2. Pengaduan
MAHKAMAH AGUNG
Supreme Court of Justice
Penyelidikan
Laporan
Persidangan
Penuntutan
Terjadi Suatu Peristiwa
diketahui melalui
Tindak Pidana (Delik) Bukan Tindak Pidana
Penyidikan Cukup Bukti
Penuntutan
Prapenuntutan
Penyusunan Dakwaan
Pemeriksaan di
Sidang Pengadilan
Acara Pemeriksaan Biasa
Acara Pemeriksaan Singkat
Acara Pemeriksaan Cepat
Ac. Pemeriksaan Tipiring
Ac. Pelanggaran Lalin
Upaya
Hukum
Biasa
Pemeriksaan
Tingkat Banding
Pemeriksaan
Untuk Kasasi
Upaya
Hukum
Luar
Biasa
Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Peninjauan Kembali (PK)
SP3
Pelaksanaan Pidana
3. Definisi Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana (HAP) adalah upaya mengatur bagaimana negara dengan
alat-alat perlengkapannya mempergunakan haknya untuk memidana (Simon)
Van Bemmelen berpendapat bahwa pandangan Simon terhadap definisi hukum
acara pidana agak sempit dan kurang tepat, karena hanya menitikberatkan pada
bagaimana hukum pidana materiil harus dilaksanakan, namun disisi lain
mengabaikan tugas pokok hukum acara pidana, yaitu mencari dan mendapatkan
kebenaran yang selengkap-lengkapnya.
Hukum acara pidana tidak selalu dapat melaksanakan Hukum pidana materiil,
sebab hukum acara pidana sudah dapat bertindak meskipun baru terdapat
persangkaan tentang adanya orang yang melanggar atau memenuhi aturan-aturan
hukum pidana (Van Bemmelen)
Hukum acara pidana adalah norma hukum berwujud wewenang yang diberikan
kepada negara untuk bertindak apabila ada persangkaan bawasannya hukum
pidana dilanggar (Seminar Hukum Nasional I Tahun 1963)
4. Tujuan Hukum Acara Pidana
Tujuan hukum Acara Pidana:
“untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
mendekati kebenaran materiil”
Kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum
acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan
untuk :
a. mencari siapakah pelaku yang dapat didakwa
melakukan pelanggaran hukum,
b. meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan
guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak
pidana telah dilakukan, dan apakah orang yang
didakwakan ini dapat dipersalahkan.
5. Hukum Pidana dalam Arti Formil dan
Materiil
Dalam hal ini Hukum Pidana Formil (KUHAP) menjamin
terlaksananya Hukum Pidana Materiil (KUHP) sesuai
wewenang dan ketentuan hukum yang berlaku
6. Ilmu Bantu dalam Hukum Acara Pidana
Logika berpikir dengan akal budi yang sehat
berdasarkan atas hubungan beberapa fakta,
atau berpikir berdasarkan alam pikiran manusia
secara sehat.
Logika sangat berperanan
dalam persangkaan atau
pembuktian. Apabila ada
persangkaan bahwa hukum
pidana dilanggar, ada 4 fase
yang harus dilakukan:
Orientasi
Hipotesis
Verifikasi
Simpulan
Psikologi Ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesama manusia, agar
dapat memperlakukan manusia dengan lebih tepat.
Psikiatri Ilmu pengetahuan yang mempelajari jiwa manusia, tetapi jiwa
manusia yang sakit.
7. Kriminalistik Forensik
Ilmu kedokteran forensik (ilmu kedokteran kehakiman)
Toksikologi forensik (Ilmu pengetahuan tentang racun)
Ilmu kimia forensik
Ilmu alam forensik
Balistik Kehakiman (Ilmu pengetahuan ttg senjata api)
Dactyloscopie (Ilmu pengetahuan tetang sidik jari)
Kriminalistik Pengetahuan yang berusaha untuk menyelidiki kejahatan
dalam arti yang seluas-luasnya, berdasarkan bukti-bukti dan keterangan
yang diketemukan dengan ilmu pengetahuan lainnya (ilmu forensik)
9. PERBEDAAN HUKUM ACARA PIDANA DAN
HUKUM ACARA PERDATA
No Indikator Pembeda Hukum Acara Pidana Hukum Acara Perdata
1 Inisiatif untuk beracara Negara yang diwakili
Penuntut Umum
Mereka yang merasa haknya
dilanggar pihak lain
2 Para pihak yang berhadapan
dalam sidang pengadilan
Jaksa Penuntut Umum (JPU)
vs Terdakwa
Tergugat vs Penggugat
3 Penghentian proses beracara Tidak dapat dihentikan Tergantung para pihak
yang berperkara
4 Sikap hakim
dalam persidangan
Aktif Pasif
5 Tujuan pembuktian Substantial truth Formal truth
6 Tingkat pemeriksaan Melalui dua tahapan tingkat
pemeriksaan
Pendahuluan
Sidang pengadilan
Hanya melalui satu tahapan tingkat
pemeriksaan, yaitu di hadapan
sidang pengadilan
7 Beban pembuktian Menjadi tugas
jaksa penuntut umum (JPU)
Di bagi antara
para pihak yang bersengketa
8 Pelaksanaan eksekusi
putusan hakim
Jaksa Ketua pengadilan
11. Peradilan Cepat, Sederhana & Biaya Ringan
(contante justitie)
Penjelasan Umum KUHAP butir 3 e:
“Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat,
sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan
tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen
dalam seluruh tingkat peradilan”
Pasal 4 ayat (2) UU No. 4/2004 jo UU No.48/2009
tentang KEKUASAAN KEHAKIMAN: “Peradilan
dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan”
bertujuan untuk memenuhi harapan para pencari
keadilan
sederhana artinya pemeriksaan dan penyelesaian
perkara dilakukan dengan acara yang efisien dan
efektif
biaya ringan artinya biaya perkara yang dapat
dipikul rakyat
12. Praduga Tidak Bersalah
(presumption of innocent)
Pasal 8 UU No. 4/2004 jo UU No.48/2009:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib
dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan sudah
memperoleh kekuatan hukum tetap”
Penjelasan umum KUHAP butir 3c
The International Covenant On civil and Political
Rights article 14 (2):
everyone charged with a criminal offense shall have the
right to be presumed innocent until proved guilty
according to law
13. Asas Legalitas dan Oportunitas
Asas legalitas semua perkara yang memenuhi
semua syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum,
penuntut umum harus menuntutnya di muka pengadilan
(Pasal 140 (2a) dan Pasal 14 KUHAP)
Asas oportunitas (Perkara Dideponir) JPU tidak
wajib menuntut seseorang yang melakukan delik, jika
menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan
umum :
< Penjelasan Pasal 77 KUHAP
< Pasal 35 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI
14. Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk
umum
(Psl 153 (3 dan 4) KUHAP)
Equal before the law
(Pasal 5 UU No. 4/2004 dan Penjelasan umum
huruf 3a KUHAP)
15. • Asas peradilan dilakukan oleh hakim karena
jabatannya yang tetap Pasal 31 UU No.4/2004
• Tersangka / terdakwa berhak atas bantuan hukum
• Asas akusator (presumption of innocence-KUHAP)
dan inkisitor (presumption of guild-HIR)
• Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan
(Pasal 154 dan 155 KUHAP)
17. Sejarah Hukum Acara Pidana
di Indonesia
• Tidak terlepas dari perkembangan sejarah hukum Indonesia
semula yang berlaku adalah hukum adat (tidak tertulis)
• Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia dipengaruhi oleh
hukum Belanda dipengaruhi hukum Perancis (Code Penal
Napoleon) dipengaruhi hukum Romawi (Codex/Code Civilis
Justiniani)
• Tanggal 1 Mei 1848 memberlakukan asas concordantie
• Firman Raja Belanda Tanggal 16 Mei 1846 No. 1 dikeluarkan
awal babak baru dalam sejarah hukum acara pidana
karena membawa ketertiban hukum di Indonesia (Pasal 4
Firman tersebut menetapkan adanya hukum acara pidana
untuk Indonesia) Indlandsch Reglement (disingkat I.R.
Indisch Reglement) tahun 1941 (Stbl 1941 No. 44)
mengalami perubahan HIR (Herziene Inlandsch
Reglement)
18. Hukum Acara Pidana Sebelum KUHAP
• Het Herziene Inlandsch Reglement (Reglement Indonesia yang
diperbarui (RIB) /staatsblad tahun 1941 No. 44) berdasarkan
Pasal 6 ayat (1) UU No. 1 Darurat Tahun 1951: seberapa mungkin
harus diambil sebagai pedoman tentang acara perkara pidana
sipil oleh semua pengadilan dan kejaksaan negeri dalam wilayah
RI kecuali atas beberapa perubahan dan tambahannya)
• UU No. 1 Drt Tahun 1951 (tentang Tindakan Sementara untuk
Menyelenggarakan Kesatuan Pengadilan-Pengadilan Sipil)
dimaksudkan untuk mengadakan unifikasi hukum acara pidana
yang sebelumnya terdiri dari hukum acara pidana bagi Landraad
dan hukum acara pidana bagi Rad van Justitie > akibat perbedaan
peradilan bagi golongan penduduk Bumiputera dan peradilan bagi
golongan Bangsa Eropa di Jaman Hindia Belanda.
• Dengan UU No. 1 Drt 1951 tersebut ditetapkan bahwa hanya ada
satu hukum hukum acara pidana yang berlaku untuk seluruh
Indonesia yaitu RIB dengan perubahan dan penyesuaian secara
parsial.
19. Mengapa HIR / RIB Perlu Dicabut ?
Sebagai produk legislatif jaman penjajahan HIR/RIB mengandung
ketentuan yang belum memberikan jaminan dan perlindungan yang
cukup terhadap HAM, perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia sebagaimana wajarnya dimiliki oleh suatu negara hukum
misalnya tidak diatur tentang bantuan hukum dan hak ganti
kerugian dan rehabilitasi (hak fundamental).
Demi pembangunan dalam bidang hukum dan mengingat hal
tersebut di atas maka HIR dan beberapa pasal yang memuat acara
pidana dalam UU No. 1 Drt tahun 1951 serta semua peraturan
pelaksanaannya dan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
peraturan perundangan lainnya sepanjang hal itu mengenai HAP
PERLU DICABUT karena tidak sesuai dengan cita-cita hukum
nasional dan diganti dengan hukum acara pidana yang baru berciri
kodifikasi dan unifikasi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Diganti dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU No.8
Tahun 1981 tertanggal 31 Desember 1981) Lebih menonjolkan
perlindungan HAM dalam keseimbangannya dengan kepentingan
umum
20. Perbedaan Fundamental KUHAP
Dengan HIR
KUHAP Mengatur:
Hak-hak tersangka/terdakwa
Bantuan hukum pada semua tingkatan pemeriksaan
Dasar hukum bagi penangkapan/penahanan dan
pembatasan jangka waktu
Ganti kerugian dan rehabilitasi
Penggabungan perkara perdata pada perkara pidana
dalam hal ganti rugi
Upaya Hukum
Koneksitas
Pengawasan Pelaksanaan Putusan pengadilan
21. Hak-Hak Tersangka/Terdakwa
(bersumber pada asas praduga tidak bersalah)
Hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan dalam fase
penyidikan
Hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan oleh pengadilan
dan mendapatkan putusan yang seadil-adilnya
Hak untuk diberitahu tentang apa yang disangkakan /
didakwakan kepadanya dengan bahasa yang dimengerti
olehnya.
Hak untuk menyiapkan pembelaaannya
Hak untuk mendapat juru bahasa
Hak untuk mendapatkan bantuan hukum
Hak untuk mendapatkan kunjungan keluarga
Hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian (non self
incrimination)
22. Bantuan Hukum Pada Semua
Tingkat Pemeriksaan
Merupakan prinsip negara hukum (rule of law)
Sejak taraf pemeriksaan pendahuluan tersangka berhak menunjuk,
menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum tujuannya untuk
keperluan menyiapkan pembelaan.
Berhak mengadakan hubungan dengan orang yang dapat memberikan
bantuan hukum
Hubungan tersebut bersifat bebas artinya tersangka / terdakwa dapat
mengutarakan segala sesuatu dalam rangka persiapan pembelaannya tanpa
diawasi dan didengar oleh petugas (without sight and hearing).
Untuk tindak pidana yang menyangkut keamanan negara ada
pembatasan pembicaraan tersangka / terdakwa dengan penasihat hukum
didengar oleh petugas
Jika perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan maka tidak ada lagi
pembatasan hubungan tersangka / terdakwa dengan penasihat hukum
Pasal 56: Jika ancaman pidananya adalah pidana mati, penjara 15 tahun atau
lebih negara wajib menyediakan penasihat hukum.
23. KUHAP DAN HAM
• Pengertian Negara Hukum (rule of law) mempunyai sendi yang bersifat
universal: pengakuan dan perlindungan terhadap HAM, legalitas dari
tindakan negara / pemerintah dalam arti tindakan aparatur negara yang
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan terjaminnya peradilan
yang bebas
• Konsepsi rule of law membawa konsekuensi bahwa sendi-sendi tersebut
harus tercermin dalam hukum pidana, khususnya hukum acara pidana
• Dalam hukum acara pidana pencerminan sendi-sendi tersebut
menimbulkan penciptaan asas-asas yang merupakan dasar bagi hukum
acara pidana yang bersangkutan terlepas dari sistem hukum yang dianut
(civil law or common law)
• Asas-asas tersebut bersifat universal dikaitkan dengan sendi utama >
jaminan dan perlindungan HAM
• Untuk mengukur nilai Hukum Acara Pidana bisa dengan melihat
konvensi atau deklarasi internasional (The Universal Declaration of Human
Rights /disahkan PBB tanggal 10 Desember 1948 and The International
Convenant on Civil and Political Rights/disahkan PBB tanggal 16 Desember
1966)