Similar to 11, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri dan asing, pasar modal, universitas mercu buana, 2018 (20)
11, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri dan asing, pasar modal, universitas mercu buana, 2018
1. MODULPERKULIAHAN
HUKUM BISNIS DAN
LINGKUNGAN
Penanaman Modal Dalam
Negeri dan Asing, Pasar
Modal
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program
Studi
Tatap
Muka
Kode MK Disusun Oleh
Ekonomi dan
Bisnis
Akuntansi 11 1A2323EL Angela Regife Laksmy
Situmorang
Abstract : Kompetensi
Memberi pengetahuan umum
tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri dan Asing, Pasar
Modal.
Mampu memahami teori
Penanaman Modal Dalam Negeri
dan Asing, Pasar Modal.
2. PENGERTIAN PENANAMAN MODAL ASING (PMA), PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN),
DAN JOINT VENTURE
Kedudukan Perusahaan Joint Venture dalam Penanaman Modal Asing, Pengertian Penanaman Modal
Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Joint Venture
Pengertian Penanaman Modal Asing (PMA)
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
menyatakan bahwa :
“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan
modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.”
Menurut Salim H.S. dan Budi Sutrisno (2008: 39), banyaknya keuntungan yang didapat oleh
Indonesia dari penanam modal asing membuat negara semakin tergantung dengan keberadaan
penanam modal asing, terutama dalam hal pembangunan ekonomi Indonesia. Kelebihan
penanaman modal asing atau Foreign Direct Investment (FDI) adalah :
1. Sifatnya permanen/jangka panjang;
2. Memberi andil dalam alih teknologi;
3. Memberi andil dalam alih ketrampilan; dan
4. Membuka lapangan kerja baru
Pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
menyatakan bahwa :
“Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di
wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan
menggunakan modal dalam negeri.”
Yang dimaksud dengan modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik
Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan
hukum atau tidak berbadan hukum.
Pengertian Joint Venture
Pengertian joint venture ini tidak secara tegas diatur dalam undang-undang, namun secara
eksplisit dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomol 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal yang menyatakan bahwa “Penanaman modal dalam negeri dan asing yang
melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan mengambil
bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas.”
Joint venture adalah suatu bentuk yang telah berkembang pesat dan luas. Perusahaan ini adalah
suatu upaya dari suatu kegiatan komersial oleh dua atau lebih pihak melalui suatu lembaga atau
organisasi untuk mencapai suatu tujuan bersama. Sunarayati Hartono (1974: 6) mengemukakan
batasan joint venture adalah :
“Setiap usaha bersama antara modal Indonesia dan modal asing , baik ia merupakan usaha
bersama antara swasta dan swasta, pemerintah dan swasta, ataupun pemerintah dan pemerintah.
Juga tidak dibedakan apakah joint venture itu dianggap sebagai penanaman modal asing ataupun
penanaman modal dalam negeri.”
Bentuk Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Pada Bab IV Pasal 5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
menjelaskan mengenai bentuk badan usaha dan kedudukan penanaman modal. Penanaman
Modal Asing (PMA) wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan
berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia. Hal ini terdapat ketentuan yang
berbeda dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang menyatakan bahwa Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan
hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan.
Penanaman Modal Asing (PMA) wajib dalam bentuk perseroan terbatas (PT) karena merupakan
salah satu upaya pemerintah dalam memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan
Penanaman Modal Asing (PMA). Instrumen kepastian hukum yang diberikan dalam PT
3. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
meliputi (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50759704ac972/mengapa-penanaman-modal-
asing-harus-dalam-bentuk-pt) :
Anggaran Dasar
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, jenis dan
kegiatan usaha serta tata cara pelaksanaan kegiatan PT diatur dalam anggaran dasar yang dibuat
dalam akta notarial dan harus didaftarkan serta disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (“Kemenkumham”).
Setiap perubahan anggaran dasar juga harus diberitahukan kepada Kemenkumham dan
mendapatkan persetujuan dari Kemenkumham. Melalui mekanisme ini, memperlihatkan bahwa
adanya kepastian hukum terhadap setiap tindakan dan kegiatan usaha PT harus sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar. Hal-hal
tersebut tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan nama orang perorangan saja seperti pada
badan usaha yang tidak berbadan hukum.
Pengalokasian Modal
Satu hal yang paling krusial dalam pelaksanaan PMA adalah pengalokasian modal dan
penggunaannya dalam menjalankan tujuan kegiatan usaha. Dalam PT penggunaan modal untuk
kegiatan usaha hanya dapat digunakan dengan persetujuan perseroan yang ditempuh dengan
mekanisme dan kesepakatan para pemegang saham yang dituangkan dalam anggaran dasar.
Sehingga setiap tindakan dalam PT merupakan tindakan atas nama perseroan dan tidak bisa
dilakukan hanya dengan persetujuan orang perorangan semata. Berbeda halnya dengan badan
usaha yang tidak berbentuk badan hukum yang dalam menjalankan tindakannya dapat bertindak
dan bertanggung jawab atas nama orang perorangan tanpa persetujuan dari para pendiri badan
usaha tersebut. Tentunya jika hal ini terjadi pada PMA, maka bentuk badan usaha tersebut tidak
memberikan kepastian hukum terhadap modal yang ditanamkan oleh pihak asing.
Demikian pula, bentuk penyertaan modal asing dalam suatu PT yang dapat dibuktikan dengan
saham. Berbeda halnya dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum, kepemilikan para
pendiri tidak dapat diwujudkan dalam bentuk saham melainkan hanya kekayaan perseroan
semata yang diatur oleh para pendiri sendiri.
Pengalokasian modal dengan bentuk saham ini memiliki maksud dan tujuan yang di antaranya
menentukan: (i) besar suara dalam pengambilan keputusan terhadap tindakan perseroan dan (ii)
menentukan besar dividen dan/atau kerugian (tanggung jawab) yang akan diterima/diderita atas
kegiatan usaha perseroan.
Tanggung jawab yang terbatas
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa
“Para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas tindakan PT dan perikatan yang
dilakukan oleh PT melebihi dari saham yang dimiliki oleh masing-masing pemegang saham”. Berdasarkan
ketentuan di atas, kami memahami bahwa besar tanggung jawab pemegang saham dalam PT hanya
sebatas pada besar saham yang dimiliki dan tidak dapat mencakup kekayaan pribadi dari pemegang
saham.
Di dalam PT terdapat pemisahan kekayaan pribadi pemegang saham dengan PT itu sendiri. Berbeda
halnya dengan badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum, dalam pemenuhan tanggung jawab oleh
para pendiri tidak dibatasi berdasarkan besar kekayaan yang ditanamkan dalam badan usaha, tetapi dapat
mencakup kekayaan pribadi dari para pendiri tersebut.
4. Organ Perseroan
PT dalam menjalankan kegiatan usahanya dijalankan oleh organ perseroan yang terdiri dari:
Rapat Umum Pemegang Saham;
Dewan Komisaris; dan
Dari ketiga organ perseroan di atas, masing-masing organ memiliki kapasitas dan kewajiban masing-
masing dalam menjalankan kegiatan usaha perseroan yag dituangkan dalam anggaran dasar dan/atau
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Berbeda halnya dengan badan usaha
yang tidak berbadan hukum yang dalam menjalankan kegiatan usahanya hanya dijalankan oleh paling
sedikit 2 (dua) orang dan pengambilan keputusan dapat dilakukan langsung oleh pesero/sekutu aktif dalam
badan usaha non-badan hukum tersebut.
Terjadinya Perusahaan Joint Venture
Awal masuknya investasi ke Indonesia dimulai pada masa setelah kemerdekaan Indonesia
ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Dengan
diundangkannya undang-undang tersebut memberikan kesempatan kepada pemodal asing dan
domestik untuk menanamkan modal di Indonesia.
Setelah era reformasi, lahirlah Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
sebagai babak baru penanaman modal di Indonesia. Pengaturan mengenai pembentukan
perusahaanjoint venture tidak secara tegas diatur dalam undang-undang, namun secara eksplisit
dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal yang menyatakan bahwa “Penanaman modal dalam negeri dan asing yang
melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan mengambil
bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas.”
Dalam perkembangannya joint venture dikaitkan dengan kemampuan modal nasional yang sudah
dapat melakukan usaha kerja sama dengan penanaman modal asing melalui bentuk penanaman
modal asing secara langsung di Indonesia. Faktor yang menyebabkan dipilihnya joint venture oleh
pemilik modal asing yang sebagian besar merupakan suatu perusahaan Transnational
atauMultinational Corporation yaitu di karenakan atas kekhawatiran oleh pemilik modal asing
tersebut, yakni terhadap adanya pengambilalihan secara sewenang-wenang tanpa melalui suatu
prosedur hukum oleh negara penerima modal atau yang lebih popoler dikatakan dengan
nasionalisasi (Huala Adolf, 2007: 50).
Keberadaan perusahaan joint venture dalam penanaman modal asing, mempunyai arti dan
manfaat yang sangat besar bagi penanam modal dalam negeri atau nasional maupun penanaman
modal asing yakni (Salim H.S. dan Budi Sutrisno, 2008: 39) :
Pembatasan resiko dimana dalam melakukan suatu kegiatan sudah barang pasti penuh resiko.
Dengan membentuk kerja sama maka resiko tersebut dapat disebarkan kepada peserta-peserta;
dan Pembiayaan, dimana kerja sama usaha mendayagunakan modal dapat dilakukan dengan
sederhana dengan menyatukan modal yang dibutuhkan.
Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa keharusan penanaman modal asing melakukan joint
venture dilakukan dengan pertimbangan bahwa (Suparji, 2008: 71-72) :
Untuk peningkatan modal, dimana peningkatan modal dapat diharapkan melalui bentuk modal
kerja ataupun modal investasi untuk mesin-mesin, peralatan-peralatan spareparts dan lain-lain.
Alasan ini dikarenakan bentuk joint venture adalah jenis usaha baru, jadi membawa modal baik
yang berbentuk sebuah modal kerja maupun modal investasi.
Berkaitan mengenai keahlian dan pengalaman di bidangprocessing dari barang-barang yang oleh
penanaman modal dalam negeri yang selama ini hanya dikenal sebagai barang jadi. Sehingga
para pengusaha nasional dapat mempertahankan fungsi dagang dan pada akhir diharapkan
mengambil alih fungsi-fungsi tenologis dari pihak investor asing pada suatu waktu tertentu.
Dengan joint venture penanaman modal asing dapat ikut serta dalam usaha mendapatkan
saluran-saluran distribusi di daerah-daerah dimana jaringan-jaringan distribusi yang selama ini
dikuasai oleh penanaman modal nasional yang telah ada tidak dapat ditembus.
Perusahaan asing tersebut berusaha untuk menjaga hubungan yang baik dengan pemerintah
setempat. Oleh karena itu pemerintah setempat dapat membantu dengan memberikan
5. kemudahan dalam usaha dan tidak menghambat berbagai proyek perusahaan. Kesempatan
tersebut didukung dengan adanya kenyataan bahwa perusahaan lokal memiliki kelebihan untuk
bisa mengatasi hambatan-hambatan dalam birokrasi dan lebih jauh dapat mempengaruhi birokrasi
sesuai dengan tujuan atau kepentingan perusahaannya.
PT. AQUA
UU tentang Penanaman Modal Asing yang diberlakukan tahun 2007 silam, semakin menyiratkan bahwa
pemerintah tidak berdaya menolak intervensi dan kepentingan asing. Dengan kebijakan tersebut, membuat
pencaplokan korporasi nasional oleh MNC asing akan kian masif. Bukti paling menonjol adalah ketika
minum Aqua (74% sahamnya dikuasai perusahaan Danone asal Perancis). Tahun 1997, akibat terjadinya
krisis moneter, PT Aqua mencatat pertumbuhan dibawah 30%. Hal itu terjadi karena perusahaan hanya
menghasilkan laba bersih sebesar Rp 7.8 milyar atau turun sebesar 25% dibandingkan dengan tahun
1996. Selain itu, pendapatan perusahaan juga turun sebesar 23% dari Rp 220.8 milyar menjadi Rp 179.4
milyar pada tahun 1996 (Financial Highlight Aqua, 1997).
Oleh karena itu, PT Aqua memutuskan untuk menjual sebagian sahamnya kepada investor asing. Dalam
hal ini adalah French Danone, dengan jalan melakukan akuisisi saham. Akuisisi saham terjadi ketika
sebuah perusahaan tersebut tetap beroperasi sebagai entitas hukum yang terpisah, akibatnya muncul
perusahaan induk dan perusahaan anak (Floyd A. Beams, 2000:2).
Pengambil alihan itu sempat menggemparkan banyak pihak, pasalnya Aqua merupakan perusahaan Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang memiliki jumlah penjualan terbanyak dan paling terkenal. Bagi
Danone, Aqua jelas merupakan AMDK yang menguntungkan. Terbukti produksi Aqua langsung
menyumbang sekitar 12% dari total volume produksi air minum Danone di seluruh dunia. Dengan pangsa
50%, kini Aqua menjadi pemimpin pasar AMDK di Indonesia. Akuisisi saham Danone pada PT Aqua
ditahun 1998 hanya sebesar 40% dan saat itulah merupakan titik awal perkembangan pesat PT Aqua,
dimana PT Aqua mampu menghasilkan laba bersih sebesar Rp 19 milyar atau bertambah 143% dari tahun
sebelumnya.
Setelah ditinjau dari kasus ini, ada baiknya kita lebih mampu untuk berpacu pada Undang-undang
Penanaman Modal yang telah ada, maka diperoleh suatu pernyataan tentang kinerja PT. Aqua yang sangat
bagus. Mengapa demikian? Karena, nilai likuiditas perusahaan rendah dan hal itu menunjukkan bahwa
perusahaan telah mampu membayar kewajiban-kewajiban dalam jangka yang tidak panjang alias jangka
pendek. Laba yang diperoleh PT. Aqua pun selalu mampu meningkatkan aliran kas dan jumlah laba
ditahan. Dan yang terakhir, perusahaan dapat menghemat biaya yang harus dilunasi atau dibayar guna
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Maka kesimpulannya adalah PT. Aqua tidak akan mengalami
masalah yang berarti selama masih mampu untuk mengontrol sistem keuangan perusahaan terkait dengan
biaya ini-itu dan pemasukan-pemasukan yang ada. Sebenarnya PT. Aqua bisa saja memutuskan untuk
tidak bekerjasama lagi dengan perusahaan Danone namun sejauh ini PT. Aqua tidak sedang menjalin
hubungan simbiosis parasitisme dengan perusahaan Danone sehingga hal ini tepat untuk dijadikan alasan
mengapa Penanaman Modal Asing oleh Danon pada PT. Aqua, Indonesia tidak perlu diberhentikan.
Referensi
http://blogs.unpad.ac.id/kelompok5a-adbis/2014/09/29/pasar-modal-asing-dan-contoh-kasus-pada-pt-
aqua/Dr. Aminuddin Ilmar SH., M.Hum., Hukum Penanaman Modal di IndonesiaHulman Panjaitan, SJ.,
Hukum Penanaman Modal AsingDr. Nj. C. F. G. Sunarjati Hartono SH., Beberapa Masalah Transnasional
Dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia