubuh.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan
pasien. Bantu pasien yang cemas
dalam mengembangkan kemampuan
untuk menilai diri dan mengenali serta
mengatasi masalah.
5. dorong sosialisasi dengan orang lain
Gangguan citra diri akan menyertai setiap
penyakit atau keadaan yang tampak nyata
bagi pasien. Kesan sesorang terhadap
dirinya sendiri akan berpengaruh pada
konsep diri.
Terhadap hubungan antara stadium
perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman pasien terhadap kondisi
kulitnya.
Pasien membutuhkan pengalaman yang
harus didengarkan dan dipahami.
Tindakan ini memberikan kesempatan
pada petugas kesehatan untuk
menetralkan kecemasan yang tidak perlu
terjadi dan memulihkan realitas situasi.
Ketakutan merupakan unsure yang
merusak adaptasi pasien.
Meningkatkan penerimaan diri dan
sosialisasi.
13
14. 5.
Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit.
Sasaran : Pemahaman terhadap perawatan kulit
Hasil yang diharapkan :
Memiliki pemahaman terhadap perawatan diri
Mengikuti terapi seperti yang diprogramkan dan dapat mengungkapkan rasional
tindakan yang dilakukan.
Menjalankan mandi, pencucian, dan balutan basah sesuai yang diprogramkan.
Gunakan obat topical dengan tepat
Memahami pentingnya nutrisi unutk kesehatan kulit.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri :
1.
Tentukan apakah pasien mnegetahui
(memahami dan salah mengerti) tentang
kondisi dirinya.
2. Jaga agar pasien mendapatkan
informasi yang benar ;
memperbaiki kesalahan konsepsi /
informasi
3. Peragakan penerapan terapi yang
diprogramkan ( kompres basah ;
obat topical )
4. Berikan nasihat kepada pasien
untuk menjaga agar kulit tetap
lembab dan fleksibel dengan
tindakan hidrasi dan pengolesan
krim serta lotion kulit
5. Dorong pasien untuk mendapatkan
status nutrisi yang sehat.
6.
Memberikan data dasar untuk
mengembangkan rencana penyuluhan.
Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada
sesuatu yang dapat mereka perbuat.
Kebanyakan pasien merasakan manfaatnya.
Memungkinkan pasien memperoleh
kesempatan untuk menunjukkan cara yang
tepat unutk melakukan terapi.
Stratum korneum memerlukan air agar
fleksibilitas kulit tetap terjaga. Pengolesan
krim atau lotion untuk melembabkan kulit
akan memcegah agar kulit tidak menjadi
kering, kasar, retak, dan bersisik.
Penampakan kulit mencerminkan kesehatan
umum seseorang. Perubahan pada kulit dapat
menandakan status nutrisi yang abnormal.
Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit
Sasaran : tidak adanya komplikasi
Hasil yang diharapkan :
Tetap bebas dari infeksi
Mengungkapakn tindakan perawatan kulit yang mneingktakan kebersihan dan
mencegah kerusakan.
Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi untuk dilaporkan.
Mengidentifikasi efek merugikan dari obat yang harus dilaporkan ke petugas
perawatan kesehatan.
Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulit ( mis : penggantian balutan, mandi ).
14
15. INTERVENSI
1. Miliki indeksi kecurigaan yang
tinggi terhadap suatu infeksi
pada pasien yang system
kekebalannya teganggu.
2. Berikan petunjuk yagn jelas dan
rinci kepada pasien mengenai
program terapi
3. Laksanakan pemakaian kompres
basah seperti yang
diprogramkan untuk
mengurangi intensitas inflamasi
RASIONAL
1. Setiap keadaan yang mneggangu status imun
akan memperbesar resiko terjadinya infeksi
kulit.
2. Pendidikan pasien yang efektif bergantung pada
ketrampilan – ketrampilan interpersonal
professional kesehatan dan pada pemberian
instruksi yang jelas yang diperkuat dengan
instruksi tertulis.
3. Kompres basah akan menghasilkan pendinginan
lewat pengisatan yang menimbulkan
vasokontriksi pembuluh drah kulit dan dengan
demikian mengurangi eritema serta produksi
serum.
15
16. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal.
Klasifikasi Dermatitis adalah dermatitis kontak, dermatitis atopik, dermatitis numularis dan
demertitis soboik. Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu
alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Manifestasi klinis dermatitis adanya tandatanda radang akut terutama pruritus ( gatal ), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema
misalnya pada muka ( terutama palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit dan genitalia
eksterna. Pemeriksaan penunjang dan lab dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa medis
maupun keperawatan, komlikasi yang mungkin muncul pada penatalaksaan medis dan
keperawatan adalah infeksi.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan mencakup beberapa diagnosa yaitu Kerusakan
integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, nyeri dan gatal yang
berhubungan dengan lesi kulit, perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus,
perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik, kurang
pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit, resiko infeksi
berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit.
16
17. DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah volume
3, Jakarta, EGC, 1998
Djuanda, Adhi. 2005i Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit : Balai
Penerbit FK UI, Jakarta.
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3,
BP FKUI, Jakarta.
17