SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
SEVEN JUMP

Langkah 1 : klarifikasi istilah dan konsep
1.

Vesikel

2.

Bula

3.

Purpura

4.

Kongjungtivitis parulen

5.

Ulkus kornea

6.

Iritis

7.

Iridosiklitis

8.

Antibiotic

9.

Anti histamine
Jawaban :

1.

Vesikel adalah

a.

kantung penampung kecil yang mengandung cairan

b.

tonjolan kecil berbatas tegas pada epidermis yang mengandung cairan serosa : lepuh

kecil
2.

bulla adalah

a.

lepuhan ; suatu lesi kulit yang berbatas jelas, mengandung cairan, meninggi, biasanya

lebih dari 5 mm dalam diameter 2.
3.

Purpura adalah

a.

Perdarahan kecil didalam kulit,membrane mukosa, atau permukaan serosa

b.

Kelompok gangguan yang ditandai oleh adanya lesi purpurik,ekimosis dan cenderung

mudah memar
4.

Konjungtivitis parulen adalah juga dikenal sebagai atau terkait dengan konjungtivitis

bakteri (gangguan), pengamatan debit mata, mata lengket, infeksi bakteri mata (gangguan),
konjungtivitis mukopurulen, mata lengket
5.

Ulkus kornea adalah keadaan patologis kornea yang ditandai adanya infiltrate supuratif

disertai defekornea discontiunitas jaringan kornea yang dapat terjadi epitel sampai stroma
serta hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea
6.

Iritis adalah peradangan pada iris

7.

Iridosiklitis adalah radang selaput pelangi dan siliar

8.

Antibiotic adalah termasuk jenis obat yang cukup sering diresepkan dalam pengobatan

modern. Antibiotik adalah zat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.
9.

Anti histamine adalah

Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja
histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang
mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik
yang bekerja pada reseptor histamin H1. Antihistamin ini biasanya digunakan untuk
mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen
(penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan
histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
Langkah 2 : menetapkan / mendefinisi masalah
1.

An B mengeluh nyeri terasa terbakar

2.

Pada pemeriksaan kulit An B didapatkan eritema, vesikel, bula, dan terjadi purpura

3.

Pada pemeriksaan mata An B didapatkan kelainan mata kongjungtivitis parulen,

perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis
Diagnosa Medis

Diagnosa keperawatan

Syndrome

1. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal

Steven Jhonson

2. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik
3. Gangguan Persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis

Langkah 3 : Analisa masalah (Curah pendapat)
1.

Apa penyebab kelainan mata kongjungtivitis parulen ?

2.

Bagaimana mekanisme terjadinya purpura ?

3.

Bagaimana bisa terjadi kelainan mata kongjutivitis parulen, perdarahan, ulkus kornea,

iritis, dan iridosiklitis ?
Jawaban :
1.

Terjadi akibat reaksi tipe III yaitu terbentuknya komplek antigen antibodi yang

membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi
akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan
jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat
limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian
limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147)
2.

Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap
didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan
tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing
dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat
tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut.
3.

Terjadi karena alergi yang mengakibatkan terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe III dan

IV yang berakibat pada kerusakan jaringan-jaringan tertentu
Langkah 4 (menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang telah
didapatkan kelompok pada langkah 3)
1.

Ada hubungan pemeriksaan kulit dengan nyeri panas terbakar

2.

Ada hubungan pemeriksaan kulit dan mata dengan terapi yang diberikan

Langkah 5 (merumuskan sasaran pembelajaran)
Asuhan keperawatan
LAPORAN PENDAHULUAN
Sindrom Steven Johnson
1. pengertian
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan
mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa
eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993: 127).
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit,
kelainan dimukosa dan konjungtifitis (Junadi, 1982: 480).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat
disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan
umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136).

2. Etiologi
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai
penyebab adalah:
A.

Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik)

· Penisilline dan semisentetiknya
· Sthreptomicine
· Sulfonamida
· Tetrasiklin
·

Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan

paracetamol)
· Kloepromazin
· Karbamazepin
· Kirin Antipirin
· Tegretol
B.

Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)

· Neoplasma dan faktor endokrin
C.

Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)

D.

Makanan
3. Manifestasi Klinis
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi
dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous
sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi,
malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
A. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah
sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang
berat kelainannya generalisata.
B. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul
oleh kelainan dilubang alat genetal (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang
(masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi
dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Dibibir kelainan yang sering
tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal.
Kelainan dimukosas dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas dan
esopfagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya
pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
C. Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtifitis
kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtifitis purulen, perdarahan, ulkus korena, iritis
dan iridosiklitis.
Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan
onikolisis.
Komplikasi :
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneunomia yang didapati sejumlah 16 % diantara
seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan
keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan
lakrimasi.
4. Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-
presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil
yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran
(target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi
reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .
Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap
didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan
tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing
dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat
tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke
daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan
enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut
(Corwin, 2000: 72).

5. Penatalaksanaan
Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40
mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara
tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason
intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera
dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan
umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan
secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason
intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan
harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg
kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl).
Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500
mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik
dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan
nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat
badan).
Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan
kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan
bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
Infus dan tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak
dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu
dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi
perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2
hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan
purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari
dan hemostatik.
Topikal :
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang
erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
6. Tes diagnostic
A.

Pemeriksaan laboratorium:

Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu dokter dalam menegakkan
diagnosa.
B.

Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah putih yang

normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar sel darah putih dapat
mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial berat.
C.

Determine renal function and evaluate urine for blood.

D.

Pemeriksaan elektrolit

E.

Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi.

F.

Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi

dapat dilakukan
G.
H.

Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis
Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung ditegakkannya

diagnosa.
7.

Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien sindrom steven Johnson

A.

Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal

KH: menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh
Intervensi:
• Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan
lainnya yang terjadi.
Rasional: menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat
dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
• Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut
Rasional: menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka
terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan
menurunkan resiko infeksi
• Jaga kebersihan alat tenun
Rasional: untuk mencegah infeksi
• Kolaborasi dengan tim medis
Rasional: untuk mencegah infeksi lebih lanjut
B.

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan

KH: menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan
Intervensi:
• Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai
Rasional: memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol, meningkatkan partisipasi dalam
perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan
• Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional: membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
• Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
Rasional: meningkatkan nafsu makan
• Kerjasama dengan ahli gizi
Rasional: kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik,
mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan.
C.

Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit

KH:
• Melaporkan nyeri berkurang
• Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks
Intervensi:
• Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya
Rasional: nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan
• Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum
• Pantau TTV
Rasional: metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek
obat
• Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional: menghilangkan rasa nyeri
D.

Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik

KH: klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
• Kaji respon individu terhadap aktivitas
Rasional: mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.
• Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki
klien
Rasional: energi yang dikeluarkan lebih optimal
• Jelaskan pentingnya pembatasan energy
Rasional: energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh
• Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
Rasional: klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
E.

Gangguan persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis

KH :
• Kooperatif dalam tindakan
• Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
Intervensi:
• Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional: Menetukan kemampuan visual
• Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Rasional: Memberikan keakuratan terhadap penglihatan dan perawatan.
• Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan:
Rasional: Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
• Orientasikan terhadap lingkungan.
§ Letakan alat-alat yang sering dipakai dalam jangkuan penglihatan klien.
§ Berikan pencahayaan yang cukup.
§ Letakan alat-alat ditempat yang tetap.
§ Berikan bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar.
§ Hindari pencahayaan yang menyilaukan.
§ Gunakan jam yang ada bunyinya.
· Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.
Rasional: Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan penglihatan menurun.

More Related Content

What's hot (14)

Lp eritroderma
Lp eritrodermaLp eritroderma
Lp eritroderma
 
Konjungtivitis
KonjungtivitisKonjungtivitis
Konjungtivitis
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
 
Laporan tutorial skenario 2 blok mata fix
Laporan tutorial skenario 2 blok mata fixLaporan tutorial skenario 2 blok mata fix
Laporan tutorial skenario 2 blok mata fix
 
2. konjungtiva
2. konjungtiva2. konjungtiva
2. konjungtiva
 
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan abses mandibula
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan abses mandibulaLaporan pendahuluan asuhan keperawatan abses mandibula
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan abses mandibula
 
SYNDROM STEPHEN JONSHON (SSJ)
SYNDROM STEPHEN JONSHON (SSJ)SYNDROM STEPHEN JONSHON (SSJ)
SYNDROM STEPHEN JONSHON (SSJ)
 
Konjungtivitis
KonjungtivitisKonjungtivitis
Konjungtivitis
 
Ulkus kornea
Ulkus korneaUlkus kornea
Ulkus kornea
 
Lp pemfigus vulgaris
Lp pemfigus vulgarisLp pemfigus vulgaris
Lp pemfigus vulgaris
 
Askep konjungtivitis as
Askep  konjungtivitis asAskep  konjungtivitis as
Askep konjungtivitis as
 
Konjungtivitis
KonjungtivitisKonjungtivitis
Konjungtivitis
 
151642549 satuan-acara-penyuluhan-ssj
151642549 satuan-acara-penyuluhan-ssj151642549 satuan-acara-penyuluhan-ssj
151642549 satuan-acara-penyuluhan-ssj
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 

Similar to 7 Langkah Asuhan Keperawatan Sindrom Steven Johnson

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) pjj_kemenkes
 
Konsep Asuhan Keperawatan Steven Johnson Sindrom
Konsep Asuhan Keperawatan Steven Johnson SindromKonsep Asuhan Keperawatan Steven Johnson Sindrom
Konsep Asuhan Keperawatan Steven Johnson SindromEncepal Cere
 
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptx
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptxJR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptx
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptxDionPHutasoit
 
Askep konjungvitis kel 1
Askep konjungvitis kel 1Askep konjungvitis kel 1
Askep konjungvitis kel 1DianaTinoring
 
LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSON
LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSONLAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSON
LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSONAuliaDwiJuanita
 
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docx
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docxTugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docx
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docxSebastianNusantara
 
Penyakit Bula
Penyakit BulaPenyakit Bula
Penyakit BulaMeta A
 
Intergumen presentasi
Intergumen presentasiIntergumen presentasi
Intergumen presentasiDewi Alfiatus
 

Similar to 7 Langkah Asuhan Keperawatan Sindrom Steven Johnson (20)

151642549 satuan-acara-penyuluhan-ssj
151642549 satuan-acara-penyuluhan-ssj151642549 satuan-acara-penyuluhan-ssj
151642549 satuan-acara-penyuluhan-ssj
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
 
Konsep Asuhan Keperawatan Steven Johnson Sindrom
Konsep Asuhan Keperawatan Steven Johnson SindromKonsep Asuhan Keperawatan Steven Johnson Sindrom
Konsep Asuhan Keperawatan Steven Johnson Sindrom
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptx
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptxJR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptx
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptx
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 
Sindrom steven
Sindrom stevenSindrom steven
Sindrom steven
 
Askep konjungvitis kel 1
Askep konjungvitis kel 1Askep konjungvitis kel 1
Askep konjungvitis kel 1
 
G3 mata
G3 mataG3 mata
G3 mata
 
LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSON
LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSONLAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSON
LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSON
 
Pewer poin steven jhanson
Pewer poin steven jhansonPewer poin steven jhanson
Pewer poin steven jhanson
 
Pewer poin steven jhanson AKPER PEMKAB MUNA
Pewer poin steven jhanson AKPER PEMKAB MUNA Pewer poin steven jhanson AKPER PEMKAB MUNA
Pewer poin steven jhanson AKPER PEMKAB MUNA
 
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docx
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docxTugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docx
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docx
 
Penyakit Bula
Penyakit BulaPenyakit Bula
Penyakit Bula
 
Intergumen presentasi
Intergumen presentasiIntergumen presentasi
Intergumen presentasi
 
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
 
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

7 Langkah Asuhan Keperawatan Sindrom Steven Johnson

  • 1. SEVEN JUMP Langkah 1 : klarifikasi istilah dan konsep 1. Vesikel 2. Bula 3. Purpura 4. Kongjungtivitis parulen 5. Ulkus kornea 6. Iritis 7. Iridosiklitis 8. Antibiotic 9. Anti histamine Jawaban : 1. Vesikel adalah a. kantung penampung kecil yang mengandung cairan b. tonjolan kecil berbatas tegas pada epidermis yang mengandung cairan serosa : lepuh kecil 2. bulla adalah a. lepuhan ; suatu lesi kulit yang berbatas jelas, mengandung cairan, meninggi, biasanya lebih dari 5 mm dalam diameter 2. 3. Purpura adalah a. Perdarahan kecil didalam kulit,membrane mukosa, atau permukaan serosa b. Kelompok gangguan yang ditandai oleh adanya lesi purpurik,ekimosis dan cenderung mudah memar 4. Konjungtivitis parulen adalah juga dikenal sebagai atau terkait dengan konjungtivitis bakteri (gangguan), pengamatan debit mata, mata lengket, infeksi bakteri mata (gangguan), konjungtivitis mukopurulen, mata lengket 5. Ulkus kornea adalah keadaan patologis kornea yang ditandai adanya infiltrate supuratif disertai defekornea discontiunitas jaringan kornea yang dapat terjadi epitel sampai stroma serta hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea 6. Iritis adalah peradangan pada iris 7. Iridosiklitis adalah radang selaput pelangi dan siliar 8. Antibiotic adalah termasuk jenis obat yang cukup sering diresepkan dalam pengobatan modern. Antibiotik adalah zat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.
  • 2. 9. Anti histamine adalah Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1. Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh. Langkah 2 : menetapkan / mendefinisi masalah 1. An B mengeluh nyeri terasa terbakar 2. Pada pemeriksaan kulit An B didapatkan eritema, vesikel, bula, dan terjadi purpura 3. Pada pemeriksaan mata An B didapatkan kelainan mata kongjungtivitis parulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis Diagnosa Medis Diagnosa keperawatan Syndrome 1. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal Steven Jhonson 2. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik 3. Gangguan Persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis Langkah 3 : Analisa masalah (Curah pendapat) 1. Apa penyebab kelainan mata kongjungtivitis parulen ? 2. Bagaimana mekanisme terjadinya purpura ? 3. Bagaimana bisa terjadi kelainan mata kongjutivitis parulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis ? Jawaban : 1. Terjadi akibat reaksi tipe III yaitu terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) 2. Reaksi Hipersensitif tipe III
  • 3. Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. 3. Terjadi karena alergi yang mengakibatkan terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV yang berakibat pada kerusakan jaringan-jaringan tertentu Langkah 4 (menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang telah didapatkan kelompok pada langkah 3) 1. Ada hubungan pemeriksaan kulit dengan nyeri panas terbakar 2. Ada hubungan pemeriksaan kulit dan mata dengan terapi yang diberikan Langkah 5 (merumuskan sasaran pembelajaran) Asuhan keperawatan
  • 4. LAPORAN PENDAHULUAN Sindrom Steven Johnson 1. pengertian Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993: 127). Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis (Junadi, 1982: 480). Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136). 2. Etiologi Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah: A. Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik) · Penisilline dan semisentetiknya · Sthreptomicine · Sulfonamida · Tetrasiklin · Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol) · Kloepromazin · Karbamazepin · Kirin Antipirin · Tegretol B. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit) · Neoplasma dan faktor endokrin C. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X) D. Makanan
  • 5. 3. Manifestasi Klinis Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa: A. Kelainan kulit Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata. B. Kelainan selaput lendir di orifisium Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genetal (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%). Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Dibibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan dimukosas dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas dan esopfagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas. C. Kelainan mata Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtifitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtifitis purulen, perdarahan, ulkus korena, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis. Komplikasi : Komplikasi yang tersering ialah bronkopneunomia yang didapati sejumlah 16 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi. 4. Patofisiologi Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-
  • 6. presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) . Reaksi Hipersensitif tipe III Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72). 5. Penatalaksanaan Kortikosteroid Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari. Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan
  • 7. nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan). Antibiotik Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg. Infus dan tranfusi darah Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik. Topikal : Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak. 6. Tes diagnostic A. Pemeriksaan laboratorium: Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosa. B. Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial berat. C. Determine renal function and evaluate urine for blood. D. Pemeriksaan elektrolit E. Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi. F. Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi dapat dilakukan G. H. Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung ditegakkannya diagnosa.
  • 8. 7. Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien sindrom steven Johnson A. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal KH: menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh Intervensi: • Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi. Rasional: menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat • Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut Rasional: menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi • Jaga kebersihan alat tenun Rasional: untuk mencegah infeksi • Kolaborasi dengan tim medis Rasional: untuk mencegah infeksi lebih lanjut B. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan KH: menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan Intervensi: • Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai Rasional: memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol, meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan • Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering Rasional: membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan • Hidangkan makanan dalam keadaan hangat Rasional: meningkatkan nafsu makan • Kerjasama dengan ahli gizi Rasional: kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan. C. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit KH: • Melaporkan nyeri berkurang • Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks Intervensi:
  • 9. • Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya Rasional: nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan • Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum • Pantau TTV Rasional: metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat • Berikan analgetik sesuai indikasi Rasional: menghilangkan rasa nyeri D. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik KH: klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas Intervensi: • Kaji respon individu terhadap aktivitas Rasional: mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari. • Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien Rasional: energi yang dikeluarkan lebih optimal • Jelaskan pentingnya pembatasan energy Rasional: energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh • Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien Rasional: klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga E. Gangguan persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis KH : • Kooperatif dalam tindakan • Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen Intervensi: • Kaji dan catat ketajaman pengelihatan Rasional: Menetukan kemampuan visual • Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak. Rasional: Memberikan keakuratan terhadap penglihatan dan perawatan. • Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan: Rasional: Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan. • Orientasikan terhadap lingkungan. § Letakan alat-alat yang sering dipakai dalam jangkuan penglihatan klien.
  • 10. § Berikan pencahayaan yang cukup. § Letakan alat-alat ditempat yang tetap. § Berikan bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar. § Hindari pencahayaan yang menyilaukan. § Gunakan jam yang ada bunyinya. · Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien. Rasional: Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan penglihatan menurun.