1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
NAMA : ULFAH
NIM : 11150967
KELAS : 7N-MANAJEMAN SDM
MATA KULIAH : EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
DOSEN PENGAMPU : Bpk. ADE FAUJI ,SE.,MM
Kampus Jl. Raya Serang – Jakarta Km. 03 No 1B (Pakupatan) Telp. 0254-220158
Fax. 0254-220157 Kota Serang-Banten
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami serahkan kepada Allah Swt yang telah mengutus Rasul –
rasul Nya, karena berkat rahmat dari-NYA saya dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI”
dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang apa yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberikan bekal
ilmu dan membimbing saya dalam mata kuliah Evaluasi Kinerja Dan Kompensasi
Akhirnya saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan, karena itu
tanggapan dan bimbingan dari dosen khususnya, dari para pembaca umunya sangat
saya harapkan demi kesempurnaan tulisan ini di masa yang akan datang. Atas semua
tanggapan dan bimbingani yang ikhlas terlebih dahulu saya ucapkan terimakasih.
Serang 20 November, 2018
Penulis
3. 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………..1
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………..2
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………………...…2
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………....3
C. Tujuan…………………………………………………………………………………...4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….…………...5
1.1 Fungsi Evaluasi Kinerja SDM…………………………………………….……...…5
1.2 Pengukuran Kinerja SDM…………………………………………………………..9
1.3 Motivasi Dan Kepuasan Kerja……………………………………………………..22
1.4 Mengelola Potensi Dan Kecerdasan Dan Emosional SDM……………………..…23
1.5 Membangun Kapabilitas Dan Kompetensi SDM………………………………….27
1.6 Konsep Audit Kinerja…………………………………………………………..….31
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………..…34
Kesimpulan………….…………………………………………………………………..…34
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….…..35
4. 2
BAB I
PENDAHULAN
1. Latar Belakang masalah
Kinerja merupakan bagian yang sangat penting dan menarik karena terbukti
sangat penting manfaatnya, suatu lembaga menginginkan karyawan untuk bekerja
sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai hasil
kerja yang baik, tanpa adanya kinerja yang baik dari seluruh karyawan, maka
keberhasilan dalam mencapai tujuan akan sulit tercapai. Kinerja pada dasarnya
mencakup sikap mental dan perilaku yang selalu mempunyai pandangan bahwa
pekerjaan yang dilaksanakan saat ini harus lebih berkualitas daripada pelaksanaan
pekerjaan masa lalu, untuk saat yang akan datang lebih berkualitas daripada saat ini.
Seorang pegawai atau karyawan akan merasa mempunyai kebanggaan dan kepuasan
tersendiri dengan prestasi dari yang dicapai berdasarkan kinerja yang diberikannya
untuk perusahaan. Kinerja yang baik merupakan keadaan yang diinginkan dalam
dunia kerja. Seorang karyawan akan memperoleh prestasi kerja yang baik bila
kinerjanya sesuai dengan standar, baik kualitas maupun kuantitas.
Sumber daya manusia merupakan aset utama bagi organisasi yang menjadi perencana
dan pelaku aktif berbagai aktivitas dalam organisasi. Sumber daya manusia
mempunyai pikiran, perasaan, keinginan, status dan latar pendidikan yang pola
pikirnya dapat dibawa ke dalam suatu lingkungan organisasi. Sumber daya manusia
bukanlah seper
5. 3
yang sifatnya positif dan dapat diatur sepenuhnya dalam mendukung
tercapainya tujuan perusahaan. Jadi keberhasilan suatu organisasi ditunjang dengan
adanya kompensasi dan kesempatan pengembangan karier yang diberikan kepada
para anggota organisasi. Tercapainya tujuan organisasi juga tidak hanya tergantung
pada teknologi, tetapi justru lebih tergantung pada manusia yang melaksanakan
pekerjaannya. Kemampuan memberikan hasil kerja yang baik untuk memenuhi
kebutuhan organisasi secara keseluruhan merupakan kontribusi dari kinerja
karyawan.
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas
jasa atas kerja mereka, dan kompensasi itu sendiri dapat dibagi menjadi dua yaitu
kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung meliputi
gaji, bonus/insentif, komisi. Sedangkan kompensasi tidak langsung meliputi
tunjangan hari raya dan tunjangan kesehatan (Ruky,2001). Siagian (2003)
menyatakan bahwa dalam mengembangkan dan menerapkan sistem
kompensasi/imbalan, kepentingan organisasi dan kepentingan pegawai mutlak perlu
diperhitungkan. Rivai (2005) menyebutkan beberapa tujuan manajemen kompensasi
efektif, yaitu untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas,
mempertahankan pegawai yang ada, menjamin keadilan, penghargaan terhadap
perilaku yang diinginkan, mengendalikan biaya, dan mengikuti aturan hukum.
2. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian fungsi evaluasi kinerja SDM?
2. Apakah pengertian pengukuran kinerja SDM?
3. Apakah pengertian motivasi dan kepuasan kerja?
4. Bagaimana mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM?
5. Bagaimana membangun kapibiltas dan kompetensi SDM?
6. Bagaimana konsep audit ?
6. 4
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian fungsi evaluasi kinerja SDM
2. Untuk mengetahui pengukuran kinerja SDM
3. Unguk mengetahui motivasi dan kepuasan kerja
4. Untuk mengetahui mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM
5. Untuk mengetahui membangun kapibiltas dan kompetensi SDM
6. Untuk mengetahui konsep audit
7. 5
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Fungsi Evaluasi Kinerja
1.1.1 Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian dan pelaksanaan tugas
seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi
sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Evaluasi kinerja
merupakan cara yang paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada
pekerja.
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan
perusahaan dan juga untuk mengetahui posisi perusahaan dan tingkat pencapaian sasaran
perusahaan, terutama untuk mengetahui bila terjadi keterlambatan atau penyimpangan
supaya segera diperbaiki, sehingga s
asaran atau tujuan tercapai. Hasil evaluasi kinerja individu dapat dimanfaatkan untuk
banyak penggunaan.
1. Peningkatan kinerja
2. Pengembangan SDM
3. Pemberian kompensasi
4. Program peningkatan produktivitas
5. Program kepegawaian
6. Menghindari perlakuan diskriminasi
1.1.2 Tujuan Penilaiankinerja
Ada pendekatan ganda terhadap tujuan penilaian prestasi kerja sebagai berikut:
1. Tujuan Evaluasi
Hasil-hasil penilaian prestasi kerja digunakan sebagai dasar bagi evaluasi reguler terhadap
prestasi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
8. 6
a. Telaah Gaji. Keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup kenaikan merit-pay, bonus
dan kenaikan gaji lainnya merupakan salah satu tujuan utama penilaian prestasi kerja.
b. Kesempatan Promosi. Keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing) yang
berkenaan dengan promosi, demosi, transfer dan pemberhentian karyawan merupakan tujuan
kedua dari penilaian prestasi kerja.
2. Tujuan Pengembangan
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian prestasi kerja dapat digunakan untuk
mengembangkan pribadi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
a. Mengukuhkan Dan Menopang Prestasi Kerja. Umpan balik prestasi kerja (performance
feedback) merupakan kebutuhan pengembangan yang utama karena hampir semua karyawan
ingin mengetahui hasil penilaian yang dilakukan.
b. Meningkatkan Prestasi Kerja. Tujuan penilaian prestasi kerja juga untuk memberika n
pedoman kepada karyawan bagi peningkatan prestasi kerja di masa yang akan datang.
c. Menentukan Tujuan-Tujuan Progresi Karir. Penilaian prestasi kerja juga akan memberikan
informasi kepada karyawan yang dapat digunakan sebagai dasar pembahasan tujuan dan
rencana karir jangka panjang.
d. Menentukan Kebutuhan-Kebutuhan Pelatihan. Penilaian prestasi kerja individu dapat
memaparkan kumpulan data untuk digunakan sebagai sumber analisis dan identifikasi
kebutuhan pelatihan.
1.1.3 Faktor-Faktor Penilaian kinerja
Tiga dimensi kinerja yang perlu dimasukkan dalam penilaian prestasi kerja, yaitu:
1. Tingkat kedisiplinan karyawan sebagai suatu bentuk pemenuhan kebutuhan organisasi
untuk menahan orang-orang di dalam organisasi, yang dijabarkan dalam penilaian terhadap
ketidakhadiran, keterlambatan, dan lama waktu kerja.
9. 7
2. Tingkat kemampuan karyawan sebagai suatu bentuk pemenuhan Kebutuhan organisasi
untuk memperoleh hasil penyelesaian tugas yang terandalkan, baik dari sisi kuantitas
maupun kualitas kinerja yang harus dicapai oleh seorang karyawan.
3. Perilaku-perilaku inovatif dan spontan di luar persyaratan-persyaratan tugas formal untuk
meningkatkan efektivitas organisasi, antara lain dalam bentuk kerja sama, tindakan protektif,
gagasan-gagasan yang konstruktif dan kreatif, pelatihan diri, serta sikap-sikap lain yang
menguntungkan organisasi. Kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima dapat
berupa fisik maupun non fisik dan harus dihitung dan diberikan kepada seseorang yang
umumnya merupakan objek yang dikecualikan dari pajak pendapatan.
Kompensasi merupakan hal yang kompleks dan sulit, karena didalamya melibatkan dasar
kelayakan, logika, rasional, dan dapat dipertanggungjawabkan serta menyangkut faktor
emosional dari aspek tenaga kerja
Kompensasi diberikan dengan tujuan memberikan rangsangan dan motivasi kepada tenaga
kerja untuk meningkatkan prestasi kerja, serta efisiensi dan efektivitas produksi. Oleh karena
itu, bila kompensasi diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan
termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi
Tetapi jika para karyawan memandang kompensasi mereka tidak memadai, prestasi kerja,
motivasi dan kepuasan kerja mereka bisa turun secara drastis karena memang kompensasi
itu penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan
ukuran nilai karya mereka di antara para karyawan itu sendiri. Jadi, Departemen Personalia
biasanya merancang dan mengadministrasikan kompensasi karyawan
Tujuan organisasi memberikan kompensasi pada karyawannya:
1. Mendapatkan karyawan yang berkualitas
Untuk Memenuhi standar yang diminta organisasi. Dalam upaya menarik calon karywan
masuk, organisasi harus merangsang calon-calon pelamar dengan tingkat kompensasi yang
cukup kompetitif dengan tingkat kompensasi organisasi lain
10. 8
2. Mempertahankan karyawan yang sudah ada
Dengan adanya kompensasi yang kompetitif, organisasi dapat mempertahankan karyawan
yang potensial dan berkualitas untuk tetap bekerja. Hal ini untuk mencegah tingkat
perputaran kerja karyawan yang tinggi dan kasus pembajakan karyawan oleh organisasi
lain.[1].
3. Menjamin keadilan
Adanya administrasi kompensasi menjamin terpenuhinya rasa keadilan pada hubungan
antara manajemen dan karyawan. Dengan pengikat pekerjaan, sebagai balas jasa organisasi
atas apa yang sudah diabdikan karyawan pada organisasi, maka keadilan dalam pemberian
kompensasi mutlak dipertimbangkan.
4. Perubahan sikap dan perilaku
Adanya kompensasi yang layak dan adil bagi karyawan hendaknya dapat memperbaiki sikap
dan perilaku yang tidak menguntungkan serta memengaruhi produktivitas kerja. Prestasi
kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain
dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif
5. Efisiensi biaya
Program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan
mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat biaya yang layak. Dengan upah yang
kompetitif, organisasi dapat memperoleh keseimbangan dari etos kerja karyawan yang
meningkat. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik organisasi dapat
membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para karyawannyan
6. Administrasi legalitas
Dalam administrasi kompensasi juga terdapat batasan legalitas karena diatur oleh pemerintah
dalam sebuah undang-undang. Tujuannya agar organisasi tidak sewenang-wenang
memperlakukan karyawan sebagai aset perusahaan
11. 9
Jenis-Jenis Kompensasi Yang Diberikan Pada Karyawan
1. Imbalan Ekstrinsik adalah imbalan yang berbentuk uang atau ada juga yang berbentuk
tunjangan pelengkap, antara lain misalnya :
Uang Tunjangan Pelengkap
Gaji Uang Cuti
Honor Uang Makan
Bonus Uang transportasi / antar jemput
Komisi Asuransi
Insentif Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja)
2. Imbalan Intrinsik adalah imbalan yang tidak berbentuk fisik dan hanya dapat dirasakan
berupa kelangsungan pekerjaan, jenjang karier yang jelas, kondisi lingkungan kerja,
pekerjaan yang menarik, dan lain-lain
2.1 Pengukuran Kinerja Sdm
2.1.1 Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil
untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran
kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat
kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar di balik dilakukannya
pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum.
Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan
didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator
masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.. Pengukuran kinerja digunakan sebagai
dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran
dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk
menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James Whittaker, 1993)
12. 10
Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses
mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi
melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap
kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian
arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah suatu sistem
yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil pengukuran tersebut kemudian
digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi
pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-
penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang dilakukan oleh
organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan secara periodik
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pokok
dari pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran
organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar
menghasilkan tindakan yang diinginkan (Mulyadi & Setyawan 1999: 227).
Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon, 1993 : 36) :
1.Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.
2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar untuk
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan pengembangan karyawan.
4.Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti produksi,
transfer dan pemberhentian.
Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap
pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan kriteria
13. 11
yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang sesungguhnya.
Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja sesungguhnya dengan sasaran
yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat
dipakai dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan strategi
perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran kinerja yang
efektif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen untuk melaksanakan
proses pengendalian dan memberikan motivasi kepada manajemen untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerjanya.
Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-225):
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil terlibat
dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan
terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit sehingga
mempercepat proses pembelajaran perusahaan.
2.1.3 Prinsip Pengukuran Kinerja
Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:
1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.
2. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya tidak
ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang diukur.
5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih
sekedar mengetahui tingkat usaha.
14. 12
6. Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan adalah
cara manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka menjadi
operasional.
7. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.
8. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan tepat
waktu.
9. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali yang
efektif.
2.1.4 Ukuran Pengukuran Kinerja
Terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara
kuantitatif yaitu :
1) Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criterium).
Yaitu ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja
manajernya. Jika kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerjanya, orang akan
cenderung memusatkan usahanya kepada kriteria tersebut sebagai akibat diabaikannya
kriteria yang lain yang kemungkinan sama pentingnya dalam menentukan sukses atau
tidaknya perusahaan atau bagiannya.
Sebagai contoh manajer produksi diukur kinerjanya dari tercapainya target kuantitas produk
yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan akan mengabaikan pertimbangan
penting lainnya mengenai mutu, biaya, pemeliharaan equipment dan sumber daya manusia.
2) Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran dalam menilai kinerja
manajernya. Kriteria ini merupakan cara untuk mengatasi kelemahan kriteria tunggal dalam
pengukuran kinerja. Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga
seorang manajer diukur kinerjanya dengan berbagai kriteria. Tujuan penggunaan kriteria ini
adalah agar manajer yang diukur kinerjanya mengerahkan usahanya kepada berbagai
kinerja.
Contohnya manajer divisi suatu perusahaan diukur kinerjanya dengan berbagai kriteria
antara lain profitabilitas, pangsa pasar, produktifitas, pengembangan karyawan, tanggung
jawab masyarakat, keseimbangan antara sasaran jangka pendek dan sasaran jangka
15. 13
panjang. Karena dalam ukuran kriteria beragan tidak ditentukan bobot tiap-tiap kinerja
untuk menentukan kinerja keseluruhan manajer yang diukur kinerjanya, maka manajer akan
cenderung mengarahkan usahanya, perhatian, dan sumber daya perusahaannya kepada
kegiatan yang menurut persepsinya menjanjikan perbaikan yang terbesar kinerjanya secara
keseluruhan. Tanpa ada penentuan bobot resmi tiap aspek kinerja yang dinilai didalam
menilai kinerja menyeluruh manajer, akan mendorong manajer yang diukur kinerjanya
menggunakan pertimbangan dan persepsinya masing-masing didalam memberikan bobot
terhadap beragan kriteria yang digunakan untuk menilai kinerjanya.
3) Ukuran Kriteria Gabungan (Composite Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran memperhitungkan bobot
masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran menyeluruh kinerja
manajernya. Karena disadari bahwa beberapa tujuan lebih panting bagi perusahaan secara
keseluruhan dibandingkan dengan tujuan yang lain, beberapa perusahaan memberikan bobot
angka tertentu kepada beragan kriteria kinerja untuk mendapatkan ukuran tunggal kinerja
manajer, setelah memperhitungkan bobot beragam kriteria kinerja masing-masing.
2.1.5 Sistem Pegukuran Kinerja
Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa ukuran kinerja
yang meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan
mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan daerah organisasi
kerja. Ukuran prestasi yang lebih disederhana terdapat tiga kreteria untuk mengukur kinerja,
pertama; kuantitas kerja, yaitu jumlah yang harus dikerjakan, kedua, kualitas kerja, yaitu
mutu yang dihasilkan, dan ketiga, ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang
telah ditetapkan.
Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:
1. Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara
standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat keterkaitan yang
jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisis
jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian.
16. 14
2. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian
kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian.
Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda dalam
menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang
dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati mudah
dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.
Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria sistem
pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:
1. Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran
kinerja dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran kinerjanya
menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi. Sebagai contoh, jika
organisasi tersebut menekankan pada pentingnya pelayanan pada pelanggan, maka
pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai seberapa jauh pegawai melakukan
pelayanan terhadap pelanggannya.
2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya mengukur
dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran kinerja
yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran kinerja adalah
dengan membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang pegawai. Jika nilai dari
kedua penilai tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang
dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini menjadi suatu
perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja valid dan reliabel, akan tetapi
cukup banyak menghabiskan waktu si penilai, sehingga si penilai tidak nyaman
menggunakannya.
5. Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran
kinerja yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai
17. 15
memahami apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk mencapai kinerja
tersebut. Spesifisitas berkaitan erat dengan tujuan strategis dan tujuan pengembangan
Manajeman kinerja.
Dari pendapat Casio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian kinerja harus
didesain sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan konsep Casio dan Noe
et al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh pegawai. Mengingat jenis
dan fungsi pegawai dalam suatu organisasi tidak sama, maka nampaknya, tidak ada
instrumen yang sama untuk menilai seluruh pegawai dengan berbagai pekerjaan yang
berbeda.
Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan konsep manajemen yang diperkenalkan Robert
Kaplan tahun 1992, sebagai perkembangan dari konsep pengukuran kinerja (performance
measurement) yang mengukur perusahaan. Robert Kaplan mempertajam konsep pengukuran
kinerja dengan menentukan suatu pendekatan efektif yang seimbang (balanced) dalam
mengukur kinerja strategi perusahaan. Pendekatan tersebut berdasarkan empat perspektif
yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan.
Keempat perspektif ini menawarkan suatu keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan
jangka panjang, hasil yang diinginkan (Outcome) dan pemicu kinerja (performance drivers)
dari hasil tersebut, dantolok ukur yang keras dan lunak serta subjektif.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Balanced Scorecard, berikut ini dikemukakan
pengertian Balanced Scorecard menurut beberapa ahli, di antaranya:Amin Widjaja Tunggal,
(2002:1) “Balanced Scorecard juga menunjukkan bagaimana perusahaan menyempurnakan
prestasi keuangannya.”
Sedangkan Teuku Mirza, (1997: 14) “Tujuan dan pengukuran dalam Balanced
Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non-keuangan yang
ada, melainkan merupakan hasil dari suatu proses atas bawah (top-down) berdasarkan misi
dan strategi dari suatu unit usaha, misi dan strategi tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan
dan pengukuran yang lebih nyata”.
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategik atau lebih tepat
dinamakan “Strategic based responsibility accounting system” yang menjabarkan misi dan
18. 16
strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur kinerja perusahaan
tersebut. Konsep balanced scorecard berkembang sejalan denganperkembangan
implementasinya. Balanced scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard.
Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk
merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang. Sedangkan balanced artinya
berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang atau organisasi diukur
secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan
jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Pada awalnya, balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran
kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur kinerjanya dari aspek
keuangan, akibatnya fokus perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk
mewujudkan kinerja keuangan dan kecendrungan mengabaikan kinerja non keuangan. Pada
tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian riset kantor akuntan publik KPMG, mensponsori
studi tentang “Mengukur Kinerja Organisasi Masa Depan”. Studi ini didorong oleh
kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua
perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai.
Balanced scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif
ke kinerja keuangan dan nonkeuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka
panjang. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif masa
depan, diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran ini
disebut dengan balanced scorecard.
Balanced scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain sebagai berikut
:
1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing – masing perspektif
(outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver).
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat
(cause and effect relationship).
19. 17
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas,
pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada
peningkatan pendapatan perusahaan.
Langkah-langkah balanced scorecard meliputi empat proses manajemen baru.
Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa
jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) antara lain :
1. Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan
sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa
mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu
merumuskan strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk
mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke
dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
2. Mengkomunisasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced
scorecard.
Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan
perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan
konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis.
Memungkinkan organisasi mengintergrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan
mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur
mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakan kearah tujuan jangka
panjang perusahaan secara menyeluruh.
4. Meningkatkan Umpan Balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan balanced
scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring
terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
20. 18
2.4.1 Empat Perspektif Balanced Scorecard
Balanced scorecard adalah konsep yang mengukur kinerja suatu organisasi dari
empat perspektif, yaitu perspektif finansial, perspektif customer, perspektif proses bisnis
internal, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Konsep balanced scorecard ini pada
dasarnya merupakan penerjemahaan strategi dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
perusahaan dalam jangka panjang, yang kemudian diukur dan dimonitoring secara
berkelanjutan .
Menurut Kaplan dan Norton (1996), balanced scorecrad memiliki empat perspektif, antara
lain :
1. Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
Balanced scorecard menggunakan tolok ukur kinerja keuangan, seperti laba bersih
dan ROI (Return On Investment), karena tolok ukur tersebut secara umum digunakan dalam
organisasi yang mencari keuntungan atau provit. Tolok ukur keuangan memberikan bahasa
umum untuk menganalisis perusahaan. Orang-orang yang menyediakan dana untuk
perusahaan, seperti lembaga keuangan dan pemegang saham, sangat mengandalkan tolok
ukur kinerja keuangan dalam memutuskan hal yang berhubungan dengan dana.
Tolok ukur keuangan yang di design dengan baik dapat memberikan gambaran yang
akurat untuk keberhasilan suatu organisasi. Tolok ukur keuangan adalah penting, akan tetapi
tidak cukup untuk mengarahkan kinerja dalam menciptakan nilai (value). Tolok ukur non
keuangan juga tidak memadai untuk menyatakan angka paling bawah (bottom line).
Balanced scorecard mencari suatu keseimbangan dan tolok ukur kinerja yang multiple-baik
keuangan maupun non keuangan untuk mengarahkan kinerja organisasional terhadap
keberhasilan.
2. Perspektif Pelanggan (Customer Perspective)
Perspektif Pelanggan berfokus pada bagaimana organsasi memperhatikan bagaimana
pelanggannya agar berhasil. Mengetahui palanggan dan harapan mereka tidaklah cukup,
suatu organisasi juga harus memberikan insentif kepada manajer dan karyawan yang dapat
memenuhi harapan pelanggan. Bill Mariot mengatakan “Take care of you employee and they
take care of your customer”. Perhatikan karyawan anda dan mereka akan memperhatikan
21. 19
pelanggan anda. Perusahaan antara lain menggunakan tolok ukur kinerja berikut, pada waktu
mempertimbangkan perspektif pelanggan yaitu :
Kepuasan pelanggan (customer satisfaction)
Retensi pelanggan (customer retention)
Pangsa pasar (market share)
Pelanggan yang profitable
3. Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process Perspective)
Terdapat hubungan sebab akibat antara perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
dengan perspektif bisnis internal dan proses produksi. Karyawan yang melakukan pekerjaan
merupakan sumber ide baru yang terbaik untuk proses usaha yang lebih baik. Hubungan
pemasok adalah kritikal untuk keberhasilan, khususnya dalam usaha eceran dan perakitan
manufacturing.
Perusahaan tergantung pemasok mengirimkan barang dan jasa tepat pada waktunya,
dengan harga yang rendah dan dengan mutu yang tinggi. Perusahaan dapat berhenti
berproduksi apabila terjadi problema dengan pemasok. Pelanggan menilai barang dan jasa
yang diterima dapat diandalkan dan tepat pada waktunya. Pemasok dapat memuaskan
pelanggan apabila mereka memegang jumlah persediaan yang banyak untuk meyakinkan
pelanggan bahwa barang –barang yang diminati tersedia ditangan.
Akan tetapi biaya penanganan dan penyimpanan persediaan menjadi tinggi, dan
kemungkinan mengalami keusangan persediaan. Untuk menghindari persediaan yang
berlebihan, alternatif yang mungkin adalah membuat pemasok mengurangi throughput time.
Throughput time adalah total waktu dari waktu pesanan diterima oleh perusahaan sampai
dengan pelanggan menerima produk. Memperpendek throughput time dapat berguna apabila
pelanggan menginginkan barang dan jasa segera mungkin.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learn and Growth / Infrastucture
Perspective)
Untuk tujuan insentif, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berfokus pada
kemampuan manusia. Manajer bertanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan
karyawan. Tolok ukur konci untuk menilai kinerja manajer adalah kepuasan karyawan,
retensi karyawan, dan produktivitas karyawan. Kepuasan karyawan mengakui bahwa moral
22. 20
karyawan adalah penting untuk memperbaiki produktivitas, mutu, kepuasan pelanggan, dan
ketanggapan terhadap situasi. Manajer dapat mengukur kepuasan dengan mengirim survei,
mewawancara karyawan, mengamati karyawan pada saat bekerja.
Kepuasan karyawan mengakui bahwa karyawan yang mengembangkan modal
intelektual khusus organisasi adalah merupakan aktiva non keuangan yang bernilai bagi
perusahaan. Lagi pula adalah sangat mahal menemukan dan menerima orang yang berbakat
untuk menggantikan orang yang meninggalkan perusahaan. Perputaran karyawan diukur
dengan persentase orang yang keluar setiap tahun, hal ini merupakan tolok ukur umum untuk
retensi.
Produktivitas karyawan mengakui pentingnya pengeluaran setiap karyawan,
pengeluaran dapat diukur dalam arti tolok ukur fisik seperti halaman yang diproduksi, atau
dalam tolok ukur keuangan seperti pendapatan setiap karyawan, laba setiap karyawan. Suatu
sitem insentif yang baik akan mendorong manajer meningkatkan kepuasan karyawan yang
tinggi, perputaran karyawan yang rendah dan produktivitas karyawan yang tinggi.
2.4.2 Implementasi Balanced Scorecard
Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan balanced scorecard sebagai satu
set ukuran kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk mengukur
semua bidang kinerja yang penting bagi keberhasilan organisasi. Pendekatan yang paling
luas dikenal sebagai pengukuran kinerja. Balanced scorecard sekarang banyak digunakan
sebagai pengembangan strategi dan sebagai alat eksekusi yang dikembangkan dalam
lingkungan operasional.
Balanced scorecard menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan ke dalam
seperangkat ukuran kinerja yang dimengerti (indikator), sehingga strategi dapat dipahami,
dikomunikasikan dan diukur, dengan demikian berfungsi untuk semua kegiatan. Selain itu,
indikator memungkinkan pemantauan tingkat akurasi pelaksanaan strategi (Kaplan dan
Norton, 1996). Balanced scorecard telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik d
dalam bisnis manufaktur dan jasa. Penerapannya adalah dengan berfokus pada keempat
perspektif Balanced scorecard.
Pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan balanced scorecard
lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang
23. 21
bertujuan mencari laba (Profit-seeking Organisations). Jarang sekali ada
pembahasan mengenai penerapan balanced scorecard pada organisasi nirlaba (not-for profit
organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi yang ditandai
relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta dimana
mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998). Pada organisasi-
organisasi semacam ini keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian
misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan.
Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas yang
menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud seperti :
Keterampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai
Database dan teknologi informasi
Proses operasi yang efisien dan responsif
Inovasi dalam produk dan jasa
Hubungan dan kesetiaan pelanggan, serta
Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan dari masyarakat
(Kaplan dan Norton, 2000).
Dengan Balanced scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur
bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap
mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced scorecard
memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber
daya manusia, sistem dan prosedur, demi kebaikan kinerja di masa depan. Melalui metode
yang sama dapat di nilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan
loyalitas pelanggan.
Motivasi
Bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama
secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan
Pemberian daya penggerak yg menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau
bekerjasama, bekerja efektif, & terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai
kepuasan
24. 22
1.3 Motivasi dan kepuasan kerja
1.3.1 Motivasi penting dikarenakan :
Motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku
manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil optimal
• Orang mau bekerja dikarenakan:
1. The Desire to Live (Keinginan Untuk hidup)
2. The Desire for Position (Keinginan akan suatu posisi)
3. The Desire for Power (Keinginan akan Kekuasaan)
4. The Desire for Recognation (Keinginan akan pengakuan)
1.3.2 Beberapa tujuan motivasi
1. Meningkatkan moral & kepuasaan kerja karyawan
2. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan
3. Mempertahankan kestabilan karyawan
4. Meningkatkan kedisiplinan
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan hubungan & suasana kerja yg baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, & partisipasi
8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab terhadap tugas
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat & bahan
1.3.3 Beberapa hal kepuasan kerja
1. .Merupakan sesuatu yang sifatnya individual
2. .Merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya
3. senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja
4. Konteks tentang kepuasan kerja
5. Apabila hasil atau imbalan yang didapat atau diperoleh individu lebih dari
yang diharapkan
6. Apabila hasil yang dicapai lebih besar dari standar yang ditetapkan
25. 23
7. Apabila yang didapat oleh karyawan sesuai dengan persyaratan yang diminta
dan ditambah dengan ekstra yang menyenangkan konsisten untuk setiap saat
serta dapat ditingkatkan setiap waktu
1.3.4 Indikator Kepuasan Kerja
1. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol
terhadap pekerjaan
2. Supervisi
3. Organisasi dan manajemen
4. Kesempatan untuk maju
5. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya
6. Rekan kerja
7. Kondisi kerja
1.4 Mengelola Potensi Kecerdasan Dan Emosional SDM
Ada 3 potensi besar yang ada didalam diri setiap manusia, menurut ahli dan pakar
psikologi Daniel Goleman dalam bukunya “Emotional Intellegence”, berkesimpulan 3
potensi besar KECERDASAN ( QUOTIENT ) manusia itu, adalah kecerdasan intelektual
disingkat IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient).
Definisi sederhana dari ke 3 kecerdasan tersebut kurang lebih:
1.4.1 INTELEGENT QUOTIENT (IQ)
Kecerdasan akal (otak) yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. (sains dan teknologi).
Kecerdasan ini perlu untuk penunjang keberhasilan akademis
1.4.2 EMOTIONAL QUOTIENT (EQ)
Kecerdasan emosi ( jiwa dan hati ) dalam bidang hubungan sosial dan
kemasyarakatan. Kecerdasan ini perlu dalam interaksi serta menjalin hubungan sesama
manusia, keluarga/rumah tangga, bisnis atau pekerjaan dan persahabatan.
26. 24
Emosi menurut definisi para ahli psikologi adalah sebuah respon yang timbul dan
terjadi dalam diri seseorang, baik itu amarah, kegembiraan dan kesedihan yang dipicu oleh
bahasa, tingkah dan perilaku diri maupun orang lain, keberhasilan juga kegagalan yang
dialami oleh seseorang,
1.4.3 SPIRITUAL QUOTIENT (SQ)
Kecerdasan spiritual yang menyangkut pengetahuan dan pemahaman mengenai ilmu
agama yang berhubungan dengan Tuhan. Kecerdasan ini juga diperlukan dalam kaitan
hubungan dan interaksi sesama manusia.
Menurutnya, ketiga hal inilah yang mempengaruhi kecerdasan seseorang dalam
menghadapi serta menyikapi apapun masalah atau hubungan dalam kehidupan pribadinya.
Berhasil atau gagalnya seseorang dalam kehidupan, tidak selalu dipengaruhi oleh kecerdasan
otak (IQ) atau intelektualnya. 2 kecerdasan lain (EQ dan SQ), jika diasah, untuk aspek lain
dari kehidupan untuk menunjang keberhasilan, malah lebih dominan sebagai penentu sukses
atau gagalnya seseorang dalam kehidupannya.
Hal menarik yang diungkap dalam bukunya tersebut adalah orang yang pintar dan
cerdas secara akademik, jika tidak cerdas dalam mengelola emosi dan kehidupan
spiritualnya, bisa bertindak bodoh, sehingga merugikan dirinya dalam usaha bagaimana
berinteraksi menjalin hubungan, menyikapi serta mengelola emosi juga resiko yang akan
ditimbulkan akibat kegagalan dalam mengelola emosi tersebut; kegembiraan, kegagalan,
kesedihan atau keberhasilan pribadi dalam setiap masalah yang di hadapi seseorang, kadang
bisa diluar kontrol. Kegagalan maupun keberhasilan, baik pada diri-sendiri ataupun orang
lain,
Kegagalan dalam mengelola emosi pribadi serta kegagalan menjalin hubungan
dengan orang lain, yang diuraikan nya melalui contoh; seorang mahasiswa yang memukul
temannya karena diejek, contoh lain seorang mahasiswa lainnya yang kecewa setelah
menerima nilai atau hasil ujian buruk dari dosennya, padahal si mahasiswa ini dalam hal test
kecerdasan otak (IQ) serta prestasi akademik bisa dikatakan ia termasuk kedalam mahasiswa
pintar, secara persiapan untuk menghadapi ujian, ia sudah berusaha dengan baik dan
27. 25
mengulang ujian itu beberapa kali, dan setelah itu ia yakin akan mendapatkan nilai A, tapi
karena rasa sentimen dan kecemburuan mahasiswa lain, yang bisa saja menganggapnya
sebagai pesaing, akhirnya kenyataan berbicara lain, sehingga dengan rasa frustasi, dia pulang
mengambil pisau untuk menghabisi si dosen. Banyak contoh “drama” lain dalam kehidupan
selain cerita tragis di atas. Kegagalan dalam mengelola emosi seperti ini jika tidak berusaha
diasah, itulah yang akan ikut mempengaruhi kehidupannya kelak., gagal maupun berhasil.
Di jadikannya ketiga hal ini sebagai potensi pribadi, yang perlu harus selalu diasah,
agar seseorang lebih piawai dalam mengelola, mengantisipasi serta menyikapi dampak baik-
buruk dari setiap emosi yang timbul oleh keberhasilan dan kegagalan, baik kegagalan akibat
dari dalam dirinya, maupun kegagalan yang disebabkan oleh orang lain yang berada didalam
lingkaran pergaulan, pengaruh, kepedulian serta tanggung-jawabnya.
Lebih jauh Goleman berpendapat, ketiga potensi kecerdasan ini harusnya
disinergikan dalam diri seseorang, saling menunjang dan berada dalam satu-kesatuan,
apabila seseorang hanya mempunyai ketajaman satu atau dua potensi ini saja, belum bisa
menjamin keberhasilan hubungan atau interaksinya dengan orang lain, ataupun usaha untuk
mencapai keberhasilan atau kesuksesan dalam bidang akademis, pekerjaan (karir dan
jabatan), hubungan dan prestasi lain yang bisa dicapai oleh seseorang dalam kehidupan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi
kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi
psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan
kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan
emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan
berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi
berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam
28. 26
memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi khususnya
yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi
merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.
Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
1. Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui apa yang harus dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara, agar tidak terjadi salah
paham serta dapat menjaga hubungan baik.
` 3. Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi salah paham.
4 . Tak usah takut ditolak
Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau ditolak, jadi siapkan diri dan jangan
takut ditolak.
5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu berempati atau bisa mengerti
situasi yang dihadapi orang lain.
6. Pandai memilih prioritas
Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan apa yang bisa
ditunda.
7. Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan mental sebelumnya.
8. Ungkapkan lewat kata-kata
Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan baik, agar dapat salaing mengerti.
9. Bersikap rasional
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun tetap berpikir rasional.
10. Fokus
Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat perhatian. Jangan
memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara bersamaan.
29. 27
1.5 Kompetensi kapabilitas dengan inovasi
1.5.1 Pengertian
Kompetensi kapabilitas merupakan kemampuan dan ketrampilan yang
diwujudkan dalam teknologi yang
dilandasi kemampuan individu untuk membuat atau merancang produk, sehingga
rancang bangun produk ini merupakan wujud kreativitas pada seseorang untuk
merealisasikan dalam kegiatan membuat produk, sehingga dalam kompetensi
rancang bangun produk memungkinkan seseorang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan produk lebih baik Thom (1990) berpendapat bahwa inovasi
memerlukan proses perencanaan agar dapat memudahkan beraktivitas sehingga akan
mencari solusi yang paling baik dalam menghasilkan suatu produk, jika inovasi gagal
berarti akan menghambat atau memperburuk dalam menghasilkan produk, oleh
karena itu perusahaaan perlu merencanakan proses pembuatan suatu produk yang
baik agar dapat menghasilkan produk yang lebih bermutu atau berkualitas Dengan
demikian kompetensi kapabilitas akan mendukung inovasi produk dengan memberi
perubahan pada masa depan
1.5.2 Membangun SDM Kapabilitas dan Kompetensi
Sumber Daya Manusia Kapabilitas
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi sebelum
suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber keunggulan kompetitif
berkelanjutan sebagai berikut:
(1) merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga (valuable), terutama
dalam kaitannya dengan kemampuan untuk mengeksploitasi kesempatan dan atau
menetralisasi ancaman dari lingkungan perusahaan.
(2) relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka di lingkungan
kompetitif.
(3) sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
30. 28
(4)tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara strategis signifikan.
masalahnya adalah bagaimana “menterjemahkan” berbagai strategi, kebijakan dan
praktik MSDM menjadi keunggulan kompetitif berkelanjutan.
Kompetensi SDM berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia
Menurut Covey, Roger dan Rebecca Merrill (1994), kompetensi tersebut mencakup:
a. Kompetensi teknis : pengetahuan dan keahlian untuk mencapai hasil- hasil yang
telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan mencari alternatif-
alternatif baru
b. Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk melihat gambar besar, untuk menguji
berbagai pengandaian dan pengubah prespektif.
1.5.3 Jenis kompetensi ada dua macam :
1. Soft Competency atau Kompetensi Manajerial, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kemampuan mengelola pegaewai, serta membangun hubungan
dengan orang lain., seperti kemampuan untuk memecahkan masalah, kemampuan
memimpin, dan kemampuan untuk membangun komunikasi.
2. Hard Competency atau Kompetensi Teknis, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kapasitas fungsional sebuah pekerjaan yang berkaitan dengan
keteknisan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakoni., seperti kemampuan
pemasaran/ marketing, akuntansi, dll.
Karakteristik Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi adalah selalu
fokus pada tujuan perusahaan/ organisasi, sehingga seluruh karyawan sebuah
perusahaan/ organisasi dapat mencapai hasil seperti yang sudah direncanakan dan
diharapkan di awal waktu, dengan mereferensikan karyawan yang memiliki etos
kerja yang berkualitas kepada karyawan yang lain sehingga tercipta persaingan yang
sehat.
31. 29
Jika ada karyawan yang belum bisa mencapai seperti yang diharapkan , maka
karyawan tersebut harus mengikuti trainning peningkatan kemampuan, yang telah
direncanakan sehingga diharapkan melalui pelatihan ini akan membuat semua
karyawan dapat memiliki standar kerja dan kemampuan yang sepadan.
.MENGEMBANGKAN KAPABILITAS SUMBER DAYA MANUSIA
Modal manusia dalam organisasi sangat berharga karena kemampuan yang dimiliki
dari manusia Sebagai bagian dari peran strategis, manajer SDM sering dipandang
bertanggung jawab untuk memperluas kemampuan sumber daya manusia dalam
sebuah organisasi. Dewasa ini penekanan tersebut difokuskan pada kompetensi
karyawan dalam organisasi demi kebutuhan organisasi untuk tumbuh di masa depan.
manajemen SDM harus memimpin dalam mengembangkan kompetensi yang
dimiliki karyawan dalam beberapa cara. Pertama, kemampuan yang diperlukan harus
diidentifikasi dan dikaitkan dengan kerja dalam organisasi. identifikasi ini sering
memerlukan kerjasama aktif antara profesional HR dan manajer operasional.
Selanjutnya, penilaian terhadap kemampuan setiap karyawan. Pendekatan ini
mensyaratkan bahwa perlunya identifikasi pemahaman kompetensi secara
mendalam. Misalnya, dalam perusahaan dengan 100 karyawan, direktur HR
mengembangkan rencana karir dan grafik suksesi untuk menentukan apakah
perusahaan memiliki sumber daya manusia yang cukup untuk mengoperasikan dan
mengelola pertumbuhan serta mengharapkan peningkatan sebesar 70% selama empat
tahun mendatang.
32. 30
Setelah perbandingan kesenjangan "antara kemampuan yang diperlukan dalam
organisasi dan kompentensi i karyawan diidentifikasi, kemudian langkah selanjutnya
adalah membangun dan merancang pelatihan dan kegiatan . Fokus dalam
memberikan bimbingan kepada seluruh karyawan dan menciptakan kesadaran
tentang kemungkinan pertumbuhan karir dalam organisasi. Kepada seluruh pegawai
diharapkan, terus meningkatkan kemampuan mereka dan mengetahui bahwa ada
peluang pertumbuhan dalam organisasi yang dapat mengakibatkan kepuasan kerja
yang lebih besar dan lebih lama kerja dengan organisasi tersebut.
MENGEMBANGKAN KAPABILITAS SUMBER DAYA MANUSIA
Modal manusia dalam organisasi sangat berharga karena kemampuan yang dimiliki
dari manusia Sebagai bagian dari peran strategis, manajer SDM sering dipandang
bertanggung jawab untuk memperluas kemampuan sumber daya manusia dalam
sebuah organisasi. Dewasa ini penekanan tersebut difokuskan pada kompetensi
karyawan dalam organisasi demi kebutuhan organisasi untuk tumbuh di masa depan.
manajemen SDM harus memimpin dalam mengembangkan kompetensi yang
dimiliki karyawan dalam beberapa cara. Pertama, kemampuan yang diperlukan harus
diidentifikasi dan dikaitkan dengan kerja dalam organisasi. identifikasi ini sering
33. 31
memerlukan kerjasama aktif antara profesional HR dan manajer operasional.
Selanjutnya, penilaian terhadap kemampuan setiap karyawan. Pendekatan ini
mensyaratkan bahwa perlunya identifikasi pemahaman kompetensi secara
mendalam. Misalnya, dalam perusahaan dengan 100 karyawan,
Setelah perbandingan kesenjangan "antara kemampuan yang diperlukan dalam
organisasi dan kompentensi i karyawan diidentifikasi, kemudian langkah selanjutnya
adalah membangun dan merancang pelatihan dan kegiatan . Fokus dalam
memberikan bimbingan kepada seluruh karyawan dan menciptakan kesadaran
tentang kemungkinan pertumbuhan karir dalam organisasi. Kepada seluruh pegawai
diharapkan, terus meningkatkan kemampuan mereka dan mengetahui bahwa ada
peluang pertumbuhan dalam organisasi yang dapat mengakibatkan kepuasan kerja
yang lebih besar dan lebih lama kerja dengan organisasi tersebut.
1.6 KONSEP AUDIT KINERJA
1.6.1 Pengertian audit kinerja SDM
Audit SDM membantu perusahaan kinerja atas pengelolaan SDM degan cara
1. Menyediakan umpan balik nilai kontibusi fungsi SDM terhadap strategi bisnis
dan tujuan perusahaan.
2. Menilai kualitas praktik, kebijakan, dan pengelolaan SDM.
3. Melaporkan keberadaan SDM saat ini dan langkah-langkah perbaikan yang
dibutuhkan.
4. Menilai biaya dan manfaat praktik-praktik SDM.
5. Menilai hubungan SDM dengan manajeman lain dan car acara meningkatkannya
6. Mengidentifikasi area yang perlu diubah dan ditingkatkan dengn rekomendasi
khusus
1.6.2 Daftar periksa Sumber Daya Manusia
1. Struktur Organisasi
2. Uraian / Deskripsi posisi
3. Rencana keberhasilan manajemen
4. Kebijakan rekruitmen
34. 32
5. Prosedur rekruitmen
6. Program perkenalan
7. Penilaian kinerja
8. Penilaian potensi individu
9. Perencanaan jenjang karier
10. Program pelatihan
11. Administrasi kompensasi
12. Fungsi departemen SDM
13. Perencanaan manusia
14. Catatan pribadi
15. Relevansi aplikasi komputer
16. Pemahaman iklim organisasi
17. Pembagian informasi dengan karyawan
18. Desain pekerjaan
19. Hubungan industrial
20. Kesehatan karyawan
21. Keamanan karyawan
22. Pelayanan karyawan
23. Pengumpulan angka statistik
24. Praktek pengunduran diri
25. Dokumentasi / formulir
26. Keamanan
27. Interaksi sosial
1.6.3 Tujuan audit SDM
• Menilai efektivitas dari fungsi SDM.
• 1.Menilai apakah program/aktivitas SDM telah berjalan secara ekonomis, efektif,
dan efisien.
• Memastikan ketaatan berbagai program/aktivitas SDM terhadap ketentuan
hukum, peraturan dan kebijakan yang berlaku di perusahaan.
35. 33
• Mengidentifikasi berbagai hal yang masih dapat ditingkatkan terhadap aktivitas
SDM dalam menunjang kontribusinya terhadap perusahaan.
• Merumuskan beberapa langkah perbaikan yang tepat untuk meningkatkan
ekonomisasi, efisiensi, dan efektifitas berbagai program/aktivitas SDM.
1.6.4 Manfaat Audit SDM
• Mengidentifikasi kontribusi dari Departemen SDM terhadap organisasi.
• Meningkatkan citra profesional Departemen SDM.
• Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme yang lebih tinggi karyawan
Departemen SDm.
• Memperjelas tugas-tugas dan tanggung jawab Departemen SDM.
• Mendorong terjadinya keragaman kebijakan dan praktik-praktik SDM.
• Menemukan masalah-masalah kritis dalam bidang SDM.
• Memastikan ketaatan terhadap hukum dan peraturan, dalam praktik SDM.
• Menurunkan biaya SDM melalui prosedur SDM yang lebih efektif.
• Meningkatkan keinginan untuk berubah dalam Departemen SDM.
• Memberikan evaluasi yang cermat terhadap sistem informasi SDM.
36. 34
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
• perusahaan swasta, evaluasi kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas,
efisiensi perubahan, motivasi para aparatur serta melakukan pengawasan dan perbaikan.
Kinerja aparatur yang optimal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan
menjaga kelangsungan hidup instansi ini. Setiap instansi tidak akan pernah luput dari hal
pemberian balas jasa atau kompensasi yang merupakan salah satu masalah penting dalam
menciptakan motivasi kerja aparatur, karena untuk meningkatkan kinerja aparatur
dibutuhkan pemenuhan kompensasi untuk mendukung motivasi para aparatur. Dengan
terbentuknya motivasi yang kuat, maka akan dapat membuahkan hasil atau kinerja yang
baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang dilaksanakannya.