Dokumen tersebut membahas tentang penanaman modal asing dan hutang luar negeri di Indonesia. Secara garis besar, penanaman modal asing dapat bermanfaat untuk pembangunan melalui sumber dana, pertumbuhan ekonomi, dan transformasi struktural, meskipun terdapat berbagai kendala seperti stabilitas politik dan infrastruktur. Dokumen juga membahas penyelesaian sengketa penanaman modal dan berbagai jenis hutang luar negeri seperti bilateral
2. Pengertian Penanaman Modal Asing
Dalam literatur ekonomi makro, investasi asing dapat dilakukan dalam bentuk, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung atau
foreign direct investment (FDI). Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti saham
dan obligasi. Sedangkan investasi langsung yang dikenal dengan Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan
jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan.
Secara yuridis mengenai Penanaman Modal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal. Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal menyatakan bahwa:
“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam
negeri .”
Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini ialah:
a. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaann devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah
digunakan untuk pembiayaan perusahaan diIndonesia.
b.alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan,yang dimasukkan dari luar ke
dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.
c.bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai
perusahaan di Indonesia.
Di dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal ini, jika diadakan perbandingan dari investasi portofolio
dengan Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan, diantaranya sifatnya permanen (jangka panjang), banyak
memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat
penting bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja. Sedangkan,
dalam investasi portofolio, dana yang masuk ke perusahaan yang menerbitkan surat berharga (emiten), belum tentu akan sanggup
untuk membuka lapangan kerja baru di dalam Negara tujuan investasi.
Sekalipun ada emiten yang setelah mendapat dana dari pasar modal untuk memperluas usahanya atau membuka usaha baru yang hal
ini berarti membuka lapangan kerja. Tidak sedikit pula dana yang masuk ke emiten hanya untuk memperkuat struktur modal atau
mungkin malah untuk membayar utang bank. Selain itu proses ini tidak terjadi alih teknologi atau alih keterampilan manajemen.
3. Peranan Penanaman Modal Asing Bagi Negara Sedang Berkembang
Secara garis besar, penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang seperti negara
Indonesia dapat diperinci menjadi lima, yaitu :
a.Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk
mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
b. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan.
c.Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural.
d.Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun
modal asing di masa selanjutnya lebih produktif.
e.Bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai membangun industri-industri berat dan
industri strategis, adanya modal asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat
mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya.
Selama ini investor domestik di negara sedang berkembang yang enggan melakukan usaha yang beresiko tinggi
seperti eksploitasi sumber-sumber daya alam yang belum dimanfaatkan dan membuka lahan-lahan baru, maka
hadirnya investor asing akan sangat mendukung merintis usaha dibidang-bidang tersebut. Adanya pengadaan
prasarana negara, pendirian industri-industri baru, pemanfaatan sumber-sumber baru, pembukaan daerah-daerah
baru, akan membuka kecenderungan baru yaitu meningkatkan lapangan kerja. Sehingga tekanan pendudukan pada
tanah pertanian berkurang dan pengangguran dapat diatasi. Inilah keuntungan sosial yang diperoleh adanya
kehadiran investor asing. Adanya transfer teknologi mengakibatkan tenaga kerja setempat menjadi terampil,
sehingga meningkatkan marginal produktifitasnya, akhirnya akan meningkatkan keseluruhan upah riil. Semua ini
menunjukkan bahwa modal asing cenderung menaikkan tingkat produktifitas, kinerja tenaga kerja Negara tujuan
penanaman modal dan pendapatan nasional.
4. Kendala Penanaman Modal Asing di Indonesia
Secara teoritis ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan mengapa investor-investor dari negara-negara maju ke
negara-negara berkembang yakni, The Product Cycle Theory dan The Industrial Organization Theory of Vertical Organization. The
Product Cyrcle Theory yang dikembangkan oleh Raymond Vermon ini menyatakan bahwa setiap teknologi atau produk berevolusi
melalui tiga fase : Pertama fase permulaan atau inovasi, kedua fase perkembangan proses dan ketiga fase standardisasi. Dalam setiap
fase tersebut sebagai tipe perekonomian negara memiliki keuntungan komparatif (Comparative advantage). The Industrial
Organization Theory of Vertical Integration merupakan teori yang paling tepat untuk diterapkan pada new multinasionalism dan pada
investasi yang terintegrasi secara vertikal. Pendekatan teori ini berawal dari penambahan biaya-biaya untuk melakukan bisnis diluar
negeri (dengan investasi) harus mencakup biaya-biaya lain yang harus dipikul lebih banyak daripada biaya yang diperuntukkan
hanya untuk sekedar mengekspor dari pabrik-pabrik dalam negeri. Oleh karena itu perusahaan itu harus memiliki beberapa
kompensasi atau keunggulan spesifik bagi perusahaan seperti keahlian teknis manajerial keadaan ekonomi yang memungkinkan
adanya monopoli.
Menurut teori ini, investasi dilakukan dengan cara integrasi secara vertikal yakni dengan penempatan beberapa tahapan
produksi di beberapa lokasi yang berbeda-beda di seluruh dunia. Motivasi utamanya adalah untuk mendapatkan keuntungan berupa
biaya produksi yang rendah, manfaat pajak lokal dan lain-lain. Di samping itu motivasi yang lain adalah untuk membuat rintangan
perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain, artinya dengan investasinya di luar negeri ini berarti perusahaan-perusahaan
multinasional tersebut telah merintangi persaingan-persaingan dari negara lain sehingga monopoli dapat dipertahankan. Motif utama
modal internasional baik yang bersifat investasi modal asing langsung (foreign direct investment) maupun investasi portofolio adalah
untuk mendapatkan return yang lebih tinggi daripada di negara sendiri melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,
sistem perpajakkan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik. Untuk menarik arus modal yang signifikan ke suatu
negara dipengaruhi oleh beberapa faktor : Iklim investasi yang kondusif dan Prospek pengembangan di negara penerima modal.
Dilihat dari kedua faktor di atas, maka tampaknya arus modal asing justru lebih banyak mengalir ke negara-negara maju daripada ke
negara-negara berkembang. Aliran modal ke negara-negara berkembang masih dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
a. Tingkat perkembangan ekonomi Negara penerima modal.
b. Stabilitas politik yang memadai.
c. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan investor.
d. Aliran modal cenderung mengalir ke Negara-negara dengan tingkat pendapatan per kapita yang tinggi.
5. Penyelsaian Sengketa Penanaman
Undang-undang penanaman modal juga mengatur mengenai penyelesaian sengketa penanaman modal. Aturan tersebut terdapat
dalam bab XV pasal 32. Pasal tersebut berbunyi:
a. Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penenam modal, para pihak terlebih dahulu
menyelesaikan sengketa tersebut melalui mufakat.
b. Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat
dilakukan melalui arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Dalam hal terjadi sengketa dibidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat
menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui
arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.
d. Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase
internasional yang harus disepakati oleh para pihak.
Kompetensi absolute arbitrase untuk menyelesakan suatu perkara bergantung pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak.
Ada dua bentuk perjanjian arbitrase, yakni factum de compromitendo dan akta kompronis.
Di dalam factum de compromitendo, para pihak yang membuat kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul
melalui forum arbitrase. Perjanjian arbitrase ini melekat pada suatu perjanjian yang dibuat para pihak, seperti perjanjian usaha
patungan dan keagenan. Oleh karena ia merupakan bagian dari suatu perjanjian tertentu, maka ia disebut sebagai klausul arbitrase.
Pada saat mereka mengikatkan diri dan menyetujui klausul arbitrase sama sekali belum terjadi sengketa atau perselisihan. Klausul
arbitrase dipersiapkan untuk mengantisipasi perselisihan yang mungkin timbul pada waktu yang akan dating. Jadi, sebelum terjadi
perselisihan para pihak telah bersepakat dan mengikatkan diri untuk menyelesaikan perselisihan yang akan terjadi oleh arbitrase.
Bentuk perjanjian yang kedua adalah akta kompronis atau compromise settlement (perdamaian yang dicapai di luar pengadilan). Akta
kompronis ini dibuat setelah timbul perselisihan antara para pihak. Setelah para pihak mengadakan perjanjian, dan perjanjian sudah
berjalan, kemudian timbul perselisihan. Sebelumnya, baik dalam perjanjian yang bersangkutan ataupun akta tersendiri, tidak diadakan
perjanjian arbitrase. Dalam kasus seperti ini, apabilapara pihak menghendaki agar perselisihan diselesailkan malalui forum arbitrase,
mereka dapat membuat perjanjian untuk itu.
6. Pengertian Hutang Luar Negeri
Hutang luar negeri diartikan sebagai penerimaan negara dalam bentuk
devisa ataupun dalam bentuk devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk
barang dan atau jasa yang diterima dari Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri
(PPHLN) yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tetentu atau hutang luar
negeri adalah sumber pembiayaan negara yang berasal dari negara asing,
badan/lembaga keuangan internasional atau dari pasar uang internasional yang
berbentuk devisa, barang, dan atau jasa termasuk penjaminan yang
mengakibatkan pembayaran di masa yang akan datang yang harus dibayar
kembali sesuai kesepakatan bersama.
7. Perlunya Pinjaman Luar Negeri
Dalam rangka pencapaian tujuan suatu negara maka diperlu adanya program-program
pembangunan yang berkesinambungan dengan dana yang tidak sedikit jumlahnya. Salah satu
syarat utama untuk mencapai tujuan pembangunan adalah cukup tersedianya dana investasi.
Kebutuhan dana investasi tersebut secara ideal seharusnya dapat dibiayai dari dana (tabungan)
dalam negeri. Tetapi dalam kenyataannya seperti negara berkembang lainnya, Indonesia masih
menghadapi masalah keterbatasan modal dalam negeri yang dibutuhkan untuk pembiayaan
pembangunan. Hal tersebut tercermin dengan adanya kesenjangan antara tabungan dalam
negeri dengan dana investasi yang diperlukan. Untuk menutup investasi yang diperlukan ini,
pinjaman luar negeri merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan ekonomi
Indonesia. Di samping itu, pinjaman luar negeri diperlukan dalam upaya menutup kesenjangan
antara kebutuhan valuta asing yang telah ditargetkan dengan devisa yang diperoleh dari
penerimaan hasil kegiatan ekspor.
Pinjaman luar negeri juga memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan sumber
pembiayaan lainnya. Pembiayaan dengan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) secara
berlebihan akan banyak menyerap uang dari sektor swasta yang dapat menimbulkan
perkembangan sektor swasta terhambat.
Demikian juga bila sumber pembiayaannya dari penjualan aset, cara ini cenderung
akan meningkatkan uang yang beredar dalam masyarakat sehingga dapat menimbulkan inflasi.
Sumber pembiayaan dari pinjaman luar negeri merupakan alternatif yang dapat menghindari
terjadinya kelemahan-kelemahan tersebut. Disamping itu pinjaman luar negeri memiliki
kelebihan lain yaitu dapat memasukkan teknologi maju/tenaga ahli.
8. Klasifikasi Pinjaman Luar Negeri
Secara umum, pendanaan luar negeri berasal dari sumber-sumber sebagai berikut: (1) bilateral
(pemerintah negara lain) berupa hibah, pinjaman lunak dan pinjaman campuran; (2) lembaga
multilateral/internasional berupa hibah dan pinjaman, dan; (3) perbankan atau lembaga keuangan internasional
berupa fasilitas kredit ekspor dan pinjaman komersial. Besarnya nilai utang luar negeri dapat disebabkan
penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah yang tidak seimbang. Rendahnya penerimaan pajak, sementara
pengeluaran pemerintah akibat impor barang modal tinggi.
Berdasarkan sifatnya pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Concessional Loan dengan cirri - ciri
bunganya rendah, grace periode dan repayment-nya lama, dan ada unsur hibahnya; serta Non-Concessional Loan.
Berdasarkan bentuknya Pinjaman/Hibah Luar Negeri dapat berupa devisa, barang, dan atau jasa. Sedangkan jika
dilihat dari penggunaannya pinjaman luar negeri ada yang berbentuk bantuan proyek dan ada yang berbentuk
bantuan program. Bantuan proyek adalah penerimaan dana bantuan luar negeri dalam bentuk barang dan atau jasa
bagi keperluan proyek pembangunan yang telah ditentukan dalam perjanjian. Adapun yang dimaksud dengan
bantuan program adalah bantuan luar negeri berbentuk bahan pangan dan atau devisa (tunai) yang dirupiahkan.
Prioritas penggunaannya untuk pembiayaan proyek pembangunan, namun penentuan proyeknya diserahkan kepada
pemerintah RI. Bantuan program dapat pula berupa komoditi tertentu yang nilai lawan rupiahnya digunakan untuk
menutup kekurangan pangan dan non pangan di dalam negeri.
Selain jenis bantuan seperti yang disebutkan di atas, ada jenis pinjaman luar negeri lainnya antara lain pinjaman
komersial dan fasilitas kredit ekspor. Pinjaman komersial adalah pinjaman yang diperoleh dari bank-bank/lembaga-
lembaga keuangan internasional dalam bentuk devisa tunai, dengan persyaratan komersial sesuai kondisi pasar uang
internasional untuk berbagai keperluan baik untuk pembiayaan proyek maupun untuk menyangga neraca
pembayaran, termasuk ke dalam jenis pinjaman ini adalah obligasi dan leasing. Sedangkan yang dimaksud fasilitas
kredit ekspor adalah pinjaman yang diterima Indonesia yang berasl dari suatu bank atau lembaga keuangan bukan
bank suatu negara guna membayar barang-barang yang diperlukan Indonesia yang merupakan produk dari negara
pemberi pinjaman.
9. Perencanaan Pinjaman Luar Negeri
Perencanaan di sini maksudnya adalah bagaimana prosedur memperoleh pinjaman luar negeri.
Perencanaan pinjaman luar negeri ini berbeda untuk pinjaman bilateral, multilateral, dan fasilitas
kredit ekspor.
Untuk pinjaman bilateral prosedurnya diawali dengan pengusulan proyek oleh Menteri/Kepala
Lembaga kepada Kepala Bappenas. Usulan itu lalu dinilai apakah sesuai dengan tujuan pembangunan
dan mempunyai prioritas yang tinggi. Jika mempunyai kelayakan usulan tersebut masuk dalam daftar
rencana untuk dibahas dan selanjutnya diajukan ke pemberi pinjaman. Lalu pemberi pinjaman
mengadakan penilaian kembali terhadap usulan proyek yang disampaikan oleh Pemerintah RI. Jika
penilaian pemberi pinjaman menyatakan proyek tersebut layak, maka pemberi pinjaman memberi
komitmen pembiayaan. Kemudian dilanjutkan dengan negosiasi.
Untuk pinjaman multilateral prosesnya tidak jauh berbeda dengan pinjaman bilateral. Prosesnya
diawali dengan pengusulan proyek, persetujuan dari Bappenas, dan pengusulan pada calon lender.
Dilanjutkan dengan Pre-appraisal dari lender untuk mengumpulkan dan mengevaluasi data/bahan,
melihat situasi/kondisi lokasi proyek, dan mengadakan pembicaraan dengan instansi terkait. Setelah
itu melakukan pembicaraan dengan Departemen Teknis, Depkeu, dan Bappenas guna memperoleh
kejelasan mengenai persiapan proyek dan lain-lain. Tahap akhir adalah negosiasi untuk
mendapatkan persetujuan.
Untuk Fasilitas Kredit Ekspor proses perencanaannya diawali dengan pengajuan proposal ke
Bappenas. Jika disetujui akan masuk ke Blue Book. Selanjutnya Departemen/Lembaga/BUMN
mengajukan alokasi kredit ekspor kepada Menko Perekonomian, tembusannya disampaikan kepada
Menkeu dan Kepala Bappenas. Lalu diterbitkan Alokasi Kredit Ekspor. Selanjutnya diadakan
pelelangan dan penandatanganan kontrak dengan rekanan. Setelah itu diadakan negosiasi dengan
lender untuk mendapatkan Credit Agreement.
10. Pelaksanaan Pinjaman Luar Negeri
Pelaksanaan ini diawali dengan penganggaran pinjaman luar negeri.
Tahap selanjutnya adalah pelelangan. Mengenai prosedur
pelelangan ini sesuai ketentuan dalam Loan Agreement. Tahap
selanjutnya adalah penarikan pinjaman setelah dipenuhi berbagai
kondisi. Kondisi-kondisi tersebut adalah Naskah Perjanjian
Pinjaman/Hibah Luar Negeri sudah ditandatangani kedua belah
pihak dan dinyatakan efektif.
Pembayaran Pinjaman Luar Negeri
Pembayaran ini meliputi pembayaran pokok pinjaman, bunga, dan
biaya lainnya seperti Biaya komitmen (Commitment Fee/Charge),
Biaya Manajemen, dan biaya fee.
11. Dampak Hutang Luar Negeri Indonesia
Pertama, dampak langsung dari utang yaitu cicilan bunga yang makin mencekik. Kedua, dampak yang paling hakiki dari
utang tersebut yaitu hilangnya kemandirian akibat keterbelengguan atas keleluasaan arah pembangunan negeri, oleh si
pemberi pinjaman. Dapat dilihat pula dengan adanya indikator-indikator baku yang ditetapkan oleh Negera-negara donor,
seperti arah pembangunan yang ditentukan. Baik motifnya politis maupun motif ekonomi itu sendiri.
Pada akhirnya arah pembangunan kita memang penuh kompromi dan disetir, membuat Indonesia makin terjepit dan
terbelenggu dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat negara Donor. Hal ini sangat beralasan karena mereka sendiri harus
menjaga, mengawasi dan memastikan bahwa pengembalian dari pinjaman tersebut plus keuntungan atas pinjaman, mampu
dikembalikan. Alih-alih untuk memfokuskan pada kesejahteraan rakyat, pada akhirnya adalah konsep tersebut asal jalan
pada periode kepemimpinannya, juga makin membuat rakyat terjepit karena mengembalikan pinjaman tersebut diambil dari
pendapatan negara yang harusnya untuk dikembalikan kepada rakyat yaitu kekayaan negara hasil bumi dan Pajak.
Selain memberikan dampak seperti yang diatas, utang luar negeri memiliki berbagai dampak baik positif dan negatif yaitu:
a. Dampak positif
Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran
pendapatan dan belanja negara, yang diakibatkan oleh pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang
cukup besar. Dengan adanya utang luar negeri membantu pembangunan negara Indonesia, dengan menggunakan tambahan
dana dari negara lain. Laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Dampak Negatif
Dalam jangka panjang utang luar negeri dapat menimbulkan berbagai macam persoalan ekonomi negara Indonesia, salah
satunya dapat menyebabkan nilai tukar rupiah jatuh(Inflasi). Utang luar negeri dapat memberatkan posisi APBN RI, karena
utang luar negeri tersebut harus dibayarkan beserta dengan bunganya. Negara akan dicap sebagai negara miskin dan tukang
utang, karena tidak mampu untuk mengatasi perekonomian negara sendiri, (hingga membutuhkan campur tangan dari pihak
lain).
12. Faktor Penyebab Hutang Luar Negeri Indonesia
Setidaknya ada dua alasan mengapa pemerintah di negara-negara berkembang tetap membutuhkan utang luar
negeri. Pertama, utang luar negeri dibutuhkan sebagai tambahan modal bagi pembangunan prasarana fisik.
Infrastruktur merupakan investasi yang mahal dalam pembangunan. Kedua, utang luar negeri dapat digunakan
sebagai penyeimbang neraca pembayaran.
Ada beberapa penyebab meningkat atau menurunnya utang Luar negeri Indonesia secara umum yaitu:
a. Defisit Transaksi Berjalan (TB)
TB merupakan perbandingan antara jumlah pembayaran yang diterima dari luar negeri dan jumlah pembayaran ke
luar negeri. Dengan kata lain, menunjukkan operasi total perdagangan luar negeri, neraca perdagangan, dan
keseimbangan antara ekspor dan impor, pembayaran transfer.
b. Meningkatnya kebutuhan investasi
Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama
dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang. Hampir setiap tahun Indonesia
menghadapi kekurangan dana investasi. Menurut pada tahun 2011, jumlah dana tabungan: 12,84 triliun sementara
kebutuhan investasi Rp 2.458,6 triliun. Hal ini mendorong meningkatnya pinjaman LN. Di samping kelangkaan
dana, meningkatnya utang LN juga didorong oleh perbedaan tingkat suku bunga.
c. Meningkatnya Inflasi
inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan
mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor . Laju inflasi mempengaruhi tingkat suku bunga,
karena ekspektasi inflasi merupakan komponen suku bunga nominal. trand inflasi meningkat menyebabkan Bank
Indonesia memangkas suku bunga. Dengan rendahnya suku bunga maka minat orang untuk berinvestasi rendah,
maka pemerintah untuk memenuhi belanja negaranya melalui pinjaman luar negeri.
d. Struktur perekonomian tidak efisien
Karena tidak efisien dalam penggunaan modal, maka memerlukan invetasi besar. Hal ini akan mendorong utang
luar negeri.
13. • Curry, Jeffry Edmund. 2001, Memahami Ekonomi Internasional, Memahami Dinamika
Pasar Global, Penerbit PPM, Jakarta
• Dirdjosisworo, Soedjono. 1999, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di
Indonesia, cetakan Pertama, CV. Mandar Maju
• Hartono, Sri Redjeki. 2007, Hukum Ekonomi Indonesia, cetakan Pertama, Bayumedia
Publishing, Malang
• Hollis B, Chenery dan Carter, Nicholas G. 1973, Foreign Assistance and Development
Performance, 1960-1970, American Economic Review, vol 63, No.2, Mei 1973
• Jatmika, Sidik. 2001, Otonomi Daerah, Perspektif Hubungan Internasional, Biagraf
Liberty, Yogyakarta.
• Kartadjoemana, H.S. 1996, GATT DAN WTO, Sistem, Forum dan Lembaga
Internasional dibidang Perdagangan, cetakan Pertama, Universitas Indonesia
Rajagukguk, Erman, et.al. 1995, Hukum Investasi, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Depok
• Tambunan, Prof. Dr. Tulus TH, 2014. Perekonomian Indonesia, Kajian Teoritis dan
Analisis Empiris, cet. Ketiga, Ghalia Indonesia, Bogor.
• Tulus Tahi Hamonangan Tambunan, Dkk. 2007, Jurnal Hukum Dan Bisnis Volume 24-
No 4 Tahun 2007. ISSN: 0852/4912. Yayasan Pemgembangan Hukum Bisnis: Jakart