PROSES GAKKUM TINDAK PIDANA RIKSA SAKSI & TSK

2. WILAYAH
PERAIRAN
INDONESIA
ARCHIPELAGIC STATE
- ADA 10 NEG YG WIL
PERAIRAN YG BERBATASAN
DG INDONESIA.
- ADA BEBERAPA PULAU –
PULAUTERLUAR.
DAMPAK NEGATIF
•KJHTN KONVENSIONAL
•KJHTN KEKAYAAN
NEGARA
•KJHTNTRANSNASIONAL
•KJHTN BERIMPLIKASI
KONTIJENSI
TRANSNASIONAL CRIME
- ILLEGAL FISHING
- PEOPLE SMUGGLING
-TRAFICKING IN PERSON
-NARKOBA
-TERORISME
-SEA PIRACY
-ARMS SMUGGLING
-SMUGGLING
BAB IV PSL 36 UNCLOS
PENDAHULUAN
LUAS WIL AIR 5.877.879 KM2
JUMLAH PULAU 17.508 PULAU
GRS PANTAI 95.181 KM
LETAK GEO 95 – 141 BT
06 LU – 11 LS
2

3. 1. PERTANYAANNYA ADALAH APAKAH UNDANG-UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA
(KUHAP) ,MASIH RELEVAN DENGAN KONDISI SAAT INI, BILA
DIKAITKAN DENGAN KEWENANGAN PENYIDIK TINDAK PIDANA
TERTENTU DI LAUT?
2. BAGAIMANA PENDAPAT PARA PENGAMAT HUKUM
PIDANA MENURUT PENGAMAT HUKUM TERKAIT TTG
PEMAHAMAN KUHAP YANG SEKARANG INI?
3. SEPERTI APAKAH KEINGINAN PARA AHLI HUKUM
KELAUTAN TERHADAP WACANA MUNCULNYA KUHAP
KELAUTAN?
4. BAGAIMANA PROSEDUR PEMERIKSAAN TERSANGKA
DALAM KODE ETIK KEPOLISIAN?
5. SEPERTI APAKAH KEINGINAN PARA AHLI HUKUM KELAUTAN
TERHADAP WACANA MUNCULNYA KUHAP KELAUTAN?

4. 6. JELASKAN PERKAP NOMOR 7 TAHUN 2006, BAHWA
ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
SENANTIASA MENGHINDARKAN DIRI DARI PERBUATAN
TERCELA DAN SEBUTKAN TINDAKAN-TINDAKAN YANG
TIDAK BOLEH DILAKUKAN!
7. SEBUTKAN HAL-HAL YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN
LARANG ANGGOTA POLRI UNTUK TIDAK MELANGGAR
HAM TERKAIT PERKAP NOMOR 8 TAHUN 2009 !
8. JELASKAN MAKSUDNYA BAHWA PARA PENYIDIK DALAM
MELAKSANAKAN KEGIATANNYA TERIKAT KEPADA PERATURAN-
PERATURAN, PERUNDANG-UNDANGAN, DAN KETENTUAN-
KETENTUAN YANG BERLAKU DALAM MENJALANKAN TUGASNYA.
DALAM PELAKSANAAN PROSES KEGIATAN PENYIDIKAN, PELUANG-
PELUANG UNTUK MELAKUKAN PENYIMPANGAN ATAU
PENYALAGUNAAN WEWENANG!

5. 9.SEBUTKAN TREND PERKEMBANGAN
LINGKUNGAN STRATEGIS BAIK GLOBAL, REGIONAL
MAUPUN NASIONAL DIPERAIRAN, DENGAN
BERBAGAI BENTUK GANGGUAN KAMTIBMAS
MENIMBULKAN DAMPAK YANG BERSPEKTRUM
LUAS DI BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN!.
10.BERDASARKAN TEORI EFEKTIVITAS HUKUM ,
EFEKTIF ATAU TIDAKNYA SUATU PENEGAKAN
HUKUM DITENTUKAN OLEH 5 (LIMA) FAKTOR
SEBUTKAN DAN JELASKAN!
11. SEBUTKAN 13 (TIGA BELAS) LEMBAGA PENEGAK
HUKUM DI LAUT , KEMUDIAN 6 LEMBAGA YG
MEMILIKI SATUAN PATROLI!

6. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN (KKP) SANGAT GENCAR MELAKUKAN MELAKUKAN
PENANGKAPAN DAN PENENGGELAMAN KAPAL ILLEGAL. TERNYATA KEGIATAN INI MENURUT PENGAMAT
HUKUM LAUT BELUM DIDUKUNG OLEH PAYUNG HUKUM YANG CUKUP KUAT.
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
(KUHAP) BELUM MEMUAT TENTANG ATURAN BAGAIMANA PROSES PENANGKAPAN KAPAL YANG
DIDAHULUI PENGHENTIAN DAN PEMERIKSAAN TERHADAP KAPAL DILAUT. MELIHAT PERKEMBANGAN
PADA ERA GLOBALISASI KHUSUSNYA TERKAIT TINDAK PIDANA DILAUTAN MAKA DIPERLUKAN ADANYA
SUATU PERUBAHAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, AKIBAT SELAMA INI TELAH
BANYAKNYA KAPAL-KAPAL YANG BEROPERASI MELEWATI PERAIRAN YURISDIKSI NASIONAL BAHKAN
MELAKUKAN TINDAK PIDANA DAN PELANGGARAN DIWILAYAH PERAIRAN NKRI.
PERTANYAANNYA ADALAH APAKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA
PIDANA (KUHAP) ,MASIH RELEVAN DENGAN KONDISI SAAT INI, BILA DIKAITKAN DENGAN KEWENANGAN
PENYIDIK TINDAK PIDANA TERTENTU DI LAUT? MENURUT PENDAPAT PENULIS UNDANG-UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) TIDAK RELEVAN DENGAN KONDISI
SAAT INI, KUHAP KEWENANGAN PENYIDIKAN TERLETAK PADA RANAH KEWENANGAN KEPOLISIAN,
KUHAP SEOLAH DIPAKSAKAN UNTUK MENFASILITASI ATAU MENGAKOMODIR PENYIDIK DILUAR
KEPOLISIAN. HAL DEMIKIAN BISA KITA DALAMI SECARA RUNTUT PADA UNDANG-UNDANG TENTANG
HUKUM ACARA PIDANA. BAB I, KETENTUAN UMUM
PASAL 1,
Umum

7. PASAL 1, YANG DIMAKSUD DALAM UNDANG-UNDANG INI DENGAN:
1. PENYIDIK ADALAH PEJABAT POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ATAU PEJABAT PEGAWAI NEGERI SIPIL TERTENTU YANG DIBERI
WEWENANG KHUSUS OLEH UNDANG-UNDANG UNTUK MELAKUKAN
PENYIDIKAN.
2. PENYIDIKAN ADALAH SERANGKAIAN TINDAKAN PENYIDIK DALAM
HAL DAN MENURUT CARA YANG DIATUR DALAM UNDANG UNDANG
INI UNTUK MENCARI SERTA MENGUMPULKAN BUKTI YANG DENGAN
BUKTI ITU MEMBUAT TERANG TENTANG TINDAK PIDANA YANG
TERJADI DAN GUNA MENEMUKAN TERSANGKANYA.
3. PENYIDIK PEMBANTU ADALAH PEJABAT KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA YANG KARENA DIBERI WEWENANG TERTENTU
DAPAT MELAKUKAN TUGAS PENYIDIKAN YANG DIATUR DALAM
UNDANG-UNDANG INI;
4. PENYELIDIK ADALAH PEJABAT POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
YANG DIBERI WEWENANG OLEH UNDANG-UNDANG INI UNTUK
MELAKUKAN PENYELIDIKAN;

8. 5. PENYELIDIKAN ADALAH SERANGKAIAN TINDAKAN PENYELIDIK
UNTUK MENCARI DAN MENEMUKAN SUATU PERISTIWA YANG DIDUGA
SEBAGAI TINDAK PIDANA GUNA MENENTUKAN DAPAT ATAU TIDAKNYA
DILAKUKAN PENYIDIKAN MENURUT CARA YANG DIATUR DALAM
UNDANG-UNDANG INI.
PENULIS MENYAKINI BAHWA UNDANG-UNDANG TENTANG HUKUM
ACARA PIDANA. BAB I, KETENTUAN UMUM
PASAL 1, YANG DIMAKSUD DALAM UNDANG-UNDANG INI,
PENYIDIKAN ADA PADA RANAH DAN KEWENANGAN PEJABAT
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, TERMASUK
PENYELIDIKAN, ATAU PEJABAT PEGAWAI NEGERI SIPIL TERTENTU YANG
DIBERI WEWENANG KHUSUS OLEH UNDANG-UNDANG UNTUK
MELAKUKAN PENYIDIKAN, MENURUT PENULIS SAMA SAJA TETAP
MERUPAKAN KEWENANGAN PEJABAT KEPOLISIAN, PASAL 6, (1)
PENYIDIK ADALAH, A. PEJABAT POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA;
B. PEJABAT PEGAWAI NEGERI SIPIL TERTENTU YANG DIBERI
WEWENANG KHUSUS OLEH UNDANG-UNDANG. (2) SYARAT
KEPANGKATAN PEJABAT SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM AYAT (1)
AKAN DIATUR LEBIH LANJUT DALAM PERATURAN PEMERINTAH.

9. BAGIAN KEDUA, PENYIDIKAN, PASAL 106, PENYIDIK
YANG MENGETAHUI, MENERIMA LAPORAN ATAU
PENGADUAN TENTANG TERJADINYA SUATU
PERISTIWA YANG PATUT DIDUGA, (1) UNTUK
MERUPAKAN TINDAK PIDANA WAJIB SEGERA
MELAKUKAN TINDAKAN PENYIDIKAN YANG
DIPERLUKAN. PASAL 107, KEPENTINGAN
PENYIDIKAN, PENYIDIK TERSEBUT PADA PASAL 6
AYAT (1) HURUF A MEMBERIKAN PETUNJUK KEPADA
PENYIDIK TERSEBUT PADA PASAL 6 AYAT (1) HURUF B
DAN MEMBERIKAN BANTUAN PENYIDIKAN YANG
DIPERLUKAN;

10. Kemudian menurut Pengamat Hukum Laut Ali Ridho. (kandidat
doktor hukum dari Universitas Borobudur), jika dipahami, dan
didalami pasal-pasal substansi dalam KUHAP saat ini masih
mengatur hukum acara bagi penyidik di wilayah daratan,
sementara penyidik tindak pidana tertentu dilautan seperti TNI
AL, PPNS Bea Cukai, PPNS Perikanan, PPNS Kehutanan dan
lain-lain dalam proses penyidikan belum mempunyai KUHAP
khusus Tindak Pidana Tertentu di Laut.
Sebagai gambaran dan perbandingan antara Penyidik TNI
Angkatan Laut dengan PPNS Perikanan mempunyai cara
sendiri-sendiri dalam proses penghentian dan pemeriksaan
kapal di laut, untuk PPNS Perikanan berdasarkan standart
operasional prosedur (SOP) sedangkan TNI Angkatan Laut
berdasarkan Prosedur Tetap Keamanan Laut (Protap Kamla).
.

11. Pemeriksaan Tersangka maupun Saksi di Kepolisian pada
dasarnya diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (“KUHAP”) dan juga UU No. 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban (“UU PSK”). Selain
kedua UU tersebut, ada juga UU No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Kepolisian”) yang
pada dasarnya mengamanatkan dalam Bab V tentang Pembinaan
Profesi. Turunan dalam UU Kepolisian tersebut di antaranya
adalah Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkap
7/2006”) dan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam
Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia (“Perkap 8/2009”).

12. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam
Penyelengaraan Tugas Polri khususnya dalam Pasal 11 ayat (1) telah ditegaskan bahwa setiap
petugas/anggota Polri dilarang melakukan:
(a) penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum;
(b) penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;
(c) pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orang-orang yang disangka
terlibat dalam kejahatan;
(d) penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia;
(e) korupsi dan menerima suap;
(f) menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi kejahatan;
(g) penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment);
(h) perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan kasus pelanggaran HAM
oleh orang lain;
(i) melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan hukum;
(j) menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan

13. Diakui beberapa produk Undang-Undang yang ada di Indonesia seperti Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan masih bercampur antara hukuman pidana dan acara hukum pidana.

14. PERATURAN MANAKAH YANG MENJADI PARAMETER SIKAP PERILAKU YANG TIDAK BOLEH
DILAKUKAN OLEH SEORANG APARAT KEPOLISIAN RI DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN
PENYELIDIKAN?
DALAM PASAL 13 AYAT (1) PERKAP NOMOR 8/2009 JUGA DISEBUTKAN BAHWA DALAM
MELAKSANAKAN KEGIATAN PENYELIDIKAN, SETIAP PETUGAS POLRI DILARANG:
(A) MELAKUKAN INTIMIDASI, ANCAMAN, SIKSAAN FISIK, PSIKIS ATAUPUN SEKSUAL UNTUK
MENDAPATKAN INFORMASI, KETERANGAN ATAU PENGAKUAN;
(B) MENYURUH ATAU MENGHASUT ORANG LAIN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN KEKERASAN
DI LUAR PROSES HUKUM ATAU SECARA SEWENANG-WENANG;
(C) MEMBERITAKAN RAHASIA SESEORANG YANG BERPERKARA;
(D) MEMANIPULASI ATAU BERBOHONG DALAM MEMBUAT ATAU MENYAMPAIKAN LAPORAN
HASIL PENYELIDIKAN;
(E) MEREKAYASA LAPORAN SEHINGGA MENGABURKAN INVESTIGASI ATAU
MEMUTARBALIKKAN KEBENARAN;
(F) MELAKUKAN TINDAKAN YANG BERTUJUAN UNTUK MEMINTA IMBALAN DARI PIHAK
YANG BERPERKARA.
BERDASARKAN KESELURUHAN PERATURAN INI TENTUNYA DIHARAPKAN BAHWA SETIAP
ANGGOTA KEPOLISIAN DAPAT BERTINDAK SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG–
UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA.

15. SEBUTKAN DASAR HUKUM BAHWA INSAN POLRI MEMILIKI KEWENANGAN TERHADAP
PENYIDIKAN DAN PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA SERTA LANDASAN PERILAKU YANG
DIHARAPKAN OLEH MASYARAKAT:! JAWABANNYA ADALAH SEBAGAI BERIKUT ANTARA LAIN
1. UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA (“KUHAP”)
2. UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
3. UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
4. PERATURAN KAPOLRI NO. 7 TAHUN 2006 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
5. PERATURAN KAPOLRI NO. 8 TAHUN 2009 TENTANG IMPLEMENTASI PRINSIP DAN
STANDAR HAM DALAM PENYELENGGARAAN TUGAS KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA

16. DALAM PELAKSANAAN PROSES KEGIATAN PENYIDIKAN, PELUANG-PELUANG UNTUK
MELAKUKAN PENYIMPANGAN ATAU PENYALAGUNAAN WEWENANG!
TAHAP PENYELIDIKAN SEORANG PENYIDIK DALAM MELAKSANAKAN TUGASNYA
MEMILIKI KORIDOR HUKUM YANG HARUS DI PATUHI, DAN DIATUR SECARA FORMAL,
APA DAN BAGAIMANA TATA CARA PELAKSANAAN, TUGAS-TUGAS DALAM
PENYELIDIKAN. ARTINYA PARA PENYIDIK DALAM MELAKSANAKAN KEGIATANNYA
TERIKAT KEPADA PERATURAN-PERATURAN, PERUNDANG-UNDANGAN, DAN
KETENTUAN-KETENTUAN YANG BERLAKU DALAM MENJALANKAN TUGASNYA.
DALAM PELAKSANAAN PROSES KEGIATAN PENYIDIKAN, PELUANG-PELUANG UNTUK
MELAKUKAN PENYIMPANGAN ATAU PENYALAGUNAAN WEWENANG UNTUK TUJUAN
TERTENTU, MEMUNGKINKAN TERJADI BUKAN MUSTAHIL HAL YANG DEMIKIAN
AKAN DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA POLRI. KARENA ITULAH SEMUA AHLI
KRIMINALISTIK MENEMPATKAN ETIKA PENYIDIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI
PROFESIONALISME YANG HARUS DIMILIKI OLEH SEORANG PENYIDIK SEBAGAI
BAGIAN DARI PROFESIONALISME YANG HARUS DIMILIKI OLEH SEORANG PENYIDIK.
BAHKAN, APABILA ETIKA PENYIDIKAN TIDAK DIMILIKI OLEH SESEORANG PENYIDIK
DALAM MENJALANKAN TUGAS -TUGAS PENYIDIKAN, CENDERUNG AKAN TERJADI
TINDAKAN SEWENANG-WENANG PETUGAS YANG TENTU SAJA AKAN MENIMBULKAN
PERSOALAN BARU.

17. Trend perkembangan lingkungan strategis baik global, regional
maupun nasional diperairan, dengan berbagai bentuk
gangguan kamtibmas menimbulkan dampak yang berspektrum
luas di berbagai bidang kehidupan!. Polri telah membagi
golongan kejahatan kedalam 4 (empat) golongan/jenis.
Pertama, kejahatan konvensional seperti kejahatan jalanan,
premanisme, banditisme, perjudian, pencurian dan lain-lain;
Kedua, kejahatan transnational yaitu : terroris, trafficking in
persons, money laundering, sea piracy and armed robbery at
sea, arms smuggling, cyber crime and international economic
crime; Ketiga, kejahatan terhadap kekayaan negara seperti
korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal minning,
penyelundupan, penggelapan pajak, penyalahgunaan BBM,
dan lain-lain serta Keempat, kejahatan yang berimplikasi
kontijensi seperti SARA, separatisme, konflik horizontal dan
vertikal serta unjuk rasa anarkis.

18. BERDASARKAN TEORI EFEKTIVITAS HUKUM (SOERJONO
SOEKANTO, 2011:8), EFEKTIF ATAU TIDAKNYA SUATU
PENEGAKAN HUKUM DITENTUKAN OLEH 5 (LIMA) FAKTOR
YAITU :1) FAKTOR HUKUMNYA/UU, 2) PENEGAK HUKUM, 3)
SARANA, 4) MASYARAKAT DAN 5) KEBUDAYAAN. DALAM
BERFUNGSINYA HUKUM, MENTALITAS ATAU KEPRIBADIAN
PETUGAS PENEGAK HUKUM MEMAINKAN PERANAN
PENTING, KALAU PERATURAN SUDAH BAIK, TETAPI
KUALITAS PETUGAS KURANG BAIK, AKAN MENJADI
MASALAH DALAM PELAKSANAANNYA. OLEH KARENA ITU,
SALAH SATU KUNCI KEBERHASILAN DALAM PENEGAKAN
HUKUM ADALAH MENTALITAS/ KEPRIBADIAN PENEGAK
HUKUM ITU SENDIRI.

19. DALAM TEORI KRIMINOLOGI (J.E SAHETAPY, 1992:78),DALAM RANGKA
IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM “BAHWA PENEGAKAN KEADILAN
TANPA KEBENARAN ADALAH SUATU KEBIJAKAN. PENEGAKAN
KEBENARAN TANPA KEJUJURAN ADALAH SUATU KESALAHAN”. RELEVAN
DENGAN HAL TERSEBUT B. M. TAVERNE MENGATAKAN, “GEEF ME
GOEDE RECHTER, GOEDE RECHTER COMMISSARISSEN, GOEDE
OFFICIEREN VAN JUSTITIEEN, GOEDE POLITIE AMBTENAREN, EN IK ZAL
MET EEN SLECHT WETBOEK VAN STRAFPROSESRECHT HET GOEDE
BERUKEN” BAHWASANNYA BELIAU MENGATAKAN “BERIKAN AKU
HAKIM, JAKSA, POLISI DAN ADVOKAT YANG BAIK, MAKA AKU AKAN
BERANTAS KEJAHATAN MESKIPUN TANPA SECARIK UNDANG-UNDANG
PUN”. DENGAN KATA LAIN, “BERIKAN PADAKU HAKIM DAN JAKSA YANG
BAIK, MAKA DENGAN HUKUM YANG BURUK PUN SAYA BISA
MENDATANGKAN KEADILAN.ARTINYA, BAGAIMANA PUN LENGKAPNYA
SUATU RUMUSAN UNDANG-UNDANG, TANPA DIDUKUNG OLEH
APARATUR PENEGAK HUKUM YANG BAIK, MEMILIKI MORALITAS DAN
INTEGRITAS YANG TINGGI, MAKA HASILNYA AKAN BURUK.

20. TUGAS POKOK & FUNGSI POLAIR
HARKAMTIBMAS, LIN YOM YAN MASY PERAIRAN,
GAKKUM DI SELURUH WIL PERAIRAN NKRITUPOK
1. PERUMUSAN & BANG SIS MET PERAT FUNG POLAIR
2. WAS & SUPERVISI GUNA JAMIN LAKS BIN HARKAM
3. RENBUT HAR & WAT PERS, MATLOG SERTA GAR
4. PUL LAH SAJI DATA
5. PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERKAPALAN
6. GAKKUM, PENGAWALAN & PATROLI
7. BIN TEHNIS FUNGSI KEPOL PERAIRAN
8. LAKS KERMA DAGRI & LUGRI
9. KURATIF (SAR & TRANSPORTASI KEPOL )
10. BINMAS PERAIRAN
FUNGSI
20

21. 21
- UUD’45 Pasal 30(4);
- UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;
- UU No. 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS;
- UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia;
- UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri;
- UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;
- UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Indonesia;
- UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara;
- UU No 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU
No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;
- UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian;
- Perkap NO 14 Tahun 2012 TTG Manajemen Penyidikan TP
- Skep Dir Polair Babinkam Polri No. Skep/61/Vii/2008 Ttg
Mindik Awal Diatas Kapal Patroli Polisi;
- SOP Penanganan TP. Perikanan pada tingkat penyidikan.
Dasar Hukum

22. INSTANSI DILUAR POLRI LAKS GAKKUM DI LAUT
1. TNI AL
- UU No. 5 TH 1983 TTG ZEEI, UU No. 5 TH 1990 TTG KSDA(KHUSUS ZEEI, LANDAS
KONTINEN), UU No. 3 TH 2002 TTG HANNEG, UU No. 31 TH 2004 TTG PERIKANAN, UU No.
34TH 2004 TTG TNI
- JAGA KEDAULATAN RI DI LAUT , SIDIK PERIKANAN, HIDRO OCEANOGRAFI, SAR
2. HUBLA (KPLP)
- UU No. 17 Th 2008 ttg PELAYARAN
- JAGA ASSET/SARANA HUBLA,SIDIK BID PELAYARAN, SAR & TANGGULANGI POLUSI LAUT
• DEPKEU (BC)
- UU No. 11 TH 1995 TTG PABEAN & CUKAI, UU No. 17 TH 2006 TTG KEPABEANAN
- GAKKUM KEPABEANAN DI LAUT
• DEPKUMHAM (IMIGRASI)
- UU No. 6 TH 2011 TTG KEIMIGRASIAN
- WASDAL OA
• KKP ( P2SDKP )
- UU No. 31 TH 2004 TTG PERIKANAN, UU No. 45 TH 2009 TTG PERUBAHAN UU PERIKANAN
- KELOLA GIAT PERIKANAN, WAS SUMDA LAUT & PERIKANAN, GAKKUM PERIKANAN
• BAKAMLA
- PEPRES NO. 178/ 2014 TTG BAKAMLA : MEKALS PATROLI KEAMANAN & KESLAMATAN WIL
PER INDONSIA 22

23. PERAIRA
N ZEE PERAIRAN
TERITORIAL
PERAIRAN
KEPULAUAN
ALKI - I ALKI - II ALKI - III
BATAS ALUT
PENEGAKKAN HUKUM DIWIL PERAIRAN
23

24. PENINDAKAN DI PERAIRAN
LEGALITAS
TIADA PIDANA TANPA PERATURAN YANG MENGANCAM TERLEBIH DAHULU
(PSL 1(1) KUHP. PS MERUPAKAN KEJAHATAN DGN UU NO 5 THN 2009 TTG
PENGESAHAN KONVENSI MENENTANG TP TRANS YG TERKORDINIR, DAN
UU NO. 15 THN 2009 TTG PENGESAHAN PROTOKOL MENENTANG LUNDUP
MIGRAN LALUI DARAT, LAUT DAN UDARA. UU NO 6THN 2011 TTG
KEIMIGRASIAN
TERITORIAL
PETUGAS BERDASAR HKM IND DI SEGALA TINGKATAN DPT LAKUKAN
SIDIK,TUNTUT,ADILI, DAN EKSEKUSI TP SESUAI HKM IND BILA TERJADI DI WIL
IND(PSL 2 KUHP). DIPERLUAS MENCAKUP RAN AIR DAN PSWT UDARA (PSL 3
KUHP). DLM UU NO 6 TH 2011 PSL 1 KEIMIGRASIAN HAL IHWAL LALIN ORG
KELUAR MASUK WIL IND. THDP RAN AIR DIDAFTAR DAN DIBERI SERTIFIKAT
KEBANGSAAN DMN PSL 92 UNCLOS BHW KPLWAJIB STATUS KEBANGSUAAN
ASAS HUKUM
PEMBERIAN PERLINDUNGAN THD SELURUH KEPENTINGAN NAS IND THD
SIAPAPUN DI TMPT MANAPUN, TDK TERIKAT KEBANGSAAN MAUPUN
YURISDIKSI DMNTP DILAKUKAN
TIAP ORG IND BAIK DI DALM MAUPUN LUAR NEGERI DPT DIKENAKAN HKM IND
BILA LAKUKAN PERBUATAN PIDANA
NASIONALITAS
NASIONAL PASIF
24

25. LINTAS DAMAI KAPAL ASING
(PASAL 11 UU NO 6TAHUN 1996)
1. KAPAL SEMUA NEGARA BAIK BERPANTAI MAUPUN TIDAK
BERPANTAI MENIKMATI HAK LINTAS DAMAI MELALUI LAUT
TERITORIAL DAN PERAIRAN KEPULAUAN INDONESIA
2. LINTAS NAVIGASI DILAKUKAN UNTUK KEPERLUAN :
A. MELINTASI LAUT TANPA MEMASUKI PERAIRAN PEDALAMAN,
SINGGAH DI TMPT BERLABUH ATAU FASILITAS DI LUAR
PELABUHAN
B. BERLAKU KE ATAU DR PERAIRAN PEDALAMAN ATAU SINGGAH DI
TMPT BERLABUH ATAU FASILITAS PELABUHAN TSB
3. LINTAS DAMAI DILAKUKAN TERUS MENERUS LANGSUNG SERTA
SECEPAT MUNGKIN , MENCAKUP BERHENTI ATAU BUANG JANGKAR
SEPANJANG HAL TSB BERKAITAN DGN NAVIGASI NORMAL, ATAU
PERLU KARENA KEADAAN MEMAKSA, ALAMI KESULITAN,
MEMBERI PERTOLONGAN KPD ORG, KAPAL, ATAU PSWT UDARA YG
ALAMI BAHAYA/KESULITAN1.
25

26. UU NO. 6TAHUN 1996
PASAL 12
LINTAS OLEH KAPAL ASING DIANGGAP MEMBAHAYAKAN KEDAMAIAN,
KETERTIBAN, ATAU KEAMANAN INDONESIA BILA KAPAL TSB SEWAKTU
BERADA DI LAUT TERITORIAL ATAU DI PERAIRAN KEPULAUAN LAKUKAN
SALAH SATU GIAT YG DILARANG BERDASAR KONVENSI DAN ATAU HKM
INTERNASIONAL LAINNYA
PASAL 24
(2)
PENINDAKAN DILAKUKAN THD KPL ASING BILA (PASAL 27(1)
UNCLOS):
1. AKIBAT KEJAHATAN DIRASAKAN NEGARA PANTAI
2. KEJAHATAN TSB MERUP JENIS KEJAHATAN YG
MENGGANGGU KEDAMAIAN NEGARA ATAU KETERTIBAN
LAUT WIL
3. BILA DIMINTA BANTUAN PENGUASA SETEMPAT OLEH
NAAKHODA KPL, WAKIL DIPLOMATIK ATAU PEJABAT
KONSULER NEGARATSB
4. UTK MENUMPAS PERDAGANGAN GELAP
NARKOTIKA/PSIKOTROPIKA 26

27. HOT PURSUIT ( PASAL 111 UNCLOS)
1. PENGEJARAN SEKETIKA KAPAL ASING DAPAT DILAKUKAN BILA
PIHAK BERWENANG NEGARA PANTAI MEMPUNYAI ALASAN CUKUP
UTK MENDUGA BHW KAPAL TSB TELAH MELANGGAR PERATURAN
PER UU NEGARA TSB
2. HAK PENGEJARAN SEKETIKA BERHENTI SEGERA SETELAH KAPAL YG
DIKEJAR MEMASUKI LAUT WILAYAH NEGARANYA SENDIRI ATAU
NEGARA KETIGA
3. PENGEJARAN SEKETIKA BLM DIANGGAP DIMULAI KEC JIKA KPL YG
MENGEJAR TELAH MEYAKINKAN DIRI DGN CARA PRAKTIS YG
DEMIKIAN DAN TERSEDIA BHW KPL YG DIKEJAR ATAU SALAH SATU
SEKOCINYA, ATAU KPL LAIN YG BEKERJASAMA SBG TEAM DAN
MENGGUNAKAN KPL YG DIKEJAR SBG KPL INDUK BERADA DLM
BATAS LAUT WILAYAH ATAU SESUAI DGN KEADAAN DI ZONA
SEMPADAN ATAU ZEE ATAU LANDAS KONTINEN . PENGEJARAN
HANYA DPT DIMULAI STLH DIBERI TANDA VISUAL ATAU BUNYI
UTK BERHENTI PD SUATU JARAK YG MEMUNGKINKAN TANDA
ATAU BUNYI DILIHAT ATAU DIDENGAR OLEH KPL TSB

28. HOT PURSUIT ( PASAL 111 UNCLOS)
4. PENGEJARAN SEKETIKA DILAKUKAN HANYA DILAKUKAN OLEH KAPAL
PERANG ATAU PESAWAT UDARA LAIN YG DIBERI TANDA YANG
JELAS DAN DPT DIKENAL SBG KAPAL ATAU PESAWAT UDARA
DALAM DINAS PEMERINTAH DAN BERWENANG UNTUK
MELAKUKAN TUGAS UTK ITU
5. KAPAL YG DIHENTIKAN ATAU DITAHAN DI LUAR LAUT TERITORIAL
DALAM KEADAAN YG TDK MEMBENARKAN DILAKSANAKANNYA
HAK PENGEJARAN SEKETIKA, MAKA KAPAL HARUS DIBERIKAN
GANTI RUGI UTK SETIAP KERUGIAN DAN KERUSAKAN YG TELAH
DIDERITA KARENANYA
28

29. PENGHENTIAN KAPAL
1. MEMBERI PERINTAH BERHENTI DGN TANDA YG DPT DILIHAT DAN ATAU
DIDENGAR YG DPT DIMENGERTI:
A. MENAIKKAN BENDERA K(SY INGIN BERKOMUNIKASI) DAN BENDERA L
(HENTIKAN KPL ANDA DGN SEGERA)
B. ISYARAT OPTIMAS (LAMPU/CERMIN PD CUACA YG DPT DILIHAT) _ . _ / . _ .
.
C. ISYARAT SEMAPHORE
D. MEGAPHONE
E. MENEMBAKKAN PELURU HAMPA KE UDARA
2. BILA PERINTAH BERHENTI TDK DIINDAHKAN LANJUTKAN DGN PERINGATAN
TEMBAKAN MERIAM PELURU HAMPA
3. JIKA TDK DIINDAHKAN TEMBAKAN PELURU TAJAM DGN SASARAN
TEMBAKAN AIR LAUT DI HALUAN DAN BURITAN YG CIPRATAN DPT DILIHAT
KAPAL TSB
4. BILA TINDAKAN TSB TDK DIINDAHKAN MAKA TEMBAKAN DIARAHKAN KE KPL
TARGET DGN PERHATIKAN KESELAMATAN JIWA
5. BILA TERJADI PERLAWANAN DGN SENPI MAKA TEMBAKAN DIARAHKAN DGN
TUJUAN MELUMPUHKAN 29

30. TERTANGKAP TANGAN
DILAKUKAN OLEH SIAPA SAJA(PASAL 111 KUHAP) DAN DALAM
PENANGANANNYA DILAKUKAN LANGKAH-LANGKAH :
1. MELAKUKAN PENGAMANAN THD KPL, ORG DAN MUATAN
2. PAM ORG DILAKUKAN DGN MEMISAHKAN ANTARA PENUMPANG
DGN KRU KPL SERTA LAKUKAN PENDATAAN SEMENTARA
3. HIMPUN INFORMASI DGN LAKUKAN WAWANCARA DG KRU KPL
4. LAKUKAN WAS KPD ORG-ORG YG MEMILIKI PERANAN PENTING
TERHADAP TINDAK PIDANA YG DIDUGA
5. MEMBAWA KAPAL KE PELABUHAN TERDEKAT UTK DISERAHKAN
KPD INSTANSI YG BERWENANG UTK DILANJUTKAN
PENANGANANNNYA (Ditpolair Polda/Polairres)
30

31. TERHADAP TINDAK PIDANA PERIKANAN
YANG DILAPORKAN LP B DAN LP A YG
DITEMUKAN
KAPAL POLISI
Lidik
•RIKSA ;KAPAL, KRU, MUATAN, PENUMPANG &
DOKUMEN
•DOKUMENTASI, (POTRET)
•SKET TKP(KAPAL LABUH) / GSPP(KAPAL GERAK)
•KAWAL KE PELABUHAN TERDEKAT
•CEK KESEHATAN PENUMPANG
•KOORDINASI DGN INSTASI TERKAIT
SERAHKAN UTK LANJUTKAN SIDIK
- Proses sendiri oleh Polri
- Limpah ke KKP / TNI AL
HENRIKAN
Observasi
Interview
Surveillance
Under Cover
PEMERIKSAAN PADA KAPALYG
MELAKUKAN ILLEGAL FISHING
31 31

32. KAPAL
POLSI
SUBDIT
GAKKUM JPU
Perkap NO 14
Tahun 2012 TTG
Manajemen
Penyidikan TP
Skep Dir Polair
Babinkam Polri No.
Skep/61/Vii/2008 Ttg
Mindik Awal Diatas
Kapal Patroli Polisi 32

33. PONTIANAK
PROVINSI
KALBAR
PROVINSI
KALTENG
PALANGKARAYA
SAMPIT
BANJAR
MASIN
PROVINSI
KALSEL
PROVINSI
KALTIM
SAMARINDA
BALIKPAPAN
PALU
KENDARI
MAKASAR
PROVINSI
SULTENG
POSO
GORONTALO
MANADO
PROPINSI
SULUT
PROPINSI
GORONTALO
BANDA ACEH
PROVINSI
NAD
PROVINSI
SULSEL
MEDAN
PROVINSI
SUMUT
PEKAN BARU
PROVINSI
RIAU
PADANG
PROVINSI
SUMBAR
JAMBI
PROVINSI
JAMBI
BENGKULU
PROVINSI
BENGKULU
PALEMBANG
PROVINSI
SUMSEL
Bd.LAMPUNG
PROVINSI
LAMPUNG
P.PINANG
PROVINSI
BABEL
PROVINSI
SULTRA
SERANG
BANDUNG
SEMARANG SURABAYA
PROPINSI
JABAR
PROPINSI
DKI JAYA
PROPINSI
BANTEN
PROPINSI
JATENG
PROPINSI
JATIM
PROPINSI
D.I.Y
DENPASAR
PROPINSI
BALI
MATARAM
PROPINSI
NTB
KUPANG PROPINSI
NTT
TIMOR
LOROSAE
SORONG
PROVINSI
PAPUA BARAT
PROVINSI
PAPUA TENGAH
TIMIKA
PROVINSI
PAPUA TIMUR
JAYAPURA
TERNATE
PROVINSI
MALUKU UTARA
MALUKU
PROVINSI
MALUKU
MALAYSIA
BRUNEI
DARUSSALAM
MALAYSIA
SINGAPURA
LAUT JAWA
LAUT BANDA
LAUT ARU
LAUT SULAWESI
LAUT NATUNA
KEP SANGIHE
KEP TALAUD
POSISI KAPAL POLISI DALAM PENEGAKAN HUKUM DI WILAYAH PERAIRAN
Ket. Jmlh Alut : 17 Unit Kp
33

34. 34
NO TAHUN JMLH
HASIL TANGKAPAN
KAPAL PATROLI
DITPOLAIR BHKM
POLRI (MABES)
DIT POLAIR
DAERAH
(POLDA)
JUMLAH
KIA KII KIA KII KIA KII
1 2010 219 39 109 9 62 48 171
2 2011 200 21 104 2 73 23 177
3 2012 84 3 67 4 10 7 77
4 2013 124 17 44 1 62 18 106
5 2014 89 6 42 - 41 6 63
JUMLAH TOTAL 716 86 366 146 248 102 594

35. ILLEGAL FISHING OLEH
KAPAL IKAN ASING (KIA)
WILOPS KPL
IKAN ASING
- DI SEKITAR LAUT NATUNA YANG MERUPAKAN BAGIAN DARI LAUT
TERRITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA (ZEEI)
(DISEKITAR 5 – 20 MIL DARI PULAU TERLUAR P. SEKATUNG DAN P.
TEKONGBARU KAB. NATUNA)
- DI SEKITAR LAUT SUMUT
- DISEKITAR LAUT SULUT
B. MODUS
OPERANDI
1. DOKUMEN PENANGKAPAN IKAN (SIPI) PALSU;
2. ALAT TANGKAP YANG DILARANG( PUKAT HARIMAU, JARING
UDANG, PUKAT IKAN DGN 2 KPL, PURSEINE PELAGIS BESAR DAN
RUMPON;
3. IDENTITAS KAPAL PALSU DAN MENGGUNAKAN DUA BENDERA
KEBANGSAAN.
35

36. PENEGAKKAN HUKUM THD
PARA PELAKU ILLEGAL FISHING
PENINDAKAN
OLEH KAPAL PATROLI POLISI DENGAN MELAKSANAKAN KEGIATAN
KEPOLISIAN DAN OPERASI KEPOLISIAN (OPS TERPUSAT MAUPUN
BKO)
PENYIDIKAN
KAPAL PATROLI POLISI MELAKUKAN RIKSA DAN BERKAS AWAL SESUAI MINDIK DI
KAPAL POLISI UNTUK KEMUDIAN DILANJUTKAN SIDIK SUBDIT GAKKUM SATWIL.
/DAERAH TERHADAP PARA PELAKU ILLEGAL FISHING
1. BB (KAPAL DILAKUKAN PELELANGAN BERDASARKAN PASAL 45 KUHAP DAN PASAL 76 B(1)
UU NO. 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 31 TAHUN 2004 TTG
PERIKANAN, TUJUAN LELANG ANTISIPASI TURUNNYA NILAI KPL, TINGGINYA HARWAT,
DEMI KAM DAN KESELAMATAN PELAYARAN.
2. PENETAPAN NAKHODA SELAKU TSK BERDASAR TGJWB DIATAS KAPAL SESUAI PSL I ANGKA
41 UU NO 17 TH 2008 TTG PELAYARAN, TERHADAP ABK ASING (KIA) SELAKU SAKSI
DENGAN STATUS NON PROJUSTITIA SETELAH DIMINTAI KETERANGAN DISERAHKAN
KEPADA PIHAK IMIGRASI UNTUK DILAKUKAN DEPORTASI KE NEGARA ASAL. TSK DI ZEEI
TDK DIPID KURUNGAN TTP PIDANA DENDA (PN PONTIANAK VONIS DENDA TSK)
BERDASAR PASAL 102 UU NO 45 THN 2009 TTG PERUBAHAN ATAS UU NO 31 THN 2004
TTG PERIKANAN
PENANGANAN
BB (KPL) &
ABK
36

37. KENDALA PENANGANAN
KAPAL IKAN ASING (KIA)
KPL
NELAYAN 1. TIDAK ADANYA TEMPAT PENYIMPANAN KAPAL SITAAN
2. TINGGINYA BIAYA PERAWATAN KAPAL.
ABK KPL
1. PIHAK IMIGRASI TERKADANG MENOLAK ABK NON JUSTISIA
DAN PENDEPORTASIAN DGN ALASAN TDK ADA ANGGARAN
2. KURANGNYA RESPON PIHAK KEDUTAAN BESAR TERKAIT THD
WARGANYA UTK MEMBANTU DEPORTASI
3. THD NAKHODA DG STATUS TSK KHUSUSNYA PERKARA ZEEI
BERDASAR PASAL 102 UU NO 45 TAHUN 2009 TTG PERUBAHAN
ATAS UU NO 31 THN 2004 TTG PERIKANAN TDK DILAKUKAN
PENAHANAN SEHINGGA BEBAS BERKELIARAN DAN
MEMPERSULIT WASNYA
37

38. KEBIJAKAN POLRI DLM MENDUKUNG
PENANGGULANGAN ILLEGAL FISHING
1. MENINGKAT KEMAMPUAN PERSONEL DIBIDANG PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TP PERIKANAN DLM
RANGKA PENCAPAIAN CRAME CLEARENCE DENGAN MEMBERDAYAKAN SUBDIT GAKKUM
KEWILAYAHAN DAN SATPOLAIRES SERTA MEMBERIKAN BANTEK DAN MONITORING SECARA
BERSEKINAMBUNGAN.
2. MELAKUKAN PENDATAAN / MAPING DAERAH RAWAN ILLEGAL FISHING (HOTSPOT) DISELURUH
WILAYAH PERAIRAN TERITORIAL INDONESIA.
3. POLA OPERASI KAPAL PATROLI DILAKSANAKAN DLM BENTUK BKO KEWILAYAHAN & OPERASI MANDIRI
TERPUSAT MAUPUN OPERASI GABUNGAN.
4. UNTUK KASUS-KASUS ILLEGAL FISHING YG DITANGKAP KAPAL PATROLI TG DI BKO KAN KEDAERAH
AKAN DISERAHKAN KE SUBDIT GAKKUM SETEMPAT SEDANGKAN UTK KASUS YG LINGKUP
KEJADIANNYA MENCAKUP LEBIH DARI SATU POLDA DAPAT DIAMBIL ALIH SUBDIT GAKKUM BAHARKAM
POLRI (MABES).
5. MENETAPKAN ILLEGAL FISHING MENJADI SALAH SATU SASARAN PRIORITAS DLM SETIAP KEGIATAN
OPERASI DISAMPING TP. LAIN YG TERJADI DIWILAYAH PERAIRAN DG MEMPERHATIKAN TREND DAN
MODUS OPERANDI YG TERJADI GUNA MENUJU INDONESIA SBG POROS MARITIM DUNIA
6. MENGADAKAN KOORDINASI YG LEBIH INTENSIF DENGANINSTANSI TERKAIT GUNA MENCARI LANGKAH-
LANGKAH YG TEPAT SERTA KERJASAMA YG EFEKTIF DLM MENDUKUNG PENANGGULANGAN ILLEGAL
FISHING.
7. REALISASI DAN OBYEKTIFITAS DALAM PENGAWASAN, PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM
SUMBER DAYA PERIKANAN SALAH SATU KEBIJAKAN KEPOLISIAN PERAIRAN SELAKU PENGEMBAN
DAN PELAKSANA UTAMA FUNGSI KEPOLISIAN DIWILAYAH PERAIRAN DENGAN MELAKUKAN DENGAN
POLA : PREEMTIF, PREFENTIF DAN REPRESIF TERHADAP PARA PELAKU ILLEGAL FISHING DI WIL
PERAIRAN.
38

39. KESIMPULAN
1. WILAYAH INDONESIA DENGAN KANDUNGAN POTENSI
SUMBER DAYA PERIKANAN YANG SANGAT BESAR DAN
MERUPAKAN SALAH SATU ASET YANG DAPAT
BERPELUANG SEKALIGUS MENJADI HARAPAN UNTUK
MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN DAN KEMAKMURAN
BAGI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA NAMUN PADA SISI
LAIN JUGA DIHADAPKAN DENGAN KONSEKWENSI DAN
MENUNTUT KONSENTRASI DARI BERBAGAI PIHAK UNTUK
MELAKUKAN LANGKAH – LANGKAH PROAKTIF SECARA
SERIUS UNTUK PENANGANANNYA
2.WUJUDKAN PENANGGULANGAN ILLEGAL FISHING
SECARA OBYEKTIF PROFESIONAL DAN PROPORSIONAL
GUNA SUKSESNYA INDONESIA SBG POROS MARITIM
DUNIA 39

40. KARENA DI LAUT KAMI BANGGA

41. Sekian
Terima Kasih
41