PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
EVALUASI KINERJA
1. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha
Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini saya susun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Akuntansi Manajemen. Makalah ini berisikan tentang materi
“EVALUASI KINERJA SDM” yang membahas tentang
pentingnya”EVALUASI KINERJA SDM”,
Dalam penulisan makalah ini saya mendapat bantuan dari
berbagai pihak, terutama dosen pembimbing mata kuliah
akuntansi maajemen bapak ADE FAUJI MM,
Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang membantu penulisan makalah ini. saya sadar
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Hal itu
dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan saya.
Saya mengharapkan kritik dan saran yg bersifat membangun
dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
2. kita. Akhir kata saya mohon maaf apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat kesalahan.
Serang, 21 November 2017
Penulis
3. 1. KINERJA SDM
A. PENGERTIAN KINERJA
kinerja berasal dari kata job performance atau actual
performanceyang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya
yang dicapai oleh seseorang. pengertian kinerja (prestasi kerja)
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu
proses (nurlaila, 2010:71). menurut pendekatan perilaku dalam
manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang
dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan
pekerjaan (luthans, 2005:165).
4. Mink mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang
memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu
diantaranya:
(a) berorientasi pada prestasi,
(b) memiliki percaya diri,
(c) berperngendalian diri,
(d) kompetensi.
B. Manfaat Evaluasi Kinerja
Penilaian prestasi adalah proses di mana organisasi
menilai atau mengevaluasi prestasi kerja karyawan. Adapun
manfaat evaluasi prestasi/kinerja adalah sebagai berikut:
1. Meningkatan prestasi karyawan
Karyawan dapat memperbaiki atau meningkat perstasi
setelah mengetahui hasil atau umpan balik dari adanya
evaluasi tersebut.
2. Standar kompensasi yang layak
Dari hasil evaluasi prestasi, manajer dapat mengetahui
berapa upah atau kompensasi yang layak harus diberiakn
pada karyawan.
3. Penempatan karyawan
Dari hasil prestasi karyawan dalam sebuah evaluasi yang
sudah dilkukan sehingga dapat meminimalisasi risiko
kesalahan dalam penempatan karyawan.
4. Pelatihan dan pengembangan
Apabila hasil evaluasi menunjukan banyak kekurangan atau
hasil yang negative maka sudah saat nya diperlukan
program pelatiahndan pengembangan, baik untuk karyawan
baru maupun karyawan senior. Namun, hasil yang baik atau
positif hendaknya tidak membuat organisasi tidak berbesar
hatu dulu, karena pelatiahn dan pengembangan selalu
dibutuhkan untuk penyegaran bagi karyawan.
5. 5. Jenjang karier
Manajer dapat menyusun jalur karier karyawan sesuai
dengan prestasi yang telah ditunjukan karyawan.
6. Penataan staf
Hasil prestasi yang baik atau buruk, mencerminkan
bagaimana manajemen mengatur pembagian sumber daya
manusia di dalam organisasi.
7. Minimnya data informasi
Informasi yang akurat sangat dibutuhkan organisasi untuk
mengambil keputusan guna menempatkan karyawan,
promosi, mutasi, transfer, demosi, kebutuhan program
pelatihan dan pengembangan, jenjang karierkaryawan, dan
komponen-komponen lain dalam system informasi
manajemen sumber daya manusia.
8. kesalahn desain pekerjaan
Adanya indikasi hasil evaluasi prestasi yang buruk
merupakan tanda adanya kesalahn dalam deskripsi desain
pekerjaan yang tidak atau kuarng cocok pada pekerjaan.
9. Peluang kerja yang adil
Peluang kerja yang sam dan adil bagi karyawan bisa didapat
apabila manajer melihat hasil evaluasi dan
mempertimbangan kesempatan pekerjaan yang layak dan
menantang bagi karyawan yang menunjukan prestasi bagus.
10. Tantangan eksternal
Penilaian pretasi juga tergantung dari factor lain, seperi
kepentingan pribadi, kondisi financial, kondisi kerja,
keluarga, kesehatan karyawan, dan sebagainya.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu:
1. Kemampuan mereka,
2. Motivasi,
3. Dukungan yang diterima,
4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan
5. Hubungan mereka dengan organisasi.
Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan
bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja
6. (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu
yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang
diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.
menurut Mangkunegara menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja antara lain :
1. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan
(ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai
perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
keahlihannya.
2. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude)
seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion)
kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai
terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi
mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi
kerja secara maksimal.
David C. Mc Cleland seperti dikutip Mangkunegara,
berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif
berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan
pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik
baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan
predikat terpuji.
Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari
seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu :
1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi
2) Berani mengambil resiko
3) Memiliki tujuan yang realistis
4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang
untuk merealisasi tujuan.
5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh
kegiatan kerja yang dilakukan
6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang
telah diprogamkan
Menurut Gibson ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap
kinerja :
7. 1) Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar
belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial
dan demografi seseorang.
2) Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap,
kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja
3) Faktor organisasi : struktur organisasi, desain
pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan
(reward system).
D. Teknik-Teknik Penilaian Prestasi/Kinerja
Beberapa metode yang dapat dipertimbangkan organisasi untuk
melakukan evaluasi prestasi bagi karyawan adalah sebagai berikut:
1) Rating Scale
Penilaian prestasi metode ini didasarkan pada suatu skala dari
sangat baik, baik, kurang baik, dan jelek.
2) Checklist
Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar
unjuk kerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian
penilaian memeriksa apakah karyawan sudah mengerjakannya.
3) Critical Incident Technique
Critical inci ent technique adalah penilaian yang didasarkan pada
perilaku khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku
yang baik maupun perilaku yang tidak baik.
4) Skala Penilaian Berjangkarkan Perilaku
Skala penilaian berjangkarkan perilaku (behaviorally anchored
rating scale-BARS) adalah penilaian yang dilakukan dengan
membuat spesifikasi unjuk kerja dalam elemen-elemen tertentu,
misalnya dosen di perguruab tinggi elemen-elemen unjuk kerjanya
adalah memberikan pengajaran, melakuakn penelitian,
memberikan bimbngan pada mahasiswa dan membuat soal.
5) Pengamatan Dan Tes Unjuk Kerja
Pengamatan dan tes unjuk kerja adalah penilaian yang dilakuakn
melalui tes di lapangan.
6) Metode Perbandingan Kelompok
Metode ini dilakukan dengan membandingkanseorang pegawai
dengan rekan sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan
beberapa teknik seperti pemeringkatan(ranking method),
pengelompokan pada klasifiakasi yang sudah ditentukan (force
8. distribution), pemberian poin atau angka (point allocation method),
dan metode perbandingan dengan karyawan lain(paired
comparison)
a. Metode pemberian poin, yaitu semua pegawai yang dinilai
diberi poin atau yang diurutkan dari yang terbesar hingga yang
terkecil.
b. Metode perbandingan dengan pengawai lain, yaitu setiap
pegawai dibandingkan dengan pegawai lain untuk menentukan
sispa yang terbaik, kemudian pegawai yang terbaik adalah
pegawai yang memiliki jumlah terbaik di bandingkan dengan
yang lain.
7) Penilaian Diri Sendiri
Penilaian diri sendidri adalah karyawan untuk dirinya sendiri
dengan harapan pegawai tersebut dapat mengidentifikasi aspek-
aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan
dating.
8) Management By Objective(MBO)
Management By Objective adalah program manajemen yang
mengikutsertakan karyawan dalam proses pengambilan keputusan
untuk menetukan tujuan-tujuan yang dicapa i.
9) Penilaian secar psikologis
Penilaian secar psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan
oleh para ahlu psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang
berkaitan dengan pelksanaan pekerjaan seperi kemampuan
inetelektual, motivasi, dan lain-lain yang bersifat psikologi.
10) Assesment centre
Assesment centre atau pusat penilaian adalah penilaian yang
dilakukan melalui serangkain teknik penilaian dan dilakukan oleh
sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam
melakukan tanggung jawab yang lebih besar.
9. 2. HUMAN RESOUCHES SCORE CARD
Menurut Brian E. Becker, Mark A Huselid & Dave Ulrich
(2009,pxii) human resource scorecard adalah kapasitas untuk
merancang dan menerapkan sistem pengukuran SDM yang strategis
dengan merepresentasikan “alat pengungkit yang penting” yang
digunakan perusahaan untuk merancang dan mengerahkan strategi
SDM yang lebih efektif secara cermat.
Menurut Gary Desler (2006,p16) human resource scorecard
adalah mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi human resource
dalam membentuk perilaku karyawan yang dibutuhkan untuk
mecapai tujuan strategis perusahaan.
Menurut Nurman (2008,p1) human resources scorecard
adalah suatu alat untuk mengukur dan mengelola kontribusi strategic
dari peran human resources dalam menciptakan nilai untuk mencapai
strategi perusahaan.
Menurut Riana Sitawati, Sodikin Manaf, & Endah Winarti
(2009,p5) human resource scorecard adalahpendekatan yang
digunakan dengan sedikit memodifikasi dari model balance scorecard
awal yang saat ini paling umum digunakan pada tingkat korporasi
yang di fokuskan pada strategi jangka panjang dan koneksi yang jelas
pada hasil bisnisnya.
Menurut Surya Dharma dan Yuanita Sunatrio (2001,p1)
human resource scorecard adalahpengukuran terhadap strategi SDM
dalam menciptakan nilai – nilai (value creation) dalam suatu
organisasi yang sangat di dominasi oleh “human capital” dan modal
intangible lainnya.
Menurut Uwe Eigenmann (2005,p32) human resource
scorecard adalah secara khusus dirancang untuk menanamkan sistem
sumber daya manusia dalam strategi keseluruhan perusahaan dan
mengelola SDM arsitektur sebagai aset strategis. Scorecard sumber
10. daya manusia tidak menggantikan balanced scorecard tradisional
tetapi melengkapi itu.
Perbedaan antara human resources scorecard dengan balanced
scorecard adalah bahwa balance scorecard lebih mengukur kinerja
perusahaan berupa tangible assets sedangkan human resources
scorecard lebih mengukur kinerja sumber daya manusia perusahaan
yang berupa intangible assets.
Human resources scorecard adalah suatu sistem pengukuran
sumber daya manusia yang mengaitkan orang – strategi – kinerja
untuk menghasilkan perusahaan yang unggul. Human resources
scorecard menjabarkan misi, visi, strategi menjadi aksi human
resources yang dapat di ukur kontribusinya. Human resources
scorecard menjabarkan sesuatu yang tidak berwujud/intangible
(leading/sebab) menjadi berwujud/tangible (lagging/akibat). Human
resources scorecard merupakan suatu sistem pengukuran yang
mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan kinerja
organisasi yang akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran
mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia,
sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat
jumlah. Selain itu, human resources scorecard dapat menjadi alat
bantu bagi manajer sumber daya manusia untuk memastikan bahwa
semua keputusan sumber daya manusia mendukung atau mempunyai
kontribusi langsung pada implementasi strategi usaha.
Berdasarkan kesimpulan diatas pengertian HR Scorecard adalah
suatu sistem pengukuran pada kontribusi departemen sumber daya
manusia sebagai aset untuk menciptakan nilai – nilai bagi suatu
organisasi.
HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja
Sumber Daya Manusia
Human resources scorecard mengukur keefektifan dan efisiensi
fungsi sumber daya manusia dalam mengerahkan perilaku karyawan
untuk mencapai tujuan strategis perusahaan sehingga dapat
membantu menunjukan bagaimana sumber daya manusia memberikan
kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi perusahaan.
11. Human Resources Scorecard merupakan bagian dari perusahaan.
Human resources scorecard ibarat sebuah bangunan, yang menjadi
bagian dari apa yang kita turunkan dari strategi perusahaan.
Menurut Becker et al. (2001), dasar dari peran sumber daya
manusia yang strategis terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value
chain) yang dikembangkan oleh arsitektur sumber daya manusia
perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan perilaku karyawan. Arsitektur
SDM dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :
1. Fungsi sumberdaya manusia (The HR Function).Dasar
penciptaan nilai strategi sumber daya manusia adalah mengelola
infrastruktur untuk memahami dan mengimplementasikan
strategi perusahaan. Biasanya profesi dalam fungsi sumber daya
manusia diharapkan dapat mengarahkan usaha ini. Becker et al
(2001) menemukan bahwa kebanyakan manajer sumberdaya
manusia lebih memusatkan kegiatannya pada penyampaian
(delivery) yang tradisional atau kegiatan manajemen sumber
daya manajemen teknis, dan kurang memperhatikan pada
dimensi manajemen sumber daya manusia yang stratejik.
Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi manajer sumber
daya manusia masa depan dan memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen
sumber daya manusia stratejik dan bisnis.
2. Sistem sumber daya manusia (The HR System). Sistem
sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh
dalam sumber daya manusia stratejik. Model sistem ini yang
disebut sebagai High performance work system (HPWS).
Dalam HPWS setiap elemen pada sistem The HR Functin
sumber daya manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh
kualitas human capital melalui organisasi. Untuk membangun
dan memelihara persediaan human capital yang berkualitas,
HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut :
Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk
memvalidasi model kompetensi.
Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan
yang efektif untuk ketermpilan yang dituntut oleh implementasi
strategi organisasi.
12. Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja
yang menarik, mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan
yang tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan
peningkatan kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga
memungkinkan kinerja organisasi berkualitas. Agar sumber daya
manusia mampu menciptakan value, organisasi perlu membuat
struktur untuk setiap elemen dari sistem sumber daya manusia dengan
cara menekankan, mendukung HPWS.
1. Perilaku karyawan (Employee Behaviour). Peran
sumber daya manusia yang stratejik akan memfokuskan
pada produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi.
Perilaku stratejik adalah perilaku produktif yang secara
langsung mengimplementasikan strategi organisasi.
Strategi ini terdiri dari dua kategori umum seperti :
Perilaku inti (core behaviour) adalah alur yang langsung berasal
dari kompetensi inti perilaku yang didefinisikan organisasi.
Perilaku tersebut sangat fundamental untuk keberhasilan
organisasi.
Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai key point
dalam organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis.
Mengintegrasikan perhatian pada perilaku kedalam keseluruhan
usaha untuk mempengaruhi dan mengukur kontribusi sumber daya
manusia terhadap organisasi merupakan suatu tantangan.
Manfaat Human Resource Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu
menggambarkan peran dan kontribusi sumber daya manusia kepada
pencapaian visi perusahaan secara jelas dan terukur, agar profesional
sumber daya manusia mampu dalam mengendalikan biaya yang
dikeluarkan dan nilai yang dikontribusikan dan memberikan gambaran
hubungan sebab akibat. Adapun menurut Bryan E.Becker (2009,p80-
82) sebagai
berikut :
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara
deliverable, yang mempengaruhi implementasi strategi, dan do able
yang tidak. Sebagai contoh, implementasi kebijakan bukan suatu
deliverable hingga ia menciptakan perilaku karyawan yang
13. mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM
tepat secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir
secara strategis serta secara operasional.
2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai
SDM selalu di harapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan. Pada
saat yang sama, memainkan peran strategis berarti SDM harus pula
menciptakan nilai. HR Scorecard membantu para manajemen sumber
daya manusia untuk menyeimbangkan secara efektif kedua tujuan
tersebut. Hal itu bukan saja mendorong para praktisi untuk menghapus
biaya yang tidak tepat, tetapi juga membantu mereka mempertahankan
“investasi” dengan menguraikan manfaatpotensial dalam pengertian
kongkrit.
3. HR Scorecard mengukur leading indicators
Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusan-
keputusan dan sistem SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya
mempengarui pendorong kinerja kunci dalam implementasi
perusahaan. Sebagaimana terdapat leading dan lagging indicator
dalam sistem pengukuran kinerja seimbang keseluruhan
perusahaan, di dalam rantai nilai SDM terdapat pendorong (deliver)
dan hasil (outcome). Hal ini bersifat essensial untuk memantau
keselarasan antara keputusan-keputusan SDM dan unsur-unsur sistem
yang mendorong HR deliverable. Menilai keselarasan ini memberikan
umpan balik mengenai kemajuan SDM menuju deliverable tersebut
dan meletakan fondasi bagi pengaruh strategi SDM.
HR Scorecard menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi
dan pada akhirnya kepada “bottom line”. Sistem pengukuran kinerja
strategi apapun harus memberikan jawaban bagi chief HR officer atas
pertanyaannya, “apa kontribusi SDM terhadap kinerja perusahaan?”
efek kumulatif ukuran - ukuran HR
deliverable pada scorecard harus memberikan jawaban itu. Para
manajer SDM harus memiliki alasan strategi yang ringkas, kredibel
dan jelas, untuk semua ukuran deliverable. Jika alasan itu tidak ada,
begitu pula pada ukuran itu tidak ada. Pada manajer lini harus
menemukan ukuran deliverable ini sekredibel seperti yang dilakukan
manajer SDM, sebab matrik-matriks itu merepresentasikan solusi -
solusi bagi persoalan bisnis, bukan persoalan SDM.
14. 4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara
efektiftanggung jawab strategi mereka. HR Scorecard mendorong
sumber daya manusia untuk fokus secara tepat pada bagaimana
keputusan mereka mempengaruhi keberhasilan implementasi strategi
perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti pentingnya “fokus strategis
karyawan” bagi keseluruhan perusahaan, HR Scorecard harus
memperkuat fokus
strategis para manajer SDM dan karena para professional SDM dapat
mencapai pengaruh strategis itu sebagian besar dengan cara
mengadopsi perspektif sistemik dari pada dengan cara memainkan
kebijakan individual, scorecard mendorong mereka lebih jauh untuk
berfikir secara sistematis mengenai strategi SDM.
5. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran kinerja ialah sistem ini
menjadi terlembagakan dan secara actual merintangi perubahan.
Strategi - strategi tumbuh, organisasi perlu bergerak dalam arah yang
berbeda, namun sasaran - sasaran kinerja yang sudah tertinggal
menyebabkan manajer dan karyawan ingin memelihara status quo.
Memang, salah satu kritik terhadap manajemen berdasarkan
pengukuran ini ialah bahwa orang-orang menjadi trampil dalam
mencapai angka-angka yang diisyaratkan dalam sistem nama dan
mengubah pendekatan manajemen mereka ketika kondisi yang
bergeser menuntutnya. HR Scorecard memunculkan fleksibilitas dan
perubahan, sebab ia fokus pada implementasi strategi perusahaan,
yang akan secara konstan menuntut perubahan. Dengan pendekatan
ini, ukuran-ukuran mendapat makna yang baru.
Mereka menjadi sekedar indicator dari logika yang mendasari yang
diterima oleh para manajer sebagai hal absah. Dengan kata lain, ini
bukan sekedar bahwa di waktu yang lalu orang mengejar sejumlah
angka tertentu; mereka dulu juga memikirkan tentang kontribusi
mereka pada implementasi strategi perushaan.
Mereka melihat gambar besarnya. Kami percaya bahwa fokus yang
lebih besar memudahkan para manajer untuk mengubah arah. Tidak
seperti organisasi “tradisional”, dalam organisasi yang berfokus pada
15. strategi, orang memandang ukuran - ukuran sebagai alat untuk
mencapai tujuan, daripada sebagai tujuan itu
sendiri.
3. MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
A. Pengertian Motivasi dan Kepuasan Kerja
1. Konsep Motivasi
Kata motivasi berasal dari bahasa latin movere yang
berarti to move (untuk bergerak) sehingga dapat dikatakan bahwa
motivasi adalah seperangkat alasan untuk melakukan tindakan
tertentu.[1] Beberapa ahli juga mengemukakan pendapat mereka
mengenai pengertian motivasi, diantaranya
a. Sumadi Suryabrata
Motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri
seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktifitas
tertentu guna pencapaian tujuan.
b. Gates
Motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan psikologis
yang terdapat dalam diri seseorang yang mengatur tindakannya
dengan cara tertentu.
c. Greenberg
Motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan, dan
memantapkan perilaku ke arah suatu tujuan.[2]
d. Chung dan Megginson
Motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada
sasaran. Motivasi berkitan dengan tingkat usaha yang
dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan.[3]
16. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
motivasi dapat diartikan sebagai kondisi fisiologis dan psikologis
yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan aktifitas dengan cara tertentu yang terararah untuk
mencapai tujuan.
Menurut Arnold, Robertson, dan Cooper, motivasi terdiri dari
tiga komponen, yaitu:[4]
a. Direction (arah), yaitu apa yang seseorang coba lakukan.
b. Effort (usaha), yaitu seberapa keras seseorang mencoba.
c. Persistence (ketekunan), yaitu seberapa lama seseorang
terus berusaha.
Menurut Luthans, proses motivasi kerja sendiri terdiri dari
tiga elemen penting, yakni kebutuhan (needs), dorongan (drives)
dan rangsangan (incentives) dapat dijelaskan sebagai berikut:[5]
1. Kebutuhan adalah tekanan yang ditimbulkan oleh adanya
kekurangan untuk menyebabkan seseorang berperilaku untuk
mencapai tujuan. Kekurangan tersebut dapat bersifat
psikologis, fisiologis, atau sosial.
2. Dorongan adalah suatu kondisi yang menyebabkan
seseorang menjadi aktif untuk melakukan suatu tindakan atau
perilaku demi tercapainya kebutuhan atas tujuan.
3. Rangsangan adalah sesuatu yang memiliki kecenderungan
merangsang minat seseorang untuk bekerja mencapai tujuan.
2. Konsep Kepuasan Kerja
Sumber daya manusia merupakan salah satu bagian yang
memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan
pencapaian hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
oleh pihak manajemen perusahaan. Dengan mengetahui kepuasan
kerja karyawan, melalui bagaimana karyawan tersebut merespon
terhadap berbagai program atau rencana yang telah ditetapkan
oleh perusahaan, hal ini dapat menjadi umpan balik yang sangat
17. berharga bagi perusahaan tersebut. Kepuasan kerja adalah sikap
umum seseorang terhadap pekerjaannya.[6] Pada dasarnya
kepuasan merupakan suatu konsep yang multifacet atau banyak
dimensi, dan bersifat subyektif dari masing-masing individu yang
bersangkutan.[7]
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana pegawai
memandang perkerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminnkan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini nampak dari
sikap positif pegawai terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang
dihadapi di lingkungan kerjanya.[8] Sedangkan menurut As’ad
kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil
dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan,
penyesuaian diri dan hubungan individu di luar kerja.[9]
Kepuasan kerja juga memiliki hubungan yang erat dengan
sikap karyawan atas pekerjaan mereka, situasi kerja setiap
harinya, kerjasama antar karyawan baik dengan atasan maupun
dengan rekan kerja. Kepuasan kerja secara lebih jauh, juga
menunjukkan kesesuaian antara sebuah harapan terhadap
pekerjaan yang ada dan imbalan yang diperoleh dari pekerjaan
tersebut.[10]
Dari beberapa definisi dan penjelasan diatas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja merupakan refleksi dari
seorang karyawan terhadap pekerjaannya yang timbul bukan
hanya sebagai hasil interaksi antara karyawan dengan
pekerjaannya, tetapi juga dengan lingkungan kerja, situasi dan
kondisi kerja serta rekan kerja karyawan.
Adapun yang menentukan kepuasan kerja adalah:[11]
a. Kerja yang secara mental menantang, bagi pegawai yang
cenderung menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan
menggunakan keterampilan dan kemampuan dalam bekerja.
18. b. Gagasan yang pantas, pegawai menginginkan sistem upah
atau gaji dan kebijakan promosi yang adil, tidak meragukan
dan sesuai dengan pengharapan mereka.
c. Kondisi kerja mendukung, bagi pegawai yang peduli
lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik.
d. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara
sesama pegawai yang saling mendukung meningkatkan
kepuasan kerja.
e. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan,
kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang pegawai
dan pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih
terpuaskan.
f. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat
dijelaskan oleh keturunan.
Dalam mengelola kepegawaian harus senantiasa memonitor
kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi,
perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan dan masalah
personalia vital lainnya. Oleh karena itu fungsi personalia
mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung,
selain itu berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia
berdampak pada iklim organisasi memberikan suatu lingkungan
kerja yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan bagi
anggota organisasi yang akhirnya memenuhi kepuasan kerja
anggota organisasi.
B. Hubungan Motivasi dengan Kepuasan Kerja
1. Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja.
Terdapat beberapa teori yang mengkaitkan antara motivasi dan
kepuasan kerja:[12]
a. Teori Keadilan dan Kepuasan Kerja
19. Teori keadilan ini membantu untuk memahami bagaimana
seorang pegawai mencapai kesimpulan bahwa ia diperlakukan
dengan adil atau tidak. Perasaan ini mmerupakan perasaan
subjektif yang dapat mempengaruhi motivasi kerja. Untuk itu
seorang pimpinan harus mengetahui bahwa pegawainya
membandingkan imbalan, hukuman, tugas, serta dimensi
lainnya antarpegawai.
Beberapa cara untuk mengetahui adanya perasaan
perlakuan tidak adil ini dapat dilakukan dengan:[13]
1) Manajer harus mengenal kesimpulan dari tindakan
seseorang yang mengindikasikan bahwa ia telah mendapat
perlakuan tidak adil.
2) Manajer harus mampu memberikan resolusi sederhana
terkait isu ketidak-adilan yang dapat mengganggu distorsi
input atau output.
3) Manajer harus mampu mengenal klaim-klaim ketidak
adilan.
4) Manajer harus mampu mencegah klaim-klaim ketidak
adilan dengan cara memperjelas apa yang sebenarnya
mereka rasakan.
b. Teori Kebutuhan
Menurut teori ini manusia mempunyai beberapa kebutuhan
yang harus dipenuhi. Salah satu teori kebutuhan yang
dikemukakan oleh Maslow menyebutkan bahwa manusia
memiliki tingkat kebutuhan dari tingkat bawah sampai
yangpaling tinggi, yaitu: kebutuhan fisiologis dasar,
keselamatan dan keamanan, sosial dan kasih sayang,
penghargaan dan aktualisasi diri.
c. Teori Harapan dan Motivasi
Teori harapan atau expectancy secara logis mencoba untuk
menyusun kembali proses mental yang mengakibatkan seorang
pegawai mencurahkan usaha dalam tugas tertentu.
20. Diasumsikan bahwa usaha para pegawai diakibatkan oleh tiga
hal, yaitu: kemungkinan subyektif pegawai yang berkaitan
dengan kemampuan kerja, kemungkinan subjektif terhadap
reward atau punishment yang terjadi sebagai hasil dari
perilaku pimpinan, dan nilai pegawai yang menempatkan
penghargaan dan hukuman.
d. Job Desain dan Motivasi
Motivasi dan kepuasan kerja juga dapat dilihat dari
bagaimana pekerjaan didesain. Terdapat beberapa prinsip
dasar dalam metode untuk mengklasifikasikan dan merancang
pekerjaan, yakni:[14]
1) Pekerjaan yang disimplifikasi dapat dilakukan oleh setiap
orang dengan pelaatihan yang sedikit.
2) Pekerjaan yang distandarisasikan menggunakan cara
terbaik untuk melaksanakannya. Ketentuan ini dapat
ditetapkan melalui pengamatan tujuan dan analisis metode
kerja.
3) Pekerjaan yang sudah dispesialisasikan membuat
seseorang dapat dengan cepat mengembangkan
keterampilan tanpa buang-buang waktu.
2. Hubungan Antara Motivasi dengan Kepuasan Kerja
Terdapat hubungan antara motivasi dan kepuasan dari
seorang pekerja. Hubungan tersebut dapat dikategorikan dalam
empat bagian, yaitu:[15]
a. Pegawai yang motivasi dan kepuasannya tinggi, ini
merupakan keadaan ideal, baik bagi organisasi maupun bagi
pegawai itu sendiri. Keadaan ini timbul bila sumbangsih yang
diberikan oleh pegawai bernilai bagi organisasi, dimana pada
gilirannya organisasi memberikan hasil yang diinginkan atau
pantas bagi pegawai.
21. b. Karyawan termotivasi untuk bekerja dengan baik, tetapi
tidak merasa puas dengan kerja mereka. Beberapa alasan yang
memungkinkan adalah karyawan membutuhkan pekerjaan dan
uang. Uang dan pekerjaan tergantung pada kinerja yang baik,
di satu sisi karyawan merasa bahwa mereka berhak
mendapatkan gaji yang lebih atas kinerja yang diberikan
kepada perusahaan, namun tidak mendapatkannya.
c. Kinerja yang rendah dari karyawan namun mereka merasa
puas dengan pekerjaannya. Perusahaan telah memberikan
segala sesuatu sesuai dengan harapan karyawan sehingga
karyawan tidak mengeluh, namun tidak ada timbal balik yang
berarti bagi perusahaan sehingga kerugian dapat dirasakan dari
sisi perusahaan.
d. Karyawan tidak bekerja dengan baik dan tidak memperoleh
rangsangan yang memuaskan dari perusahaan. Situasi seperti
inilah yang akan mendorong keinginan pegawai untuk berhenti
dari pekerjaan atau keputusan perusahaan untuk
memberhentikan karyawan karena tidak ada manfaat yang
dapat diperoleh baik oleh pegawai maupun perusahaan.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor-faktor kepuasan kerja yang diambil berdasarkan
pada Job Descriptive Index, dimana terdapat pengukuran yang
standar terhadap kepuasan kerja, yang meliputi beberapa faktor
yaitu pekerjaan itu sendiri, mutu dan pengawasan supervisi, gaji
atau upah, kesempatan promosi, dan rekan kerja. Job Description
Index adalah pengukuran terhadap kepuasan kerja yang
dipergunakan secara luas. Riset menunjukkan bahwa Job
Description Index dapat menyediakan skala kepuasan kerja yang
valid dalam skala yang dapat dipercaya. Seperti yang dikemukakan
oleh Dipboye, Smith, dan Houkakawell, faktor-faktor tersebut
meliputi:[16]
22. 1. Pekerjaan itu sendiri
Setiap karyawan lebih menyukai pekerjaan yang memberikan
peluang kepada mereka untuk menggunakan ketrampilan dan
kemampuan yang dimiliki, yang mampu menawarkan satu
varietas tugas, kebebasan dan umpan balik tentang seberapa
baiknya mereka dalam melakukan hal tersebut. Karakteristik
tersebut membuat pekerjaan menjadi lebih menantang secara
mental. Studi-studi mengenai karakteristik pekerjaan, diketahui
bahwa sifat dari pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama
dari kepuasan kerja. Lima dimensi inti dari materi pekerjaan
yang meliputi ragam ketrampilan (skill variety), identitas
pekerjaan (task identity), keberartian pekerjaan (task
significance), otonomi (autonomy) dan umpan balik (feed back).
Dari setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup sejumlah aspek
materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
seseorang. Adapun kaitan masing-masing dimensi tersebut
dengan semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang
dilakukan, seseorang akan merasa pekerjaanya semakin berarti.
2. Mutu Pengawasan Supervisi
Kegiatan pengawasan merupakan suatu proses dimana
seorang manajer dapat memastikan bahwa kegiatan yang
dilakukan oleh karyawannya sesuai dengan apa yang telah
direncanakan sebelumnya. Proses pengawasan mencatat
perkembangan pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan
sehingga memungkinkan manajer untuk dapat mendeteksi
adanya penyimpangan dari apa yang telah direncanakan dengan
hasil saat ini, dan kemudian dapat dilakukan tindakan
pembetulan untuk mengatasinya. Perilaku pengawas merupakan
hal penting yang menentukan selain dari kepuasan kerja itu
sendiri. Sebagian besar dari studi yang telah dilakukan
menunjukkan hasil bahwa karyawan akan lebih puas dengan
23. pemimpin yang lebih bijaksana, memperhatikan kemajuan,
perkembangan dan prestasi kerja dari karyawannya.
3. Gaji atau Upah
Karyawan selalu menginginkan sistem penggajian yang
sesuai dengan harapan mereka. Apabila pembayaran tersebut
tampak adil berdasarkan pada permintaan pekerjaan, tingkat
ketrampilan individu, dan standar pembayaran masyarakat pada
umumnya, maka kepuasan yang dihasilkan akan juga tinggi.
Upah sebagai jumlah keseluruhan pengganti jasa yang telah
dilakukan oleh tenaga kerja yang meliputi upah pokok dan
tunjangan sosial lainnya. Gaji merupakan salah satu karakteristik
pekerjaan yang menjadi ukuran ada tidaknya kepuasan kerja,
dalam artian ada atau tidaknya keadilan dalam pemberian gaji
tersebut. Gaji atau upah yang diberikan kepada karyawan
merupakan suatu indikator terhadap keyakinan seseorang pada
besarnya upah yang harus diterima.
4. Kesempatan Promosi
Promosi merupakan perpindahan dari suatu jabatan ke
jabatan yang lain dimana jabatan tersebut memiliki status dan
tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini memberikan nilai
tersendiri bagi karyawan, karena merupakan bukti pengakuan
terhadap prestasi kerja yang telah dicapai oleh karyawan.
Promosi juga memberikan kesempatan untuk pertumbuhan
pribadi, untuk lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status
sosial. Oleh karena itu salah satu kepuasan terhadap pekerjaan
dapat dirasakan melalui ketetapan dan kesempatan promosi yang
diberikan oleh perusahaan.
5. Rekan Kerja
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan
interaksi dengan orang lain, begitu juga dengan karyawan di
dalam melakukan pekerjaannya membutuhkan interaksi dengan
24. orang lain baik rekan kerja maupun atasan mereka. Pekerjaan
seringkali juga memberikan kepuasan kebutuhan sosial, dimana
tidak hanya dalam arti persahabatan saja tetapi dari sisi lain
seperti kebutuhan untuk dihormati, berprestasi, dan berafiliasi.
Rekan kerja juga merupakan bagian dari perwujudan salah satu
teori motivasi menurut Alderfer yaitu kebutuhan akan hubungan
(Relatedness Needs), dimana penekanan ada pada pentingnya
hubungan antar-individu (interpersonal relationship) dan
bermasyarakat (social relationship). Pada dasarnya seorang
karyawan juga menginginkan adanya perhatian dari rekan
kerjanya, sehingga pekerjaan juga mengisi kebutuhan karyawan
akan interaksi sosial, sehingga pada saat seorang karyawan
memiliki rekan kerja yang saling mendukung dan bersahabat,
maka akan meningkatkan kepuasan kerja mereka.
4. MENGELOLA POTENSI DAN KECERDASAN
SDM
Motional Quotient, atau kecerdasan emosional menjadi salah
satu cara bagi banyak orang untuk bisa mendaki menuju puncak.
Bangsa Mesir kuno percaya bahwa hati adalah pusat dari kecerdasan
dan emosi. Otak menjadi sesuatu yang mereka anggap tidak penting
sehingga dalam proses pengawetan mayat, mereka mengeluarkan otak
secara keseluruhan dari tubuh mumi dan meletakkan berlian atau
permata di dada mumi untuk menjaga keutuhan hatinya. Satu dari
sekian banyak hal penting yang dilihat dan dimiliki oleh banyak
pemimpin dan manajer hebat adalah kecerdasan emosional, Anda
25. boleh percaya atau tidak. Ketika kita berbicara mengenai manajemen
kinerja, banyak orang mengelompokkan kinerja ke dalam 3 aspek
besar. Mereka adalah:
1. Karyawan berkinerja rendah
2. Karyawan dengan kinerja biasa-biasa saja
3. Karyawan dengan kinerja sangat baik atau luar biasa
Peningkatan kinerja tentu saja akan sangat terkait dengan pelatihan
dan pembimbingan mengenai seperangkat keterampilan yang
ditransferkan kepada karyawan tersebut. Namun demikian seringkali
ditemukan bahwa ternyata bukan kurangnya keterampilan yang
membuat kinerja menurun, sehingga pendekatan yang diperlukan
bukan lagi training, namun coaching atau counseling. Ketika coaching
dan counseling dilakukan, keterampilan memahami emosi, perasaan
dan bersikap terhadap respon orang lain menjadi sangat penting dan
ini semua didapatkan dalam kecerdasan emosional. Banyak orang
yang menyetujui bahwa soft skills memberikan perbedaan yang
signifikan dalam kaitannya dengan perasaan karyawan dan bagaimana
mereka merespon pada atasan mereka dan manajemen senior. Ketika
mereka merasa dihargai dan didengar, maka mereka akan menjadi
lebih mudah digerakkan, termotivasi dan lebih mudah mencapai
tujuan yang dibuat oleh pemimpin. Cara mengukur seberapa baik kita
menggunakan keterampilan soft skills kita adalah dengan mengukur
kecerdasan emosional kita. Kecerdasan emosional adalah sesuatu yang
kita miliki di dalam yang membantu kita untuk mengetahu perasaan
kita dan berempati pada orang lain. Kecerdasan emosional juga
membantu kita untuk bisa tampil dan mau mendengar dan melihat dari
sudut pandang yang berbeda. Selain itu, EQ juga membantu kita untuk
26. mengambil keputusan terbaik serta berkomunikasi secara efektif dan
mengesampingkan emosi negatif dan yang paling penting, mengelola
stress. Ada empat elemen utama dalam EQ:
Kesadaran diri
Kepekaan sosial
Pengelolaan diri
Pengelolaan hubungan
Beberapa dari kita terlahir dengan kecerdasan emosi yang baik,
beberapa tidak. Kabar baiknya adalah, EQ adalah sesuatu yang bisa
kita pelajari. Ketika kita mampu mengembangakan kecerdasan
emosional dengan efektif, kita akan lebih mampu mengembanggakan
hubungan yang lebih kuat dan secara internal dengan sesama rekan
kerja, tidak hanya dengan pelanggan atau klien kita. Di banyak kasus,
organisasi dengan produktivitas tinggi seringkali dipimpin oleh
seorang wanita. Mengapa? Karena keterampilan wanita membangun
hubungan dan kepercayaan membuat hubungan kerja menjadi relative
lebih kondusif dan cair. Wanita, secara rata-rata, memiliki kecerdasan
emosional lebih tinggi empat poin dibandingkan laki-laki, mereka
lebih tinggi secara nilai dalam hal pengelolaan diri, kepekaan sosial
dan pengelolaan hubungan. Dalam hal kepekaan dirilah laki-laki
memiliki kecenderungan sedikit lebih tinggi atau sama. Namun
demikian, apabila kita memperhatikan statistik, lebih banyak laki-laki
memegang tampuk tertinggi kepemimpinan dalam organisasi.
Hasilnya, penelitian yang dilakukan oleh TalentSmart menunjukkan
bahwa 85% pekerja merasa kurang dihargai oleh atasan mereka. Saya
tidak mengatakan bahwa seharusnya wanita yang lebih banyak
memimpin organiasasi, namun yang sebaiknya kita lakukan adalah
27. lebih meningkatkan kinerja perusahaan kita dengan memperhatikan
aspek-aspek berikut:
Promosikan karyawan karena keefektifan mereka bekerja, bukan
karena senioritas dan berapa lama mereka sudah bekerja di perusahaan
Pahami bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan
keterampilan lainnya untuk meningkatkan kinerja
Berupaya untuk senantiasa meningkatkan kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional adalah indikator kunci peningkatan kinerja dan
pendorong terkuat untuk kepemimpinan dan kesempurnaan pribadi.
The emotional Intelligence Quick Book menunjukkan bahwa semakin
sering kita melatih kecerdasan emosional kita, semakin mudah
kemampuan kita menghadapi kesulitan hidup, mendorong kerjasama
tim dan pada akhirnya, kesempurnaan pelayanan kepada pelanggan.
5. MEMBANGUN KAPABILITAS DAN POTENSI
SDM
Sumber Daya Manusia Kapabilitas
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi
sebelum suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber keunggulan
kompetitif berkelanjutan sebagai berikut:
(1) merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga
(valuable), terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
28. mengeksploitasi kesempatan dan atau menetralisasi ancaman dari
lingkungan perusahaan.
(2) relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka di
lingkungan kompetitif.
(3) sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
(4)tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara
strategis signifikan. masalahnya adalah bagaimana “menterjemahkan”
berbagai strategi, kebijakan dan praktik MSDM menjadi keunggulan
kompetitif berkelanjutan.
Kompetensi SDM berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia
Menurut Covey, Roger dan Rebecca Merrill (1994), kompetensi
tersebut mencakup:
a. Kompetensi teknis : pengetahuan dan keahlian untuk mencapai
hasil- hasil yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan
persoalan dan mencari alternatif- alternatif baru
b. Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk melihat gambar besar,
untuk menguji berbagai pengandaian dan pengubah prespektif
c. Kompetensi untuk hidup : dan saling ketergantungan kemampuan
secara efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk
mendengar, berkomunikasi, mendapat alternatif ketiga.
29. 6. KONSEP AUDIT KINERJA
Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang
bersangkutan mampu melaksanakan tugas-tugas dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada standar yang tinggi
dengan biaya yang rendah. Kinerja yang baik bagi suatu organisasi
dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang
bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efisien dan
efektif. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas saling berhubungan
satu sama lain dan tidak dapat diartikan secara terpisah. Konsep
ekonomi memastikan bahwa biaya input yang digunakan dalam
operasional organisasi dapat diminimalkan. Konsep efisien
memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai dengan
sumber daya yang tersedia. Sedangkan konsep efektif berarti bahwa
jasa yang disediakan/dihasilkan oleh organisasi dapat melayani
kebutuhan pengguna jasa dnegan tepat.
Dalam Undang-undangan Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negera, Pasal 4 ayat (3)
mendefinisikan pemeriksaan kinerja sebagai pemeriksaan atas
pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan asek
ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.
Selanjutnya dalam penjelasan UU tersebut dinyatakan bahwa
pemeriksaan kinerja lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen
oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Jadi, audit yang dilakukan
dalam audit kinerja meliputi audit ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
Audit ekonomi dan efisiensi disebut management audit atau
operational audit, sedangkan audit efektivitas disebut program audit.
Penekanan kegiatan audit pada ekonomi, efisiensi dan efektivitas
suatu organisasi memberikan ciri khusus yang membedakan audit
kinerja dengan audit jenis lainnya.
Umumnya audit kinerja dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu perspektif
internal dan eksternal. Dalam perspektif internal, audit kinerja
30. merupakan perkembangan lebih lanjut dari audit intern (internal
audit)lalau berubah/berkembang lagi menjadi audit operasional
(operational audit) dan selanjutnya menjadi audit manajemen
(management audit). Audit manajemen ini berfokus pada penilaian
aspek ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen kemudian dilengkapi
dengan audit program (program audit) yang bertujuan untuk menilai
efektivitas. Kombinasi antara audit manajemen dan audit program
inilah yang disebut sebagai audit kinerja (performance audit).
Dari perspektif eksternal, audit kinerja merupakan manifestasi
dari principal-agent thoery. Masyarakat
sebagai principal memercayakan dananya untuk dikelola oleh
pemerintah sebagai agent, dengan sebaik-baiknya. Untuk itu,
pemerintah harus menunjukkan akuntabilitasnya kepada masyarakat.
Akuntablitas kinerja pemerintah ini harus dinilai oleh pihak yang
independen, yaitu auditor eksternal. Di sisi lain, audit kinerja juga
didaulat sebagai pengganti mekanisme pasar.
Dari kedua perspektif diatas lah disadari bahwa audit kinerja dapat
mendukung tata kelola yang demokratis yaitu dengan:
Memperkuat kemampuan warganegara untuk mengatur dirinya
sendiri;
Meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah; dan
Mendorong kejujuran dalam pemerintahan
7. PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
Secara umum, prosedur pelaksanaan audit adalah sebagai
berikut:
1. Persiapan Audit Kinerja
31. 2. Pengujian Pengendalian Manajemen
3. Pengukuran dan Pengujian Key Performance Indicator (KPI) atau
yang disebut Indikator Kinerja Kunci (IKK).
4. Review Operasional
5. Pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA)
6. Pelaporan
7. Pemantauan Tindak Lanjut