Model pembelajaran ini berfokus pada meningkatkan kapasitas berpikir siswa dengan menghadapkan mereka pada situasi bermasalah dan menganalisis alasan mereka. Guru menilai tingkat perkembangan kognitif siswa secara individu untuk menentukan tugas yang sesuai dan membantu siswa maju ke tingkat berpikir lebih tinggi.
1. BAHRUR ROSYIDI | COGNITIVE GROWTH 1
MODEL PEMBELAJARAN
COGNITIVE GROWTH :
INCREASING THE CAPACITY TO THINK
Initiators :
Jean Piaget | Irving Sigel | Edmund Sullivan | Lawrence Kohlberg
https://bahrurrosyididuraisy.wordpress.com/
SKENARIO
Sebuah SMA di Seattle, Washington, telah merencanakan untuk mengadakan
sebuah kursus singkat untuk pelajar yang bertujuan membantu mereka mengidentifikasi
pilihan sekolah lanjutan yang tersedia dan bagaimana cara mendaftar ke Junior colleges,
sekolah bisnis, perguruan tinggi dan universitas.Termasuk di dalam kursus yaitu diskusi
dengan pegawai penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi dan pelajar juga telah
membaca Baron‟s Guide to Colleges. Sebagai tambahan, perwakilan dari pengusaha lokal
dan seolah bisnis juga ikut memberikan materi.
Dalam kursus tersebut, para pelajar menemukan bahwa beberapa perguruan tinggi
memberi perlakuan khusus bagi orang-orang tertentu untuk meningkatkan keseimbangan
ras dan etnis. Sebagai tambahan, seorang pelajar telah membaca kliping koran tentang
seorang pendaftar sekolah hukum yang menghadapi hambatan karena sekolah tersebut
berhak menerima pelajar yang memiliki ras dan etnis minoritas serta menolak pelajar ras
Kaukasia meskipun ia memiliki kemampuan lebih dibanding pelajar yang diterima.
Hal ini mendorong diskusi tentang perbedaan kebijakan penerimaan. Beberapa
pelajar merasa bahwa seharusnya penerimaan diputuskan berdasarkan prestasi di SMA dan
hasil uji. “itulah satu-satunya cara” kata seorang anak. “yang lainnya tidaklah adil”. Beberapa
siswa merasa bahwa satu-satunya cara adalah mengadakan kuota penerimaan. Yang lain
merasa masalahnya adalah soal ekonomi, dan akan ada banyak pelajar minoritas yang
qualified bila terdapat beasiswa yang cukup.
Mr. Jones, seorang konselor, menyimpulkan bahwa meskipun banyak pelajar yang
berargumen dengan orientasi „benar-salah‟, beberapa pelajar telihat menunjukkan prilaku
yang menggambarkan bahwa jika hal tersebut terjadi pada mereka, maka mereka tak perlu
khawatir. Beberapa pelajar merasa bahwa prestasi di SMA seharusnya cukup untuk
membuat mereka diterima, tanpa memperhatikan konsekuensi sosial tadi, sementara yang
lain merasa bahwa kesetaraan harus dicapai dengan mengindahkan perasaan orang-orang
tertentu merasa mereka adalah korban “reserve discrimination”.
Karena Mr. Jones memiliki tanggung jawab pada seminar mingguan dengan topik
perkembangan kepribadian, maka ia memutuskan mengambil kesempatan ini untuk
membantu pelajar mengembangkan sudut pandang yang lebih kompleks dari topik moral
yang ada. Dia mengatakan, “Saya ingin setiap orang dapat memikirkan masalah ini dengan
prinsip yang telah anda yakini. Mari berandai-andai misalnya kita memiliki tanggung jawab
untuk menerima pelajar di perguruan tinggi. Dengan berkelompok, putuskan pandanganmu
tentang topik tersebut. Lalu tiap orang, sebagai petugas penerima mahasiswa baru, siapkan
argumen yang berkaitan dengan topik.
Mr. Jones menggunakan kerangka kerja yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk
menganalisa tahapan perkembangan moral siswa. Dia menggunakan model ini untuk
membantu siswa meningkatkan level perkembangannya.
2. BAHRUR ROSYIDI | COGNITIVE GROWTH 2
URAIAN MODEL
Orientasi tentang model Theory of Development : Intelectual Stages
Model pembelajaran yang akan dibahas dalam makalah ini merupakan model yang
berlandaskan pada teori perkembangan yang dicetuskan oleh Jean Piaget serta
perkembangan moral dari Lawrence Kohlberg. Dalam konsep Piaget ada dua hal yang
menjadi aspek penting dalam perkembangan kognitif, yakni schemes dan adaptasi.
- Schemes
Scemes /skema adalah konsep atau struktur intelektual yang sudah terpatri dalam
pikiran seorang anak. Dapat juga dikatakan bahwa skema adalah program atau
strategi yang digunakan individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Penggunaan skema inilah yang disebut dengan adaptasi.
- Adaptasi
Sedangkan adaptasi dapat dipilah menjadi asimilasi dan akomodasi. Ketika
pengalaman (experiences) yang dialami cocok dengan skema yang dimiliki, maka ini
disebut asimilasi. Bila tidak cocok dan kemudian menimbulkan skema baru, maka
inilah akomodasi. Akomodasi merupakan perubahan suatu konsep (skema) agar
cocok dengan pengalaman baru yang dialami.
Contoh : seorang balita memiliki skema „ambil dan masukkan ke mulut‟. Setiap
menemukan mainan, skema ini diasimilasikan. Namun ketika bertemu bola, skema
ini tidak bisa digunakan, maka diakomodasi menjadi „lempar atau dorong‟.
Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif dalam beberapa tahapan, yakni :
1) Sensorimotor stage (0-2 tahun)
Fase sensorimotor (0-2 tahun) merujuk pada prilaku preverbal dan tidak dimediasi
oleh tanda atau simbol. Ketika lahir, seorang anak berinteraksi dengan lingkungan
menggunakan skema yang berupa reflek bawaan dan tak punya konsep objek
permanen. Selama fase ini, anak memandang objek sebagaimana apa adanya.
Maka ketika mainannya disembunyikan, ia tak melakukan pencarian, karena ia tak
punya representasi internal tentang skema yang berkaitan dengan objek.
2) Preoperational stage (2-7 tahun)
Preconceptual thought (2-4 tahun)
Berlawanan dengan fase sensorimotor, pada tahap ini adaptasi mulai dimediasi oleh
tanda dan simbol, terutama kata dan gambar. Selama fase ini, anak
mengembangkan apa yang Piaget sebut dengan „simbolly function‟. Perhatian utama
pada fase ini terletak pada aktifitas seperti meniru, bermain.
Intuitive thought (4-7 tahun)
Fase intuitif terletak antara fase prekonsepsual dan fase konrit operasional. Sebagai
ilustrasi, seorang anak dihadapkan pada dua gelas A1 dan A2 yang sama persisi
ukurannya. Tiap gelas lalu diisi dengan manik satu persatu sehingga penuh. Gelas
A2 lalu dipindahkan isinya ke gelas B yang lebih tinggi dan sempit. Anak yang
berada pada fase prekonsepual akan berpikir bahwa jumlah manik telah bertambah
meskipun dia tahu tidak ada manik yang ditambahkan atau dikurangi. Si anak
mengatakan manik dalam gelas B lebih banyak karena gelasnya lebih tinggi dari
gelas A, atau lebih banyak di gelas A1 karena gelasnya lebih lebar dari gelas B.
Perhatian anak terpusat pada hanya satu aspek, „tinggi‟ atau „lebar‟. Anak dalam fase
intuitif masih tetap prelogika, namun perhatiannya teralih ketika centering
sebelumnya menghasilkan kesimpulan yang absurd. Maka anak yang
memperkirakan bahwa lebih banyak manik dalam gelas tinggi karena perhatiannya
tertuju pada aspek „tinggi‟ dan mengindahkan „lebar‟.
3. BAHRUR ROSYIDI | COGNITIVE GROWTH 3
3) Operational stage (7-16 tahun)
Concrete operational thought (7-11 tahun)
Formal operational thought (11-16 tahun)
Principles of Learning and Teaching
- Mengajar adalah menciptakan lingkungan dimana struktur kognitif siswa dapat
berkembang dan berubah. Tugas guru adalah merancang proses belajar yang
memfasilitasi level berpikir anak, dan mengorganisir pembelajaran sehingga siswa
dapat menginisiasi sendiri belajarnya dan melakukan penemuan dengan mandiri.
Tujuannya adalah memberikan pengalaman belajar yang dapat diaplikasikan
kemudian oleh siswa pada situasi tertentu. Piaget yakin bahwa struktur kognitif
hanya akan berkembang bila siswa memulai sendiri pengalaman belajarnya. Ide nya
adalah, siswa secara intuitif tahu aktifitas apa yang mereka butuhkan. Tiap individu
mestilah membangun sendiri pengetahuannya, yang tidak dapat dicampuri oleh
produk-jadi dari orang dewasa. Dalam pandangan Piaget, belajar adalah proses
adaptif. Siswa haruslah menjadi bagian aktif pembelajaran, menjadi penemu dan
mendapatkan pengalaman induktif.
- Tuntutan situasi belajar berbeda untuk ketiga tipe pengetahuan (phyisical, social and
logical). Phyisical knowledge mengacu pada belajar tentang fakta alam (misalnya
kapas lembut, besi itu keras, bola akan jatuh ke tanah bila dilepaskan). Berbeda
dengan phyisical dan logical, pengetahuan sosial mestilah datang dari interaksi
terbuka dengan orang lain di lingkungan. Kita perlu mendengarkan pendapat orang
lain, melihat beberapa role model yang berbeda, dan membuat pilihan sendiri.
Logical knowledge berkaitan dengan matematika dan logika yang dibangun dengan
proses refleksi dan abstraksi. Peran guru dalam phyisical dan logical knowledge
adalah merancang agar siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui
pertanyaan dan eksperimen. Guru diharapkan tidak langsung memberikan jawaban
terhadap pertanyaan siswa tapi dapat menggunakan prompting question yang dapat
mengeksplorasi.
- Piaget menekankan bahwa cara terbaik untuk belajar logical dan social knowledge
adalah dari orang lain dalam lingkungan sosial.
Dari prinsip2 ini, Wadsworth menyimpulkan tiga peran guru yang ada dalam teori Piaget
ini, yakni (1) pengorganisir lingkungan belajar; (2) assesor of children thinking; (3)
inisiator kegiatan kelompok, khususnya games, diskusi. Dan model pengajaran yang
akan dijelaskan dalam bab ini berangkat dari peran guru sebagai assessor. Untuk
melakukan assessment level kognitif dari siswa, Piaget menggunakan tes yang disebut
dengan the clinical method.
The Clinical Method
Piaget merujuk prosedur ini sebagai clinical interview. Tujuan dari prosedur ini
adalah untuk menentukan tahapan kognitif anak dengan menguji batasan dari
kemampuan anak. Dalam kondisi berhadapan (one-on-one) siswa dihadapkan dengan
tugas yang dapat membantu dalam mengasses satu area berpikir, misalnya dengan
classification atau conservation number. Pewawancara mengajukan pertanyaan dan si
siswa menjawab, sementara pewawancara mendengarkan dan mengamati prilaku siswa.
Berdasarkan hipotesis tentang level berpikir siswa, pewawancara terus mengajukan
pertanyaan hingga ia yakin bahwa siswa telah mencapai level berpikir yang dibutuhkan.
Dalam situasi ini, jawaban benar-salah dapat menjadi informasi yang berguna bagi
4. BAHRUR ROSYIDI | COGNITIVE GROWTH 4
pewawancara. Pewawancara harus berhati-hati untuk tidak mengajukan pertanyaan
yang mengandung cue/petunjuk bagi siswa. Bisa jadi dalam wawancara siswa tidak
tertarik dengan pertanyaannya sehingga menjawab asal. Cara untuk mengantisipasinya
adalah dengan membuat counter-suggestion.
Siswa yang berada dalam level reasoning yang tepat dapat ditandai dengan, dia
dapat (1) membuat penilaian yang tepat; (2) memberikan alasan logis untuk penilaiannya
tersebut; (3) menjawab counter-suggestion dengan baik; dan (4) menyelesaikan dengan
baik tugas lain yang diberikan dalam tahap tranfer. Sebagai contoh : siswa diberikan 16
blok, 8 berwarna merah, 8 biru. Blok-blok ini disusun dalam dua baris berdasarkan
warna, dengan jarak yang sama. Siswa lalu diminta untuk menjukkan apakah kedua
baris blok berjumlah sama atau tidak. (bila dimulai dengan open-ended probe, pertama
kali si anak diminta untuk menjelaskan apa yang ia lihat). Setelah anak menjawab bahwa
keduanya sama, lalu blok-blok tersebut diceraiberaikan-satu baris blok lebih berserakan
dari yang lainnya. Lalu pertanyaan yang sama diajukan. Disini diperhatikan alasan dari
jawaban siswa. Bila jawaban dan alasannya benar, maka diberikan counter-suggestion
seperti: menarik satu blok dari baris yang lebih panjang dan berkata “ jika satu blok
diambil dari baris ini, apakah tiap baris tetap punya jumlah blok yang sama?” setelah
counter-suggestion barisan blok dikembalikan lagi ke posisi awal dan ditanyakan
pertanyaan yang sama. Akhirnya, anak dihadapkan pada tugas yang sama tapi
berhubungan (tahap transfer), misalnya menggunakan penghapus atau segitiga.
MODEL OF TEACHING
Berangkat dari prinsip clinical interview model pembelajaran ini menuntut guru untuk
memberikan tugas, memperhatikan bagaimana siswa berinteraksi dengan tugas yang
diberikan dan responnya sehubungan dengan kegiatan siswa, contohnya dengan
menanyakan alasan atau memberikan counter-suggestion. Si guru, berdasarkan
assessment yang telah ia lakukan, menetapkan level perkembangan siswa pada
umumnya di kelas agar dapat menetukan tugas yang akan diberikan. Untuk itu, mungkin
saja guru mengasses siswanya satu persatu. Setelah level perkembangan indivudu
ditentukan, guru dapat menggunakan model ini sebagai bagian dari proses
pembelajaran dengan kelompok kecil atau besar. Tujuan model ini adalah untuk
mendorong perkembangan kognitif anak ke level yang lebih tinggi.
Syntax
Model ini terdiri dari 3 tahap : confrontation with stage-relevant task;inquiry; and tranfer.
Phase one
Confrontation with stage-
relevant tasks
Phase two
Inquiry
Phase three
Transfer
Siswa dihadapkan pada
puzzling situation yang
cocok dengan tahapan
perkembangan siswa
Mendapatkan respon
siswa dan meminta
alasannya
Memberikan counter-
suggestion, menggali
respon siswa
Memberikan tugas
lain yang
berhubungan dan
menggali
alasan/argumen
siswa
Memberikan counter-
suggestion
Pada tahap pertama, siswa dihadapkan pada permasalahan yang illogical dengan
pikiran mereka atau yang seperti teka-teki dan puzzling. Permasalahan ini mestilah
5. BAHRUR ROSYIDI | COGNITIVE GROWTH 5
relatif sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Pilihan bentuknya (verbal,
nonverbal, atau manipulasi lingkungan) juga tergantung pada tahapan perkembangan
siswa
Tahap dua, melihat respon siswa dan diselidiki untuk melihat level of reasoning mereka.
Umumnya tahap ini terdiri dari menanyakan alasan dan memberikan counter-
suggestion. Pertanyaan awal, bergantung pada jenis tugas, misalnya dengan
“bagaimana pendapatmu?” atau “apa yang kamu tangkap?” untuk the positive justice
task, atau “ apakah salah satu baris lebih banyak blok nya dari yang lain, atau jumlah
nya sama?” untuk correspondence task. Tujuannya adalah untuk mendapatkan respon
yang tepat dari siswa. Langkah selanjutnya adalah meminta alasan dari siswa
berdasarkan respon yang diberikannya tadi, seperti “Bagaimana kamu tahu kedua baris
memiliki jumlah blok yang sama?” setelah alasan diberikan, dilanjutkan dengan
memberikan satu atau lebih counter suggestion misalnya dengan memindahkan blok-
blok tadi, membuatnya lagi, lalu menyerakkannya. Setiap counter-suggestion bertujuan
untuk memeriksa kemampuan siswa mempertahankan alasannya.
Tahap tiga adalah tahap transfer. Bertujuan untuk melihat apakah siswa akan
memberikan alasan yang sama dalam tugas yang berbeda namun berhubungan. Sekali
lagi, guru mempresentasikan masalah; siswa memberikan pandangan; guru meminta
alasan dan lalu memberikan counter-suggestion.
SOCIAL SYSTEM
Dalam model mengajar ini guru memulai dan menuntun penemuan dalam atsmosfir
intelektual dan sosial yang bebas. Untuk moral development Lawrence Kohlberg
menekankan pada pentingnya atsmosfir belajar yang terbuka. Sebagai tambahan, dia
merekomendasikan ruang kelas dan sekolah dalam semangat inquiry. Dalam
peneltiannya, di AS dan negara lain, mengidikasikan bahwa atsmosfer rumah dan
sekolah merupakan bagian yang sangat penting untuk perkembangan moral
PRINCIPLES REACTION
1) Guru berperan memfasilitasi atsmosfir kelas yang membuat siswa merasa bebas
untuk memberikan respon.
2) Guru sebaiknya menghindari pertanyaan yang memberikan petunjuk/cue untuk
menjawab.
3) Terkadang bisa juga menanyakan kepada siswa apakah dapat menggunakan
jawaban yang sama dalam situasi sebenarnya dalam kehidupan.
4) Guru secara konstan menguji pemikiran siswanya dengan memberi counter-
suggestion hingga ia puas dengan level of reasoning siswa.
SUPPORT SYSTEM
Support system yang optimal adalah guru memiliki dasar pengetahuan yang baik tentang
teori perkembangan dan lingkungan yang cocok untuk tugas yang terstruktur dan tidak
terstruktur. Guru juga harus mampu memberikan dengan counter-suggestion yang
relevan. Dalam konsep model pembelajaran Piagetian, lingkungan yang kaya dengan
objek pendukung menjadi hal yang dibutuhkan sebagaimana lingkungan sosial yang
bebas yang mendukung siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitif melalui
konfrontasi dengan masalah yang dihadapkan. Guru bisa menjadi peran sebagai
fasilitator yang menawarkan stimulus yang tepat dengan memberikan komentar-
komentar pada moment tertentu.
6. BAHRUR ROSYIDI | COGNITIVE GROWTH 6
APLIKASI
The developmental model yang diangkat dari clinical interview ini bisa diaplikasikan baik
untuk perkembangan kognitif maupun sosial.
MORAL DEVELOPMENT
Ia mengidentifikasikan tiga level utama dari moral development : preconventional,
conventional dan postconventional (principled or autonomous). Tiap level memiliki dua
tahapan.
a. Preconventional level
Merupakan tahap paling rendah. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan
hukuman ekternal. Level ini dipisahkan dalam dua tahap :
- The punishment and obedience orientation.
Orientasi hukuman dan ketaatan ialah tahap pertama dalam teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tahap ini perkembangan moral didasarkan atas hukuman.
Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
- The instrumental relativist orientation.
Individualisme dan tujuan adalah tahap kedua dari teori ini. Pada tahap ini
penalaran moral didasarkan pada imbalan dan kepentingan diri sendiri. Anak-
anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan
terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa
yang dianggap menghasilkan hadiah.
b. Conventional level
- The interpersonal concordance.
Pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan
pada orang lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Anak anak
sering mengadopsi standar-standar moral orangtuanya pada tahap ini, sambil
mengharapkan dihargai oelh orangtuanya sebagai seorang perempuan yang baik
atau laki-laki yang baik.
- The „law and order‟ orientation
Pada tahap ini, orientasi mengarah pada otoritas, aturan baku dan menjaga
tatanan sosial. Prilaku baik teridiri dari menjalankan kewajiban, respek pada
otoritas dan menjaga tatanan sosial.
c. Postconventional, autonomous or principled level.
Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral
Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak
didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral
alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu
kode moral pribadi.
- The social contract, legalistic orientation
Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual, pada tahap ini seseorang
mengalami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa
standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari
hukum penting bagi masyarakat, tetapi nilai-nilai seperti kebebasan lebih penting
dari pada hukum.
- The universal ethical principle orientation
7. BAHRUR ROSYIDI | COGNITIVE GROWTH 7
Prinsip-prinsip etis universal, pada tahap ini seseorang telah mengembangkan
suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila
menghadapi konflik secara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti
suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi
Kohlberg yakin akan kemungkinan untuk mempengaruhi level berpikir siswa dan
merupakan hal yang penting untuk menyusun pembelajaran dengan berpedoman
pada prinsip perkembangan.
INSTRUCTIONAL DAN NURTURANT EFFECT
Aplikasi pada salah satu aspek kognitif (misalnya moral development) berarti
meningkatkan pula area lainnya.
PEMBAHASAN
Evaluasi untuk model development
Selama lebih dari dua puluh tahun telah banyak penelitian dilakukan untuk menentukan
kefektifan berbagai model yang dibangun berdasakan perkembangan psikologi. Secara
umum hasil penelitian itu positif. Bagaimanapun, semua penelitian tentang model ini
ditujukan untuk anak kecil. Sedangkan bagaimana cara untuk meningkatkan
perkembangan kognitif pada anak yang lebih besar tidak begitu dibahas. Mungkin saja
model ini akan memberikan keuntungan yang lebih bila diaplikasikan pula untuk
pebelajar yang lebih dewasa.
SIMPULAN
Developmental Model merupakan model belajar yang digunakan dengan tujuan untuk
meningkatkan kapasitas berpikir pebelajar. Model ini didasari oleh teori perkembangan
kognitif dari Jean Piaget dan teori perkembangan moral oleh Lawrence Kohlberg. Dalam
pandangan mereka, penyajian pembelajaran mestilah disesuaikan dengan level
berpikir/level penalaran moral pebelajar, dan dapat mendorong tingkat berpikir/moral
pebelajar satu tingkat lebih tinggi. Aplikasi developmental model pada aspek tertentu
dari perkembangan kognitif, yang memberikan instructional effect, dapat
mengembangkan pula aspek lain dari perkembangan kognitif dan sosioemosional,
sebagai nurturant effect nya model ini.
DAFTAR PUSTAKA
Joyce, B. & Weil, M. 1980. Models of Teaching (2nd
). USA: Prentice-Hall, Inc.
Joyce, B. dkk. 2009. Models of Teaching (Edisi kedelapan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar:
Develop
mental
model
Selected aspects of
cognitive development
Other aspects of cognitive
and socioemotional
development