Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Makalah_34 Makalah presentasi gulma kel 5
1. MAKALAH TEKNOLOGI PERLINDUNGAN TANAMAN III
“ PENGENDALIAN GULMA DENGAN PERSISTENSI RENDAH PADA PADI”
Disusun untuk memenuhi mata kuliah Teknologi Perlindungan Tanaman III
Semester Genap Tahun 2010
Kelompok 5
Martha Christy 150110080209
Muthia Syafika Haq 150110080083
Raden Bondan E B 150110080162
Viktor Sukarya 150110080167
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI F
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2. 2
BAB I
PENDAHULUAN
Gulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman padi. Gulma
menyerap hara dan air lebih cepat dibanding tanaman pokok (Gupta 1984). Pada tanaman
padi, biaya pengendalian gulma mencapai 50% dari biaya total produksi (IRRI 1992).
Komunitas gulma dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan kultur teknis. Spesies
gulma yang tumbuh bergantung pada pengairan, pemupukan, pengolahan tanah, dan cara
pengendalian gulma (Noor dan Pane 2002). Gulma berinteraksi dengan tanaman melalui
persaingan untuk mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas, seperti cahaya,
hara, dan air. Tingkat persaingan bergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah,
kerapatan gulma, lamanya tanaman, pertumbuhan gulma, serta umur tanaman saat gulma
mulai bersaing (Jatmiko et al. 2002).
Di tingkat petani, kehilangan hasil padi karena persaingan dengan gulma mencapai
10-15%. Karena terbatasnya tenaga kerja untuk menyiang, dalam mengendalikan gulma
petani mulai beralih dari penyiangan secara manual ke pemakaian herbisida (Pane et al.
1999). Selain itu, penggunaan herbisida lebih ekonomis dan efektif mengendalikan gulma
dibanding cara lain, terutama pada hamparan yang luas. (Caseley 1994; Moody 1994; Heong
dan Escalada 1995). Pengendalian gulma dimaksudkan untuk menekan atau mengurangi
populasi gulma sehingga penurunan hasil secara ekonomis menjadi tidak berarti (Mulyono et
al. 2003).
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
Clomazon, kalium MCPA, dan 2,4 D dimetil amina merupakan herbisida dengan
persistensi rendah. Menurut Jatmiko et al. (2002), persistensi adalah lamanya aktivitas
biologi herbisida dalam tanah yang merupakan akibat dari penyerapan, volatilisasi,
pencucian, dan degradasi biologi ataupun nonbiologi. Pada umumnya persistensi herbisida di
dalam tanah lebih pendek daripada insektisida dan bervariasi dari beberapa minggu hingga
beberapa tahun, bergantung pada struktur dan sifat tanah serta kandungan air di dalam tanah.
Contoh tanah yang menunjang untuk sifat persistensi herbisida yang pendek adalah vertisol.
Herbisida persistensi rendah menandakan lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah
termasuk rendah. Dengan demikian, herbisida yang terserap tanaman padi juga rendah
sehingga hasil padi aman dikonsumsi.
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemakaian herbisida
terhadap pertumbuhan gulma dan hasil padi. Herbisida yang diaplikasikan merupakan
kelompok herbisida persistensi rendah yang lama aktivitas biologinya dalam tanah pendek.
Bahan yang digunakan meliputi herbisida dari golongan fenoksi yaitu 2,4 D dimetil amina
dan kalium MCPA, herbisida dari golongan isoksazolidin yaitu clomazon, benih padi IR64,
serta pupuk urea, SP-36, dan KCl. Alat yang dipakai adalah meteran gulung, cangkul,
pengukur kadar air, timbangan manual dan elektrik, serta alat semprot (knapsack sprayer)
dengan kapasitas 17 l.
Percobaan diawali dengan membuat persemaian 21 hari sebelum tanam. Pengolahan
tanah dilakukan setelah petak percobaan dibuat. Petak percobaan berukuran 5 m x 6 m. Tanah
diolah dengan cara dibalik sekali dan diratakan. Jumlah petakan setiap ulangan adalah lima
petak. Penanaman dilakukan secara tanam pindah dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm setelah
bibit padi berumur 21 hari setelah sebar (HSS). Perlakuan pengendalian gulma yang
dicobakan adalah: (W1) tanpa disiang; (W2) disiang manual dua kali pada 21 dan 42 hari
setelah tanam (HST); (W3) clomazon 2 l/ha pada 3 HST; (W4) kalium MCPA 1,5 l/ha pada
10 HST; dan (W5) 2,4 D dimetil amina 1 l/ha pada 14 HST. Penentuan dosis
herbisida dilakukan sebagai berikut:
4. 4
Contoh perlakuan W3
clomazon 2 l/ha.
Ukuran plot
5 m x 6 m = 30 m2
Luas 1 ha
10.000 m2
Produk 2 l
2.000 ml
Dosis herbisida tiap petak: (30/10.000) x 2.000
6 ml/petak
Apabila dosis rekomendasi herbisida clomazon adalah 2 ml/l air, maka kebutuhan air
untuk dosis 6 ml adalah 3 l, sedangkan kebutuhan air tiap hektar adalah 1.000 l. Cara
penghitungan ini berlaku pula untuk perlakuan lainnya. Perlakuan W1 dan W2 merupakan
perlakuan pembanding. Penyemprotan dilakukan sesuai perlakuan pada saat cuaca cerah serta
tidak melawan arah angin. Nozel yang digunakan berbentuk kipas dengan lebar 1,10 m. Pada
saat tanaman berumur 21 dan 42 HST, khusus untuk perlakuan W2 dilakukan penyiangan
gulma di seluruh petakan. Penyiangan dilakukan secara manual menggunakan tenaga
manusia, yaitu dengan mencabuti rumput atau gulma yang tumbuh dalam petakan sampai
bersih. Pupuk yang digunakan adalah urea, KCl, dan SP-36 masing-masing dengan takaran
112,5 kg N/ha, 45 kg P2O5/ha, dan 90 kg K2O/ha. Urea dan KCl diberikan dua kali, yaitu 1/2
takaran pada 7 HST dan 1/2 takaran setelah tanaman berumur 46 HST. Pupuk SP-36
diberikan sekali yaitu pada saat sebelum atau awal tanam.
Pengamatan untuk tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan pada 30 dan 60 HST
bersamaan dengan pengambilan contoh gulma. Setiap petak diamati 10 rumpun tanaman
contoh. Untuk mengendalikan hama dan penyakit digunakan insektisida berbahan aktif
sipermetrin dan difekonazol. Pengambilan contoh gulma dilakukan dengan menempatkan
kotak-kotak kecil pada sudut-sudut petakan sehingga membentuk suatu diagonal. Kotak
berukuran 0,5 m x 0,5 m, terbuat dari bambu yang diikat dengan tali sehingga membentuk
sebuah bujur sangkar. Jumlah kotak masing-masing petak adalah empat buah, yakni dua
kotak untuk mengambil contoh gulma pada 30 HST dan dua kotak lainnya pada 60 HST
(Gambar 1).
5. 5
Contoh gulma kemudian dibawa ke tempat yang teduh dan tertutup agar pada saat identifikasi
contoh gulma tidak beterbangan. Contoh gulma dipisahkan menurut spesiesnya kemudian
diidentifikasi jenisnya dengan menggunakan buku klasifikasi gulma. Setiap spesies gulma
dibungkus dengan kertas dan diberi label menurut perlakuannya. Contoh gulma kemudian
dikeringkan dalam oven dengan suhu 60o
C selama 24 jam. Selanjutnya contoh gulma
ditimbang untuk mengetahui bobot keringnya. Cara yang sama pengambilan contoh gulma
pada umur 60 HST demikian pula pelaksanaannya. Parameter tanaman yang diamati adalah
persentase gabah isi, bobot gabah 1.000 butir pada KA 14%, dan hasil gabah kering bersih
(t/ha).
Jenis Gulma
Berdasarkan pengamatan, gulma yang tumbuh di lahan percobaan adalah Marselia crenata,
Paspalum distichum, Fimbritylis milliacea, Echinochloa colona, Learsia hexandra, Cyperus
diformis, Ludwigia abisinica, Cynodon dactilon, Ludwigia adcendens, Leptochloa chinensis,
Cyperus tenuispica, Cyperus sanguinolentus, Ludwigia perenis, Lindernia crustaceae,
Echinochloa crusgali, Lindernia antipoda, Elatine triandra, Ludwigia octovalvis, Ludwigia
adcendens, Echinochloa glabrescens, Cyperus iria, Cyanotis axilaris, dan Lindernia bacopa.
Gulma yang dominan pada umur 30 HST adalah M. crenata, P. distichum, dan F. milliacea,
sedangkan pada umur 60 HST adalah E. crusgali, E. glabrescens, dan M. crenata. Gulma F.
milliacea, L. perenis, E. triandra, dan C. axilaris tidak tampak pada 60 HST. Hal ini diduga
6. 6
karena adanya penyerapan unsur hara dalam jumlah besar oleh tanaman padi dan gulma yang
dominan sehingga menekan pertumbuhan gulma lainnya. Gulma yang tumbuh hampir pada
semua petak percobaan adalah M. crenata, terutama sebelum tanaman padi berumur 30 HST.
E. crusgalli merupakan gulma dominan pada umur 60 HST, namun pengaruhnya terhadap
perlakuan W3, W4, dan W5 sangat kecil. Ini tampak dari hasil gabah yang hampir sama
dengan perlakuan disiang dua kali (W2).
Marselia crenata Echinochloa crusgali Paspalum distichum
Learsia hexandra
Pertumbuhan Tanaman Padi
Tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi antara perlakuan satu dengan lainnya tidak
berbeda jauh, baik pada umur 30 HST maupun 60 HST (Tabel 1). Hal ini menunjukkan
bahwa penggunaan herbisida persistensi rendah tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman
terutama pada fase vegetatif.
Tabel 1. Tinggi tanaman dan jumlah anakan tiap rumpun padi varietas IR64 pada umur 30
dan 60 HST pada berbagai perlakuan pengendalian gulma, Kecamatan Gabus, Pati MK 200
7. 7
Perlakuan
Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan tiap rumpun
30 HST 60 HST 30 HST 60 HST
W1 (tanpa disiang) 87,08 60,54 1 5 1 4
W2 (disiang dua kali) 82,38 56,67 1 5 1 5
W3 (clomazon 2 l/ha pada 3 HST) 86,58 59,58 1 6 1 7
W4 (MCPA 1,5 l/ha pada 10 HST) 86,17 58,63 1 6 1 5
W5 (2,4 D 1 l/ha pada 14 HST) 81,79 57,25 1 6 1 5
*HST = hari setelah tanam
Tabel 2. Komponen hasil dan hasil padi varietas IR64 pada berbagai perlakuan pengendalian
gulma dengan herbisida, Kecamatan Gabus, Pati, MK 2001
Perlakuan
Gabah isi
(%)
Bobot gabah 1000 butir KA 14 % (g)
Hasil
t/Ha
W1 (tanpa disiang) 78,7 23,4 4,50
W2 (disiang dua kali) 72,7 23,3 6,35
W3 (clomazon 2 l/ha pada 3 HST) 76,4 24,2 5,30
W4 (MCPA 1,5 l/ha pada 10 HST) 75,4 24,5 5,64
W5 (2,4 D 1 l/ha pada 14 HST) 69,4 24,5 4,84
Hasil Padi
Perlakuan W2 (disiang dua kali) menghasilkan gabah paling tinggi (6,35 t/ha) dibandingkan
perlakuan lainnya (Tabel 2). Perlakuan W1 (tanpa disiang) menghasilkan gabah paling
rendah (4,50 t/ha). Hal ini membuktikan bahwa perlakuan W1 (tanpa disiang) bukan
merupakan pilihan yang tepat dalam budi daya padi. Perbedaan hasil yang tidak terlalu
mencolok antara perlakuan disiang dengan herbisida (W3, W4, dan W5) dengan disiang
manual dua kali (W2) menunjukkan bahwa pengendalian gulma menggunakan tiga jenis
herbisida ini mampu menggantikan pengendalian gulma dengan cara disiang dua kali.
Herbisida kalium MCPA yang disemprotkan pada umur 10 HST sangat efektif. Hal ini
diduga karena aplikasi herbisida dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada periode
persaingan pemanfaatan unsur hara, cahaya, dan air antara tanaman padi dengan gulma.
Periode persaingan ini disebut dengan periode kritis tanaman. Pada tanaman padi, periode
kritis terjadi pada umur 30-45 HST. Menurut Moody (1977), waktu persaingan gulma yang
paling kritis pada tanaman terjadi pada periode 1/4 sampai 1/3 pertama dari siklus hidup
tanaman. Gulma yang tumbuh setelah periode ini tidak akan menyebabkan kehilangan hasil
yang nyata pada tanaman pokok. Lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah
8. 8
berlangsung sekitar satu bulan. Dengan persistensi yang rendah, herbisida yang terserap oleh
tanaman padi diharapkan akan rendah pula atau dapat diminimalkan, sehingga kandungan
herbisida dalam gabah tidak membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, penggunaan
herbisida persistensi rendah merupakan alternatif yang baik dalam pengendalian gulma, tetapi
perlu memperhatikan keamanan lingkungan.
9. 9
BAB III
KESIMPULAN
Dari 23 jenis gulma yang tumbuh di pertanaman padi, terdapat tiga jenis gulma yang
dominan pada umur 30 HST yaitu M. crenata, P. distichum, dan F. milliacea. Pada 60 HST,
jenis gulma yang dominan adalah E. crusgali, E. glabrescens, dan M. crenata. Pengendalian
gulma dengan cara disiang dua kali menghasilkan gabah kering panen tertinggi (6,35 t/ha),
sedangkan hasil terendah (4,5 t/ha) diperoleh dari perlakuan tanpa penyiangan. Pengendalian
gulma dengan herbisida persistensi rendah menghasilkan gabah kering bersih tidak berbeda
jauh dengan perlakuan disiang dua kali. Namun pengendalian gulma dengan herbisida
persistensi rendah perlu memperhatikan keamanan lingkungan.
10. 10
DAFTAR PUSTAKA
Caseley, J.C. 1994. Herbicide. p. 83-123. In R. Labrada, J.C. Caseley, and C. Parker (Eds.).
Weed Management for Developing Countries. FAO Plant Production and Protection. Paper
No. 120. FAO, Rome.
Gupta, O.P. 1984. Scientific Management. Today and Tomorrows. Printers and Pub. New
Delhi, India. p. 102.
Heong, K.L. and M.M. Escalada. 1995. A comparative analysis of pest management practices
of rice farmer in Asia. p. 227-245.