Dokumen tersebut merupakan kata pengantar dari laporan evaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2009. Laporan ini menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah Sulawesi Tengah pada rentang waktu 2004-2008 dengan melihat pencapaian indikator dan manfaat yang dirasakan masyarakat. Proses penyusunan laporan dimulai pada bulan Juli 2009 dan melibatkan berbag
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
1.
2. KATA PENGANTAR
Sebagai kelanjutan dari Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Propinsi
Sulawesi Tengah Tahun 2007 dan Tahun 2008, pada Tahun 2009 ini, Kami kembali dipercayakan untuk
menyusun Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah.
Berbeda dengan Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di Propinsi Sulawesi Tengah
Tahun 2008, Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Tahun 2009 dilaksanakan untuk menilai
relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008. Evaluasi ini juga
dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran yang diharapkan dan
apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah tersebut.
Penyusunan EKPD Provinsi Sulawesi Tengah dimulai Bulan Juli 2009. Tim melaksanakan tugasnya
dengan melakukan berbagai kegiatan : melakukan pembagian tugas penulisan laporan sesuai bidang
keakhlian masing-masing; pengumpulan data dan informasi pada berbagai pihak yang terkait, dan
melakukan rapat-rapat.
Alkhamdulillah, rangkaian proses dan finalisasi penyusunan laporan kegiatan ini akhirnya selesai juga.
Tanpa kerja keras dari tim peneliti dan tanpa bantuan dan fasilitasi dari pihak BAPPENAS dan BAPPEDA
Provinsi Sulawesi Tengah, sulit dibayangkan apakah laporan ini selesai tuntas dan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu, kepada tim peneliti dan sekaligus penyusun laporan ini yang telah bekerja sepenuh
hati dan bertanggung penuh akan laporan hasil studi ini kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak-
banyaknya.
Kami sangat menyadari bahwa di dalam laporan akhir ini masih terdapat berbagai kekurangan dan
kelebihan yang seharusnya tidak perlu terjadi, namun bagaimanapun, karena tim penyusun ini adalah juga
anak manusia, maka berbagai kekurangan dan kelebihan tak dapat terhindarkan. Olehnya itu, kehadiran
berbagai saran masukan dan kritik konstruktif untuk perbaikan laporan ini akan disambut baik dengan tangan
terbuka.
Akhirul kalam, semoga laporan ini bisa memberikan manfaat untuk semua pembacanya.
Palu, 14 Desember 2009
Rektor/Ketua
Tim EKPD Sulawesi Tengah Tahun 2009
Drs. H. Sahabuddin Mustapa, MSi
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Grafik iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang dan Tujuan 1
1.2 Keluaran 1
1.3 Metodologi 1
1.4 Sistematika Penulisan 3
BAB II HASIL EVALUASI 5
2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI 8
2.1.1. Capaian Indikator 8
2.1.2. Demokrasi 12
2.1.3. Analisis Relevansi 19
2.1.4. Analisis Efektivitas 21
2.1.5. Aanalisis Capaian Indikator Spesifik Menonjol 24
2.1.6. Rekomendasi Kebijakan 26
2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 28
2.2.1. Capaian Indikator 28
2.2.2. Pendidikan 28
2.2.3. Kesehatan 40
2.2.4. Analisis Relevansi 50
2.2.5. Analisis Efektivitas 51
2.2.6. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 51
2.2.7. Rekomendasi Kebijakan 53
2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI 55
2.3.1. capaian indikator 55
2.3.2. analisis relevansi 66
2.3.3. analisis efektivitas 69
2.3.4. analisis capaian indikator spesifik dan menonjol 67
2.3.5. Rekomendasi Kebijakan 71
ii
4. 2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 72
2.4.1. Capaian Indikator 72
2.4.2. Kehutanan 73
2.4.3. Kelautan 76
2.4.4. Analisis Relevansi 79
2.3.5. Analisis Efektivitas 80
2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 82
2.4.3. Rekomendasi Kebijakan 83
2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL 83
2.5.1. Capaian Indikator 84
2.5.2. Capaian Indikator Outcomes Provinsi dan Outcomes Nasional 89
2.5.3. Analisis Relevansi 90
2.5.4. Analisis Efektivitas 91
2.5.5. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 92
2.5.5. Rekomendasi Kebijakan 94
BAB III PENUTUP 96
3.1 Kesimpulan 96
3.2 Rekomendasi 97
iii
5. DAFTAR GRAFIK
NOMOR JUDUL GRAFIK Hal
2.1.1.1 Persentase Jumlah Kasus Korupsi yang Tertangani Nasional dan Sulawesi Tengah dibandingkan 9
dengan yang dilaporkan;
2.1.1.2 Presentase Aparat yang Berijasah Minimal S1 Nasional dan Sulawesi Tengah 10
2.1.1.3 Persentase Jumlah Kabupaten/Kota Yang Memiliki PERDA Layanan Satu Atap 11
2.1.2.1 Gender Development Indeks 13
Sulawesi Tengah dibandingkan dengan GDI Nasional
2.1.2.2 Gender Empowerment Meassurment (GEM) Sulawesi Tengah di Bandingkan dengan GEM 14
Nasional
2.1.2.3 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi 15
2.1.2.4 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat pada Pemilihan Legislatif Tahun 2004 dan 2009 16
2.1.2.5 Tingkat Partispasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Presiden Pada Tahun 2004 dan 17
2009
2.1.2.6 Capaian Indikator Layanan Publik 18
2.1.2.7 Capaian Indikator Demokrasi 19
2.1.2.8 Kasus KDRT yang ditangani di Sulawesi Tengah 25
2.1.2.9 Partisipasi Perempuan dalam Legislatif, Pemerintahan 26
setingkat Desa dan Pemerintahan di Sulawesi Tengah
2.2.2.1 Perkembangan Angka Partisipasi Murni SD/MI Sulawesi Tengah 31
dan Nasional, 2004-2008
2.2.2.2 Perkembangan Angka Partisipasi Murni SMP/Mts Sulawesi Tengah 32
dan Nasional, 2003-2008
2.2.2.3 Perkembangan Angka Partisipasi Murni SMA/MA Sulawesi Tengah 33
dan Nasional, 2003-2008
2.2.2.4: Perkembangan Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs Sulawesi Tengah 34
dan Nasional, 2004-2008
2.2.2.5: Perkembangan Rata-rata Nilai Akhir SMA/MA Sulawesi Tengah 35
dan Nasional, 2004-2008
2.2.2.6 Perkembangan Angka Putus Sekolah SD Sulawesi Tengah dan 36
Nasional, 2004-2008
2.2.2.7 Perkembangan Angka Putus Sekolah SMP/MTs Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008 37
2.2.2.8 Perkembangan Angka Putus Sekolah SMA/MA Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008 37
iv
6. NOMOR JUDUL GRAFIK Hal
2.2.2.9 Perkembangan Angka Melek Aksara 15 Tahun Ke atas 38
Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008
2.2.2.10 Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs 39
Sulawesi Tengah dan Nasional, Tahun 2004-2008
2.2.2.11 Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMA/MA 40
Sulawesi Tengah dan Nasional, Tahun 2004-2008
2.2.3.1 Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) Sulawesi Tengah 41
dan Indonesia, Tahun 2004-2009
2.2.3.2 Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004- 42
2009
2.2.3.3 Perkembangan Angka Kematian Ibu (AKI) Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008 43
2.2.3.4 Perkembangan Prevalensi Gizi Kurang/Buruk (PGKB) Sulawesi Tengah dan Indonesia, 45
Tahun 2004-2009
2.2.3.5 Perkembangan Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk 46
Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008
2.2.3.6 Perkembangan Persentase Penduduk Ber KB Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004- 47
2008
2.2.3.7 Perkembangan Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk 48
Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008
2.2.3.8 Capaian Indikator Kualitas Sumber Daya Manusia, Sulawesi Tengah dan Indonesia 2004-2008 49
2.2.3.9 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sulawesi Tengah dan Indonesia, 2004-2008 50
2.3.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tengah dan Nasional Tahun 2004-2008 Berdasarkan Harga 56
Konstan Tahun 2000
2.3.1.2 Persentase Ekspor Sulawesi Tengah dan Nasional terhadap PDRB/PDB Tahun 2004-2008 57
2.3.1.3 Persentase Output Manufaktur di Sulawesi Tengah dan Indonesia, 58
Tahun 2004-2008
2.3.1.4 Pendapatan per Kapita Sulawesi Tengah dan Nasional 60
Tahun 2004-2008 (Juta Rp)
2.3.1.5 Laju Inflasi Provinsi Sulteng dan Nasional (persen) 61
Tahun 2004-2008
2.3.1.6a Panjang Jalan Nasional Berdasarkan Kondisi 62
2.3.1.6b Panjang Jalan Provinsi Berdasarkan Kondisi 63
2.3.1.7 Perkembangan Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMA 64
Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008
2.3.1.8 Perkembangan Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMDN Sulawesi Tengah dan 65
Indonesia, Tahun 2004-2008
v
7. NOMOR JUDUL GRAFIK Hal
2.3.1.9 Capaian Indikator Outcomes Tingkat Pembangunan Ekonomi 66
Di Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008
2.3.4a Perkembangan Pendapatan Per Kapita Sulawesi Tengah 69
(asumsi pertumbuhan rata-rata 8,56 %/tahun)
70
2.3.4b Perkembangan Pendapatan Per Kapita Sulawesi Tengah
2.4.2.1 Presentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis di Sulawesi Tengah di 73
bandingkan dengan Luas Lahan Rehabilitasi terhadap luas lahan Kritis Nasional
2.4.2.2 Luas Rehabilitasi Lahan Luar Hutan di Sulawesi Tengah 74
Dibandingkan dengan Luas Rehabilitasi Lahan Luar Hutan Nasional
2.4.2.3 Luas Kawasan Konservasi di Sulawesi Tengah 75
Dibandingkan dengan Luas Kawasan Konservasi Nasional
2.4.3.1 Jumlah Tindak Pidana Perikanan di Sulawesi Tengah 76
Dibandingkan dengan Jumlah Tindak Pidana Perikanan Nasional
2.4.3.2 Presentase Terumbu Karang dalam Keadaan Baik 77
Secara Nasional
4.3.3 Luas Kawasan Konservasi Laut Sulawesi Tengah 78
Dibandingkan dengan Luas Konservasi Laut Nasional
2.4.6 82
Luas Kawasan Konservasi Sulawesi Tengah
2.5.1.1 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin Sulawesi Tengah 85
dan Indonesia, Tahun 2004-2008
2.5.1.2 Perkembangan Pengangguran Terbuka 86
Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008
2.5.1.3 Perkembangan Presentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Anak (terlantar, jalanan, 87
balita terlantar, dan nakal)
Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008
2.5.1.4 Perkembangan Presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia Di Sulawesi 88
Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008
2.5.1.5 Perkembangan Presentase pelayanan dan Rehabilitasi Sosial 89
Di Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008
2.5.2 Capaian Indikator Kesejahteraan Sosial Sulawesi tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008 90
vi
8. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG DAN TUJUAN
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional. Pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya
terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan
daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Hal ini sejalan
dengan amanat UU No. 32 Tahun 2004 yang menegaskan bahwa Pemerintah
Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan program
pembangunan di daerah masing-masing.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai
relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008.
Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai
tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari
pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang
berguna sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan
pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan
sebelumnya.Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi
lokal guna mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan
daerah periode berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus
(DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON).
1.2 KELUARAN
1. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi
Sulawesi Tengah.
2. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi Sulawesi
Tengah.
1.3 METODOLOGI
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah
sebagai berikut:
9. 1. Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang
memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
2. Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung
dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
3. Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
4. Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif,
maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu
menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin
tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
5. Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk indikator
Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
1) persentase penduduk miskin
2) tingkat pengangguran terbuka
3) persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
4) presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
5) presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).
Sehingga:
Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% -
tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan sosial
bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) +
(100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5
Daftar indikator yang menjadi komponen pendukung untuk masing-masing kategori
indikator outcomes dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk menilai kinerja
pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah Relevansi dan Efektivitas.
Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran pembangunan
yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini,
relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan daerah
sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.
Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian
antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
10. pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah
membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:
Pengamatan langsung
Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek
pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik,
lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait.
Pengumpulan Data Primer
Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan
daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali
masukan dan tanggapan peserta diskusi.
Pengumpulan Data Sekunder
Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS
daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN
Laporan akhir ini disusun dengan mengikuti sistematika penulisan sebagai
berikut:
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan
1.2 Keluaran
1.3 Metodologi
1.4 Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI
2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1. Capaian Indikator
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.2.1. Capaian Indikator
2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.2.3. Rekomendasi Kebijakan
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 3
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
11. 2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
2.3.1. Capaian Indikator
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.3.3. Rekomendasi Kebijakan
2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
2.4.1. Capaian Indikator
2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.4.3. Rekomendasi Kebijakan
2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL
2.5.1. Capaian Indikator
2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.5.3. Rekomendasi Kebijakan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Rekomendasi
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 4
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
12. BAB II
HASIL EVALUASI
Pembangunan daerah merupakan bagian integral sekaligus merupakan penjabaran
dari pembangunan nasional. Pembangunan daerah dilakukan untuk mencapai sasaran
pembangunan nasional sesuai dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan di
daerah. Kunci keberhasilan pembangunan daerah dalam mencapai sasaran pembangunan
nasional secara efisien, efektif, dan merata di seluruh Indonesia adalah koordinasi dan
keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah, antarsektor, antara sektor dan daerah,
antarprovinsi, antarkabupaten/kota, serta antara provinsi dan kabupaten/kota. Selain untuk
mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan daerah dilakukan untuk
meningkatkan hasil-hasil pembangunan bagi masyarakat setempat secara adil dan merata.
Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi
pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui
berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilaksanakan di daerah. Pembangunan
sektoral yang dilakukan di daerah disesuaikan dengan kondisi dan potensinya. Kedua, dari
segi pembangunan wilayah, yang meliputi pembangunan kawasan-kawasan khusus,
perbatasan, serta pembangunan perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan
sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat dari segi
pemerintahannya. Agar tujuan dan usaha pembangunan daerah dapat berhasil dengan baik
maka pemerintah daerah perlu berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan daerah
merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah dalam
rangka implementasi otonomi daerah secara nyata, dinamis, serasi, dan bertanggungjawab.
UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
juga menetapkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah
ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Gubernur atau Bupati/Walikota terpilih
dilantik dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah. RPJM Daerah merupakan penjabaran
visi, misi, dan program Gubernur/Bupati/Walikota terpilih selama 5 (lima) tahun, ditempuh
melalui Strategi Pokok yang dijabarkan dalam Agenda Pembangunan Daerah yang
memuat sasaran-sasaran pokok yang harus dicapai, arah kebijakan, dan program-
program pembangunan. Untuk itu, beberapa hal yang menjadi perhatian dalam kaitan ini
antara lain adalah: (1) RPJM Nasional menjadi pedoman bagi Gubernur/Bupati/Walikota
terpilih dalam penyusunan RPJM Daerah masing-masing. (2) Penyusunan RPJM Daerah
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 5
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
13. memperhatikan sasaran-sasaran yang merupakan komitmen internasional Indonesia
terutama pencapaian sasaran dalam Millenium Development Goals (MDGs). (3) Perhatian
khusus untuk kabupaten-kabupaten yang relatif masih tertinggal dalam wilayah provinsi,
dan kecamatan-kecamatan tertinggal dalam wilayah kabupaten.
Sasaran-sasaran lima tahunan yang tertuang dalam RPJM Nasional dan RPJM
Daerah tersebut dijabarkan melalui kegiatan tahunan yang tertuang dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Selanjutnya yang
menjadi perhatian dalam penyusunan RKP dan RKP Daerah demi memantapkan koordinasi
antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pencapaian tujuan nasional adalah: (1)
Konsistensi dalam targeting, terutama terkait pada tujuan, kegiatan, kelompok sasaran, dan
lokasi dari program kementerian/lembaga dengan program pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota. (2) Keserasian penganggaran: dana dekonsentrasi, tugas
perbantuan, dana perimbangan (Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi
Hasil), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Penentuan indikator kinerja yang
jelas dan terukur. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
selain berkepentingan terhadap penyelenggaraan pembangunan sektoral nasional di daerah,
juga berkepentingan terhadap pembangunan dalam dimensi kewilayahan.
Untuk pengamatan yang lebih obyektif dan representatif dalam pencapaian sasaran-
sasaran pembangunan, digunakan serangkaian indikator kuantitatif dan kualitatif sebagai
ukuran pencapaian berbagai hasil pembangunan. Pengamatan tersebut selain bermanfaat
sebagai masukan bagi rumusan perencanaan pembangunan daerah ke depan, juga
merupakan bagian dari kewajiban pemerintah daerah untuk menyampaikan hasil kinerjanya
kepada masyarakat.
Di era otonomi daerah, pelaksanaan pembangunan berhubungan erat dengan
penyelenggaraan pembangunan sektoral nasional di daerah dan pembangunan dalam
dimensi kewilayahan. Oleh karena itu, aktivitas pembangunan daerah harus sejalan dengan
tujuan pencapaian sasaran-sasaran sektoral nasional di daerah dan tujuan pengintegrasian
pembangunan antarsektor di dalam satu wilayah.
Dalam perspektif ini, maka fungsi dan peran pemerintah daerah menjadi sangat
penting dalam upaya merealisasikan tujuan-tujuan pembangunan daerah. Berdasarkan
pengalaman dan perkembangan pembangunan daerah yang berlangsung selama ini, maka
ada beberapa isu pokok pembangunan daerah yang perlu mendapat perhatian dan prioritas
penanganannya, yaitu:
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 6
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
14. • Kesenjangan pembangunan antarwilayah, dalam hal ini perlu upaya yang serius
dalam menangani kesenjangan antarwilayah kabupaten dan kota, serta kesenjangan
pembangunan antara kota – desa.
• Keterbatasan sumber-sumber pembiayaan yang memadai, baik yang berasal dari
kemampuan daerah sendiri maupun sumber dana dari luar daerah (eksternal), belum
terbangunnya sistem dan regulasi yang jelas dan tegas, serta kurangnya kreativitas dan
partisipasi masyarakat secara lebih kritis dan rasional.
• Belum meratanya dukungan infrastruktur transportasi dan komunikasi, ketenagalistrikan,
energi, dan infrastruktur sosial ekonomi yang memudahkan warga masyarakat untuk
mengakses dan memperoleh layanan publik yang lebih baik, terutama oleh warga
masyarakat di daerah-daerah perdesaan pedalaman dan di daerah-daerah terpencil.
• Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak
tersentuh oleh program–program pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan
sosial, ekonomi, dan politik masih sangat terbatas serta terisolir dari wilayah disekitarnya.
Oleh karena itu, kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di wilayah tertinggal
memerlukan perhatian serta keberpihakan dari pemerintah daerah dalam pembangunan.
• Pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan koordinasi pembangunan lintas sektor
dan antarwilayah masih rendah. Pelaksanaan pembangunan di suatu wilayah sampai
saat ini masih sering dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya sehingga
degradasi lingkungan banyak terjadi. Selain itu sistem pengelolaan pertanahan yang ada
juga kurang optimal, padahal pengelolaan pertanahan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari penataan ruang.
• Masih banyak wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis belum
dikembangkan sehingga lambat dalam menciptakan kemandirian ekonominya.
• Masih banyak wilayah perbatasan dan terpencil yang kondisinya masih terbelakang.
Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terdepan memiliki potensi sumber daya
alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan
dan keamanan negara.
2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
Dalam konteks negara modern, pelayanan publik telah menjadi lembaga dan
profesi yang semakin penting. Pelayanan publik tidak lagi merupakan aktivitas sambilan,
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 7
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
15. tanpa payung hukum, gaji dan jaminan sosial yang memadai, sebagaimana terjadi di
banyak negara berkembang pada masa lalu.
Sebagai sebuah lembaga, pelayanan publik diharapkan dapat menjamin
keberlangsungan administrasi negara yang melibatkan pengembangan kebijakan
pelayanan dan pengelolaan sumberdaya yang berasal dari dan untuk kepentingan
publik. Sebagai profesi, pelayanan publik berpijak pada prinsip-prinsip profesionalisme
dan etika seperti akuntabilitas, efektifitas, efisiensi, integritas, netralitas, dan keadilan bagi
semua penerima pelayanan.
Menguatnya arus globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi membawa
konsekuensi logis munculnya peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi pelayanan
publik, khususnya pelayanan bagi masyarakat dengan kebutuhan khusus.
Terkait dengan pelaksanaan demokrasi melalui berbagai “pesta demokrasi”
seperti Pemilu Legislatif, PILPRES dan PILKADA, nampaknya antusiasme masyarakat
agak mengalami penurunan akibat adanya semacam “kebosanan” karena mereka
menganggap tiada hari tanpa pemilu.
2.1.1. CAPAIAN INDIKATOR
Bagian ini akan memperbandingkan dan menganalisis berbagai capaian sub
indikator (indikator pendukung) pelayanan publik dan demokrasi di Daerah Provinsi
Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional.
Analisis dilakukan dengan memperbandingkan nilai capaian sub indikator
pelayanan publik dan demokrasi di Daerah Provinsi Sulawesi Tengah dan di tingkat
nasional dalam bentuk grafik. Adapun nilai capaian indikator pendukung pelayanan
publik dan demokrasi yang dianalisis terdiri atas: persentase jumlah kasus korupsi yang
tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan; presentase aparat yang memiliki ijasah
minimal S1; Jumlah Daerah yang memiliki Peraturan pelayanan satu atap; Gender
Development Indeks (GDI); dan Gender Empowerment Measurement(GEM).
Dengan cara memperbandingkan dan menganalisis nilai capaian sub Indikator
tersebut, diharapkan akan diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang capaian kinerja
pelayanan publik dan demokrasi di Sulawesi Tengah selama periode evaluasi 2004-2008.
2.1.1.1. Persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan
yang dilaporkan
Pemberantasan korupsi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
rangka pelayanan publik, karena sangat terkait dengan kualitas layanan yang cepat dan
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 8
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
16. murah. Berdasarkan data Sulawesi Tengah Dalam Angka Tahun 2009, upaya
pemberantasan dan penanganan kasus korupsi masih belum menunjukkan hasil yang
maksimal. Hal ini terlihat dari data yang dilaporkan dengan kasus yang ditangani dari
Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 menunjukkan presentase yang menurun.
Selama periode evaluasi, 2004-2008, jumlah kasus yang ditangani dibandingkan
dengan jumlah kasus yang dilaporkan di Daerah Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang
makin menurun. Pada Tahun 2004 jumlah kasus yang ditangani dibandingkan dengan
jumlah kasus yang dilaporkan di Daerah Sulawesi Tengah mencapai 97,72 %. Pada
Tahun 2005 jumlah kasus yang ditangani mencapai 80%, kemudian menurun drastis
menjadi 33,33% pada Tahun 2007. Setelah itu kembali menaik menjadi 64,44% pada
Tahun 2008. Sedangkan di tingkat nasional, jumlah kasus yang ditangani dibandingkan
dengan jumlah kasus yang dilaporkan menunjukkan tren yang relatif stabil, yaitu menurun
dari 97% pada Tahun 2004 menjadi 94% pada Tahun 2008.
Grafik 2.1.1.1
Persentase Jumlah Kasus Korupsi Yang Tertangani
Nasional dan Sulawesi Tengah Dibandingkan dengan yang Dilaporkan
Dari perbandingan capaian sub indikator tersebut, menunjukkan bahwa selama
periode evaluasi, 2004-2008, upaya penanganan kasus korupsi di Sulawesi Tengah
ternyata kinerjanya lebih buruk jika dibandingkan dengan di tingkat nasional.
Bedasarkan data BPS, kasus korupsi yang ditangani pada Tahun 2004 sebesar 97,72%,
kemudian menurun menjadi 80% pada Tahun 2005; sebesar 37,11% pada Tahun 2006;
dan menurun lagi menjadi sebesar 33,33% pada Tahun 2007, sedangkan pada Tahun
2008 capaian penanganan kasus korupsi kembali meningkat menjadi 64,44 % seperti
yang terlihat pada Grafik 2.1.1.1
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 9
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
17. Walaupun upaya pembenahan sistem politik telah dilaksanakan, namun pada
tataran daerah, khususnya dalam pandangan masyarakat umum, masih timbul kesan
adanya tebang pilih dalam penanganan kasus-kasus khusus, masih dirasakan adanya
pembedaan antara peradilan kepada masyarakat umum dan aparatur negara serta
kalangan tertentu. Olehnya upaya menciptakan sistem pemerintahan dan birokrasi yang
bersih, akuntabel, transparan, efisien dan berwibawa adalah menjadi keniscayaan.
2.1.1.2. Presentase aparat yang berijasah minimal S1
Upaya peningkatan pelayanan publik sangat ditentukan oleh sumberdaya manusia
yang tersedia. Salah satu indikator penting dalam konteks sumberdaya manusia adalah
tingkat pendidikan. Asumsi yang digunakan adalah semakin tinggi tingkat pendidikan dari
aparat pelayanan publik yang ada maka semakin baik mutu layanan yang diberikan baik
dari segi ketepatan, keakuratan dan efisiensi pelayanan yang diberikan.
Grafik 2.1.1.2.
Presentase Aparat Yang Berijasah Minimal S1
Nasional dan Sulawesi Tengah
Sebagaimana disajikan pada Grafik 2.1.1.2, tingkat pendidikan aparat birokrasi
yang berijasah S1 di Sulawesi Tengah jika dibandingkan dengan nasional menunjukkan
presentase yang ebih tinggi dari pada rata-rata presentase nasional.
Selama periode evaluasi, 2004-2008, jumlah aparat yang berijasah S1 di Daerah
Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang terus menaik. Pada Tahun 2004 jumlah aparat
yang berijasah S1 mencapai 30,67%. Pada Tahun 2005 naik menjadi 33,98%, kemudian
naik lagi menjadi 34,52 % pada Tahun 2006 dan 36,48 % pada Tahun 2007. Setelah itu
kembali menurun menjadi 35,54 % pada Tahun 2008. Sedangkan di tingkat nasional,
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 10
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
18. jumlah aparat yang berijasah S1menunjukkan tren yang relatif stabil, yaitu naik dari 29,9%
pada Tahun 2004 menjadi 30,9% pada Tahun 2008.
Realitas ini mengindikasikan bahwa upaya pemerintah daerah Sulawesi Tengah
dalam meningkatkan kualitas sumberdaya aparatnya selama periode evaluasi 2004-2008
menunjukkan kinerja yang cukup baik. Kinerja ini diharapkan dapat mendukung
peningkatan layanan publik yang lebih berkualitas.
2.1.1.3. Presentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki PERDA layanan satu atap
Tingkat layanan publik juga dapat dilihat dari indikator regulasi peraturan daerah
(PERDA) yang terkait dengan layanan satu atap. Dari data yang ada bentuk regulasi dari
layanan satu atap ini terdiri atas layanan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
dan layanan pengurusan Surat-Surat Kendaraan Bermotor yang seluruhnya diatur
berdasarkan PERDA tentang layanan satu atap tersebut. Grafik 2.1.1.3 memperlihatkan
perbandingan layanan satu atap yang sudah dilaksanakan, baik di Daerah Sulawesi
Tengah maupun di tingkat nasional.
Grafik 2.1.1.3
Persentase Jumlah Kabupaten/Kota Yang Memiliki PERDA Pelayanan Satu Atap
Tampak dari Grafik 2.1.1.3 bahwa persentase jumlah kabupaten/kota yang
memiliki PERDA pelayanan satu atap di Daerah Sulawesi Tengah jauh di atas tingkat
nasional. Capaian ini sekaligus membuktikan tekad pemerintah daerah Sulawesi Tengah
untuk meningkatkan mutu layanan publik telah berjalan pada jalur yang benar dan nyata.
Namun demikian, secara kelembagaan keberadaan unit layanan satu atap ini
masih perlu dilihat lagi dari segi efektivitas layanannya, baik dari segi standar pelayanan
minimalnya maupun dari segi standar operasional prosedurnya.
2.1.2. DEMOKRASI
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 11
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
19. Bagian ini menganalisis berbagai capaian sub indikator (indikator pendukung)
demokrasi di Provinsi Sulawesi Tengah dibandingkan dengan capaian sub indikator
demokrasi di tingkat nasional dalam bentuk grafik.
Beberapa sub indikator demokrasi yang diuraikan terdiri atas: Gender
Development Index (GDI), Gender Empowerment Meassurement (GEM), tingkat
partisipasi masyarakat dalam pemilihan gubernur, tingkat partisipasi masyarakat dalam
pemilihan legislatif, tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan pilpres. Indikator-
indikator pendukung tersebut diuraikan dan dianalisis dengan cara membandingkan
tingkat capaian Sulawesi Tengah dengan tingkat capaian rata-rata persentase nasional.
2.1.2.1. Gender Development Indeks (GDI)
Ditinjau dari sisi sumberdaya manusia, perempuan merupakan kelompok yang
kurang beruntung. Mereka umumnya mengalami marginalisasi baik di bidang politik,
ekonomi, pengetahuan dan sosial. Peran perempuan dalam pembangunan, termasuk
pembangunan demokrasi masih sering terabaikan. Untuk itu dalam konteks
pembangunan yang berperspektif gender, upaya peningkatan perempuan dalam semua
sektor pembangunan perlu memasukkan aspek gender.
Dalam konteks inilah maka upaya peningkatan peran perempuan dalam
pembangunan perempuan yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan terus menerus
diupayakan oleh pemerintah Daerah Sulawesi Tengah. Namun dalam upaya
pembangunan berperspektif gender masih menemui berbagai kendala, baik karena
faktor budaya, sosial maupun kendala ekonomi yang terkait dengan upaya peningkatan
derajat perempuan terutama yang dapat diukur seperti tingkat pendidikan dan derajat
kesehatan, partisipasi dalam bidang politik dan penguasaan terhadap sumberdaya
ekonomi yang tersedia.
Untuk memperoleh gambaran capaian Gender Development Index (GDI) di
Provinsi Sulawesi Tengah dapat dilihat pada Grafik 2.1.2.1 berikut ini:
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 12
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
20. Grafik 2.1.2.1
Gender Development Indeks
Sulawesi Tengah dibandingkan dengan GDI Nasional
Tampak dari Grafik 2.1.2.1 bahwa capaian nilai indikator pendukung GDI di daerah
Sulawesi Tengah relatif rendah terhadap capaian nilai indikator pendukung di tingkat
nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa aspek dan peran jender dalam praktik-praktik
pembangunan di daerah ini belum mendapatkan peran yang setara dan berimbang,
terutama pada jabatan-jabatan di sektor publik.
Realitas ini terjadi bukan karena aturan yang membatasi dan peluang yang
ditutup untuk perempuan, melainkan lebih disebabkan oleh faktor internal perempuan
sendiri. Sebab untuk menduduki jabatan-jabatan di sektor publik selain ditentukan
oleh kapasitas dan kredibilitas individu, juga turut ditentukan oleh persyaratan-
persyaratan tertentu yang berlaku umum, seperti kepangkatan, tingkat pendidikan
dan leadership serta dukungan publik.
2.1.2.2. Gender Empowerment Meassurement (GEM)
Capaian nilai indikator pendukung GEM dalam konteks pembangunan demokrasi
di Sulawesi Tengah telah menunjukkan kinerja yang menggembirakan.
Selama periode evaluasi, 2004-2008, capaian nilai indikator pendukung GEM di
Daerah Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang terus menaik. Pada Tahun 2004
Capaian nilai indikator pendukung GEM mencapai 58,3. Pada Tahun 2005 naik menjadi
59,6, kemudian naik lagi menjadi 62,5 pada Tahun 2006 dan 62,7 pada Tahun 2007.
Selanjutnya pada Tahun 2008 terjadi kenaikan yang cukup tinggi mencapai 65,18.
Sedangkan di tingkat nasional, capaian nilai indikator pendukung GEM
menunjukkan tren yang relatif stabil, yaitu naik dari 59,67 pada Tahun 2004 menjadi 62,1
pada Tahun 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya penguatan peran sumberdaya
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 13
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
21. perempuan dalam berbagai sektor kehidupan, khususnya di bidang politik dan
demokrasi, yang terus digerakkan oleh pemerintah daerah Sulawesi Tengah melalui
peningkatan peran serta perempuan dalam sistem pengambilan keputusan dan pelibatan
perempuan di sektor-sektor publik terus menunjukkan peningkatan, bahkan melebihi
capaian di tingkat nasional, hal ini dapat dilihat pada Grafik 2.1.2.2 berikut.
Grafik 2.1.2.2
Gender Empowerment Meassurment (GEM)
Sulawesi Tengah di Bandingkan dengan GEM Nasional
2.1.2.3. Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah
Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah (Gubernur dan atau
Bupati/Walikota) secara langsung dapat dijadikan indikator yang cukup penting dalam
mengukur kualitas demokrasi di Indonesia.
Di Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
pemilihan Gubernur dapat dilihat pada pemilihan Gubernur Tahun 2006 dibandingkan
dengan rata-rata partispasi politik masyarakat pada Pemilihan Gubernur secara Nasional
Tahun 2008 seperti yang terlihat pada Grafik 2.1.2.3. Dari Grafik ini terlihat bahwa tingkat
partisipasi politik masyarakat pada saat pemilihan Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah
lebih rendah dari pada partisipasi politik pada pemilihan Gubernur secara Nasional.
Ketika itu, pada Tahun 2006, partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan Gubernur
Provinsi Sulawesi Tengah hanya mencapai 67,7% sedangkan rata-rata partispasi politik
masyarakat pada Pemilihan Gubernur secara Nasional Tahun 2008 mencapai 75.31%.
Data ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif partisipasi politik masyarakat
Sulawesi Tengah masih lebih rendah jika diperbandingkan dengan rata-rata nasional.
Tingkat partisipasi politik masyarakat Sulawesi Tengah pada saat pemilihan Gubernur
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 14
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
22. sedikit banyak dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur dan suprastruktur politik yang
ada. Rendahnya partisipasi politik pada saat pelaksanaan pemilihan Gubernur diduga
karena adanya kejenuhan masyarakat yang hampir tiap tahun melaksanakan pencoblosan/
pencentangan dalam pemilu. Untuk menghilangkan kejenuhan ini mungkin perlu
dipertimbangkan pelaksanaan pilkada serentak untuk pemilihan kepala daerah provinsi dan
pemilihan kepala daerah kabupaten/kota.
Grafik 2.1.2.3:
Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat
Dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi
Namun secara kualitatif, boleh jadi rendahnya partisipasi politik masyarakat dalam
pemilihan Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah itu karena hilangnya kepercayaan (trust)
masyarakat terhadap aturan main yang setiap saat dapat dimanipulasi oleh para
penyelenggara pilkada atas desakan kepentingan tertentu, dan praktik-praktik culas
lainnya dalam pilkada.
2.1.2.4. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Legislatif
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan demokrasi di Indonesia,
salah satunya dapat diukur dengan menggunakan indikator pendukung tingkat
partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif pada pemilihan umum anggota
DPR RI, DPD RI, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Capaian nilai indikator pendukung tingkat partisipasi politik pada saat Pemilihan
Umum Legislatif mencerminkan bagaimana kualitas demokrasi yang ada pada saat itu.
Dari Pemilihan Umum Legislatif yang berlangsung pada Tahun 2004 dan Tahun 2009
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 15
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
23. dapat menjadi indikator bagaimana tingkat partisipasi masyarakat di Sulawesi Tengah
terhadap pelaksanaan pemilihan umum legislatif.
Tingkat partisipasi politik masyarakat Sulawesi Tengah pada pemilihan legislatif
jika dibandindangkan dengan partisipsi rata-rata nasional menunjukkan suatu gambaran
bahwa sistem demokrasi yang berlangsung saat itu masih mendapat dukungan positif
dari masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 2.1.2.4:
Grafik 2.1.2.4:
Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat
Pada Pemilihan Legislatif Tahun 2004 dan 2009
Dari Grafik 2.1.2.4 dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat
Sulawesi Tengah lebih tinggi dari pada partisipasi politik rata-rata nasional. Pada Tahun
2004 partisipasi politik masyarakat Sulawesi Tengah pada pemilihan legislatif adalah
88,94% sedangkan rata-rata nasional pada tahun yang sama hanya 75,19 %. Kemudian
pada Pemilihan Umum Legislatif yang berlangsung pada Tahun 2009 partisipasi politik
masyarakat Sulawesi Tengah adalah 77,96 %, sedang rata-rata nasional hanya 71%.
2.1.2.5. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Presiden
Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan presiden secara langsung juga
merupakan indikator yang cukup penting dalam mengukur kualitas demokrasi di
Indonesia. Pembangunan demokrasi yang berbasis pada partisipasi masyarakat pada
moment-moment penting dalam rangka legitimasi sistem pemerintahan sangat
menentukan apakah demokrasi yang dibangun tersebut telah mendapat legitimasi dan
diterima oleh masyarakat sebagai pemilik kedaulatan.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 16
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
24. Dalam konteks pemilihan presiden, partisipasi politik masyarakat sangat ditentukan
oleh presentase keterlibatan masyarakat yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan
presiden. Pemilihan presiden yang berlangsung pada Tahun 2004 dan 2009 presentase
masyarakat yang menggunakan hak politiknya di Sulawesi Tengah cenderung mengalami
peningkatan sebagaimana yang tergambarkan pada Grafik 2.1.2.5.
Grafik 2.1.2.5:
Tingkat Partispasi Politik Masyarakat
Dalam Pemilihan Presiden Pada Tahun 2004 dan 2009
Dari Grafik 2.1.2.5 diketahui bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat Sulawesi
Tengah jika dibandingkan dengan tingkat partisipasi politik secara nasional lebih tinggi.
Pada Tahun 2004 persentase masyarakat Sulawesi Tengah yang menggunakan hak
pilihnya 78,74%, sementara nasional 75,98%, dan pada Tahun 2009 mengalami sedikit
penurunan yakni 78,25 % sedang di tingkat nasional mengalami penurunan 2,98% basis
point menjadi 73%. Masih tingginya tingkat partisipasi tersebut diduga karena adanya
keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan penggunaan KTP sehingga
masyarakat yang tidak terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya.
2.1.2.6. Capaian Indikator Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi di Provinsi
Sulawesi Tengah dan di Tingkat Nasional.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggabungkan tiga indikator penunjang
untuk capaian indikator tingkat layanan publik terlihat bahwa capaian indikator tingkat
layanan publik Sulawesi Tengah memiliki tren yang fluaktif dari capaian tertinggi pada
Tahun 2004 (72,80) dan berkecenderungan menurun pada tiga tahun berikutnya,
kemudian menaik kembali pada Tahun 2008, walaupun belum mencapai atau melewati
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 17
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
25. capaian pada Tahun 2004, sementara capaian indikator pada tataran nasional,
cenderung meningkat.
Grafik 2.1.2.6:
Capaian Indikator Layanan Publik
Menurunnya tren layanan publik di Sulawesi Tengah tidak terlepas dari adanya
penurunan dalam penanganan kasus-kasus korupsi antara yang dilaporkan dengan
yang ditangani dari 94% pada Tahun 2004 menjadi 64% di Tahun 2008.
Nilai pembentuk tren Sulawesi Tengah relatif lebih tinggi ketimbang nasional
yang mana nilai trend Sulawesi Tengah rata-rata 62,77 persen; sementara nilai trend
nasional rata-rata 56,99 persen. Hal ini tidak terlepas dari tingginya persentase aparat
yang berijasah minimal S1 dan persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki
peraturan daerah pelayanan satu atap.
Sementara nilai capaian indikator demokrasi, baik di Sulawesi Tengah maupun
Nasional berkecenderungan meningkat. Sulawesi Tengah meningkat dari 56,95 pada
Tahun 2004 menjadi 61,70 pada Tahun 2008, sementara secara Nasional meningkat
dari 61,81 menjadi 63,95.
Untuk capaian indikator kinerja demokrasi ini yang dihitung adalah pada dua sub
indikator yaitu GDI dan GEM, sementara sub indikator lainnya tidak dihitung karena
datanya hanya pada tahun tertentu.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggabungkan dua indikator penunjang
untuk capaian indikator demokrasi terlihat bahwa capaian indikator demokrasi di
Sulawesi Tengah memiliki tren yang terus meningkat, searah dengan meningkatnya
tren capaian indikator demokrasi di tingkat nasional.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 18
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
26. Grafik 2.1.2.7:
Capaian Indikator Demokrasi
2.1.3 ANALISIS RELEVANSI
Analisis relevansi terhadap nilai capaian indikator pendukung tingkat pelayanan
publik dan demokrasi di Daerah Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional, diperoleh hasil
sebagai berikut:
1. Bahwa selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian dari indikator-indikator
pendukung tingkat pelayanan publik dan demokrasi di Daerah Sulawesi Tengah,
baik yang mencakup aspek-aspek pelayanan publik maupun aspek-aspek
demokrasi, secara umum menunjukkan adanya relevansi yang cukup signifikan
dengan nilai capaian indikator yang sama di tingkat nasional.
2. Dalam hal nilai capaian indikator pendukung penanganan korupsi yang ditangani di
Sulawesi Tengah dibandingkan dengan tingkat capaian penanganan korupsi secara
Nasional masih menunjukkan tren penurunan walaupun terjadi peningkatan
penanganan korupsi yang ditangani dari Tahun 2007 ke Tahun 2008 yang cukup
signifikan dimana pada Tahun 2007 kasus korupsi yang ditangani hanya 32 kasus
namun pada Tahun 2008 berhasil ditangani 75 kasus. Capaian tersebut belum
menunjukkan tren yang searah dan lebih baik jika dibandingkan dengan capaian
nasional.
3. Dalam hal pelayanan satu atap, persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki
PERDA pelayanan satu atap di Daerah Sulawesi Tengah jauh di atas tingkat
nasional. Namun demikian, secara kelembagaan keberadaan unit layanan satu
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 19
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
27. atap ini masih perlu dilihat lagi dari segi efektivitas layanannya, baik dari segi
standar pelayanan minimalnya maupun dari segi standar operasional prosedurnya.
4. Berdasarkan data yang ada, capaian nilai indikator pendukung GDI dan GEM di
Sulawesi Tengah menunjukkan trend yang terus meningkat dari tahun ke tahun
searah dengan capaian di tingkat nasional. Memang selama periode evaluasi 2004-
2008 capaian nilai indikator GDI masih di bawah capaian nilai GDI nasional,
sebaliknya untuk capaian nilai GEM di Sulawesi Tengah sudah melampaui capaian
nilai nasional. Hasil ini mengindikasikan bahwa kualitas sumberdaya manusia yang
terkait dengan aspek kesetaraan sedikit banyak menunjukkan trend yang
menggembirakan dan sesuai dengan trend nasional. Artinya trend yang terjadi
sudah sejalan dengan tren nasional dan cenderung positif.
5. Upaya pembangunan sistem politik yang bermuara pada partisipasi politik
masyarakat pada saat pemilihan kepala daerah provinsi secara langsung dapat
dikatakan bahwa pembangunan demokrasi di Sulawesi Tengah telah sejalan
dan jika dilihat dari aspek tren yang terjadi secara nasional, maka tren
pembangunan demokrasi yang berlangsung di Sulawesi Tengah dapat
dikatakan telah berhasil mendorong partisipasi masyarakat dalam menentukan
pemimpin daerahnya, dan lebih baik daripada rata-rata presentase nasional.
6. Partisipasi politik dan pembangunan demokrasi yang dicanangkan oleh Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang searah dengan pola
pembangunan demokrasi nasional, bahkan jika ukuran tren tingkat partisipasi yang
digunakan sebagai ukuran keberhasilan maka pembangunan demokrasi di
Sulawesi Tengah relatif lebih baik jika dibandingkan dengan tren rata-rata nasional,
walaupun dalam kurun lima
tahun terjadi penurunan tingkat partisipasi masyarakat baik secara nasional maupun
di Sulawesi Tengah. Walaupun pada Tahun 2009 tingkat partisipasi politik
masyarakat pada pemilihan legislatif mengalami penurunan cukup signifikan yakni
11% dibanding rata-rata nasional 4,19%. Penurunan tersebut salah satu faktor
penyebabnya adalah banyaknya peserta pemilu yang tidak terdaftar karena adanya
kisruh DPT pada saat Pemilu Legislatif yang berlangsung pada Tahun 2009.
Namun tingkat partisipasi tersebut masih sejalan dengan tren partispasi nasional.
7. Gambaran yang ditunjukkan oleh grafik dan data yang bersumber dari BPS
menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang dikembangkan secara nasional
terkait dengan upaya untuk mendorong tingkat partisipasi masyarakat dengan
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 20
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
28. memberikan keleluasaan masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya akan
mampu meningkatkan partisipasi masyarakat. Realitas tersebut menunjukkan
bahwa terjadi keselarasan antara kebijakan yang ditetapkan secara nasional
dengan kebijakan yang dikembangkan pada level daerah di Sulawesi Tengah.
8. Hal penting yang merupakan kendala untuk mendukung pencapaian target-target
nasional di daerah terkait dengan tingkat pelayanan publik dan demokrasi ini adalah
makin merosotnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap praktik-praktik
pelayanan publik yang semakin jauh dari harapan masyarakat.
2.1.4 ANALISIS EFEKTIFITAS
Analisis efektifitas terhadap nilai capaian indikator pendukung tingkat pelayanan
publik dan demokrasi di Daerah Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional, diperoleh hasil
sebagai berikut:
1. Bahwa selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian dari indikator-indikator
pendukung tingkat pelayanan publik dan demokrasi di Daerah Sulawesi Tengah dan
di tingkat nasional, telah menunjukkan adanya tren perkembangan yang membaik,
sehingga dipandang cukup efektif untuk dapat mendukung pencapaian sasaran-
sasaran target yang telah ditetapkan, baik di tingkat daerah Sulawesi Tengah
maupun di tingkat nasional. Dalam hubungan ini, ada hal-hal penting yang perlu
diperhatikan untuk mendukung efektivitas pencapaian sasaran-sasaran target
nasional di daerah, yaitu i) meningkatkan mutu layanan publik dan praktik-praktik
pembangunan demokrasi sedemikian rupa sehingga dapat memperkuat respons dan
kepercayaan masyarakat; ii) penanganan secara adil, jujur, menyeluruh dan tuntas,
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai kasus-kasus korupsi dan
pelanggaran hukum lainnya terkait dengan pelayanan publik dan penyelenggaraan
pesta demokrasi seperti Pemilu Legislatif, PILPRES dan PILKADA; iii) pengaturan
waktu penyelenggaraan pesta-pesta demokrasi seperti Pemilu Legislatif, PILPRES
dan PILKADA, agar tidak menimbulkan kebosanan masyarakat, sehingga kualitas
dari setiap penyelenggaraan pesta demokrasi itu dapat dipertanggungjawabkan.
2. Selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian indikator pendukung tingkat
pelayanan publik dan demokrasi di Daerah Sulawesi Tengah dinilai sudah cukup
berhasil, bahkan untuk beberapa sub indikator telah melampaui kinerja di tingkat
nasional, dan cukup efektif dalam mendukung pencapaian target-terget nasional.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 21
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
29. 3. Jika dicermati trend capaian pemberantasan korupsi dari Tahun 2004 sampai dengan
Tahun 2008 di Sulawesi Tengah, menunjukkan bahwa penanganan kasus korupsi
menunjukkan tren yang menurun, walaupun pada Tahun 2007 dan 2008 cenderung
mengalami tren yang meningkat, namun jika ditinjau dari tujuan pembangunan
daerah yang tertuang dalam RPJM Sulawesi Tengah yang bertekat untuk terus
menerus meningkatkan pemberantasan korupsi secara nyata belum sepenuhnya
dapat diwujudkan sebab jumlah kasus yang ditangani dengan yang dilaporkan belum
sepenuhnya mampu dicapai.
4. Aparat pemerintah di Propinsi Sulawesi Tengah yang berijasah minimal S1 jika
dibandingkan dengan trend capaian secara nasional dari Tahun 2004 terus
mengalami peningkatan dan lebih baik jika dibandingkan dengan trend secara
nasional sebab presentase jumlah aparat yang berijasah minimal S1 di Sulawesi
Tengah lebih tinggi dari pada jumlah rata-rata nasional. Artinya trend yang terjadi di
Sulawesi Tengah sejalan dengan trend nasional bahkan lebih baik dari pada
nasional. Berdasarkan trend perkembangan selama periode evaluasi, dapat
dikatakan bahwa dari Tahun 2005 capaian peningkatan
kemampuan dalam pelayanan aparatur pemerintah daerah menunjukkan trend yang
membaik dan ini sejalan dengan sasaran yang ditetapkan dalam RPJM Propinsi
Sulawesi Tengah yakni meningkatkan kemampuan pelayanan pemerintah daerah
terhadap masyarakat.
5. Berdasarkan data yang tersedia maka hampir seluruh kabupaten/kota yang ada telah
memiliki Perda Pelayanan Satu atap. Ini memperlihatkan adanya keinginan dari
pemerintah daerah kabupaten/kota berupaya untuk membentuk regulasi sistem
pelayanan yang cepat dan murah sehingga dapat mengefisienkan pelayanan publik
di wilayahnya masing-masing.
6. Berdasarkan capaian dan trend yang terkait dengan GDI maka pembangunan
demokrasi dilihat dari aspek gender setidaknya sudah sesuai dan sejalan dengan
tujuan pembangunan nasional. Dalam konteks capaian tujuan pembangunan GDI di
Sulawesi Tengah juga sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai dalam RPJM
karena upaya peningkatan GDI telah menunjukkan hasil yang memadai.
7. Dari berbagai telaah yang dilakukan dengan berbagai pihak kendala yang dihadapi
terkait dengan upaya pembangunan GDI di Sulawesi Tengah disebabkan oleh
kendala budaya yang masih menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua,
terutama terkait dengan kesempatan memperoleh pendidikan dan dalam akses
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 22
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
30. terhadap kekuasaan, meski kecenderungan telah banyak Kepala Desa di Sulawesi
Tengah yang dijabat oleh perempuan.
8. Efektifitas capaian tingkat partisipasi politik dalam konteks pembangunan demokrasi
di Sulawesi Tengah dilihat dari tren yang berlangsung dalam 2 pemilihan Legislatif
pada tahun 2004 dan 2009 masih menunjukkan hasil yang positif dan masih berada
di atas rata-rata nasional, artinya upaya melibatkan masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan yang cukup penting, yakni menentukan wakil-wakil rakyat
di DPRRI, DPRD, dan di DPD masih dalam kerangka capaian sasaran yang
tertuang dalam RPJM Sulawesi Tengah yakni pembangunan demokrasi yang
mampu melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses-proses politik yang
berlangsung.
9. Program pembangunan demokrasi yang dicanangkan dalam RPJM Sulawesi Tengah
ditandai dengan meningkatnya partisipasi politik masyarakat saat pemilihan presiden
pada tahun 2009 jika dibandingkan dengan pemilihan presiden pada tahun 2004 di
Sulawesi Tengah menunjukkan dan tujuan serta sasaran pembangunan demokrasi di
Sulawesi Tengah telah mencapai sasaran yang diharapkan. Adapun sasaran tersebut
adalah meningkatnya partisipasi politik masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik
baik pada level nasional maupun pada level daerah. Artinya pemerintah Sulawesi
Tengah telah berhasil mengembangkan kehidupan demokrasi yang sehat dan
mampu memunculkan kepercayaan masyarakat.
2.1.5 ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK MENONJOL
Salah satu capaian indikator spesifik dan menonjol yang dicapai dalam konteks
pelayanan publik di Sulawesi Tengah adalah penanganan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) yang dilaporkan dan ditangani oleh aparat penegak hukum terus
meningkat. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah kasus KDRT yang dilaporkan dan
ditangani dari tahun ke tahun, serta semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
menyelesaikan masalah yang terkait dengan KDRT melalui jalur hukum.
Sepanjang Tahun 2006 rasio kasus KDRT yang berhasil ditangani sebanyak 53
orang/kasus. Kemudian pada Tahun 2007 rasio KDRT yang berhasil ditangani mengalami
peningkatan sebanyak 67 orang/ kasus, dan diikuti pada Tahun 2008 sebanyak 99 orang/
kasus. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah yang memberikan perhatian penuh dalam
rangka perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kaum perempuan atas tindak
kekerasan, dengan membuka akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam hal
pengaduan tindak kekerasan yang mereka terima melalui Komnas HAM dan aparat
penegak hukum.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 23
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
31. Kenyataan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa penanganan kasus KDRT
mengalami kemajuan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan kasus-kasus
lainnya termasuk penanganan kasus korupsi, yang masih membutuhkan penanganan
yang lebih serius. Untuk lebih jelasnya tren penanganan kasus KDRT di Sulawesi
Tengah disajikan pada Grafik 2.1.2.8 berikut ini:
Grafik 2.1.2.8:
Kasus KDRT Yang Ditangani di Sulawesi Tengah
Dalam konteks pembangunan demokrasi terutama yang terkait dengan
kesetaraan gender dalam bidang politik dan demokrasi yang menonjol di Sulawesi
Tengah yakni meningkatnya peran perempuan dalam bidang pemerintahan baik sebagai
anggota legislatif maupun sebagai kepala desa dan kelurahan. Berdasarkan data
Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 2009, partisipasi perempuan sebagai
anggota legislatif relatif meningkat jika dibandingkan dengan sebelum masa reformasi.
Perempuan yang menjadi anggota DPRD pada tahun 2007-2008 berjumlah 38 orang,
yang menjadi kepala desa berjumlah 23 orang sedang yang menduduki jabatan dalam
struktur pemerintahan daerah eselon IV-II berjumlah 270 orang.
Jumlah tersebut menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam bidang politik
dan pemerintahan terus mengalami peningkatan yang signifikan, telah terjadi perubahan
paradigm dalam masyarakat yang telah mulai menerima perempuan sebagai pemimpin
yang patut mendapatkan peluang yang sama dengan kaum laki-laki. Hal ini terutama
pada level masyarakat desa yang umumnya masih hidup dengan norma-norma yang
masih sangat menjujung tinggi nilai-nilai patriarchy (paham serba laki) telah menerima
perempuan sebagai kepala desa, bahkan dalam beberapa kasus pemilihan kepala desa
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 24
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
32. yang diikuti oleh perempuan selalu memenangkan pertarungan dalam proses pemilihan.
Ini mengindikasikan bahwa program pemberdayaan perempuan dalam konteks
demokrasi, politik dan pemerintahan di Sulawesi Tengah telah menunjukkan tren positip
yang perlu terus menerus dikembangkan.
Grafik 2.1.2.9:
Partisipasi Perempuan dalam Legislatif,
Pemerintahan setingkat Desa dan Pemerintahan di Sulawesi Tengah
2.1.6 REKOMENDASI KEBIJAKAN
Mencermati perkembangan dan trend pelayanan publik dan demokrasi yang
diukur dari indikator penanganan kasus korupsi, aparat yang berijasah minimal S-1,
pelayanan satu atap, GDI, GEM, Partisipasi Politik masyarakat dalam Pemilu Legislatis,
Pilkada dan Pilpres, maka direkomendasikan kebijakan sebagai berikut:
1. Penanganan kasus-kasus Korupsi yang dilaporkan perlu terobosan berupa
peningkatan peran dari institusi penegak hukum dalam hal koordinasi antara KPK,
Kepolisian dan Kejaksaan disatu pihak dan aparat auditor dengan pihak penyidik
dalam hal ini Bawasda, Inspektorat, BPKP dan BPK agar terjadi satu sinergisitas
dalam hal pencegahan dan pemberantasan korupsi. Yang tidak kalah pentingnya
adalah diperlukannya semacam perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi pada
tingkat daerah;
2. Dalam rangka meningkatkan tingkat pendidikan Aparatur Pemerintah Daerah,
maka kerjasama dengan lembaga penyelenggara pendidikan perlu terus
ditingkatkan, dan pemerintah daerah pada tingkat propinsi dan kabupaten perlu
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 25
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
33. menyediakan dukungan pembiayaan dalam bentuk beasiswa bagi aparat yang
akan melanjutkan jenjang pendidikannya;
3. Upaya pelayanan satu atap agar pemerintah Provinsi diharapkan melakukan
terobosan melalui regulasi sistem pelayanan yang cepat dan murah dengan
menerbitkan Keputusan/instruksi Gubernur tentang pelayanan satu atap kepada
pemerintah daerah sambil mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota bersama
DPRD menerbitkan Peraturan Daerah tentang pelayanan satu atap;
4. Capaian dalam bidang pembangunan demokrasi yang positif perlu terus menerus
ditingkatkan terutama yang terkait dengan GDI dan GEM yang masih berada di
bawah rata-rata tren nasional melalui kebijakan sebagai berikut:
1) Mengoptimalkan program pendidikan keluarga dan pelayanan kesehatan
yang dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat;
2) Pendidikan politik bagi perempuan disinergikan melalui program pemberdayaan
perempuan dan keluarga;
3) Peningkatan partisipasi politik yang semakin membaik harus terus menerus
dioptimalkan melalui pendidikan politik yang melibatkan multi stakeholders.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 26
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
34. 2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
Dalam konteks pembangunan manusia, aspek kualitas sumberdaya manusia
merupakan salah satu fokus penting yang memperoleh perhatian khusus. Penempatan
kualitas sumberdaya manusia atau mutu modal manusia sebagai titik sentral dalam
pembangunan manusia tidak saja merupakan program nasional namun juga komitmen
hampir seluruh bangsa di dunia yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sebagaimana diketahui bersama, dibandingkan dengan negara-negara lain di
dunia peringkat kualitas sumberdaya manusia Indonesia terus merosot. Apabila hal ini
tidak segera di atasi, maka tingkat kompetisi sumberdaya manusia Indonesia akan
semakin merosot. Kondisi ini pada gilirannya akan menghambat Indonesia dalam
memasuki persaingan global.
Dalam hubungan itulah maka dalam studi ini akan dievaluasi program-program
pembangunan yang terkait dengan kualitas sumberdaya manusia dengan menggunakan
beberapa indikator terpilih yang mencakup indikator outcome pendidikan, kesehatan,
keluarga berencana dan indikator outcome kependudukan.
2.2.1. CAPAIAN INDIKATOR
Bagian ini membahas nilai capaian indikator outcomes kualitas sumberdaya
manusia di tingkat daerah Provinsi Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional. Analisis
dilakukan dengan memperbandingkan nilai capaian sub indikator (indikator pendukung)
dalam bentuk grafik. Adapun nilai capaian indikator pendukung yang dianalisis terdiri
atas: pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, dan kependudukan.
Dengan cara memperbandingkan dan menganalisis nilai capaian sub Indikator
tersebut, diharapkan akan diperoleh sebuah gambaran yang lebih jelas tentang capaian
kinerja pembangunan sumberdaya manusia atau tingkat kualitas sumberdaya manusia di
Sulawesi Tengah selama periode evaluasi 2004-2008.
2.2.2 PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu sub indikator penting yang dapat menentukan
tingkat kualitas sumberdaya. Dalam undang–undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional dinyatakan bahwa pembangunan di bidang pendidikan bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 27
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
35. Pemaknaan yang perlu ditekankan dari tujuan pendidikan nasional tersebut adalah
bahwa dengan meningkatnya pendidikan masyarakat memiliki dampak berantai terhadap
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan produktivitasnya.
Masalah pendidikan masih merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi
penduduk Sulawesi Tengah, sebagaimana juga dihadapi di daerah provinsi yang lain.
Permasalahan tersebut meliputi aspek pemerataan, akses, mutu, relevansi dan daya
saing. Tentunya untuk menjawab permasalahan tersebut perlu penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan dalam jumlah yang cukup dan
berkompeten, dan layanan proses belajar mengajar yang baik.
Secara rinci, permasalahan pembangunan pendidikan di Sulawesi Tengah dalam
kurun waktu Tahun 2004-2008 dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) Kondisi Geografis
Daerah Sulawesi Tengah yang terdiri dari daerah kepulauan dan pedamalan
mengakibatkan masih rendahnya akses anak usia sekolah terutama di daerah-daerah
terpencil, (2) Belum optimalnya penyelenggaraan otonomi pendidikan, (3) Rendahnya
kualifikasi Guru, khususnya pada jenjang SD/MI, (4) tidak meratanya sebaran guru pada
jenjang, tingkat dan jenis pendidikan, (5) masih minimya ketersediaan sarana dan
prasarana pendidikan di jenjang sekolah dasar untuk mendukung proses pembelajaran,
(6) belum maksimalnya dukungan pemerintah daerah Kab/Kota dalam pembiayaan
pendidikan, serta masih rendahnya peran serta dan dukungan dunia usaha dan dunia
industri (DUDI) dalam membantu penyelenggaraan pendidikan, (7) penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana penyedia bahan ajar dan penunjang
proses belajar mengajar belum optimal.
Dengan memperhatikan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan
pendidikan di Sulawesi Tengah tersebut, maka yang menjadi tujuan pembangunan pada
masa Tahun 2004-2008 yakni meningkatkan akses pemerataan, kualitas dan relevansi
pendidikan, dan meningkatkan angka partisipasi pendidikan pada semua jenis dan
jenjang pendidikan, serta meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan pendidikan di Sulawesi
Tengah adalah: (1) menuntaskan angka buta aksara, (2) meningkatkan akses dan mutu
pendidikan terutama untuk penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, (3)
meningkatkan relevansi dan lulusan pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja, serta (4)
meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen layanan pendidikan.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 28
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
36. Berdasarkan sasaran pembangunan pendidikan tersebut, maka arah kebijakan
lebih diorientasikan pada upaya (1) memperluas dan memeratakan kesempatan
memperolah pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat, (2) meningkatkan
kemampuan akademis dan profesional, serta jaminan kesejahteraan tenaga pendidik
sehingga mampu berfungsi optimal, (3) Melakukan pembaharuan dan pemantapan
manajemen pendidikan berdasarkan prinsip desentralisasi, (4) Menurunkan secara
signifikan jumlah penduduk buta aksara melalui peningkatan kualitas penyelenggaraan
pendidikan keaksaraan fungsional, dan (5) Menuntaskan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun untuk mewujudkan pemerataan pendidikan dasar yang bermutu.
Dalam laporan ini, evaluasi terhadap indikator pendidikan meliputi: Angka
Partisipasi Murni SD/MI; Angka Partisipasi Murni SMP/MTs; Angka Partisipasi Murni
SMA/MA; Angka Putus Sekolah SD ; Angka Melek Aksara 15 Tahun Keatas; Angka
Putus Sekolah SMP/MTs; Angka Putus Sekolah SMA/MA; Persentase jumlah guru yang
layak mengajar SMP/MTs; Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs;
Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs; Persentase jumlah guru yang
layak mengajar SMA/MA.
2.2.2.1 Angka Partisipasi Murni SD/MI
Angka Partisipasi Murni (APM) pada jenjang pendidikan SD/MI sebagai salah satu
dimensi penting dalam mengukur keberhasilan program pembangunan pendidikan,
menjelaskan seberapa banyak persentase kelompok penduduk usia sekolah SD/MI yang
tercatat dan terlibat aktif sebagai murid sekolah SD/MI. Semakin tinggi nilai APM ini
semakin berhasil program pembangunan pendidikan sekolah SD/MI.
Selama periode evaluasi 2004-2008, perkembangan nilai APM SD/MI di Sulawesi
Tengah berlangsung lebih cepat melebihi perkembangan nilai APM SD/MI di tingkat
nasional. Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.2.2.1, selama periode evaluasi nilai
APM SD/MI meningkat sebesar 6,34 persen, dari 90,78 persen pada Tahun 2004
menjadi 97,12 persen pada Tahun 2008, sementara pada APM SD/MI di tingkat nasional
hanya meningkat sebesar 0,98 persen, dari 93,0 persen pada Tahun 2004 meningkat
menjadi 93,98 persen pada Tahun 2008.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 29
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
37. Grafik 2.2.2.1
Perkembangan Angka Partisipasi Murni SD/MI
Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008
Kenaikan APM SD/MI di Sulawesi Tengah tidak terlepas dari upaya serius dari
semua stakholder dalam menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun melalui
perluasan akses dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan di daerah-daerah
yang menghadapi kesulitan akses kepada layanan pendidikan dasar.
2.2.2.2 Angka Partisipasi Murni SMP/MTs
Memperhatikan data APM SMP/MTs di Sulawesi Tengah dari Tahun 2003 sampai
Tahun 2008 sebagaimana disajikan pada Grafik 2.2.2.2 tidak mengalami perkembangan
yang signifikan. Hal ini relatif sama dengan perkembangan secara nasional, dari 63,49
persen pada Tahun 2003 berkembang menjadi 66,75 persen pada Tahun 2008.
Perkembangan APM SMP/MTs di Sulawesi tengah berada di bawah rata-rata
secara nasional. Perbedaan tingkat perkembangan APM SMP/MTs tersebut dikarenakan
oleh beberapa sebab, diantaranya ketersediaan ke sekolah SMP/MTs tidak merata pada
setiap wilayah kecamatan, terutama di wilayah kecamatan di daerah pedalaman dan di
daerah kepulauan terpencil, sehingga diantara anak-anak usia sekolah di wilayah
kecamatan tersebut tidak melanjutkan sekolahnya.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 30
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
38. Grafik 2.2.2.2
Perkembangan Angka Partisipasi Murni SMP/Mts
Sulawesi Tengah dan Nasional, 2003-2008
2.2.2.3 Angka Partisipasi Murni SMA/MA
Memperhatikan Grafik 2.2.2.3 tentang perkembangan APM SMA/MA di Sulawesi
Tengah selama kurun waktu 2003 sampai 2008 masih berada di bawah perkembangan
secara nasional. Meskipun tren membaik, tetapi apabila dikaji fluktuasinya masih dapat
dikatakan sejalan dengan tren nasional. Misalnya Tahun 2004-2005 penurunan angka
dari 36,33 ke 34,04 ternyata sejalan dengan penurunan secara nasional pada tahun
yang sama yaitu dari 42,96 menjadi 40,66.
Rendahnya APM SMA/MA di Sulawesi Tengah disebabkan oleh keterbatasan
akses ke sekolah-sekolah SMA/MA terutama bagi anak-anak usia APM SMA/MA yang
tinggal didaerah-daerah pedalaman dan daerah–daerah terpencil, serta ketidakmampuan
para orang tua mereka membiayai pendidikan anaknya.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 31
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
39. Grafik 2.2.2.3
Perkembangan Angka Partisipasi Murni SMA/MA
Sulawesi Tengah dan Nasional, 2003-2008
2.2.2.4 Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs
Perkembangan rata-rata nilai akhir SMP/MTS di Sulawesi Tengah sebagaimana
disajikan pada Grafik 2.2.2.4 menunjukkan adanya peningkatan, walaupun dengan
tingkat perkembangan yang lamban. Selama periode evaluasi 2004-2008, rata-rata nilai
akhir SMP/MTs di daerah ini mengalami peningkatan sebesar 0,31 yaitu dari 5, 42 pada
tahun 2004 meningkat menjadi 6,07 pada Tahun 2008.
Jika diperbandingkan dengan rata-rata nilai akhir SMP/MTS di tingkat nasional,
maka capaian rata-rata nilai akhir SMP/MTS di Sulawesi Tengah masih relatif lebih tinggi.
Prestasi ini dapat dicapai karena berbagai faktor, diantaranya adalah makin
meningkatnya persentase jumlah guru yang layak mengajar di tingkat SMP/MTs.
Boleh jadi, faktor-faktor eksternal yang lain seperti perubahan kurikulum, kebijakan ujian
akhir nasional dan sebagainya menjadi faktor pemicu munculnya suasana belajar yang
lebih baik serta berlangsungnya proses pembelajaran yang semakin memenuhi harapan
para peserta didik.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 32
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
40. Grafik 2.2.2.4:
Perkembangan Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs
Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008
2.2.2.5 Rata-rata Nilai Akhir SMA/MA
Dengan menyimak Grafik 2.2.2.5 rata-rata nilai akhir SMA/MA di Sulawesi
Tengah menunjukkan arah perkembangan yang semakin baik. Selama periode evaluasi
2004-2008 rata-rata nilai akhir SMA/MA di daerah ini meningkat sebesar 1,55. Rata-
rata nilai akhir SMA/MA pada Tahun 2004 sebesar 4,54 kemudian meningkat menjadi
6,09, sedangkan di tingkat nasional pada periode yang sama mengalami peningkatan
sebesar 1,58 yaitu dari 4,77 pada Tahun 2004 meningkat menjadi 6,35 pada Tahun
2008. Jika diperbandingkan dengan rata-rata nilai akhir SMP/MTS di tingkat nasional,
maka capaian rata-rata nilai akhir SMP/MTS di Sulawesi Tengah masih relatif lebih
rendah. Namun demikian, capaian ini sudah cukup memadai karena berbeda tipis
dengan capaian di tingkat nasional.
Keberhasilan ini tampaknya sangat dipengaruhi oleh makin meningkatnya
persentase jumlah guru yang layak mengajar di tingkat SMA/MA. Selain daripada itu,
faktor-faktor eksternal yang lain seperti perubahan kurikulum, kebijakan ujian akhir
nasional dan sebagainya boleh jadi menjadi faktor pemicu munculnya semangat belajar
yang lebih kuat dari peserta didik serta berlangsungnya proses pembelajaran yang
semakin memenuhi harapan para peserta didik.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 33
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
41. Grafik 2.2.2.5:
Perkembangan Rata-rata Nilai Akhir SMA/MA
Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008
Meskipun perkembangan rata-rata nilai akhir SMA/MA di daerah ini tidak
menunjukan kenaikan yang berarti, akan tetapi dapat dikatakan cukup menggembirakan.
Artinya sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan pendidikan telah sesuai dan
sejalan dengan arah pengembangan secara nasional, meski harus diakui bahwa dari segi
mutunya masih di bawah tingkat nasional.
2.2.2.6 Angka Putus Sekolah SD
Perkembangan angka putus sekolah SD di Sulawesi Tengah selama periode
evaluasi 2004 – 2008 telah menunjukkan angka yang relatif rendah jika dibandingkan
angka putus sekolah di tingkat nasional. Sebagaimana disajikan pada Grafik 2.2.2.6
tren perkembangan angka putus sekolah SD di daerah ini selama periode 2004-2008
tidak mengalami perubahan yang signifikan. Sedangkan perkembangan angka putus
sekolah SD di tingkat nasional menunjukkan perkembangan yang membaik, terutama
sejak digulirkannya program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Penurunan
angka putus sekolah SD dari 3,17 pada Tahun 2005 menjadi 1,81 pada Tahun 2008
menunjukan kinerja yang membaik secara nasional.
Dalam kaitan ini, posisi dan peran Sulawesi Tengah menurunkan angka putus
sekolah SD sudah lebih baik terhadap capaian angka nasional. Olehnya keberhasilan ini
penting dipertahankan dan ditingkatkan melalui program percepatan, terutama yang
fokus pada upaya pemerataan dan peningkatan akses pendidikan di wilayah pedalaman
dan terpencil di Sulawesi Tengah.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 34
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
42. Grafik 2.2.2.6:
Perkembangan Angka Putus Sekolah SD
Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008
2.2.2.7 Angka Putus Sekolah SMP/MTs
Pada Grafik 2.2.2.7 perkembangan angka putus sekolah SMP/MTs di Provinsi
Sulawesi Tengah apabila dibandingkan dengan capaian nasional terjadi kesenjangan
yang signifikan. Dari Tahun 2004 sampai Tahun 2006 terjadi peningkatan angka putus
sekolah SMP/MTs di Sulteng, sedangka dari Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2008
terjadi penurunan yang tajam. Hal ini merupakan dampak dari adanya program
pengembangan mutu SMP di Sulawesi Tengah. Selain meningkatkan mutu tenaga
pendidiknya, program ini ternyata berdampak pada penurunan angka putus sekolah
SMP/MTs yang signifikan.
Memang disadari bahwa angka putus sekolah SMP/MTs di Sulawesi Tengah
masih tinggi dibandingkan dengan nasional, karena masih banyak ditemui anak-anak
kelompok usia sekolah di Sulawesi Tengah, terutama di perdesaan, lebih memilih
membantu orang tua ke sawah/kebun dari pada melanjutkan sekolah.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 35
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
43. Grafik 2.2.2.7:
Perkembangan Angka Putus Sekolah SMP/MTs
Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008
2.2.2.8 Angka Putus Sekolah SMA/MA
Perkembangan angka putus sekolah SMA/MA yang terlihat pada Grafik 2.2.2.8
menunjukkan perbaikan yang berarti, terutama dari Tahun 2005 sampai Tahun 2008.
Adanya kenaikan lonjakan angka putus sekolah SMA/MA di Provinsi Sulawesi Tengah
pada Tahun 2004-2005 dapat diduga karena dampak dari rendahnya kehidupan
perekonomian masyarakat di daerah ibi pada masa itu. Akibatnya penduduk usia
sekolah SMA/MA banyak yang putus sekolah, terutama di wilayah pedesaan. Bahkan
pada periode 2007-2008 penurunan angka putus sekolah SMA/MA di Sulteng
melampaui capaian angka putus sekolah SMA/MA secara nasional.
Grafik 2.2.2.8
Perkembangan Angka Putus Sekolah SMA/MA
Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 36
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
44. 2.2.2.9 Angka Melek Aksara 15 Tahun Ke atas
Angka melek aksara pada kelompok penduduk usia 15 tahun ke atas di Sulawesi
Tengah sudah melampaui angka melek aksara di tingkat nasional. Selama periode
evaluasi 2004-2008 telah terjadi kenaikan yang cukup signifikan dalam penuntasan melek
aksara di Sulawesi Tengah, yaitu dari sekitar 94,41% pada Tahun 2004 meningkat
menjadi 95,58% pada Tahun 2008. Sedangkan di tingkat nasional, selama periode yang
sama capaian penuntasan melek aksara masih di bawah capaian Sulawesi Tengah, yaitu
dari 90,40% pada Tahun 2004 meningkat menjadi 92,19% pada Tahun 2008.
Upaya penuntasan melek aksara di Sulawesi Tengah yang selama ini ditempuh
dengan melibatkan berbagai kelompok pemangku kepentingan, termasuk dari kalangan
kampus, dianggap telah berhasil dengan baik. Keberhasilan tersebut perlu dipertahankan
dan ditingkatkan sedemikian rupa agar upaya penuntasan melek aksara di daerah ini
benar-benar tuntas.
Grafik 2.2.2.9:
Perkembangan Angka Melek Aksara 15 Tahun Ke atas
Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008
2.2.2.10 Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs
Grafik 2.2.2.10 menunjukkan perkembangan jumlah guru di Sulawesi Tengah
yang layak mengajar di SMP/MTS. Harus diakui selama kurun waktu 2004-2008
banyak program yang telah dikembangkan oleh pemerintah daerah Sulawesi Tengah
dalam meningkatkan kompetensi dan kemampuan mengajar guru baik di jenjang
SMP/MTs maupun di SMA/MA.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 37
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
45. Bahkan apabila dibandingkan dengan perkembangan nasional, kedudukan
kelayakan mengajar guru SMP/MTs di Sulawesi Tengah lebih baik dari nasional.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan, antara lain: (1) keinginan yang kuat dari
guru untuk mengembangkan diri, (2) program melalui MGMP yang telah dilaksanakan
sehingga mendorong kemampuan guru untuk mengembangkan diri, (3) apresiasi dari
pemerintah daerah yang cukup baik.
Di daerah Sulawesi Tengah, beragam bentuk dan kegiatan dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar telah dilakukan. Upaya-upaya
tersebut terbukti memberikan dampak yang baik bagi jumlah guru yang memiliki
kelayakan mengajar di kelas, seperti terlihat dari Grafik 2.2.2.10 dan Grafik 2.2.2.11.
Grafik 2.2.2.10:
Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs
Sulawesi Tengah dan Nasional, Tahun 2004-2008
2.2.2.11 Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMA/MA
Kelayakan guru mengajar merupakan aspek yang mempengaruhi kualitas
penyelenggaraan pendidikan. Dari Grafik 2.2.2.11 diketahui bahwa perkembangan
kemampuan dan kelayakan guru SMA/MA dalam mengajar mengalami perbaikan
dengan tren yang terus membaik. Bahkan apabila dibandingkan dengan perkembangan
nasional, kedudukan kelayakan mengajar guru SMA/MA di Sulawesi Tengah lebih baik
dari nasional. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan, antara lain: (1) keinginan
yang kuat dari guru untuk mengembangkan diri, (2) program melalui MGMP yang telah
dilaksanakan sehingga mendorong kemampuan guru untuk mengembangkan diri, (3)
apresiasi dari pemerintah daerah yang cukup baik.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 38
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
46. Grafik 2.2.2.11:
Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMA/MA
Sulawesi Tengah dan Nasional, Tahun 2004-2008
2.2.3 KESEHATAN
Kesehatan merupakan salah satu indikator pendukung penting yang dapat
menggambarkan tingkat kualitas sumberdaya manusia dan tingkat kesejahteraannya.
Dalam undang–undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan dinyatakan bahwa
pembangunan di bidang kesehatan bertujuan meningkatkan kesehatan serta
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk mencapai
sasaran pembangunan bidang kesehatan melalui upaya kesehatan yang berkualitas,
merata, dan terjangkau.
Dalam konteks pembangunan bidang kesehatan, keberhasilan upaya kesehatan
dan peningkatan derajad kesehatan masyarakat memiliki dampak berantai terhadap
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan produktivitasnya. Secara
kuantitatif dan kualitatif kebutuhan jasa kesehatan dari waktu ke waktu terus meningkat.
Hal ini tentunya akan membutuhkan penyediaan prasarana dan sarana kesehatan yang
memadai, pilihan-pilihan layanan kesehatan yang lebih berkualitas dan penyediaan tenaga
kesehatan dalam jumlah yang cukup dan berkompeten. Kesemua itu merupakan masalah
kesehatan yang dewasa ini tengah dihadapi di daerah Sulawesi Tengah, sebagaimana
juga dihadapi di daerah provinsi yang lain, terutama di Kawasan Timur Indonesia.
Evaluasi terhadap capaian indikator kualitas sumberdaya manusia di bidang
kesehatan mencakup dimensi umur harapan hidup, angka kematian bayi, angka
kematian ibu, prevalensi gizi kurang/buruk, dan tenaga kesehatan.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 39
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
47. 2.2.3.1 Usia Harapan Hidup (UHH)
Kesehatan merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan tingkat
kesejahteraan penduduk, sehingga suatu daerah dikatakan berhasil pembangunannya
dapat ditinjau dari sisi kesehatan masyarakat.
Kinerja pembangunan bidang kesehatan, salah satunya dapat dilihat dari capaian
indikator umur harapan hidup. Semakain tinggi angka indikator ini, maka akan semakin
tinggi pula peluang penduduk berumur panjang dan hidup sehat. Capaian indikator
umur harapan hidup penduduk di Sulawesi Tengah sebagaimana ditunjukkan pada
Grafik 2.2.3.1, terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Selama periode
evaluasi, 2004-2008, umur harapan hidup meningkat sebesar 1,5 tahun, yaitu dari 64,6
pada Tahun 2004 menjadi 66,1 tahun pada Tahun 2008. Sedangkan di tingkat nasional,
indikator pendukung umur harapan hidup meningkat sebesar 1,9 tahun, yaitu dari 68,6
pada Tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada Tahun 2008.
Grafik 2.2.3.1:
Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH)
Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2009
Masih rendahnya UHH ini sebenarnya merupakan resultante dari pola hidup
sehat masyarakat, terutama di daerah-daerah pedesaan, dan akses kepada layanan
kesehatan yang masih sulit serta kemampuan ekonomi yang masih rendah sehingga
keterpenuhan asupan gizi masyarakat juga rendah atau dibawah kebutuhan minimal.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 40
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |
48. 2.2.3.2 Angka Kematian Bayi (AKB)
Untuk mengetahui kinerja pembangunan bidang kesehatan, selain menggunakan
indikator umur harapan hidup, dapat juga diukur dengan menggunakan indikator Angka
Kematian Bayi (AKB). Indikator ini menunjukkan banyaknya jumlah bayi yang lahir hidup
kemudian meninggal sebelum mencapai usia satu tahun yang dinyatakan dengan per
1.000 kelahiran hdup. Selain itu, indikator AKB juga dapat digunakan untuk mengetahui
pergeseran jumlah komposisi penduduk di suatu daerah dalam suatu periode tertentu.
Berdasarkan data yang ada, angka kematian bayi di daerah Sulawesi Tengah
adalah yang tertinggi di kawasan Pulau Sulawesi, sedangkan yang terendah adalah
Sulawesi Utara. Pada Tahun 1997, angka kematian bayi di Provinsi Sulawesi Tengah
tercatat 95 per 1.000 kelahiran, kemudian turun menjadi 52 per 1.000 kelahiran pada
tahun 2002/2003, dan berada pada urutan ketiga tertinggi di bawah Sulawesi Tenggara
dan Gorontalo. Secara umum angka kematian bayi di Pulau Sulawesi berada di atas
rata-rata nasional kecuali Provinsi Sulawesi Utara.
Grafik 2.2.3.2:
Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB)
Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2009
Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.2.3.2, selama periode evaluasi angka
kematian bayi di daerah ini berfluktuasi dengan kecenderungan yang terus menaik.
Pada Tahun 2004, AKB mencapai 52 dan meningkat menjadi 55 kematian/1000
kelahiran hidup pada Tahun 2008. Jika dibandingkan dengan perkembangan AKB pada
periode yang sama di tingkat nasional, capaian ini masih relatif rendah. Lagi-lagi, hal ini
disebabkan oleh terbatasnya jenis dan layanan kesehatan, masih sulit akses kepada
layanan kesehatan, serta pola hidup sehat masyarakat yang masih rendah.
LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 41
SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |