EKPD 2010 di Provinsi NTT dilaksanakan untuk menilai pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan relevansi RPJMD 2009-2013 dengan RPJMN 2010-2014. Tujuannya adalah melihat kontribusi RPJMN terhadap pembangunan daerah dan keterkaitan program antara kedua rencana tersebut. Hasil evaluasi diharapkan dapat menjadi masukan untuk perencanaan pembangunan daerah yang lebih baik.
2. KATA PENGANTAR
EKPD 2010 di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dilaksanakan bekerja sama dengan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk menilai kinerja pembangunan di
daerah dalam rentang waktu 2004-2009 serta menganalisis relevansi RPJMD Provinsi
NTT 2009-2013 dengan RPJMN 2010-2014.
Evaluasi dilakukan dengan Tujuan (1) untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN
2004-2009 dapat memberikan kontribusi pada pembangunan di daerah; dan (2) untuk
mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010-
2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi. Sedangkan sasaran evaluasi adalah : (1)
tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di daerah dan
(2) tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi dengan RPJMN
2010-2014. Dengan demikian, hasil yang diharapkan dalam evaluasi ini adalah: (1)
tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 untuk setiap
provinsi; serta (2) Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi dengan
RPJMN 2010- 2014.
Laporan Final EKPD 2010 Provinsi NTT telah merumuskan rekomendasi-rekomendasi
setiap bidang evaluasi serta rekomendasi dari analisis relevansi RPJMN 2010-2014
dengan RPJMD 2009-2013. Kiranya rekomendasi-rekomendasi dimaksud dapat menjadi
pertimbangan baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi dalam rangka
lebih meningkatkan daya guna pembangunan, serta mensinerjikan langkah-langkag
perencanaan pembangunan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan
memberikan masukan sampai tersusunnya laporan ini. Secara khusus kami
mengucapkan terima kasih kepada BAPPENAS yang telah mempelopori tradisi evaluasi
pembangunan dengan melibatkan universitas termasuk Universitas Nusa Cendana
sebagai lembaga independen.
Kupang, Awal Desember 2010.
Rektor Universitas Nusa Cendana Kupang,
Prof. Ir. Frans Umbu Datta. M.App.Sc.,Ph.D.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur ii
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
DAFTAR Tabel ................................................................................................. iv
DAFTAR Gambar .............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan ................................................................. 1
1.2 Tujuan dan Sasaran….……..…………………………………………….. 2
1.3 Keluaran.... ........................................................................................... 3
BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI 4
1. Indikator 4
2. Analisis Pencapaian Indikator 2
3. Rekomendasi Kebijakan 7
B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN
DEMOKRATIS
1. Indikator………………………………………………………………. 7
2. Analisis Pencapaian Indikator……………………………………... 8
3. Rekomendasi Kebijakan……………………………………………. 14
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
1. Indikator …………………………………………………………….. 15
2. Analisis Pencapaian Indikator…………………………………….. 16
3. Rekomendasi Kebijakan…………………………………………… 45
D. KESIMPULAN…………………………………………………………….. 47
BAB III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI
A. Pengantar…………………………………………………………….
B. Tabel 2. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional…… 48
C. Rekomendasi……………………………………………………….. 47
66
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan…………………………………………………………..
B. Rekomendasi ………………………………………………………. 67
68
DAFTAR TABEL
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur iii
4. No. Tabel Hal.
2.1 Tambahan Narapidana Berdasarkan Putusan Pengadilan Menurut Jenis
Kejahatan Pelanggaran ........................................................................... 5
2.2 Jumlah Perkara Kriminal dan Perkara yang Telah Diselesaikan antara
Tahun 2005-2008 di NTT …………………………………………………… 6
2.3 Kabupaten Kota yang Telah Melaksanakan dan/atau Membentuk
Lembaga PTSP ……………………………………………………………….. 9
2.4 Opini BPKP terhadap Laporan Keuangan PEMDA di NTT 2001-2009 11
2.5 Kinerja Menejemen Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah NTT 12
2.6 Rincian Indikator Evaluasi Agenda Kesejahteraan Masyarakat ………… 12
2.7 Angka Putus Sekolah Tingkat SD, SMTP dan SMTA di NTT 20
2.8 Perkembangan Persentase Guru Layak Mengajar Tingkat SMPT dan
SMTA di NTT …………………………………………………………………. 21
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur iv
5. DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
2.1 Persentase Penyelesaian Kejahatan Konvensional di NTT …………. 7
2.7 Gender Development Index Provinsi NTT …………………………….. 13
2.8 Gender Empowerment Provinsi NTT ………………………………….. 13
2.10 Indeks Pembangunan Manusia NTT ………………………………….. 16
2.11 Perbandingan IPM, Angka Kematian Bayi (per 1000 penduduk) dan
Tingkat Kemiskinan (%) di NTT ……………………………………….. 17
2.12 Perbandingan IPM, dengan Persentase Penduduk Usia > 10 Tahun
Menurut Tingkat Pendidikan di NTT ………………………………….. 18
2.13 APK dan APM SD/MI di NTT ………………………………………….. 19
2.14 Angka Melek Huruf di NTT (%) ………………………………………… 21
2.15 Perkembangan Umumr Harapan Hidup di NTT ……………………… 23
2.16 Angka Kematian Bayi per 1.000 kelahiran Hidup di NTT …………… 24
2.17 Persentase Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang di NTT ……………… 24
2.18 Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk ………………………. 26
2.19 Contraceptive Prevelence Rat (%) di NTT ………………………….. 27
2.20 Penrtumbuhan Penduduk NTT ………………………………………… 28
2.21 Tingkat Fertilitas Umum di NTT ………………………………………. 28
2.22 Laju Pertumbuhan Ekonomi NTT ………………………………………. 29
2.23 Persentase Ekspor Terhadap PDRB NTT ……………………………. 30
2.24 Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB NTT ……………… 31
2.25 Pendapatan Per Kapita NTT ……………………………………………. 32
2.26 Laju Inflasi Kota Kupang ………………………………………………… 33
2.27 Nilai Realisasi Investasi PMDN di NTT ……………………………….. 34
2.28 Rencana dan Realisasi Investasi PMDN di NTT ………………….. 35
2.29 Nilai Realisasi Investasi PMA di NTT ………………………………….. 35
2.30 Nilai Persetujuan Rencana Investasi PMA di NTT …………………… 36
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur v
6. Gambar halaman
2.31 Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja PMA di NTT …………………… 37
2.32 Persentase Jalan Nasional Berdasarkan Kondisi di NTT …………… 38
2.33 Persentase Jalan Propinsi Berdasarkan Kondisi di NTT …………… 39
2.34 PDRB Sektor Pertanian NTT atas Dasar Harga Berlaku …………… 40
2.35 Kontribusi Sektor Pertanian dalam PDRB NTT ………………………. 40
2.36 Persentase Luas Lahan Rehabilitasi Terhadap Lahan Kritis di NTT.. 41
2.37 Luas Kawasan Konservasi Laut di NTT ………………………………. 43
2.38 Persentase Penduduk Miskin di NTT …………………………………. 44
2.39 Tingkat Pengangguran Terbuka di NTT ………………………………. 44
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur vi
7. BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat
tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan, penetapan,
pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu
tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dengan
mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk menilai sejauh mana
pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan. Peraturan
Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah (Bappenas) berkewajiban untuk
melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksanan RPJMN tersebut.
Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014. Siklus
pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak selalu sama dengan
siklus pembangunan 5 tahun di daerah. Sehingga penetapan RPJMN 2010-2014 ini tidak
bersamaan waktunya dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Provinsi. Hal ini menyebabkan prioritas-prioritas dalam RPJMD tidak selalu
mengacu pada prioritas-prioritas RPJMN 2010-2014. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi
relevansi prioritas/program antara RPJMN dengan RPJMD Provinsi.
Di dalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang berkaitan dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang pertama adalah
evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian keterkaitan
antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014.
Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah Evaluasi
ex-post untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu
pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009 yaitu agenda Aman dan Damai; Adil dan
Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Untuk mengukur kinerja yang
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 1
8. telah dicapai pemerintah atas pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi
dan analisis indikator pencapaian.
Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD Provinsi dengan
RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11 prioritas nasional dan 3
prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu juga mengidentifikasi potensi lokal dan
prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010-2014. Adapun prioritas nasional
dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan,
3) Kesehatan, 4) Penanggulangan Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7)
Iklim Investasi dan Iklim Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan
Bencana, 10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik, 11) Kebudayaan,
Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat
lainnya, 2) Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3) Perekonomian lainnya.
Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada perencanaan
pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah. Selain itu, hasil
evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan
pembangunan daerah.
Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan yang lebih
independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal tersebut,
Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan kegiatan Evaluasi
Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi
selaku evaluator eksternal dan dibantu oleh stakeholders daerah.
Pelaksanaan EKPD 2010 akan dilaksanakan dengan mengacu pada panduan yang terdiri
dari Pendahuluan, Kerangka Kerja Evaluasi, Pelaksanaan Evaluasi, Organisasi dan
Rencana Kerja EKPD 2010, Administrasi dan Keuangan serta Penutup.
B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan kegiatan ini adalah:
1. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat memberikan
kontribusi pada pembangunan di daerah;
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 2
9. 2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam
RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi.
Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meliputi:
1. Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di
daerah;
2. Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi dengan
RPJMN 2010-2014.
C. Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari EKPD 2010 adalah:
1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 untuk
setiap provinsi;
2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-
2014.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 3
10. BAB II
HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
1. Indikator
Indikator-indikator outcomes untuk penilaian pencapaian dari Agenda
Pembangunan Indonesia yang Aman dan Damai adalah sebagai berikut:
(1) Indeks Kriminalitas
(2) Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional (%)
(3) Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Trans Nasional (%)
2. Analisis Pencapaian Indikator.
(1) Indeks Kriminalitas
Data kriminalitas dalam format indikator indeks kriminalitas di NTT belum
tersedia, oleh karenanya konteks indikator tersebut akan dibahas secara
parsial, yaitu dengan mengidentifikasi jenis-jenis kejahatan atau kriminalitas
yang secara jumlah dan/atau trend perkembangan pelakunya paling menonjol
di NTT seperti diperlihatkan pada Tabel 2.1. Terlihat bahwa jika jenis
kriminalitas atau kejahatan dirunut menurut jumlah dan/atau trend narapidana,
maka ada 7 (tujuh) jenis kejahatan yang paling menonjol terjadi di NTT selama
periode 2005 – 2008, yaitu:
(a) Pelanggaran terhadap ketertiban umum,
(b) Kesusilaan,
(c) Perjudian,
(d) Pembunuhan.
(e) Penganiayaan,
(f) Pencurian, dan
(g) Perampokan.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 4
11. Tabel 2.1
Tambahan Narapidana berdasarkan putusan pengadilan menurut Jenis kejahatan
pelanggaran
Jumlah Napi
Persentase Napi
Jenis Kejahatan (Orang)
2006 2007 2008 2006 2007 2008
Politik - - - - - -
Thdp Kepala Negara - - 7 - - 0.21
Ketertiban Umum 266 207 402 11.27 7.79 11.78
Pembakaran 35 32 61 1.48 1.20 1.79
Penyuapan - 2 - - 0.08 -
Mata Uang 2 16 1 0.08 0.60 0.03
Memalsu Meterai 11 10 22 0.47 0.38 0.64
Kesusilaan 297 395 240 12.58 14.87 7.03
Perjudian 59 84 232 2.50 3.16 6.80
Penculikan 21 24 32 0.89 0.90 0.94
Pembunuhan 442 524 201 18.72 19.73 5.89
Penganiayaan 332 297 576 14.06 11.18 16.88
Pencurian 355 436 721 15.04 16.42 21.13
Perampokan 91 71 153 3.85 2.67 4.48
Pemerasan 3 13 15 0.13 0.49 0.44
Penggelapan 24 41 44 1.02 1.54 1.29
Penipuan 32 25 29 1.36 0.94 0.85
Merusak Barang 6 14 31 0.25 0.53 0.91
Dalam jabatan 1 - - 0.04 - -
Penadahan 15 15 43 0.64 0.56 1.26
Ekonomi 1 - 9 0.04 - 0.26
Subversi - - - - - -
Narkotika 4 5 10 0.17 0.19 0.29
Narkoba 8 15 2 0.34 0.56 0.06
Psikotropika - - 6 - - 0.18
Korupsi 12 - 18 0.51 - 0.53
Penyelundupan - - 10 - - 0.29
Pelanggaran 2 430 2 0.08 16.19 0.06
Kenakalan - - 6 - - 0.18
Lain-lain 342 - 539 14.49 - 15.80
2,361 2,656 3,412 100.00 100.00 100.00
Sumber: NTT dalam angka (BPS)
Melihat jenis-jenis kejahatan yang menonjol tersebut, maka dapat diduga
bahwa faktor-faktor penyebabnya berhubungan dengan persoalan-persoalan
sosial dan ekonomi moral. Persoalan sosial antara lain ditandai dengan gejala
kesenjangan sosial yang semakin meningkat, pengangguran, kenakalan
remaja serta menurunnya rasa kepedulian pada sesama. serta meningkatnya
akses imformasi. Sementara persoalan ekonomi ditandai dengan semakin
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 5
12. beratnya beban ekonomi yang ditanggung oleh sebagian terbesar masyarakat
Indonesia umumnya dan NTT khususnya (meningkatnya kesenjangan
ekonomi). Di tingkat ril, sangat dirasakan terjadi penurunan daya beli,
meluasnya kemiskinan, dan menurunnya kesempatan-kesempatan ekonomi
sebagian terbesar penduduk. Selanjutnya persoalan moral ditandai dengan
menurunnya ketaatan terhadap nilai-nilai dan norma-norma sosial, budaya,
agama dan Panca Sila.
(2) Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional
Pada Tabel 2.1, diperlihatkan pula bahwa ditinjau dari jumlah narapidana,
terjadi peningkatan kriminalitas baik itu dari sisi variasi maupun intensitasnya.
Dari sisi jumlah perkara, diperlihatkan pada Tabel 2.2 terjadi peningkatan
jumlah perkara kriminal, kecuali pada Tahun 2007 menurun drastis. Penurunan
ini mungkin lebih disebabkan kesalahan data, karena tidaklah logis terjadi
penurunan yang demikian drastisnya.
Tabel 2.2.
Jumlah Perkara Kriminal dan Perkara yang Telah Diselesaikan antara Tahun
2005 – 2008 di NTT
Uraian 2005 2006 2007 2008
Total perkara 16,685 16,692 5,613 17,449
Yang diputuskan 15,697 16,490 5,257 16,989
Sisa 988 202 356 460
Sumber: NTT dalam angka (BPS)
Pada Gambar 2.1 diperlihatkan trend dari tingkat penyelesaian perkara kriminal
di NTT, dimana secara umum terjadi pola penurunan dari tahun 2005 sampai
tahun 2007, dan sedikit miningkat lagi pada tahun 2008. Keadaan ini terjadi
terutama karena peningkatan jumlah perkara tidak selamanya diikuti
peningkatan jumlah aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa dan hakim.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 6
13. Gambar 2.1
Persentase Penyelesaian Kejahatan Konvensional di NTT
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
-
2005 2006 2007 2008
Yang diputuskan 94.08 98.79 93.66 97.36
Sisa 5.92 1.21 6.34 2.64
Sumber: NTT dalam angka (BPS)
3. Rekomendasi Kebijakan
Memperhatikan 7 kasus terbesar kejahatan di NTT sampai dengan tahun 2008 ditinjau
dari trend jumlah narapidana, dapat disimpulkan bahwa ada tiga kategori faktor yang
berhubungan dengan sifat dari kejahatan, yaitu: masalah sosial, masalah ekonomi
serta masalah moral.
Oleh karenanya ke depan direkomendasikan untuk memprioritaskan :
1. Peningkatan kemerataan kesejahteraan sosial dan ekonomi
2. Peningkatan jumlah dan kapasitas aparatur dan fasilitas hukum
3. Peningkatan ketahanan moral bangsa
B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
1. Indikator
Ada dua kelompok indikator dalam mengukur keberhasilan Agenda Pembangunan
Indonesia Yang Adil Dan Demokratis, yaitu kelompok Pelayanan Publik dan
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 7
14. Kelompok Demokrasi. Masing-masing kelompok indikator mempunyai indikator
yang dirinci sebagai berikut:
Pelayanan Publik
(1) Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang
dilaporkan (%)
(2) Persentase kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan
satu atap (%)
(3) Persentase instansi (SKPD) provinsi yang memiliki pelaporan Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) [%]
Demokrasi
(1) Gender Development Index
(2) Gender Empowerment Measurement
2. Analisis Pencapaian Indikator
(1) Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang
dilaporkan
Gambaran kasus korupsi di NTT belum dapat digambarkan dalam bentuk
indikator “presentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan
yang dilaporkan”. Namun demikian, gambaran umum didapatkan dari Catatan
akhir tahun PIAR (2009), sebuah LSM yang sangat peduli dengan persoalan
korupisi di NTT. Beberapa catatan penting PIAR, adalah bahwa ada 125 kasus
korupsi yang dipantau PIAR NTT dengan indikasi kerugian negara sebesar
Rp. 256.337.335.434,00. Sebaran kasus per-wilayah (maksudnya
kabupaten/kota) cukup merata yakni berkisar 1 – 15. Modus oprandi korupsi di
NTT adalah:
a. Mark Up 30 (24%) kasus
b. Manipulasi 27 (21,6%) kasus
c. Penggelapan 25 (20%) kasus
d. Penyelewenagnn Anggaran 17 (13,6%) kasus
e. Memperkaya Diri Sendiri/Orang Lain 13 (10,4%) kasus
f. Pengerjaan Proyek Tidak Sesuai Bestek 10 (8%) Kasus
g. Mark Down 3 (2,4%) kasusu.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 8
15. Korupsi di NTT terbanyak terjadi di sektor-sektor:
a. Pengadaan barang dan Jasa dengan jumlah sebanyak 58 (46,4%) kasus.
b. sektor APBD 43 (34,4%) kasus,
c. Sektor Dana Bantuan 20 (16%) kasus,
d. Sektor Perbankan 2 (1,6%) kasus,
e. sektor PEMILU/PILKADA 2 (1,6%) kasus
Jika dilahat dari usia kasus, kasus korupsi di NTT yang dipantau oleh PIAR NTT
dapat dipilah menjadi 2 (Dua) kategori, yakni: Kasus Lama dan Kasus Baru.
Kasus Lama adalah Kasus korupsi usaianya lebih dari 3 (Tiga) tahun atau kasus
yang terjadi dari tahun 2000 S/D 2006). Sedangkan Kasus Baru ialah Kasus
korupsi usaianya kurang dari 3 (Tiga) tahun atau kasus korupsi yang terjadi pada
tahun 2007 dan 2009. Dengan pengkategorian seperti ini, maka terdapat 97
(77,6%) kasus yang merupakan Kasus Lama dan Kasus Baru sebanyak 28
(22,4%) kasus.
(2) Persentase kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu
atap
Reformasi birokrasi perijinan untuk meningkatkan daya saing daerah telah diambil
oleh Pemerintah Indonesia dengan menerapkan pelayanan perijinan satu pintu
melalui Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu
Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal dan Permendagri No. 20 tahun 2008
tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perizinan di Daerah.
Pelayanan ijin terpadu satu pintu merupakan terobosan untuk memangkas
inefisiensi pelayanan perijinan melalui banyak pintu yang dilakukan secara
sektoral oleh daerah. Banyak daerah (kabupaten/kota) yang telah menerapkan
pendekatan ini yang memberi dampak yang positif terhadap perkembangan dunia
usaha.
Di NTT, menurut Laporan Program POPI NTT (Lembaga Penelitian Undana,
2009) bahwa pada umumnya bentuk kelembagaan pelayanan perizinan terpadu
berupa kantor, karena kemampuan atau besaran organisasi perangkat daerahnya
bernilai kurang dari 70. Sehingga sesuai dengan ketentuan Permendagri No 20
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 9
16. Tahun 2008 Pasal 7, kabupaten tersebut membentuk lembaga Pelayanan
Terpadu Satu Atap (PTSP) berupa kantor. Kabupaten/kota telah melaksanakan
ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3
Kabupaten/Kota yang Telah Melaksanaan dan/atau Membentuk Lembaga PTSP
No Kabupaten Keterangan
1. Sikka Berdiri 2007, sedang beroperasi
2. Flores Timur Berdiri 2007, sedang beroperasi
3. Ngada Berdiri 2008, sedang beroperasi
4. Manggarai Barat Berdiri 2009, ujicoba beroperasi
5. Kota Kupang Berdiri 2009, beroperasi 2010
6. Timor Tengah Selatan Berdiri 2009, mulai beroperasi
7. Timor Tengah Utara Berdiri 2009, mulai beroperasi
Sumber: Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana, 2009.
(3) Persentase instansi (SKPD) provinsi yang memiliki pelaporan Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP)
Laporan Kinerja BPK Perwakilan NTT dalam www.bpk.go.id adalah bahwa :
kinerja outcome pemungsian peran BPKP dalam membangun akuntabilitas dapat
dipresentasikan dari opini yang telah diberikan oleh BPK-RI terhadap Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah di wilayah NTT. Dalam kurun waktu 2001 – 2009,
dan dalam kondisi ketertinggalan sumber daya manusia di kabupaten yang
sedang berkembang, maka jumlah opini disclaimer (Tidak Memberi Pendapat
atau TMP) menjadi ukuran kinerja pelaporan keuangan pemda. Masih sulit
mengharap (expect) opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK-RI atas
LKPD karena minimnya kompetensi akuntansi yang biasanya lihai menjalankan
suatu sistem seperti Sistem Akuntansi di wilayah ini. Data opini BPK terhadap
kinerja keuangan daerah terlihat pada Tabel 2.4.
Pada Tabel 2.4, terlihat bahwa 10 dari 14 opini TMP dari BPK-RI atas LKPD
Tahun 2009 menunjukkan betapa kualitas LKPD di provinsi ini masih rendah.
Perkembangan opini WTP ini memang tampak kontroversial karena atas 20 LKPD
tahun 2008 hanya satu yang masih mendapat opini TMP atau disclaimer namun
tetap wajar dari kaca mata akuntan. Lahirnya Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) sebagai kriteria dan basis prosedural pemeriksaan keuangan
LKPD berperan penting dalam penurunan kualitas LKPD yang dipresentasikan
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 10
17. opini BPK-RI dimaksud. Dalam hal ini, implisit BPK-RI menyatakan bahwa LKPD
yang dihasilkan oleh Pemda tidak dihasilkan dari penyelenggaraan SPIP yang
memadai.
Tabel 2.4
Opini BPKP terhadap Laporan Keuangan PEMDA di NTT 2001-2009
Jumlah Opini
No Tahun PFA
Pemda
WTP WDP TMP TW
1 2004 68 15 0 0 0 0
2 2005 75 15 0 13 2 0
3 2006 75 17 0 12 4 1
4 2007 73 17 0 15 2 0
5 2008 69 22 0 19 1 0
6 2009 62 22 0 4 10 0
Sumber: www.bpk.go.id
Khusus LKPD yang mendapat opini WDP, BPK-RI mengkualifikasi terutama
dalam hal Pengelolaan dan Penatausahaan Aset Tetap. Aset Tetap dimaksud
dalam LKPD umumnya dihasilkan bukan dari penyelenggaraan Sistem Akuntansi
Pemerintahan yang normal menurut Jurnal Harian tetapi dari Jurnal Kolary di
akhir periode. Konsekuensinya, masih sulit memastikan Data Aset terdukung oleh
pencatatan lengkap khususnya tentang data perolehan dan kondisi aset yang
biasanya ditunjukkan oleh Daftar Aset. Secara singkatnya kelemahan-kelemahan
menunjukkan Pemerintah Daerah belum menerapkan SPIP secara memadai.
Kondisi ini bertambah buruk karena komitmen tinggi Kepala Daerah dan pejabat
teras di wilayah Nusa Tenggara Timur tidak konsisten dengan kondisi aparat yang
tidak mau repot belajar menerapkan Sistem Akuntansi dimaksud. Akibatnya LKPD
biasanya dibantu penyusunannya oleh konsultan, pada hal Kantor Akuntan Publik
belum ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di samping itu, aparat di Pemerintah
Daerah masih ragu menerima konsultansi BPKP karena stigma audit yang masih
sulit dipisahkan dari BPKP. BPKP lebih terekspose sebagai lembaga yang
berfungsi membantu mengungkap kerugian negara.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 11
18. Sejalan dengan laporan BPK Perwakilan NTT, penelitian yang dilakukan ANTARA
(Australia Nusa Tenggara Assistance for Regional Outonomy) dan Bank Dunia, 2010
juga melaporkan bahwa secara umum kinerja pengelolaan keuangan Provinsi
NTT mendapatkan skor rata-rata 58% dari . Tetapi terdapat dua bidang yang
harus menjadi perhatian yaitu bidang akuntansi dan pelaporan, hutang dan
Investasi.
Tabel 2.5
Kinerja Menejemen Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah NTT
Bidang Skor %
Bidang 1: Kerangka Peraturan Perundangan Daerah 14 64%
Bidang 2: Perencanaan Dan Penganggaran 11 50%
Bidang 3: Pengelolaan Kas 13 46%
Bidang 4: Pengadaan 11 65%
Bidang 5: Akuntansi Dan Pelaporan 6 27%
Bidang 6: Pengawasan Intern 9 60%
Bidang 7: Hutang Dan Investasi Publik 2 33%
Bidang 8: Pengelolaan Aset 7 44%
Bidang 9: Audit Dan Pengawasan Eksternal 4 50%
Jumlah 77 58%
Sumber: Antara, 2010.
(4) Gender Development Index (GDI)
Gambar 2.7. menggambarkan perkembangan Gender Development Index (GDI)
Provinsi Nusa Tenggara Timur dari Tahun 2004 ke 2008. Terlihat bahwa tingkat
demokrasi ditinjau dari aspek pembangunan gender di NTT berkembang secara
efektif. Terjadi peningkatan yang relatif tetap dari tahun ke tahun, terutama antara
tahun 2006 sampai 2007 yang meningkat tetap sekitar 1,8 point indeks per tahun.
Hal ini terutama disebabkan karena tingginya peran stakeholder (seperti LSM),
serta peningkatan yang sangat signifikan dari akses publik terhadap imformasi.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 12
19. Gambar 2.7.
Gender Development Index Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT)
66.00
64.00
64.99
62.00
Indeks
63.14
60.00 61.30
58.00 59.56
58.62
56.00
54.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun
Sumber: dioalah dari; BPS, kecuali tahun 2008 (UNDP), 2007 angka dugaan
(5) Gender Empowerment Measurement (GEM)
Sejalan dengan GDI, perkembangan Gender Empowerment Measurement (GEM)
juga meningkat dengan pola yang diduga sama (walaupun data Tahun 2006 dan
2007 tidak didapat), seperti terlihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8.
Gender Empowerment Measurement Prov. Nusa Tenggara Timur
62.00
61.00
60.00
59.00
58.00
57.00
56.00
55.00
54.00
53.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Keterangan: garis putus-putus dalam grafik hanya dugaan, karena tidak didapatnya
data tahun 2006 dan 2007.
Sumber: dioalah dari; BPS, kecuali tahun 2008 (UNDP)
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 13
20. 3. Rekomendasi Kebijakan
Keberhasilan pembangunan dalam hal tingkat pelayanan publik dan demokrasi di NTT
dideterminasi oleh masih rendahnya komitmen pelayanan satu atap dan oleh
penegakkan hukum khususnya pemberantasan korupsi (walaupun secara kasus ada
kemajuan penindakannya, tetapi secara kualitas, korupsi di NTT sebenarnya
meningkat).
Rendahnya kinerja pelayanan birokrasi di NTT yang sangat kental dipengaruhi
dan/atau terlibat oleh dan dalam kekuatan-kekuatan politik golongan dan kekusaan
sehingga sangat dekat dengan KKN (Kolusi, korupsi dan Nepotisme), memerlukan
reformasi mendasar. Peran pemerintah pusat dalam hal ini, termasuk dalam reformasi
perundangan tentang birokrasi akan lebih efektif dibanding jika ditangani oleh
pemerintah daerah. Hal ini karena pemerintah daerah sebagai unsur politik di NTT
justru memegang peran penting dalam penciptaan kondisi yang ada, dan semakin
kuat dengan adanya otonomi daerah.
Tentang kondisi penanganan hukum kasus-kasus korupsi, tidak terlepas dari kondisi
yang sama di tingkat pusat, seperti persoalan mafia perkara yang melibatkan oknum
maupun institusi penegak hukum di Indonesia. Sementara itu, kewenangan bidang
hukum di indonesia bukan kewenangan daerah otonom, sehingga peran institusi
daerah otonom dalam penegakkan hukum relatif sangat lemah.
Oleh karenanya, peran pemerintah pusatlah yang paling relevan dalam reformasi
birokrasi, penegakkan hukum, khususnya pemberantasan korupsi. Kebijakan yang
perlu mendapat prioritas adalah:
1. Membenahi kembali sistem hukum pengadaan barang dan jasa.
2. Reformasi Kepanitian Tender Pengadaan Barang dan Jasa
3. Perbaiki kinerja aparat pelayanan publik dan penegak hukum
4. Tingkatkan kapasitas akutansi daerah
5. Tingkatkan terus kapasitas demokrasi, terutama keterlibatan masyarakat dalam
pengawasan pembangunan dan peningkatan peran perempuan dalam segala
bidang pembangunan
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 14
21. C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
1. Indikator
Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat, terdiri dari 33 indikator, yaitu
Indeks Pembangunan Manusia, serta indikator-indikator pendidikan sebanyak 10,
kesehatan 9, ekonomi 5, investasi 5, dan infrastruktur 2 indikator. Secara rinci
diuraikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6.
Rincian Indikator Evaluasi Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Bidang Indikator
- Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pendidikan (1) Angka Partisipasi Murni (SD/MI)
(2) Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)
(3) Rata-rata nilai akhir SMP/MTs
(4) Rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA
(5) Angka Putus Sekolah SD
(6) Angka Putus Sekolah SMP/MTs
(7) Angka Putus Sekolah Sekolah Menengah
(8) Angka melek aksara 15 tahun keatas
(9) Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs
(10) Persentase jumlah guru yang layak mengajar Sekolah Menengah
Kesehatan (1) Umur Harapan Hidup (UHH)
(2) Angka Kematian Bayi (AKB)
(3) Prevalensi Gizi buruk (%)
(4) Prevalensi Gizi kurang (%)
(5) Persentase tenaga kesehatan perpenduduk
(6) Keluarga Berencana
(7) Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate)
(8) Laju pertumbuhan penduduk
(9) Total Fertility Rate (TFR)
Ekonomi Makro (1) Laju Pertumbuhan ekonomi
(2) Persentase ekspor terhadap PDRB
(3) Persentase output Manufaktur terhadap PDRB
(4) Pendapatan per kapita (dalam juta rupiah)
(5) Laju Inflasi
Investasi (1) Nilai Rencana PMA yang disetujui
(2) Nilai Realisasi Investasi PMA (US$ Juta)
(3) Nilai Rencana PMDN yang disetujui
(4) Nilai Realisasi Investasi PMDN (Rp Milyar)
(5) Realisasi penyerapan tenaga kerja PMA
Infrastruktur Persentase panjang jalan nasional dalam kondisi:
(1) Baik
(2) Sedang
Pertanian (1) Rata-rata Nilai Tukar Petani per Tahun
(2) PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 15
22. Bidang Indikator
Kehutanan (1) Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
Kelautan (1) Jumlah Tindak Pidana Perikanan
(2) Luas Kawasan Konservasi Laut
Kesejahteraan
Sosial (1) Persentase Penduduk Miskin ahun
(2) Tingkat Pengangguran Terbuka
2. Analisis Pencapaian Indikator
(1) Indeks Pembangunan Manusia
Trend IPM NTT relevan dengan trend nasional tetapi kurang efektif karena masih
terpaut jauh dari IPM Nasional (Laporan Akhir EKPD Provinsi NTT, 2009). Pada
Gambar 2.10 diperlihatkan adanya peningkatan IPM NTT secara konsisten setiap
tahunnya, tetapi belum cukup besar untuk mengejar ketertinggalan NTT dalam hal
mutu sumberdaya manusia.
Gambar 2.10.
Indeks Pembangunan Manusia NTT
67.00
66.00
66.09
65.00
65.36
64.00 64.80
63.00 63.60
62.00 62.70
61.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: BPS
Kurang cepatnya perbaikan IPM di NTT ada berhubungannya dengan “masih
rendahnya kualitas kesehatan masyarakat (khususnya Tingkat Kematian Bayi)”,
dan “masih tingginya tingkat kemiskinan” (keduanya merupakan sebagian indiktor
pembentuk IPM) seperti diperlihatkan pada Grafik 2.11. Terlihat disana bahwa,
tingkat kematian bayi per 1.000 KH sampai dengan tahun 2008 masih tinggi,
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 16
23. bahkan antara 2005-2008 cenderung tidak stabil. Sementara itu, persentase
penduduk miskin sebagai salah satu indikator pembentuk IPM menunjukka pola
perubahan yang sama dengan perubahan IPM dalam periode yang sama, yaitu
IPM meningkat tidak cepat dan persentase penduduk miskin menurun lambat.
Gambar 2.11.
Perbandingan IPM, Angka Kematian Bayi (per 1000 penduduk) dan
Tingkat Kemiskinan (%) di NTT
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Indeks Pembangunan 62.70 63.60 64.80 65.36 66.09
Manusia
Angka Kematian Bayi (per 46.00 33.40 57.00 31.20
1.000 kelahiran hidup)
Persentase Penduduk Miskin 27.86 28.19 29.34 27.51 25.65 23.31
(%)
Sumber: BPS untuk data IPM dan Bappenas 2007, Laporan Perkembangan
Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007 (2005), Estimasi
BPS dalam Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2025 (2006), Riskesdas
(2007), Estimasi BPS dalam Proyeksi Penduduk Indonesia, 2005-2015
(2008)
Perbandingan lainnya adalah antara IPM dengan persentase penduduk usia > 10
tahun menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Dalam hal ini sengaja
ditampilkan hanya 3 (tiga) kategori tingkat pendidikan, yaitu “tidak berijasah”,
“tamat SD”, dan “berijasah sarjana (termasuk diploma dan pasca sarjana)”. Hal ini
dimaksudkan untuk dapat dengan jelas membandingkan pola perubahan IPM
dengan pendidikan penduduk. Gambar 2.12 memperlihatkan hal dimaksud, dimana
dapat dengan jelas dilihat bahwa porsi penduduk NTT menurut pendidikan tertinggi
yang ditamatkan masih sangat besar ada pada golongan “tidak berijasah” dan
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 17
24. ‘tamat SD” (walaupun angka melek huruf tergolong baik), sedangkan yang
tergolong sarjana 4,18% ditahun 2008 atau hanya meningkat 1,66 dari kondisi di
tahun 2005.
Gambar 2.12.
Perbandingan IPM dengan Persentase Penduduk Usia > 10
Menurut Tingkat Pendidikan di NTT
70
60
50
40
30
20
10
0
2004 2005 2006 2007 2008
% penduduk > 10 42.99 42.04 40.73 34.81
Thn, tidak berijasah
% penduduk > 10 33.22 32.20 32.11 33.27
Thn, hanya tamat SD
% pendudu > 10 Thn, 2.52 2.9 3.89 4.18
yang Sarjana
Indeks Pembangunan 62.70 63.60 64.80 65.36 66.09
Manusia
Sumber: BPS
(2) Pendidikan
(2.1) Angka Partisipasi Sekolah Dasar
Angka Partisispasi Sekolah dasar dibahas dalam dua indikator, yaitu angka Angka
Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK). Kedua indikator ini
dibahas bersamaan karena secara konseptual kedua ukuran itu dalam analisa
grafik harus memperlihatkan pola konvergensi menuju pada titik 100%, sebagai
ukuran keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu, APK dan APM
Sekolah Dasar di NTT dalam periode 2004 – 2008 dipaparkan pada Grafik 2.13.
Dapat disimak pada Grafik 2.13 bahwa, APM SD/MI di NTT antara Tahun 2004 ke
2008 meningkat sebesar 5,48% atau rata-rata 1,10% per tahun. Peningkatan
seperti itu tidaklah besar secara nasional, tetapi pada kondisi sosial budaya
masyarakat dan ketertinggalan aksesibilitas pendidikan di NTT peningkatan
seperti itu menjadi cukup berarti.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 18
25. Dilain pihak APK SD di NTT meningkat tajam dari Tahun 2004 ke Tahun 2008
yaitu sebesar 12,70% atau rata-rata 2,54% per tahun. Rata-rata peningkatan yang
lebih besar dari rata-rata peningkatan APM SD untuk periode yang sama,
menyebabkan kurva APM dan APK SD di Grafik 2.13 tidak menunjukkan pola
konvergensinya. Hal ini mengandung beberapa makna:
(a) ada kemungkinan terjadinya kecepatan masuk SD dari dari sebagian
murid SD di NTT (dalam hal umur sekolah)
(b) ada kemungkinan terjadinya keterlambatan masuk SD dari dari sebagian
murid SD di NTT
(c) ada kemungkinan terjadinya tinggal kelas atau ketidak lulusan dari
sebagian murid SD di NTT.
Jika kemungkinannya adalah poin (b), maka hal ini terjadi karena masalah sosial
ekonomi dan budaya masyarakat, serta problem aksesibiltas pendidikan.
Sedangkan jika yang terjadi adalah poin (c) maka hal ini berhubungan dengan
rendahnya kelulusan SD yang dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain
mutu proses belajar-mengajar, kecukupan guru baik jumlah maupun kualitas, dan
aksesibiltas pendidikan secara umum.
Grafik 2.13. APK dan APM SD/MI di NTT
140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Angka Partisipasi 90.79 88.07 91.58 90.80 92.36 96.27
Murni Tingkat SD
Angka Partisipasi 111.64 107.48 114.12 114.20 118.94 124.34
Kasar Tingkat SD
Sumber: depdiknas.go.id untuk data 2004‐2006; dan LKPJ Gub NTT 2009 untuk data 2007‐
2009
(2.2) Angka Putus Sekolah
Angka Putus Sekolah SD di NTT seperti pada Tabel 2.7 justru mengalami
peningkatan sejak Tahun 2005 sampai 2008 setelah ada penurunan dari Tahun
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 19
26. 2004 ke Tahun 2005. Keadaan yang mirip terjadi juga pada Angka Putus Sekolah
SMTP dan SMTA. Kondisi ini sebenarnya sulit dimengerti terutama, karena:
(a) Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dilaksanakan secara
nasional dan di daerah, dimana ada pembebasan biaya sekolah dan
penyediaan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah),
(b) Ada peningkatan aksesibilitas pendidikan, walaupun belum optimal,
(c) Ada peningkatan jumlah dan mutu sarana-prasarana sekolah dan guru
(walaupun belum efektif)
Oleh karena itu, beberapa hal mungkin dapat diduga sebagai penyebab
peningkatan Angka Putus Sekolah di berbagai tingkat sekolah di NTT, yaitu:
(a) Meningkatnya kesulitan ekonomi Rumah Tangga, sehingga dengan terpaksa
anak menjadi tenaga kerja bagi membantu ekonomi keluarga,
(b) Meningkatnya persoalan sosial di masyarakat, seperti kenakalan remaja,
narkoba dan lain-lain,
(c) Rendahnya ekspektasi masyarakat akan pendidikan formal, terutama
masyarakat miskin perdesaan.
Tabel 2.7.
Angka Putus Sekolah Tingkat SD, SMTP dan SMTA di NTT
Tahun
Uraian
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Angka Putus Sekolah Tingkat
SD (%) 4.45 1.50 2.01 3.53 4.77 t.a
Angka Putus Sekolah Tingkat
SMTP (%) 1.65 2.38 5.24 8.24 t.a t.a
Angka Putus Sekolah Tingkat
SMTA (%) 3.35 2.66 1.45 3.61 t.a t.a
Sumber: depdiknas.go.id
(2.3) Angka Melek Huruf
Pada Grafik 2.14, diperlihatkan bahwa pemberantasan buta huruf di NTT tergolong
sangat efektif yang ditandai denga peningkatan tajam dari Angka Melek Huruf dari
Tahun 2004 ke Tahun 2008. Pada periode 2004 – 2008 hanya terjadi peningkatan
kecil, diikuti peningkatan yang tinggi antara tahun 2008-2009.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 20
27. Gambar 2.14.
Angka Melek Huruf Provinsi Nusa Tenggara Timur (%)
100.00
95.00 98.47
90.00
85.00 87.96 87.96 88.57
85.20 85.60
80.00
75.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: dioalah dari; BPS, kecuali tahun 2008 (UNDP)
(2.4) Persentase Guru Layak Mengajar
Indikator persentase guru layak mengajar menjadi sangat penting secara formal
dalam meningkatkan mutu pendidikan. Data pada Tabel 2.8. Persentase Guru
Layak Mengajar tingkat SMTP di NTT meningkat dari keadaan di Tahun 2004
sampai di Tahun 2007. Pada Tahun 2006 ada penurunan karena adanya
penerimaan guru baru, sehingga secara total guru saat itu bertambah lebih banyak
dari pertambahan guru layak mengajar. Secara umum, Provinsi NTT masih
kekurangan guru SMTP untuk mata ajaran tertentu, terutama mata ajaran
kelompok Ilmu Pengetahuan Alam, sehingga program peningkatan guru layak
mengajar harus tersaingi oleh upaya pemenuhan kebutuhan guru secara
kwantitas.
Kondisi yang sama dengan kondisi tingkat SMTP terjadi juga pada guru tingkat
SMTA. Kekurangan jumlah guru SMTA di NTT sebenarnya lebih tinggi dibanding
guru SMTP, khususnya pada mata ajaran kelompok MIPA. Hal demikian
menyebabkan upaya peningkatan mutu guru juga berjalan belum efektif.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 21
28. Tabel 2.8.
Perkembangan Persentase Guru Layak Mengajar Tingkat SMTP dan SMTA di NTT
Tahun
Uraian
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase Guru Layak
Mengajar Terhadap Guru
Seluruhnya Tingkat SMP (%) 71.92 71.96 59.20 74.77 t.a t.a
Persentase Guru Layak
Mengajar Terhadap Guru
Seluruhnya Tingkat SMTA
(%) 61.68 59.85 74.43 75.72 t.a t.a
Sumber: depdiknas.go.id
Persoalan lain tentang guru di semua tingkat pendidikan adalah persoalan
kesejahteraan dan politisasi jabatan guru. Dalam hal kesejahteraan, beberapa
kabupaten berupaya memberi isentif berupa dana kesejahteraan guru dan/atau
insentif guru daerah terpencil. Sementara itu, di beberapa kabupaten/kota tertentu
ada guru yang ditarik menduduki jabatan-jabatan struktural di pemerintahan.
(3) Kesehatan
Pembangunan kesehatan seutuhnya diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal sehingga dapat hidup produktif secara sosial
ekonomi. Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan periode 2004-2009 : (a)
di bidang Kesehatan mencakup umur harapan hidup, mortalitas yang meliputi
angka kematian bayi (AKB) , angka kematian ibu (AKI), prevalensi Gizi yakni
meliputi gizi buruk dan gizi kurang dan presentase tenaga kesehatan per
penduduk. (b) Keluarga Berencana ( Presentase penduduk ber KB) serta Laju
pertumbuhan penduduk.
(3.1) Usia Harapan Hidup
Derajat kesehatan masyarakat yang semakin meningkat dapat dilihat dari pola
hidup masyarakat setempat. Salah satu indikator yang dapat dilihat dalam
kehidupan masyarakat adalah Umur Harapan Hidup. Semakin lama umur
harapan hidup seseorang dapat menjadi suatu acuan sebagai membaiknya
derajat kesehatannya. Usia Harapan Hidup masyarakat NTT mengalami
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 22
29. peningkatan antara tahun 2004 – 2008, sedangkan tahun 2009 menurun dari
69.40 menjadi 66.10 tahun. Penurunan UHH di tahun 2009 kemungkinan karena
ketidak akuratan data tahun 2008 dimana UHH melonjak menjadi 69,40 tahun
dari 66,70 tahun di 2007. Perbaikan UHH di NTT dari tahun 2004 ke 2009
memberikan gambaran secara menyeluruh, tentang derajat kesehatan yang
berawal dari proses kehamilan, sampai pada kelahiran bayi, kesehatan ibu
setelah partus sampai pada anak usia lima tahun. Jika selama masa hamil
mengalami kurang gizi, maka perkembangan anak sejak janin sampai lahir,
berpengaruh terhadap UHH, karena pembentukan jaringan tubuh yang
sempurna sudah dimulai dari usia janin hingga anak mencapai usia lima tahun.
UHH secara langsung dipengaruhi oleh angka kematian bayi, prevalensi gizi
buruk serta prevalensi gizi kurang. Apabila terjadi kekurangan gizi yang terus
berlanjut hingga usia anak mencapai lima tahun, sehingga berat badan anak
tidak sesuai dengan usia anak, maka kecenderungan gizi buruk menjadi momok
yang perlu diwaspadai Oleh karena itu baik gizi buruk maupun gizi kurang, perlu
dicari solusi terbaik, untuk meminimumkan anak yang memiliki gejala gizi kurang
apalagi mengarah ke gizi buruk.
Grafik 2.15.
Perkembangan Umur Harapan Hidup di NTT (tahun)
2009 66.10
2008 69.40
2007 66.70
2006 66.50
2005 64.90
2004 64.40
Sumber: BPS NTT dan Laporan Profil Kesehatan Provinsi NTT
(3.2) Angka Kematian Bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 23
30. sebelum mencapai usia satu tahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
yang sama. Angka kematian bayi merupakan indicator yang terkait langsung
dengan tingkat kelangsungan hidup anak, sekaligus memberikan gambaran
nyata mengenai kondisi social, ekonomi dan lingkungan tempat tinggal anak-
anak termasuk pemeliharaan kesehatan anak.
Gambar 2.16
Angka Kematian Bayi (per 1.000 kelahiran hidup) NTT
60.00
57.00 57.00
50.00
46.00
40.00
33.40 31.20
30.00
20.00
10.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: BPS NTT dan Laporan Profil Kesehatan Provinsi NTT
AKB provinsi NTT selama periode tahun 2004-2009 terjadi trend yang
bervariasi. Terjadi penurunan dari tahun 2004 sampai tahun 2006, dimana
sejak 2004 kematian bayi dari 48 anak turun hingga 33,40,per 1000 kelahiran
hidup. Namun tahun 2007 meningkat menjadi 57 anak yang meninggal, dan
2008 turun menjadi 32.20 anak dan meningkat menjadi 57 anak pada tahun
2009. Fenomena ini memberikan gambaran bahwa Penanganan Kesehatan
anak di NTT, belum merata. Keadaan ini dapat dimaklumi nahwa NTT
merupakan provinsi yang terdiri dari daerah kepulauan, sehingga koordinasi
kesehatan ibu dan anak belum dapat dijangkau secara maksimal.Variasi
tingkat kematian bayi memberikan suatu gambaran bahwa tingkat
permasalahan kesehatan anak dan faktorpfaktor lingkunganyang
berpengaruh terhadap kesehatan balita seperti, gizi, sanitasi,penyakit
menular, dan kecelakaan.Jika dilihat trend dari kematian bayi tahun 2008-
2009, maka terjadi peningkatan angka kematian bayi yang cukup besar.yakni
dari 31 anak menjadi 57 anak bayi yang meninggal. Kondisi ekonomi yang
tidak mendukung, berakibat pada kesehatan ibu dan anak terutama selama
masa kehamilan sapai pada masa neonatal, bagi setiap kelahiran.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 24
31. (3.3) Kondisi Gizi Balita
Secara umum status kesehatan seseorang ditentukan oleh status gizi personal
yang bersangkutan. Pengaruh indikator status gizi secara umum merupakan
faktor predisposisi yang dapat memperberat penyakit infeksi secara langsung,
dan dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan secara individual.
Status gizi janin yang masih berada dalam kandungan dan bayi yang sedang
menyusui sangat dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil dan ibu menyusui.
Gambar 2.17
Persentase Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang di NTT
2009 24.20
9.40
2008 30.70
7.10
2007 24.20
9.40
2006 26.50
10.30
2005 28.00
13.00
2004 Gizi Kurang (%)
Gizi Buruk (%)
Sumber: BPS NTT dan Laporan Profil Kesehatan Provinsi NTT
Di NTT berdasarkan data tahun 2005-2009 Prevalensi Gizi buruk menurun yakni
mulai dari 13.00 menurun menjadi 9.40. Namun dari trend yang ada prevalensi
gizi buruk tertinggi terjadi pada tahun 2005 ( 13.00) dan terendah tahun 2007
(7.10). Keadaan ini sangat erat kaitannya dengan kondisi ekonomi setiap
keluarga, dan berpengaruh langsung dengan kesehatan ibu hamil dan ibu
menyusui. Sementara itu, kondisi Gizi kurang, antara tahun 2004-2009
mempunyai trend naik-turun pencapaian tertinggi di Tahun 2008 dan kembali
menurun pada Tahun 2009 menjadi sama dengan kondisi Tahun 2007. Keadaan
ini perlu disikapi secara positif untuk dapat mengurangi persentase setiap tahun,
baik status gizi buruk maupun gizi kurang.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 25
32. (3.5) Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk
Tenaga kesehatan per pendudk di NTT selama periode 2004-2009 cendrung
meningkat, yakni dari tahun 2004-2006 yang hanya terdapat 6 orang tenaga
medis ( dokter) melayani 1000 penduduk, pada tahun 2007 meningkat menjadi
13 dokter melayani 1000 penduduk. Dan tahun 2008 - 2009 menjadi 11 dokter
melayani 1000 penduduk. Kehadiran tenaga medis khususnya dokter di NTT
masih sanagt dibutuhkan. Mengingat kondisi geografis NTT yang terdiri dari
daerah kepulauan dapat merupakan penyebab utama pelayanan kesehatan
untuk penduduk yang jauh dari kota kecamatan menjadi tidak terjangkau.
Adanya kartu kesehatan gratis , tidak menjamin bahwa penyakit kronis seperti
malaria dan diare yang menyerang daerah terpencil sering merupakan faktor
utama penyebab kematian karena tidak dapat ditangani secara medis, atau
terdeteksi secara cepat untuk ditangani.
Gambar 2.18
Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk (%)
2009 0.110
2008 0.110
2007 0.130
2006 0.060
2005 0.060
2004 0.060
Sumber: BPS NTT dan Laporan Profil Kesehatan Provinsi NTT
(3.6) Contraceptive Prevalence Rate
Keluarga Berencana (KB)di NTT jika dilihat perkembangan dari tahun 2004-
2009 meningkat setiap tahun. Peningkatan ini sangat erat kaitannya dengan
berfungsinya tenaga penyuluh lapangan yang sudah bekerja efektif pada
setiap desa , terutama untuk pasangan usia subur. Perkembangan dari KB
meningkat dari tahun 2004-2005. Terjadi penurunan pada tahun 2006, dan
terus maningkat kembali dari tahun 2007 sampai 2009. Upaya ini jika
dikaitan dengan pertumnuhan penduduk NTT, dimana salah satu tujuan dari
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 26
33. KB adalah menekan petumbuhan penduduk dapat dikatakan cukup
mendukung upaya tersebut diatas.
Sumber: BPS NTT dan Laporan Profil Kesehatan Provinsi NTT
(3.7) Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk suatu daerah yang memiliki trend yang terus
meningkat menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki kecenderungan
adanya pengangguran yang cukup tinggi, jika tidak diikuti dengan
pembukaan lapangan kerja yang memadai. NTT selama periode 2004-2009
memiliki trend yang cenderung menurun yakni dari tahun 2004-2005
meningkat dari 1,82 menjadi 2.93. merupakan pertumbuhan penduduk
tertinggi dan menurun setiap tahun samapi tahun 2009 menjadi 1.88.
Berbagai upaya untuk mendukung upaya penekanan pertumbuhan
penduduk berhasil dilaksanakan antara lain mensukseskan program KB di
NTT. Jika dikaitkan dengan indikator KB NTT yang berpengaruh langsung
untuk menekan pertumbuhan penduduk, terlihat bahwa ada hubungan yang
signikan antara Pencapaian KB dengan Pertumbuhan penduduk. JIka dilihat
dari perkembangan KB NTT tahun 2007-2009 cendrung meningkat, dan
dikaitan dengan petumbuhan pemduduk NTT dari tahun yang sama yakni
2007-2009 pertumbuhan pendudk menurun dari 2.16 pada tahun 2007
menurun menjadi 1.88 pada tahun 2009.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 27
34. Gambar 2.20
Pertumbuhan Penduduk NTT (%)
3.50
3.00
2.50 2.93
2.00
2.22 2.16
1.50 1.92 1.88
1.001.32
0.50
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: BPS NTT
(3.8) Tingkat Fertilitas Umum
Tingkat Fertilitas atau tingkat kesuburan yang dibahas di NTT adalah tingkat
kesuburan Umum dalam hal ini usia wanita produktif dengan kisaran usia 15-
49 tahun. Berdasarkan data NTT dari tahun 2004-2009, dimana tahun 2005
mencapai 106 namum sejak tahun 2007-2008 cenderung stabil atau tetap
yakni berkisar antara 85 sampai 83. Keadaan ini dapat memberikan
gambaran bahwa Tingkat Fertilitas wanita NTT yang cenderung tetap dapat
membantu program pemerintah dalam kaitannya dengan penekanan laju
pertumbuhan penduduk, turunnya angka kematian bayi, dan juga
berpengaruh terhadap upaya penurunan prevalensi Gizi, sehingga dapat
meningkatkan Usi Harapan Hidup.
Gambar 2.21
Tingkat Fertilitas Umum (Jumlah kelahiran hidup per 1.000
perempuan usia 15-49 tahun) di NTT
120 106
100 84 85 83 83
80
60
40
20
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: di olah dari data BPS NTT dan Laporan Profil Kesehatan Provinsi NTT
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 28
35. (4) Ekonomi Makro
(4.1) Laju Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan PDRB NTT relatif konstan antara tahun 2004 sampai 2007
(kecuali diselingi pertumbuhan rendah di Tahun 2005), kemudian mengalami
penurunan di tahun 2008 dan 2009. Secara umum, pertumbuhan ekonomi NTT
selama periode 2004 – 2009 tergolong rendah. Jika kondisi demikian terus
berlangsung, maka ketertinggalan NTT akan semakin melebar dibanding
wilayah lain di Indonesia.
Gambar 2.22
Laju Pertumbuhan Ekonomi NTT (%)
6.00
5.34 5.08 5.15
5.00 4.81
4.00 4.14
3.46
3.00
2.00
1.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: BPS NTT
Secara sektoral, Pertumbuhan ekonomi NTT diwarnai oleh pertumbuhan yang
tinggi (> 5%) di sektor-sektor:
1. Perdagangan, hotel dan restauran,
2. Pengangkutan dan komunikasi,
3. Keuangan dan jasa perusahaan, serta
4. Jasa-jasa, khususnya jasa pemerintah
Sementara itu, sektor-sektor primer (pertanian dan pertambangan) serta
sektor-sektor sekunder terutama industri yang menampung > 70% TK hanya
tumbuh dibawah 5%. Oleh karenanya ke depan perlu adanya usaha pemerintah
untuk mendorong pertumbuhan sektor primer khususnya pertanian dan sektor
sekunder khususnya industri untuk tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan sektor
tertier.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 29
36. (4.2) Persentase Eksport Terhadap PDRB
Neraca perdagangan NTT dari Tahun 2004 – 2009, nilai Import lebih tinggi di
bandingkan dengan nilai eksport, hal ini dikarenakan kebutuhan barang dari luar
NTT lebih tinggi di bandingkan dengan produksi dalam daerah.
Perkembangan perdagangan antara Nusa Tenggara Timur dengan dunia
menunjukkan bahwa setelah Tahun 2000 terjadi kecenderungan peningkatan
ekspor maupun impor. Terdapat empat fenomena penting yakni : (1) Terjadi
defisit necara perdagangan (2) Mitra utama ekspor adalah Timor Leste dengan
komoditas utama Bahan Bakar Minyak (BBM), dimana komoditas tersebut hanya
lalu-lewat; (3) Share Ekspor Impor terhadap PDRB meningkat menuju pola
provinsi pelabuhan (4) Salah satu impor terbesar non-migas NTT adalah bahan
pangan olahan
Gambar 2.23
Persentase Ekspor terhadap PDRB (%)
30.00
25.00 24.01
20.00 21.76 20.22 21.53 20.95 20.25
15.00
10.00
5.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: BPS NTT
Konsekwensi dari neraca perdagangan yang negatif di NTT, menyebabkan
tampilan dari kontribusi ekspot dalam PDRB NTT untuk periode 2004 –
2009 cenderung statis di kisaran 20-21 % (Gambar 2.23). Hal ini ada
hubungan dengan investasi yang berorientasi eksport (outword looking) di
NTT tergolong sangat rendah. Hampir semua invesatasi dari PMDN terjadi
pada sektor-sektor jasa yang tidak mempunyai nilai eksport. Penjelasan ini
dapat pula dihubungkan dengan indikator “persentase output manufaktur
terhadap PDRB NTT” seperti pada Gambar 2.24.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 30
37. (4.3) Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB
Pembahasan tentang indikator “persentase eksport dalam PDRB NTT”
sebelum ini yang bersifat statis selama periode 2004 - 2009, telah
dihubungkan dengan tampilan dari indikator ‘persentase output manufaktur
dalam PDRB NTT”. Rendahnya investasi di NTT yang berorientasi eksport,
yang biasanya terjadi di bidang manufaktur, telah menyebabkan
pertumbuhan sektor manufaktur di NTT relatif konstan, yang kemudian
menyebakan kontribusi output manufaktur dalam PDRB NTT juga terus
menurun sejak Tahun 2005 sampai Tahun 2009 (Gambar 2.24).
Gambar 2.24
Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB (%)
1.85 1.80
1.80 1.76
1.75 1.70
1.70 1.63
1.65 1.59
1.60 1.55
1.55
1.50
1.45
1.40
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: BPS NTT
(4.4) Tingkat Pendapatan Perkapita
Pertumbuhan per tahun dari tingkat pendapatan per kapita penduduk NTT antara
Tahun 2004 dan 2009 cenderung bersifat konstan, seperti yang digambarkan
grafik yang cenderung bersifat linear pada Gambar 2.25. Artinya, efek
pembangunan ekonomi di NTT selama periode itu belum dapat menciptakan
lompatan berarti dari tingkat pendapatan perkapita penduduknya. Padahal
secara konseptual, pembangunan harus memberi efek lompatan atau
percepatan dari indikator-indikator outcomes, misalnya pendapatan perkapita
yang antaralain merupakan indikator dari kesejahteraan penduduk sebagai objek
dan subjek pembangunan itu sendiri.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 31
38. Gambar 2.25
Pendapatan Perkapita NTT (Rupiah)
6,000,000
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pendapatan Perkapita (Rupiah) 3,129,110 3,476,397 3,881,424 4,301,535 4,469,637 4,884,655
Sumber: BPS NTT
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa pendekatan pembangunan
ekonomi di Nusa Tenggara Timur masih perlu ditinjau lagi. Peninjauan
pendekatan pembangunan ekonomi dimaksud, lebih ditekankan pada
pendekatan operasionalnya, bukan pada pendekatan perencanaan makro,
karena jika diteliti RPJMD Propinsi NTT 2009-2013 dinilai sudah tepat
sasaran dan arah, tetapi pada perencanaan operasional seperti RKPD dan
APBD, ternyata kurang mempunyai hubungan langsung dengan sasaran dan
arah pembangunan di RPJMD.
(4.5) Laju Inflasi
Laju inflasi di NTT, dalam laporan ini digambarkan oleh laju inflasi Kota Kupang
sebagai ibu kota Provinsi NTT yang trend-nya antara tahun 2004-2009
ditujukkan pada Gambar 2.26. Laju inflasi tahunan Kota Kupang selama periode
itu, dominan terjadi dalam 1 digit, kecuali di tahun 2005 dan tahun 2008 yang
menembus 2 digit. Kondisi ini dari sudut teorinya merupakan gambaran umum
tentang kestabilan ekonomi NTT, tetapi dari sisi ril dapat juga menggambarkan
kurang dinamisnya ekonomi NTT. Hal ini dapat dijelaskan dengan
kecenderungan konstanya pertumbuhan PDRB, pendapatan perkapita dan
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 32
39. beberapa indikator ekonomi makro lainnya.
Gambar 2.26
Laju Inflasi Kota Kupang (%) :
16.00
15.16
14.00
12.00
10.90
10.00 9.72
8.00 8.28 8.44
6.00 6.49
4.00
2.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: BPS NTT
(5) Investasi
(5.1) Nilai Realisasi Investasi PMDN
Nilai Realisasi investasi PMDN di NTT antara tahun 2004 ke 2007
cenderung sangat rendah, tetapi antara tahun 2007 ke 2009 meningkat
sangat tajam, bahkan cenderung lebih tinggi dari nilai persejuan investasi
pada tahun yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa untuk investasi PMDN,
NTT mulai diminati.
Walaupun demikian, investasi PMDN sebagian terbesarnya terjadi di sektor
jasa dan perdagangan, yang secara teoritis dan praktis mempunyai
beberapa kekurangan jika dibanding dengan invesatasi di sektor primer dan
sekunder (manufakturing misalnya). Kukurangan relatif tersebut adalah:
1) Tingkat penyerapan tenaga kerjanya relatif lebih sedikit,
2) efek penyebarannya relatif lebih sempit dan sedikit,
3) tidak bersifat menunjang eksport wilayah
dengan sifatnya seperti itu, maka dapat dipahami mengapa pertumbuhan
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 33
40. ekonomi NTT relatif tidaklah bersifat melompat seperti peningkatan tajam
dari nialai realisasi investasi PMDN.
Gambar 2.27
Nilai Realisasi Investasi PMDN di NTT (Rp. Milyar)
12,000.00
10,000.00
8,000.00
6,000.00
4,000.00
2,000.00
0.00
-2,000.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Nilai Realisasi 114.30 19.00 0.00 213.26 4,221 10,015
Investasi PMDN
(Rp. Milyar)
Sumber: BPS NTT
(5.2) Nilai Persetujuan Rencana Investasi PMDN
Nilai persetujuan rencana investasi di NTT sebenarnya lebih rendah dari
atau sama besar dengan realisasi invesatasi setiap tahunnya dalam periode
Tahun 2004 dan 2009, kecuali di Tahun 2006. Sehingga sekali lagi bahwa
terjadi peningkatan minat investasi PMDN di NTT.
Gambar 2.28
Rencana dan Realisasi Investasi PMDN
5,000.00
4,000.00
3,000.00
2,000.00
1,000.00
0.00
-1,000.00
2004 2005 2006 2007 2008
Nilai Persetujuan 0.00 0.00 275.80 54.40
Rencana Investasi
PMDN (Rp.Milyar)
Nilai Realisasi Investasi 114.30 19.00 0.00 213.26 4,221.37
PMDN (Rp. Milyar)
Sumber: BPS NTT
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 34
41. (5.3) Nilai Realisani Investasi PMA
Trend dari nilai realisai investasi PMA di NTT selama periode 2004-2009
relatif sama dengan pola trend realisasi investasi PMDN yang sudah
dibahas, dimana terjadi peningkatan antara tahun 2007 ke tahun 2009,
walaupun dalan tahun-tahun sebelumnya bersifat naik-turun. Yang mungkin
menarik dari perbedaan sifat investasi PMA dan PMDN adalah bahwa PMA
cenderung berinvestasi pada sektor atau komoditi yang bertujuan eksport,
sedangkan PMDN tidaklah demikian.
Gambar 2.29
Nilai Realisasi Investasi PMA di NTT (US$ Juta)
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Nilai Realisasi 2.40 1.50 2.40 0.40 1.90 4.00
Investasi PMA (US$
Juta)
Sumber: BPS NTT
(5.4) Nilai Persetujuan Rencana Investasi PMA
Dibanding antara persetujuan dan realisasi investasi PMA, maka dapat dilihat
pada Gambar 2.30 bahwa terjadi gap yang cukup besar dimana banyak nilai
persetujuan investasi tidak terealisir di NTT
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 35
42. Gambar 2.30
Nilai Persetujuan Rencana dan Realisasi Investasi PMA
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Nilai Realisasi 2.40 1.50 2.40 0.40 1.90 4.00
Investasi PMA (US$
Juta)
Nilai Persetujuan 3.00 4.40 5.30 19.80
Rencana Investasi
PMA (US$ Juta)
Sumber: BPS NTT
(5.5) Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja PMA
Walaupun realisasi investasi PMA meningkat sangat tajam dari tahun 2007
ke tahun 2009, tetapi tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi justru
terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu di tahun 2004 dan 2005. Hal ini
terjadi karena sifat atau sektor investasi yang dimasuki pada tahun 2004-
2005 cenderung pada sektor perikanan dan kelautan, khususnya rumput
laut, yang membutuhkan tenaga kerja lokal lebih banyak, khususnya tenaga
kerja non spesialis untuk bidang kerja pengawasan lapangan (tenaga kerja
lapangan).
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 36
43. Gambar 2.31
Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja PMA di NTT
250.00
229.00
200.00
150.00
116.00
100.00
75.00 70.00
50.00 45.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008
Sumber: BPS NTT
(6) Infrastruktur
(6.1) Perentase Jalan Nasional Bedasarkan Kondisi
Evaluasi kinerja pembangunan nasional di daerah untuk periode 2004-2009,
dalam bidang pembangunan infrastruktur hanya meliputi beberapa indikator kunci,
yaitu persentase panjang jalan nasional di provinsi dan persentasi panjang jalan
provinsi menurut kondisi jalan, yakni dalam keadaan baik, rusak dan rusak berat.
Panjang jalan nasional di NTT pada tahun 2006 adalah 1.273,02 km. Pada tahun
2007, panjang jalan nasional di NTT meningkat menjadi 2,464.32 km. Panjang
jalan nasional di daerah ini tidak berubah hingga tahun 2009. Sementara untuk
jalan provinsi, total panjang jalan adalah 1.737.37 km pada tahun 2006, dan
1.738,81 pada tahun 2009. Kondisi jalan nasional di NTT secara umum
memperlihatkan peningkatan yang berarti sejak tahun 2004 (Gambar 32).
Persentasi jalan yang dalam kondisi baik adalah 18.85% pada tahun 2004 dan
menjadi 57,29% pada tahun 2009. Sebaliknya, persentase panjang jalan yang
dalam kondisi rusak (sedang) dan rusak berat turun dari 81.15% pada tahun 2004
berkurang menjadi hanya 42,71% pada tahun 2009. Sementara untuk jalan
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 37
44. provinsi, peningkatan kondisi jalan dari 2004 hingga 2009 menunjukkan trend
yang hamper sama (Gambar 33)
Data mengenai kondisi jalan di NTT, baik jalan nasional maupun jalan provinsi,
sangat terbatas. Data kondisi jalan yang tersedia adalah untuk tahun 2009. Pada
tahun 2009, lebih kurang 85.14% jalan nasional di NTT dalam kondisi baik atau
cukup baik. Sisanya dalam kondisi rusak atau rusak berat. Sementara untuk jalan
provinsi, pada tahun yang sama 65.60% dalam kondisi baik atau cukup baik, dan
sisanya dalam kondidi rusak atau rusak berat. Data kondisi jalan nasional dan
jalan provinsi di NTT pada tahun 2008 selengkapnya ditunjukkan pada dua table
berikut.
Gambar 2.32
Persentase Jalan Nasional berdasarkan Kondisi di NTT
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Kondisi Baik (%) 18.85 42.18 31.68 13.91 44.62 57.29
Kondisi Sedang (%) 71.72 48.06 43.62 75.31 36.58 32.60
Kondisi Rusak (%) 9.43 9.77 24.70 10.78 18.79 10.15
Sumber: BPS NTT
(6.2) Perentase Jalan Propinsi Bedasarkan Kondisi
Perhatian pemerintad Provinsi NTT pada infrastruktur jalan dapat dikatakan
sangat baik terutama sejak tahun 2005 seperti diperlihatkan pada Gambar
2.33 dimana persentase penjang jalan yang tergolong dalam kondisi rusak
dan sedang terus menurun denga peningkatan nyata dari persentase
panjang jalan provinsi berkategori kondisi baik.
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 38
45. Gambar 2.33
Panjang Jalan Propinsi Berdasarkan Kondisi di NTT
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2004 2006 2007 2008 2009
Kondisi Rusak (%) 9.44 69.97 34.40 25.87 22.66
Kondisi Sedang (%) 71.69 23.77 19.33 21.84 21.77
Kondisi Baik (%) 18.87 6.25 46.27 52.29 55.56
Sumber: BPS NTT
(7) Pertanian
(7.1) Rata-rata Nilai Tukar Petani per Tahun
Data Nilai Tukar Petani (NTP) untuk ptovinsi NTT tidak tersedia, kecuali
untuk tahun 2007 (Data Ekonomi Regional NTT, BI Kupang, 2007). NTP
Provinsi NTT untuk tahun 2007 berkisar 125-130
(7.2) PDRB Pertanian atas dasar Harga Berlaku
Pertumbuhan PDRB sektor pertanian di NTT antara Tahun 2004-2009 seperti
ditunjukkan Gambar 2.34 bersifat linear, atau dengan kata lain mengalami
pertumbuhan konstan. Sifat pertumbuhan sektor pertanian seperti itu, berbeda
dengan sifat pertumbuhan sektor jasa, khususnya jasa pemerintah dalam
ekonomi NTT yang bersifat semakin bertambah, sehingga menyebabkan
penurunanan kontribusi sektor pertanian dalam PDRB NTT selama periode yang
sama (Lihat Gambar 2.35).
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 39
46. Gambar 2.34
PDRB Sektor Pertanian NTT, Atas Dasar Harga Berlaku (Rp. Juta)
12,000,000
10,000,000
8,000,000
6,000,000
4,000,000
2,000,000
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
PDRB Sektor Pertanian 5,449,172 6,034,394 6,857,125 7,706,388 8,733,673 9,563,600
Atas Dasar Harga Berlaku
(Rp. Juta)
Sumber: BPS NTT
Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB provinsi NTT dari tahun 2004
sampai tahun 2009 secara konsisten menurun. Dalam tahun 2004, sektor
pertanian, yang meliputi subsector-subsektor tanaman pangan, perkebunan,
peternakan, kehutanan dan perikanan, menyumbang 42.58%, dan tahun 2009
menyumbang 38.81% (Figure 2.34). Meskipun persentasi sumbangan sektor
pertanian terus menurun,secara umum, nilai nominal dari kontribusinya
meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan
ekonomi pada sektor pertanian rata-rata 3.16% per tahun. Dalam tahun 2004
nilai nominal kontribusi sektor ini mencapai Rp 5.482.104,000,000 meningkat
menjadi Rp 9.563.600.000.000 pada tahun 2009 (Gambar 2.34).
Gambar 2.35
Kontribusi Sektor Pertanian dalam PDRB NTT (%)
43.00
42.50 42.58
42.36
42.00
41.50 41.38
41.00
40.50
40.00 39.89
39.50 39.46
39.00
38.50
38.00
37.50
2004 2005 2006 2007 2008
Sumber: BPS NTT
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 40
47. (8) Kehutanan
(8.1) Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
Data yang tersedia mengenai luas lahan kritis dan kegiatan rehabilitasi lahan di
Provinsi NTT sangat terbatas. Data luas lahan kritis yang tersedia adalah hasil
interpretasi citra satelit Landsat ETM 7 yang diperoleh tahun 2002. Luas lahan
kritis dalam kawasan hutan menurut interpretasi citra dimaksud adalah 661.681
hektar.
Upaya rehabilitasi lahan dalam kawasan hutan di NTT sudah dilakukan dari
tahun ke tahun, meskipun hasilnya belum optimal. Sampai tahun 2005, laju
degradasi kawasan hutan di NTT mencapai 15.000 hektar per tahun. Sementara
itu, program rehabilitasi hanya mencapai 3.000 hektar per tahun. Dari total 3.000
hektar yang direhabilitasi setiap tahunnya, keberhasilannya hanya mencapai
30%. Kegagalan terjadi akibat kebakaran, kekeringan, dimakan ternak,
penebangan liar, dan tanah longsor.
Gambar 2.36
Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
di NTT (%)
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase Luas lahan 0.25 0.50 4.37 4.86
rehabilitasi dalam hutan
terhadap lahan kritis (%)
Sumber: BPS NTT
Program rehabilitasi hutan dan lahan terus digalakan dari tahun ke tahun. Hal ini
juga didukung dengan jumlah dana yang dialokasikan untuk rehabilitasi hutan
dan lahan yang terus meningkat. Pada tahun 2006, luas lahan yang direhabilitasi
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Nusa Tenggara Timur 41