Dokumen tersebut membahas tentang penalaran, yaitu proses berpikir yang menghubungkan fakta dan bukti untuk menarik kesimpulan. Dibahas pula unsur-unsur penalaran seperti inferensi, implikasi, evidensi, serta cara menguji keabsahan data dan menilai autoritas."
1. TUGAS MEMBUAT SLIDE
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
TOPIK 1 :
PENGETAHUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Dosen pengampu: Dr. Sigit Sardjono,M.Ec
Oleh kelompok 8
1. Ananda Budi K.S 1211900226
2. Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
Juli 2021
2. KELOMPOK VIII:
1. ANANDA BUDI KARTIKA S.
1211900226
2. NINDRA MEIMAYANA 1211900233
3. AGMA OKTAVIA 1211900242
BAB III
PENGETAHUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
3. Definisi Pengetahuan Dan Ilmu Pengetahuan
Dalam kamus filsafat pengetahuan (knowledge)
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia
secara Iangsung dari kesadarannya sendiri.
Ilmu pengetahuan
4. Konsep Ilmu Dan Pengetahuan
•Konsep ilmu yaitu bagan, rencana, atau pengertian, baik yang bersifat
abstrak maupun operasional yang merupakan alat penting untuk
kepentingan pemikiran dalam ilmu atau pengetahuan ilmiah.
• Konsep pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang
kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya ilmu.
5. Jenis Pengetahuan Dan Ilmu Pengetahuan
Jenis Pengetahuan: Jenis Ilmu Pengetahuan:
1. Peng Biasa 1. Peng Wahyu
2. Peng Ilmu 2. Peng Intuitif
3. Peng Filsafat 3. Peng Intuisi
4. Peng Agama 4. Peng Rasional
6. Dasar Pengetahuan
•Dasar Ontologis: bicara tentang hakikat apa yang
dikaji. Ontologis ialah tentang ilmu yg ada.
• Dasar Epistemologis yaitu metode atau cara-cara
mendapatkan pengetahuan yang benar.
• Dasar Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang
berbicara tentang nilai kegunaan ilmu tersebut.
7. Hakikat Pengetahuan Dan Ilmu Pengetahuan
• Pengetahuan menurut realisme ialah gambaran
yang sebenarnya dari yang ada dalam alam nyata
(dari fakta atau hakikat).
• Pengetahuan menurut idealisme adalah proses-
proses mental atau proses psikologis yang bersifat
subjektif.
8. Perbedaan Ilmu Dan Pengetahuan
•Pengetahuan merupakan hasil tabu manusia
terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia
untuk memahami suatu objek tertentu.
• Sedangkan Ilmu adalah suatu bentuk aktiva
manusia yang dengan melakukannya manusia
memperoleh suatu pengetahuan untuk dapat
meningkatkan kemampuan diri dan mengubah
lingkungan mereka.
9. Tujuan Ilmu Pengetahuan
Ada dua macam yakni:
1. Berdasarkan pengembangan ilmu pengetahuan
untuk keperluan ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu
sebatas untuk memenuhi rasa keingintahuan
manusia.
2. Pengetahuan pragmatis. Aliran ini menyakini
bahwa pengembangan ilmu pengetahuan harus dapat
memberikan manfaat bagi manusia dalam
pemecahan masalah kehidupan.
10. Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan:
1. Sistematis: ilmu merupakan berbagai keterangan dan data
yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan.
2. Empiris: ilmu pengetahuan yang diperoleh dari
pengamatan serta percobaan secara terstruktur.
3. Objektif: ilmu menunjukkan pengetahuan yang bebas dari
prasangka perorangan berupa kesukaan/kebencian pribadi.
4. Analitis: ilmu berusaha mencermati, mendalami, dan
membedakan pokok soalnya.
11. Penjelasan Ilmu
Jadi, ilmu tidak mempelajari masalah surga atau
neraka dan juga tidak mempelajari sebab musabab
kejadian terjadinya manusia, karena sebab kejadian
itu berada di luar jangkauan pengalaman manusia.
12. TUGAS MEMBUAT SLIDE
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
TOPIK 2 :
FILSAFAT KEBENARAN
( proporsi akan benar jika dilandasi teori, hanya Allah yang maha benar)
Dosen pengampu: Dr. Sigit Sardjono,M.Ec
Oleh kelompok 8
1. Ananda Budi K.S 1211900226
2. Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
Juli 2021
13. Filsafat Kebenaran
(Proposisi Akan Benar Jika
Dilandasi Teori, Hanya
Allah Yang Maha Benar)
Kelompok 8
1. Ananda Budi Kartika S
1211900226
2. Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
14. Menurut para ahli :
1. Plato
2. Bradley
3. Aristoteles
Menurut penulis, yang benar adalah pengetahuan akal itu
disebut ilmu yang kemudian untuk membahasnva disebut
logika pengetahuan budi itu disebut moral yang kemudian
untuk membahasnya disebut etika, pengetahuan indrawi itu
disebut seni yang untuk membahasnya disebut estetika
Filsafat Kebenaran
15. ● Pengetahuan akal
● Pengetahuan budi
● Pengetahuan
indrawi
● Pengetahuan
kepercayaan
● Pengetahuan intuitif
Pakar ilmu filsafat yang menganggap
benar bahwa pengetahuan itu terdiri
atas sebagai berikut:
16. 1
Korespondensi
6 Non deskripsi
5 Semantis
2 Koherensi
9 Paradigmatik 10 Proposisi
3 Pragmatis
8 Performatif
7 Logika yang berlebihan
4 Sintaksis
Teori kebenaran :
Kriteria untuk melihat benar atau
tidak
17. Yang Maha Benar
Puncak kebenaran itu sendiri sebenarnya
adalah Allah Yang Maha Benar (AI Haq),
itulah sebabnya para pedzikir senantiasa
mengucapkan "Alhamdulillah" (Segala Puji
Bagi Allah) pada setiap penyelesaian
penemuan itmiahnya, ataupun ketika
selesai melaksanakan Shalat Fardhu
sebanyak tiga puluh tiga kali.
18. Proporsi suatu
pernyataan yg benar
Pernyataan berarti 'kalimat
berita'. Sedangkan makna
yang dimaksudkan oleh
penyataan, dinamakan
'proposisi' (proposition).
19. Ukuran kebenaran
Ukuran kebenaran sesungguhnya tergantung pada
apakah sebenarnya yang diberikan kepada kita
oleh metode-metode untuk memperoleh
pengetahuan
Penganut
skeptisisme
mengatakan bahwa
sesungguhnya tidak
ada satu pun ukuran
tentang
kebenaran,
penganut dogmatisme
berpendirian sama
gigihnya dengan
mengatakan bahwa
ukuran yang dipunyainya
merupakan ukuran yang
dapat dipercaya secara
mutlak
Penganut idealisme dan
realisme mengambil pendirian
di tengah. Mereka berpendapat
bahwa ukuran yang mereka
punyai, meskipun
tidak selalu rnerupakan ukuran
terakhir serta penutup, namun
ukuran tersebut memberikan
kesaksian yang
dapat dipercaya mengenai
kemungkinan benar-sesatnya
proposisi.
20. Di buku ini, diketengahkan pernyataan
itu benar atau tidak ada 4 (empat)
teori saja.
(1). Coherence
Theory;
(2). Corespodensy
theory,
(3). Emperical
Theory;
(4). Pragmatis.
22. TUGAS MEMBUAT SLIDE
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
TOPIK 3 :
PENALARAN
Dosen pengampu: Dr. Sigit Sardjono,M.Ec
Oleh kelompok 8
1.Ananda Budi K.S 1211900226
2. Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
Juli 2021
24. PENDAHULUAN
Argumentasi adalah suatu bentuk rekotrika yang berusaha untuk mempengaruhi
sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembaca. Argumentasi
merupakan dasar yang paling fundamental dalam ilmu pengetahuan. Dan dalam
dunia ilmu pengetahuan, argumentasi itu tidak lain daripada usaha untuk
mengajukan bukti-bukti atau menentukan kemungkinan-kemungkinan untuk
menyatakan sikap atau pendapat mengenai suatu hal. Dasar sebuah tulisan yang
bersifat argumentatif adalah berpikir kritis dan logis. Namun argumentasi di
samping memerlukan kejelasan, memerlukan juga keyakinan dengan perantara
fakta-fakta itu. Sebab itu, penulis harus meneliti apakah semua fakta yang akan
dipergunakan itu benar, dan harus meneliti pula bagaimana relevansi kualitasnya
dengan maksudnya.
25. Penalaran ( reasoning, jalan pikiran ) adalah suatu proses
berpikir yang berusaha menghubung – hubungkan fakta – fakta atau
evidensi – evidensi yang diketahui menuju suatu kesimpulan.
Penalaran bukan saja dapat dilakukan dengan fakta – fakta berbentuk
polos, tetapi dapat juga dilakukan dengan menggunakan fakta – fakta
yang telah dirumuskan dalam kalimat – kalimat yang berbentuk
pendapat atau kesimpulan. Kalimat – kalimat semacam ini, dalam
hubungan dengan proses berfikir tadi disebut proposisi. Proposisi
selalu berbentuk kalimat, tapi tidak semua kalimat adalah proposisi.
PROPOSISI
26. Inferensi
Kata inferensi berasal dari kata latin inferre yang berarti menarik
kesimpulan. Kata implikasi juga berasal dari bahasa latin, yaitu dari
kata implicare yang berarti melibat atau merangkum.
Implikasi
Sedangkan implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu dianggap
ada karena sudah dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri.
Karena prosses berpikir itu sangat kompleks dan rumit, maka
fakta, evidensi, dan kebiasaa – kebiasaan itu harus diperhitungkan
dengan cermat.
INFERENSI DAN IMPLIKASI
27. Unsur yang paling penting dalam suatu tulisan argumen adalah
evidensi. Pada hakikatnya evidensi adalah semua fakta yang ada,
semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas, dan sebagainya
yang dihubung – hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran.
Dalam wujudnya yang paling rendah evidensi iru berbentuk data atau
informasi, yang dimaksud data atau informasi adalah bahan
keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Untuk itu
penulis atau pembicara harus mengadakan pengujian data dan
informasi tersebut, apakah bahan keterangan itu merupakan fakta.
Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya terjadi, atau sesuatu yang
ada secara nyata.
WUJUD EVIDENSI
28. Supaya data dan informasi dapat dipergunakan dalam penalaran
data dan informasi itu harus merupakan fakta. Sebab itu perlu
diadakan pengujian – pengujian melalui cara – cara tertentu.
● Observasi
Tiap pengarang atau penulis harus mengadakan pengujian lagi
dengan mengobservasi sendiri data atau informasi itu. Sesudah
mengadakan observasi, pengarang dapat menentukan sikap apakah
informasi atau data itu sesungguhnya merupakan fakta atau tidak.
CARA MENGUJI DATA
29. ● Kesaksian
kadang sangat sulit untuk seseorang mengadakan observasi atas
obyek yang dibicarakan. Untuk itu penulis atau pengarang dapat
melakukan pengujian dengan meminta kesaksian atau keterangan
dari orang lain yang telah mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri
persoalan itu.
30. ● Autoritas
Cara ke tiga yang dapat dipergunakan untuk menguji fakta dalam
usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu
autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli atau mereka yang telah
menyelidiki fakta – fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua
kesaksian menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat
mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu. Autoritas
dengan demikian dapat diartikan sebagai kesaksian alhi yang
diberikan oleh seseorang, sebuah komisi, dan suatu badan atau
kelompok yang dianggap berwewenang untuk itu.
31. ● Konsistensi
Dasar petama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang
akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah
argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi,
kalau evidensi – evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu
evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain. Bila
evidensi itu bertentangan satu sama lain atau saling melemahkan,
maka argumentasi itu tidak akan pembaca atau pendengar.
CARA MENGUJI FAKTA
32. ● Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian
fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah
masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai
evidensi harus pula koheren dengan pengalaman – pengalaman
manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku.
33. ● Kemashuran dan Prestise
Faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai
autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang
akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi dibalik
kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.
CARA MENILAI AUTORITAS
34. ● Koherensi dan Kemajuan
Hal keempat yang perlu dipertahankan penulis argumentasi
adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan
perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat
atau sikap terakhir dalam bidang itu. Sebab itu untuk memberi
evaluasi yang tepat terhadap autoritas yang dikutip, pengarang harus
menyebut nama autoritas, gelar, kedudukan, dan sumber khusus
tempat kutipan itu dijumpai.
35. CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik
THANKS!
36. TUGAS MEMBUAT SLIDE
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
TOPIK 4:
BERPIKIR SECARA FILSAFAT MENUJU KEPASTIAN DAN KEBENARAN ILMIAH
Dosen pengampu: Dr. Sigit Sardjono,M.Ec
Oleh kelompok 8
1. Ananda Budi K.S 1211900226
2.Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
Juli 2021
37. BERPIKIR SECARA FILSAFAT MENUJU KEPASTIAN
DAN KEBENARAN ILMIAH
Kelompok 8
1. Ananda Budi Kartika S 1211900226
2. Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
38. Mengapa Harus Berpikir Secara Filsafat
Karena filsafat itu sebenarnya adalah berpikir secara mendasar (radikal),
menyeluruh (holistik), dan spekulatif. Filsafat membawa kita berpikir
secara mendalam, maksudnya untuk mencari kebenaran substansial atau
kebenaran yang sebe narnya dan mempertimbangkan semua aspek,
serta menuntun kita untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap.
39. Mengukur berpikir filsafat
Karakteristik berpikir filsafat adalah sifat menyeluruh, sifat mendasar dan
sifat spekulatif. Dalam sifat spekulatif berpikir filsafati, tidaklah mungkin
manusia menangguk pengetahuan secara keseluruhan, bahkan
manusiapun tidak yakin pada titik awal yang menjadi jangkar pemikiran
yang mendasar.
40. Ciri-ciri berpikir filsafat
• Pertama konsepsi, Konsepsi
merupakan hasil generalisasi dan
abstraksi dari pengalaman tentang
hal-hal serta proses proses satu demi
satu.
• Kedua Koheren. Istilah koheren ialah
runtut. Bagan konsepsional yang
merupakan hasil perenungan
kefilsafatan haruslah bersifat runtut.
Dalam arti lain, koheren bisa juga
dikatakan berpikir sistematis.
• Ketiga Memburu kebenaran. Filsuf adalah
pemburu kebenaran, kebena ran yang
diburunya adalah kebenaran hakiki tentang
seluruh realitas dan setiap hal yang dapat
dipersoalkan.
• Keempat Berpikir Secara Radikal.
Keradikalan berpikirnya itu akan senantiasa
mengobarkan hasratnya untuk menemukan
realitas seluruh kenyataan, dalam arti
sebenarnya, yaitu berpikir secara
mendalam. Untuk mencapai persoalan
yang dipermasalahkan. Berpikir radikal
justru hendak memperjelas realitas.
41. • Kelima Rasional. Berpikir secara rasional berarti
berpikir logis, sistematis, dan kritis berpikir logis
adalah bukan hanya sekedar menggapai
pengertian yang dapat diterima oleh akal
sehat,Pemikiran yang sistematis ialah rangkaian
pemikiran yang berhubungan satu sama lain atau
saling berkaitan secara logis.
• Keenam, Menyeluruh. Berpikir universal tidak
berpikir khusus, terbatas pada bagian tertentu,
namun mencakup secara keseluruhan. Berpikir
filsafat harus dapat menyerap secara keseluruhan
apa yang ada pada clam semesta, tidak
terpotongpotong.
42. Teori kebenaran
• Kebenaran sebagai Persesuaian (the correspondent theory of truth). Pendasar teori ini
adalah Aristoteles.
• Kebenaran sebagai Keteguhan (the coherent theory of truth). Pandangan ini
dudukung oleh Pythagoras, Parmenides, Spinoza, dan Hegel.
• Teori Pragmatis tentang Kebenaran (the pragmatic theory of truth). Suatu ide benar
adalah ide yang bisa memungkinkan seseorang melakukan sesuatu secara paling
berhasil dan tepat guna.
• Teori Kebenaran Performatif (Performative theory of truth). Suatu pernyataan
dianggap benar kalau is menciptakan realitas. Misalnya, "Dengan ini saya
mengangkat ands menjadi ketua kelas."
• Teori Kebenaran Historis. Ini pada umumnya diakui oleh kelompok post-modernis
atau strukturalis dan post-strukturalis.
43. Berpikir induktif dan deduktif
• Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Pengetahuan
yang dimaksud adalahsuatu fenomena yang ditangkap oleh indra manusia.
• Dalam observasi itu fakta dari fenomena dikumpulkan, diamati, diklasifikasi dan
disusun secara teratur (sistematis) kemudian dibuat generalisasi sebagai
kesimpulannya. Dari sinilah terwujud hukum, dalil, atau teori dari suatu ilmu. Pekerjaan
semacam ini tidak lain adalah pekerjaan induktif (menginduksi). Dapatlah dikatakan
bahwa pekerjaan induktif ini dimulai dari hal-hal yang khusus (particular)yang
terpikirkan sebagai kelas dari suatu fenomena.
• Kebalikan dari berpikir induktif ialah berpikir deduktif. Prinsip dasarnya ialah "segala
yang dipandang benar pada semua peristiwa dalam satu kelas atau jenis, berlaku pula
sebagai hal yang benar pada semua peristiwa yang terjadi pada hal yang khusus, asal
hal yang khusus ini benar-benar merupakan bagian atau unsur dari hal yang umum
itu".
44. Metode ilmiah
• Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis
dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah
suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-
langkah sistematis.
46. TUGAS MEMBUAT SLIDE
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
TOPIK 5:
FILSAFAT MANUSIA
Dosen pengampu: Dr. Sigit Sardjono,M.Ec
Oleh kelompok 8
1. Ananda Budi K.S 1211900226
2. Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
Juli 2021
47. FILSAFAT MANUSIA
HAKEKAT MANUSIA DILIHAT
DARI SISI FILSAFAT ILMU
KELOMPOK VIII
1. Ananda Budi K.S 1211900226
2. Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
48. PENGERTIAN FILSAFAT MANUSIA
Filsafat manusia adalah cabang filsafat khusus yang secara spesifik
mempelajari hakekat/esensi manusia. Filsafat manusia jelasnya adalah
filsafat yang mengupas apa arti manusia sendiri, is mencoba mengucap
sebaik mungkin apa sebenarnya makhluk itu yang disebut "manusia",
istilah filusuf manusia atau "antropologi filusuf' (antropos dalam Bahasa
Yunani berarti manusia) tampak lebih eksok karena apa yang dipelajari
dengannya adalah manusia sepenuhnya, roh serta badan jiwa serta
daging.
49. HAKEKAT MANUSIA
Hakekat manusia selalu berkaitan
dengan unsur pokok yang
membentuknya, seperti dalam :
• Pandangan Monoteisme
• Pandangan Materialisme
• Pandangan spiritualisme
• Pandangan pluralisme
• Pandangan monodualis
• Mono pluralisme
50. CIRI CIRI FILSAFAT MANUSIA
1. Ekstensif: dapat kita saksikan dari luasnya jangkauan atau
menyeluruhnya objek kajian yang di geluti oleh filsafat.
2. Intensif (mendasar): filsafat adalah kegiatan intelektual yang hendak
menggali inti hakikat (esensi), akar, atau struktur dasar, yang melandasi
segenap kenyataan.
3. Kritis: karena tujuan filsafat manusia pada taraf akhir tidak lain adalah
untuk memahami din sendiri maka hal apa saja yang secara langsung
maupun tidak langsung berhubungan dengan pemahaman din manusia,
tidak luput dari kritik filsafat.
51. KEDUDUKAN FILSAFAT MANUSIA DALAM
KEHIDUPAN MANUSIA
• Memberikan pengertian dan kesadaran kepada manusia akan arti
pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan oleh filfafat.
• Berdasarkan atas dasar hasil-hasil kenyataan itu, maka filsafat
memberikan pedoman hidup kepada manusia
Tiga unsur pembentukan manusia, yaitu:
1. Pengetahuan manusia tentang din sendiri dan lingkungannya
2. Manusia Dalam Hubungannya Dengan Hidup Komunitas
3. Agama
52. HUBUNGAN FILSAFAT MANUSIA DENGAN
DISIPLIN ILMU LAIN TENTANG MANUSIA
1. Psikologi, Ilmu ini hanya membahas manusia dan segi psikis yang
dapat diperoleh dan melihat perilaku manusia, menjelaskan gejala-
gejala jiwa dan mental
2. Sosiologi ,dari ruang lingkup sosialnya, menjelaskan status sosial,
pranata sosial, dan menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk
sosial tidak dapat hidup sendiri
3. Antropologi, menjelaskan hasil-hasil kebudayaan, suku, etnis, dan ras
suatu masyarakat yang bersifat lokal.
53. ESENSI DAN EKSISTENSI FILSAFAT MANUSIA
SERTA PERANAN MANUSIA
• Model esensi adalah pendekatan dalam filsafat kepada suatu objek
dengan cars yang abstrak. Model ini memandang manusia terlepas dan
situasi dan perkembangannya. Model esensi hanya memperhatikan
kodrat yang menentukan manusia sebagai manusia.
• Model eksistensi adalah pendekatan dalam filsafat kepada suatu objek
dengan memandangnya secara menyeluruh. Manusia dipandang secara
konkret secara utuh dalam keberadaannya
54. Esensi Manusia Menurut Sejumlah Aliran dalam Filsafat
• Materialisme
• Idealisme
• Dualisme
• Vitalisme
• Eksistensialisme
• Strukturalisme
• Postmodernisme
55. Eksistensi dan peranan manusia
Manusia sebagai mahluk yang berdimensional memiliki peran dan
kedudukan yang sangat mulia. Tetapi sebelum membahas tentang peran
dan kedudukan, pengulangan kembali tentang esensi dan eksistensi
manusia. Manusia yang memiliki eksistensi dalam hidupnya sebagai
abdullah (kedudukan ketuhanan), annas (kedudukan antar manusia), al
insan (kedudukan antar alam), al basyar (peran sebagai manusia biasa)
dan khalifah (peran sebagai pemimpin).
56. Tiga rantai kehidupan
• Hubungan kepada Tuhan (Manusia sebagai hamba)
• Hubungan Antar Manusia (Manusia sebagai makhluk sosial)
• Hubungan kepada Alam (Manusia sebagai makhluk)
Peranan sebagai manusia
• Peranan manusia sebagai manusia biasa
• Peranan manusia sebagai khalifah
57. PERBEDAAN FILSAFAT MANUSIA DAN ILMU
TENTANG MANUSIA (PSIKOLOGI &
ANTROPOLOGI)
• Bersifat positifistik menggunakan
metodologi ilu alam, observasional dan
eksperimental yang terbatasa tampak
secara empiris
• Oleh karena itu tidak dapat menjawab
pertanyaan yang mendasar tentang
manusia
• Metode lebih fragmentaris yaitu
menyelidiki hanya bagian tertentu dari
manusia, contohnya : psikologis
manusia sebagai organisme.
Antropologi dan sosiologi pada gejala
budaya dan pranata sosial.
• Bersifat metafisis menggunakan metode
ilmu kemanusiaan, sintetis, reflektif,
intensif, dan kritis yang merupakan
gejala seperti filsafat manusia
• Oleh karena itu dapat menjawab
pertanyaan yang berdasar tentang
manusia
• Metode sintetis dan reflektif (ektensif)
atau menyeluruh, intensif (mendalam)
dan kritis, contoh: filsafat manusia
menekankan kesatuan dua aspek/lebih
dalam satu visi.
58. MANFAAT DAN TUJUAN MEMPELAJARI
FILSAFAT MANUSIA
Manfaat :
• Secara praktis
• Secara teoritis
Manfaat lain:
• Mencari menemukan jawaban tentang siapakah sesunguhnya manusia
itu, masalah-masalah terkait manusia sangat kompleks sehingga
persoalan tentang manusia tidak habis untuk dibicarakan.
• Essensi manusia pada prinsipnya adalah sebuah misteri.
60. TUGAS MEMBUAT SLIDE
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
TOPIK 6:
FILSAFAT ETIKA DAN MORAL
Dosen pengampu: Dr. Sigit Sardjono,M.Ec
Oleh kelompok 8
1. Ananda Budi K.S 1211900226
2. Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
Juli 2021
62. Pendahuluan
• Socrates, seorang filsuf besar Yunani, telah berbicara pada abad sebelum
masehi. Kenalilah dirimu sendiri, demikianlah kurang lebih pesan yang ingin ia
sampaikan. Manusia ialah makhluk berpikir yang dengan itu menjadikan dirinya
ada.
• R.F. Beerling, seorang profesor Belanda mengemukakan teorinya tentang
manusia bahwa manusia itu ialah makhluk yang suka bertanya. Dengan berpikir,
dengan bertanya, manusia menjelajahi pengembaraannya, mulai dari dirinya
sendiri kemudian lingkungannya bahkan kemudian sampai pada hal lain yang
menyangkut asal mula atau mungkin akhir dari semua yang dilihatnya.
Kesemuanya itu telah menempatkan manusia sebagai makhluk yang sedikit
berbeda dengan hewan.
63. Hakikat Etika
• Pengertian etika (etimologi) berasal dari bahasa Yunani, yaitu "ethos", yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu "mos" dan
dalam bentuk jamaknya "mores," yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari
hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya,
tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas
untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika yaitu untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: usila
(Sanskerta), lebih menunjiikkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila)
yang lebih baik (su). Dan yang kedua yaitu akhlak (Arab), berarti moral, dan etika
berarti ilmu akhlak.
64. Hakikat Moral Versus Ilmu
• Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk
jamaknya mores, yang artinya tata cara atau adat istiadat. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila.
Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral yang dari segi
substantif materielnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya
berbeda. Widjaja (1985) menyatakan, bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk
tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). A1- Ghazali mengemukakan pengertian
akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang
menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan cumber timbulnya perbuatan
tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan
direncanakan sebelumnya.
65. Selanjutnya berbicara tentang ilmu, yaitu istilah yang berasal dari
bahasa Yunani yaitu scientia, atau dalam kaidah bahasa Arab berasal dari
kata Ilmu atau sains adalah pengkajian sejumlah pernyataan yang terbukti
dengan fakta dan ditinjau yang disusun secara sistematis dan terbentuk
menjadi hokum umum. Ilmu akan melahirkan kaidah umum yang dapat
diterima oleh semua pihak.
ilmu adalah pengetahuan yang dirumuskan secara sistematis, dapat
diterima oleh akal melalui pembuktian empiris. Istilah empiris memang
sering memunculkan persoalan, yaitu hams didasarkan fakta yang dapat
dilihat. Empiris tentu tidak hams demikian, sebab banyak faktor keilmuan
yang tidak dapat dilihat, tetapi ada. Kaidah yang mempelajari fakta ilmu
yang tidak tampak itu patut digali dengan aturan yang mapan. Di sisi lain ada
suatu kategori, yaitu pseudo-ilmu. Secara garis besar pseudo-ilmu adalah
pengetahuan atau praktik metodologis yang diklaim sebagai pengetahuan.
Namun berbeda dengan ilmu, pseudo-ilmu tidak memenuhi persyaratan yang
disyaratkan oleh ilmu.
66. Aspek dan sifat moral dalam ilmu pengetahuan
1. Moralitas Versus Legalitas dalam Ilmu Pengetahuan
Pemahaman tentang moralitas yang didistingsikan dengan legalitas
ditemukan dalam filsafat moral Kant. Menurut pendapatnya, moralitas adalah
kesesuaian sikap dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah, yakni apa
yang oleh Kant dipandang sebagai "kewajiban." Ada-pun legalitas adalah
kesesuaian sikap dan tindakan dengan hukum atau norma lahiriah belaka.
Kesesuaian ini belum bernilai moral, sebab tidak didasari dorongan batin.
Moralitas akan tercapai jika dalam menaati hukum lahiriah bukan karena takut
pada akibat hukum lahiriah itu, melainkan karena menyadari bahwa taat pada
hukum itu merupakan kewajiban.
67. 2. Moralitas Objektivistik Versus Relativistik dalam Ilmu Pengetahuan
Menurut Plato, pengetahuan maupun moral yang bersifat objektif itu sangat
mungkin, meskipun tidak di dunia fisik. Ia mengemukakan adanya dunia, yaitu
dunia fisik dan dunia ide. Dunia fisik itu terns berubah, sementara dunia ide atau
dunia cita itu merupakan dunia yang abadi. Lagi pula, dunia ide itu lebih tinggi
daripada dunia fisik, sebab dunia ide tidak rusak dan tidak berubah, tidak seperti
halnya dunia fisik. Bagi realisme Plato, dunia ide itu merupakan realitas yang
sesungguhnya dan lebih nyata dibanding dengan dunia indriawi. Untuk mencapai
pengetahuan tentang kebenaran atau realitas yang lain tidak mungkin dicapai
melalui pengalaman indra yang sifatnya terbatas. Hanya melalui akal budi atau
penalaran, sebagai kekuatan khas yang hanya dimiliki manusia, seseorang akan
mampu memahami dunia ide itu. Sebagaimana halnya Plato, Aristoteles (384-322
SM) ialah seorang penganut realisme yang metafisik, namun terdapat perbedaan
penting di antara keduanya.
68. 3. Sifat Moral dalam Perspektif Objektivistik Versus Relativistik
Menurut perspektif objektivistik, baik dan buruk itu bersifat pasti atau
tidak berubah. Suatu perilaku yang dianggap baik akan tetap baik, bukan
kadang baik dan kadang tidak baik. Senada dengan pandangan objektivistik,
yaitu pandangan absolut yang menganggap bahwa baik dan buruk itu bersifat
mutlak, sepenuhnya, dan tanpa syarat.
Sebagaimana dikenal dalam kajian tentang macam-macam norma,
dikenal adanya empat macam norma, yaitu norma keagamaan, norma
kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum. Norma kesusilaan itu lebih
bersumber pada prinsip etis dan moral yang bersifat objektivistikuniversal.
Adapun norma kesopanan itu bersumber pada prinsip etis dan moral yang
bersifat relativistik- kontekstual.
69. Hakikat ilmu pengetahuan dan kemanusiaan
• Menurut Jhon G. Kemeny dalam The Liang Gie (2005) mengatakan, ilmu
adalah seluruh pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode
ilmiah (all knowledge collected by means of the scientific method).
Terlepas berbagai makna dari pengertian ilmu sebagai pengetahuan,
aktivitas dan metode itu bila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya
tidak bertentangan bahkan sebaliknya, hal ini merupakan kesatuan
logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu tidak harus diusahakan
dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan
metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan
pengetahuan yang sistematis.
70. Etika dan moral dalam ilmu pengetahuan
• Karya cipta yang dihasilkan dianggap sebagai hal biasa dari
eksistensinya, dan tidak ada perlindungan khusus atas mereka.
Namun demikian, mereka mengembangankan keilmuan tetap
dilandasi oleh etika dan moral, sehingga dengan cara itulah
mereka dapat mempertahankan idenya sebagai ilmuwan. Bahkan
ada di antara mereka yang mengorbankan nyawanya untuk
mempertahankan ide dan gagasannya yang telah menyatu dengan
sejati dirinya.
71. Hukum sebagai landasan etika moral ilmuwan haruslah
dijabarkan dan diimplementasikan dalam realitas kemasyarakatan dan
sistem kenegaraan. Terlebih di tengah perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi seperti saat ini, semua orang bebas mengembangkan atau
menikmati teknologi dengan tanpa memperhatikan etika moral
keilmuan, dan hanya mengedepankan aspek material atau finansial
bisnis, atau untuk kepentingan pribadi saja.
Jadi, etika moral harus mengikat para pihak, baik ilmuwan,
pemakai atau pengguna, maupun produsen atau pihak dunia industri
yang menghasilkan produk ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini
sangat penting, karena ilmu pengetahuan dan teknologi hams maslahat
bagi kehidupan manusia, bukan justru untuk kemudaratan dan
memusnahkan budaya, peradaban, dan kehidupan manusia.
72. Sikap Manusia
Etika sosial berfungsi membuat manusia menjadi sadar akan
tanggungjawabnya sebagai manusia dalam kehidupannya sebagai
anggota masyarakat, menurut semua dimensinya. Demikian juga
etika profesi -- yang merupakan etika khusus dalam etika sosial
mempunyai tugas dan tanggungjawab kepada ilmu dan profesi yang
disandangnya. Dalam hal ini, para ilmuwan harus berorientasi pada
rasa sadar akan tanggungjawab profesi dan tanggungjawab sebagai
ilmuwan yang melatar belakangi corak pemikiran ilmiah dan sikap
ilmiahnya.
73. Lanjutan
Sikap ilmiah harus dimiliki oleh setiap ilmuwan. Hal ini disebabkan oleh
karena sikap ilmiah adalah suatu sikap yang diarahkan untuk rnencapai suatu
pengetahuan ilmiah yang bersifat objektif. Sikap ilmiah bagi seorang ilmuwan
bukanlah membahas tentang tujuan dari ilmu, melainkan bagaimana card
untuk men- capai suatu ilmu yang bebas dari prasangka pribadi dan dapat
dipertanggungjawakan secara sosial untuk melestarikan dan keseimbangan
alarn semesta ini, serta dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Artinya
selaras dengan kehendak manusia dan kehendak Tuhan.
75. TUGAS MEMBUAT SLIDE
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
TOPIK 7:
PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BANGSA INDONESIA
Dosen pengampu: Dr. Sigit Sardjono,M.Ec
Oleh kelompok 8
1. Ananda Budi K.S 1211900226
2.Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
Juli 2021
76. PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BANGSA INDONESIA
KELOMPOK VIII
1. ANANDA BUDI K.S 1211900226
2. NINDRA MEIMAYANA 1211900233
3. AGMA OKTAVIA 1211900242
77. PENGERTIAN FILSAFAT DAN DASAR FILSAFAT PANCASILA
Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Jadi
secara harfiah istilah filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan atau kebenaran
yang hakiki. Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut
diperhatikan, yaitu filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu
pandangan, keduanya sangat berguna untuk memahami Pancasila.
78. FILSAFAT PANCASILA
Filsafat Pancasila adalah refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai
dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan
pokok pengertian secara mendasar dan menyeluruh. Pembahasan filsafat dapat
dilakukan secara deduktif & induktif
79. LATAR BELAKANG
Filsafat negara merupakan
pandangan hidup bangsa yang
diyakini kebenarannnya dan
diaplikasikan dalam kehidupan
masyarakat. Pandangan hidup
bangsa merupakan nilai-nilai yang
dimiliki oleh setiap bangsa. Nilai
adalah suatu konsepsi yang secara
eksplisit maupun implisit menjadi
milik atau ciri khas seseorang atau
masyarakat.
80. Oleh karena itu, filsafat berfungsi dalam
menentukan pandangan hidup suatu masyarakat
dalam menghadapi suatu masalah, hakikat dan
sifat hidup, etika dan tata krama pergaulan, serta
hakikat hubungan manusia dengan manusia lainnya
(Prayitno, 1989:2).
Indonesia adalah salah satu negara yang juga
memiliki filsafat. Filsafat ini tak lain adalah yang kita
kenal dengan nama Pancasila. Pancasila merupakan
filsafat hidup bangsa Indonesia.
81. PENDAPAT
BAHWA
PANCASILA
ADALAH SUATU
FILSAFAT
Muh. Yamin: menyebutkan
bahwa ajaran Pancasila
adalah tersusun secara
harmonis dalam suatu
sistem filsafat. Hakikat
filsafatnya ialah satu
sinthese fikiran yang lahir
dari antithese fikiran.Dari
pertentangan pikiran lahirlah
perpaduan pendapat yang
harmonis, begitu pula
halnya dengan ajaran
Pancasila, satu sinthese
negara yang lahir dari pada
satu antithese.
82. Soediman Kartohadiprodjo: pancasila itu
disajikan sebagai pidato untuk memenuhi
permintaan memberikan dasar fiilsafat
negara, maka disajikannya Pancasila
sebagai filsafat.
Notonagoro: kedudukan Pancasila dalam
Negara Republik Indonesia adalah sebagai
dasar negara, dalam pengertian dasar
filsafat. Sifat kefilsafatn dari dasar negara
tersebut terwuujudkan dalam rumus abstrak
dari kelima sila dari pada Pancasila.
83. DASAR YANG MENJADIKAN PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BANGSA
INDONESIA
Landasan Ontologis Pancasila
Ontologis adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu atau tentang
ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika. Jadi
ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada.
Landasan Epistemologis Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan,
metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
Landasan Aksiologis Pancasila
Aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai,
jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan
dan agama.
84. Arti
Pancasila
sebagai
filsafat
Arti Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah sama dan mutlak bagi
seluruh tumpah darah Indonesia. Tidak ada tempat bagi warga negara
Indonesia yang pro dan kontra, karena Pancasila sudah ditetapkan
sebagai filsafat bangsa Indonesia.
85. Fungsi filsafat secara umum, sebagai berikut
Memberi
jawaban atas
pernyataan
yang bersifat
fundamental
atau mendasar
dalam
kehidupan
bernegara.
Filsafat
Pancasila
mampu
memberikan
dan mencari
kebenaran
yang substansi
tentang
hakikat negara,
ide negara,
dan tujuan
negara.
Pancasila sebagi
filsafat bangsa
harus mampu
menjadi
perangkat dan
pemersatu dari
berbagai ilmu
yang
dikembangkan
di Indonesia.
86. PANCASILA SEBAGAI SYSTEM FILSAFAT
Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Dalam sistem itu masing-masing
silanya saling kait mengkait merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Dalam
pancasila tersimpul hal-hal yang asasi tentang manusia.
PANDANGAN INTEGRALISTIK DALAM FILSAFAT PANCASILA
Secara lebih lanjut dapat dikemukakan pula bahwa dasar filsafat bangsa
Indonesia bersifat majemuk tunggal (monopluralis), yang merupakan persatuan
dan kesatuan dari sila-silanya.
87. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas
dapat disimpulkan bahwa filsafat
adalah cinta akankebijakan.
Sedangkan Pancasila sebagai sistem
filsafat adalah suatu kesatuan
bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama
antara sila yang satu dengan sila
yang lain untuk tujuan tertentu dan
secara keseluruhan merupakan
suatu kesatuan yang utuh yang
mempunyai beberapa inti sila, nilai
dan landasan yang mendasar.
89. TUGAS MEMBUAT SLIDE
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
TOPIK 8:
SARANA BERFIKIR ILMIAH DAN FILSAFAT SEBAGAI BERFIKIR ILMIAH
Dosen pengampu: Dr. Sigit Sardjono,M.Ec
Oleh kelompok 8
1. Ananda Budi K.S 1211900226
2. Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
Juli 2021
92. Definisi Sarana Berfikir Ilmiah:
Berfikir merupakan sebuah proses yang membuahkan
pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian
gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran
tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah
kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Berfikir ilmiah adalah kegiatan akal yang
menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah
cara berfikir yang di dalamnya kesimpulan yang
bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau
kasus-kasus . Sedangkan deduksi ialah cara berfikir
yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus
ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat
umum.
93. Sarana Berpikir Ilmiah
93
Bahasa
Dalam KBBI bahasa ialah
sistem lambang bunyi yang
arbitrer yang dipergunakan
oleh para anggota suatu
masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri.
Matematika
Matematika merupakan alat yang
dapat memperjelas dan
menyederhanakan suatu keadaan
atau situasi melalui abstraksi,
idealisasi, atau generalisasi untuk
suatu studi ataupun pemecahan
masalah.
Konsep statistika sering
dikaitkan dengan distribusi
variabel yang ditelaah dalam
suatu populasi tertentu.
Statistika
Logika adalah sarana untuk
berpikir sistematik, valid dan
dapat dipertanggung
jawabkan. Karena itu,
berpikir logis adalah berpikir
sesuai dengan aturan-aturan
berpikir.
Logika
94. Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa,
Logika, Matematika, Dan Statistika
✢ Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh
proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang
lain. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan
antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah
menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif.
Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif,
sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
Jadi keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu sama lain.
94
95. DEFINISI HAKIKAT SARANA BERFIKIR
ILMIAH
Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan
empiris. Logis adalah masuk akal, dan empiris
adalah dibahas secara mendalam berdasarkan
fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, selain
itu menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan, memutuskan, dan
mengembangkan. Berpikir merupakan sebuah
proses yang membuahkan pengetahuan. Proses
ini merupakan serangkaian gerak pemikiran
dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang
akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang
berupa pengetahuan.
95
96. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari sarana berfikir ilmiah adalah:
a. Sarana berpikir ilmiah bukanlah ilmu, melainkan kumpulan pengetahuan
yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah.
b. Tujuan mempelajari metode ilmiah adalah untuk memungkinkan kita
melakukan penelaah ilmiah secara baik.
96
97. Perbedaan berfikir ilmiah dari berfikir non-ilmiah
memiliki perbedaan dalam dua faktor mendasar yaitu:
Ukuran kebenaran
Berfikir ilmiah mendasarkan ukuran
kebenarannya pada logis dan analitisnya
suatu pengetahuan, sedangkan berfikir
non-ilmiah (intuisi dan wahyu)
mendasarkan kebenaran suatu
pengetahuan pada keyakinan semata.
Sumber pengetahuan
Berfikir ilmiah menyandarkan sumber
pengetahuan pada rasio dan
pengalaman manusia, sedangkan
berfikir non-ilmiah (intuisi dan
wahyu) mendasarkan sumber
pengetahuan pada perasaan manusia.
97
98. PERAN BAHASA DALAM SARANA BERFIKIR ILMIAH
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir
ilmiah. Definisi bahasa menurut Jujun Suparjan Suriasumantri menyebut bahasa sebagai
serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk makna. Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, diterangkan bahwa bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Jadi bahasa menekankan pada bunyi, lambang, sistematika,
komunikasi.
98
99. Adapun ciri-ciri bahasa di antaranya
yaitu:
✢ Sistematis artinya memiliki pola dan aturan.
✢ Arbitrer (manasuka) artinya kata sebagai simbol
berhubungan secara tidak logis dengan apa yang
disimbolkannya.
✢ Ucapan/vokal. Bahasa berupa bunyi
✢ Sebagai symbol yang mengaju pada objeknya dan lain
sebagainya.
99
100. Ciri-ciri bahasa ilmiah yaitu:
1. Informatif yang berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi
atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalah pahaman
Informasi.
2. Reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan
informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
3. Intersubjektif, yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai mengandung makna-makna yang sama bagi
para pemakainya.
4. Antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada
kenyataannya. Unsure emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif.
100
101. Perbedaan bahasa alamiah dan bahasa buatan adalah
sebagai berikut:
-Bahasa alamiah antara kata dan makna merupakan satu
kesatuan utuh, atas dasar kebiasaan sehari-hari, karena
bahasanya secara spontan, bersifat kebiasaan, intuitif
(bisikan hati) dan pernyataan langsung.
-Bahasa buatan antara istilah dan konsep merupakan satu
kesatuan bersifat relatif, atas dasar pemikiran akal karena
bahasanya berdasarkan pemikiran, sekehendak hati,
diskrusif (logika, luas arti) dan pernyataan tidak langsung.
101
102. PERAN
MATEMATIKA
DALAM BERFIKIR
ILMIAH
✢
✢ Untuk melakuakan kegiatan ilmiah secara lebih
baik diperlukan sarana berfikir salah satunya
adalah Matematika. Sarana tersebut
memungkinkan dilakukannya penelahaan ilmiah
secara teratur dan cermat. Penguasaan secara
berfikir ini ada dasarnya merupakan alat yang
membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus ditempuh. Matematika adalah
bahasa yang melambaikan serangkaian makna
dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.
Lambang-lambang matematika bersifat artificial
yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna
diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika
hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang
mati.
102
103. Peranan Matematika
sebagai sarana berfikir
ilmiah dapat
menggunakan alat-alat
yang mempunyai
kemampuan sebagai
berikut:
1. Menggunakan algoritma.
2. Melakukan manupulasi secara matematika.
3. Mengorganisasikan data.
4. Memanfaatkan symbol, table dan grafik.
5. Mengenal dan menenukan pola.
6. Menarik kesimpulan.
7. Membuat kalimat atau model matematika.
8. Membuat interpretasi bangun geometri.
9. Memahami pengukuran dan satuanya.
10. Menggunakan alat hitung dan alat bantu lainya
dalam matematika, seperti tabel matematika,
kalkulator, dan komputer.
103
104. PERAN STATISKA
DALAM BERFIKIR
ILMIAH
✢ Statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir
induktif. Konsep statistika sering dikaitkan dengan
distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi
tertentu. Statistika memberikan cara untuk dapat
menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan
mengamati hanya sebagian dari populasi yang
bersangkutan. Statistika mampu memberikan secara
kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang
ditarik tersebut, yang pada dasarnya didasarkan pada
asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh
yang diambil maka makin tinggi tingkat ketelitian
tersebut dan sebaliknya
104
105. Peranan Statistika dalam
tahap-tahap metode
keilmuan:
1. Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel
yang akan diambil dari populas.
2. Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas
instrumen..
3. Teknik untuk menyajikan data-data, sehingga data
lebih komunikatif.
4. Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis
penelitian yang diajukan.
✢
105
106. Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama yakni,
pertama, sebagai sarana komunikasi antar manusia, dan kedua,
sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia
yang mempergunakan bahasa tersebut. Bahasa adalah unsur yang
berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan.
Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan
nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan.
Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam
bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang integral dari
kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan.
perkembangan kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern
sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang
ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan
menyatakan isi pikiran secara eksplisit.
Kesimpulan
106
108. TUGAS MEMBUAT SLIDE
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
TOPIK 9:
HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN METODOLOGI PENELITIAN
Dosen pengampu: Dr. Sigit Sardjono,M.Ec
Oleh kelompok 8
1. Ananda Budi K.S 1211900226
2. Nindra Meimayana 1211900233
3. Agma Oktavia 1211900242
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
Juli 2021
109. HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN
METODOLOGI PENELITIAN
Kelompok 8 :
1. Ananda Budi K.S 12119oo226
1. 2. Nindra Meimayana 1211900233
2. 3. Agma Oktavia 1211900242
110. Pendahuluan
Pada perkembangan filsaat sebagai ilmu atau ilmu filsafat, terdapat
hal pokok yang menjadi cabang kajian mengenai cara manusia berfikir.
Ketiga cabang tersebut merupakanOntology, Epistemologi dan Aksiologi.
1. Ontology
2.
epistemologi 3. Aksiologi
111. Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab
pertanyaan mengenai hakikat ilmu, baik ditinjau dari segi
ontologis, epistemologis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain
filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat
pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu.
Kemudian didalam pengertian filsafat ilmu di atas terdapat hal
yang mendasar dalam filsafat ilmu, yakni filsafat ilmu bertindak
sebagai alat uji kritis ilmu pengetahuan, sehingga ilmu
pengetahuan tidak terjebak menjadi dogma. Dalam rangka
menguji ilmu pengetahuan, filsafat ilmu menggunakan
metodologi yang logis dan kritis. Dengan demikian konsekuensi
filsafat ilmu selalu berhubungan dengan metodologi penelitian,
dimana metodologi penelitian menjadi alat uji bagi ilmu
pengetahuan sehingga dianggap terstruktur rapi, sistematis dan
logis dan dapat disebut ilmu (science).
112. Filsafat ilmu jelas merupakan dasar keilmuan, yang banyak dijadikan fondasi
metode penelitian. Metode penelitian merupakan jalur andal bagi filsafat
ilmu untuk menemukan kebenaran. Menurut Bahtiar, filsafat ilmu
merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu. Ilmu tidak
akan lepas dari sebuah metode penelitian. Metode penelitian merupakan
upaya untuk pengembangan ilmu. Ilmu pula yang melandasi pengetahuan
tertentu dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian filsafat ilmu
merupakan cabang dari filsafat yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu
untuk mencapai suatu kebenaran. Metodologi penelitian adalah berarti ilmu
tentang metode. Sedang penelitian adalah kegiatan mencari dan
mengumpulkan data kemudian mengolah, menganalisa dan mengkaji data
yang dilakukan secara sistematis dan objektif.
Hubungan filsafat ilmu dengan metodologi penelitian
113. Metodologi penelitian Ilmu yang mempelajari, menyelusuri, mencari dan
mengumpulkan data kemudian mengolah, menganalisa dan menyajikan
data yang dilakukan secara sistematis supaya diperoleh suatu kebenaran
yang obyektif. Secara terminology, metodologi penelitian atau
metodologi riset (science researct atau method), metodologi berasal dari
kata methodology, maknanya Ilmu yang menerangkan metodemetode
atau cara-cara. Penelitian adalah terjemahan dari bahasa inggris
“research” yang terdiri dari kata “re” (mengulang) dan search (pencarian,
pengajaran, penelusuran, penyelidikan atau penelitian) maka research
berarti berulang melakukan pencarian.Metodologi penelitian bermakna
seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis
tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk
diolah, dianalisa, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara
pemecahannya.
114. Sistematika filsafat
Sistematika filsafat itu biasanya terbagi atas tiga cabang besar
filsafat, yaitu: (1) teori pengetahuan, (2) teori hakikat dan (3) teori
nilai. Itulah sebab sebuah penelitian perlu memerhatikan ketiga
cabang berfikir filsafat itu untuk menemukan sebuah kebenaran.
Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan, objek yang
dipikirkan oleh filsuf ialah segala yang ada dan yang mungkin ada.
Jadi filsafat sebagai suatu proses berfikir bebas, sistematis,
radikal dan mencapai dataran makna yang mempunyai cabang
ontologi, epistimologi dan aksiologi. Cabang-cabang ini apabila
diikuti oleh langkah metodologi penelitian, tentu akan
menghasilkan kebenaran sejati. Paling tidak dalam sebuah
penelitian akan memunculkan hasil yang mendekati realitas.
115. Keterkaitan antara filsafat ilmu dan metode penelitian
Keduanya samasama hendak menemukan kebenaran ilmiah.
Filsafat ilmu menjadi landasan berfikir, sedangkan metode
penelitian sebagai realisasi berfikir ilmiah. Adapun metodologi
merupakan hal yang mengkaji langkah-langkah yang ditempuh
supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi pengetahuan
yang ilmiah. Untuk memahami prinsip-prinsip metode filsafat
perlu dibahas pengertian metodologi, unsur-unsur metodologi,
dan beberapa pandangan tentang prinsip metodologi bagi para
filsuf.
116. Kedudukan Filsafat Ilmu Dan Penelitian
Hubungannya ialah, dimana penelitian memerlukan pengetahuan dari
filsafat ilmu pengetahuan dalam mencari kebenaran yang pasti dengan
melakukan berbagai survei. Dan juga filsafat ilmu pengetahuan memerlukan
penelitian untuk mendapatkan atau mebuktikan kebanaran. Contohnya
:Pertama, Ketika kita meninjau ulang dan mensistesiskan pengetahuan yang
ada kita memerlukan penelitian dan filsafat ilmu pengetahuan. Kedua,
Menyelidiki beberapa masalah atau situasi yang ada.Tujuan berfilsafat ialah
menemukan kebenaran yang sebenarnya, jika kebenaran yang sebenarnya
itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat, sistematika
filsafat itu biasanya terbagi atas tiga cabang besar filsafat yaitu: teori
pengetahuan, teori hakekat dan teori nilai.
117. Kesimpulan
• Filsafat Ilmu merupakan cabang dari Ilmu filsafat yang termasuk
dataran epistemologi
• Filsafat Ilmu membahas tentang ontology, epistemologi, dan
aksiologi,
• Metodologi ditinjau dari Ilmu filsafat juga termasuk dalam
tataran epistemologi
• Filsafat Ilmu dan metodologi penelitian menduduki posisi yang
sama dalam Ilmu filsafat yaitu pada tataran epistemologi
• Dan untuk mencapai hasil penelitian yang valid, metodologi
harus di landasi filsafat Ilmu.