Dokumen tersebut membahas tentang berbagai pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis dan pemantauan infeksi HIV, termasuk pemeriksaan serologis seperti ELISA dan rapid test, pemeriksaan virologis seperti viral load dan resistensi obat, serta pemeriksaan imunologis seperti CD4.
3. Eclipse Period
Interval awal setelah infeksi HIV saat tidak ada pemeriksaan
diagnostik yang dapat mendeteksi HIV (10-12 hari)
Window period
Periode antara awal infeksi dan waktu saat pemeriksaan
laboratorium dapat dengan akurat mendeteksi infeksi HIV
Rekomendasi CDC:
• Pemeriksaan laboratorium antigen-antibodi HIV ½: 45 hari
• Pemeriksaan antibodi HIV (POCT): 90 hari
TERMINOLOGI
4. Seroconversion window period
Interval antara infeksi HIV dan deteksi pertama antibodi
anti-HIV
Infeksi HIV akut
Periode antara terdeteksi HIV RNA dan terdeteksinya antibodi
anti-HIV
TERMINOLOGI
Infeksi baru (recent infection)
Fase setelah infeksi HIV akut sampai 6 bulan saat antibodi anti-
HIV berkembang
5. Infeksi awal (early infection)
Periode setelah infeksi sampai 6 bulan (mencakup infeksi HIV akut
dan infeksi baru)
Established HIV Infection
Waktu setelah infeksi dimana respon antibodi IgG anti-HIV
telah sepenuhnya berkembang
TERMINOLOGI
6. “
“A person who never made
a mistake never tried
anything new.”
Prather, et al., 2016, HIV Virus in The Elderly, Cambrige
University Press
15. PEMERIKSAAN HIV
• Diagnosis HIV
• Enzyme immunoassay (EIA)
• Rapid Test
• Western Blot
• HIV RNA/DNA
• Initiation and monitoring ART
• CD4
• Viral Load
16. Pemeriksaan serologis :
• Enzyme immunoassay (EIA)
• Rapid Test
• Western Blot
Pemeriksaan virologis dengan PCR :
• HIV DNA (Kualitatif)
• HIV RNA (Kuantitatif)
Pemeriksaan CD4
Pemeriksaan HIV
17. Diagnosis HIV :
• Enzyme immunoassay (EIA)
• Rapid Test
• Western Blot
• HIV RNA/DNA
Inisiasi dan monitoring ART :
• CD4 (Indirect marker)
• Viral Load (Direct marker)
Pemeriksaan HIV
18. • Pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur antibodi HIV
• Dapat mendeteksi antibodi HIV 1 dan 2
• Cara kerja:
- Sampel dimasukkan ke dalam micro-well plate yang telah dilapisi
dengan antigen HIV
- Setelah penambahan reagen, inkubasi dan pencucian, plate
dibaca oleh alat
- Alat pembacaan akan mengukur densitas optik warna yang
timbul jika antibodi terdapat pada sampel pasien
Enzyme immunoassay (EIA)
19. PEMERIKSAAN ANTIGEN HIV
• Mendeteksi antigen p24 HIV-1
Nilai nya berkorelasi dengan jumlah replikasi HIV
Antigen muncul kurang lebih 1 minggu sebelum munculnya
antibodi HIV selama infeksi akut
Dipakai untuk diagnosis awal HIV, mendeteksi infeksi HIV pada bayi
baru lahir dan memonitor terapi antiretroviral
20. PEMERIKSAAN ANTIGEN HIV
• Antigen p24 dideteksi dengan solid-phase antigen capture enzyme
immunoassay
• Fase solid dilapisi dengan Antibodi anti-HIV-1 monoklonal diinkubasi
dengan pasien serum atau plasma dicuci untuk menghilangkan antigen
yang tidak terikat antibodi anti-HIV-1 kedua yang terkonjugasi dengan
label enzim ditambahkan ke reaksi perubahan warna menunjukkan
adanya antigen yang ditangkap. Kepadatan optik dapat diukur terhadap
kurva standar untuk membuat penentuan antigen secara kuantitatif.
21. • Generasi 1: mendeteksi IgG dengan crude lysat viral
• Generasi 2 : mendeteksi IgG dengan menggunakan protein atau
antigen sintetik (rekombinan)
• Generasi 3 : mendeteksi IgG dan IgM dengan tehnik sandwich
antigen antibodi
• Generasi 4 : mendeteksi IgG dan IgM dan antigen P24
Enzyme immunoassay (EIA)
22.
23.
24.
25.
26. Spach, DH, 2020, HIV Diagnostic Testing, Cambrige University Press
32. False positif:
• Siklus beku-cair spesimen yang berulang diulangi
• adanya antibodi yang autoreaktif
• penyakit hati berat
• pemberian imunoglobulin pasif
• paparan vaksin tertentu
• keganasan
ELISA
33. False negatif:
• Sebelum serokonversi: deteksi antibodi 3-6 minggu setelah
infeksi
• Pemberian terapi imunosupresif atau transfusi tukar
• Kondisi defek sintesis antibodi seperti
hypogammaglobulinemia
• Kesalahan teknis
• Rekombinan strain HIV atau HIV-1 grup O, pemeriksaan tidak
mendeteksi antibodi virus grup O
ELISA
34. Perangkat sederhana untuk mendeteksi ada atau tidaknya
target analit
Konsep imunokromatografi adalah kombinasi dari
kromatografi (pemisahan komponen dalam sampel
berdasarkan perbedaan pergerakannya melalui sorben) dan
reaksi imunokimia
Sistem imunokromatografi yang umum digunakan tes strip
Lateral flow immunochromatography assay (ICA)
35. Strip yang digunakan pada ICA mengandung 4 komponen:
• Sample application pad
• Conjugate pad
• Membran nitroselulosa
• Absorbent pad
Immunochromatography assay (ICA)
36. 1. Sample Application Pad
• Terbuat dari selulosa dan/atau fiber glass dan sampel diaplikasikan pada
ini untuk memulai pemeriksaan
• Dapat mengangkut sampel dengan halus, berkelanjutan dan homogent
• Pretreatmen ini termasuk pemisahan komponen sampel, penghilangan
interferensi, penyesuaian pH,dll
Komponen ICA
37. 2. Conjugate Pad
• Tempat di mana molekul biorekognisi berlabel (antibodi berlabel,
biasanya partikel emas nano colloid) dikeluarkan
• Bahan conjugate pad harus segera melepaskan konjugat berlabel saat
kontak dengan sampel
• Konjugat berlabel harus tetap stabil selama umur strip
Komponen ICA
38. 3. Membran nitroselulosa
• Garis uji dan kontrol terletak pada membran ini
• Membran yang ideal dapat memberikan ikatan yang baik dengan probe
(antibodi, dll)
• Membran yang baik ditandai dengan absorpsi non spesifik yang lebih
rendah pada daerah garis uji dan kontrol
• Pemberian bioreagen yang tepat, pengeringan dan bloking memainkan
peranan dalam meningkatkan sensitivitas pemeriksaan
Komponen ICA
39. 4. Adsorbent Pad
• Berfungsi sebagai saluran pembuangan di ujung strip
• Membantu mempertahankan laju aliran cairan di atas membran dan
menghentikan aliran balik sampel
Komponen ICA
40. Ketika tes dijalankan, sampel ditambahkan ke sample aplication
pad
Sampel bermigrasi melalui wilayah ini ke conjugate pad dimana
konjugat partikel telah diimobilisasi, biasanya koloid emas atau
partikel lateks monodispersi paramagnetik atau nanobead
selulosa
Partikel ini telah terkonjugasi ke salah satu komponen biologis
spesifik dari pengujian, baik antigen atau antibodi tergantung
pada format pengujian.
Cara kerja lateral flow test
41. Sampel memobilisasi kembali konjugat kering, dan analit dalam
sampel berinteraksi dengan konjugat, keduanya bermigrasi ke
bagian berikutnya dari strip.
Zona ini, yang dikenal sebagai Matriks Reaksi adalah membran
berpori di mana komponen biologis spesifik dari pengujian
tersebut telah diimobilisasi.
biasanya protein, baik antibodi atau antigen yang telah
diletakkan di pita pada area tertentu dari membran di mana
mereka berfungsi untuk menangkap target dan berkonjugasi
saat mereka bermigrasi ke strip.
Cara kerja lateral flow test
42. Kelebihan reagen bergerak melewati garis penangkap dan
terperangkap dalam absorbed pad.
Hasil ditafsirkan pada Matriks Reaksi sebagai ada atau tidaknya
garis dan dapat dibaca dengan mata
Cara kerja lateral flow test
43.
44.
45.
46.
47. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS HIV DENGAN TES ANTIBODI
menggunakan strategi III (pemeriksaan dengan menggunakan 3 jenis tes
antibodi yang berbeda sensitivitas dan spesivisitasnya).
Persyaratan reagen rapid test sebagai berikut :
• Sensitivitas reagen I ≥ 99%
• Spesifisitas reagen II ≥98% dan lebih tinggi dari spesifisitas reagen I
• Spesifisitas reagen III ≥99% dan lebih tinggi dari spesifisitas reagen I dan II
• Asal antigen atau prinsip tes dari reagen I,II,dan III tidak sama
48. PERBEDAAN PEMERIKSAAN HIV TIAP GENERASI
Uji HIV yang saat ini digunakan dapat dibagi menjadi 3 generasi:
• Uji HIV generasi 2: deteksi IgG anti-HIV-1/2; dapat mendeteksi HIV mulai
28 hari setelah paparan
• Uji HIV generasi 3: deteksi IgM dan IgG anti-HIV-1/2; dapat mendeteksi
HIV mulai 21 hari setelah paparan
• Uji HIV generasi 4: deteksi IgM dan IgG anti-HIV-1/2 serta antigen p24
HIV-1; dapat mendeteksi HIV mulai 14 hari sebelum paparan.
49. KEUNTUNGAN MENGGUNAKAN RDT HIV GENERASI 4
RDT HIV generasi 4 adalah satu-satunya RDT yang
dapat mendeteksi antigen p24 HIV-1. Dengan deteksi
antigen p24 HIV-1 diharapkan infeksi akut HIV-1 dapat
segera dideteksi sehingga mencegah hasil negatif
palsu pada pasien yang baru saja terinfeksi HIV.
50.
51. KETERBATASAN RDT HIV GENERASI 4
RDT HIV generasi 4 hanya dapat mendeteksi antigen
p24 HIV-1, tidak dengan antigen p24 HIV-2, sehingga
tidak dapat mendeteksi pasien dengan infeksi akut
HIV-2.
Uji HIV generasi 4 saat ini menggunakan metode
Enzyme Immunoassay (EIA), sedangkan pilihan merk
RDT masih terbatas, salah satunya adalah Alere
Determine™ HIV-1/2 Ag/Ab Combo.
52. • Test tambahan untuk mengkonfirmasi infeksi HIV
• Mendeteksi antibodi terhadap antigen HIV spesifik pada strip
selulosa
Western Blot
53. • Protein spesifik HIV yang telah terpisah berdasarkan berat molekul
oleh elektroforesis ditransferkan ke membran nitroselulosa yang
kemudian dicuci, diblok dan dibungkus
• Strip nitroselulosa diinkubasi dengan serum atau plasma pasien
dan ada juga dengan kontrol. Jika terdapat antibodi terhadap HIV
pada spesimen akan berikatan dengan antigen virus pada
membran nitroselulosa.
• Strip dicuci untuk membilas materi yang tidak berikatan. Dengan
reaksi berulang garis yang berkorelasi dengan protein gp HIV akan
terlihat pada strip nitroselulosa
Western Blot
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64. Positif : Ada minimal 2 dari band : p24, gp 41, gp 120/160
Negatif : tidak terdapat band
Indeterminate : terdapat band tapi tidak memenuhi kriteria positif
• Hasil indeterminan terutama berkaitan dengan p 18 (juga dikenal
dengan p17), p24 atau p 55 atau kombinasi dari tiga protein ini
• Kemungkinan hasil indeterminate pada western blot terutama
karena awal infeksi HIV, infeksi HIV-2, kehamilan, reaksi silang
dengan antibodi lain seperti pasien yang baru mendapatkan
imunisasi influenza atau penyakit autoimun
Interpretasi Western Blot
65.
66.
67.
68. 2. PEMERIKSAAN VIROLOGIS DENGAN PCR
• HIV DNA kualitatif: untuk diagnosis pada bayi.
• HIV RNA kuantitatif : untuk memeriksa jumlah
virus di dalam darah dan dapat digunakan untuk
pemantauan terapi ARV pada dewasa dan
diagnosis pada bayi jika HIV DNA tidak tersedia.
69. 3. PEMERIKSAAN CD4
• Untuk mengukur status imunodefisiensi sebagai
petunjuk dini progresivitas penyakit karena jumlah
CD4 menurun lebih dahulu dibandingkan kondisi
klinis pasien.
• Pemantauan CD4 dapat digunakan untuk memulai
pemberian ARV atau penggantian obat.
70. 3. PEMERIKSAAN CD4
Gold standard: immunophenotyping dengan analisis flow cytometry
Prinsip: Inkubasi whole blood dengan panel berlabel fluorescent
antibodi monoklonal melisiskan eritrosit menstabilkan leukosit
dengan fiksasi dengan paraformaldehyde Hasilnya dianalisis melalui
histogram yang menampilkan pola hamburan cahaya dan fluoresensi
yang dipancarkan.
71. 3. PEMERIKSAAN CD4
CDC: dual platform technology: flow cytometer and a hematology
analyzer
Normal : 500 - 1300 sel/μL
72. NUCLEIC ACID TESTING
• untuk menentukan jumlah virus dan menentukan resistensi ARV
• Pemeriksaan kuantitatif asam nukleat HIV pemeriksaan viral
load (nucleic acid amplification test)
Memprediksi perkembangan penyakit
Memprediksi respon ARV
Memonitor efek terapi
• Pemeriksaan resistensi obat: pemeriksaan genotip atau fenotip
73. PEMERIKSAAN VIRAL LOAD
• Berbasis metode amplifikasi yang meningkatkan jumlah kopi HIV
RNA pada sampel uji ke jumlah yang dapat dideteksi.
• Metode:
1. Reverse transcriptase polymerase chain reaction (PCR) dan real-
time PCR
2. Pemeriksaan Branched chain DNA (bDNA)
3. Nucleic acid sequence-based amplification (NASBA)
74.
75. Pemeriksaan Lag Avidity assay
• Kuantitatif (Enzim immunoassay)
• Membedakan infeksi HIV-1 baru atau
kronik
• Mengukur peningkatan aviditas (kekuatan
relatif ikatan dan perkembangan) antibodi
HIV
• Lower avidity infeksi <6 bulan
• High avidity infeksi kronik
76. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Prinsip: memperkuat urutan DNA yang melengkapi bagian genom HIV RNA.
• HIV RNA diisolasi dari plasma pasien enzim DNA polimerase (aktivitas
reverse transkriptase) menyalin HIV RNA ke cDNA.
• cDNA di amplifikasi dengan metode PCR: untai ganda cDNA dipisah ke
untai tunggal dengan pemanasan masing-masing dapat menyediakan
template untuk mensintesis rantai DNA baru.
• Untai yang terpisah diinkubasi dengan primer, potongan DNA pendek gen
gag HIV-1 primer berikatan dengan DNA pada tempat yang sesuai
77. Polymerase Chain Reaction (PCR)
• Reaksi ini dipanaskan lagi dan daerah pada primer disintesis dengan
adanya enzim DNA polimerase dan empat deoxynucleoside triphosphate
• Setiap langkah ini dianggap satu siklus, menghasilkan sebuah kopi cDNA
yang disebut amplicon
• Proses ini diulangi untuk beberapa siklus dalam thermocycler otomatis,
menghasilkan pertumbuhan eksponensial dalam jumlah amplikon yang
dihasilkan
78. Polymerase Chain Reaction (PCR)
• Amplicon secara kimiawi didenaturasi menjadi untai tunggal, terikat piring
mikrotiter, dan dikuantifikasi dengan penambahan suatu probe berlabel
enzim, diikuti oleh substrat.
• Jumlah perubahan warna yang diproduksi di setiap well (mis., kepadatan
optik sampel) sebanding dengan jumlah HIV RNA terkandung dalam
spesimen.
• Standar RT-PCR dapat mendeteksi HIV RNA 400-75.000 kopi/mL
Ultrasensitif: 50-100.000 kopi/ml.
79. Pemeriksaan Branched chain DNA (bDNA)
• Berbeda dengan RT-PCR, metode bDNA didasarkan pada amplifikasi
deteksi sinyal yang dihasilkan daripada amplifikasi urutan target HIV.
Menggunakan uji hibridisasi sandwich fase padat yang menggabungkan
beberapa set probe oligonukleotida dan langkah hibridisasi untuk
membuat serangkaian molekul "bercabang“
• Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 50-500.000 kopi/ml HIV RNA
80. Nucleic acid sequence-based amplification (NASBA)
• NASBA adalah pemeriksaan amplifikasi target berdasarkan pada
amplifikasi RNA HIV
• Rentang deteksi: 176-3,4 juta kopi/ml HIV-1 RNA
• Dapat menggunakan spesimen selain plasma: LCS, whole blood, semen,
bilas serviks dan sputum
81. Pemeriksaan resistensi obat
• Pemeriksaan laboratorium yang digunakan:
1. Pemeriksaan resistensi genotip
Mendeteksi mutasi pada gen reverse transkriptase dan protease HIV
2. Pemeriksaan resistensi fenotip
Menentukan kemampuan isolat klinis HIV untuk tumbuh dengan
adanya obat antiretroviral
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99. KMK No. 90 tahun 2019
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TATA LAKSANA HIV
dr. HEVRINA YUFANI
100. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS HIV
Diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan
menggunakan 2 metode pemeriksaan:
1. Pemeriksaan serologis
2. Pemeriksaan virologis.
101. PEMERIKSAAN SEROLOGIS HIV
Metode pemeriksaan serologis :
1) Rapid immunochromatography test (tes cepat)
2) EIA (enzyme immunoassay)
mendeteksi antibodi saja (generasi pertama)
atau antigen dan antibodi (generasi ketiga dan
keempat).
Metode western blot sudah tidak digunakan
sebagai standar konfirmasi diagnosis HIV lagi di
Indonesia.
102. PEMERIKSAAN VIROLOGIS HIV
Pemeriksaan virologis dilakukan dengan pemeriksaan :
• DNA HIV: pemeriksaan DNA HIV secara kualitatif
menggunakan tetes darah kering (dried blood spot
[DBS]).
• RNA HIV : bersifat kuantitatif, pada daerah yang
tidak memiliki sarana pemeriksaan DNA HIV
103. PEMERIKSAAN VIROLOGIS HIV
Pemeriksaan virologis dilakukan pada :
1) bayi berusia dibawah 18 bulan.
2) infeksi HIV primer.
3) kasus terminal dengan hasil pemeriksaan antibodi
negatif namun gejala klinis sangat mendukung ke
arah AIDS.
4) konfirmasi hasil inkonklusif atau konfirmasi untuk
dua hasil laboratorium yang berbeda.
104. HASIL PEMERIKSAAN HIV POSITIF
Hasil pemeriksaan HIV dikatakan positif apabila:
1) tiga hasil pemeriksaan serologis dengan tiga metode
atau reagen berbeda menunjukan hasil reaktif.
2) pemeriksaan virologis kuantitatif atau kualitatif
terdeteksi HIV.
Pemeriksaan yang digunakan diasumsikan mempunyai
sensitivitas minimal 99% dan spesifisitas minimal 98%
105. DIAGNOSIS HIV ANAK < 18 BULAN
Diagnosis definitif infeksi HIV pada anak berusia <18
bulan pemeriksaan virologis
Uji serologis tidak dapat digunakan diagnosis
definitif infeksi HIV karena terdapat transfer
transplasental antibodi maternal terhadap HIV
WHO merekomendasikan pemeriksaan uji virologis
pertama dilakukan pada usia 4-6 minggu, PCR
tambahan: usia 4 bulan (jika hasil PCR pertama
negatif).
106. DIAGNOSIS HIV ANAK < 18 BULAN (PCR)
Spesifisitas PCR DNA HIV sebesar 99,8% saat lahir, dan 100% pada usia 1,3,
dan 6 bulan.
• mengidentifikasi bayi terinfeksi HIV sebesar 20-55% pada usia satu
minggu pertama; 90% pada usia 2-4 minggu; 100% pada usia 3-6 bulan.
Spesifitas PCR RNA HIV mencapai 100% saat lahir, usia 1, 3,
dan 6 bulan.
• mengidentifikasi bayi terinfeksi HIV sebesar 25-85% pada usia satu
minggu pertama; 89% pada usia satu bulan; 90-100% pada usia 2-
3 bulan.
107. DIAGNOSIS PRESUMTIF HIV ANAK < 18 BULAN
Apabila didapatkan kelainan terkait HIV
disertai hasil serologis HIV yang seropositif
Kriteria diagnosis presumtif infeksi HIV
memiliki sensitifitas dan spesifisitas
sebesar masing-masing 68.9% dan 81%
Konfirmasi secepatnya menggunakan uji
virologis (PCR DNA HIV) atau uji serologis
setelah anak berusia >18 bulan.
108. DIAGNOSIS HIV ANAK >18 BULAN, REMAJA DAN DEWASA
Tiga jenis tes antibodi untuk menegakkan diagnosis
HIV pada anak >18 bulan, remaja, dan dewasa. Hasil
pemeriksaan anti-HIV :
• reaktif
• non-reaktif (negatif)
• tidak dapat ditentukan (inkonklusif).
109. PENULARAN VERTIKAL IBU KE ANAK
Transmisi vertikal berperan sebagai metode penularan
utama (92%) infeksi HIV pada anak berusia <13 tahun.
• Transmisi intrauterin (5-10% ) : melalui penyebaran
hematogen melewati plasenta.
• Transmisi intranatal (10-20%) : melalui kontak
mukokutan antara bayi dengan darah ibu, cairan
amnion, dan sekret servikovaginal saat melewati jalan
lahir.
• Transmisi pascanatal (5-20%): melalui ASI
112. Catatan:
Pemeriksaan A1, A2, A3 menggambarkan tiga pemeriksaan yang berbeda.
1. Untuk individu yang baru didiagnosis, hasil positif harus dikonfirmasi
dengan spesimen kedua untuk menyingkirkan kesalahan laboratorium.
2. Pemeriksaan ulang dilakukan dengan spesimen kedua yang diambil
setelah 14 hari untuk menyingkirkan serokonversi
3. bila A1 adalah pemeriksaan deteksi antigen/antibodi, dan A2 dan A3
pemeriksaan deteksi antibodi saja, pemeriksaan ulang dilakukan dengan
spesimen kedua yang diambil setelah 14 hari
114. Individu dengan hasil inkonklusif diminta datang kembali untuk
pemeriksaan ulang setelah 14 hari.
Bila hasil pemeriksaan ulang selanjutnya reaktif (A1+; A2+), serokonversi
mungkin terjadi karena respon antibodi telah terbentuk dan status HIV
positif dapat dilaporkan.
Bila hasil pemeriksaan ulang tetap berbeda (A1+; A2-) atau keduanya
nonreaktif(A1-; A2-), false reactivity telah terjadi dan dapat dilaporkan
sebagai HIV-negatif.
FOLLOW UP SETELAH DIAGNOSIS
115. Spesimen dari individu dengan tanda klinis sesuai kriteria WHO stage III
atau IV dapat menunjukkan hasil yang berbeda karena penurunan
antibodi HIV1/2 dengan perkembangan penyakit lanjut dan
terganggunya fungsi imun.
Pemeriksaan tambahan seperti jumlah CD4 dan pemeriksaan virologi HIV
dapat digunakan untuk panduan keputusan klinis.
FOLLOW UP SETELAH DIAGNOSIS