Dokumen tersebut membahas tentang perdagangan internasional dan kasus Sengketa Mobil Nasional Timor di WTO. Pemerintah Indonesia menerbitkan kebijakan untuk mendukung industri mobil nasional dengan menunjuk produsen tertentu. Kebijakan ini ditentang Jepang karena dianggap melanggar peraturan WTO. Akhirnya kasus ini dibawa ke WTO untuk penyelesaian.
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Hukum Perdagangan Internasional
1. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Dosen Pengampu
FEB S1.Akuntansi
13
F041700009 Maghfira Arsyfa Ganivy
Abstract Kompetensi
Mampu menjelaskan tentang lingkup
perdagangan internasional
Mampu menjelaskan tentang lingkup
perdagangan internasional dan
penutupan kesepakatan yang masuk
dalam perdagangan internasional
MODULPERKULIAHAN
Hukum Bisnis dan Lingkungan
Hukum Perdagangan Internasional
Modul Standar untuk
digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Prof. Dr Hapzi Ali, CMA
2. ‘18 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Maghfira Arsyfa Ganivy http://www.mercubuana.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah mebantu.
Kami menyadari sekali, di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal isi dalam makalah ini sendiri,
untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini dilain waktu. Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah
ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman,
serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari
makalah ini sebagai tambahan referensi yang telah ada.
Jakarta, 2 Juli 2018
Penulis
3. ‘18 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Maghfira Arsyfa Ganivy http://www.mercubuana.ac.id
Pengertian Perdagangan Internasional
Untuk memenuhi kebutuhan manusia, pedagang mempunyai peranan yang sangat penting.
Barang hasil produksi dapat tersalurkan ke konsumen melalui para pedagang tersebut. Mereka
membeli barang untuk dijual kembali tanpa mengubah jenis/bentuknya dengan tujuan
memperoleh laba disebut perdagangan. Sekarang, kegiatan perdagangan sangat luas.
Perdagangan sudah merambah wilayah antarnegara ( internasional ). Proses tukar-menukar
barang atau jasa yang terjadi antara satu negara dengan negara yang lain inilah yang disebut
perdagangan internasional. Dalam perdagangan antarnegara tersebut melibatkan eksportir dan
importir.
Menurut Pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, ekspor
adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sesuai peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku. Pengertian ekspor juga dijumpai dalam Surat Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 146/MPP/IV/99 tanggal 22 April 1999 tentang
Ketentuan Umum di bidang Ekspor. Sedangkan pengertian impor menurut Pasal 1 butir 13
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan adalah perdagangan dengan cara
memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean dengan memenuhi ketentuan
yang berlaku. (Periksa kembali Pasal 1 butir 13 dan Pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan.)
Hukum perdagangan internasional merupakan bidang hukum yang berkembang cepat. Ruang
lingkup bidang hukum ini pun cukup luas. Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas
batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual
beli barang atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan, dan sejenisnya), hingga
hubungan atau transaksi dagang yang kompleks. (Ibid.)
Kompleksnya hubungan atau transaksi dagang internasional ini paling tidak disebabkan oleh
adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi) sehingga transaksi-transaksi dagang
semakin berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam
bertransaksi. Bahkan dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu
mengetahui atau mengenal siapa rekan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi. (Ibid.,
hal. 10)
B. Implementasi
Hukum Dagang Internasional : Sengketa Mobnas “Timor” di WTO
Efek transnasionalisme salah satunya adalah Attitude Change (Perubahan Tingkah Laku).
Maksudnya adalah hubungan antara organisasi transnasional dengan negara diharapkan bisa
merubah kebijakan negara tersebut. Kebijakan yang memang merupakan kepentingan dari
4. ‘18 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Maghfira Arsyfa Ganivy http://www.mercubuana.ac.id
organisasi transnasional. Oleh karena itu mereka berusaha membawa ide baru, hal baru dan
norma yang dikemukakan mereka kepada negara yang dituju.
Kasus WTO dan Indonesia dalam masalah Mobnas (Mobil Nasional) Timur menujukkan bahwa
organisasi Transnasional (dalam hal ini adalah WTO) bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah
Indonesia. Awal mula muncul kasus ini karena inisiatif pemerintah Indonesia dalam mendukung
dan ingin meningkatkan industri mobil nasional. Oleh karena itu, pemerintah akhirnya
mengeluarkan kebijakan program Mobil Nasional yaitu bisa dilihat dalam Inpres No.2 tahun
1996 mengenai Program Mobil Nasional bahwa sebagai sebuah terobosan di sektor otomotif
Indonesia. Tujuan Mobnas (Mobil Nasional) adalah sebagai embrio kemajuan dan kemandirian
bangsa Indonesia dalam industri otomotif. Program Mobnas ini yang menunjuk PT Timor Putra
Nasional (TPN) sebagai pelopor yang memproduksi Mobnas sayangnya Mobnas masih belum
dapat memproduksi di dalam negeri, maka perlu dikeluarkan Keppres No. 42 tahun 1996 yang
mengizinkan PT TPN mengimpor Mobnas yang kemudian diberi merek “Timor” (baik dalam
bentuk jadi atau completely build-up/ CBU dari Korea Selatan.
Hal ini mendatangkan reaksi dari beberapa pihak yaitu Jepang, Amerika Serikat dan beberapa
negara Eropa. Jepang yang paling berusaha keras kerena mempunyai kepentingan kuat dalam
industri otomotifnya yang telah menguasai hampir 90% pangsa mobil Indonesia. Reaksi lain dari
Amerika dan beberapa negara Eropa gelisah karena mereka berencana menanamkan investasi
dalam industri otomotif di Indonesia. Akhirnya terjadi dialog antara Jepang dan pemerintah
Indonesia dan hasilnya dead lock. Kemudian tindakan lanjutan dari Jepang yaitu melalui Wakil
Menteri Perdagangan Internasional dan Industrinya menyatakan bahwa mereka akan
membawa masalah ini ke WTO.
Penyebab Timbulnya Kasus Sengketa Mobil Nasional ”Timor” di WTO
Timbulnya sengketa mobil nasional ”Timor” ditandai dengan adanya perkara pengaduan
Jepang ke WTO yang bermula dari keluarnya Inpres Nomor 2 Tahun 1996 tentang program
Mobnas yang menunjuk PT Timor Putra Nusantra (TPN) sebagai pionir yang memproduksi
Mobnas. Karena belum dapat memproduksi di dalam negeri, maka keluarlah Keppres No.
42/1996 yang membolehkan PT TPN mengimpor mobnas yang kemudian diberi merek “Timor”,
dalam bentuk jadi atau completely build-up (CBU) dari Korea Selatan.
Selain itu, PT TPN diberikan hak istimewa, yaitu bebas pajak barang mewah dan bebas bea
masuk barang impor. Hak itu diberikan kepada PT TPN dengan syarat menggunakan kandungan
lokal hingga 60 persen dalam tiga tahun sejak mobnas pertama dibuat. Namun bila penggunaan
kandungan lokal yang ditentukan secara bertahap yakni 20 persen pada tahun pertama dan 60
persen pada tahun ketiga tidak terpenuhi, maka PT TPN harus menanggung beban pajak barang
mewah dan bea masuk barang impor. Namun, soal kandungan lokal ini agaknya diabaikan
5. ‘18 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Maghfira Arsyfa Ganivy http://www.mercubuana.ac.id
selama ini, karena Timor masuk ke Indonesia dalam bentuk jadi dari Korea. Dan tanpa bea
masuk apapun, termasuk biaya pelabuhan dan lainnya.
Masalah Mobil Nasional dibawa ke World Trade Organization oleh Jepang untuk mengajukan
keluhan mengenai mobil nasional ke WTO. Subyek dalam kasus mobil nasional ini adalah PT
Timor Putra Nusantara yang berperan memproduksi mobil masional akan tetapi PT Timor Putra
Nusantara belum dapat memproduksi di dalam negeri, maka PT Timor Putra Nusantara
mengimpor mobil nasional dari Korea Selatan dalam bentuk jadi. Dalam kasus ini yang menjadi
obyek sengketa adalah mobil nasional yang menunjuk PT Timor Putra Nusantra (TPN) sebagai
pionir yang memproduksi Mobnas.
Jepang menilai bahwa kebijakan pemerintah tersebut sebagai wujud diskriminasi dan oleh
karena itu melanggar prinsip-prinsip perdagangan bebas. Tuduhan Jepang tersebut terdiri atas
tiga poin yaitu :
1. Adanya perlakuan khusus impor mobil dari KIA Motor Korea yang hanya memberi
keuntungan pada satu negara. Misalnya perlakuan bebas tarif masuk barang impor, yang
melanggar pasal 10 peraturan GATT.
2. Perlakuan bebas pajak atas barang mewah yang diberikan kepada produsen mobnas selama
dua tahun. Ini melanggar pasal 3 ayat 2 peraturan GATT.
3. Menghendaki perimbangan muatan lokal seperti insentif, mengizinkan pembebasan tarif
impor, dan membebaskan pajak barang mewah di bawah program mobnas sesuai dengan
pelanggaran dalam pasal 3 ayat 1 GATT, dan pasal 3 kesepakatan perdagangan multilateral.
Dari beberapa kali pertemuan bilateral tingkat menteri, kesepakatan yang ingin dicapai bertolak
belakang dengan keinginan dan cita-cita masing-masing negara. Maka pada 4 Oktober 1996,
Pemerintah Jepang melalui Kementrian Industri dan Perdagangan Internasional (MITI) resmi
mengadukan Indonesia ke WTO yang didasarkan pasal 22 ayat 1 peraturan GATT. Inti dari
pengaduan itu, Pemerintah Jepang ingin masalah sengketa dagangnya dengan Indonesia
diselesaikan sesuai dengan kesepakatan perdagangan multilateral sesuai dengan aturan yang
tercantum dalam WTO. Ketika itu, jika dalam tempo lima-enam bulan setelah pengaduan ke
WTO belum dapat diselesaikan, maka Jepang akan membawanya ke tingkat yang lebih tinggi.
Setelah enam bulan tidak ada penyelesaian sejak Jepang secara resmi mengadukan Indonesia
ke WTO, tampaknya, ancaman Jepang bukan isapan jempol belaka. Jepang membawa masalah
Mobnas ke panel WTO melalui pembentukan dispute settlement body (DSB) atau sidang
bulanan badan penyelesaian sengketa. Dengan terbentuknya DSB, maka Jepang berharap
masalah Mobnas dapat dipecahkan dengan jalan terbaik dan adil.
6. ‘18 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Maghfira Arsyfa Ganivy http://www.mercubuana.ac.id
Pembentukan panel dilakukan oleh DSB, setelah upaya penyelesaian mengalami jalan buntu.
Panel yang beranggotakan 3-5 orang inilah yang akan
memeriksa pengaduan dan saksi-saksi. Dan dalam tempo enam bulan, panel akan
mengeluarkan rekomendasi yang akan diserahkan kepada DSB. Di tangan DSB nanti, keputusan
hasil panel akan disahkan satu tahun kemudian.
Namun, Pemerintah Jepang berharap hubungan bilateral kedua negara tidak terganggu. Dalam
hal program mobnas, menyadari keinginan dan cita-cita Indonesia atas program tersebut.
Jepang tidak mengenyampingkan keinginan tersebut, sepanjang tidak melanggar peraturan
GATT dan WTO. Walau pengaduan telah disampaikan ke WTO, Pemerintah Jepang tetap
membuka peluang melalui jalan bilateral untuk menyelesaikan soal krusial ini. Meskipun, di
badan perdagangan dunia itu, masalah mobnas akan terus melekat dalam agendanya.
7. ‘18 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Maghfira Arsyfa Ganivy http://www.mercubuana.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Sumber: https://armansyaheffendy.wordpress.com/2011/11/27/hukum-dagang-
internasional-sengketa-mobnas-timor-di-wto/ diakses pada tanggal 2 Juli 2018