UU Tenaga Kesehatan adalah pelaksanaan dari ketentuan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan disahkan oleh Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 17 Oktober 2014. UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, dan Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5067 oleh Menkumham Amir Syamsudin di Jakarta dan mulai diberlakukan pada tanggal 17 Oktober 2014.
2. Hal-Hal Baru di UU No. 36 Tahun
2014
Bab I. Ketentuan Umum :
1.Pasal 1 ayat 2 Asisten Tenaga Kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan
di bawah jenjang Diploma Tiga.
Catatan : Ada istilah asisten tenaga kesehatan, yaitu
yang pendidikannya dibawah jenjang D3. Artinya
tamatan SMF tidak dikategorikan lagi sebagai
tenaga kefarmasian (tenaga teknis kefarmasian)
seperti yang dinyatakan pada PP 51 2009 pasal
33, tetapi sebagai asisten tenaga kefarmasian.
3. Lanjutan
2.Pasal 1 ayat 6 Uji Kompetensi
adalah proses pengukuran
pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku peserta didik pada perguruan
tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi bidang Kesehatan.
Catatan : Jadi uji kompetensi kedepan
dilakukan di perguruan tinggi farmasi.
4. Lanjutan
3.Pasal 1 ayat 7 dan 8 Ayat 7 : Sertifikat
Kompetensi adalah surat tanda
pengakuan terhadap Kompetensi
Tenaga Kesehatan untuk dapat
menjalankan praktik di seluruh
Indonesia setelah lulus uji Kompetensi.
Ayat 8 : Sertifikat Profesi adalah surat
tanda pengakuan untuk melakukan
praktik profesi yang diperoleh lulusan
pendidikan profesi.
5. Lanjutan
Catatan : Jadi ada dua istilah sertifkat
yaitu sertifikat kompetensi dan
sertifkat profesi. Berbeda dalam PP 51
tahun 2009 pasal 37 dan permenkes
889 tahun 2011, istilah yang dikenal
adalah sertifikat kompetensi profesi.
Sekarang terpisah, ada sertifikat
kompetensi dan ada sertifikat profesi.
6. Lanjutan
Hal ini mengadopsi UU No. 12 tentang
pendidikan tinggi :
Pasal 43: Sertifikat profesi merupakan
pengakuan untuk melakukan praktik profesi
yang diperoleh lulusan pendidikan profesi
yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi
bekerja sama dengan Kementerian,
Kementerian lain, LPNK, dan/atau organisasi
profesi yang bertanggung jawab atas mutu
layanan profesi, dan/atau badan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
7. Lanjutan
Pasal 44 : Sertifikat kompetensi
merupakan pengakuan kompetensi
atas prestasi lulusan yang sesuai
dengan keahlian dalam cabang
ilmunya dan/atau memiliki prestasi di
luar program studinya.
8. 4.Pasal 1 ayat 15
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia adalah
lembaga yang melaksanakan tugas secara
independen yang terdiri atas konsil masing-
masing tenaga kesehatan.
Catatan : Jadi nantinya ada lembaga yang
menaungi seluruh tenaga kesehatan.
Pengumpulan tenaga kesehatan dalam satu
lembaga menunjukkan adanya kesetaraan
diantara tenaga-tenaga kesehatan.
Lanjutan
9. Lanjutan
5.Pasal 1 ayat 17
Kolegium masing-masing Tenaga
Kesehatan adalah badan yang dibentuk
oleh Organisasi Profesi untuk setiap
cabang disiplin ilmu kesehatan yang
bertugas mengampu dan meningkatkan
mutu pendidikan cabang disiplin ilmu
tersebut.
Catatan: Jadi kedepan akan ada organisasi
yang dibentuk oleh IAI yang berbentuk
kolegium. Dalam bayangan saya kolegium
ini seperti himpunan seminat seperti
Hisfarsi, Hisfarma, Hisfarin, Hisfardis,
10. Bab III : Kualifikasi dan Pengelompokan Tenaga
Kesehatan
Tenaga Kesehatan
dikelompokkan ke dalam:
a. tenaga medis; dokter,
drg, dr spesialis, dr gigi
spesialis
b. tenaga psikologi klinis;
c. tenaga keperawatan;
d. tenaga kebidanan;
e. tenaga kefarmasian; apt
dan TTK
f. tenaga kesehatan
masyarakat;
g. tenaga kesehatan
lingkungan;
h. tenaga gizi;
i. tenaga keterapian
fisik;
j. tenaga keteknisian
medis;
k. tenaga teknik
biomedika;
l. tenaga kesehatan
tradisional ; tenakes
tradisional ramuan
dan tenakes
ketrampilan dan
m. tenaga kesehatan
lain.
11. Lanjutan
Catatan:
-Pada bagian penjelasan pasal 11 ini, tenaga
teknis kefarmasian adalah meliputi sarjana
farmasi, ahli madya farmasi, dan analis
farmasi.
Kita bisa melihat perbedaannya dengan PP 51
tahun 2009 : Tenaga Teknis Kefarmasian
adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang
terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Dalam
UU ini tenaga menengah farmasi/asisten
apoteker tidak lagi dimasukkan ke tenaga
teknis kefarmasian. Tetapi, sebagai asisten
tenaga kefarmasian.
12. Lanjutan
Berbeda dengan PP No. 32 tahun 1996
tentang tenaga kesehatan, praktisi
tradisional belum dimasukkan ke dalam
kelompok tenaga kesehatan. Tetapi dengan
undang-undang ini mereka telah dimasukkan
sebagai tenaga kesehatan. Bagaimana
klasifikasi dan persyaratannya belum terlalu
jelas, tetapi dalam bagian penjelasan untuk
pasal ini dikatakan bahwa Tenaga kesehatan
tradisional yang termasuk ke dalam Tenaga
Kesehatan adalah yang telah memiliki body
of knowledge, pendidikan formal yang setara
minimum Diploma Tiga dan bekerja di bidang
13. Bab IV : Perencanaan, Pengadaan,
dan Pendayagunaan
1.Pasal 13 Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan, baik dalam jumlah,
jenis, maupun dalam kompetensi secara merata untuk
menjamin keberlangsungan pembangunan kesehatan. Catatan
: Artinya kebutuhan apoteker di puskesmas wajib dipenuhi oleh
pemerintah. 2.Pasal 21 Ayat 1 : Mahasiswa bidang kesehatan
pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti
Uji Kompetensi secara nasional.
Catatan : Sebelumnya, mahasiswa yang menyelesaikan
pendidikan profesi secara otomatis mendapatkan sertifikat
kompetensi profesi (PP 51/2009 pasal 36 dan permenkes 889
tahun 2011), tetapi saat ini, sebelum lulus, mereka terlebih
dahulu harus mengikuti ujian kompetensi nasional
(CBT/computer based test) untuk mendapatkan sertifikat
kompetensi. Jadi, ujian kompetensi nasional adalah exit exam
bagi mahasiswa. Jika belum lulus, maka mahasiswa tersebut
masih menjadi tanggung jawab perguruan tinggi sampai
14. Lanjutan
Hal inipun berlaku bagi tenaga teknis kefarmasian
lulusan D3 farmasi (vokasi). Sebelumnya mereka
tidak perlu mengikuti ujian kompetensi.
Ayat 2: Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi
bekerja sama dengan Organisasi Profesi, lembaga
pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang
terakreditasi. Catatan: Jadi untuk farmasi, yang
menyelenggarakan ujian kompetensi adalah
perguruan tinggi farmasi yang bekerja sama dengan
organisasi profesi (IAI) atau LPUK (Lembaga
Pengembangan Uji Kompetensi)
Sebelumnya, termasuk SKPA, yang mengadakan
adalah organisasi profesi yang bekerjasama dengan
perguruan tinggi. Saat ini adalah sebaliknya.
Perguruan tinggi farmasi yang bekerja sama dengan
organisasi profesi (IAI)
15. Bab IV: Perencanaan,
Pengadaan dan Pendayagunaan
Ayat 5: Mahasiswa pendidikan vokasi memperoleh sertifikat
kompetensi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi. Ayat 6:
Mahasiswa pendidikan profesi memperoleh sertifikat profesi yang
diterbitkan oleh perguruan tinggi.
Catatan :
a.Sertifikat profesi menurut aturan ini diterbitkan oleh perguruan tinggi,
tidak seperti lagi saat ini yang diterbitkan oleh IAI.
Menurut ketua IAI Pusat, sertifikat profesi diberikan setelah apoteker
selesai ujian apoteker dan sertifikat kompetensi diberikan setelah
selesai ujian kompetensi apoteker. Jadi ada dua sertifikat yang
akan diperoleh oleh apoteker yang lulus.
Tetapi jika kita melihat ayat 5 dan ayat 6 pemahamannya tidak seperti
itu karena ternyata istilah sertifikat kompetensi diberikan untuk
tenaga teknis kefarmasian dan istilah sertifikat profesi diberikan
untuk apoteker. Lalu bagaimana dengan sarjana farmasi yang juga
masuk dalam tenaga teknis kefarmasian (PP 51 2009 pasal 33),
sertifikat apa yang mereka dapatkan ?. Pendidikan sarjana farmasi
bukan pendidikan vokasi dan bukanpula pendidikan profesi tetapi
merupakan pendidikan akademik.
16. Lanjutan…
3. Pasal 23
Ayat (2) Penempatan Tenaga Kesehatan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a. pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil;
b. b. pengangkatan sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja;
c. atau c.penugasan khusus. (penempatan dokter pascainternsip, residen
senior, pascapendidikan spesialis dengan ikatan dinas, dan tenaga
kesehatan lainnya)
Catatan : ini memungkinkan apoteker di puskesmas diangkat dengan
mekanisme PTT (pegawai tidak tetap) Ayat (3): Selain penempatan
Tenaga Kesehatan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah dapat menempatkan Tenaga Kesehatan melalui
pengangkatan sebagai anggota TNI/POLRI.
4.Pasal 26 Ayat 2 : Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan/atau kepala daerah yang membawahi
Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus mempertimbangkan pemenuhan
kebutuhan sandang, pangan, papan, dan lokasi, serta keamanan dan
keselamatan kerja Tenaga Kesehatan sesuai dengan ketentuan
17. Bab V. Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia
1.Pasal 34 Ayat 1 : Untuk meningkatkan
mutu Praktik Tenaga Kesehatan serta
untuk memberikan pelindungan dan
kepastian hukum kepada Tenaga
Kesehatan dan masyarakat, dibentuk
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
Ayat 2 : Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas konsil masing-masing
Tenaga Kesehatan.
2.Pasal 35 : Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia berkedudukan di ibukota
negara Republik Indonesia.
3.Pasal 36 : Ayat 1 : Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia mempunyai fungsi
sebagai koordinator konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan.
Ayat (2) Dalam menjalankan fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia memiliki tugas:
a. memfasilitasi dukungan pelaksanaan
tugas konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan;
b. melakukan evaluasi tugas konsil
masing-masing Tenaga Kesehatan;
dan
c. membina dan mengawasi konsil
masing-masing Tenaga Kesehatan.
Ayat 3: Dalam menjalankan fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia memiliki wewenang
menetapkan perencanaan kegiatan
untuk konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan.
18. Bab V. Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia
Catatan : Dalam
jangka dua tahun
kedepan akan
dibentuk Konsil tenaga
kefarmasian (waktu
untuk pelaksanaan UU
ini). Konsil ini yang
akan mewakili tenaga
kefarmasian dalam
konsil tenaga
kesehatan. Saat ini
yang bertindak
sebagai konsil
dibidang farmasi
adalah komite farmasi
nasional (KFN) yang
dibentuk oleh Menteri
Kesehatan.
Pasal 37
(1) Konsil masing-masing tenaga
kesehatan mempunyai fungsi
pengaturan, penetapan dan
pembinaan tenaga kesehatan dalam
menjalankan praktik Tenaga
Kesehatan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan.
(2) Dalam menjalankan fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan memiliki tugas:
a. melakukan Registrasi Tenaga
Kesehatan;
b. melakukan pembinaan Tenaga
Kesehatan dalam menjalankan
praktik Tenaga Kesehatan;
c. menyusun Standar Nasional
Pendidikan Tenaga Kesehatan;
d. menyusun standar praktik dan
standar kompetensi Tenaga
Kesehatan; dan
e. menegakkan disiplin praktik Tenaga
Kesehatan.
19. Bab V. Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia
Catatan : Dari pasal 37
ini kita melihat akan ada
perluasan fungsi dari
konsil kefarmasian yang
ada saat ini (KFN). KFN
sebelumnya hanya
memiliki 3 tugas (pada
permenkes 889 /2011
pasal 26), yaitu :
a. sertifikasi dan
registrasi;
b. pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan;
dan
c. pembinaan dan
pengawasan.
Tetapi dalam UU ini konsil kefarmasian
juga akan memilki tugas menyusun
Standar Nasional Pendidikan Tenaga
Kefarmasian (tugas ini sebelumnya
adalah tugas dari Asosiasi Pendidikan
Tinggi Farmasi Indonesia/APTFI) dan
menyusun Standar praktik dan
standar kompetensi Tenaga
Kesehatan (tugas ini sebelumnya
adalah tugas dari IAI).
Konsil ini juga akan berfungsi sebagai
lembaga penegakan disiplin praktek
kefarmasian oleh tenaga kefarmasian
(saat ini fungsinya dipegang oleh
Majelis Etik dan Disiplin Apoteker
Indonesia/MEDAI). Selain itu fungsi
KFN juga akan berkurang yang
tadinya berfungsi sebagai lembaga
sertifikasi dan registrasi kedepan
hanya sebagai lembaga registrasi
20. Bab V. Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia
Pasal 38
Dalam menjalankan tugasnya, konsil
masing-masing Tenaga
Kesehatan mempunyai
wewenang:
a. menyetujui atau menolak
permohonan Registrasi Tenaga
Kesehatan;
b. menerbitkan atau mencabut STR;
c. menyelidiki dan menangani
masalah yang berkaitan dengan
pelanggaran disiplin profesi
Tenaga Kesehatan
d. menetapkan dan memberikan
sanksi disiplin profesi Tenaga
Kesehatan; dan
e. memberikan pertimbangan
pendirian atau penutupan institusi
pendidikan Tenaga Kesehatan.
Catatan : Tugas MEDAI
(majelis etik dan disiplin
apoteker Indonesia) sudah
masuk dalam tugas konsil
kefarmasian. Selain itu,
Konsil kefarmasian akan
memiliki wewenang
rekomendasi pendirian
atau penutupan perguruan
tinggi farmasi.
Dari telaah ini, konsil ini
adalah lembaga terkuat
dalam dunia kefarmasian
karena mengatur
pendidikan dan praktek
kefarmasian.
21. Bab V. Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia
Pasal 40
(1) Keanggotaan Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia merupakan
pimpinan konsil masing-masing
Tenaga Kesehatan.
(2) Keanggotaan konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan terdiri
atas unsur:
a. kementerian yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
kesehatan;
b. kementerian yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
pendidikan;
c. Organisasi Profesi;
d. Kolegium masing-masing Tenaga
Kesehatan;
e. asosiasi institusi pendidikan
Tenaga Kesehatan;
Catatan : Keanggotaan konsil
kefarmasian nantinya
komposisinya akan berbeda
dengan keanggotaan KFN yang
ada saat ini. KFN terdiri dari
(permenkes 889/2011 pasal 27) :
a. Kementerian Kesehatan 2 (dua)
orang;
b. Badan Pengawas Obat dan
Makanan 1 (satu) orang;
c. Organisasi profesi 3 (tiga) orang;
d. Organisasi yang menghimpun
Tenaga Teknis Kefarmasian 1
(satu) orang;
e. Perhimpunan dari Perguruan
Tinggi Farmasi di Indonesia 1
(satu) orang; dan
f. Kementerian Pendidikan Nasional 1
(satu) orang.
22. Bab V. Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia
Pada konsil kefarmasian akan
bertambah unsur dari kolegium tenaga
kefarmasian., kolegium kefarmasian
akan seperti himpunan seminat.
Apakah nantinya himpunan seminat
akan secara otomatis berubah
menjadi kologium, tergantung IAI yang
memiliki kewenangan membentuk
kolegium ini.
Pasal 1 ayat 17 : Kolegium masing-
masing Tenaga Kesehatan adalah
badan yang dibentuk oleh Organisasi
Profesi untuk setiap cabang disiplin
ilmu kesehatan yang bertugas
mengampu dan meningkatkan mutu
pendidikan cabang disiplin ilmu
tersebut. Jika himpunan seminat sama
dengan kolegium, berarti akan ada
anggota himpunan-himpunan seminat
di dalam konsil kefarmasian.
Kemudian anggota konsil kefarmasian
juga akan ada yang berasal dari
asosiasi fasilitas pelayanan
kesehatan.
Pada PP 51 tahun 2009 pasal 1 ayat 11
dijelaskan bahwa :
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah
sarana yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian,
yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek
bersama.
Artinya kedepan akan ada anggota Konsil
kefarmasian yang berasal dari ASAPIN,
asosiasi rumah sakit, asosiasi puskesmas,
asosiasi toko obat dan organisasi yang
sejenis.
Selain itu, anggota Konsil kefarmasian juga
akan ada yang berasal dari anggota
masyarakat. Dalam bagian penjelasan
dikatakan bahwa Tokoh Masyarakat adalah
Yang dimaksud tokoh masyarakat adalah
setiap orang yang mempunyai reputasi dan
kepedulian terhadap kesehatan Yang
berkurang dari keanggotaan KFN yang ada
sekarang adalah : Dalam Konsil
kefarmasian tidak akan ada lagi anggota
yang berasal dari Badan Pengawas Obat
dan Makanan dan Organisasi yang
menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian.
Kecuali perwakilan organisasi profesi
diartikan sebagai perwakilan yang berasal
dari IAI dan PAFI.
23. Bab VI. Registrasi dan Perizinan
Tenakes
Pasal 44
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik
wajib memiliki STR.
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
konsil masing-masing Tenaga Kesehatan setelah
memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji profesi; dan
e. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
Catatan : Jadi, untuk tenaga teknis kefarmasian yang
menyelesaikan pendidikan vokasi memiliki sertifikat
kompetensi sedangkan untuk apoteker (pendidikan
profesi) memiliki sertifikat profesi.
Sedangkan untuk sarjana farmasi yang sebelumnya dapat
menjadi TTK dan mendapatkam STRTTK, maka
dengan peraturan ini, sudah tidak dapat lagi untuk surat
tanda registrasinya
Bagian Kedua :Perizinan
Pasal 46
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan
praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib
memiliki izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dalam bentuk SIP.
(3) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
atas rekomendasi pejabat kesehatan yang
berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga
Kesehatan menjalankan praktiknya.
(4) Untuk mendapatkan SIP sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Tenaga Kesehatan harus memiliki:
a. STR yang masih berlaku;
b. Rekomendasi dari Organisasi Profesi; dan
c. tempat praktik.
Syarat Rekomendasi Organisasi Profesi untuk
Apoteker yang tadinya hanya tercantum dalam
PP 51 2009 pasal 55 kini diperkuat dengan
adanya UU tenaga kesehatan ini. SIP ini hanya
berlaku untuk satu tempat (senada dengan PP 51
2009)
24. Bab VI. Registrasi dan Perizinan
Tenakes
Pasal 47
Tenaga Kesehatan yang menjalankan
praktik mandiri harus memasang
papan nama praktik.
Jadi program papanisasi apoteker tidak
hanya sekedar rekomendasi IAI
tetapi merupakan amanat Undang-
Undang.
Bagian Keempat :Penegakan Disiplin
Tenaga Kesehatan
Pasal 49
(1) Untuk menegakkan disiplin Tenaga
Kesehatan dalam penyelenggaraan
praktik, konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan menerima pengaduan,
memeriksa, dan memutuskan kasus
pelanggaran disiplin Tenaga
Kesehatan.
Pada PP 51 2009 penegakan disiplin ini
hanya dijelaskan mengikuti peraturan
perundangan yang berlaku tetapi
dalam undang-undang ini penegakan
disiplin menjadi tugas dariKonsil
kefarmasian. Oleh karena itu, MEDAI
IAI harus betul-betul bisa memberikan
batasan antara peran dan
kewenangannya dengan KFN. Jangan
sampai ada tumpang tindih dan
rebutan peran. Ataukah MEDAI akan
berubah kembali menjadi komisi etik
saja seperti pada kepengurusan IAI
sebelumnya tanpa mengatur disiplin ?.
25. Bab VI. Registrasi dan Perizinan
Tenakes
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), konsil masing-masing
Tenaga Kesehatan dapat memberikan sanksi
disiplin berupa:
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan STR atau SIP; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kesehatan.
Hal yang menarik disini adalah salah satu sanksi
yang bisa didapatkan jika melakukan pelanggaran
disiplin adalah di’sekolah’kan lagi diperguruan
tinggi.
26. Bab VII. Organisasi Profesi
1.Pasal 50 :Tenaga Kesehatan
harus membentuk Organisasi
Profesi sebagai wadah untuk
meningkatkan dan/atau
mengembangkan
pengetahuan dan
keterampilan, martabat, dan
etika profesi Tenaga
Kesehatan.
Catatan : Sepertinya kedepan
MEDAI memang harus
kembali seperti sebelumnya
hannya mengatur masalah
etika tidak mengatur masalah
disiplin.
Pasal 51 :
(1)Untuk mengembangkan
cabang disiplin ilmu dan standar
pendidikan Tenaga Kesehatan,
setiap Organisasi Profesi dapat
membentuk Kolegium masing-
masing Tenaga Kesehatan.
(2)Kolegium masing-masing
Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
merupakan badan otonom di
dalam Organisasi Profesi.
(3)Kolegium masing-masing
Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab kepada
Organisasi Profesi.
Pasal 51 ini menegaskan bahwa
yang dimaksud kolegium dalam
bidang farmasi akan berupa
himpunan seminat.
27. Bab IX.Hak dan Kewajiban
Tenakes
1. Pasal 59 :
(1) Tenaga Kesehatan yang menjalankan
praktik pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib memberikan
pertolongan pertama kepada Penerima
Pelayanan Kesehatan dalam keadaan
gawat darurat dan/atau pada bencana
untuk penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan.
(2) Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang
menolak Penerima Pelayanan
Kesehatan dan/atau dilarang meminta
uang muka terlebih dahulu.
Catatan : Nah, kedepan jika ada RS yang
menolak pasien dikarenakan masalah
biaya yang tidak ada dimuka maka RS
itu (tenaga kesehatan didalamnya)
melanggar undang-undang.
Pasal 63
(1) Dalam keadaan tertentu Tenaga
Kesehatan dapat memberikan
pelayanan di luar kewenangannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
menjalankan keprofesian di luar
kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Catatan : Yang menarik disini tenaga
kesehatan dapat melakukan pekerjaan
diluar kewenangannya, seperti apa
penjelasannya, kita tunggu peraturan
menterinya. Tetapi, kemungkinan
seperti dokter menyerahkan obat pada
daerah terpencil, perawat melakukan
tindakan invasif didaerah terpencil,
bidan menangani kelahiran tidak
normal, dsbg. Apoteker mendiagnosa
bagaimana? .
28. Bab XII. Pembinaan dan
Pengawasan
Pasal 80 Pemerintah dan Pemerintah Daerah
melakukan pembinaan dan pengawasan kepada
Tenaga Kesehatan dengan melibatkan konsil
masing-masing Tenaga Kesehatan dan
Organisasi Profesi sesuai dengan
kewenangannya.
Catatan : Hal ini senada dengan PP 51 tahun 2009
pasal 58 : Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai
kewenangannya serta Organisasi Profesi
membina dan mengawasi pelaksanaan
Pekerjaan Kefarmasian