Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai pengkajian sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, dan sistem lainnya yang relevan untuk mendeteksi gangguan kardiovaskuler. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dada, jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, hati, usus, dan tulang untuk menilai gejala dan tanda-tanda klinis gangguan kardiovaskuler. Output urine dan
1. 1) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan sangat mendukung untuk mengetahui masalah pada klien
dengan gangguan sistem kardiovaskuler. Pemeriksaan ini meliputi :
a) Inspeksi bnetuk dada
Untuk melihat seberapa berat gangguan sistem kardiovaskuler. Bentuk dada yang biasa ditemukan
adalah :
Bentuk dada thoraks phfisis (panjang dan gepeng)
Bentuk dada thoraks en bateau (thoraks dada burung)
Bentuk dada thoraks emsisematous (dada berbentuk seperti tong)
Bentuk dada thoraks pektus ekskavatus (dada cekung ke dalam)
Gerakan pernapasan : kaji kesimetrisan gerakan pernapasan klien
b) Palpasi rongga dada
Tujuannya :
Melihat adanya kelainan pada dinding thoraks
Menyatakan adanya tanda penyakit paru dengan pemeriksaan sebagai berikut :
Gerakan dinding thoraks saat inspirasi dan ekspirasi
Getaran suara : getaran yang terasa oleh tangan pemeriksa yang diletakkan pada dada klien saat
klien mengucapkan kata –kata.
c) Perkusi
Teknik yang dilakukan adalah pemeriksa meletakkan falang terakhir dan sebagaian falang kedua jari
tengah pada tempat yang hendak diperkusi. Ketukan ujung jari tengah tangan kanan pada jari kiri
tersebut dan lakukan gerakan bersumbu pada pergelangan tangan. Posisi klien duduk atau berdiri.
d) Auskultasi
Suara napas normal
Trakeobronkhial, suara normal yang terdengar pada trakhea seperti meniup pipa besi, suara napas
lebih keras dan pendek saat inspirasi.
Bronkovesikuler, suara normal di daerah bronkhi, yaitu di sternum atas (torakal 3 – 4)
Vesikuler, suara normal di jaringan paru, suara napas saat inspirasi dan ekspirasi sama.
2) B2 (Blood)
Inspeksi
Inspeksi adanya parut pascapembedahan jantung. Posisi parut dapat memberikan petunujuk mengenai
lesi katup yang telah dioperasi
Denyut apeks : posisinya yang normal adalah pada interkostal kiri ke – 5 berjarak 1 cm medial dari garis
midklavikula.
Palpasi
Tujuannya adalah mendeteksi kelainan yang tampak saat inspeksi. Teknik yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
Palpasi dilakukan dengan menggunakan telapak tangan, kemudian dilanjutkan dengan tekanan yang
sedikit keras.
Pemeriksa berdiri di kanan klien, minta klien duduk kemudian berbaring telentang. Pemeriksa
meletakkan tangan di prekordium, samping sternum dan lakukan palpasi denyut apeks.
Berikan tekanan yang lebih keras pada telapak tangan. Kemudian tangan ditekan lebih keras untuk
menilai kekuatan denyut apeks.
Lanjutkan dengan melakukan palpasi denyut apeks menggunakan ujung jari telunjuk dan tengah.
Palpasi daerah prekordial di samping sternum.
Kaji denyut nadi arteri, tarikan dan getaran denyutan.
Palpasi denyut apeks :
Normal pada interkosta ke – 5 (2 – 3 cm medial garis midklavikula). Dapat tidak teraba bila klien gemuk,
dinding toraks tebal, emfisema dan lain – lain.
Meningkat bila curah jantung besar misalnya pada insufisiensi aorta/mitral.
Impuls Parasternal dapat teraba bila pangkal telapak tangan diletakkan tepat pada bagian
kiri dari sternum dengan jari – jari agak terangkat sedikit dari dada.
Thrill
Aliran darah yang turbulen menimbulkan murmur jantung saat auskultasi, terkadang dapat
teraba. Murmmur yang teraba ini disebut thrill. Prekordium harus dipalpasi menggunakan telapak
tangan secara sistematik untuk menentukan adanya thrill.
Palpasi arteri karotis :
2. Arteri karotis mudah dipalpasi pada otot – otot sternomastoideus. Hasil pemeriksaan ini dapat
memberikan banyak informasi mengenai bentuk gelombang denyut aorta yang dipengaruhi oleh
berbagai kelainan jantung.
Tekanan vena jugularis
Teknik pengukuran tekanan vena jugularis adalah sebagai berikut :
Minta klien berbaring telentang, dengan kepala ditinggikan pada tempat tidur atau meja pemeriksaan
Kepala klien harus sedikit diplangkan menjauhi sisi leher yang akan diperiksa
Carilah vena jugularis eksterna
Palpasi denyutan vena jugularis interna (bedakan denyutan ini dengan denyutan arteri karotis interna
yang berada di sebelah vena jugularis interna)
Tentukan titik tertinggi denyutan vena jugularis interna yang masih terlihat
Dengan menggunakan penggaris cm, ukurlah jarak vertikal antara titik ini dengan sudut sternal
Catatlah jarak dalam cm dan tentukan sudut kemiringan klien berbaring
Pengukuran yang lebih dari 3 -4 cm di atas sudut sternal dianggap suatu peningkatan
Perkusi
Pemeriksaan perkusi pada jantung biasanya jarang dilakukan jika pemeriksaan foto rontgen
toraks telah dilakukan. Tetapi pemeriksaan perkusi ini tetap bermanfaat untuk menentukan adanya
kardiomegali, efusi perikardium, dan aneurisma aorta. Foto rontgen toraks akan menunjukkan daerah
redup sebagai petunjuk bahwa jantung melebar. Daerah redup jantung akan mengecil pada
emfisema.
Auskultasi
Katup Pulmonal
Terdengar lebih jelas pada interkosta ke – 2 dan ke – 3 kiri sternum
Katup aorta
Terdengar lebih jelas pada sternum, lebih rendah dan lebih medial daripada katup pulmonal
Katup mitral
Terdengar lebih jelas pada sternum, dekat batas atas sendi antara interkosta ke – 4 dan sternum
Katup trikuspidalis
Terdengar lebih jelas pada sternum, sesuai garis penghubung proyeksi katup mitral dengan sendi
antara sternum dengan interkosta ke – 5 kanan.
Auskultasi jantung
3) B3 (Brain)
a) Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan kepala sebagai bagian pengkajian kardiovaskuler difokuskan untuk mengkaji bibir dan
cuping telinga untuk mengetahui adanya sianosis perifer.
b) Pemeriksaan raut muka
Bentuk muka : bulat, lonjong dan sebagainya
Ekspresi wajah tampak sesak, gelisah, kesakitan
Tes saraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk memeriksa fungsi saraf VII
c) Pemeriksaan bibir
Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan dan lainnya
Pucat (anemia)
d) Pemeriksaan mata
Konjungtiva
Pucat (anemia)
Ptekie (perdarahan di bawah kulit atau selaput lendir) pada endokarditis bakterial
Sklera
Kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati dan lainnya
Kornea
Arkus senilis (garis melingkar putih atau abu – abu di tepi kornea) berhubungan dengan peningkatan
kolesterol atau penyakit jantung koroner.
Funduskopi
Yaitu pemeriksaan fundus mata menggunakan opthalmoskop untuk menilai kondisi pembuluh darah
retina khususnya pada klien hipertensi.
e) Pemeriksaan neurosensori
3. Ditujukan terhadap adanya keluhan pusing, berdenyut selama tidur, bangun, duduk atau istirahat dan
nyeri dada yang timbulnya mendadak. Pengkajian meliputi wajah meringis, perubahan postur tubuh,
menangis, merintih, meregang, menggeliat, menarik diri dan kehilangan kontak mata.
4) B4 (Bladder)
Output urine merupakan indiktor fungsi jantung yang penting. Penurunan haluaran urine merupakan
temuan signifikan yang harus dikaji lebih lanjut untuk menentukan apakah penurunan tersebut
merupakan penurunan produksi urine (yang terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena
ketidakmampuan klien untuk buang air kecil. Daerah suprapubik harus diperiksa terhadap adanya
massa oval dan diperkusi terhadap adanya pekak yang menunjukkan kandungkemih yang penuh
(distensi kandung kemih).
5) B5 Bowel)
Pengkajian harus meliputi perubahan nutrisi sebelum atau pada masuk rumah sakit dan yang
terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit. Kaji penurunan turgor kulit, kulit kering atau
berkeringat, muntah dan perubahan berat badan
Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat penurunan aliran balik vena yang
disebabkan karena gagal ventrikel kanan. Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri tekan dan halus.
Ini daapt diperiksa dengan menekan hepar secara kuat selama 30 – 60 detik dan akan terlihat
peninggian vena jugularis sebesar 1 cm.
6) B6 (Bone)
Pengkajian yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :
Keluhan lemah, cepat lelah, pusing, dada rasa berdenyut dan berdebar
Keluhan sulit tidur (karena adanya ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, nokturia dan keringat
pada malam hari)
Istirahat tidur : kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam klien tisur dalam 24 jam dan
apakah klien mengalami sulit tidur dan bagaimana perubahannya setelah klien mengalami gangguan
pada sistem kardiovaskuler. Perlu diketahui, klien dengan IMA sering terbangun dan susah tidur
karena nyeri dada dan sesak napas
Aktivitas : kaji aktivitas klien di rumah atau di rumah sakit. Apakah ada kesenjangan yang berarti
misalnya pembatasan aktivitas. Aktivitas klien biasanya berubah karena klien merasa sesak napas
saat beraktivitas.