MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
Hbl 14, santi rizki amalia, prof hapzi ali, hukum perdagangan internasional, universitas mercu buana, 2018
1. MODULPERKULIAHAN
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Dosen
Pengampu
Prof. Dr.
Hapzi Ali,
CMA
FEB AKUNTANSI
14 1A2323EL SANTI RIZKI AMALIA
Abstract Kompetensi
Memahami tentang Hukum
Perdagangan Internasional
Memberikan pemahaman dan
pembelajaran tentang Hukum
Perdagangan Internasional.
2. ‘18
2 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Disusun Oleh: Santi Rizki Amalia. http://www.mercubuana.ac.id
Subjek hukum perdagangan internasional juga bahasan penting dalam perdagangan
internasional. Subjek tersebut terbagi dalam dua kriteria besar yakni para pelaku
(stakeholders) yang mampu mempertahankan hak dan kewajibannya di hadapan peradilan
dan para stakeholders yang mampu dan berwenang untuk memutuskan aturan-aturan hukum
di bidang hukum perdagangan internasional. Berdasarkan batasan kriteria tersebut, yang
dikatakan sebagai subjek hukum perdagangan internasional yaitu negara, organisasi
perdagangan internasional, individu, perusahaan multinasonal, dan bank (Adolf, 2005: 57-
72). Aturan hukum dalam perdagangan internasional termuat dalam persetujuan umum
mengenai tarif dan perdagangan GATT. GATT dibentuk pada tahun 1947, akan tetapi
lahirnya WTO tahun 1994 membawa perubahan besar bagi GATT. WTO mengambil alih
GATT dan menjadikannya salah satu aturan WTO dan prinsip-prinsip GATT menjadi
kerangka aturan bagi perjanjian WTO. Ketentuan perdagangan yang membentuk suatu sistem
perdagangan multilateral dalam GATT mempunyai tiga ketentuan utama. Pertama adalah
GATT itu sendiri. Ketentuan kedua yakni perundingan putaran Tokyo (Tokyo Round 1973-
1979) yaitu ketentuan yang mencakup anti-dumping, subsidi, dan ketentuan non-tarif.
Ketentuan terakhir dalam perdagangan internasional adalah multi fibre arrangements (Adolf,
2005: 98-107).
Indonesia jelas mempunyai aturan hukum dagangnya sendiri yang tertuang dalam
ketentuan hukum nasionalnya. Hukum yang mengatur dijelaskan dalam ketentuan hukum
dagang, yang mana diartikan sebagai hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan hukum satu dengan lainnya dalam bidang
perdagangan (Kansil, 1985: 7). Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata.
Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi aturan-aturan hukumnya
sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang sekarang telah
berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP). Sumber
hukum dagang adalah tempat dimana bisa didapatkan perarturan-perarturan mengenai hukum
dagang. Pertama, KUHD Wetboek van Koophandel Indonesia mengatur berbagai
perserikatan yang berkaitan dengan perkembangan lapangan hukum perusahaan. Kedua,
KUH Perdata dimana sesuai pada Pasal 1 KUHD, KUH Perdata menjadi sumber hukum
dagang sepanjang KUHD tidak mengatur hal-hal tertentu dan hal-hal tersebut diatur dalam
KUH Perdata. Selain KUHD, masih terdapat beberapa aturan perarturan perundang-undangan
lain yang mengatur hukum dagang, diantaranya: UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan;
UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT); UU No.7 Tahun 1987 tentang Hak
Cipta; UU No. 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha; dan UU No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal (Rochman et al., 2014: 4-5).
Perdagangan internasional merupakan transasksi jual beli lintas negara. Pihak-pihak yang
bersangkutan merupakan pihak-pihak yang berasal dari negara yang berbeda atau memiliki
nasionalitas yang berbeda. Perdagangan internasional sebenarnya sudah berlangsung
beberapa abad yang lalu tetapi tentu berdasarkan perdagangan yang masih primitif. Sistem
perdagangan yang berlaku saat itu masih berdasarkan sistem barter antara barang dengan
barang. Dengan kemajuan peradaban manusia yang meningkat, maka terjadilah perubahan
yang amat drastis pada sistem perdagangan internasional. Dengan kemajuan teknologi yang
3. ‘18
3 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Disusun Oleh: Santi Rizki Amalia. http://www.mercubuana.ac.id
sangat cepat, distribusi barang dan jasa semakin mudah dan perdagangan internasional pun
menunjukkan kompleksitasannya. Ketentuan-ketentuan dalam hukum perdagangan
internasional berperan sebagai aturan pokok yang mengatur jalannya perdagangan pada
prakteknya, yang mana dilakukan oleh para subjek dagang internasional. Perdagangan yang
terjadi di Indonesia juga telah terjadi sejak abad yang lalu dan aturan hukum yang berlaku
mengenai dagang telah diatur sejak Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda. Seiring
berjalannya waktu sumber hukum dagang yang dikodifikasikan dari hukum Belanda, lalu
kemudian UU setelahnya dimunculkan dan dikaitkan dengan hukum perdata yang berlaku di
Indonesia.
Hukum Dagang Internasional : Sengketa Mobnas “Timor” di WTO
Efek transnasionalisme salah satunya adalah Attitude Change (Perubahan Tingkah Laku).
Maksudnya adalah hubungan antara organisasi transnasional dengan negara diharapkan bisa
merubah kebijakan negara tersebut. Kebijakan yang memang merupakan kepentingan dari
organisasi transnasional. Oleh karena itu mereka berusaha membawa ide baru, hal baru dan
norma yang dikemukakan mereka kepada negara yang dituju.
Kasus WTO dan Indonesia dalam masalah Mobnas (Mobil Nasional) Timur menujukkan
bahwa organisasi Transnasional (dalam hal ini adalah WTO) bisa mempengaruhi kebijakan
pemerintah Indonesia. Awal mula muncul kasus ini karena inisiatif pemerintah Indonesia
dalam mendukung dan ingin meningkatkan industri mobil nasional. Oleh karena itu,
pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan program Mobil Nasional yaitu bisa dilihat
dalam Inpres No.2 tahun 1996 mengenai Program Mobil Nasional bahwa sebagai sebuah
terobosan di sektor otomotif Indonesia. Tujuan Mobnas (Mobil Nasional) adalah sebagai
embrio kemajuan dan kemandirian bangsa Indonesia dalam industri otomotif. Program
Mobnas ini yang menunjuk PT Timor Putra Nasional (TPN) sebagai pelopor yang
memproduksi Mobnas sayangnya Mobnas masih belum dapat memproduksi di dalam negeri,
maka perlu dikeluarkan Keppres No. 42 tahun 1996 yang mengizinkan PT TPN mengimpor
Mobnas yang kemudian diberi merek “Timor” (baik dalam bentuk jadi atau completely build-
up/ CBU dari Korea Selatan.
Hal ini mendatangkan reaksi dari beberapa pihak yaitu Jepang, Amerika Serikat dan beberapa
negara Eropa. Jepang yang paling berusaha keras kerena mempunyai kepentingan kuat dalam
industri otomotifnya yang telah menguasai hampir 90% pangsa mobil Indonesia. Reaksi lain
dari Amerika dan beberapa negara Eropa gelisah karena mereka berencana menanamkan
investasi dalam industri otomotif di Indonesia. Akhirnya terjadi dialog antara Jepang dan
pemerintah Indonesia dan hasilnya dead lock. Kemudian tindakan lanjutan dari Jepang yaitu
melalui Wakil Menteri Perdagangan Internasional dan Industrinya menyatakan bahwa
mereka akan membawa masalah ini ke WTO.
Penyebab Timbulnya Kasus Sengketa Mobil Nasional ”Timor” di WTO
Timbulnya sengketa mobil nasional ”Timor” ditandai dengan adanya perkara pengaduan
Jepang ke WTO yang bermula dari keluarnya Inpres Nomor 2 Tahun 1996 tentang program
Mobnas yang menunjuk PT Timor Putra Nusantra (TPN) sebagai pionir yang memproduksi
Mobnas. Karena belum dapat memproduksi di dalam negeri, maka keluarlah Keppres No.
42/1996 yang membolehkan PT TPN mengimpor mobnas yang kemudian diberi merek
“Timor”, dalam bentuk jadi atau completely build-up (CBU) dari Korea Selatan.
4. ‘18
4 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Disusun Oleh: Santi Rizki Amalia. http://www.mercubuana.ac.id
Selain itu, PT TPN diberikan hak istimewa, yaitu bebas pajak barang mewah dan bebas bea
masuk barang impor. Hak itu diberikan kepada PT TPN dengan syarat menggunakan
kandungan lokal hingga 60 persen dalam tiga tahun sejak mobnas pertama dibuat. Namun
bila penggunaan kandungan lokal yang ditentukan secara bertahap yakni 20 persen pada
tahun pertama dan 60 persen pada tahun ketiga tidak terpenuhi, maka PT TPN harus
menanggung beban pajak barang mewah dan bea masuk barang impor. Namun, soal
kandungan lokal ini agaknya diabaikan selama ini, karena Timor masuk ke Indonesia dalam
bentuk jadi dari Korea. Dan tanpa bea masuk apapun, termasuk biaya pelabuhan dan lainnya.
Masalah Mobil Nasional dibawa ke World Trade Organization oleh Jepang untuk
mengajukan keluhan mengenai mobil nasional ke WTO. Subyek dalam kasus mobil nasional
ini adalah PT Timor Putra Nusantara yang berperan memproduksi mobil masional akan tetapi
PT Timor Putra Nusantara belum dapat memproduksi di dalam negeri, maka PT Timor Putra
Nusantara mengimpor mobil nasional dari Korea Selatan dalam bentuk jadi. Dalam kasus ini
yang menjadi obyek sengketa adalah mobil nasional yang menunjuk PT Timor Putra
Nusantra (TPN) sebagai pionir yang memproduksi Mobnas.
Jepang menilai bahwa kebijakan pemerintah tersebut sebagai wujud diskriminasi dan oleh
karena itu melanggar prinsip-prinsip perdagangan bebas. Tuduhan Jepang tersebut terdiri atas
tiga poin yaitu :
1. Adanya perlakuan khusus impor mobil dari KIA Motor Korea yang hanya memberi
keuntungan pada satu negara. Misalnya perlakuan bebas tarif masuk barang impor, yang
melanggar pasal 10 peraturan GATT.
2. Perlakuan bebas pajak atas barang mewah yang diberikan kepada produsen mobnas selama
dua tahun. Ini melanggar pasal 3 ayat 2 peraturan GATT.
3. Menghendaki perimbangan muatan lokal seperti insentif, mengizinkan pembebasan tarif
impor, dan membebaskan pajak barang mewah di bawah program mobnas sesuai dengan
pelanggaran dalam pasal 3 ayat 1 GATT, dan pasal 3 kesepakatan perdagangan multilateral.
Dari beberapa kali pertemuan bilateral tingkat menteri, kesepakatan yang ingin dicapai
bertolak belakang dengan keinginan dan cita-cita masing-masing negara. Maka pada 4
Oktober 1996, Pemerintah Jepang melalui Kementrian Industri dan Perdagangan
Internasional (MITI) resmi mengadukan Indonesia ke WTO yang didasarkan pasal 22 ayat 1
peraturan GATT. Inti dari pengaduan itu, Pemerintah Jepang ingin masalah sengketa
dagangnya dengan Indonesia diselesaikan sesuai dengan kesepakatan perdagangan
multilateral sesuai dengan aturan yang tercantum dalam WTO. Ketika itu, jika dalam tempo
lima-enam bulan setelah pengaduan ke WTO belum dapat diselesaikan, maka Jepang akan
membawanya ke tingkat yang lebih tinggi.
Setelah enam bulan tidak ada penyelesaian sejak Jepang secara resmi mengadukan Indonesia
ke WTO, tampaknya, ancaman Jepang bukan isapan jempol belaka. Jepang membawa
masalah Mobnas ke panel WTO melalui pembentukan dispute settlement body (DSB) atau
sidang bulanan badan penyelesaian sengketa. Dengan terbentuknya DSB, maka Jepang
berharap masalah Mobnas dapat dipecahkan dengan jalan terbaik dan adil.
Pembentukan panel dilakukan oleh DSB, setelah upaya penyelesaian mengalami jalan buntu.
Panel yang beranggotakan 3-5 orang inilah yang akan
5. ‘18
5 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Disusun Oleh: Santi Rizki Amalia. http://www.mercubuana.ac.id
memeriksa pengaduan dan saksi-saksi. Dan dalam tempo enam bulan, panel akan
mengeluarkan rekomendasi yang akan diserahkan kepada DSB. Di tangan DSB nanti,
keputusan hasil panel akan disahkan satu tahun kemudian.
Namun, Pemerintah Jepang berharap hubungan bilateral kedua negara tidak terganggu.
Dalam hal program mobnas, menyadari keinginan dan cita-cita Indonesia atas program
tersebut. Jepang tidak mengenyampingkan keinginan tersebut, sepanjang tidak melanggar
peraturan GATT dan WTO. Walau pengaduan telah disampaikan ke WTO, Pemerintah
Jepang tetap membuka peluang melalui jalan bilateral untuk menyelesaikan soal krusial ini.
Meskipun, di badan perdagangan dunia itu, masalah mobnas akan terus melekat dalam
agendanya.
6. ‘18
6 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Disusun Oleh: Santi Rizki Amalia. http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Adolf, Huala. 2005. Hukum Perdagangan Internasional: Prinsip-Prinsip dan konsepsi
Dasar. Jakarta PT. RajaGrafindo Persada
Anggraini, Devi (2014) Hukum dagang Internasional dan Hukum dagang Indonesia
http://devi-anggraini-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-116023-
HUKUM%20INTERNASIONAL-
HUKUM%20DAGANG%20INTERNASIONAL%20DAN%20HUKUM%20DAGANG%20
INDONESIA.html
Rochman et al. 2014. Hukum Dagang. Makalah. Palangka Raya. Departemen Syariah
Fakultas Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agaman Islam Negeri Palangka Raya
https://armansyaheffendy.wordpress.com/2011/11/27/hukum-dagang-internasional-sengketa-
mobnas-timor-di-wto/