Model Pembelajaran konsiderasi bertujuan untuk membentuk sikap dan karakter peserta didik agar peduli terhadap orang lain, dapat bergaul secara harmonis, dan hidup bermasyarakat dengan baik. Model ini dilaksanakan dengan menghadapkan siswa pada situasi yang melatih konsiderasi, menganalisis perasaan orang lain, dan memilih tindakan yang mempertimbangkan orang lain.
1. 1
MAKALAH
STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA
(Model Konsiderasi)
DISUSUN OLEH
DOSEN PENGAMPU :
DWI AGUS KURNIAWAN, S.Pd., M.Pd
NAMA : RETNO WULAN DARI
NIM : RSA1C317011
KELAS : FISIKA PGMIPA-U 2017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JAMBI
2018
2. 2
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan seruan
alam yang selalu melimpahkan petunjuk, rahmat serta hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Model konsiderasi”.
Penulisan makalah ini bertujuan dalam rangka menyelesaikan tugas mata
kuliah Strategi Belajran Mengajar Fisika dan menambah pengetahuan serta
wawasan dalam bidang pendidikan khususnya dalam bidang pendidikan
pembelajaran. Selama proses penulisan makalah ini hingga selesai banyak sekali
kesulitan-kesulitan yang penulis temui baik dalam proses mencari sumber maupun
dalam merangkai kata demi kata. Namun berkat usaha yang gigih dan tidak
pernah menyerah serta kerja sama yang baik dari kelompok, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik
dari segi penulisan, penyusunan kata demi kata maupun dalam penyusunan
bahasa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada semua pihak untuk
memberi sumbangan pemikiran berupa kritik dan saran dari para pembaca yang
sifatnya membangun yang akan penulis terima dengan senang hati demi
penyempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang.
Penulis
3. 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....……………………………………….…….................i
DAFTAR ISI …….................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Tujuan.............................................................................................................2
BAB II LITERATUR …...........……..………………………………..................3
2.1 Kajian Teoritik.................................................................................................3
2.1.1 pengertian dari model pembelajaran model konsiderasi................3
2.1.2 pengaruh model Pembelajaran model konsiderasi..........................5
2.1.3 kelebihan dan kekurangan dari Pembelajaran model
konsiderasi......................................................................................5
2.1.4 Implementasi Pembelajaran model konsiderasi.............................6
2.1.5 Proses Pembentukan sikap Pembelajaran model
konsiderasi.....................................................................................11
2.1.6 Model pembelajaran dari model konsiderasi................................12
2.2 Kajian Kritis....................................................................................................16
BAB III PENUTUP..............................................................................................22
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................22
3.2 Saran...............................................................................................................22
Daftar Pustaka.......................................................................................................23
4. 4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam undang – undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 dijelaskan bahwa
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ada orang yang beranggapan bahwa sikap bukan untuk diajarkan, seperti
halnya matematika, fisika, ilmu sosial, dan lain sebagainya, akan tetapi untuk
dibentuk. Oleh karena itu, yang lebih tepat untuk bidang afektif bukanlah istilah
pengajaran, namun pendidikan. Namun, oleh karena strategi pembelajaran yang
dibicarakan dalam naskah ini diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
bukan hanya dimensi kognitif tetapi juga dimensi yang lainnya, yaitu sikap dan
keterampilan, melalui proses pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas
siswa sebagai subjek belajar. Strategi pembelajaran afektif memang beda dengan
strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan.
Afektif berhubungan dengan nilai (value), yang sulit diukur, oleh karena
menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batasan
tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi
penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggung jawabkan
membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah
mudah untuk dilakukan, apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari
proses pembelajaran yang dilakukan guru disekolah.
Kita tak bisa menyimpulkan bahwa sikap anak itu baik, misalnya dilihat
dari kebiasaan berbahasa atau sopan santun yang bersangkutan, sebagai akibat
dari proses pembelajaran yang dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh
kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan sekitar. Secara konseptual maupun
emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting
terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara
5. 5
keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih banyak dilakukan
dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Maka dari permasalahan
tersebut kami membuat makalah yang berjudul model Pembelajaran Behavioral
system (Model Konsiderasi)
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian dari model pembelajaran
2. Mengetahui pengaruh model Pembelajaran model konsiderasi
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Pembelajaran model
konsiderasi
4. Mengetahui Implementasi Pembelajaran model konsiderasi
5. Mengetahui Proses Pembentukan sikap Pembelajaran model konsiderasi
6. Mengetahui Model Pembelajaran dari model konsiderasi
6. 6
BAB II
LITELATUR
2.1 Kajian Teoritik
2.1.1. Pengertian Model Pembelajaran konsiderasi
Model Pembelajaran adalah atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dikelas. Model tersebut
merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi atau
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pemebelajaran adalah pola interaksi
peserta didik dengan guru didalam kelas yang menyangkut pendekatan, startegi,
dan metode, teknik pembelajaran. Dalam suatu model pembelajaran ditentukan
bukan hanya apa yang harus dilakukan oleh guru, tapi menyangkut tahapan-
tahapan, prinsip-prinsip reaksi guru dan peserta didik, serta sistem penunjang
yang diisyaratkan (Himawan P et al, 2018: 3)
Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau
teori belajar. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip
pendidikan, teori-teori psikologis, sosiologis, psikiatri, analisis sistem, atau teori-
teori lain. Model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang
dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran. Mosel tersebut merupakan
pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan
pembelajaran yang diharapkan (Rusman,2017: 244)
Model Konsiderasi dikembangkan oleh Mc. Paul seorang Humanis. Paul
menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan
kognisi yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan
kepribadian bukan pengembangan intelektual. Manusia seringkali bersifat
egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan dan sibuk mengurusi dirinya
sendiri. Kebutuhan yang fundamnetal pada manusia adalah bergaul secara
harmonis dengan orang lain, saling memberi dan saling menerima dengan penuh
cinta kasih dan sayang. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi
pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian (Prianggita,2016:73).
Model ini berupaya membebaskan individu dari sifat destruktif yang
mungkin tersamar dalam bentuk kecintaan pada diri sendiri (suka mementingkan
7. 7
diri sendiri atau kelompoknya sendiri tanpa mau tahu bahwa diluar juga ada
kelompok lain). Sehingga tercipta pribadi yang memiliki kepedulian atau
perhatian pada orang lain atas dasar cinta kasih dan saling menghormati. Model
ini didasarkan atas hasil McPhail yang dilakukan terhadap 800 siswa pria dan
wanita yang berusia 13 - 18 tahun tentang perlakuan baik dan perlakuan tidak baik
yang dilakukan orang dewasa terhadap dirinya. Dan riset yang dilakukannya,
McPhail menginterpretasikan bahwa kelakuan yang baik adalah kelakuan yang
memperlihatkan kepedulian terhadap kebutuhan, perasaan dan perhatian orang
lain. McPhail berpendapat bahwa sekolah terlalu membebani siswa dengan
penumpukan dan pemanipulasian informasi serta terlalu sedikit memberi
perhatian pada kemampuan memecahkan persoalan sekitar identitas pribadi dan
hubungan sosial (Salim, 2010 : 51).
Manusia seringkali egoistis, lebih memperhatikan mementingkan dan
sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi siswa
didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka
dapat bergaul, berkerja sama dan hidup secara harmonis dengan orang lain.
Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi antara lain: (a) menghadapkan siswa
pada situasi yang mengandung konsiderasi, (b) meminta siswa menganalisis
situasi dan menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan
perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, (c) siswa menuliskan responnya
masing-masing, (d) siswa menganalisis respon siswa lain, (e) mengajak siswa
melihat konsekuensi dari tiap tindakannya, (f) meminta siswa untuk menentukan
pilihannya sendiri (Fauzi, 2017 : 61).
Menurut Armadani et al (2017 : 1586) Model pembelajaran biasanya
disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar Pembelajaran moral siswa
menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual.
Manusia seringkali bersidat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan dan
sibuk mengurusi dirinya sendiri. Kebutuhan yang fundamnetal pada manusia
adalah bergaul secara harmonis dengan orang lian, saling memberi dan saling
menerima dengan penuh cinta kasih dan sayang. Oleh sebab itu, model ini
menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian.
Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap
8. 8
orang lain sehingga mereka dapat bergaul, bekerjasama, hidup secara harmonis
dengan orang lain, dan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain
Consideration Learning Model the moral formation is not the same as the development
of rational cognition.Moral learning student thinks is not the intellectual development of
personality formation. Humans often selfish, more caring, concerned and busy taking
care of him. Fundamental human needs are to get along in harmony with others, give and
accept each other with love and affection. Therefore, this model emphasizes the learning
strategies that can shape the personality. The goal is for students to become human
beings who have a concern for others so that they can get along, work together, live in
harmony with others, and be able to feel what the other
2.1.2 Pengaruh model pembelajaran model konsiderasi
Setelah diterapkannya model konsiderasi, keenam sampel penelitian
menunjukan perubahan perilaku kearah postif, yakni anak sudah mulai memanggil
atau menyapa teman dengan nama panggilan yang sopan, mau meminjamkan alat
tulis kepada teman yang membutuhkan, mengucapkan terimakasih ketika diberi
pertolongan, datang tepat waktu, mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru,
mulai menunjukkan kerja sama dalam kelompok, menyepakati ketentuan yang
telah disepakati bersama, dan memakai seragam. Secara keseluruhan, anak dengan
hambatan emosi dan perilaku yang menjadi sampel penelitian mengalami
peningkatan dalam keterampilan sosial setelah diberi perlakuan yakni melalui
pembelajaran konsiderasi (Yulida et al, 2018 : 20-21)
2.1.3 kelebihan dan kekurangan dari Pembelajaran model konsiderasi
Menurut kadir (2015:147) Kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran
model konsiderasi sebagai berikut :
1. Kelebihan
a. Dalam pelaksanaan pembelajaran sikap akan dapat Membentuk watak serta
peradaban Bangsa yang bermatabat.
b. Mengembangkan potensi peserta didik dalam hal nilai dan sikap.
c. Menjadi sarana pembentukan manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
9. 9
d. Peserta didik akan lebih mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik,
mana yang halal dan yang tidak halal.
e. Peserta didik akan mengetahui hal yang berguna atau berharga (sikap positif)
dan tidak berharga atau tidak berguna (sikap negatif).
f. Dengan pelaksanaannya strategi pembelajaran sikap akan memperkuat karakter
bangsa indonesia, apalagi apabila diterapkan pada anak sejak dini.
g. Dengan pelaksanaan pembelajaran sikap peserta didik dapat berperilaku sesuai
dengan pandangan yang di anggap baik dan tidak bertentangan dengan norma-
norma yang berlaku.
2. Kekurangan
a. Kurikulum yang berlaku selama ini cendrung diarahkan untuk pembentukan
intelektual (kemampuan kognitif) dimana anak diarahkan kepada menguasai
materi tanpa memperhatikan pembentukan sikap dan moral.
b. Sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan sikap seseorang
2.1.4 Implementasi Pembelajaran model konsiderasi
Menurut Priangita (2016:73) Implementasi model konsiderasi dapat
dilaksanakan melalui tahap-tahap pembelajaran sebagai berikut:
1) Menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung masalah/konflik yang
sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
2) Meminta siswa untuk menganalisis suatu masalah dengan melihat bukan hanya
yang tampak tetapi juga menganalisis permasalahan yang tersirat (perasaan,
kebutuhan, dan kepentingan orang lain).
3) Meminta siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang
dihadapi.
4) Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta membuat kategori
dari setiap respon yang diberikan
5) Mengajak siswa untuk merumuskan konsekuensi dari pilihan yang siswa
usulkan. Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala kemungkinan
yang akan timbul sehubungan dengan pilihannya. Guru perlu untuk
10. 10
6) Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang
untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai
dengan nilai yang dimilikinya.
7) Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan
sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.
Menurut Gillet (2017 : 196) Pembelajaran berbasis masalah adalah metode
pembelajaran filsafat pendidikan di mana pemecahan masalah adalah mekanisme
yang memungkinkan siswa untuk belajar. Siswa bekerja secara mandiri dan dalam
kelompok kecil untuk memperoleh pengetahuan melalui pemecahan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah telah meneliti1–8 dalam profesi perawatan
kesehatan dan menemukan berbagai dampak positif. menemukan masalah
berbasis belajar untuk menjadi lebih unggul dalam kuliah dalam belajar kerja
sama tim, apresiasi aspek sosial dan emosional dari perawatan kesehatan,dan
sikap yang tepat terhadap kesehatan dan kesejahteraan pribadi.Ada bukti kuat
bahwa siswa yang bekerja dikelompok-kelompok kecil di dalam kelas
mengungguli rekan-rekan mereka dalam pengembangan pengetahuan,
keterampilan berpikir, keterampilan sosial, dan tentu saja kepuasan.
Problem-based learning is an instructional method as well as an educational philosophy
in which problem solving is the mechanism that enables students learning. Students work
independently and in small groups to acquire knowledge through problem solving.
Problem-based learning has been
researched1–8 in other health care professions and found to have a positive impact. Koh
et al3 found problem-based learning to be superior to lecture in learning teamwork,
appreciation of social and emotional aspects of health care, and appropriate attitudes
toward personal health and wellbeing.There is strong evidence4 that students who work
in small groups within the classroom outperform their counterparts in knowledge
development, thinking skills, social skills,and course satisfaction.
Menurut johnson (2016:39) pemimpin sebagai orang yang paling utama,
tujuannya bukan untuk mengendalikan atau memanipulasi, tetapi untuk
menetapkan suatu lingkungan dan hubungan kekuasaan bersama dan otonomi.
Sementara pelatih harus didorong untuk mendukung kemajuan instruksional guru,
yang mempengaruhi pembelajaran siswa, mereka harus membina hubungan
11. 11
dengan guru yang telah menghormati profesionalisme mereka. Administrator
perlu fokus pada perekrutan pelatih yang memiliki kemampuan untuk
menyeimbangan jenis kepemimpinan situsional. Mempekerjakan banyak pelatih
yang efektif akan membuat guru bisa fleksibel terhadap kebutuhan masing-masing
dan juga dapat mendorong tujuan pembangunan atau tingkat distrik para
pemimpin sekolah.
leaders as people whose ultimate goal is not to control or manipulate,but to establish an
environment and relationship of shared power and autonomy. While coaches must be
driven to support the instructional progress of teachers to impact student learning, they
must also foster a relationship with teachers that honors their professionalism.
Administrators will need to focus on hiring coaches who have the ability to balance this
type of situational leadership. Hiring the most effective coaches will mean that these
individuals can be flexible to the needs of individual teachers and also be able to drive
the building or district level goals set by school leaders
Menurut Kennedy (2012 : 131) Misalnya, di Finlandia, semua guru dilatih
untuk mendiagnosis siswa dengan pembelajaran yang sulit dan penyesuaian
pengajaran yang sulit pula dengan mepertimbangkan kebutuhan belajar dan gaya
hidup siswa Ini juga terjadi di Swedia, di mana pendidikan guru bertujuan
mempersiapkan calon guru untuk menciptakan kondisi di mana semua siswa dapat
belajar dan mengembangkan diri: semua guru mempersiapkan secara khusus
untuk mengajar siswa dari beragam latar belakang. Itu Sebaliknya bisa menjadi
hambatan untuk peningkatan siswa. Di Jerman, misalnya, salah satu dari
kelemahan yang dapat menjelaskan hasil negara yang relatif rendah pada tes PISA
2000 hasilnya para guru tidak dipersiapakan untuk menangani siswa dari latar
belakang imigran
For example, in Finland, all teachers are trained in diagnosing students with learning
difficulties and in adapting their teaching to the varying learning needs and styles of their
students It is also the case in Sweden, where teacher education aims to prepare future
teachers to create the conditions in which all students can learn and develop: all teachers
receive a specific preparation to teach students from diverse backgrounds. The contrary
can be an obstacle to student improvement. In Germany, for example, one of the
weaknessesthat may explain the country’s relatively low result on the PISA 2000 test was
that the teachers were ill-equipped to deal with students from an immigrant background
12. 12
Menurut DfES (2004:4) Seorang guru yang efektif memiliki repertoar luas
pengajaran dan pembelajaran yang berbeda model, strategi dan teknik dan tahu
cara menciptakan kondisi yang tepat untuk belajar. Pilihannya ditentukan oleh
sifat dari tujuan pembelajaran. Itu Buklet Kunci Strategi 3 Strategi Nasional
Pesan-pesan utama: Pedagogi dan praktik memberikan panduan tentang hubungan
antara pedagogik pendekatan (model pengajaran), strategi pengajaran, teknik dan
metode menciptakan kondisi untuk belajar untuk menginformasikan desain
pelajaran.Unit dibagi menjadi empat kategori warna-kode yang berbeda:
Merancang pelajaran,Mengajar repetoire, Menciptakan pembelajar yang efektif
dan Menciptakan kondisi untuk belajar.Unit dalam kategori Membuat pelajar
yang efektif mendukung kunci utama 3 Inisiatif seluruh sekolah Strategi Nasional.
An effective teacher has a wide-ranging repertoire of different teaching and learning
models, strategies and techniques and knows how to create the right conditions for
learning. The choice is determined by the nature of the learning objective. Them Key
Stage 3 National Strategy booklet Key messages: Pedagogy and practice provides
guidance on the relationship between pedagogic approaches (teaching models), teaching
strategies, techniques and methods of creating the conditions for learning in order to
inform lesson design. The units are divided into four distinct colour-coded categories:
Designing lessons,Teaching repetoire, Creating effective learners and Creating
conditions for learning.The units in the Creating effective learners category support the
Key Stage 3 National Strategy whole-school initiatives.
Menurut Parr dan Helen (2008:59) Studi pertama menganggap bahwa
proses pengambilan keputusan dilihat dalam konteks sehari-hari di ruang kelas.
Data berasal dari proyek penelitian yang mendokumentasikan pelaksanaan paket
literasi yang tersedia secara komersial ke dalam kelas junior di sekolah dasar di
Selandia Baru, sekolah memiliki otonomi lengkap dalam pemilihan bahan sumber
daya. Sekolah dilacak selama dua tahun saat mereka memilih, menerapkan, dan
membuat pilihan tentang yang sedang berlangsungpenggunaan bahan literasi.
Data ini menginformasikan pertanyaan penelitian tentang sifat daribukti yang
dikumpulkan untuk memantau keberhasilan materi baru.
The first study considersthe process of decision-making viewed in the everyday context of
the classroom. The data are from a research project that documented the implementation
13. 13
of commercially available literacy packages into junior classes in primary schools. In
New Zealand, schools have complete autonomy in the selection of resource materials.
Schools were tracked over two years as they selected, implemented and made choices
about the ongoing use of the literacy materials. These data inform a research question
concerning the nature of evidence that is collected to monitor the success of new
materials.
Menurut Judge dan joyce (2000 : 763 ) pembelajaran ini memberikan
kontribusi bagi pengetahuan kita menegenai kepemimpinan transformasional
dalam hal ini adalah yang pertama kali ditunjukkan hubungan antara Lima Besar
dimensi kepribadian dan kepemimpinan transformasional. Selain itu, penelitian ini
memberikan bukti bahwa individu yang memiliki relasi atau teman itu yang
dinakamakan pemimpin efektif. Selanjutnya, karena hasil ini memperoleh sampel
pemimpin dari sekitar 200 organisasi yang berbeda, termasuk industri swasta,
perusahaan publik, dan pemerintah, kita yakin bahwa hasil yang akan di peroleh
positif terkait dengan kepemimpinan transformasional secara umum dapat
digeneralisasikan. Kami berharap bahwa penelitian ini akan merangsang
penelitian masa depan pada pemilihan dan pengembangan pemimpin
transformasional.
this study makes a contribution to our knowledge oftransformational leadership in that it
is the first to demonstrate relationships between the Big Five dimensions of personality
and transformational leadership. In addition, this study provides evidence that
individuals who are rated by their followers as exhibiting
transformational behaviors are judged by their superiors to be more effective leaders.
Furthermore, because these results were obtained on a sample of leaders from
approximately 200 different organizations, including private industry, publicly held
companies, and government, we can be confident that the positive outcomes associated
with transformational leadership are broadly generalizable. We hope that this study will
stimulate future research on the selection and development of transformational leaders.
14. 14
2.1.5 Proses Pembentukan sikap
Menurut kadir (2008:145-147) proses pembentukan sikpa sebagai berikut :
1. Pola Pembiasaan
Belajar membentuk sikap melalui pembiasan dilakukan oleh Watson dan
Skinner. Dimana proses pembentukan sikap melalui pembiasaan yang di lakukan
oleh Watson menekankan kepada cara belajar sikap tertentu terhadap suatu
objek.Sedangkan skinner lebih menekankan pada proses peneguhan respon anak.
Dimana setiap kali anak menunjukan prestasi yang baik diberikan penguatan
(reinforcement) dengan cara memberikan hadiah atau perilaku yang
menyenangkan, lama-kelamaan anak berusaha meningkatkan sikap positifnya.
Pada suatu hari Watson melihat anak yang senang dengan tikus berbulu putih.
Kemana pun anak itu pergi, ia selalu membawa tikus putih yang disenanginya.
Watson ingin mengubah sikap senang terhadap tikus
tersebut menjadi benci. Maka ketika si anak hendak memegang tikus
berbulu putih itu, Watson memberi kejutan dengan suara keras hingga anak
tersebut terkejut. Terus-menerus hal tersebut dilakukan. Ketika anak mendekati
dan hendak membawa tikus itu, dimunculkan suara keras; anak semakin terkejut
dan lama-kelamaan anak benar-benar menjadi takut dengan tikus putih
peliharaannya. Jangankan mau membawa atau memegangnya, melihat saja ia
menangis dan ketakutan. Mengapa anak berubah sikap positif terhadap tikus putih
menjadi sikap negatif? Hal ini disebabkan kebiasaan (conditioning). Cara belajar
sikap demikian menjadi dasar penanaman sikap tertentu terhadap suatu objek
2. Modelling
Pembelajaran sikap seseorang dapat juga dilakukan melalui proses
modelling yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi dan proses
mencontoh. Modeling merupakan proses peniruan anak terhadap orang lain yang
menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya. Hal yang ditiru disini adalah
perilaku yag diperagakan atau didemonstrasikan oleh yang menjadi idolanya.
Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang ialah keinginannya
untuk meniru (imitasi). Hal yang ditiru adalah perilakuperilaku yang diperagakan
atau didemonstrasikan oleh orang yang menjadi idolanya. Prinsip peniruan ini
yang dimaksud modeling. Modeling ialah proses peniruan anak terhadap orang
15. 15
lain yang menjadi idolanya atau yang dihormatinya. Pemodelan biasanya dimulai
dari perasaan kagum. Anak kagum terhadap kepintaran orang lain, misalnya
terhadap guru yang dianggapnya bisa melakukan segala sesuatu yang tidak bisa
dilakukannya. Secara perlahan perasaan kagum akan mempengaruhi emosinya
dan secara perlahan anak tersebut akan meniru perilaku yang dilakukan oleh
idolanya. Misalnya, jika idolanya (guru atau siapa saja) menunjukkan perilaku
tertentu terhadap suatu objek, maka anak akan cendrung berperilaku sama seperti
apa yang dilakukan idolanya. Jika idolanya begitu perduli terhadap kebersihan
lingkungan, membuang sampah pada tempatnya, memungut sampah yang
berserakkan, maka anak juga akan berperilaku seperti apa yang dilakukan oleh
idolanya terhadap lingkungannya; jika anak mengagumi gurunya karena
kecantikkan gurunya maka anak akan berperilaku seperti gurunya. Proses
penanaman sikap anak terhadap sesuatu objek melalui proses modeling pada
mulanya dilakukan secara mencontoh. Namun anak perlu diberi pemahaman
mengapa hal tersebut dilakukan. Misalnya, guru perlu menjelaskan mengapa kita
harus menjaga kebersihan lingkungan. Dan dampak yang terjadi apabila kita tidak
menjaga lingkungan. Proses pemahaman ini diperlukan agar sikap yang muncul
benar-benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu nilai.
2.1.6 Model Pembelajaran dari model konsiderasi
Menurut Joyce dan Weil (2015:465-469) model pembelajaran dari model
konsiderasi memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
A. Sintaks
Fase Pertama :
Menjelaskan keadaan yang
membutuhkan pertolongan
Guru mendorong siswa
mengungkapkan perasaan dengan bebas
Fase Kedua :
Menelusuri Masalah
Siswa didorong untuk menjabarkan
masalah Guru menerima dan
mengapresisasi perasaan-perasaan
Fase Ketiga :
Mengembangkan Wawasan
Siswa mendiskusikan masalah
Guru Menyemangati siswa
16. 16
Fase Keempat :
Merencanakan Dan membuat
keputusan
Siswa merencanakan urutan pertama
dalam proses pengambilan keputusan
Guru menjelaskan keputusan yang
mungkin diambil
Fase Kelima :
Keterpaduan
Siswa mendapat wawasan lebih
mendalam dan mengembangkan
tindakan positif
Tindakan di luar
Wawancara
Siswa mulai melakukan tindakan yang
positif
Pada tahap pertama, penejelasan mengenai keadaan yang membutuhkan
bantuan. Tahap ini mencakup serangkaian pernyataan yang memberikan
kebebasan pada siswakebebasan pada siswa untuk megungkapkan perasaan,
sebuag persetujuan mengenai fokus umum dalam pembelajaran memang akan
dilanjutkan), dan penetapan prosedur tatap muka. Tahap pertama ini biasanya
berlangsung selama sesi pertama dalam membahsa masalah tertentu. Namun,
penyusunan dan penjelasan yang diberikan oleh guru mungkin saja diburuhkan
dalam beberapara waktu, meskipun hal ini seringkali memberikan kesimpulan
yang berubah-ubah dalam menajabarkan kembali masalah dan kemajuan yang
diperoleh. Secara alamiah, komentar-komentar yang sudah tersusun dan
terjabarkan ini akan berbeda dengan masalah yang dihadapi siswa. Misalkan
saja,negosiasi kontrak akademik akan sangat berbeda dibandingkan mengahadapi
situasi-situasi problematik yang berhubungan dengan perilaku.
Pada tahap kedua,melalui penerimaan guru dan kejelasan masalah, siswa
siswa didorong untuk mengungkapkan perasaan positig dan negatif serta
mengatakan dan menjelaskan masalah yang ada.
Pada tahap ketiga, secara bertahap dan perlahan-lahan, siswa mulai
mengembangkan wawasan yang dimilikinya; siswa merasakan ada makna baru
dari pengalaman pribadinya, melihat adanya sebuah hubungan baru anatar sebab
dan akibat, serta memahami makna dibalik tingkah laku yang dirasakannya. Pada
kebanyakan situasi, siswa diminta untuk menjelaskan masalah dan
mengembangkan wawasan baru mereka mengenai perasaanya secara bergantian.
17. 17
Pada tahap keempat, konsentrasi siswa diarahkan untuk perencanaan dan
pembuatan keputusan dengan mengacu pada masalah yang ada. Peran guru pada
tahap ini menjelaskan dan membeberkan beberapa alternatif
Tahap kelima, siswa melaporkan tindakan yang dialakukannya,
mengembangkan wawasan, serta merencanakan tindakan yang lebih positif,
terpadu, dan menunjukkan kemajuan.
B. Sistem sosial
Sistem sosial dalam strategi tak terararah mengharuskan guru berperan
sebgai fasilitator atau reflektor. Namun, hal yang paling penting untuk ditekankan
adalah bahwa siswa bertanggung jawab pada pengelolaan proses interaksi
(kontrol); adanya pembagian kewenangan antara siswa dan guru. Norma-norma
dalam konteks ini menyangkut ekspresi perasaan secara bebas dan kemandirian
pikiran serta perilaku. Reward, untuk perilaku atau hasil tertentu dan utamanya
hukuman tidak diterapkan dalam strategi ini. Rewards dalam wawancara tidak
terarah (Nondirective interview) lebih subtil dan bersifat instrinsik penerimaan,
pemahaman, dan empati dari guru. Pengetahuan mengenai diri sendiri dan reward
psikologis yang diperoleh dari kepercayaan diri dikembangkan sendiri oleh siswa.
C. Prinsip-Prinsip Reaksi
Tugas-tugas guru didasarkan pada upaya mengiring siswa pada ranah
penelitian tentang pengaruh. Guru sebisa mungkin menjangkau siswa, berempati
pada kepribadian dan masalah yang dihadapi, dan merespond dengan berbagai
cara untuk membantu siswa menjabarkan masalah dan perasaannya, bertanggung
jawab pada tindakan mereka, dan merencanakan sasaran-sasaran serta metode-
metode dalam mencapai karakteristik siswa.
D. Sistem Pendukung
Sistem pendukung dalam strategi ini berbeda menurut fungsi wawancara.
Jika sebuh sesi wawancara adalah untuk menegosiasikan kontrak akademik, maka
hal-hal diperlukan dalam pembelajaran terarah-diri (self-directed learning) harus
tersedia dan sesuai. Jika wawancara mencakup proses konseling menyangkut
18. 18
masalah-masalah perilaku, harus sumber-sumber yang dapat membantu guru
melakukan hal semacam ini. Dalam kedua kasus tersebut, situasi one-to-one
mensyaratkan susuanan ruang yang memudahkan siswa untk berpindah diseluruh
penjuru kelas dan untuk melakukan aktivitas yang berbeda serta menyedisksn
bsnyak waktu dan tidak terburu-buru dalam membeberkan sebuah masalah dengan
cukup metdetail. Untuk wilayah kurikulum akademik, semisal membaca, menulis,
ilmu kesusastraan, dan ilmu sosial mebutuhkan deretan materi yang cukup
memadai.
2.2 Kajian Kritis
1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran model konsiderasi
Model pembelajaran adalah suatu interaksi peserta didik dengan guru didalam
kelas yang menyangkut pendekatan,startegi,dan metode, teknik pembelajaran.
Dalam suatu model pembelajaran ditentukan bukan hanya apa yang harus
dilakukan oleh guru, tapi menyangjut tahapan-tahapan, prinsip-prinsip reaksi guru
dan peserta didik, serta sistem penunjang yang diisyaratkan.
Model Konsiderasi merupakan pembentukan moral tidak sama dengan
pengembangan kognisi yang rasional. Model tersebut merupakan pola umum
perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/ tujuan pembelajaran yang
diharapkan. model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk memebentuk kurikulum (Rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran
dikelas atau yang lain.
Model ini berupaya membebaskan individu dari sifat destruktif yang mungkin
tersamar dalam bentuk kecintaan pada diri sendiri (suka mementingkan diri
sendiri atau kelompoknya sendiri tanpa mau tahu bahwa diluar juga ada kelompok
lain). Sehingga tercipta pribadi yang memiliki kepedulian atau perhatian pada
orang lain atas dasar cinta kasih dan saling menghormati
a) Pendidikan moral harus memperhatikan kepribadian secara menyeluruh, khusus
yang berkaitan dengan interaksi kita dengan orang lain, perilaku atau etika kita
b) Siswa-siswa menghargai orang dewasa yang memperagakan model standar
pertimbangan (konsiderasi) modal yang tinggi. Siswa lebih banyak belajar
19. 19
moralitas dari “bagaimana” guru berperilaku dan siapa guru itu sebagai seorang
pribadi, daripada “apa” yang diajarkannya.
c) Moralitas tidak dapat diajarkan melalui bujukan terhadap siswa secara rasional
untuk menganalisis konflik nilai-nilai dalam membuat keputusan. Kepada siswa
harus diajarkan melalui peragaan (modeling). Tahap yang dilakukan dalam
pembelajaran menggunakan model konsiderasi adalah sebagai berikut:
a) Menghadapi siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik yang sering
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Menciptakan situasi “seandainya siswa ada
dalam kondisi tersebut”
b) Meminta siswa untuk menganalisis situasi masalah dengan melibatkan bukan
hanya yang tampak, misalnya perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain
c) Meminta siswa menuliskan tanggapan terhadap permasalahan yang dihadapi.
Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah perasaan sendiri sebelum
mendengar respon orang lain untuk dibandingkan
d) Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta membuat kategori
dari setiap respon yang diberikan siswa
e) Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap
tindakan yang diusulkan siswa. Pada tahap ini siswa diajak berpikir tentang segala
kemungkinan yang akan ditimbulkan sehubungan dengan tindakannya. Guru perlu
menjaga agar siswa dapat menjelaskan argumennya secara terbuka serta dapat
saling menghargai pendapat orang lain. Diupayakan agar poerbedaan pendapat
tumbuh dengan baik sesuai dengan titik pandang yang berbeda.
f) Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang
(interdisipliner) untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap
tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
g) Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan
sesuai dengan pemilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri. Guru
hendaknya tidak menilai benar atau salah atas pilihan siswa. Yang dipelukan
adalah guru dapat membimbing mereka menentukan pilihan yang lebih matan
sesuai dengan pertimbangnnya sendiri.
20. 20
2.1.2 Pengaruh model pembelajaran konsiderasi
Setelah diterapkannya model konsiderasi, dapat dilihat dari sampel penelitian
anak sudah mulai memanggil atau menyapa teman dengan nama panggilan yang
sopan, mau meminjamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan,
mengucakan terimakasih ketika diberi pertolongan, datang tepat waktu,
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mulai menunjukkan kerja sama
dalam kelompok, menyepakati ketentuan yang telah disepakati bersama, dan
memakai seragam. Secara keseluruhan, anak dengan hambatan emosi dan prilaku
yang menjadi sampel penelitian mengalami peningkatan dalam keterampilan
sosial setelah diberi perlakuan yakni melalui pembelajaran konsiderasi.
2.1.3 kelebihan dan kekurangan dari Pembelajaran model konsiderasi
1. Kelebihan
Dalam pelaksanaan pembelajaran sikap akan dapat Membentuk watak
serta peradaban seseorang, mengembangkan potensi peserta didik dalam hal nilai-
nilai moral,sarana pembentukan manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, peserta didik
bisa membedakan hal yang buruk dan yang baik, peserta didik berlaku seperti
norma yang berlaku
2. Kekurangan
Kurikulum yang berlaku selama ini cendrung diarahkan untuk
pembentukan intelektual (kemampuan kognitif) dimana anak diarahkan kepada
menguasai materi tanpa memperhatikan pembentukan sikap dan moral, Sulitnya
melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan sikap seseorang.
2.1.4 Implementasi model konsiderasi
pembelajaran kooperatif dalam rana model konsiderasi adalah metode
pengajaran di mana siswa bekerja sama mendapatkan pemahaman yang lebih baik
tentang suatu topik. Itu adalah seorang siswa berpusat dalam pembelajaran di
21. 21
mana peran guru berubah dari pusat penyampaian informasi menjadi fasilitator,
yang berfungsi untuk memfasilitasi pembelajaran siswa, Disini mereka
mengumpulkan pengetahuan mereka sendiri dan menciptakan makna
pembelajaran mereka sendiri. lima kritis elemen grup yang diperlukan untuk
memastikan bahwa tugas CL paling efektif interdependensi positif,akuntabilitas
individu,tindakan mempromosikan interaksi keterampilan sosial yang sesuai, dan
kelompok pengolahan. Ketika kelima elemen ini tercapai, group anggota
mengalami manfaat terbesar. Ini termasuk manfaat akademik, seperti tingkat
pencapaian yang lebih tinggi dan banyak lagi metakognisi, dan manfaat sosial
seperti mendapatkan kerja kelompok keterampilan, diri yang lebih besar
pemimpin sebagai orang yang paling utama, tujuannya bukan untuk
mengendalikan atau memanipulasi, tetapi untuk menetapkan suatu lingkungan dan
hubungan kekuasaan bersama dan otonomi. Sementara pelatih harus didorong
untuk mendukung kemajuan instruksional guru, yang mempengaruhi
pembelajaran siswa, mereka harus membina hubungan dengan guru yang telah
menghormati profesionalisme mereka. Administrator perlu fokus pada perekrutan
pelatih yang memiliki kemampuan untuk menyeimbangan jenis kepemimpinan
situsional. Mempekerjakan banyak pelatih yang efektif akan membuat guru bisa
fleksibel terhadap kebutuhan masing-masing dan juga dapat mendorong tujuan
pembangunan atau tingkat distrik para pemimpin sekolah.
2.1.5 Proses Pembentukan sikap
Proses pembentukan sikap terjadi dengan sistem adopsi dari orang lain yakni
melalui satu proses yang disebut proses pembelajaran sosial. Dalam proses inipun
dilalui dalam beberapa proses lainnya antara lain :
1. Classical conditioning adalah Bentuk dasar dari pembelajaran di mana satu
stimulus, yang awalnya netral menjadi memiliki kapasitas untuk
membangkitkan reaksi melalui rangsangan yang berulang kali dengan
stimulus lain. Dengan kata lain satu stimulus menjadi sebuah tanda bagi
kehadiran stimulus lainnya. Dalam proses ini seorang anak yang awalnya
biasa saja menyaksikan Ibunya bersikap marah terhadap suku bangsa tertentu
22. 22
namun karena sikap sang Ibu tersebut dilakukan berulang kali maka terjadilah
proses classical conditioning pada diri sang anak. Sang anak yang awalnya
netral menjadi ter-stimulasi untuk bersikap negatif seperti yang dilakukan
Ibunya. Dalam hal ini anak memperlajari bagaimana bersikap dari orang
terdekatnya.
2. Instrumental conditioning adalah Bentuk dasar dari pembelajaran di mana
respon yang menimbulkan hasil positif atau mengurangi hasil negarif yang
diperkuat. Dalam proses ini kita bisa mengambil contoh anak yang tidak
memahami apa-apa tentang partai politik misalnnya maka akan bersikap sama
dengan orang tuanya. Dalam perspektif behavior, tingkah laku sang anak
adalah buah dari reinforcement. Dengan memberikan senyuman, pujian atau
hadiah kepada anak yang telah melakukan dukungan kepada salah satu partai
politik (padahal ia baru berusia 3 tahun) seperti yang menjadi dambaan orang
tuanya maka akan membentuk sikap anak sama dengan sikap orang tuanya
tersebut. Proses adopsi sikap seperti dinamakainstrumental condioning.
3. Pembelajaran melalui observasi adalah Salah satu bentuk belajar di mana
individu mempelajari tingkah laku atau pemikiran baru melalui observasi
terhadap orang lain. Proses ini terjadi hanya dengan memperhatikan tingkah
laku orang lain. Contohnya seorang anak yang melihat ayahnya memukul
Ibunya maka sikap dan perbuatan tersebut akan menurun pada anaknya meski
sang ayah melarang anaknya melakukan kekerasan kepada siapapun. Dalam
hal ini sang anak seringkali belajar apa yang dilakukan orang tuanya, bukan
apa yang dikatakan oleh orang tuanya.
4. Perbandingan Sosial adalah Proses di mana kita membandingkan diri kita
dengan orang lain untuk menentukan apakah pandangan kita terhadap
kenyataan sosial benar atau salah. Dalam proses ini kita bisa melihat
bagaimana anggota masyarakat menentukan siapa pemimpinnya dalam satu
komunitas di pedesaan cenderung sama karena mereka memiliki
kecenderungan untuk memperbandingkan diri mereka masing-masing dengan
orang lain untuk menentikan apakah pandangan dan sikapnya terhadap siapa
yang akan dipilihnya benar atau salah Dalam masyarakat desa berbeda
pandangan dan sikap dengan lingkungannya akan anggap aneh dan tidak lazim
23. 23
dan bahkan mendapat resiko dikucilkan. Dalam banyak kasus, sikap terbentuk
dari informasi sosial yang berasal dari orang lain, dan keinginan kita sendiri
untuk menjadi serupa dengan orang yang kita sukai atau hormati.
2.1.6 Model Pembelajaran dari model konsiderasi
Pada tahap pertama, penejelasan mengenai keadaan yang membutuhkan bantuan.
Tahap ini mencakup serangkaian pernyataan yang memberikan kebebasan pada
siswakebebasan pada siswa untuk megungkapkan perasaan, sebuag persetujuan
mengenai fokus umum dalam pembelajaran memang akan dilanjutkan), dan
penetapan prosedur tatap muka. Tahap pertama ini biasanya berlangsung selama
sesi pertama dalam membahsa masalah tertentu. Namun, penyusunan dan
penjelasan yang diberikan oleh guru mungkin saja diburuhkan dalam beberapara
waktu, meskipun hal ini seringkali memberikan kesimpulan yang berubah-ubah
dalam menajabarkan kembali masalah dan kemajuan yang diperoleh. Secara
alamiah, komentar-komentar yang sudah tersusun dan terjabarkan ini akan
berbeda dengan masalah yang dihadapi siswa. Misalkan saja,negosiasi kontrak
akademik akan sangat berbeda dibandingkan mengahadapi situasi-situasi
problematik yang berhubungan dengan perilaku.
Pada tahap kedua,melalui penerimaan guru dan kejelasan masalah, siswa
siswa didorong untuk mengungkapkan perasaan positig dan negatif serta
mengatakan dan menjelaskan masalah yang ada.
Pada tahap ketiga, secara bertahap dan perlahan-lahan, siswa mulai
mengembangkan wawasan yang dimilikinya; siswa merasakan ada makna baru
dari pengalaman pribadinya, melihat adanya sebuah hubungan baru anatar sebab
dan akibat, serta memahami makna dibalik tingkah laku yang dirasakannya. Pada
kebanyakan situasi, siswa diminta untuk menjelaskan masalah dan
mengembangkan wawasan baru mereka mengenai perasaanya secara bergantian.
Pada tahap keempat, konsentrasi siswa diarahkan untuk perencanaan dan
pembuatan keputusan dengan mengacu pada masalah yang ada. Peran guru pada
tahap ini menjelaskan dan membeberkan beberapa alternatif
24. 24
Tahap kelima, siswa melaporkan tindakan yang dialakukannya,
mengembangkan wawasan, serta merencanakan tindakan yang lebih positif,
terpadu, dan menunjukkan kemajuan.
B. Sistem sosial
Sistem sosial dalam strategi tak terararah mengharuskan guru berperan
sebgai fasilitator atau reflektor. Nmaun, hal yang paling penting untuk ditekankan
adalah bahwa siswa bertanggung jawab pada pengelolaan proses interaksi
(kontrol); adanya pembagian kewenangan antara siswa dan guru. Norma-norma
dalam konteks ini menyangkut ekspresi perasaan secara bebas dan kemandirian
pikiran serta perilaku. Reward, untuk perilaku atau hasil tertentu dan utamanya
hukuman tidak diterapkan dalam strategi ini..
C. Prinsip-Prinsip Reaksi
Tugas-tugas guru didasarkan pada upaya mengiring siswa pada ranah
penelitian tentang pengaruh. Guru sebisa mungkin menjangkau siswa, berempati
pada kepribadian dan masalah yang dihadapi, dan merespond dengan berbagai
cara untuk membantu siswa menjabarkan masalah dan perasaannya, bertanggung
jawab pada tindakan mereka, dan merencanakan sasaran-sasaran serta metode-
metode dalam mencapai karakteristik siswa.
D. Sistem Pendukung
Sistem pendukung dalam strategi ini berbeda menurut fungsi wawancara.
Jika sebuh sesi wawancara adalah untuk menegosiasikan kontrak akademik, maka
hal-hal diperlukan dalam pembelajaran terarah-diri (self-directed learning) harus
tersedia dan sesuai. Jika wawancara mencakup proses konseling menyangkut
masalah-masalah perilaku, harus sumber-sumber yang dapat membantu guru
melakukan hal semacam ini.
25. 25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Model Konsiderasi merupakan pembentukan moral tidak sama dengan
pengembangan kognisi yang rasional. Model tersebut merupakan pola
umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/ tujuan
pembelajaran yang diharapkan
2. Kelebihan : Dalam pelaksanaan pembelajaran sikap akan dapat
Membentuk watak serta peradaban seseorang, mengembangkan
potensi peserta didik dalam hal nilai-nilai moral,
Kekurangan : Kurikulum yang berlaku selama ini cendrung diarahkan
untuk pembentukan intelektual (kemampuan kognitif) dimana anak
diarahkan kepada menguasai materi tanpa memperhatikan
pembentukan sikap dan moral, Sulitnya melakukan kontrol karena
banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap
seseorang.
3. Proses pembentukan sikap terjadi dengan sistem adopsi dari orang lain
yakni melalui satu proses yang disebut proses pembelajaran sosial
4. Pembelajaran berbasis masalah adalah metode pembelajaran filsafat
pendidikan di mana pemecahan masalah adalah mekanisme yang
memungkinkan siswa untuk belajar. Siswa bekerja secara mandiri dan
dalam kelompok kecil untuk memperoleh pengetahuan melalui
pemecahan masalah
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna.
Kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang materi di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan
tentunya dapat dipertanggungjwabkan. Untuk saran bisaa berisi kritik atau
saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan
dan bahasan makalah yang telah di jelaskan.
26. 26
DAFTAR PUSTAKA
Armadani, L. Et al.(2017). Consideration learning model in character
education.Internasional Journal of Science and Research. 6(7) : 1586
1591
DfES.(2004). Pedagogy and practice : Teaching ang learning in secondary
schools leadership guide : education and skill
Fauzi, A.(2017). Daya serap siswa terhadap pembelajaran taksonomi. Jurnal
pustaka. 8 : 50-67
Gillete,CM.(2017). Consideration of Problem-Based Learning in Athletic Training
Education. Athletic Training Education Journal. 12(3) : 195-201
Himawan et al. (2018). Model Pembelajaran Sitem perilaku.Yogyakarta:
Media Akademi
Joyce,Marsha weil dan Emily Calhoun. 2015. Models of Teaching.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Johnson KG.(2016). Instructional coaching implementation : Considerations for
k-12 Administrators. Journal of School Administration Research and
Development.1(2) : 37-40
Kennedy, B. (2012). Equity and quality in education.OECD
Kadir, F.(2015). Strategi pembelajaran afektif untuk investasi pendidikan masa
depan. 8(2) : 135-149
Prianggita, VA.(2016). Penerapan model konsiderasi dan pembentukan rasional
dalam pembelajaran. Jurnal kajian pendidikan dan pengajaran.
2(1) : 71-80
Parr, JM dan Helen S. Timperley.(2008). Teachers, schools and using evidence :
considaretion of preparedness. 15(1) : 57-71
27. 27
Rusman.(2017). Belajar dan pembelajaran berorientasi standar proses
pendidikan. Jakarta : Rajawali Persada
Salim, N.(2010). Pengaruh penerapan model pembelajaran konsiderasi terhadap
sikap tegang rasa. Efektor.(16) : 49-56
Judge Timothy A and Joyce E. Bono.(2000). Five-Factor Model of Personality
and Transformational Leadership. journal of applied phsycology.
85(5) : 751-765
Yulida dea, Nandi Warnandi, dan Dedy Kuniadi.( 2018). Model konsiderasi untuk
melatih keterampilan sosial anak dengan hambtan emosi dan
perilaku.Jassi_anakku. 18(2) : 15-21