Makalah ini membahas evaluasi kinerja dan kompensasi SDM, termasuk pengertian, tujuan, dan manfaat evaluasi kinerja serta faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaannya. Evaluasi kinerja merupakan proses penilaian kinerja individu, unit kerja, atau organisasi secara keseluruhan guna meningkatkan kinerja dan memberikan kompensasi yang sesuai."
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA & KOMPENSASI
(MATERI 2 sd 7)
Disusun Oleh :
Nama : Nia Kusnia
Nim : 1150820
Kelas : 7O MSDMS
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2017
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
Nia Kusnia
3. iii
DAFTAR ISI
Cover .......................................................................................................................
Kata Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar Isi ..................................................................................................................iii
Pengertian , fungsi Evaluasi kinerja SDM .........................................................4
HR Score Card (pengukuran kinerja SDM).......................................................10
Motivasi & Kepuasan kerja...................................................................................15
Mengelola potensi kecerdasan & Kompetensi SDM .......................................29
Membangun kapabilitas dan Kompetensi SDM ..............................................35
Konsep Audit kinerja & Pelaksanaan audit Kinerja..........................................39
Daftar Pustaka........................................................................................................43
4. 4
MATERI 2
PENGERTIAN, FUNGSI EVALUASI KINERJA SDM
Menurut Fisher, Schoenfeldt dan Shaw evaluasi kinerja merupakan suatu
proses dimana kontribusi karyawan terhadap organisasi dinilai dalam suatu
periode tertentu. GT. Milkovich dan Bourdreau mengungkapkan bahwa
evaluasi/penilaian kinerja adalah suatu proses yang dilakukan dalam rangka
menilai kinerja pegawai, sedangkan kinerja pegawai diartikan sebagai suatu
tingkatan dimana karyawan memenuhi/mencapai persyaratan kerja yang
ditentukan.Meggison (Mangkunegara, 2005:9) mendefinisikan
evaluasi/penilaian kinerja adlaah suatu proses yang digunakan pimpinan
untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya, Andew E. Sikula
yang dikutip Mangkunegara (2000:69) mengemukakan bahwa penilaian
pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan
potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau
penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa objek orang ataupun
sesuatu (barang).
Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Payaman
Simanjuntak (2005:105) yang menyatakan evaluasi kinerja adalah penilaian
pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit
kerja organisasi atau perusahaan.
Dengan demikian, evaluasi kinerja dapat dikatakan sebagai suatu sistem dan
cara penilaian pencapaian hasil kerja individu pegawai, unit kerja maupun
organisasi secara keseluruhan.
Tujuan dari evaluasi kinerja menurut James E. Neal Jr (2003:4-5) adalah
1. Mengidentifikasi kemampuan dan kekuatan karyawan
2. Mengindentifikasi potensi perkembangan karyawan
3. Untuk memberikan informasi bagi perkembangan karyawan
4. Untuk membuat organisasi lebih produktif
5. Untuk memberikan data bagi kompensasi karyawan yang sesuai
6. Untuk memproteksi organisasi dari tuntutan hukum perburuhan.
5. 5
Dalam cakupan yang lebih umum, Payaman Simanjuntak (2005:106)
menyatakan bahwa tujuan dari evaluasi kinerja adalah untuk menjamin
pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan, terutama bila terjadi kelambatan
atau penyimpangan.
Tujuan dari evaluasi kinerja menurut Mangkunegara (2005:10) adalah untuk :
1. Meningkatkan saling pengertian di antara karyawan tentang persyaratan
kinerja
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya
berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan
dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau
terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan,
sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai
dengan kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian
menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang ingin diubah.
Sedangkan kegunaan dari evaluasi kinerja SDM menurut Mangkunegara
(2005:11) adalah :
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk
prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa
2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya
3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam
perusahaan
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan
jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan,
kondisi kerja dan pengawasan
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi
karyawan yang ada di dalam organisasi
6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan
6. 6
7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan
8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian
tugas (job description)
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa manfaat
evaluasi kinerja (EK) adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukkan kinerja
seseorang rendah atau dibawah standar yang telah ditetapkan,
maka orang yang bersangkutan dan atasannya akan segera membuat
segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut, misalnya dengan
bekerja lebih keras dan tekun. Untuk itu, setiap pekerja perlu menyadari
dan memiliki :
Kemampuan tertentu sebagai dasar untuk mengembangkan diri
lebih lanjut ;
Keinginan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan kerja
Sikap tertarik pada pekerjaan dan etos kerja yang tinggi ;
Keyakinan untuk berhasil.
2. Pengembangan SDM. EK sekaligus mengidenfikasi kekuatan dan
kelemahan setiap individu, serta potensi yang dimilikinya. Dengan
demikian manajemen dan individu dimaksud dapat mengoptimalkan
pemanfaatan keunggulan dan potensi individu yang bersangkutan,
serta mengatasi dan mengkompensasi kelemahan – kelemahannya
melalui program pelatihan. Manajemen dan individu, baik untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan atau organisasi, maupun dalam
rangka pengembangan karier mereka masing-masing.
3. Pemberian Kompensasi. Melalui EK individu,dapat diketahui siapa yang
memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir organisasi
atau perusahaan. Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil
haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada
perusahaan. Pekerja yang menampilkan EK yang tinggi patut diberi
kompensasi, antara lain berupa: pemberian penghargaan dan atau
uang ; pemberian bonus yang lebih besar daripada pekerja lain, dan
atau percepatan kenaikan pangkat dan gaji.
7. 7
4. Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masing-
masing individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi
yang mereka miliki manajemen dapat menyusun program peningkatan
produktivitas perusahaan.
5. Program Kepegawaian. Hasil EK sangat bermanfaat untuk menyusun
program-program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan mutasi,
serta perencanaan karier pegawai.
6. Menghindari Perlakuan Diskriminasi. EK dapat menghindari perlakuan
diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan
didasarkan kepada kriteria obyektif, yaitu hasil evaluasi kinerja.
KEGUNAAN PENILAIAN KINERJA
Kegunaan penilain Kinerja ditinjau dari berbagai perspektif pengembangan
perusaahan,khusus manajemen SDM,yaitu:
Dokumentasi.Untuk memperoleh data yang pasti,sistematik,dan faktual dalam
penentuan nilai suatu perkerjaan.
1. posisi tawar.Untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi
yang objektif dan rasional dengan serikat buruh (kalau ada) atau
langsung dengan karyawan.
2. perbaikan kinerja.Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi
karyawan,manejer,dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk
meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan.
3. penyesuaian kompensasi.Penilain perkerjaan membantu pengambil
keputusan dalam penyesuaian ganti-rugi ,menentukan siapa yang perlu
dinaikan upahnya-bonus atau kompensasi lainnya.Banyak perusahaan
mengabulakan sebagian atau semua dari bonus dan peningkatan upah
mareka atas dasar penileian kinerja.
4. keputusan penempatan.Membantu dalam promosi,keputusan
penampatan,perpindahan ,dan penurunan pangkat pada umumnya
didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja.sering
promsi adalah untuk kinerja yang lalu.
5. pelatihan dan pengembangan.kinerja buruk mengindikasikan ada nya
suatu kebutuhan untuk latihan.Demikian juga,kinerja baik dapat
8. 8
mencerminkan adanya potensi yang belum digunakan dan harus
dikembangkan.
6. perencanaan dan pengembangan karier.Umpan balik penilain kinerja
dapat digunakan sebagai panduan dalam perencanaan dan
pengembangan karier karyawan,penyusunan program pengembangan
karier yang tepat,dapat menyelaskan antara kebutuhan karyawan
dengan kepentingan perusahaan.
7. Evaluasi proses staffing.prestasi kerja yang baik atau buruk
mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing dapertemen
SDM.
8. Defisiensi proses penempatan karyawan.kinerja yang baik atau jelek
mengesiyaratkan kekuatan atau kelemahan prosedur penempatan
karyawan di daperteman SDM.
9. ketidakakuratan informasi.Kinerja lemah menandakan adanya kesalahan
di dalam informasih analisis perkerjaan,perencanaan SDM atau sistim
informasih manajemen SDM. pemakaian informasi yang tidak akurat
dapat mengakibatkan proses rekeutmen,pelatihan,atau pengaambilan
keputusan tidak sesuai.
10. kesalahan dalam merancang pekerjaan.kinerja yang lemah mungkin
merupakan suatu gejala dari rancangan perkerjaan yang kurang
tepat.Melalui penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosiskesalahan
ini.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT DALAM PENILAIAN
KINERJA
Penyelia sering tidak berhasil meredam emosi dalm menilai prestasi
kinerja karyawan, hal ini menyebabkan penilai menjadi bias. Bias adalah
distorsi pengukuran yang tidak akurat. Bias ini mungkin terjadi sebagai akibat
ukuran-ukuran yang digunakan bersifat subjektif. Berbagai bentuk bias yang
mungkin terjadi:
1. Kendala hukum/ legal
9. 9
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidek legal. Apa
pun format penilain kinerja yang digunakn oleh departemen SDM harus sah
dan dapt dipercaya.
2. Bias oleh penilai ( penyelia)
Setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif adalah peluang
terjadinya bias. Bentuk-bentuk bias yang umumnya terjadi adalah:
a) Hallo effect. Hallo effect terjadi ketika pendapat pribadi penilai
mempengaruhi pengukuran kinerja.
b) Kesalahan kecenderungan terpusat. Beberapa penilai tidak suka
menempatkan karyawan keposisi ekstrim dalam arti ada karyawan yang dinilai
sangat positif atau sangat negatif.
c) Bias karena terlau lunak dan terlalu keras. Bias karena terlalu lunak
terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah dalam mengevaluasi kinerja
karyawan.
d) Bias karena penyimpangan lintasbudaya. Setiap penilai mempunyai
harapan tentang tingkah laku manusia yang didasarkan pada kulturnya.
e) Prasangka pribadi. Sikap tidak suka penilai terhadap sekelompok orang
tertentu dapat mengaburkan hasil penilaian seorang karyawan.
f) Pengaruh kesan terakhir. Ketika penilai diharuskan menilai kinerja
karyawan pada masa lampau, kadang penilai mempersepsikan dengan
tindakan karyawan pada saat ini yang sebetuknya tidak berhubungan dengan
kinerja masa lampau.
3. Mengurangi bias penilaian
Bias penilaian dapat dikurangi melalui standar penilaian dinyatakan secara
jelas, pelatihan, umpan balik, dan pemilihan teknik penilaian kinerja yang
sesuai.
Penilain dilaksanakan tidak hanya sekedar untuk mengetahui
kinerja yang lemah, hasil yang baik dan bisa diterima, juga harus diidentifikasi
sehingga dapap dipakai untuk penilaian yang lainnya. Untuk itu dalam
penilaian kinerja perlu memiliki:
Standar kinerja
10. 10
Sistem penilaian memerlukan standar kinerja yang mencerminkan seberapa
jauh keberhasilan sebuah pekerjaan telah dicapai. Agar efektif, standar perlu
berhubungan dengan hasil yang diinginkan dari tiap pekerjaan.
Ukuran kinerja
Evaluasi kinerja juga memerlukan ukuran/standar kinerja yang dapat
diandalkan yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja. Agar terjadi penilaian
yang kritis, dalam menentukan kinerja, ukuran yang handal juga hendaknya
dapat dibandingkan dengan cara lain dengan standar yang sama untuk
mencapai kesimpulan yang sama tentang kinerja sehingga dapat menambah
realiabilitas sistem penilaian.
MATERI 3
HR, SCORE CARD (PENGUKURAN KINERJA SDM)
Human Resource Scorecard dalam pengelolaan SDM suatu
Perusahaan atau Organisasi Human Resources.
Human Resource Scorecard, sebuah bentuk pengukuran Human Resources
yang mencoba memperjelas peran sumber daya manusia sebagai sesuatu
yang selama ini dianggap intangible untuk diukur perannya terhadap
pencapaian misi, visi dan strategi perusahaan.“What Gets Measured, Get
Managed, Gets Done”, itulah dasar pemikiran dari konsep HR Scorecard.
Becker, Huselid dan Ulrich (2001) telah mengembangkan suatu sistem
pengukuran yang dinamakan Human Resource (HR) Scorecard. Pengukuran
ini merupakan pengembangan dari konsep Balanced Scorecard, dimana
pengukuran Human Resource Scorecard lebih menfokuskan pada kegiatan
SDM atau menilai kontribusi strategic yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi rantai
nilai yang diwakili oleh Fungsi SDM, Sistem SDM, dan perilaku karyawan yang
strategik.
Karakteristik manusia pada dasarnya sulit dipahami, sulit dikelola,
apalagi diukur. Padahal kita tahu, sumber daya manusia adalah asset
terpenting yang sangat powerful dan penuh misteri dari sebuah perusahaan.
11. 11
Oleh karena itu. HR Scorecard mencoba mengukur sumber daya manusia
dengan mengkaitkan antara orang-strategi-kinerja untuk menghasilkan
perusahaan terbaik, dan juga menjabarkan misi, visi dan strategi, menjadi aksi
HR yang dapat diukur kontribusinya. Keduanya menggambarkan hubungan
sebab (leading/intangible) dan akibat (lagging/tangible), yang kuncinya adalah
disatu sisi ingin menggambarkan manusia dengan segala potensinya, dan
disisi lain ada kontribusi yang bisa diberikan dalam pencapaian sasaran
perusahaan.
Human Resource Scorecard, merupakan salah satu mekanisme yang secara
komprehensif mampu mengambarkan dan mengukur bagaimana sistem
pengelolaan SDM dapat menciptakan value atau kontribusi bagi organisasi.
Becker et.al (2001) mengungkapkan beberapa manfaat HR Scorecard
bagi perusahaan sebagai berikut :
Memperjelas perbedaan antara HR Doables (kinerja) SDM yang tidak
mempengaruhi implementasi strategi perusahaan dengan HRD
Deliverable (kinerja SDM yang mempunyai pengaruh terhadap
implementasi strategi perusahaan).
Menyeimbangkan proses penciptaan nilai (HR Value proposition)
dengan pengendalian biaya disatu sisi dan investasi yang diperlukan
disisi lainnya.
Menggunakan leading indikator (indikator yang menilai status faktor
kunci kesuksesan yang mendorong implementasi strategi
perusahaan). Model SDM strategik memberi kontribusi yang
menghubungkan keputusan SDM dan sistim dengan HR Deliverable,
dimana mempengaruhi key performance driver dalam implementasi
strtaegi perusahaan (misalnya: kepuasan pelanggan atau fokus
peningkatan kompetensi karyawan).
Menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi.
Mengarahkan profesional SDM secara aktif mengelola tanggung jawab
terhadap implementasi strategi perusahaan.
Mendukung perubahan dan fleksibilitas.
12. 12
Model 7 (tujuh) langkah dalam merancang suatu system pengukuran
Human Resource Scorecard, yaitu :
Mendefinisikan strategi bisnis perusahaan dengan jelas.
Sebelum membangun strategi pengembangan SDM yang perlu dilaksanakan
adalah mengklarifikasi kembali kebijakan dan strategi pengembangan
perusahaan secara keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan bagaimana perusahaan perusahaan menciptakan nilai, strategi-
strategi apa yang dapat membuat perusahaan sukses, ukuran-ukuran apa
yang bias menunjukkan kesuksesan perusahaan harus sudah terformulasi
dengan jelas dan sudah terkomunikasikan dengan baik keseluruh lapisan
karyawan atau Organisasi. Departemen SDM sebagai bagian dari
perusahaan, mutlak dalam mengembangkan strateginya harus mengacu pada
arah dan strategi yang telah ditetapkan perusahaan. Jadi strategi bisnis harus
diklarifikasi dengan terminology yang detail dan dapat dilaksanakan oleh
pelakunya. Kuncinya adalah membuat sasaran perusahaan dimana karyawan
memahami peran mereka dan organisasi mengetahui bagaimana mengukur
kesuksesan meraka (kinerja karyawan) dalam mencapai sasaran tersebut
Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai sebuah modal strategis.
Professional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk mengetahui
mengapa dan bagaimana SDM dapat mendukung pencapaian strategi
tersebut. Departemen SDM dapat menjadi model strategi, apalagi bila
manager lini dan manager SDM mau berbagi tanggung jawab dalam poses
implementasi strategi tersebut. Dalam proses perumusan kasus bisnis, perlu
dilakukan suatu observasi pendahuluan untuk menyusun rekomendasi yang
akan diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan perusahaan
pada akhirnya bagaimana oraganisasi mengeksekusi strateginya secara
efektif, bukan sekedar isi dari strategi itu sendiri.
Menciptakan Peta Strategi.
Setiap organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan selalu
melakukan serangkaian aktivitas spesifik yang bila digambarkan akan
13. 13
membentuk suatu proses rantai penciptaan nilai. Proses penciptaan nilai bagi
pelanggan inilah yang disebut dengan model rantai nilai, meski belum
terartikulasi sepenuhnya. Peta strategi membagi proses penciptaan nilai
menjadi empat pespektip, yaitu pertumbuhan dan pembelajaran, proses
internal, pelanggan dan financial.
Mengindentifikasikan HR Deliverable dalam Peta Strategi.
Peran strategis departemen SDM terjadi ketika terjadi titik temu antara strategi
bisnis perusahaan dengan programprogram yang dijalankan oleh department
SDM. Semakin sering titik temu diantara keduanya terjadi, maka semakin
strtaegis pula peran SDM dalam perusahaan tersebut..Untuk merealisasikan
hal ini, para professional di departemen SDM harus mampu memahami aspek
bisnis perusahaan secara keseluruhan. Bila hal ini tidak terpenuhi, para
manajer dari fungsi lain tidak akan menghargai kebijakan yang diambil oleh
departemen SDM. Berdasarkan strategi perusahaan, department SDM
kemudian membuat HR Deliverables yang dirancang untuk mendukung
realisasi dari strategi dan kinerja perusahaan seperti apa yang memerlukan
kompetensi, reward dan tugas organisasi yang tepat.
Menyelaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverables.
Setelah HR Deliverables ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah
menyesuaikan HR Deliverables tersebut dengan arsitektur SDM yang dimilki
oleh departemen SDM yakni Fungsi, Sistem, dan Perilaku karyawan.
Merancang Sistim Pengukuran Strategik.
Setelah tercipta keselarasan antara HR Deliverables dengan arsitektur
SDM, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan ukuran-ukuran strategis
(key performance indicator) untuk tiap HR Deliverables. Dalam proses
penyusunan HR Scorecard, HR deliverabales merupakan sasaran strategis
yang harus dicapai oleh departemen SDM.
Mengelola Implementasi melalui pengukuran
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang
digambarkan dalam model diatas, hasilnya menjadi alat yang sangat berguna
untuk menjaga skor pengaruh SDM terhadap kinerja organisasi.
14. 14
Para profesional SDM harus secara teratur mengukur HR Deliverable yang
didefinisikan dalam rangka memastikan bahwa driver dan enabler tersebut
masih dianggap signifikan. Dengan demikian untuk mengembangkan sistim
pengukuran kinerja organisasi kelas dunia tergantung pada pemahaman yang
jelas apa strategi bersaing dan sasaran operasional perusahaan, serta
penentuan tentang kompetensi karyawan dan tingkah laku yang dibutuhkan
untuk mencapai sasaran perusahaan.
Lebih jauh lagi HR Deliverable adalah persyaratan untuk menyesuaikan
keselarasan internal dan eksternal sistim SDM, dan kemudian
digeneralisasikan ke keuntungan bersama yang sebenarnya. Sistim
pengukuran kinerja SDM dapat menciptakan value bagi perusahaan, hanya
bila sistim tersebut secara hati-hati disesuaikan dengan strategi bersama
dengan sasaran operasional perusahaan. Selanjutnya perusahaan sebaiknya
melakukan benchmark dengan sistim pengukuran lainnya.
Perlu di ingat bahwa elemen penting dari HR Scorecard adalah indentifikasi
HR Deliverable, penggunaan HPWS (High Performance Work Systems), HR
Sistim Alignment dan HR Efficiency. Hal tersebut merefleksikan
keseimbangan (balance) antara kontrol biaya dan penciptaan nilai (value
creation). Kontrol biaya berasal dari pengukuran HR Efficiency. Sedangkan
penciptaan value (value creation) berasal dari pengukuran HR Deliverable,
kesejajaran sistim SDM eksternal, dan HPWS. Ketiga hal terakhir adalah
elemen penting dari HR arsitektur yang membentuk rantai nilai dari fungsi ke
sistim lalu ke tingkah laku karyawan.
Dalam melaksanakan pengukuran HRM perusahaan, maka HR manager
perusahaan mengunakan Analisis HR Balance Scorecard untuk menentukan
strategy dan indikator critical sucsess factor untuk perspectives: Keuangan
(finance), Pelanggan (customer), Internal Business Process dan Pembelajaran
dan Pertumbuhan (Learning and Growth) dengan menggunakan strategy.
1 Tentukan dulu Visi, Misi, dan Strategi dari perusahaan.
2 Proses Penyusunan Balanced Scorecard Perusahaan
Yang terlibat dalam pembuatan Balanced Scorecard di perusahaan adalah
seluruh manajemen level atas dan menengahnya (yaitu direktur utama,
15. 15
direktur operasi dan pemasaran, manajer operasi, manajer pemasaran, HR
manajer dan manajer administrasi dan keuangan).
Penyusunan Balanced Scorecard di perusahaan diawali dengan penjabaran
strategi perusahaan. Dalam Rencana Bisnis tahun depan terlihat bahwa
strategi bisnis yang dipilih perusahaan adalah Strategi yang telah ditetapkan.
Dengan strategi ini maka perusahaan mampu membuat jasa dan produk yang
mempunyai keunggulan unik sehingga perusahaan dapat mengejar daya
saing strategis dengan para pesaing yang berkaliber internasional.
MATERI 4
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
Motivasi menurut Luthans (1992) berasal dari kata latin movere,
artinya “bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan
adanya kekurang psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu
dorongan dengan maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian
proses motivasi ini dapat difahami melalui hubungan antara kebutuhan,
dorongan dan insentif (tujuan).
Motivasi di dalam dunia kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan
semangat atau dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam
psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya
motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan
prestasi kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja,
kemampuan dan peluang.
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada
motivasi kerja yang proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan
kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya
atau akan berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang di
mana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat
berprestasi yang tinggi. Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif,
cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya.
16. 16
Motivasi kerja merupakan pemberian dorongan. Pemberian dorongan
ini dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau karyawan agar
mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sesuai dengan tuntutan
perusahaan. Oleh karena itu seorang manajer dituntut pengenalan atau
pemahaman akan sifat dan karateristik karyawannya, suatu kebutuhan yang
dilandasi oleh motif dengan penguasaan manajer terhadap perilaku dan
tindakan yang dibatasi oleh motif, maka manajer dapat mempengaruhi
bawahannya untuk bertindak sesuai dengan keinginan organisasi.
Menurut Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang
menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan
Mulyono (1999) motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang
untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh karena itu
motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku
seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti
memiliki sesuatu faktor yang mendorong perbuatan tersebut. Motivasi atau
dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas
perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja untuk
bekerja sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah
ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang
besar dari para karyawan maka hal tersebut merupakan suatu jaminan atas
keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama
demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
1. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan
imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
2. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam
bentuk finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian,
penghargaan, pendekatan manusia dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah
kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau
activities) dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian
kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidak seimbangan.
17. 17
Teori motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori
kepuasan (content theory) dan teori proses (process theory). Teori ini dikenal
dengan nama konsep Higiene, yang mana cakupannya adalah:
1. Isi Pekerjaan, Hal ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu
pekerjaan yang dimiliki oleh tenaga kerja yang isinya meliputi: Prestasi, upaya
dari pekerjaan atau karyawan sebagai aset jangka panjang dalam
menghasilkan sesuatu yang positif di dalam pekerjaannya, pengakuan,
pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan potensi individu.
2. Faktor Higienis, suatu motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya :
gaji dan upah, kondisi kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan,
hubungan antara pribadi, kualitas supervisi.
Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah
menunjukkan keseimbangan antara dua faktor.
TEORI-TEORI MOTIVASI
Teori motivasi bervariasi, yaitu menurut isi motivasi dan proses motivasi. Teori
yang berhubungan dengan pengidentifikasian isi motivasi berkaitan dengan
apa yang memotivasi tenaga kerja. Sedangkan teori proses lebih berkaitan
dengan bagaimana proses motivasi berlangsung. delapan teori motivasi,
empat teori dari teori motivasi isi, yaitu: teori tata tingkat-kebutuhan, teori
eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori dua faktor, teori motivasi berprestasi, dan
empat teori motivasi proses, yaitu: teori penguatan, teori tujuan, teori
expectacy, dan teori equity. Kedelapan teori ini akan memberikan kontribusi
tentang motivasi kerja.
1. Teori Motivasi Isi
Teori Tata Tingkat-Kebutuhan
Setiap individu memiliki needs (kebutuhan, dorongan intrinsic dan
ekstrinsic factor), yang pemunculannya sangat terkait dengan dengan
kepentingan individu. Dengan kenyataan ini, kemudian Maslow membuat
“need hierarchy theory” untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan
18. 18
manusia. Bagitu juga individu sebagai karyawan tidak bisa melepaskan diri
dari kebutuhan-kebutuhannya.
Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat digolongkan dalam
lima tingkatan sebagai berikut:
Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis). Merupakan suatu
kebutuhan yang sangat mendasar. Contohnya: kita memerlukan
makan, air, dan udara untuk hidup. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan ini telah ada sejak
lahir. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti
eksistensinya.
Safety needs (kebutuhan rasa aman). Merupakan kebutuhan untuk
merasa aman baik secara fisik maupun psikologis dari gangguan.
Apabila kebutuhan ini diterapkan dalam dunia kerja maka individu
membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja.
Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial). Manusia pada dasarnya
adalah makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-
kebutuhan sosial, sehingga mereka mempunyai kebutuhan-kebutuhan
sosial sebagai berikut:
Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di mana ia hidup
dan bekerja
Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia
merasa dirinya penting
Kebutuhan untuk dapat berprestasi
Kebutuhan untuk ikut serta (sense of participation)
Esteem needs (kebutuhan akan harga diri). Penghargaan meliputi
faktor internal, sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi,
dan prestasi; dan faktor eksternal, sebagai contoh, status, pengakuan,
dan perhatian. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat
terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui
prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai
pandangannya.
19. 19
Self Actualization. Kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk
kemampuan berkembang, kemampuan mencapai sesuatu,
kemampuan mencukupi diri sendiri. pada tingkatan ini, contohnya
karyawan cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan berbuat
yang terbaik.
Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai tingkat tinggi dan tingkat
rendah. Kebutuhan tingkat rendah, kebutuhan yang harus dipuaskan pertama
kali adalah kebutuhan fisiologi. Kemudian kebutuhan itu diikuti oleh kebutuhan
keamanan, sosial dan kebutuhan penghargaan. Di puncak dari hirarki adalah
kebutuhan akan pemenuhan diri sendiri. Setiap kebutuhan dalam tata tingkat
tersebut harus dipuaskan menurut tingkatannya. Ketika kebutuhan telah
terpuaskan, maka kebutuhan berhenti memotivasi perilaku, dan kebutuhan
berikutnya dalam hirarki selanjutnya akan mulai memotivasi perilaku. Dalam
dunia kerja, orang sewaktu kerja melakukan usaha untuk memenuhi
kebutuhan paling rendah yang belum terpuaskan.
Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori ERG adalah siangkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth
needs, yang dikembangkan oleh Alderfer, yang merupakan suatu modifikasi
dan reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow.
Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:
Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan
substansi material, seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air,
perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan fisiological dan rasa aman dari Maslow.
Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan
untuk memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Individu
berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain
yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai
hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja.
20. 20
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial dan dan bagian eksternal
dari esteem (penghargaan) dari Maslow.
Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-
kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan
mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi, juga termasuk
bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri Maslow.
Teori ERG mengandung suatu dimensi frustasi-regresi. Dalam teori ERG,
dinyatakan bahwa apabila suatu tingkat kebutuhan dari urutan tertinggi
terhalang, akan terjadi hasrat individu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat
lebih rendah. Sebagai contoh, ketidakmampuan memuaskan suatu kebutuhan
akan interaksi sosial, akan meningkatkan keinginan untuk memiliki banyak
uang atau kondisi yang lebih baik. Jadi frustasi (halangan) dapat mendorong
pada suatu kemunduran yang lebih rendah.
Teori Dua Faktor
Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenai teori
tersebut yaitu:
Serangkaian kondisi ekstrinsik, yaitu kondisi kerja ekstrinsik seperti
upah dan kondisi kerja tersebut bersifat ekstren tehadap pekerjaan
sepeti: jaminan status, prosedur, perusahaan, mutu supervisi dan mutu
hubungan antara pribadi diantara rekan kerja, atasan dengan bawahan.
Serangkaian kondisi intrinsik, yaitu kondisi kerja intrinsik seperti
tantangan pekerjaan atau rasa berprestasi, melakukan pekerjaan yang
baik, terbentuk dalam pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari rangkaian
kondisi intrinsik dsebut pemuas atau motivator yang meliputi: prestasi
(achivement), pengakuan (recognation), tanggung jawab
(responsibility), kemajuan (advencement), dan kemungkinan
berkembang (the possibility of growth).
Herzberg (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) membedakan dua faktor yang
mempengaruhi motivasi para pekerja dengan cara yang berbeda, faktor
motivator dan faktor hygiene. Faktor motivasi mencakup faktor-faktor yang
berkaitan dengan isi pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari
21. 21
pekerjaan, yaitu: tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri,
pencapaian prestasi, dan pengakuan. Herzberg menyatakan ini sebagai faktor
motivator. Dinamakan sebagai faktor motivator, karena masing-masing
diasosiasikan dengan usaha yang keras dan kinerja yang bagus. Motivator
menyebabkan seseorang bergerak (move) dari keadaan tidak puas kepada
kepuasan. Oleh karena itu Herzberg memprediksikan bahwa manajer dapat
memotivasi individu dengan memasukkan motivator ke dalam pekerjaan
individu.
Ketidakpuasan kerja terutama diasosiasikan dengan faktor-faktor di dalam
keadaan atau lingkungan pekerjaan. Yaitu berupa: aturan-aturan administrasi
dan kebijaksanaan perusahaan, supervisi, hubungan antar pribadi, kondisi
kerja, gaji dan sebagainya. faktor-faktor ini dinamakan dengan faktor hygien.
Manajer yang ingin menghilangkan faktor-faktor ketidakpuasan kerja lebih baik
menempuh cara dengan menciptakan ketentraman kerja.
Jadi, menurut teori ini, perbaikan salary dan working conditions tidak akan
enimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidak puasan. Selanjutnya
dikatakan oleh Herzberg, bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja
dengan baik dan bergairah (motivator) hanyalah kelompok satisfiers. Untuk
satisfiers ini kadang-kadang diberi nama lain sebagai intrinsic factor, job
content, dan motivator. Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk
dissatisfiers ialah extrinsic factor, cob context dan dan hygiene factor .
Kunci untuk memahami teori motivator-hygien adalah memahami bahwa
lawan “kepuasan” bukan “ketidakpuasan”. Lawan kepuasan adalah “tidak ada
kepuasan”. Dan lawan ketidakpuasan adalah “tidak ada ketidakpuasan”.
Teori Motivasi Berprestasi
Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati, 1995) ada tiga macam
motif atau kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu:
The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi,
untuk mencapai sukses.
The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah orang
lain.
22. 22
The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab
antar pribadi.
Menurut Mc Clelland (dalam As’ad, 2004) ketiga kebutuhan tersebut
munculnya sangat dipengaruhi oleh situasi yang sangat spesifik. Apabila
individu tersebut tingkah lakunya didorong oleh tiga kebutuhan maka tingkah
lakunya akan menampakkan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi
yang tinggi akan nampak sebagai berikut:
1. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara yang baru
dan kreatif
2. Mencari feed back (umpan balik) tentang perbuatannya
3. Memilih resiko yang moderat (sedang) di dalm
perbuatannya. Dengan Memilih resiko yang sedang berarti
masih ada peluang untuk berprestasi yang lebih tinggi
4. Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-
perbuatannya
2. Tingkah laku individu yang didorong oleh untuk berkuasa yang
tinggi akan nampak sebagai berikut:
Berusaha menolong orang lain walaupun pertolongan itu
tidak diminta
Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari
organisasi di mana ia berada
Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu
perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise
Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari
kelompok atau organisasi
3. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan untuk bersahabat
akan nampak sebagai berikut:
Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada
dalam pekerjaannya, daripada segi tugas-tugas yang ada
pada pekerjaan itu
23. 23
Melakukan pekerjaannya lebih efektif apabila bekerjasama
bersama orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif
Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain
Lebih suka dengan orang lain daripada sendiri
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi
tantangan untuk berprestasi dari pada imbalannya. Perilaku diarahkan ke
tujuan dengan kesukaran menengah. Karyawan yang memiliki nPow tinggi,
punya semangat kompetisi lebih pada jabatan dari pada prestasi. Ia adalah
tipe seorang yang senang apabila diberi jabatan yang dapat memerintah
orang lain. Sedangkan pada karyawan yang memiliki nAff tinggi, kurang
kompetitif. Mereka lebih senang berkawan, kooperatif dan hubungan antar
personal yang akrab. Kebutuhan-kebutuhan yang bervariasi ini akan muncul
sangat dipengaruhi oleh situasi yang sangat spesifik.
Teori Motivasi Proses
a. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Teori penguatan menggunakan pendekatan tingkah laku. Penganut
teori ini memandang tingkah laku sebagai akibat atau dipengaruhi lingkungan.
Keadaan lingkungan yang terus berulang akan mengendalikan tingkah laku.
Jewell dan Siegall (1998) menjelaskan lebih lanjut model dari penguatan, yaitu
melalui tiga prinsip:
1) Orang tetap melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan
penghargaan
2) Orang menghindari melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang
memberikan hukuman
3) Orang akhirnya akan berhenti melakukan hal-hal yang tidak mempunyai
hasil yang memberikan penghargaan ataupun hukuman.
Perusahaan sebagai suatu organizational behavior mempunyai
harapan-harapan terhadap produktivitas setiap tenaga kerjanya, misalnya
mengharapkan prestasi kerja yang optimal. Apabila seorang tenaga kerja
dapat berprestasi kerja sesuai dnegan yang diharapkan oleh perusahaan,
24. 24
seberapa jauh sasaran pribadi karyawan tersebut dapat dipenuhi? Dengan
kata lain, sejauh mana atau sebesar bagaimanakan dapat diharapkan oleh
tenaga kerja bahwa prestasinya akan memberikan akibat-akibat yang
diharapkan. Dalam hal ini kemungkinan tercapainya sasaran-sasaran pribadi
satu persatu melalui tercapainya produktivitas yang diharapkan oleh
perusahaan ini, dinamakan oleh Vroom sebagai instrumentality
Jika misalnya prestasi kerja yang tinggi merupakan outputnya
seseorang tenaga kerja, sejauh mana kemungkinan yang dirasakan oleh
tenaga kerja bahwa tenaga yang akan diberikan dan usaha yang akan
dilakukan dapat membuahkan prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan
oleh perusahaan dari dia?
Jika sesorang karyawan memiliki harapan dapat berprestasi tinggi, dan jika ia
menduga bahwa dengan tercapainya prestasi yang tinggi ia akan merasakan
akibat-akibat yang ia harapkan, maka ia akan memiliki motivasi yang tinggi
untuk bekerja. Sebaliknya jika karyawan merasa yakin bahwa ia tidak dapat
mencapai prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan perusahaan
daripadanya maka ia akan kurang motivasinya untuk bekerja.
Lebih lanjut Berry (1998) menjelaskan bahwa karyawan akan memiliki
motivasi yang tinggi, apabila usaha mereka menghasilkan sesuatu melebihi
dari apa yang diharapkan. Sebaliknya, motivasi akan rendah, apabila usaha
yang dihasilkan kurang dari apa yang diharapkan.
2) Model Lawler dan Porter
Lawler dan Porter dalam menjelaskan motivasi berdasarkan ketiga komponen
sebagai berikut:
Performance = Effort x Ability x Role Perception.
Performance merupakan hasil interaksi perkalian dari effort, ability dan
role perception. Effort adalah banyaknya energi yang dikeluarkan karyawan
dalam situasi tertentu. Ability adalah karakteristik individual seperti intelegensi,
manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk
berbuat dan sifatnya relatif stabil. Sedangkan role perception adalah
kesesuaian antara effort yang dilakukan seseorang dengan pandangan
evaluator atau atasan langsung tentang job requirementnya. Dalam model
25. 25
Lawler dan Porter diketahui bahwa performance merupakan hasil interaksi
perkalian antara effort (motivasi), ability dan role perception.
Dengan demikian berdasarkan hasil uraian kedua teori di atas dapat
disimpulkan bahwa pengharapan atas prestasi kerja akan menentukan
motivasi karyawan.
KEPUASAN KERJA DALAM ORGANISASI
1. Tinjauan Teoritis tentang Kepuasan Kerja
Pada kesempatan ini dikemukan beberapa pendapat para ahli
mengenai pengertian kepuasan kerja diantaranya apa yang dikemukakan
Robbins (2001) bahwa kepuasan kerja adalah sikap suatu umum terhadap
suau pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima
seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka
terima. Pendapat lain bahwa kepuasaan kerja merupakan suatu sikap yang
dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka
(Winardi.1992). juga pendapat Siagian (1999) bahwa kepuasan kerja
merupakan suatu cara pandang seorang yang bersifat positif maupun negatif
tentang pekerjaannya. Pendapat lain bahwa kepuasan kerja yaitu keadaan
emosional yang meyenangkan dan yang tidak menyenangkan dengan mana
para pegawai memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja ini
mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya (Handoko.2000).
selain itu pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa kepuasan kerja secara umum
menyangkut sika seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut
sikap, maka pengertian kepuasan kerja menyangkut berbagai hal seperti
kognisi, emosi dan kecendrungan perilaku seseorang.
Apa yang menetukan kepuasan kerja sebagaimana dikemukakan oleh
Robbins (2001) adalah Pertama Kerja yang secara mental menantang
pegawai yang cenderung menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan
menggunakan ketrampilan dan kemampuan dalam bekerja. Kedua Gagasan
yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan promosi
yang adil, tidak meragukan dan sesuai degan pengharapan mereka. Ketiga
Kondisi kerja yang mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk
26. 26
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang
baik. Keempat Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara
sesama pegawai yang saling mendukung menghatar meningkatkan kepuasan
kerja. Kelima Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan.
Holand dalam Robbins (2001) mengemukakan bahwa kecocokan yang tinggi
antara kepribadian seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan
individual yang lebih terpuaskan. Keenam Ada dalam gen bahwa 30 % dari
kepuasan individual dapat dijelaskan oleh keturunan. Hasil riset lainnya
megemukakan bahwa sebagian besar kepuasan beberapa orang
diketemukan secara genetis.
Mengenai Pendapat lain bahwa kepuasaan kerja merupakan suatu sikap yang
dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka
(Winardi.1992).:Kesatu Kepuasan dan produktivitas.hakikatnya Bahwa
seseorang pekerja yang bahagia adalah seorang pekerja yang
produktif.Kedua Kepuasan dan kemangkiran, kepuasan berkolerasi secara
negatif dengan kemangkiran (Ketidakhadiran). Dalam studi bahwa bekerja
dengan skor kepuasan tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih tinggi
dibandingkan pekerja dengan tingkat kepuasan lebih rendah. Ketiga
Kepuasan dan tingkat keluar masuknya pegawai/karyawan, kepuasan yang
dihubungkan yang dihubungkan secara negatif dengan keluarnya pegawai
namun korelasi ini lebih kuat daripada kemangkiran. Dalam hubungaN
kepuasan keluarnya pegawai adalah tingkat kinerja pegawai itu.
Selain itu ada 5 (lima) dimensi yang berkaitan dengan kepuasan kerja
(Winardi.1992) yaitu :
1) Gaji dan upah yang diterima ( Jumlah gaji atau upah yang diterima dan
kelayakan imbalan tersebut)
2) Pekerjaan (Tugas Pekerjaan dianggap menarik dan memberikan peluang
untuk belajar dan menerima tanggung jawab).
3) Peluang promosi.( Terjadinya peluang untuk mencapai kemajauan dalam
jabatan).
4) Supervisor (Kemampuan untuk menunjukkan perhatian terhadap para
pegawai/karyawan)
27. 27
5) Para rekan sekerja. (dimana rekan sekerja bersikap bersahabat,
kompeten, saling Bantu membantu, dan berkomitmen untuk mencapai misi
dan visi organisasi.
Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud jika
analisa tentang kepuasan kerja dihubungkan dengan prestasi kerja, tingkat
kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerja, tingkat jabatan dan besar
kecilnya organisasi (Siagian.1999). Untuk lebih jelasnya hal tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut : Kesaatu Kepuasan kerja dan preastasi ,
menjadikan kepuasan untuk memacu prestasi kerja yang lebih baik. Kedua
Kepuasan kerja dan kemangkiran artinya bahwa karyawan/ pegawai yang
tinggi tingkat kepuasan kerja akan rendah tingkat kemangkirannya. Ketiga
Kepuasan kerjja dan keinginan pindah, salah satu penyebab timbulnya
keinginan pindah kerja adalah ketidakpuasan pada tempat bekerja saat
ini.Keempat kepuasan kerja dan usia , kecndrungan yang terlihat bahwa
semakin lanjut usia pegawai tingkat kepuasan kerjanya semakin tinggi. Kelima
Kepuasan kerja dan tingkat jabatan , semakin tinggi tingkat kedudukan
seseorang dalam suatu organisasi pada umumnya semakin tingkat
kepuasannya cendrung lebih tinggi pula. KeenamKepuasan kerja dan besar
kecilnya organisasi , Jika karena besarnya organisasi para pegai terbenam
dalam masa kerja yang jumlahnya besar sehingga jati diri dan identitasnya
menjadi kabur, karena hanya dikenal nomor pegawainya saja. Hal tersebut
berdampak negatif pada kepuasan kerja.
Dalam mengelola personalia (kepegawaian) harus senantiasa
memonitor kepuasan kerja, karena hal itu akan mempengaruhi tingkat
absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan keluhan dan
masalah personalia vital lainnya (Handoko.2000). Oleh karena itu fungsi
personalia mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung,
selain itu berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada iklim
organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan maupun
yang tidak menyenangkan bagi anggota organisasi itu yang akhirnya
memenuhi kepuasan kerja anggota organisasi (pegawai) untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 3.
28. 28
Dikemukan oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja adalah sikap
yang umum terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya
ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini
seharusnya mereka terima. Pendapat lain bahwa kepuasan kerja merupakan
suatu sikap yang dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau
pekerjaan mereka (Winardi,1992). Selain itu pendapat Indrawidjaja (2000)
bahwa kepuasan kerja secar umum menyangkut berbagai hal seperti kognisi,
emosi, dan kecenderungan perilaku seseorang. Adapun yang menentukan
kepuasan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai
pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan
kemampuan dalam bekerja
2. Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan
kebijakan promosi yang asil, tidak meragukan san sesuai dengan
pengharapan mereka.
3. Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang
baik
4. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama
pegawai yang saling mendukung meningkatkan kepuasan kerja
5. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan, Holand
dalam Robbin (2001) mengungkapkan bahwa kecocokan yang tinggi antara
kepribadian seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual
yang lebih terpuaskan
6. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan
oelh keturunan.
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa memonitor
kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran
tenaga kerja, semangat kerja, keluhan dan masalah personalia vital lainnya
(Handoko,2000). Oleh karena itu fungsi personalia emmpunyai pengaruh baik
langsung maupun tidak langsung, selain itu berbagai kebijakan dalam
29. 29
kegiatan personalia berdampak pada iklim organisasi memberikan suatu
lingkungan kerja yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan bagi
anggota organisasiyang akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota
organisasi.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi Motivasi dan Kepuasan Kerja
Adapun yang menjadi faktornya adalah sebagai berikut :
a. Pekerja itu sendiri( Work It Self)à setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing
b. Atasan (Supervisor)à atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya
c. Teman sekerja (Workers)àfaktor yang menghubungkan pegawai dengan
pegawai atau pegawai dengan atasannya, baik yang sama ataupun yang
beda pekerjaannya
d. Promosi (Promotion) àfaktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selam bekerja
e. Gaji/upah (Pay) à aktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang
dianggap layak atau tidak.
MATERI 5
MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM
Manusia diciptakan dengan dianugerahi kelebihan dibanding makhluk
lainnya, yaitu adanya cipta, rasa dan karsa. Dari ketiga kelebihan tadi masing-
masing bisa dikembangkan ke dalam potensi-potensi. Potensi yang
bersumber dari cipta, yaitu potensi intelektual atau intelectual quotient (IQ).
Potensi dari rasa, yakni potensi emosional atau emosional quotinet (EQ) dan
potensi spiritual (SQ). Sedangkan potensi yang bersumber dari karsa, adalah
potensi ketahanmalangan atau adversity quotient (AQ) dan potensi vokasional
quotient (VQ).
Pengertian Teori Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris:
emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,
mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam
30. 30
hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu
hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk
memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional
adalah kemampuan mengenali diri sendiri dan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
hubungannya dengan orang lain (Goleman,2001:512). Seseorang dengan
kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik, kemungkinan besar
akan berhasil dalam kehidupannya karena mampu menguasai kebiasaan
berfikir yang mendorong produktivitas (Widagdo, 2001). Goleman (2001)
membagi kecerdasan emosional yang dapat memperngaruhi keberhasilan
seseorang dalam bekerja ke dalam lima bagian utama yaitu kesadaran diri,
pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial.
Menurut Salovey dan Mayer, 1999 (handbook Emotional Intelligence
training, prime consulting, p.11) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk
merasakan emosi, menerima dan membangun emosi dengan baik,
memahami emosi dan pengetahuan emosional sehingga dapat meningkatkan
perkembangan emosi dan intelektual. Salovey juga memberikan definisi dasar
tentang kecerdasan emosi dalam lima wilayah utama yaitu, kemampuan
mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali
emosi orang kain, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain.
Seorang ahli kecerdasan emosi, Goleman (2000, p.8) mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan kecerdasan emosi di dalamnya termasuk kemampuan
mengontrol diri, memacu, tetap tekun, serta dapat memotivasi diri sendiri.
Kecakapan tersebut mencakup pengelolaan bentuk emosi baik yang positif
maupun negatif. Purba (1999, p.64) berpendapat bahwa kecerdasan emosi
adalah kemampuan di bidang emosi yaitu kesanggupan menghadapi frustasi,
kemampuan mengendalikan emosi, semamgat optimisme, dan kemampuan
menjalin hubungan dengan orang lain atau empati.
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan emosional
menurut para ahli (Mu’tadin, 2002), yaitu:
1) Salovey dan Mayer (1990)
31. 31
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan
perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan
mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga dapat membantu
perkembangan emosi dan intelektual.
2) Cooper dan Sawaf (1998)
Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya
dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh
yang manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kecerdasan emosi menuntut
seseorang untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri dan
orang lain serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif
energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
3) Howes dan Herald (1999)
Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan
lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan
dihormati, kecerdasan emosional akan menyediakan pemahaman yang lebih
mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
4) Goleman (2003)
Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai kemampuan
lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam
menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan serta
mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang
dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan, dan
mengatur suasana hati.
Goleman (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional terbagi ke dalam
lima wilayah utama, yaitu kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi
diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan
membina hubungan dengan orang lain. Secara jelas hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
32. 32
a) Kesadaran Diri (Self Awareness)
Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang
dirasakan dalam dirinya dan menggunakannya untuk memandu pengambilan
keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri
sendiri dan kepercayaan diri yang kuat.
b) Pengaturan Diri (Self Management)
Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan
dan menangani emosinya sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak positif
pada pelaksanaan tugas, memiliki kepekaan pada kata hati, serta sanggup
menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu pulih
kembali dari tekanan emosi.
c) Motivasi (Self Motivation)
Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun diri menuju sasaran, membantu pengambilan
inisiatif serta bertindak sangat efektif, dan mampu untuk bertahan dan bangkit
dari kegagalan dan frustasi.
d) Empati (Empathy/Social awareness)
Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan
orang lain, mampu memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan
hubungan saling percaya, serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai
tipe hubungan.
e) Ketrampilan Sosial (Relationship Management)
Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi
dengan baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain, mampu membaca
situasi dan jaringan sosial secara cermat, berinteraksi dengan lancar,
menggunakan ketrampilan ini untuk mempengaruhi, memimpin,
bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, serta bekerja sama dalam tim.
5) Menurut Prati, et al. (2003) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk
membaca dan memahami orang lain, dan kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan untuk mempengaruhi orang lain melalui pengaturan dan
penggunaan emosi. Jadi kecerdasan emosi dapat diartikan tingkat
kecemerlangan seseorang dalam menggunakan perasaannya untuk
33. 33
merespon keadaan perasaan dari diri sendiri maupun dalam menghadapi
lingkungannya. Sementara itu menurut Bitsch (2008) indikator yang termasuk
dalam variabel kecerdasan emosional ada 7. Tujuh indikator tersebut diukur
dengan ”The Yong emotional intelligence Inventory (EQI)”, yakni kuesioner
self-report yang mengukur 7 indikator tersebut adalah:
a) Intrapersonal skills,
b) Interpesonal skills,
c) Assertive,
d) Contentment in life,
e) Reselience,
f) Self-esteem,
g) Self-actualization.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi
kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi
jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan
individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat
dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis
mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan
motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi
berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan
stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan
seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2)
Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan
emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang
sangat sulit dipisahkan.
Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
1. Membaca situasi
34. 34
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui apa yang harus
dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara, agar tidak
terjadi salah paham serta dapat menjaga hubungan baik.
3. Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi salah paham.
4 . Tak usah takut ditolak
Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau ditolak, jadi siapkan
diri dan jangan takut ditolak.
5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu berempati atau
bisa mengerti situasi yang dihadapi orang lain.
6. Pandai memilih prioritas
Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan apa yang bisa
ditunda.
7. Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan mental
sebelumnya.
8. Ungkapkan lewat kata-kata
Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan baik, agar dapat salaing
mengerti.
9. Bersikap rasional
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun tetap berpikir
rasional.
10. Fokus
Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat perhatian.
Jangan memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara bersamaan.
Pengukuran Kompetensi Emosional
EI Kemampuan biasanya diukur menggunakan tes kinerja maksimum dan
memiliki hubungan yang kuat dengan kecerdasan tradisional, sedangkan EI
35. 35
sifat biasanya diukur dengan menggunakan kuesioner laporan diri dan
memiliki hubungan yang kuat dengan kepribadian.
Dua alat pengukuran didasarkan pada model Goleman:
1. Inventory Emotional Kompetensi (ECI), yang diciptakan pada tahun
1999, dan Inventarisasi Kompetensi Emosional dan Sosial (ESCI), yang
diciptakan pada tahun 2007.
2. The Appraisal Kecerdasan Emosional, yang diciptakan pada tahun
2001 dan yang dapat diambil sebagai laporan diri atau 360 derajat
penilaian.
MATERI 6
MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM
• Kompetensi, artinya adalah Kemampuan, sebagai seorang individu
atau calon pemimpin diharapkan memiliki kemampuan, ketrampilan
atau skill.
• Kapabilitas, artinya juga sama dengan Kompetensi, yaitu Kemampuan.
Namun pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan
(skill) saja namun lebih dari itu, yaitu lebih paham secara mendetail
sehingga benar benar menguasai kemampuannya dari titik kelemahan
hingga cara mengatasinya.
• Akseptabilitas, artinya adalah Keterterimaan, kecocokkan dan
kepantasan. Kata ini berasal dari "peminjaman" kata Accetability.
• Elektabilitas, adalah "Ketertarikan yang dipiilih". Mislanya, sesuatu
benda atau orang yang memiliki Elektabilitas tinggi adalah yang terpilih
dan disukai oleh masyarakat. yakni difavoritkan
Karakteristika Kompetensi
1. Motif -- apa yang mendorong, perilaku yang mengarah dan dipilih
terhadap kegiatan atau tujuan tertentu.
2. Sifat/ciri bawaan -- ciri fisik dan reaksi-reaksi yang bersifat tetap
terhadap situasi atau informasi.
3. Konsep diri -- sikap, nilai atau self image dari orang-orang.
36. 36
4. Pengetahuan – informasi yang dimiliki orang-orang khususnya pada
bidang yang spesifik.
5. Keterampilan – kemampuan untuk mampu melaksanakan tugas-tugas
fisik dan mental tertentu.
Pengertian dan arti kompetensi oleh Spencer dapat didefinisikan sebagai
karakteristik yang mendasari seseorang yang berkaitan dengan efektivitas
kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang
memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab-akibat dengan criteria yang
diajukan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau
pada situasi tertentu (A competency is an underlying characteristic of an
individual that is causally related to criterian referenced effective and or
superior performance in a job or situation). Berdasarkan dari arti definisi
kompetensi ini, maka banyak mengandung beberapamakna yang terkandung
di dalamnya adalah sebagai berikut.
a. Karakteristik dasar (underlying characteristic ) kompetensi adalah bagian
dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta
mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas
pekerjaan.
b. Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat menyebabkan
atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang artinya jika
mempunyai kompetensi yang tinggi maka akan mempunyai kinerja tinggi pula
(sebagai akibat).
c. Criteria (criterian referenced) yang diajukan sebagai acuan, bahwa
kompetensi secara nyata akan memprediksi seseorang dapat bekerja dengan
baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar, misalnya criteria volume
penjualan yang mempu dihasilkan seseorang salesman sebesar 1.000
buah/bulan atau manajer keuangan dapat mendapatkan keuntungan 1
miliar/tahun.
37. 37
Kemudian, ia mengatakan bahwa kompetensi merupakan sebuah karakteristik
dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap, dan bertindak
serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh
seseorang pada waktu periode tertentu. 1
Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan
suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan
pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan
tersebut. Dengan demikian, kompetensi menunjukan keterampilan atau
pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu
sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut.2
Spencer menyatakan bahwa kompetensi merupakan landasan dasar
karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berfikir,
menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu cukup lama.
Terdapat lima tipe karakterteristik kompetensi, yaitu sebagai berikut :3
a. Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau di diinginkan
orang yang menyebabkan tindakan.
b. Sifat adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi
atau informasi.
c. Konsep diri adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri seseorang.
d. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik.
e. Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental
tertentu.
Menurut Mangkunegara, kompetensi sumber daya manusia adalah
kompetensi yang berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan,
kemampuan dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara
langsung terhadap kinerjanya.
Kompetensi sumber daya manusia menurut hasil kajian Perrin yaitu :6
6 Mangkunegara, Anwar Prabu, Evaluasi Kinerja SDM, PT. Refika Aditama
1) Memiliki kemampuan komputer (Eksekutif Lini)
2) Memiliki pengetahuan yang luas tentang visi
3) Memiliki kemampuan mengantisipasi pengaruh perubahan
38. 38
4) Memiliki kemampuan memberikan pendidikan tentang sumber daya
manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kompetensi sumber daya manusia
adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan
pengetahuan, keterampilan dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi
secara langsung terhadap kinerjanya yang dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
Kompetensi SDM yang diperlukan untuk menghadapi tantangan baru dan
jenis-jenis organisasi di tempat kerja, dapat diperoleh dengan pemahaman
ciri-ciri yang kita cari dari orang-orang yang bekerja dalam organisasi-
organisasi tersebut. Konsep dasar standar kompetensi ditinjau dari estimologi,
standar kompetensi terbuka atas dua kosa kata yaitu standar dan kompetensi.
Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati, sedangkan
kompetensi diartikan sebagai kemampuan melaksanakan tugastugas ditempat
kerja yang mencakup menerapkan keterampilan (skills) yang didukung
dengan pengetahuan (cognitive) dan kemampuan (ability) sesuai dengan
kondisi yang dipersyaratkan. Dengan demikian standar kompetensi dapat
diasumsikan sebagai rumusan tentang kemampuan dan keahlian apa yang
harus dimiliki oleh tenaga kerja (SDM) dalam melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan/disepakati.
Analisa kompetensi SDM UKM dimaksudkan adalah untuk
menghasilakan profil atau model yang digunakan untuk
1) Manajemen kinerja individu
2) Penerimaan atau penempatan
3) Pengembangan karier
Tiga hal pokok dalam kompetensi SDM adalah:
1) Pengetahuan (Knowladge), merupakan penguasaan ilmu dan teknologi
yang dimiliki seseorang, dan diperoleh melalui proses pembelajaran serta
pengalaman selama kehidupannya. Indikator pengetahuan (knowladge) dalam
hal ini adalah, pengetahuan manajemen bisnis, pengetahuan produk atau
jasa, pengetahuan tentang konsumen, promosi dan strategi pemasaran.
39. 39
2) Keterampilan (Skill), adalah kapasitas khusus untuk memanipulasi suatu
objek secara fisik. Indikator keterampilan meliputi keterampilan produksi,
berkomunikasi, kerjasama dan organisasi, pengawasan, keuangan,
administrasi dan akuntansi.
3) Kemampuan (Ability), adalah kapasitas seorang individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Indikator kemampuan
meliputi kemampuan mengelola bisnis, mengambil keputusan, memimpin,
mengendalikan, berinovasi, situasi dan perubahan lingkungan bisnis.8
Kompetensi dalam manajemen sumber daya manusia memainkan peran
kritikal dan esensial karena di satu sisi merupakan Human capital dan Active
agent bagi pengembangan suatu organisasi, di sisi lain merupakan faktor
determinan kapabilitas yang merupakan sekumpulan keahlian dan
keterampilan dalam mengkoordinasikan dan mengintegrasikan serangkaian
sumber daya yang ada dalam suatu sistem organisasi sehingga menghasilkan
serangkaian kompetensi yang akan membentuk kompetensi inti (core
competency).
MATERI 7
KONSEP AUDIT KINERJA DAN PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
Audit kinerja dapat dilaksanakan oleh external auditor maupun internal
auditor. Sesuai amanat UU No. 15 Tahun 2004 dan PP No. 60 Tahun 2008.
UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara memberikan mandat dan kewenangan kepada BPK
– sebagai lembaga pemeriksa eksternal – untuk melaksanakan audit kinerja.
Di sisi lain, PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah juga memberikan kewenangan pada Aparat Pengawas Intern
Pemerintah untuk melaksanakan audit kinerja, sebagai suatu bentuk
pengawasan. Dengan demikian, auditor eksternal dan auditor internal perlu
berkoordinasi dalam melaksanakan audit kinerja. Jangan sampai terjadi
overlapping. Keduanya harus menjaga hubungan dan komunikasi yang
harmonis agar tercipta konfigurasi audit kinerja yang baik.
40. 40
Audit kinerja. Audit kinerja saat ini merupakan genderang perang bagi
Kementerian dan lembaga setelah keluan Keterbukaan Informasi Publik (KIP),
Kementerian dan Lembaga Pemerintah sangat komitmennya untuk
meningkatkan praktik dan kapasitasnya di bidang audit kinerja. Bagaimana
perkembangan audit sektor publik? Apa manfaat yang bisa diperoleh?
Bagaimana Pendekatan digunakan? Setelah pemerintah mengeluarkan UU
KIP No 14 Tahun 2008 serta memuat dalalembaran negara Republik
Indonesia. Masyarakat berkeingan mengetahui sejauman uang negara yang
berasl dari sektor pajak yang dibayar warga negara Republik Indonesia yang
taat pajak apakah dikelola dengan baik Dalam arti, apakah uang negara
digunakan untuk memperoleh sumber daya dengan hemat (spend less),
digunakan secara efisien (spend well), serta dapat memberikan hasil optimal
yang membawa manfaat bagi masyarakat (spend wisely).
Audit kinerja merupakan metamorfosis dari audit intern (internal audit)
yang kemudian berkembang menjadi audit operasional (operational audit) dan
selanjutnya menjadi audit manajemen (management audit). Audit manajemen
berfokus pada penilaian aspek ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen
kemudian dilengkapi dengan audit program (program audit) yang bertujuan
untuk menilai efektivitas. Koalisi antara audit manajemen dan audit program
inilah yang disebut sebagai audit kinerja (performance audit).
Audit kinerja merupakan salah satu jenis audit yang dilakukan sebagai
pengembangan diri audit keuangan. Audit kinerja untuk menilai tingkat
keberhasilan kinerja suatu Kementerian/Lembaga Pemerintah, untuk
memastikan sesuai atau tidaknya sasaran yang kegiatan yang menggunakan
anggaran. Oleh karena audit kinerja (performence audit merupakan perluasan
dari audit keuangan yang meliputi : ekonomi, efisien dan efektifitas, maka
auditor yang akan melaksanakan kegiatan harus memperoleh informasi tentan
organisasi, meliputi struktur organisasi, prosedur kerja dan sistem informasi
dan pelaporan keuangan dan kegiatan kepada manajemen.
Manfaat Audit Kinerja,
41. 41
Audit kinerja dalam pelaksanaannya dapat mengidentifikasi berbagai
masalah yang menuntut adanya pemeriksaan lebih rinci antara lain :
Pengukuran standar atu penetapan penjabaran tujuan oleh manajemen
dalam pengukuran hasil kerja, produktifitas, efisiensi, atau penggunaan
barang/jasa yang kurang tepat.
Tiadanya kejelasan prosedur tertulis atau prosedur berbelitbelit,
sehingga bisa ditafsirkan salah atau tidak konsiten dan menambah
pelayanan menjadi lama.
Personil yang kurang cakap, sehingga menimbulkan kelambatan dan
kekurangan lainnya, termasuk kegagalan menerima tanggung jawab
yang besar
Beberapa pekerjaan duplikasi atau tumpang tindih, sehingga terjadi
pemborosan dan saling lempar tanggung jawab.
Anggaran yang dipakai tidak tepat sasaran
Pola pembiyaan yang terlalu mewah kurang bermanfaat tidak efisien.
Penggunaan pekerjaan tertangguh, menumpuk dan penyelesaian
terlambat.
Banyak pekerja terlalu besar, koordinasi buruk dan personil banyak
tidak punya tugas
Pengorganisasian terlau besar, koordinasi buruk dan personil banyak
tidak punya tugas
Pengadaan barang terlalu banyak dengan harga mahal persedian
menumpuk. Dengan adanya audit kinerja seperti diatas segera dapat
dihindari. Masalah diatas dapat diuji dan dianalisis serta dicari solosi
agar kedepan kondisi lebih baik, maka audit kinerja sangat bermanfaat
bagi Kementerian/Lembaga
Pemeriksaan manajemen pada dasarnya sama dengan pemeriksaan
keuangan Prosedur/teknik pemeriksaan yang diterapkan pada umumnya
sama hanya persepsi, kerangka berpikir, pendekatan dan ruang lingkupnya
saja yang berlainan. Audit kinerja bermanfaat untuk membantu pimpinan
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, serta memberikan informasi
42. 42
yang bermutu, tepat waktu untuk pengambilan keputusan, dalam rangka
pencapaian tujuan yaitu efesiensi dan efektif.
Prosedur Pelaksanaan
Secara umum, prosedur pelaksanaan audit adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Audit Kinerja
2. Pengujian Pengendalian Manajemen
3. Pengukuran dan Pengujian Key Performance Indicator (KPI) atau
yang disebut Indikator Kinerja Kunci (IKK).
4. Review Operasional
5. Pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA)
6. Pelaporan
7. Pemantauan Tindak Lanjut.
43. 43
DAFTAR PUSTAKA
https://muttaqinhasyim.wordpress.com/2012/02/24/tujuan-dan-
pengertian-evaluasipenilaian-kinerja/
[1] Becker, B.E, M.Am Huselid, dan D. Ulrich, The HR-Scorecard Linking
People, Strategy, and Performance. (Boston:Harvard Business School Press,
2001).
[2] - Norton, David P., Kaplan, Robert S., The Balanced Scorecard:
Translating Strategy Into Action, HBS Press, 1996
http://12042ma.blogspot.com/2013/07/motivasi-dan-kepuasan-
kerja.html
http://entrepreneurshiplearningcenter.blogspot.com/
http://teori-psikologi.blogspot.com/2008/05/kecerdasan-emosi.html
http://id.wikipedia.org/
sumber: Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung:
Refika Aditama.