Dokumen tersebut membahas lima hukum pernikahan menurut pandangan ulama, yaitu wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Hukum ini berbeda untuk setiap individu tergantung kondisi ekonomi, fisik, dan akhlaknya. Pernikahan wajib bagi yang mampu menafkahi istri, sunnah bagi yang mampu menahan diri, dan haram bagi yang tidak mampu memenuhi hak istri.
1. HUKUM NIKAH
KELOMPOK 3 :
• Anisa
• Nadiya Rahmah
• Novia yuli
• Nur Aqmarina M
• Rosmalida Widianti
• Sarah Maida Alifah Nurina
• Sofia Anisa
2. Hukum pernikahan ada lima diantaranya
wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Hukum pernikahan tersebut berbeda-beda
pada setiap orang, tergantung pada kondisi
tertentu, baik dilihat dari sisi ekonomi, fisik
ataupun akhlak.
3. WAJIB
Nikah akan menjadi wajib bagi setiap
orang yang sudah mampu, baik dalam hal
ekonomi, seksual, mental, dan lainnya
termasuk orang yang takut terjerumus
kepada hal-hal yang diharamkan Allah
SWT. Orang yang sudah mampu membayar
mahar dan seluruh kewajiban nafkah
dalam pernikahan, memiliki badan yang
sehat dan percaya bahwa dirinya mampu
memperlakukan istri dengan baik serta
percaya bahwa jika tidak menikah pasti ia
akan terjerumus kedalam perbuatan
maksiat, oleh karenanya wajib hukumnya
menikah. Salah satu cara menjauhi zina
4. SUNNAH
Nikah hukumnya menjadi sunnah bagi
siapapun yang memiliki kemampuan ekonomi
dan kesehatan badan, merasa aman dari hal-hal
yang diharamkan dan dilarang oleh Allah SWT
dan tidak takut akan berbuat buruk terhadap
wanita yang dinikahinya. Dalam kondisi seperti
ini, diperbolehkan untuk melakukan pernikahan
atau tidak. Namun, melakukan pernikahan akan
menjadi lebih baik baginya daripada menunda
pernikahan atau mengkhususkan diri untuk
ibadah, sebagai bentuk taat kepada sunnah
Rasulullah SAW. Dari Ibnu Abbas ra, “Tidak
sempurna ibadah seseorang sehingga dia
menikah.”
5. HARAM
Nikah akan menjadi haram hukumnya jika
seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu
melakukan aktivitas seks, memberikan nafkah atau
kewajiban-kewajiban nikah lainnya serta memiliki
maksud untuk mencelakai istrinya. Pernikahan pada
kondisi ini haram hukumnya. Imam al-
Qurtubi mengatakan, “Jika suami mengetahui bahwa
dirinya tidak mampu menafkahi istri atau
memberikan mahar dan memenuhi hak-hak istri yang
wajib atasnya, maka ia tidak boleh menikahi wanita
itu sampai ia menjelaskan hal-hal tersebut kepada
calon istrinya. Termasuk memiliki suatu penyakit
yang dapat menghalanginya untuk melakukan
hubungan suami istri. Begitupun calon istri, wajib
menjelaskan kepada calon suami jika ia mengetahui
6. MAKRUH
Hukum pernikahan akan
menjadi makruh bagi seseorang yang
mampu menikah tetapi ia khawatir akan
menyakiti wanita yang akan ia nikahi
atau mendzalimi hak-hak istri dan
kerena pergaulannya yang buruk. Jika
hak-hak manusia bertentangan dengan
hak-hak Allah, maka hak-hak manusia
yang harus didahulukan.
7. MUBAH
Hukum nikah menjadi mubah dan
tidak berdosa jika tidak melakukannya.
Menurut pendapat Imam
Syafi’i “Sesungguhnya hukum
pernikahan itu mubah, karena ia
merupakan salah satu bentuk pemuasan
kenikmatan dan syahwat, sehingga ia
tidak berbeda halnya dengan makan dan
minum“.
8. Berdasarkan hukum yang lima ini,
salah seorang ulama mengatakan,
“Ketahuilah bahwa perbedaan pendapat
mengenai hukum pernikahan ini berlaku
pada berbagai kondisi konvensional,
dimana seseorang merasa aman dari
perbuatan haram“.
9. Imam al-Qurtubi menyebutkan pendapat para
ulama sebagai berikut:
Hukum pernikahan itu berbeda-beda,
sesuai dengan perbedaan kondisi ketakutan
dan kesabaran pribadi terhadap zina serta
kekuatan menahan zina. Jika ia khawatir
terjerumus dan mengalami kemunduran serta
kerusakan dalam masalah agama atau dubia
maka pernikahan itu hukumnya wajib. Barang
siapa yang ingin menikah tetapi ia mempunyai
kemampuan untuk menahannya maka
disunnahkan baginya menikah. Jika tidak
mampu, maka ia harus menjaga diri walaupun
dengan cara berpuasa, karena dengan puasa ia
akan terbentengi dan menjadi pelindung diri.