SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa rekuren yang merupakan kelainan
herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi berkelompok yang
mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan. Pemfigus vulgaris
merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn
berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane ukosa
(misalnya mulut dan vagina). berdinding kendur, terletak intra epidermal, dan dapat
mengakibatkan fatal.
Pemfigus Vulgaris merupakan salah satu dari empat jenis pemfigus yang termasuk jenis
kelainan dermatitis vesikobulosa kronik yang ditandai terutama oleh adanya vesikel dan
bula.5 Menurut letak celah pemfigus dibagi menjadi dua :
1. Disuperbasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans.
2. Di stratum granulosum ialah pemfigus foliaseus dan variannya pemfigus eritematosus
Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan
membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut,
idung, tenggorokan, dan genital.
Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit dan
membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune disorder” yaitu system imun
memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane
mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel
epidermis (akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi
intrasel. Tepatnya perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody)
belum diketahui.
Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik,
menyerang kulit dan membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intra
spidermal akibat proses ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi
ditemukan antibody terhadap komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig
I, baik terikat mupun beredar dalam sirkulasi darah.
Pemfigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran
gelembung secara berturut-turut yang mengering dengan meninggalkan bercak-
bercak berwarna gelap, dapat diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan
umumnya mempengaruhi keadaan umum penderita.
B. Etiologi
Etiologi yang pasti semua penyakit pemfigus masih belum diketahui. Akhir-akhir ini
D-penisilamin telah disebutkan sebagai faktor etiologi yang dapat menginduksikan
pemfigus pada penderita yang mendapatkan obat ini. Penemuan auto-antibody didalam
serum penderita pemfigus telah membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan
dengan autoimunitas. Juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit autoimun
lainnya, misalnya lupus eritematosus sistemik, pemfigoid bulosa, miastenia gravis,
timoma, dan anemia pernisiosa. penderita pemfigus vulgaris memperlihatkan peningkatan
insidens fenotif H.L.A. –A 10 dan H.L.A. –Bw 13.7, 8 Penyebab dari pemfigus vulgaris
dan factor potensial yang dapat didefinisikan antara lain:
1. Faktor genetic
2. Umur
Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun. Pada
neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody sang ibu.
3. Disease association
Pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya
myasthenia gravis dan thymoma.
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2002, hal:1879).
1. Genetik
2. Penyakit autoimun
3. Obat-obatan (Penisilin dan kaptopril)
4. Sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma.
C. Epidemiologi
Pemfigus vulgaris (P.V) merupakan bentuk yang paling sering dijumpai (80 % semua
kasus).penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras.
frekuensinya pada kedua jenis kelamin dama. umumnya mengenai umur pertengahan
(decade ke-4 dan ke-5), tetapi dapat juga mengenai semua umur, termasuk juga anak.
Beberapa survei retrospektif terhadap pasien-pasien yang mengalami pemfigus vulgaris
dan/atau foliaceus memungkinkan ditariknya kesimpulan umum yang pasti tentang
epidemio;ogi pemfigus. Prevalensi pemfigus dari kedua tipe ini pada pria dan wanita
hampir sama. Usia rata-rata onset penyakit adalah 50 sampai 60 tahun; akan tetapi, kisaran
ini cukup luas, dan penyakit yang baru mulai terjadi di masa lanjut usia dan pada anak-
anak juga telah dilaporkan. Kejadian pasti penyakit dan prevalensi pemfigus vulgaris
dibandingkan dengan pemfigus foliaceus sangat tergantung pada populasi yang diteliti.
Pemfigus vuilgaris lebih umum pada ras Yahudi dan kemungkinan pada orang-orang
Mediteranian. Dominasi etnik yang sama ini tidak ditemukan pada pemfigus foliaceus.
Dengan demikian, pada area-area dimana populasi Yahudi mendominasi, kejadian
pemfigus, serta rasio pemfigus vulgaris terhadap kasus pemfigus foliaceus, cenderung
lebih tinggi. Sebagai contoh, di Jerusalem kejadian pemfigus vulgaris diperkirakan 1,6 per
100.000; di Connecticut kejadiannya adalah 0,42 per 100.000; akan tetapi, di Finalndia,
dimana ada sedikit orang Yahudi dan orang-orang asal Mediteranian, kejadian jauh lebih
rendah, 0,76 per juta. Disamping itu, di New York dan Los Angeles rasio pemfigus
vulgaris terhadap pemfigus foliaceus adalah sekitar 5:1, sedangkan di Finalndia adalah
sekitar 0,5:1. Akan tetapi, alasan untuk beberapa perbedaan kejadian pemfigus pada
berbagai populasi lebih slit dipahami. Kejadian pemfigus vulgaris di Tunisia diperkirakan
2,5 kasus per juta per tahun (3,9 diantara wanita dan 1,2 diantara pria); sedangkan di
Perancis adalah 1,3 kasus per juta per tahun (tidak berbeda signfiikan antara pria dan
wanita). Akan tetapi, bahkan yang lebih signifikan adalah penignkatan kejadian pemfigus
foliaceus pada wanita-wanita Tunisia (6,6 kasus per juta per tahun dibanding dengan 1,2
pada pria), sedangkan di Perancis kejadian pemfigus foliaceus hanya 0,5 kasus per juta
per tahun, sama pada pria dan wanita.
D. Patofisiologi
Semua proses pemfigus sifat yang khas yaitu:
1. Poses akontolisis
2. adanya antibody Ig G terhadap antigen diterminan yang ada pada permukaan
keratinosis yang sedang berdeferensiasi
Sebagian besar pasien, pada mulanya ditemukan dengan testoral yang tampak sebagai
erosi- erosi yang bentuknya ireguler yang terasa nyeri,mudah berdarah dan sembuh
lambat. Bula pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah daerah erosi
yang lebar serta nyeri disertai dengan pembentukan krusta dan pembesaran cairan. Bau
yang menususk dan khas akan memancar dari bula dan yang merembes keluar. Kalau
dilakukan penekanan yang meminimalkan terjadinya pembentukan lepuh/ pengelupasan
kulit yang normal (tanda nikolsky). Kulit yang erosi sembuh dengan
lambah sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena
sangat luas. Sekunder infeksi disertai dengan terjadinya gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit sering terjadi akibat kehilangan cairan
dan protein ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminemia sering dijumpai
kalau proses penyakit mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa
yang luas.
Baru-baru ini, peranan penting interaksi sel kekebalan tubuh, khususnya dalam
interaksi CD40/CD154 telah terlibat sebagai mekanisme termasuk dalam memperlakukan
pemphigus. Sebuah studi oleh Aoki-Ota dkk., Yang dimuat dalam Jurnal Penyiasat
Dermatology, menunjukkan bahwa CD40/CD154 interaksi adalah penting untuk
pemphigus vulgaris, dan bahwa ini adalah interaksi yang menyebabkan anti-Desmoglein
IgG antibodi yang dibuat dari . Grup lebih lanjut menunjukkan bahwa pengepungan ini
interaksi menjanjikan untuk perawatan, melalui anti-CD154 monoclonal antibodi.
E. Gejala Klinis
Keadaan umum penderita biasanya buruk. penyakit dapat mulai sebagai lesi dikulit
kepala yang berambut atau rongga mulut kira-kira pada 60 % kasusu, berupa erosi yang
disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosa sebagai pioderma pada
kulit kepala yang berambut atau dermatitia dengan infeksi skunder. Lesi di tempat tersebut
bisa berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata.
Semua penyakit tesebut memberi gejala yang khas, yaitu :
1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal dan mudah
pecah.
2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda nikolsky positif)
3. Akantolisis selalu positif.
4. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat
ditemukan dalam serum, maupun terikat diefidermis
Semua selaput lendir dengan epitel skuama dapat diserang, yakni selaput lender
konjungtiva, hidung, farings, larings, esofaring.
Tanda dan gejala Pemfigus vulgaris:
1. Kulit berlepuh, Ø 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang
terkelupas, erosi
2. Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
3. Tanda nikolsky ada
4. Kelamin, mukosa mulut 60%
5. Biasanya usia 30-60 tahun
6. Bau spesifik
F. Pemeriksaan Diagnosis
1. Pemeriksaan visual oleh dermatologis
2. Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bulla dan membuat apusan untuk diperiksa di
bawah mikroskop atau pemeriksaan immunofluoresent.
3. Tzank test, apusan dari dasar bulla yang menunjukkan akantolisis
4. Nikolsky’s sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan terjadi pembentukan
lepuh dan pengelupasan kulit.
G. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah mengendalikan secepat mungkin, mencegah hilangnya
serum serta terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatkan pembentukan epitel kulit
(pembaruan jaringan epitel). Kortikosteroid diberikan dalam dosis tinggi untuk
mengendalikan penyakit dan menjaga agar kulit bebas dari bula. Kadar dosis yang tinggi
dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus terapi ini, harus
dipoertahankan seumur hidup penderitanya.
Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera setelah makan, dan
dapat disertai dengan pemberian antacid sebagai pemberian profilaksis untuk mencegah
komplikasi lambung. Yang penting pada penatalaksanaan terapetik adalah evaluasi berat
badan, tekanan darah, kadar glukosa darah, dan keseimbvangan cairan setiap hari.
Preparat Immunosupresif (azatriopi, siklofosfomid) dapat diresepkan dokter untuk
mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid. Plasma feresis
(pertukaran plasma) secara temporer akan menurunkan kdar anti bodi serum.
a. Penatalaksanaan Umum
 Perbaiki keadaan umum
 Atasi keseimbangan cairan ( input atau output ), elektrolit, tanda-tanda vital
b. Penatalaksanaan Sistemik
 Kortikosteroid : Prednison 60-150 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit
 Tapering off disesuaikan dengan kondisi klinis dan kadar IgG dalam darah
sampai dosis pemeliharaan
 Dapat dikombinasikan kortikosteroid dan sitostatika (Azotlapin 1-3 mg/kg BB
) untuk sparing efek.
 Antibiotika bila ada infeksi sekunder
 KCL 3x500 mg/ hari
 Anabolik ( Anabolene 1x1 tablet/ hari )
c. Topikal
 Eksudatif : kompres
 Darah erosif : Silver sulfadiazine
 Krim antibiotik bila ada infeksi
 Kortikosteroid lemah untuk lesi yang tidah eksudatif
Penelitian oleh Marchenko et al menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa
pemphigus vulgaris (PV) pasien mengembangkan antibodi antimitochondrial yang
aktivator kemungkinan jalur apoptosis intrinsik. Temuan penelitian ini memberikan
dukungan lebih lanjut untuk peran patogen utama dari apoptosis dalam PV dan mungkin
relevan untuk mengembangkan strategi terapeutik baru.
PV adalah penyakit autoimun terik kulit dan selaput lendir karena kehilangan
adhesi keratinocyte diinduksi oleh autoantibodies. Seperti ditunjukkan sebelumnya,
acantholysis tergantung pada fosforilasi otoantibodi diinduksi oleh molekul adhesi,
internalisasi dan aktivasi jalur sinyal.6 Walaupun peran apoptosis dalam
pathomechanism dari PV masih diperdebatkan, baik jalur apoptosis intrinsik dan
ekstrinsik muncul harus diaktifkan di PV.6, 9 Dalam studi ini mereka, Marchenko et al.
terfokus pada jalur yang terkait dengan peristiwa acantholytic dan apoptosis dalam PV.
Setelah inkubasi normal monolayers keratinocyte manusia dengan PV imunoglobulin G
(IgG) dari enam pasien dan isolasi fraksi mitokondria, penulis divisualisasikan - oleh
imunoblotting - adanya IgG dalam fraksi ini dan mengamati bahwa PV IgG
autoantibodies bereaksi dengan antigen mitokondria dari berat molekul yang berbeda.
Menariknya, preadsorption dari sera PV dengan fraksi mitokondria menghambat
acantholysis di keratinosit berbudaya dan secara signifikan mengurangi tingkat
acantholysis dalam model transfer pasif dari penyakit ini, di neonatal BALB / c tikus.
Para penulis mengusulkan bahwa, meskipun detasemen sel adalah sebuah proses
kompleks yang melibatkan beberapa kejadian isyarat yang bervariasi dari pasien ke
pasien, antibodi antimitochondrial adalah fitur umum. Sejak antigen mitokondria di
mana-mana, itu akan sangat menarik untuk mengeksplorasi efek epidermis-jenis sebesar
antibodi antimitochondrial di PV. Antimitochondrial adalah fitur serologi karakteristik
pada sirosis bilier primer dan mereka yang hadir bahkan sebelum gejala berkembang.
Oleh karena itu, menyelidiki pola immunofluorescence dan spesifisitas
antibodi molekul halus antimitochondrial di PV dibandingkan dengan sirosis bilier
primer dan hubungan mereka dengan onset klinis harus menyediakan klinis dan biologis
informasi yang relevan. Studi selanjutnya juga harus membahas identitas autoantigens
mitokondria dan mengkarakterisasi sel entri mekanisme dan jalur sinyal dipicu oleh
antibodi antimitochondrial. Selain itu, pengembangan immunoassays kuantitatif
(misalnya ELISA) sangat harus memfasilitasi karakteristik korelasi tingkat IgG
antimitochondrial dengan aktivitas penyakit pada pasien pemfigus vulgaris.
H. Komplikasi
1. Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local pada kulit. Mungkin
terjadi karena penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi
cutaneus memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan resiko timbulnya scar.
2. Malignansi dari penggunaan imunosupresif
Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif.
3. Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.
4. Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan
lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
5. OsteoporosisTerjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture
akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan
dan natrium klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang
berkaitan dengan penyakit dan harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin.
Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses mencapai kulit tubuh dan membrane
mukosa yang luas.
I. Prognosis
Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50% penderita dalam
tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan ketidakseimbangan elektrolit.
Pengobatan dengan kortikosteroid membuat prognosisnya lebih baik.
J. Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien
dengan penanggung jawab, dll.
2. Riwayat pasien sekarang
Pada umumnya penderita pemfigus vulgaris biasanya dirawat di rumah sakit pada suatu
saat sewaktu terjadi pada suatu saat sewaktu terjadi eksaserbasi, perawat segera
mendapatkan bahwa pemfigus vulgaris bisa menjadi penyebab ketidakmampuan
bermakna. Gangguan kenyamanan yang konstan dan stress yang dialami pasien serta
bau lesi yang amis.
3. Riwayat penyakit terdahulu
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan system integument maupun
penyakit sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang
mempunyai penyakit menular, herediter.
4. Pemeriksaan fisik
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk membrane mukosa, kulit
kepala dan kuku. Kulit merupakan cermin dari kesehatan seseorang secara menyeluruh
dan perubahan yang terjadi pada kulit umumnya berhubungan dengan penyakit pada
system organ lain. Inspeksi dan palpasi merupakan prosedur utama yang digunakan
dalam memeriksa kulit. Lesi kulit merupakan karakteristik yang paling menonjol pada
kelainan dermatologic. Pada pasien pemfigus vulgaris muncul bulla yaitu suatu lesi
yang berbatas jelas, mengandung cairan, biasanya lebih dari 5 mm dalam diameter,
dengan struktur anatomis bulat. Inspeksi keadaan dan penyebaran bulla atau lepuhan
pada kulit. Sebagian besar pasien dengan pemfigus vulgaris ditemukan lesi oral yang
tampak tererosi yang bentuknya ireguler dan terasa sangat nyeri, mudah berdarah, dan
sembuhnya lambat. Daerah-daerah tempat kesembuhan sudah terjadi dapat
memperlihatkan tanda-tanda hiperpigmentasi. Vaskularitas, elastisitas, kelembapan
kulit, dan hidrasi harus benar-benar diperhatikan. Perhatian khusus diberikan untuk
mengkaji tanda-tanda infeksi.
5. Pengkajian psikologis
Dimana pasien dengan tingkat kesadaran menurun, maka untuk data psikologisnya tidak
dapat di dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan
terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku emosi yang labil, iritabel, apatis,
kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan
penyakitnya. Data social yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan
orang terdekat dan lainnya, kemampuan berkomunikasi dan perannya dalam keluarga.
Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami penyakit pemfigus vulgaris.
6. Data/pangkajian spiritual
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta
ketuhanan yang diyakininya.
7. Pemeriksaan diagnostic
o Nikolsky’s sign
o Skin lesion biopsy (Tzank test)
o Biopsy dengan immunofluorescene
8. Penatalaksanaan umum
o Kortikosteroid
o Preparat imunosupres (azatioprin, siklofosfamid, emas)
K. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
dan protein
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, pecahnya bula
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier proteksi kulit dan membran
mukosa
4. Gangguan atau kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bula dan daerah
kulit yang terbuka
5. Intoleransi aktfitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kekakuan sendi
6. Ganguan body image berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik
L. Intrvensi Keperawatan
1. Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d hilangnya cairan pada
jaringan, penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebih dengan
peningkatan terbentuknya bula dan ruptur bula.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria evaluasi :
 Tidak terdapat tanda-tanda syok : pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas
normal, kesadaran optimal, urine >600 ml/hari.
 Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT >3detik.
 Laboratorium : nilai elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein serum meningkat,
BUN/ kreatinin meurun
Intervensi :
 Identifikasi faktor penyebab, awitan (onset), spesifikasi usia dan adanya riwayat
penyakit lain.
 Kolaborasi skor dehidrasi, 0-2 : dehidrasi ringan, 3-6 : dehidrasi sedang, >7 :
dehidrasi berat (skor Maurice King)
 Lakukan pemasangan intravenus fluid drops (IVFD)
 Dokumentasi dengan akurat tentang input output cairan
 Anjurkan pasien untuk minum dan makan makanan yang banyak mengandung
natrium seperti susu, telur, daging , dsb.
2. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas
jaringan lunak.
Kriteria evaluasi :
 Lesi akan menutup pada hari ke 7 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan
pada area lesi.
 Leukosit dalam btas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi :
 Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula, serta apakah adanya order khusus dari
tim dokter dalam melakukan perawatan luka.
 Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering.
 Lakukan perawatan luka :lakukan perawatan luka steril setiap hari.
 Bersihkan luka dan drainase dengan cairan Nacl 0,9% atau antiseptik jenis
iodine providum dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.
 Kolaborasi penggunaan anibiotik
3. Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak erosi jaringan lunak.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang/ hilang atau teradaptasi
Kriteria evaluasi :
 Secara subjektif melaporkn nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-1
(0-4)
 Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
 Pasien tidak gelisah.
Intervensi:
 Kaji pendekatan PQRST
 Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasif.
 Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
 Atur posisi fisiologis.
 Lakukan perawatan higiene oral.
 Istirahatkan klien
 Bila perlu premedikasi sebelum melakukan perawatan luka.
 Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung
 Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam.
 Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
 Lakukan manajemen sentuhan
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
4. Kerusakan integritas jaringan kulit b.d nekrosis local sekunder dari akumulasi pus
pada jaringan folikel rambut
Tujuan: Dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal.
Kriteria evaluasi:
Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, pengeluaran pus pada luka
tidak ada lagi, luka menutup.
Intervensi:
 Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada klien.
 Lakukan perawatan bula.
 Lakukan perawatan luka dengan steril dan NacL
 Tingkatkan asupan nutrisi.
 Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan.
5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum
efek sekunder dari adanya nyeri, kerusakan luas kulit
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam kemampuan perawatan diri klien meningkat.
Kriteria evaluasi:
 Pelaksanaan intervensi perawatan diri dilakukan setelah fase akut.
 Tidak terjadi komplikasi sekunder, seperti kejang dan peningkatan agitasi.
Intervensi:
 Kaji perubahan pada sistem saraf pusat.
 Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hati-hati. Cegah gerakan yang tiba-tiba dan
tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.
 Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan pasien. Beri petunjuk untuk BAB
(jangan enema). Anjurkan pasien untuk menghembuskan napas dalam bila miring
dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada dan lutut.
 Waktu prosedur-prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan
periode relaksasi; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.
 Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada pasien.
6. Kecemasan b.d kondisi penyakit, kerusakan luas pada jaringan kulit.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan pasien berkurang.
Kriteria evaluasi:
 Pasien menyatakan kecemasan berkurang
 Pasien mengenal perasaannya dan dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor
yang memengaruhinya
 Pasien kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks
Intervensi:
 Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi pasien dan lakukan tindakan
bila menunjukkan perilaku merusak.
 Hindari konfrontasi.
 Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang
tenang dan suasana penuh istirahat.
 Bina hubungan saling percaya.
 Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
 Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya.
 Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
 Berikan anticemas sesuai indikasi contohnya diazepam
M. EVALUASI
1. Tidak terjadi syok hipovolemik.
2. Tidak terjadi infeksi.
3. Terjadi penurunan respons nyeri.
4. Peningkatan integritas jaringan kulit.
5. Perawatan aktivitas dapat terlaksana.
6. Tingkat kecemasan berkurang.
A. PATHWAY
Penyakit Autoimun
Obat-obatan
Genetik
Pemfigus
Menimbulkan Bula
pada Kulit
Kehilangan cairan dan
protein
Hilangnya cairan
Jaringan
Mengalami
Penekanan
Kulit Mengelupas
Kerusakan
Integritas Kulit
Sembuh Lama
Lesi Kulit
Mengenai Reseptor
Nyeri
Takut beraktifitas
Bedrest Lama
Penampakkan kukit
yang tidak baik
Gangguan body
image
Menimbulkan erosi
dan bau busuk
Decubitus Meluas
Barier proteksi kulit dan
membran mukosa hilang
Resiko Tinggi
Infeksi
Gangguan
Keseimbangan
Cairan & Elektrolit
Terjadi Kekakuan
sendi
Intoleransi Aktifitas

More Related Content

What's hot

Tumor Tulang (Bone Neoplasma)
Tumor Tulang (Bone Neoplasma)Tumor Tulang (Bone Neoplasma)
Tumor Tulang (Bone Neoplasma)Yolly Finolla
 
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran ManajemenDiagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemenmataharitimoer MT
 
Hiperplasia prostat benigna
Hiperplasia prostat benignaHiperplasia prostat benigna
Hiperplasia prostat benignaitachi0805
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)fikri asyura
 
Cairan Kristaloid dan Koloid
Cairan Kristaloid dan KoloidCairan Kristaloid dan Koloid
Cairan Kristaloid dan KoloidFais PPT
 
mekanisme pembentukan bilirubin
mekanisme pembentukan bilirubinmekanisme pembentukan bilirubin
mekanisme pembentukan bilirubinhanarisha
 
Panduan Pengelolaan Dislipidemia
Panduan Pengelolaan DislipidemiaPanduan Pengelolaan Dislipidemia
Panduan Pengelolaan DislipidemiaSurya Amal
 
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosisSkenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosisSyscha Lumempouw
 
Algoritme syok hipovolemik dan septik
Algoritme syok hipovolemik dan septikAlgoritme syok hipovolemik dan septik
Algoritme syok hipovolemik dan septikDokter Tekno
 
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)Lena Setianingsih
 
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratTrauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratAris Rahmanda
 
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisMengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisSeascape Surveys
 

What's hot (20)

Pengkajian b1 b6
Pengkajian b1 b6Pengkajian b1 b6
Pengkajian b1 b6
 
Tumor Tulang (Bone Neoplasma)
Tumor Tulang (Bone Neoplasma)Tumor Tulang (Bone Neoplasma)
Tumor Tulang (Bone Neoplasma)
 
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran ManajemenDiagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
 
Hiperplasia prostat benigna
Hiperplasia prostat benignaHiperplasia prostat benigna
Hiperplasia prostat benigna
 
Proses penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan frakturProses penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan fraktur
 
Appendicitis)
Appendicitis)Appendicitis)
Appendicitis)
 
Stilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafasStilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafas
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
 
kolestasis
kolestasiskolestasis
kolestasis
 
Cairan Kristaloid dan Koloid
Cairan Kristaloid dan KoloidCairan Kristaloid dan Koloid
Cairan Kristaloid dan Koloid
 
mekanisme pembentukan bilirubin
mekanisme pembentukan bilirubinmekanisme pembentukan bilirubin
mekanisme pembentukan bilirubin
 
Panduan Pengelolaan Dislipidemia
Panduan Pengelolaan DislipidemiaPanduan Pengelolaan Dislipidemia
Panduan Pengelolaan Dislipidemia
 
Terapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anakTerapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anak
 
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosisSkenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
 
Algoritme syok hipovolemik dan septik
Algoritme syok hipovolemik dan septikAlgoritme syok hipovolemik dan septik
Algoritme syok hipovolemik dan septik
 
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
 
Referat Meningitis
Referat MeningitisReferat Meningitis
Referat Meningitis
 
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratTrauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
 
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisMengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
 
Pemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anangPemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anang
 

Similar to Pemfigus Vulgaris

Penyakit Bula
Penyakit BulaPenyakit Bula
Penyakit BulaMeta A
 
Penyakit Bula Ilmu Kesehatan Kulit
Penyakit Bula Ilmu Kesehatan KulitPenyakit Bula Ilmu Kesehatan Kulit
Penyakit Bula Ilmu Kesehatan KulitMeta A
 
Pioderma Non Kokus
Pioderma Non KokusPioderma Non Kokus
Pioderma Non KokusDonna Potter
 
Tinea korporis ( infeksi jamur)
Tinea korporis ( infeksi jamur)Tinea korporis ( infeksi jamur)
Tinea korporis ( infeksi jamur)Ayyin Laste
 
296456803 f6-borang
296456803 f6-borang296456803 f6-borang
296456803 f6-borangmahardikaaa
 
50815971 case-varisella
50815971 case-varisella50815971 case-varisella
50815971 case-varisellahomeworkping4
 
Makalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamurMakalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamurWarnet Raha
 
Farmakoterapi herpes dan HIV/AIDS
Farmakoterapi herpes dan HIV/AIDSFarmakoterapi herpes dan HIV/AIDS
Farmakoterapi herpes dan HIV/AIDSWahyuTikaL
 
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptx
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptxLAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptx
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptxFaturReyhan2
 
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...Ajo Yayan
 
Fitz Pioderma Translate .docx
Fitz Pioderma Translate .docxFitz Pioderma Translate .docx
Fitz Pioderma Translate .docxwarisanuhurridha2
 
Semoga Bermamfaat :) Penyakit
Semoga Bermamfaat :) PenyakitSemoga Bermamfaat :) Penyakit
Semoga Bermamfaat :) PenyakitTjoetnyak Izzatie
 

Similar to Pemfigus Vulgaris (20)

Akne vulgaris
Akne vulgarisAkne vulgaris
Akne vulgaris
 
Penyakit Bula
Penyakit BulaPenyakit Bula
Penyakit Bula
 
Refreshing
RefreshingRefreshing
Refreshing
 
Penyakit Bula Ilmu Kesehatan Kulit
Penyakit Bula Ilmu Kesehatan KulitPenyakit Bula Ilmu Kesehatan Kulit
Penyakit Bula Ilmu Kesehatan Kulit
 
Pioderma Non Kokus
Pioderma Non KokusPioderma Non Kokus
Pioderma Non Kokus
 
Tinea korporis ( infeksi jamur)
Tinea korporis ( infeksi jamur)Tinea korporis ( infeksi jamur)
Tinea korporis ( infeksi jamur)
 
Filariasis
Filariasis Filariasis
Filariasis
 
Satuan pembelajaran sindrom steven johnson
Satuan pembelajaran  sindrom steven johnsonSatuan pembelajaran  sindrom steven johnson
Satuan pembelajaran sindrom steven johnson
 
296456803 f6-borang
296456803 f6-borang296456803 f6-borang
296456803 f6-borang
 
Bisul AKPER PEMKAB MUNA
Bisul AKPER PEMKAB MUNA Bisul AKPER PEMKAB MUNA
Bisul AKPER PEMKAB MUNA
 
50815971 case-varisella
50815971 case-varisella50815971 case-varisella
50815971 case-varisella
 
Makalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamurMakalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamur
 
Makalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamurMakalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamur
 
Farmakoterapi herpes dan HIV/AIDS
Farmakoterapi herpes dan HIV/AIDSFarmakoterapi herpes dan HIV/AIDS
Farmakoterapi herpes dan HIV/AIDS
 
Infeksi kulit dan jaringan lunak
Infeksi kulit dan jaringan lunakInfeksi kulit dan jaringan lunak
Infeksi kulit dan jaringan lunak
 
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptx
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptxLAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptx
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptx
 
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...
 
Case report session difteri
Case report session   difteriCase report session   difteri
Case report session difteri
 
Fitz Pioderma Translate .docx
Fitz Pioderma Translate .docxFitz Pioderma Translate .docx
Fitz Pioderma Translate .docx
 
Semoga Bermamfaat :) Penyakit
Semoga Bermamfaat :) PenyakitSemoga Bermamfaat :) Penyakit
Semoga Bermamfaat :) Penyakit
 

Recently uploaded

PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 

Recently uploaded (19)

PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 

Pemfigus Vulgaris

  • 1. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa rekuren yang merupakan kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan. Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina). berdinding kendur, terletak intra epidermal, dan dapat mengakibatkan fatal. Pemfigus Vulgaris merupakan salah satu dari empat jenis pemfigus yang termasuk jenis kelainan dermatitis vesikobulosa kronik yang ditandai terutama oleh adanya vesikel dan bula.5 Menurut letak celah pemfigus dibagi menjadi dua : 1. Disuperbasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans. 2. Di stratum granulosum ialah pemfigus foliaseus dan variannya pemfigus eritematosus Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut, idung, tenggorokan, dan genital. Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit dan membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune disorder” yaitu system imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis (akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui. Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik, menyerang kulit dan membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intra spidermal akibat proses ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi ditemukan antibody terhadap komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig I, baik terikat mupun beredar dalam sirkulasi darah. Pemfigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran gelembung secara berturut-turut yang mengering dengan meninggalkan bercak-
  • 2. bercak berwarna gelap, dapat diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya mempengaruhi keadaan umum penderita. B. Etiologi Etiologi yang pasti semua penyakit pemfigus masih belum diketahui. Akhir-akhir ini D-penisilamin telah disebutkan sebagai faktor etiologi yang dapat menginduksikan pemfigus pada penderita yang mendapatkan obat ini. Penemuan auto-antibody didalam serum penderita pemfigus telah membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan autoimunitas. Juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit autoimun lainnya, misalnya lupus eritematosus sistemik, pemfigoid bulosa, miastenia gravis, timoma, dan anemia pernisiosa. penderita pemfigus vulgaris memperlihatkan peningkatan insidens fenotif H.L.A. –A 10 dan H.L.A. –Bw 13.7, 8 Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang dapat didefinisikan antara lain: 1. Faktor genetic 2. Umur Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun. Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody sang ibu. 3. Disease association Pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya myasthenia gravis dan thymoma. Menurut (Smeltzer dan Bare, 2002, hal:1879). 1. Genetik 2. Penyakit autoimun 3. Obat-obatan (Penisilin dan kaptopril) 4. Sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma. C. Epidemiologi Pemfigus vulgaris (P.V) merupakan bentuk yang paling sering dijumpai (80 % semua kasus).penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. frekuensinya pada kedua jenis kelamin dama. umumnya mengenai umur pertengahan (decade ke-4 dan ke-5), tetapi dapat juga mengenai semua umur, termasuk juga anak. Beberapa survei retrospektif terhadap pasien-pasien yang mengalami pemfigus vulgaris dan/atau foliaceus memungkinkan ditariknya kesimpulan umum yang pasti tentang
  • 3. epidemio;ogi pemfigus. Prevalensi pemfigus dari kedua tipe ini pada pria dan wanita hampir sama. Usia rata-rata onset penyakit adalah 50 sampai 60 tahun; akan tetapi, kisaran ini cukup luas, dan penyakit yang baru mulai terjadi di masa lanjut usia dan pada anak- anak juga telah dilaporkan. Kejadian pasti penyakit dan prevalensi pemfigus vulgaris dibandingkan dengan pemfigus foliaceus sangat tergantung pada populasi yang diteliti. Pemfigus vuilgaris lebih umum pada ras Yahudi dan kemungkinan pada orang-orang Mediteranian. Dominasi etnik yang sama ini tidak ditemukan pada pemfigus foliaceus. Dengan demikian, pada area-area dimana populasi Yahudi mendominasi, kejadian pemfigus, serta rasio pemfigus vulgaris terhadap kasus pemfigus foliaceus, cenderung lebih tinggi. Sebagai contoh, di Jerusalem kejadian pemfigus vulgaris diperkirakan 1,6 per 100.000; di Connecticut kejadiannya adalah 0,42 per 100.000; akan tetapi, di Finalndia, dimana ada sedikit orang Yahudi dan orang-orang asal Mediteranian, kejadian jauh lebih rendah, 0,76 per juta. Disamping itu, di New York dan Los Angeles rasio pemfigus vulgaris terhadap pemfigus foliaceus adalah sekitar 5:1, sedangkan di Finalndia adalah sekitar 0,5:1. Akan tetapi, alasan untuk beberapa perbedaan kejadian pemfigus pada berbagai populasi lebih slit dipahami. Kejadian pemfigus vulgaris di Tunisia diperkirakan 2,5 kasus per juta per tahun (3,9 diantara wanita dan 1,2 diantara pria); sedangkan di Perancis adalah 1,3 kasus per juta per tahun (tidak berbeda signfiikan antara pria dan wanita). Akan tetapi, bahkan yang lebih signifikan adalah penignkatan kejadian pemfigus foliaceus pada wanita-wanita Tunisia (6,6 kasus per juta per tahun dibanding dengan 1,2 pada pria), sedangkan di Perancis kejadian pemfigus foliaceus hanya 0,5 kasus per juta per tahun, sama pada pria dan wanita. D. Patofisiologi Semua proses pemfigus sifat yang khas yaitu: 1. Poses akontolisis 2. adanya antibody Ig G terhadap antigen diterminan yang ada pada permukaan keratinosis yang sedang berdeferensiasi Sebagian besar pasien, pada mulanya ditemukan dengan testoral yang tampak sebagai erosi- erosi yang bentuknya ireguler yang terasa nyeri,mudah berdarah dan sembuh lambat. Bula pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah daerah erosi yang lebar serta nyeri disertai dengan pembentukan krusta dan pembesaran cairan. Bau yang menususk dan khas akan memancar dari bula dan yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang meminimalkan terjadinya pembentukan lepuh/ pengelupasan
  • 4. kulit yang normal (tanda nikolsky). Kulit yang erosi sembuh dengan lambah sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena sangat luas. Sekunder infeksi disertai dengan terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sering terjadi akibat kehilangan cairan dan protein ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminemia sering dijumpai kalau proses penyakit mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa yang luas. Baru-baru ini, peranan penting interaksi sel kekebalan tubuh, khususnya dalam interaksi CD40/CD154 telah terlibat sebagai mekanisme termasuk dalam memperlakukan pemphigus. Sebuah studi oleh Aoki-Ota dkk., Yang dimuat dalam Jurnal Penyiasat Dermatology, menunjukkan bahwa CD40/CD154 interaksi adalah penting untuk pemphigus vulgaris, dan bahwa ini adalah interaksi yang menyebabkan anti-Desmoglein IgG antibodi yang dibuat dari . Grup lebih lanjut menunjukkan bahwa pengepungan ini interaksi menjanjikan untuk perawatan, melalui anti-CD154 monoclonal antibodi. E. Gejala Klinis Keadaan umum penderita biasanya buruk. penyakit dapat mulai sebagai lesi dikulit kepala yang berambut atau rongga mulut kira-kira pada 60 % kasusu, berupa erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosa sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut atau dermatitia dengan infeksi skunder. Lesi di tempat tersebut bisa berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata. Semua penyakit tesebut memberi gejala yang khas, yaitu : 1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal dan mudah pecah. 2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda nikolsky positif) 3. Akantolisis selalu positif. 4. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat ditemukan dalam serum, maupun terikat diefidermis Semua selaput lendir dengan epitel skuama dapat diserang, yakni selaput lender konjungtiva, hidung, farings, larings, esofaring. Tanda dan gejala Pemfigus vulgaris: 1. Kulit berlepuh, Ø 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang terkelupas, erosi 2. Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
  • 5. 3. Tanda nikolsky ada 4. Kelamin, mukosa mulut 60% 5. Biasanya usia 30-60 tahun 6. Bau spesifik F. Pemeriksaan Diagnosis 1. Pemeriksaan visual oleh dermatologis 2. Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bulla dan membuat apusan untuk diperiksa di bawah mikroskop atau pemeriksaan immunofluoresent. 3. Tzank test, apusan dari dasar bulla yang menunjukkan akantolisis 4. Nikolsky’s sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan terjadi pembentukan lepuh dan pengelupasan kulit. G. Penatalaksanaan Tujuan terapi adalah mengendalikan secepat mungkin, mencegah hilangnya serum serta terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatkan pembentukan epitel kulit (pembaruan jaringan epitel). Kortikosteroid diberikan dalam dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga agar kulit bebas dari bula. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus terapi ini, harus dipoertahankan seumur hidup penderitanya. Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera setelah makan, dan dapat disertai dengan pemberian antacid sebagai pemberian profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang penting pada penatalaksanaan terapetik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar glukosa darah, dan keseimbvangan cairan setiap hari. Preparat Immunosupresif (azatriopi, siklofosfomid) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid. Plasma feresis (pertukaran plasma) secara temporer akan menurunkan kdar anti bodi serum. a. Penatalaksanaan Umum  Perbaiki keadaan umum  Atasi keseimbangan cairan ( input atau output ), elektrolit, tanda-tanda vital b. Penatalaksanaan Sistemik  Kortikosteroid : Prednison 60-150 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit
  • 6.  Tapering off disesuaikan dengan kondisi klinis dan kadar IgG dalam darah sampai dosis pemeliharaan  Dapat dikombinasikan kortikosteroid dan sitostatika (Azotlapin 1-3 mg/kg BB ) untuk sparing efek.  Antibiotika bila ada infeksi sekunder  KCL 3x500 mg/ hari  Anabolik ( Anabolene 1x1 tablet/ hari ) c. Topikal  Eksudatif : kompres  Darah erosif : Silver sulfadiazine  Krim antibiotik bila ada infeksi  Kortikosteroid lemah untuk lesi yang tidah eksudatif Penelitian oleh Marchenko et al menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa pemphigus vulgaris (PV) pasien mengembangkan antibodi antimitochondrial yang aktivator kemungkinan jalur apoptosis intrinsik. Temuan penelitian ini memberikan dukungan lebih lanjut untuk peran patogen utama dari apoptosis dalam PV dan mungkin relevan untuk mengembangkan strategi terapeutik baru. PV adalah penyakit autoimun terik kulit dan selaput lendir karena kehilangan adhesi keratinocyte diinduksi oleh autoantibodies. Seperti ditunjukkan sebelumnya, acantholysis tergantung pada fosforilasi otoantibodi diinduksi oleh molekul adhesi, internalisasi dan aktivasi jalur sinyal.6 Walaupun peran apoptosis dalam pathomechanism dari PV masih diperdebatkan, baik jalur apoptosis intrinsik dan ekstrinsik muncul harus diaktifkan di PV.6, 9 Dalam studi ini mereka, Marchenko et al. terfokus pada jalur yang terkait dengan peristiwa acantholytic dan apoptosis dalam PV. Setelah inkubasi normal monolayers keratinocyte manusia dengan PV imunoglobulin G (IgG) dari enam pasien dan isolasi fraksi mitokondria, penulis divisualisasikan - oleh imunoblotting - adanya IgG dalam fraksi ini dan mengamati bahwa PV IgG autoantibodies bereaksi dengan antigen mitokondria dari berat molekul yang berbeda. Menariknya, preadsorption dari sera PV dengan fraksi mitokondria menghambat acantholysis di keratinosit berbudaya dan secara signifikan mengurangi tingkat acantholysis dalam model transfer pasif dari penyakit ini, di neonatal BALB / c tikus. Para penulis mengusulkan bahwa, meskipun detasemen sel adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan beberapa kejadian isyarat yang bervariasi dari pasien ke
  • 7. pasien, antibodi antimitochondrial adalah fitur umum. Sejak antigen mitokondria di mana-mana, itu akan sangat menarik untuk mengeksplorasi efek epidermis-jenis sebesar antibodi antimitochondrial di PV. Antimitochondrial adalah fitur serologi karakteristik pada sirosis bilier primer dan mereka yang hadir bahkan sebelum gejala berkembang. Oleh karena itu, menyelidiki pola immunofluorescence dan spesifisitas antibodi molekul halus antimitochondrial di PV dibandingkan dengan sirosis bilier primer dan hubungan mereka dengan onset klinis harus menyediakan klinis dan biologis informasi yang relevan. Studi selanjutnya juga harus membahas identitas autoantigens mitokondria dan mengkarakterisasi sel entri mekanisme dan jalur sinyal dipicu oleh antibodi antimitochondrial. Selain itu, pengembangan immunoassays kuantitatif (misalnya ELISA) sangat harus memfasilitasi karakteristik korelasi tingkat IgG antimitochondrial dengan aktivitas penyakit pada pasien pemfigus vulgaris. H. Komplikasi 1. Secondary infection Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local pada kulit. Mungkin terjadi karena penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan resiko timbulnya scar. 2. Malignansi dari penggunaan imunosupresif Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif. 3. Growth retardation Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid. 4. Supresi sumsum tulang Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama. 5. OsteoporosisTerjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik 6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas.
  • 8. I. Prognosis Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50% penderita dalam tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pengobatan dengan kortikosteroid membuat prognosisnya lebih baik. J. Pengkajian 1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) Nama, umur, jenis kelamin, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penanggung jawab, dll. 2. Riwayat pasien sekarang Pada umumnya penderita pemfigus vulgaris biasanya dirawat di rumah sakit pada suatu saat sewaktu terjadi pada suatu saat sewaktu terjadi eksaserbasi, perawat segera mendapatkan bahwa pemfigus vulgaris bisa menjadi penyebab ketidakmampuan bermakna. Gangguan kenyamanan yang konstan dan stress yang dialami pasien serta bau lesi yang amis. 3. Riwayat penyakit terdahulu Haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan system integument maupun penyakit sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular, herediter. 4. Pemeriksaan fisik Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk membrane mukosa, kulit kepala dan kuku. Kulit merupakan cermin dari kesehatan seseorang secara menyeluruh dan perubahan yang terjadi pada kulit umumnya berhubungan dengan penyakit pada system organ lain. Inspeksi dan palpasi merupakan prosedur utama yang digunakan dalam memeriksa kulit. Lesi kulit merupakan karakteristik yang paling menonjol pada kelainan dermatologic. Pada pasien pemfigus vulgaris muncul bulla yaitu suatu lesi yang berbatas jelas, mengandung cairan, biasanya lebih dari 5 mm dalam diameter, dengan struktur anatomis bulat. Inspeksi keadaan dan penyebaran bulla atau lepuhan pada kulit. Sebagian besar pasien dengan pemfigus vulgaris ditemukan lesi oral yang tampak tererosi yang bentuknya ireguler dan terasa sangat nyeri, mudah berdarah, dan sembuhnya lambat. Daerah-daerah tempat kesembuhan sudah terjadi dapat memperlihatkan tanda-tanda hiperpigmentasi. Vaskularitas, elastisitas, kelembapan kulit, dan hidrasi harus benar-benar diperhatikan. Perhatian khusus diberikan untuk mengkaji tanda-tanda infeksi.
  • 9. 5. Pengkajian psikologis Dimana pasien dengan tingkat kesadaran menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat di dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku emosi yang labil, iritabel, apatis, kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya. Data social yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang terdekat dan lainnya, kemampuan berkomunikasi dan perannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami penyakit pemfigus vulgaris. 6. Data/pangkajian spiritual Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ketuhanan yang diyakininya. 7. Pemeriksaan diagnostic o Nikolsky’s sign o Skin lesion biopsy (Tzank test) o Biopsy dengan immunofluorescene 8. Penatalaksanaan umum o Kortikosteroid o Preparat imunosupres (azatioprin, siklofosfamid, emas) K. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul 1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan protein 2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, pecahnya bula 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier proteksi kulit dan membran mukosa 4. Gangguan atau kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bula dan daerah kulit yang terbuka 5. Intoleransi aktfitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kekakuan sendi 6. Ganguan body image berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik L. Intrvensi Keperawatan
  • 10. 1. Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d hilangnya cairan pada jaringan, penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan terbentuknya bula dan ruptur bula. Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi syok hipovolemik. Kriteria evaluasi :  Tidak terdapat tanda-tanda syok : pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, kesadaran optimal, urine >600 ml/hari.  Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT >3detik.  Laboratorium : nilai elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN/ kreatinin meurun Intervensi :  Identifikasi faktor penyebab, awitan (onset), spesifikasi usia dan adanya riwayat penyakit lain.  Kolaborasi skor dehidrasi, 0-2 : dehidrasi ringan, 3-6 : dehidrasi sedang, >7 : dehidrasi berat (skor Maurice King)  Lakukan pemasangan intravenus fluid drops (IVFD)  Dokumentasi dengan akurat tentang input output cairan  Anjurkan pasien untuk minum dan makan makanan yang banyak mengandung natrium seperti susu, telur, daging , dsb. 2. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi. Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak. Kriteria evaluasi :  Lesi akan menutup pada hari ke 7 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area lesi.  Leukosit dalam btas normal, TTV dalam batas normal. Intervensi :  Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula, serta apakah adanya order khusus dari tim dokter dalam melakukan perawatan luka.  Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering.  Lakukan perawatan luka :lakukan perawatan luka steril setiap hari.  Bersihkan luka dan drainase dengan cairan Nacl 0,9% atau antiseptik jenis iodine providum dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.
  • 11.  Kolaborasi penggunaan anibiotik 3. Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak erosi jaringan lunak. Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang/ hilang atau teradaptasi Kriteria evaluasi :  Secara subjektif melaporkn nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-1 (0-4)  Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.  Pasien tidak gelisah. Intervensi:  Kaji pendekatan PQRST  Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif.  Lakukan manajemen nyeri keperawatan :  Atur posisi fisiologis.  Lakukan perawatan higiene oral.  Istirahatkan klien  Bila perlu premedikasi sebelum melakukan perawatan luka.  Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung  Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam.  Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri  Lakukan manajemen sentuhan  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. 4. Kerusakan integritas jaringan kulit b.d nekrosis local sekunder dari akumulasi pus pada jaringan folikel rambut Tujuan: Dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal. Kriteria evaluasi: Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup. Intervensi:  Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada klien.  Lakukan perawatan bula.  Lakukan perawatan luka dengan steril dan NacL  Tingkatkan asupan nutrisi.
  • 12.  Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan. 5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum efek sekunder dari adanya nyeri, kerusakan luas kulit Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam kemampuan perawatan diri klien meningkat. Kriteria evaluasi:  Pelaksanaan intervensi perawatan diri dilakukan setelah fase akut.  Tidak terjadi komplikasi sekunder, seperti kejang dan peningkatan agitasi. Intervensi:  Kaji perubahan pada sistem saraf pusat.  Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hati-hati. Cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.  Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan pasien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan enema). Anjurkan pasien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada dan lutut.  Waktu prosedur-prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan periode relaksasi; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.  Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada pasien. 6. Kecemasan b.d kondisi penyakit, kerusakan luas pada jaringan kulit. Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan pasien berkurang. Kriteria evaluasi:  Pasien menyatakan kecemasan berkurang  Pasien mengenal perasaannya dan dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya  Pasien kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks Intervensi:  Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi pasien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.  Hindari konfrontasi.  Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.  Bina hubungan saling percaya.  Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.  Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya.
  • 13.  Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.  Berikan anticemas sesuai indikasi contohnya diazepam M. EVALUASI 1. Tidak terjadi syok hipovolemik. 2. Tidak terjadi infeksi. 3. Terjadi penurunan respons nyeri. 4. Peningkatan integritas jaringan kulit. 5. Perawatan aktivitas dapat terlaksana. 6. Tingkat kecemasan berkurang. A. PATHWAY Penyakit Autoimun Obat-obatan Genetik Pemfigus Menimbulkan Bula pada Kulit Kehilangan cairan dan protein Hilangnya cairan Jaringan Mengalami Penekanan Kulit Mengelupas Kerusakan Integritas Kulit Sembuh Lama Lesi Kulit Mengenai Reseptor Nyeri Takut beraktifitas Bedrest Lama Penampakkan kukit yang tidak baik Gangguan body image Menimbulkan erosi dan bau busuk
  • 14. Decubitus Meluas Barier proteksi kulit dan membran mukosa hilang Resiko Tinggi Infeksi Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit Terjadi Kekakuan sendi Intoleransi Aktifitas