2. Apa itu?
Kekuatan kebijaksanaan dan pengetahuan mencakup sifat-sifat positif
yang terkait dengan perolehannya dan penggunaan informasi untuk melayani
kehidupan yang baik. Secara psikologis bahasa ini adalah kekuatan kognitif.
Banyak kekuatan dalam klasifikasi memiliki aspek kognitif, misalnya,
kecerdasan sosial, keadilan, harapan, humor, dan spiritualitas. Itulah
sebabnya banyak filsuf peduli dengan kebajikan pertimbangkan kebijaksanaan
atau alasan sebagai kebajikan utama yang memungkinkan semua yang lain.
Namun, ada lima kekuatan karakter yang dipelajari oleh para psikolog
mengenai ciri dari kekuatan kebijaksanaan dan pengetahuan, yaitu: Kognisi
sangat menonjol. Sebagai pengantar untuk bagian ini, akan dijelaskan secara
singkat pada masing-masing, dengan fokus pada bagaimana mereka
memenuhi 10 kriteria untuk sebuah karakter kekuatan
3. Dalam Virtues ‘Wisdom & Knowledge’, Terdiri 5 Character
Strength, yaitu:
× Creativity (Kreatifitas)
× Curiosity (Keingintahuan)
× Love of Learning (Kecintaan Belajar)
× Perspective (Perspektif)
× Open Mindedness (Keterbukaan)
4. Orang yang memiliki ciri-ciri character
strength ‘Creativity’ ialah:
Mengambil Keberanian
Secara luas diyakini bahwa tidak ada pribadi yang dapat memberikan kontribusi kreatif ke
domain tertentu tanpa terlebih dahulu mengabdikan satu dekade penuh untuk penguasaan pengetahuan
dan keterampilan yang diperlukan. Produktivitas kreatif pertama-tama meningkat untuk mencapai tingkat
keluaran maksimum di suatu tempat diakhir 30-an hingga awal 40-an dan setelah itu secara bertahap
menurun. Bentuk praktis atau pragmatis dari kreativitas sehari-hari
Pemecahan masalah
Yang ditujukan untuk masalah yang timbul dalam kehidupan dan pekerjaan. Berbicara jauh di
kemudian hari dan sering dikaitkan dengan kebijaksanaan masa tua. Kegiatan brainstorming dan
penggunaan heuristik, seperti SCAMPER: substitusi, kombinasi, adaptasi, modifikasi. Menggunakan kegunaan
lain, eliminasi, dan penataan ulang adalah teknik berguna yang memupuk kreativitas. Keingintahuan dan
minat pada dunia, membuat merasa ingin tahu tentang segalanya. Individu selalu mengajukan pertanyaan,
dan individu merasa semua subjek dan topik menarik. Individu menyukai eksplorasi dan penemuan.
5. Orang yang memiliki ciri-ciri character
strength ‘Curiosity’ ialah:
Rasa pencarian, dan keterbukaan
Ketika rasa pencarian dan keterbukaan terhadap pengalaman mewakili keinginan intrinsik
seseorang akan pengalaman dan pengetahuan. Keingintahuan melibatkan pengakuan aktif,
pengejaran, dan regulasi dari pengalaman seseorang sebagai tanggapan atas peluang yang
menantang.
Pengaruh positif yang terkait dengan keingintahuan mendorong kesediaan untuk
menantang stereotip, kreativitas, preferensi untuk tantangan dalam pekerjaan dan bermain, kontrol
yang dirasakan, dan hubungan negatif dengan stres dan kebosanan yang dirasakan.
Keingintahuan melibatkan membuat hidup seseorang lebih memuaskan yang terwujud
dalam kegiatan duniawi yang melibatkan
6. Orang yang memiliki ciri-ciri character
strength ‘Love of Learning’ ialah:
Suka mempelajari hal-hal baru
Baik di kelas atau sendirian. Individu yang suka mempelajari hal-hal baru
selalu menyukai sekolah, membaca, dan museum dimana saja dan dimana saja ada
kesempatan untuk belajar.
Senang belajar
Individu cenderung melibatkan mengalami perasaan positif di proses
memperoleh keterampilan, memuaskan rasa ingin tahu, membangun pengetahuan
yang ada, atau mempelajari sesuatu yang sama sekali baru.
Kekuatan ini memiliki konsekuensi motivasi yang penting karena membantu
orang untuk melakukannya, bertahan dalam menghadapi kemunduran, tantangan
dan umpan balik negatif. ketika perasaan positif mungkin untuk sementara diresapi
dengan perasaan negatif yang terkait dengan frustrasi hingga jalur atau resolusi
untuk masalah tersebut diidentifikasi.
7. Orang yang memiliki ciri-ciri character
strength ‘Perspective’ ialah:
Melihat Secara Holistik
Individu cenderung melihat segala aspek secara menyeluruh, sehingga ia dapat
memahami dirinya sendiri dan juga orang lain. Ia jugamempu menyadari keterbatasan,
kelemahan, serta kekuatan dirinya.
Digunakan untuk mencapai kesejahteraan
Tentu hal ini ia gunakan untuk kesejahteraan tidak hanya untuk dirinya sendiri,
melainkan juga dengan orang lain. Ia juga mempertimbangkan perasaan dan
rasionalitasnya dalam mengambil keputusan.
Mempunyai kebutuhan kuat dalam berkontribusi
Individu yang memiliki kekuatan terbesar pada dirinya tentang perspektif sendiri
tentu ia akan berkontribusi terhadap lingkungan dan orang lain, memikirkan kebutuhan
orang lain, mendengarkan orang lain, mengevaluasi apa yang dikatakan, dan juga
memberikan nasihat.
8. Definisi
Open Mindedness adalah “kesediaan untuk secara aktif
mencari bukti yang bertentangan dengan keyakinan, rencana,
atau tujuan yang disukai seseorang, dan mempertimbangkan
bukti tersebut secara adil jika tersedia”
(lih. Greenwald, 1980)
Open Mindedness
‘Myside Bias’ ialah kebalikan dari open mindedness yang mengacu
pada kecenderungan meresap untuk berpikir dengan cara yang
mendukung pandangan seseorang saat ini
(lih. Greenwald, 1980)
9. Ciri-Ciri
Individu yang memiliki character strength tertinggi di Open
Mindedness, ciri-cirinya sebagai berikut:
× Meninggalkan kepercayaan sebelumnya adalah tanda
karakter yang kuat.
× Orang harus selalu mempertimbangkan bukti yang
bertentangan dengan keyakinan mereka.
× Keyakinan harus selalu direvisi sebagai tanggapan atas bukti
baru.
Dari ciri diatas, orang tersebut tidak menyetujui akan pernyataan:
× Mengubah Pikiran adalah tanda kelemahan.
× Intuisi ada panduan yang terbaik dalam mengambil keputusan.
× Pentingnya untuk tetap teguh dalam keyakinan bahkan Ketika
bukti telah diajukan.
× Seseorang harus mengabaikan bukti yang bertentangan dengan
keyakinannya yang sudah matang.
10. Who?
Beberapa tokoh didunia yang terkenal akan character
strength ‘Open Mindedness’ ialah:
Bill O’Reilly (Pakar Politik)
David Stockman (Dewan Perwakilan Rakyat, Pengusaha)
“ ‘Open Mindedness’ adalah kekuatan karakter
dengan demikian didasarkan pada bukti bahwa ia
melawan kelemahan yang meresap dalam berpikir,
kecenderungan untuk mendukung ide-ide yang kuat”
(Perkins, Bushey, & Faraday, 1986)
11. Tradisi Teoritis
Beberapa tokoh yang menggali teoritis mengenai ‘Open
Mindedness’
× Francis Bacon: ‘Pemahaman manusia ketika ia pernah mengadopsi suatu
opini menarik semua hal lain untuk mendukung dan menyetujuinya. Dan
meskipun ada lebih banyak contoh dan bobot yang dapat ditemukan di
sisi lain, namun ini baik diabaikan dan dihina, atau dengan beberapa
perbedaan yang dikesampingkan dan ditolak, agar dengan penentuan
yang besar dan merusak ini otoritas dari kesimpulan sebelumnya
mungkin tetap tidak dilanggar.’ (Filsuf)
× John Stuart Mill: ‘Dalam kasus seseorang yang penilaiannya benar-
benar membutuhkan keyakinan, bagaimana bisa demikian? Karena dia
telah membuka pikirannya terhadap kritik atas pendapat dan
perilakunya. Karena sudah menjadi praktiknya untuk mendengarkan
semua yang bisa dikatakan menentangnya; untuk mendapatkan
keuntungan sebanyak itu sebagaimana adanya, dan menjelaskan
kepada dirinya sendiri. Kesalahan dari apa yang salah.’ (Filsuf)
12. Pengukuran
3 Strategi umum untuk menilai Open Mindedness:
× Survei Laporan diri.
Dalam strategi ini, terdapat 3 strategi:
1. Skala F dari Adorno, Frenkel-Brunswick, Levenson, dan Sanford (1950)
yang mengukur sejauh mana seseorang setuju dengan gagasan otoriter.
2. Skala Dogmatisme dari Rokeach (1960) yang mengukur persetujuan
dengan gagasan absolut dari semua garis.
3. Keyakinan Tentang Pemikiran Yang Baik dari Stanovich dan West (1997,
1998) Strategi ini lebih berguna karena menanyakan responden secara khusus
tentang gaya berpikir mereka.
13. Pengukuran
× Analisis Isi Pernyataan Verbal
Dalam strategi ini, terdapat 2 strategi:
1. Tes Penyelesaian Paragraf dari Schroder, Driver, dan Streufert (1967)
dan Tes “This I Believe” dari O. J. Harvey (1964).
2. Kompleksitas Integratif dari Suedfeld dan Tetlock (1997) mencakup
dua aspek bagaimana cara orang berpikir tentang suatu masalah:
Diferensiasi mengacu pada kemampuan individu untuk menerapkan
perspektif yang berbeda pada masalah tertentu, dan integrasi mengacu
pada kemampuan individu untuk melihat hubungan antara dan di antara
perspektif yang berbeda ini.
14. Pengukuran
× Analisis Ahli Argument
1. Tes Evaluasi Argumen dari Stanovich dan West (1998) adalah yang
langsung menilai pemikiran aktual tetapi juga paling memakan waktu,
mengarahkan peserta penelitian melalui argumen dan kemudian meminta
para ahli untuk menilai keterbukaan pikiran yang ditampilkan.
Kesimpulan:
Adanya pengukuran dalam character strength ‘Open Mindedness’
ini guna mengukur ‘Bias Myside’ yang ditunjukkan oleh responden.
Dari penelitian yang dilakukan, peneliti ingin melihat seberapa
besarnya ‘Validitas’ dari character strength ‘Open Mindedness’ ini
sendiri.
15. Faktor Pendukung, Penghambat, & Pengembangan
Faktor Pendukung mengenai ‘Open Mindedness’ character strength:
× Ketika keputusan itu penting.
× Memiliki waktu untuk memutuskan.
× Kemungkinan Hasil Diterima.
× Data dan Fakta yang mendukung.
Faktor Penghambat mengenai ‘Open Mindedness’ character strength:
× Tekanan Waktu.
× Persepsi Keputusasaan.
× Hanya berfokus pada sisi sendiri.
‘Pengembangan’
Keterbukaan pikiran meningkat seiring bertambahnya
usia (sepanjang masa kanak-kanak dan awal masa
dewasa) dan pendidikan.
16. Korelasi Konsekuensi
Pertimbangan studi menurut Kuhn (1991), ia menyatakan mengenai
klasifikasi tanggapan tentang masalah social, terbagi menjadi 3 jenis
teori pengetahuan emplisit:
Teori Absolut, yang menyatakan bahwa para ahli dapat yakin
akan kebenaran dan bahwa responden juga yakin akan
kebenaran tersebut. Kebanyakan dari mereka yang mendukung
teori absolut karena paradoks tersebut terkadang diselesaikan
dengan pernyataan bahwa responden benar karena orang
berhak atas teorinya sendiri, sehingga teorinya secara pribadi
benar.
17. Korelasi Konsekuensi
Teori Pengetahuan Multiplist, yang berpendapat bahwa para ahli
tidak pasti dan teori yang bertentangan dapat benar secara
bersamaan. Tanggapan dalam kategori ini sering merujuk pada
pengalaman atau emosi pribadi sebagai dasar keyakinan
Teori Evaluative, yang menganggap diri mereka kurang pasti
dibandingkan para ahli. Mereka berpendapat bahwa sudut
pandang dapat dibandingkan satu sama lain dan dievaluasi
sehubungan dengan kecukupan atau prestasi relatif mereka.
“Untuk memperkirakan bias myside, para peneliti mencoba untuk memprediksi
peringkat responden baik dari peringkat ahli maupun pendapat responden sendiri
tentang masalah tersebut. Bias myside didefinisikan sebagai efek positif yang dapat
dibuktikan dari keyakinan individu itu sendiri. Artinya, orang yang menunjukkan bias
myside adalah mereka yang menyimpang dari penilaian ahli ke arah pendapat
mereka sendiri, menilai argumen sebagai lebih baik ketika mereka setuju dengan
pendapat itu.”
18. Aspek Gender, Lintas Nasional dan Budaya
Dalam Pandangan Gender, perbedaan antara laki-laki dan perempuan mengenai
pemikiran yang terbuka hanya sedikit. Dalam hal ini, laki-laki dianggap lebih mampu
berpikir tebuka daripada perempuan.
Sementara, aspek Perbedaan Budaya tidak terlalu berpengaruh terhadap keterbukaan
pikiran (open mindedness). Namun, menurut salah seorang psikolog, terdapat perbedaan
gaya kognitif antara kelompok budaya kolektif yang berpikir lebih holistik daripada
kelompok budaya individual dimana hal ini berpengaruh terhadap bagaimana mereka
menghadapi perbedaan, dan anggota kelompok pada budaya kolektif lebih mampu
menerima hal (perbedaan) tersebut.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Shabrina Izazi dan Bram Neuijen (2017) terhadap
kelompok mahasiswa Indonesia dan Belanda, ditemukan hasil bahwa budaya tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap keterbukaan pikiran (open mindedness). Hal ini
dikarenakan open mindedness sebagai karakteristik kepribadian individu yang lebih
dipengaruhi oleh demografi dan tingkat pendidikan. Oleh karena itu, meskipun terdapat
perbedaan budaya namun para mahasiswa tetap dapat saling menerima dan hal itu
semakin menjadikan mereka lebih terbuka akan perbedaan yang ada.
19. Intervensi
Sejumlah studi pelatihan telah diarahkan pada perilaku yang menyerupai keterbukaan
pikiran. Selz (1935) mengulas beberapa studi awal yang menarik salah satu yang paling
banyak menguak dari kajian tersebut adalah skripsi yang ditulis oleh Jakob Andrae di
bawah bimbingan Selz. Dalam penelitian ini, siswa kelompok eksperimen dan kontrol, yang
berusia 11 hingga 13 tahun, diberikan tes kecerdasan yang terdiri dari tes ketuntasan dan
diberikan pelatihan selama 1 jam dalam dua hari berturut-turut. Mereka diajari untuk
menjelaskan mengapa jawaban tidak memenuhi persyaratan dan untuk membenarkan
jawaban ketika tampaknya cocok. Setelah pelatihan tes kecerdasan kedua diberikan
Kelompok eksperimen menunjukkan peningkatan substansial tidak hanya pada tes
penyelesaian tetapi juga pada semua yang lain, pada tingkat yang kira-kira sama.
Misalnya, pada salah satu tes penyelesaian, peserta penelitian eksperimental meningkat
dari 60% menjadi 78% benar, dan peserta kontrol meningkat dari 60% menjadi 63%; pada
tes analogi, peserta penelitian eksperimental meningkat dari 28% menjadi 69%, dan kontrol
meningkat dari 33% menjadi 41%. Sekali lagi, temuan ini diadakan pada tingkat yang kira-
kira sama di semua tugas. Meskipun hasil ini berasal dari studi jangka pendek dengan
posttest langsung, tidak ada alasan untuk berpikir bahwa hasil ini akan berubah secara
kualitatif dengan pelatihan yang lebih ekstensif dan posttest yang lebih tertunda.
21. Referensi
Peterson, Christoper & Seligman, Martin E.P. (2004). Character
Strengths Virtues, a Handbook and Classification, USA: Oxford
University Press
Snyder, C.R. & Lopez, Shane J. (2002). HANDBOOK OF POSITIVE
PSYCHOLOGY. New York: Oxford University Press, Inc.
Anwar, S. Izazi, & Neuijen, Bram. (2017). Apakah Budaya
Berpengaruh? Peran Keterbukaan Pikiran terhadap Hubungan antara
Kolektivisme di Kelompok Golongan Dalam dan Preferensi untuk
Kerjasama Bersama kelompok Golongan Luar. FEB UI.